Anda di halaman 1dari 115

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN

KOLEKSI BAHAN PAKAN

Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Nurul Hidayah

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan
laporan Nutrisi Ikan yang berjudul Koleksi Bahan Pakan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
Praktikan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini terutama kepada dosen pengampu mata
kuliah Nutrisi Ikan dan para asisten praktikum yang telah memberikan bimbingan,
pengarahan dalam pembuatan laporan ini.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.

Banjarbaru, Mei 2019

Praktikan
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1.......................................................................... Latar Belakang
..................................................................................................1
1.2....................................................................... Tujuan Praktikum
..................................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 3
BAB 3. METODE PRAKTIKUM.......................................................... 7
3.1. Waktu dan Tempat.................................................................... 7
3.2. Alat dan Bahan.......................................................................... 7
3.3. Prosedur Praktikum................................................................... 7
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 9
4.1. Hasil........................................................................................... 9
4.2. Pembahasan............................................................................... 12
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 15
5.1. Kesimpulan................................................................................ 15
5.2. Saran.......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
3. 1. Alat yang Digunakan................................................................... 7
3. 2. Bahan yang Digunakan.......................................................... 7
4. 1. Bahan Pakan Nabati..................................................................... 9
4. 2. Bahan Pakan Hewani................................................................... 11
4. 3. Rendemen Bahan Nabati.............................................................. 12
4. 4. Rendemen Bahan Hewani............................................................ 12
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Koleksi bahan pakan dapat diartikan sebagai pengumpulan berbagai


macam bahan pakan yang digunakan sebagai contoh atau sampel dalam rangka
suatu kegiatan penelitian, praktikum dan sumber referensi dari bahan terkait.
Secara umum, pekerjaan koleksi bahan pakan meliputi pengumpulan berbagai
jenis bahan, pengeringan, penjemuran, pemanasan, pencacahan, penyaringan dan
identifikasi serta pencatatan informasi yang berhubungan dengan koleksi
dilengkapi dengan pemberian label. Tujuan dari koleksi bahan pakan ini untuk
memberikan pengalaman praktis mengenai kegiatan koleksi bahan pakan,
khususnya untuk bahan – bahan berkhasiat yang dapat dengan mudah ditemukan
di lingkungan sekitar.
Bahan pakan ikan adalah sesuatu yang dapat dimakan oleh ikan, dicerna,
diserap baik sebagian maupun seluruhnya tanpa menimbulkan keracunan pada
ikan yang memakannya. Bahan pakan ikan bisa berasal dari bagian – bagian tubuh
hewan (bahan hewani) ataupun dari bahan tumbuhan (bahan nabati). Bahan –
bahan baku tersebut diformulasikan menjadi satu untuk membuat pakan ikan
(pelet).
Menurut Mujiman (2000), dalam hal pembuatan pakan ikan yang perlu
diperhatikan adalah tentang pemilihan bahannya, bahan – bahan tersebut harus
memenuhi beberapa syarat, yaitu: mempunyai nilai gizi tinggi, mudah diperoleh,
mudah diolah, tidak mengandung racun, harga relatif murah dan tidak termasuk
bahan pokok makanan manusia.
Bahan – bahan baku yang dipakai dalam pembuatan pakan berfungsi
sebagai sumber protein, energi, mineral dan vitamin. Penggunaan bahan lokal
potensial untuk kepentingan budidaya tidak hanya bermanfaat untuk menekan
biaya produksi, melaikan sekaligus menjamin kontinuitas bahan untuk
kepentingan pembuatan pakan. Penggunaan bahan lokal pada pembuatan pakan
dapat berfungsi sebagai bahan pakan alternatif yang dapat mengganti bahan pakan
biasa tanpa mengurangi nutrisi yang diperlukan. Pakan bermutu umumnya
tersusun dari bahan baku pakan yang bermutu yang dapat berasal dari berbagai
sumber dan sering kali digunakan karena sudah tidak lagi dikonsumsi oleh
manusia (Suryaingsih, 2010).
Pakan merupakan komponen penting dalam budidaya ikan terutama
dalam energi ikan dalam melakukan aktifitas, berkembang, dan reproduksi. Di
alam ikan dapat memenuhi kebutuhan makanannya dengan pakan yang tersedia di
alam pakan yang berasal dari alam selalu sesuai dengan selera ikan tetapi di
lingkungan budidaya ikan tidak bisa memilih ikan tergantung kepada pakan
buatan. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dari berbagai macam bahan baku
hewani dan nabati dengan memperhatikan kandungan gizi, sifat dan ukuran ikan
yang akan mengkonsumsi pakan tersebut dengan cara dibuat oleh manusia dengan
bantuan peralatan pakan (Handajani, 2010).
Pakan yang berkualitas kegizian dan fisik merupakan kunci untuk
mencapai tujuan – tujuan produksi dan ekonomis budidaya ikan. Pengetahuan
tentang gizi ikan pada ikan berperan penting di dalam mendukung perkembangan
budidaya perairan (Aquaculture) dalam mencapai tujuan tersebut. Konversi yang
efesien dalam memberi pakan ikan sangat penting bagi pembudidaya ikan sebab
pakan merupakan komponen yang cukup besar dari total biaya produksi. Bagi
pembudidaya ikan, pengetahuan tentang gizi bahan baku dan pakan merupakan
sesuatu yang sangat kritis sebab akan menghabiskan biaya 40 – 50% dari biaya
produksi.

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui potensi dan


ketersediaan bahan baku pakan ikan baik sebagai sumber protein hewani maupun
sumber protein nabati.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pakan adalah makanan atau asupan yang diberikan kepada hewan ternak
(peliharaan). Istilah ini diadopsi dari bahasa Jawa. Pakan merupakan sumber
energi dan materi bagi pertumbuhan dan dan kehidupan makhluk hidup. Zat yang
terpenting dalam pakan adalah protein. Protein merupakan senyawa kimia yang
tersusun dari asam–asam amino. Kebutuhan protein tiap ternak berbeda-beda
menurut jenis kelamin, umur dan bobot badan namun perbandingan asam amino
esensial ternak adalah sama (Samadi, 2012).
Pakan mempunyai peranan sangat penting sebagai sumber energi untuk
pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Selain itu, pakan juga
dapat digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk menghasilkan warna dan
rasa tertentu. Fungsi lainnya diantaranya yaitu sebagai pengobatan, reproduksi,
dan perbaikan metabolisme lemak. Pertumbuhan merupakan parameter yang
mempunyai nilai ekonomi yang cukup penting dalam budidaya ikan. Parameter
pertumbuhan yang biasa diukur adalah berat dan panjang badan ikan (Sutisna dan
Ratno, 2010).
Usaha budidaya ikan yang telah berkembang ke arah budidaya intensif,
menuntut tersedianya pakan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan
berkesinambungan. Masalah pengadaan pakan perlu ditangani dengan sungguh-
sungguh. Pengadaan pakannya tidak seimbang dengan usaha intensifikasi yang
semakin meningkat, hasilnya akan tidak memuaskan. Pembuatan pakan dengan
memformulasikan / meramu berbagai macam bahan, akan memudahkan
pengaturan nilai gizi yang terdapat di dalam pakan (Rukmini, 2012).
Kegiatan memformulasikan dan membuat pakan diperlukan pemilihan
bahan baku yang tepat kualitas, tepat harga, dan jumlah serta memiliki kontinuitas
pasokan perlu dipertimbangkan dengan cermat (Tacon, 1997 dalam Suprayudi et
al., 2011). Selama ini pakan ikan umumnya masih bertumpu pada tepung ikan,
hasil sampingan dari kegiatan peternakan, tepung daging dan tulang sebagai
sumber protein utama. Penurunan produksi tepung ikan dan meningkatnya
permintaan tepung ikan menyebabkan terjadinya peningkatan harga tepung ikan
secara signifikan. Oleh karena itu perlu dicari bahan pakan alternatif untuk
menggantikan atau mengurangi penggunaan tepung ikan. Kriteria yang harus
dipenuhi bahan pakan alternatif tersebut adalah memiliki nutrien yang dibutuhkan
ikan dalam jumlah yang cukup, lebih murah, bahan baku tersedia dalam jumlah
besar, tidak berkompetisi dengan kebutuhan manusia dan terjamin kontinuitasnya
(Suprayudi et al., 2011).
Keuntungan pakan buatan yang dapat diperoleh dari penggunaan pakan
buatan diantaranya bahan baku pakan dapat berupa limbah industri pertanian,
perikanan, peternakan, dan makanan yang bernilai ekonomi rendah, tetapi masih
mengandung nilai gizi yang cukup tinggi. Pakan buatan juga dapat disimpan
dalam waktu relatif lama, tanpa terjadi perubahan kualitas yang drastis. Dengan
demikian kebutuhan pakan dapat terpenuhi setiap saat. Selain itu pakan buatan
juga dapat mengubah warna dan rasa, contohnya pada ikan. Penambahan lemak
pada jumlah tertentu menjadikan daging ikan bertambah gurih (Millamena, 2012).
Salah satu upaya untuk meningkatkan nutrisi dalam pakan buatan adalah
dengan menggunakan probiotik. Bakteri yang terdapat dalam probiotik memiliki
mekanisme untuk menghasilkan beberapa enzim untuk pencernaan makanan
seperti amilase, protease, lipase dan selulose. Enzim tersebut yang akan
membantu menghidrolisis nutrient pakan (molekuk kompleks), seperti memecah
karbohidrat, protein dan lemak menjadi molekul yang lebih sederhana akan
mempermudah proses pencernaan dan penyerapan dalam saluran pencernaan ikan
(Putra, 2010).
Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan tumbuhan yang
mengambang di permukaan air (gulma), memiliki daun yang tebal dan
“gelembung” yang membuatnya mengapung (Wijaya et al., 2016). Eceng gondok
adalah tanaman yang hidup bebas di permukaan air, dapat berkembang dengan
cepat dan dapat tumbuh sepanjang tahun. Eceng gondok memiliki tinggi 0,4 – 0,8
m, batang yang terbuka dengan diameter 1 – 2,5 cm. Panjang batang mencapai 30
cm. Eceng gondok memiliki daun bergaris tengah mencapai 1,5 m dengan bentuk
lentur agak bulat, berwarna hijau terang dan berkilau jika berada di bawah sinar
matahari. Kelopak dari bunganya berwarna ungu muda. Setiap bunga memiliki
kepala putik yang dapat menghasilkan 500 bakal biji setiap tangkai
(Rahmaningsih, 2009).
Eceng gondok termasuk mikrophyta akuatik yang mampu menyerap
senyawa-senyawa kimia dalam perairan. Eceng gondok mampu berkembang biak
secara generatif (seksual) dan vegetatif (aseksual). Tumbuhan eceng gondok
terdiri atas helai daun, pengapung, leher daun, ligula, akar, akar rambut, ujung
akar, dan stolon yang dijadikan sebagai tempat perkembangbiakan vegetatif
(Rahmaningsih, 2006).
Klasifikasi eceng gondok (Eichornia crassipes) menurut (Steenis, 1987)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnaliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Alismatales
Famili : Butomaceae
Genus : Eichornia
Spesies : Eichornia crassipes
Tanaman eceng gondok memberikan manfaat bagi manusia, terutama
bila kepentingan manusia terhadap tumbuhan tersebut bersifat subyektif. Ekstrak
metanol eceng gondok menunjukkan bahwa tanaman eceng gondok memiliki
kandungan metabolit sekunder sebagian besar menjadi alkaloid, komponen fenol,
dan terpenoid (Shanab et al., 2010). Eceng gondok juga mengandung senyawa
flavonoid (luteolin, apigenin, tricin, chrysoeriol, kaempferol, azaeleatin,
gossypetin, dan orientin), asam amino (metionin, valine, asam teonin glutamate,
tryptofan, tyrosin, leusin, dan lysine), fosfor, protein, komponen organik, dan
sianida (Nyananyo et al., 2007).
Tanaman eceng gondok diduga memiliki potensi sebagai antioksidan.
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses
oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi
zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan
alami dapat ditemukan pada sayuran, buah-buahan, dan tumbuhan berkayu.
Metabolit sekunder dalam tumbuhan yang berasal dari golongan alkaloid,
flavonoid, saponin, kuinon, tanin, steroid/ triterpenoid. Senyawa bioaktif ini dapat
diperoleh dengan metode ekstraksi dengan berbagai pelarut (Wijaya et al., 2016).
Tanaman eceng gondok mengandung bahan organik sebesar 36.59%,
karbon (C) 21.23%, total nitrogen 0.28%, total fospor 0.0011%, total kalium
0.016%, rasio C/N 75.8% dan serat kasar sebesar 20.6% (Ratri et al., 2007).
Kusrinah et al., (2016) juga melaporkan bahwa eceng gondok kering mengandung
bahan organik sebesar 75.8%; total nitrogen 1.5%, kadar abu 24.2%, total fosfor
7.0%s, potasium 28.7%, sodium 1.8%, kalsium 12.8%, dan klorida 21.0%
(Nainggolan et al., 2018).
Tepung ikan rucah adalah ikan atau bagian – bagian ikan yang
minyaknya diambil atau tidak, dikeringkan kemudian digiling. Kegunaan utama
tepung ikan adalah sebagai bahan campuran pada makanan ikan (Afrianto dan
Liviawaty, 2010). Kandungan pada tepung ikan rucah yaitu protein (26-28%),
lemak kasar (1,49%), karbohidrat (1,76%), abu (4,82%), serat (4,10%) serta
kandungan air (59,57%) (Asyari dan Muflikhah, 2005).
Tepung ikan yang bermutu baik harus bebas dari kontaminasi serangga,
jamur dan mikroorganisme patogen. Tepung ikan merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan terutama ternak ayam dan babi selain itu juga sebagai komponen
makanan ikan. Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut : butiran – butirannya harus seragam bebas dari sisa – sisa tulang,
mata ikan dan benda asing, warna halus bersih, seragam, serta bau khas ikan amis
(Afrianto dan Liviawaty, 2010).
Rendemen merupakan suatu nilai penting dalam pembuatan produk.
Rendemen adalah perbandingan berat kering produk yang dihasilkan dengan berat
bahan baku (Yuniarifin et al., 2006). Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan
perbandingan berat akhir (berat ekstrak yang dihasilkan) dengan berat awal (berat
biomassa sel yang digunakan) dikalikan 100% (Sani et al., 2014). Nilai rendemen
juga berkaitan dengan banyaknya kandungan bioaktif yang terkandung pada
Eichorrnia crassipes. Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terkandung
dalam tubuh hewan maupun tumbuhan. Senyawa ini memiliki berbagai manfaat
bagi kehidupan manusia, diantaranya dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan,
antibakteri, antiinflamasi, dan antikanker (Prabowo et al., 2014)

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum Nutrisi Ikan tentang Koleksi Bahan Pakan dilaksanakan pada
tanggal 26 Maret – 6 April 2019 Pukul 14.00 – 16.00 WITA bertempat di
Laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung
Mangkurat Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum dapat dilihat ditabel
sebagai berikut :
Tabel 3.1. Alat yang Digunakan
No. Nama Alat Keterangan
1. Pisau Memotong bahan
2. Saringan Mengayak bahan
3. Toples Tempat koleksi bahan
4. Lesung pipih Menumbuk koleksi bahan
5. Blender Mengahaluskan bahan
6. Timbangan Mengetahui berat pakan
7. Nampan Alas menjemur pakan
Tabel 3.2. Bahan yang Digunakan
No. Nama Bahan Keterangan
1. Tepung Kulit Rambutan Bahan Pakan Tresia Ratna Indra Sari
2. Tepung Daun Singkong Bahan Pakan Rahma Wati
3. Tepung Daun Eceng Gondok Bahan Pakan Saufa Asvia
4. Tepung Daun Bandotan Bahan Pakan M. Ihsan Riefffani
5. Tepung Kayapu Bahan Pakan Ahmad Hidaytullah .F.
6. Tepung Kacang Hijau Bahan Pakan Kelompok 10
7. Tepung Ikan Rucah Bahan Pakan Kelompok 10

3.3. Prosedur Kerja


Prosedur kerja yang digunakan pada praktikum adalah sebagai berikut :
 Mengumpulkan beberapa bahan baku pakan baik dari sumber hewani maupun
nabati.
 Mengeringkan bahan di bawah panas matahari.
 Memblender dan menyaring bahan hingga berbentuk tepung.
 Memasukkan bahan ke dalam toples dan diberi label.
 Melengkapi dengan hasil analisis kandungan gizi bahan sesuai pustaka yang
mendukung.
 Menghitung rendemen bahan pakan menggunakan rumus sebagai berikut:

b
% Rendemen = a x 100%

Keterangan : a = Berat bahan baku awal (berat basah)


b = Berat produk akhir (tepung halus)
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil yang didapat dari praktikum koleksi bahan pakan ini adalah sebagai
berikut :

Tabel 4.1. Bahan Pakan Nabati

No. Bahan Gambar Keterangan

1. Daun Singkong Rahma Wati

2. Daun Eceng Saufa Asvia


Gondok
Kulit Tresia Ratna
3.
Rambutan Indra Sari

Muhammad Ihsan
4. Kayapu
Rieffani
Ahmad
5. Daun Bandotan Hidayatullah
Farisie

6. Kacang Hijau Kelompok 10

Tabel 4.2. Bahan Pakan Hewani

No
Bahan Gambar Keterangan
.
1. Ikan Rucah Kelompok 10

Tabel 4.3. Rendemen Bahan Nabati


No Berat Berat Tepung Kasar Tepung Rendemen
. Basah (gr) Kering (gr) (gr) Halus (gr) (%)
1. 6000 1000 26 974 16,23
2. 6000 900 150 750 12,5
Rerata 950 200 750 14,365
974
% Rendemen Tepung Daun Eceng Gondok = x 100 %
6000
= 16,23 %
750
% Rendemen Tepung Kacang Hijau = x 100 %
6000
= 12,5 %
Tabel 4.4. Rendemen Bahan Hewani
No Berat Berat Tepung Kasar Tepung Rendemen
. Basah (gr) Kering (gr) (gr) Halus (gr) (%)
1. 6000 1100 100 1000 16,66
Rerata 1100 100 1000 16,66

1000
% Rendemen Tepung Daun Eceng Gondok = x 100 %
6000
= 16,66 %
4.2. Pembahasan
Pakan merupakan komponen penting dalam budidaya ikan terutama
dalam energi ikan dalam melakukan aktifitas, berkembang, reproduksi serta
seluruh aktivitas biokimia tubuh. Di alam ikan dapat memenuhi kebutuhan
makanannya dengan pakan yang tersedia di alam. Pakan yang berasal dari alam
selalu sesuai dengan selera ikan tetapi di lingkungan budidaya ikan tidak bisa
memilih ikan tergantung kepada pakan buatan. Pakan buatan adalah pakan yang
dibuat dari berbagai macam bahan baku hewani dan nabati dengan
memperhatikan kandungan gizi, sifat dan ukuran ikan yang akan mengkonsumsi
pakan tersebut dengan cara dibuat oleh manusia dengan bantuan peralatan pakan
(Samadi, 2012)
Persiapan bahan baku merupakan langkah awal dalam membuat pakan.
Semua bahan baku yang dipakai dalam praktikum ini bukan merupakan makanan
pokok manusia, sehingga ketersediaannya cukup baik untuk jangka panjang.
Penggunaan bahan baku limbah untuk pembuatan pakan disebabkan nutrien bahan
baku yang tinggi protein dan lemak agar mampu berkonsentrasi pada
pertumbuhan ikan. Pertimbangan lain dalam memilih bahan baku tersebut
dikarenakan adanya bahan alternatif yang memiliki faktor harga relatif murah dan
mudah didapat bahkan dapat diperoleh dengan cuma – cuma. Hal ini sejalan
dengan Handajani dan Widodo (2010) pada umumnya bahan pakan alternatif
untuk ikan berasal dari berbagai limbah yang kandungan nutrisinya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pakan ikan. Dalam pemilihan bahan pakan sebaiknya
dipertimbangkan sesuai dengan ketentuan bahan pakan yaitu mudah didapat,
harganya murah, kandungan nutrisi tinggi dan tidak bersaing dengan manusia.
Pada praktikum koleksi bahan pakan terdapat dua bahan pakan yaitu
bahan nabati dan bahan hewani. Bahan pakan nabati yang praktikan kumpulkan
adalah daun singkong (Manihot esculenta), daun eceng gondok (Eichornia
crassipes), kulit rambutan (Nephelium lappaceum), kayapu (Pistia stratiotes),
daun bandotan (Ageratum conyzoides L.), kacang hijau (Phaseolus radiatus L.)
sedangkan bahan pakan hewani adalah ikan rucah.
Pakan dari pelet ikan komersial harganya relatif mahal sehingga perlu
dilakukan upaya pembuatan pelet dari bahan baku yang melimpah dan murah.
Menurut (Puji dkk, 2016) Pelet dari ikan rucah memiliki kandungan gizi yang
tinggi, terutama kandungan proteinnya sehingga sangat sesuai untuk bahan pakan
pada budidaya ikan lele. Hasil panen tambak umumnya dijual ke pasar, pengepul
atau pabrik, namun demikian harga ikan sering turun, bahkan tidak laku di pasar
ketika ukuran ikan terlalu kecil, menyebabkan banyaknya ikan yang terbuang
(limbah). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah ikan rucah
melalui pemanfaatan ikan rucah sebagai pelet atau pakan ikan. Pelet ikan tersebut
dapat digunakan sendiri oleh para petani tambak atau dijual di pasar.
Ikan rucah memiliki kandungan nutrisi yang baik dengan protein 29,70%,
lemak 18,83%, karbohidrat 1,94%, kadar air 8,97%, dan serat kasar 1,07%
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan hewan budidaya, salah satunya ikan
lele. Ikan rucah tersebut dapat diolah menjadi pakan buatan yang umumnya
disebut pelet. Pelet merupakan bentuk pakan buatan yang dibuat dari beberapa
bahan yang diolah dan dicetak menjadi bentuk batang atau bulat (Zaenuri dkk,
2014).
Tepung ikan rucah dengan berat basah 6000 gr, berat kering 1100 gr,
tepung kasar 100 gr dan tepung halus 1000 gr. Rendemen tepung ikan rucah
dihitung dari tepung halus dibagi berat basah ikan rucah dikali 100% hasilnya
adalah 16,66%.
Tepung kacang hijau dengan berat basah 6000 gr, berat kering 900 gr,
tepung kasar 150 gr dan tepung halus 750 gr. Rendemen tepung kacang hijau
dihitung dari tepung halus dibagi berat basah kacang hijau dikali 100% hasilnya
adalah 12,5%. Tepung eceng gondok dengan berat basah 6000 gr, berat kering
1000 gr, tepung kasar 26 gr dan tepung halus 974 gr. Rendemen tepung eceng
gondok dihitung dari tepung halus dibagi berat basah eceng gondok dikali 100%
hasilnya adalah 16,23%. Nilai rata – rata rendemen tepung nabati yang terdiri dari
tepung eceng gondok dan tepung kacang hijau adalah 14,365%. Rata – rata
rendemen tepung nabati diperoleh dari hasil penambahan rendemen tepung eceng
gondok dan rendemen tepung kacang hijau yang dibagi dengan jumlah berat basah
tepung bahan.
Menurut Nurhayati et al., (2009) bahwa nilai rendemen yang tinggi
menunjukkan banyaknya komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya dan
baik untuk dijadikan bahan pakan. Hal ini sejalan dengan Dewatisari et al., (2017)
semakin besar rendemen yang dihasilkan, maka semakin efisien perlakuan yang
diterapkan dengan tidak mengesampingkan sifat-sifat lain. Pada praktikum
koleksi bahan pakan ini diperoleh rendemen masing – masing tepung eceng
gondok 16,23%, tepung kacang hijau 12,5% dan tepung ikan rucah 16,66%.
Berdasarkan hasil presentase rendemen dapat disimpulkan tepung eceng gondok,
tepung kacang hijau dan tepung ikan rucah baik untuk dijadikan bahan pakan.
Bahan yang telah siap dapat disimpan dalam wadah yang kedap udara
agar tidak terkontaminasi udara dan bakteri dari luar yang menyebabkan
kerusakan bahan pembuat pakan. Bahan kemudian dapat digunakan untuk
kegiatan pembuatan pakan selanjutnya.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:


1. Bahan pakan yang dikoleksi adalah tepung daun eceng gondok, tepung daun
singkong, tepung kayapu, tepung daun bandotan, tepung kacang hijau dan
tepung ikan rucah.
2. Hasil rendemen tepung daun eceng gondok sebesar 16,23%, tepung kacang
hijau sebesar 12,5% dengan rerata rendemen tepung nabati sebesar 14,365%
dan tepung ikan rucah sebesar 16,66%.

5.2. Saran

Sebaiknya dalam melakukan praktikum nutrisi ikan praktikan harus


meperhatikan bahan nabati dan bahan hewani yang dimiliki agar tersimpan pada
tempat yang kering dan tidak lembab.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 2010. Pakan Ikan. Penerbit Kanisius:
Yogyakarta.

Ansyari., dan Muflikhah, N. 2005. Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Ikan


Rucah Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan
Baung (Mystus nemurus) dalam Sangkar. Jurnal ilmu – ilmu perairan
dan Perikanan Indonesia. 12 (2): 107 – 112.
Awik, Puji D.N. dkk, 2016. Bioprospek Limbah Tangkapan Ikan Menjadi Pelet
dalam Usaha Peningkatan Kesejahteraan Pada Kelompok Petani
Tambak Truno Djoyo Di Wonorejo. Rajawali Press: Surabaya.
Dewarisan, Whika Febria., Rumiyanti, Leni., Rakhmawati, Ismi. 2017. Rendemen
dan Skrining Fitokimia pada Ekstrak Daun Sanseviera sp. Jurnal
Penelitian Pertanian Terapan Vol. 17 (3): 197-202
Djarijah S., 2010.  Membuat Pellet Pakan Ikan.  Kanisius : Yogyakarta.

Handajani, Hany. Widodo. Wahyu. 2010. Nutrisi Ikan. Univeristas


Muhammadiyah Malang (UMM) press: Malang.

Haryanto, 2012. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Khairuman. dan Amri, K. 2011. Teknologi Pakan Ikan. Yasa Guna : Jakarta.

Millamena, 2012. Pemberian Pakan Buatan Dengan Dosis Berbeda Terhadap


Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Benih Ikan Semah (Tor douronensis)
Dalam Upaya Domestikasi. Jurnal Akuakultur Indonesia. 8 (1) : 67-76.
26.

Mujiman, A. 2000. Pakan Ikan Alami. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.

Nainggolan, Ellyas Alga. Situmeang, Ricardo Chandra, dan Silitonga. Anju. 2018.
Fermentasi Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) Menggunakan Effective
Microorganism 4 (EM-4). Prosiding Seminar Nasional Penelitian &
Pengabdian pada Masyarakat. Pangkalpinang, 2 Oktober 2018.

Nyananyo BL, Ekeke C, Mensah SI. 2005. The morphology and phytochemistry
of water hyacinth, Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. (Family
Ponterderiaceae). Journal of Creativity and Scientific Studies (JOCSS.) 1
(2 and 3): 20-30.

Puji, Hariati., Haratadi, S., Reksohadiprodjo, S., Kusuma, Prawiro., dan S.


Lebdosoekoekojo. 2016. Pakan Budidaya Ikan Lele. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.

Prabowo, A.Y, T. Estiasih, I. Purwatiningrum. 2014. Umbi Gembili (Dioscorea


esculenta L.) sebagai Bahan Pangan Mengandung Senyawa Bioaktif.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(3):129-135.

Putra, A.N. 2010. Kajian Probiotik, Prebiotik dan Simbiotik untuk Meningkatkan
Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Tesis. Institut
Pertanian Bogor.

Rahmaningsih, S., Willis, S., dan Mulyana, A. 2012. Bakteri Patogen dari
Perairan dan Kawasan Tambak di Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban.
Ekologia. 12 (1), 1-5.

Rukmini, 2012. Teknologi Budidaya Biota Air. Karya Putra Darwati. Bandung.

Samadi, 2012. Konsep ideal protein (asam amino) fokus pada ternak ayam
pedaging. Jurnal Agripet. Vol. 12

Sani, R.N., Fithri C.N., Ria D.A., dan Jaya M.M. 2014. Analisis Rendemen dan
Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Mikroalga Laut (Tetraselmis chuii).
Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(2):121-126.

Suprayudi, A., dkk. (2011). Suplementasi Crude Enzim Cairan Rumen Domba
pada Pakan Berbasis Sumber Protein Nabati dalam Memacu
Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Departemen Budidaya
Perairan. Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB. Bogor.

Suryaingsih., 2010. Makanan Ikan. Penebar Swadaya: Jakarta.

Sutisna, Dedy Haryadi., dan Ratno, 2010. Pembenihan Ikan Air Tawar. Penerbit
Kanisius: Yogyakarta.
Steenis, Van C.G.G.J. 1987. Flora. Diterjemahkan oleh Moeso S., 307-308,
Pradnya Paramita: Jakarta.

Wijaya, Dianty., Purnama Y, Putri., Setya A, Raffty., Rizal, Muhammad. 2016.


Screening Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Daun Eceng Gondok
(Eichhornia crassipes). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ilmu
Kimia. 1(1).

Yuniarifin, H., Bintoro, VP., Suwarastuti, A. 2006. Pengaruh Berbagai


Konsentrasi Asam Fosfat pada Proses Perendaman Tulang Sapi terhadap
Rendemen, Kadar Abu dan Viskositas Gelatin. Journal Indon Trop Anim
Agric. 31(1) : 55-61.

Zaenuri, Rohmad., Suharto, Bambang., dan Haji, Alexander Tunggul Sutan.


Kualitas Pakan Ikan Berbentuk Pelet Dari Limbah Pertanian. Jurnal
Sumberdaya Alam & Lingkungan. 21 (2): 31-36

LAMPIRAN

 Pengumpulan Bahan Nabati Kelompok

Gambar 1. Kacang Hijau Gambar 2. Tepung Kacang Hijau

 Pengumpulan Bahan Nabati Individu


Gambar 3. Eceng Gondok Gambar 4. Tepung Daun E. Gondok

 Pengumpulan Bahan Hewani Kelompok

Gambar 5. Ikan Rucah Gambar 6. Tepung Ikan Rucah


 Penjemuran bahan pakan

Gambar 7. Eceng Gondok Basah Gambar 8. Eceng Gondok Cacah

 Penghalusan
Gambar 9. Tepung Kacang Hijau Gambar 10. Tepung Ikan Rucah

Gambar 11. Tepung Kulit Rambutan Gambar 12. Tepung Daun Singkong

Gambar 13. Tepung Daun Bandotan Gambar 14. Tepung Kayapu

Gambar 15. Eceng gondok halus Gambar 16. Eceng gondok kasar

 Alat yang digunakan


Gambar 17. Saringan Gambar 18. Nampan

Gambar 19. Blender Gambar 20. Kuas

Gambar 21. Oven Gambar 22. Timbangan


LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN
PENENTUAN KADAR AIR
Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Muhammad Ihman

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan
laporan Nutrisi Ikan yang berjudul “Penentuan Kadar Air” sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
Praktikan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini terutama kepada dosen pengampu mata
kuliah “Nutrisi Ikan” dan para asisten praktikum yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan memberikan bantuan serta teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam pembuatan laporan ini.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.

Banjarbaru, Mei 2019

Praktikan

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.3.......................................................................... Latar Belakang
..................................................................................................1
1.4....................................................................... Tujuan Praktikum
..................................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 3
BAB 3. METODE PRAKTIKUM.......................................................... 5
3.1. Waktu dan Tempat.................................................................... 5
3.2. Alat dan Bahan.......................................................................... 5
3.3. Prosedur Praktikum................................................................... 5
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 6
4.1. Hasil........................................................................................... 6
4.2. Pembahasan............................................................................... 7
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 9
5.1. Kesimpulan................................................................................ 9
5.2. Saran.......................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
3. 1. Alat yang digunakan.................................................................... 5
3. 2. Bahan yang digunakan........................................................... 5
4. 1. Penentuan Kadar Air.................................................................... 6
BAB 1. PENDAHULUAN

1.3. Latar Belakang

Bahan pakan merupakan bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan


dan hasil industri yang mengandung zat gizi dan layak digunakan sebagai pakan
(Devani dan Sri, 2015). Dalam setiap bahan pakan baik nabati maupun hewani,
baik itu basah maupun kering tentunya memiliki kadar airnya masing – masing.
Kadar air dalam suatu bahan pakan sangat mempengaruhi kualitas dan
daya simpan dari bahan pangan tersebut. Apabila kadar air bahan pangan tersebut
tidak memenuhi syarat maka bahan pangan tersebut akan mengalami perubahan
fisik dan kimiawi yang ditandai dengan tumbuhnya mikroorganisme pada
makanan sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi.
Penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses
pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan
kadar air suatu bahan pangan digunakan untuk menentukan banyaknya zat gizi
yang dikandung oleh bahan pangan tersebut. Dengan memanaskan suatu bahan
pangan dengan suhu tertentu maka air dalam bahan pangan tersebut akan
menguap dan berat bahan pangan tersebut akan konstan. Berkurangnya berat
bahan pangan tersebut berarti banyaknya air yang terkandung dalam bahan
pangan tersebut.
Penentuan kadar air dari suatu bahan pakan dilakukan untuk mengetahui
dan menentukan banyaknya zat gizi yang terdapat dalam bahan pakan tersebut.
Sehingga apabila telah diketahui kadar air dari bahan pakan tersebut maka akan
lebih mudah untuk membuat formulasi pakan yang sesuai dengan kebutuhan dari
hewan yang akan diberi pakan.
Prinsip penetapan kadar air dilakukan dengan metode pemanasan biasa
(gravimetri), metode ini dilakukan berdasarkan penguapan air yang ada dalam
bahan dengan jalan pemanasan, kemudian ditimbang sampai berat konstan.
Pengurangan bobot yang terjadi merupakan kandungan air yang terdapat dalam
bahan (Yuliandita, 2016). Selain metode gravimetri, penentuan kadar air dapat
dilakukan dengan pengeringan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu
sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat aktivitas biologi dan
kimia (Huriawati dkk, 2016).
Diberikannya perlakuan untuk penentuan kadar air bertujuan agar pakan
yang diformulasikan tahan lama, tidak terkontaminasi mikroorganisme dan layak
untuk dikonsumsi oleh hewan juga sesuai dengan kebutuhan nutrisi hewan.
Penentuan kadar air ini menggunakan bahan pakan nabati berupa tepung daun
eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan berat 2 gram dan metode penentuan
kadar air yang digunakan adalah metode pemanasan menggunakan oven dengan
suhu panas 105oC dengan waktu 2 jam.

1.4. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan nilai kadar air suatu
bahan pakan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Nutrisi pada pakan merupakan kandungan gizi yang dikandung. Pakan


yang diberikan kepada ikan peliharaan mempunyai kandungan nutrisi yang cukup
tinggi, maka hal ini tidak saja akan menjamin hidup dan aktifitas biota yang
dibudidayakan, tetapi juga akan mempercepat pertumbuhannya. Pembuatan pakan
ikan, analisis proksimat beberapa bahan baku dan pakan buatan pelet sangat
diperlukan untuk menjaga kualitasnya, demikian halnya untuk kebutuhan ikan
baik itu kandungan protein, lemak, serat, ekstraksi bebas nitrogen dan abu
(Dajadi, 2010).
Analisis proksimat merupakan analisis kandungan makro zat dalam suatu
bahan makanan. Analisis proksimat adalah analisis yang dapat dikatakan
berdasarkan perkiraan saja, tetapi sudah dapat menggambarkan komposisi bahan
yang dimaksud. Analisis proksimat yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
analisis kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, serat dan mineral (Giatma,
2011).
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan
banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air dalam bahan pangan
sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut.
Penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses
pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat (Handajani
dan Widodo, 2010).
Kadar air yang ideal untuk pakan kurang dari 14%, hal ini menunjukkan
pakan uji memiliki kualitas yang baik. Kandungan air mutlak diperlukan, akan
tetapi dalam jumlah sedikit. Kelebihan air dalam pakan dapat menyebabkan pakan
mudah rusak dan terkontaminasi mikroorganisme (Mulia dkk, 2017).
Gunadi dkk (2010) menyatakan ditiap bahan pakan yang paling kering
sekalipun, masih terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang kecil.
Bahan yang paling banyak mengadung kadar air adalah tepung kedelai dengan
nilai 18,1490 dan yang memiliki berat kering paling besar adalah tepung darah
dengan nilai 99,7501. Kadar bahan kering ini pun dapat berubah-ubah, tergantung
dari suhu dan kelembaban dari suatu wilayah itu dipelihara.
Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan
pakan tersebut dipanaskan pada suhu 105⁰C. Bahan kering dihitung sebagai
selisih antara 100% dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang
dipanaskan hingga ukurannya tetap (Handajani dan Widodo, 2010). Kadar air
adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan
berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Metode pengeringan melalui
oven sangat memuaskan untuk sebagian besar makanan, akan tetapi beberapa
makanan seperti silase, banyak sekali bahan-bahan atsiri (bahan yang mudah
terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut (Tesavrita, 2013).
Penentuan kadar air dalam bahan makanan dapat ditemukan dengan
berbagai cara lain, metode pengeringan, metode gravimetri dan metode distilasi
(Sudarmadji dkk dalam Hutapea, 2014).
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai
mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk
akibat aktivitas biologi dan kimia. Pengeringan pada dasarnya merupakan proses
pemindahan energi yang digunakan untuk menguapkan air yang berada dalam
bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat
diperlambat. Kelembaban udara yang diperlukan untuk pengeringan sebesar 55 –
60% (Daud, 2004).
Metode gravimetri, prinsip dari metode ini adalah berdasarkan
penguapan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan, kemudian
ditimbang sampai berat konstan. Pengurangan bobot yang terjadi merupakan
kandungan air yang terdapat dalam bahan. Cara kerja metode ini yaitu dengan
cawan kosong dipanaskan dalam oven pada temperature 105oC, didinginkan dala
eksikator, dan ditimbang kembali (Yuliandita, 2016).
Prinsip penentuan kadar air dengan distilasi adalah menguapkan air
dengan cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan
tidak dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis kebih rendah
daripada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluene, xylen, benzene,
tetrakhlorethilendan xylol (Sudarmadji dkk dalam Hutapea, 2014).

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum Nutrisi Ikan tentang Penentuan Kadar Air dilaksanakan pada
Selasa, 2 April 2019 pukul 14.00 WITA bertempat di Laboratorium Kualitas Air
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
Provinsi Kalimantan Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum dapat dilihat ditabel
sebagai berikut :
Tabel 3.1. Alat yang digunakan
No
Alat Kegunaan
.
1. Oven merk Memmert Untuk mengukur kadar air
2. Penjepit Untuk menjepit
3. Tang kurs Untuk menjepit cawan
4. Cawan porselin Untuk memasukkan bahan
5. Timbangan Untuk menimbang
6. Desikator Untuk menghilangkan kadar air
7. Sarung tangan Untuk menahan panas

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan


No
Bahan Kegunaan
.
1. Tepung Eceng Gondok Sebagai bahan baku nabati
2. Tepung Daun Singkong Sebagai bahan baku nabati
3. Tepung Daun Bandotan Sebagai bahan baku nabati
4. Tepung Kacang Hijau Sebagai bahan baku nabati
5. Tepung Kayapu Sebagai bahan baku nabati
6. Tepung Kulit Rambutan Sebagai bahan baku nabati
7. Tepung Limbah Ikan Sebagai bahan baku hewani

3.3. Prosedur Praktikum


Prosedur kerja yang digunakan pada praktikum adalah sebagai berikut :

Pengujian kadar air

Cawan di oven terlebih dahulu pada suhu 105oC selama 2 jam

Bahan – bahan ditimbang = A gram (4 gram)

Bahan – bahan dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang jadi “X gram”

Cawan di oven pada suhu 105oC selama 2 jam

Cawan dikeluarkan dan ditimbang jadi “Y gram”

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil yang didapat pada praktikum penentuan kadar air adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1. Jumlah kandungan kadar air
Berat awal
(cawan dan
Berat akhir
No Nama bahan Selisih
setelah di Keterangan
. Sampel sebelum di (W3)
oven (W2)
oven) /
(W1)
Tepung Daun
1. 44,17 gram 43,79 gram 0,38 gram Rahma Wati
Singkong
Tepung Daun
2. Eceng 43,24 gram 42,80 gram 0,44 gram Saufa Asvia
Gondok
Tepung Kulit Tresia Ratna
3. 43,71 gram 43,23 gram 0,48 gram
Rambutan Indra Sari
Tepung Muhammad
4. 44,25 gram 43,95 gram 0,3 gram
Kayapu Ihsan Rieffani
Ahmad
Tepung Daun
5. 45,23 gram 44,93 gram 0,3 gram Hidayatullah
Bandotan
Farisie
Tepung Kelompok
6. 42,75 gram 42,45 gram 0,3 gram
Kacang Hijau Sepuluh
Tepung Ikan Kelompok
7. 45,45 gram 45,05 gram 0,4 gram
Rucah Sepuluh

Perhitungan kadar air sebagai berikut :


Berat sebelum dioven - Berat sesudah dioven
% Kadar Air = x 100 %
Berat sebelum dioven
% Kadar Air Tepung daun singkong = (0,38 / 40,16) x 100%
= 0,94%
% Kadar Air Tepung daun eceng gondok = (0,44 / 39,12) x 100%
= 1,12%
% Kadar Air Tepung kulit rambutan = (0,48 / 40,21) x 100%
= 1,19%
% Kadar Air Tepung kayapu = (0,3 / 40,22) x 100%
= 0,74%
% Kadar Air Tepung daun bandotan = (0,3 / 41,24) x 100%
= 0,72%
% Kadar Air Tepung kacang hijau = (0,3 / 38,99) x 100%
= 0,76%
% Kadar Air Tepung ikan rucah = (0,4 / 41,51) x 100%
= 0,96%

4.2. Pembahasan

Kadar air merupakan sejumlah air yang terkandung dalam suatu bahan
termasuk bahan pangan. Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu
bahan yang dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) dan berat kering (dry
basis) kadar air ini adalah parameter penentu mutu suatu bahan. Air dalam bahan
pangan sangat berpengaruh terhadap kualitas dan daya simpan. Selain itu juga
sebagai penentu dalam proses pengolahan dan pendistribusian agar ditangani
secara tepat. Penentuan kadar air dalam suatu bahan pangan dapat dilakukan
dengan beberapa metode diantaranya metode pengeringan atau pemanasan
(gravimetri), metode oven vakum, metode destilasi, metode kemis, metode fisis,
metode khusus dengan kromatografi, rapid mosture dilakukan dengan metode
Oven. Metode pengeringan untuk penentuan kadar air prinsipnya adalah
penguapan air atau menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan
pemanasan, kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua
air telah diuapkan (Handajani, 2010).
Prinsip penetapan kadar air dengan metode pemanasan biasa
(gravimetri) adalah menguapkan air yang terkandung dalam bahan dengan jalan
pemanasan. Bahan tersebut dipanaskan sampai memiliki berat yang konstan. Berat
yang konstan menunjukkan bahwa kandungan air pada bahan telah menguap
seluruhnya dan hanya tersisa berat kering bahan itu sendiri.
Pada praktikum penentuan kadar air, bahan yang diukur kali ini adalah
tepung daun singkong (Manihot esculenta), tepung daun eceng gondok
(Eichornia crassipes), tepung kulit rambutan (Nephelium lappaceum), tepung
kayapu (Pistia stratiotes), tepung daun bandotan (Ageratum conyzoides L.),
tepung kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) dan tepung ikan rucah yang sudah
ditimbang sebanyak 2 gram. Sebelumnya cawan yang digunakan dioven terlebih
dahulu dengan ketinggian suhu 105°C dengan waktu selama 2 jam untuk
mendapatkan cawan yang steril, setelah itu cawan didinginkan di dalam desikator
selama 15 menit. Setalah didinginkan cawan di dalam desikator, cawan diangkat /
diambil menggunakan tangkrus dan dimasukan ke dalam timbangan neraca
analitik untuk mengetahui berapa berat cawan tanpa ada isi.
Cawan yang beratnya sudah ditimbang dimasukkan bahan pakan
sebanyak 2 gram kedalam cawan. Cawan yang sudah berisi bahan pakan nabati
dimasukkan lagi ke dalam oven dengan ketinggian suhu 105°C selama 2 jam.
Setelah itu dapat dikeluarkan dan cawan ditimbang kembali untuk kedua kalinya,
maka didapatkan hasil setelah dioven. Terdapat perbedaan berat dari bahan pakan
yang sebelum dioven dan sesudah di oven. Bahan pakan yang sudah dioven akan
mengalami penurunan berat, nilai inilah yang menjadi nilai kadar air dari bahan
pakan.
Tepung daun singkong (Manihot esculenta) dengan selisih 0,38 gram
dan kadar air 0,94%, tepung daun eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan
selisih 0,44 gram dan kada air 1,12%, tepung kulit rambutan (Nephelium
lappaceum) dengan selisih 0,48 gram dan kadar air 1,19%, tepung kayapu (Pistia
stratiotes) dengan selisih 0,3 gram dan kadar air 0,74%, tepung daun bandotan
(Ageratum conyzoides L.) dengan selisih 0,3 gram dan kadar air 0,72%, tepung
kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) dengan selisih 0,3 gram dan kadar air
0,76%, serta tepung ikan rucah dengan selisih 0,4 gram dan kadar air 0,96%. Nilai
kadar air dari masing – masing bahan terlihat bervariasi, hal ini disebabkan oleh
ukuran dimensi / besar kecilnya partikel dari bahan pakan.
Menurut Sutrisno (2016) air merupakan salah satu indikator bagus dan
layak tidaknya suatu bahan pakan menjadi salah satu bahan dalam formulasi
pakan.  Pengujian kadar air dengan metode penguapan selanjutnya dibandingkan
berat sebelum diuapkan dengan berat sesudah diuapkan. Standart kadar air 12 –
13%, ini misal gandum kadar air 13% itu artinya bahan kering gandum adalah
87%, semakin tinggi kadar bahan keringnya semakin bagus untuk menilai kualitas
nutrien bahan pakan, untuk disusun dalam satu formula komposisi pakan.
Tujuan penentuan kadar air ini juga meningkatkan daya simpan bahan
pakan. Semakin tinggi kadar air daya simpan bahan pakan semakin singkat,
karena mudah busuk dan mikroorganisme mudah tumbuh pada bahan tersebut.
Bahan pakan tepung daun eceng gondok memiliki kandungan air rendah yaitu
1,12% akan menghasilkan dan menunjang pakan agar dapat mengapung lebih
lama. Ikan yang cocok untuk pakan terapung adalah ikan yang biasa makan pada
permukaan air seperti ikan gurame (Osphronemus gouramy) dan ikan nila
(Oreochromis niloticus).
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan

Prinsip penetapan kadar air dengan metode pengeringan atau pemanasan


biasa (gravimetri) adalah dengan menguapkan air yang terkandung dalam bahan
dengan jalan pemanasan. Pada perhitungan diperoleh hasil kadar air pada masing
– masing bahan pakan yaitu tepung daun singkong (Manihot esculenta) dengan
kadar air 0,94%, tepung daun eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan kadar
air 1,12%, tepung kulit rambutan (Nephelium lappaceum) dengan kadar air
1,19%, tepung kayapu (Pistia stratiotes) dengan kadar air 0,74%, tepung daun
bandotan (Ageratum conyzoides L.) dengan kadar air 0,72%, tepung kacang hijau
(Phaseolus radiatus L.) dengan kadar air 0,76%, serta tepung ikan rucah dengan
kadar air 0,96%.

5.2. Saran
Sebaiknya dalam praktikum penentuan kadar air bahan pakan yang akan
diukur dapat ditimbang terlebih dahulu sebelum waktu praktikum sehingga tidak
menunda waktu praktikum yang sangat terbatas dan pengujian dapat berjalan
maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
Daud, M. P. 2004. Rancang Bangun Alat Pengering Ikan Teri Kapasitas 12
kg/jam. Jurnal Teknik Simetrika. Vol.3 No. 3: 255 – 259

Deviani, V dan Basriati, Sri. 2015. Optimasi Kandungan Nutrisi Pakan Ikan
Buatan dengan Menggunakan Multi Objective (Goal) Programming
Model. Jurnal Sains, Teknologi dan Industri. Vol.12, No. 2: 255 – 261

Dajadi, Gunawan. 2010. Pedoman Pembangunan Pabrik Pakan Skala Kecil Dan
Proses Pengolahan Pakan. Jakarta : Direktorat Budidaya Non Ternak
Ruminansia Dirjen Peternakan.

Giatman, M. 2011. Ekonomi Teknik. Jakarta : Rajawali Pers.

Gunadi, B., Febrianti, R., dan Lamanto. 2010. Keragaan Kecernaan Pakan
Tenggelam dan Terapung untuk Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus) Dengan dan Tanpa Aerasi. Subang : Loka Riset Pemuliaan
dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar.

Handajani, Hany., Widodo, wahyu. 2010. Nutrisi Ikan. Hal 1. Malang :


Univeristas Muhammadiyah Malang (UMM) press.

Huriawati, dkk. 2016. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan.
Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi.
Jambi.

Hutapea, Paul. 2014. Penetapan Kadar Air (Metode Pengeringan atau Metode
Oven) dan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Kelapa Sawit Mentah
(Crude Oil Palm). Tugas Akhir. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara: Medan.

Mulia, dkk. 2017. Uji Fisik Bahan Pakan Ikan yang Menggunakan Binder
Tepung Gaplek. Jurnal Riset Sains dan Teknologi. Vol. 1 No.1.

Sutrisno, Betha. 2016. Bumi Ternak. PT. Intan Pariwara. Klaten.

Tesavrita dan Meity Martaleo. 2013. Perancangan Pabrik Pengolahan Biji Kopi
dan Analisis Kelayakannya. Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.

Yuliandita, A.E. 2016. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil


Terhadap Karakteristik Snack Nori Ikan Lele (Clarias sp.). Tugas Akhir.
Fakultas Teknik Universitas Pasundan: Bandung.

LAMPIRAN
Gambar 1. Sebelum dioven Gambar 2. Peletakan Cawan

Gambar 3. Oven Memmert Gambar 4. Setelah dioven

Gambar 5. Cawan Saufa Gambar 6. Proses Pemanasan

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN


FERMENTASI BAHAN PAKAN
Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Noor Ilma Arifa

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan
laporan Nutrisi Ikan yang berjudul “Fermentasi Bahan Pakan” sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
Praktikan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini terutama kepada dosen pengampu mata
kuliah “Nutrisi Ikan” dan para asisten praktikum yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan memberikan bantuan serta teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam pembuatan laporan ini.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.

Banjarbaru, Mei 2019

Praktikan

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.5.......................................................................... Latar Belakang
..................................................................................................1
1.6....................................................................... Tujuan Praktikum
..................................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 3
BAB 3. METODE PRAKTIKUM.......................................................... 6
3.1. Waktu dan Tempat.................................................................... 6
3.2. Alat dan Bahan.......................................................................... 6
3.3. Prosedur Praktikum................................................................... 6
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 8
4.1. Hasil........................................................................................... 8
4.2. Pembahasan............................................................................... 9
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 11
5.1. Kesimpulan................................................................................ 11
5.2. Saran.......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
3. 1. Alat – Alat yang Digunakan........................................................ 6
3. 2. Bahan – Bahan yang Digunakan............................................ 6
4. 1. Hasil Fermentasi Bahan Nabati................................................... 8
4. 2. Hasil Fermentasi Bahan Hewani.................................................. 9

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Pakan merupakan kebutuhan terbesar dalam budidaya perikanan. Biaya


produksi untuk pakan mencapai 70% dari total biaya produksi. Dewasa ini volume
pakan komersil di pasar sangat beraneka baik jenis maupun komposisi. Hal ini
tentu menuntut sensitivitas dan selektifitas yang tinggi agar mampu memilih
pakan yang berkualitas untuk budidaya perikanan. Sejauh ini isu terpenting terkait
masalah pakan ikan adalah kesulitan memperoleh pakan yang memilki nutrisi dan
sifat sesuai dengan kebutuhan serta kondisi biologis ikan/biota kultur itu sendiri.
Hal ini menjadi salah satu inhibitor dalam pengembangan budidaya ikan
(Mudjiman, 2004).
Pakan ikan dikatakan bermutu jika mengandung nilai nutrisi dan gizi
yang dibutuhkan oleh ikan. Menurut Murtidjo (2002) bahwa Pakan yang
berkualitas mengandung 70 % protein, 15 % karbohidrat, 10 % lemak, dan 5 %
vitamin, air, dan mineral. Kualitas pakan tidak hanya sebatas pada nilai gizi yang
dikandungnya melainkan pada sifat fisik pakan seperti kelarutannya,
ketercernaanya, warna, bau, rasa dan anti nutrisi yang dikandung. Kualitas pakan
juga dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Pemilihan baku yang baik
dapat dilihat berdasarkan indikator nilai gizi yang dikandungnya; digestibility
(kecernaan) dan biovaibility (daya serap).
Pakan yang berkualitas akan mendukung tercapainya tujuan produksi
yang optimal. Oleh karena itu pengetahuan tentang nutrisi, gizi, komposisi serta
kualitas secara fisik perlu diketahui (Suryaingsih, 2010).
Upaya untuk meningkatkan zat-zat makanan dan nilai energi,
mengurangi atau menghilangkan pengaruh negatif dari bahan pakan tertentu,
dapat dilakukan melalui proses fermentasi dengan penambahan mikroorganisme.
Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi reduksi dalam sistem biologis yang
menghasilkan energi dimana donor dan aseptor elektron dalam senyawa organik,
sehingga dihasilkan produk khas. Sedangkan menurut Pederson (1971) fermentasi
adalah hasil pengembangbiakkan beberapa tipe mikrooganisme khususnya
bakteri, ragi dan kapang pada media tertentu yang aktifitasnya menyebabkan
perubahan kimia pada media tersebut.
Pakan fermentasi adalah pakan ternak yang diolah melalui proses
perubahan struktur kimia dari bahan-bahan organik dengan bantuan enzim
mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Tiga hal yang dilibatkan dalam proses
fermentasi, yaitu:
1. Mikroorganisme sebagai inokulum (yaitu kultur mikroba yang dapat
dikembangbiakkan dalam suatu media atau substrat)
2. Tempat / wadah terjadinya fermentasi
3. Substrat – substrat merupakan media tumbuh dan sumber nutrisi mikroba.
Proses fermentasi yang dilakukan oleh mikroorganisme, mampu
menghidrolisis atau biodegradasi enzim sehingga substansi polimer menjadi lebih
sederhana dan mudah dicerna. Tujuan utama fermentasi atau penambahan
mikroorganisme ke dalam pakan adalah untuk mengawetkan pakan atau proses
silase, meningkatkan kualitas pakan yang rendah gizi, dan memperbaiki kondisi
rumen. Mikroorganisme dapat berupa probiotik (bakteri, jamur, khamir atau
campurannya) atau dapat berupa enzim yang merupakan produk fermentasi atau
produk ekstrak dari suatu proses fermentasi.

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kemampuan mikroba


dalam proses fermentasi bahan pakan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan
anaerob (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk
respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang
mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik tanpa
ekspektor electron (Deliani, 2010). Sabrina et al (2013) menambahkan, Prinsip
fermentasi adalah mengaktifkan pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan,
sehingga membentuk produk baru yang berbeda dari bahan asal.
Keuntungan fermentasi adalah untuk 1) Nilai gizi lebih baik daripada
bahan asalnya, karena terjadi pemecahan zat makanan yang tidak dapat dicerna
oleh manusia, misalnya serat akan diuraikan oleh enzim yang dihasilkan oleh
kapang. Mikroba akan memecah senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih
sederhana, 2) Makanan hasil fermentasi lebih mudah dikonsumsi, 3) Makanan
hasil fermentasi mempunyai cita rasa yang lebih baik, 4) Beberapa hasil
fermentasi seperti alkohol dan asam dapat menghambat pertumbuhan mikroba
patogen di dalam makanan (Mansi dan Bryce, 2001).
Teknologi fermentasi adalah suatu teknik penyimpanan substrat dengan
penanaman mikroorganisme dan penambahan mineral dalam substrat, dimana
diinkubasi dalam waktu dan suhu tertentu. Penggunaan teknologi fermentasi pada
umumnya dilakukan dengan menggunakan substrat padat dalam wadah yang
disebut fermentor. Pada proses teknologi fermentasi, mikroorganisme dibutuhkan
sebagai penghasil enzim untuk memecah serat kasar dan meningkatkan kadar
protein (Pasaribu, 2011).
Mikroorganisme efektif (EM4) adalah suatu larutan yang terdiri dari
kultur campuran berbagai mikroba yang bermanfaat bagi tanaman dan berfungsi
sebagai bio-inokulan. Setiap species mikroba mempunyai fungsi dan peranan
masing-masing, bersifat saling menunjang dan bekerja secara sinergis.
Mikroorganisme utama dalam larutan ME terdiri dari bakteri fotosintetik (bakteri
fototropik), bakteri asam laktat, ragi, Actinomycetes dan jamur fermentasi
(Djumali, 2010).
Effective Microorganisms-4 (EM-4) adalah salah satu jenis probiotik
yang merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang  menguntungkan
bagi pertumbuhan tanaman dan ternak yang dapat digunakan sebagai inokulan
untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme. Menurut
Sudarsana (2011), penggunaan EM-4 dapat meningkatkan kesehatan,
pertumbuhan dan kualitas produksi tanaman dan ternak. EM-4 terdiri dari bakteri
fotosintetik, bakteri asam laktat (Lactobacillus sp), khamir (Saccharomyces sp)
serta Actinomycetes dan di dalam EM-4 juga terdapat jamur fermentasi (peragian)
yaitu Penicillium sp dan Aspergillus sp. Effective microorganism (EM4) berisi
campuran mikroorganisme seperti Lactobacillus sp., bakteri asam laktat lainnya,
bakteri fotosintetik, Streptornyces sp., jamur pengurai selulosa, bakteri pelarut
fosfat. Effective microorganism dikembangkan oleh seorang ahli dari Jepang. Di
Jepang dan negara lain, EM4 lebih banyak digunakan untuk perbaikan nutrisi
tanah.
Penggunaan aktivator EM4 perlu dilakukan pengaktifkan terlebih dahulu
karena mikroorganisme dalam larutan EM4 berada dalam keadaan tidur (dorman).
Pengaktifan mikroorganisme didalam EM4 dapat dilakukan dengan
menambahkan air atau makanan (molases). Waktu yang dibutuhkan untuk
fermentasi dengan EM4 dapat maksimal kerja dari mikroorganismenya yaitu
dalam waktu 3-5 hari (Yuwono, 2010). Penambahan EM4 pada kosentrasi yang
semakin besar yaitu 0,5% merupakan hasil terbaik untuk menurunkan C/N ratio
karena bakteri - bakteri lebih banyak untuk menguraikan bahan sesuai kinerjanya
bakteri (Yuwono, 2012).
Salah satu cara dalam mengubah eceng gondok menjadi bahan pakan
yang mudah dicerna serta bernilai gizi baik bagi ternak adalah dengan
menggunakan teknologi fermentasi pada eceng gondok. Penelitian yang pernah
ada terkait penggunaan teknologi fermentasi sebagai proses pengolahan pakan
ternak adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Pamungkas dan Khasani
(2010), yaitu memfermentasi pakan ternak dari limbah pertanian dan
diimplementasikan pada ruminansia. Penerapan teknologi fermentasi dapat
dilakukan dengan menggunakan mikrobia yang terdapat dalam Effective
Microorganism (EM-4). Pada proses pengomposan, EM-4 dapat mempercepat
waktu pengomposan yaitu menjadi 3-5 hari (Yuwono dalam Nainggolan et al,
2018).
Eceng gondok terfermentasi diperoleh dengan beberapa tahapan proses,
sepeti pencacahan, pengeringan, pencampuran dengan, serta fermentasi. Proses
penambahan air dimaksudkan untuk mengaktifkan EM-4 yang digunakan dalam
proses fermentasi. Proses fermentasi EM-4 berpengaruh terhadap kandungan
protein kasar pada eceng gondok terfermentasi. Semakin lama waktu fermentasi
eceng gongok maka semakin tingi kandungan protein kasar pada eceng gondok
terfermentasi (Yuwono dalam Nainggolan et al, 2018).
Salah satu alternatif pemanfaatan limbah perikanan (ikan rucah) adalah
pembuatan tepung silase ikan. Silase ikan merupakan produk dari ikan utuh
maupun sisa olahan ikan yang dicairkan oleh enzim dengan cara difermentasikan
dengan bantuan asam maupun mikroba yang sengaja ditambahkan (Suharto dalam
Jayanti et al, 2018). Menurut Widiastuti (2013) fermentasi pada tepung ikan rucah
pada pakan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap laju pertumbuhan dan
jumlah kadar protein kandungan di dalamnya, tetapi tidak memberikan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap efisiensi pakan.
BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Nutrisi ikan ini dilaksanakan pada Selasa, 26 Maret 2019,


Pukul 13.30 - 17.00 Wita, bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Fakultas
Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipergunakan pada praktikum ini sebagai berikut :

Tabel 3.1. Alat – Alat yang Digunakan


No. Nama Alat Keterangan
1. Plastik Menyimpan bahan pakan fermentasi
2. Karet Mengikat plastik
3. Kompor gas Memanaskan bahan praktikum
4. Panci Mengukus bahan praktikum fermentasi
5. Jarum pentul Melobangi plastik fermentasi
6. Gelas ukur Mengukur air
7. Baskom Tempat mencampur probiotik
8. Spidol Menulis di label tempel
9. Timbangan digital Menimbang bahan pakan
10. Sendok Memasukan bahan ke fermentasi kedalam

Tabel 3.2. Bahan-bahan yang Digunakan


No. Nama Bahan Keterangan
1. Aquades Mencampur bahan dan mengencerkan
bakteri
2. Kertas label Memberi label
3. Gula Sumber makanan bakteri
4. Probiotik EM-4 Pemacu pertumbuhan bakteri
5. Alkohol Cairan perubahan dari glukosa menjadi
etanol dan karbondioksida
6. Kantong plastik Tempat menyimpan bahan fermentasi
7. Kertas koran Tempat lapisan bahan fermentasi
8. Tepung ikan rucah Bahan Hewani
9. Tepung kacang hijau Bahan Nabati
Tepung eceng gondok
Tepung kulit rambutan
Tepung daun singkong
Tepung daun bandotan
Tepung kayapu
3.3. Prosedur Praktikum
Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum kali adalah :
a. Membuat Larutan Probiotik
- Menyiapkan alat dan bahan
- Menyiapkan air sebanyak 1 liter dan probiotik EM-4 sebanyak 1 tutup botol.
- Mencampurkan semua bahan (probiotik, gula sebanyak 1 sendok makan dan
air) dalam wadah.
- Mengaduk hingga rata dan diamkan 10 - 15 menit.
b. Fermentasi bahan pakan
- Menyiapkan alat dan bahan
- Menimbang bahan sebanyak 50 gram
- Memasukkan bahan yang sudah ditimbang ke dalam plastik dan ditambah
akuades sebanyak 40 ml untuk bahan hewani tepung ikan rucah sampai
tercampur. Sedangkan bahan nabati tepung kacang hijau menggunakan
aquades 50 ml dan tepung daun eceng gondok menggunakan aquades 190 ml.
- Meratakan bahan hingga menyatu lalu mengikat ujung plastik menggunakan
karet.
- Mengukus bahan hingga 30 menit sejak air mendidih.
- Mengangkat bahan dari panci dan mendinginkan bahan.
- Memasukkan probiotik dengan dosis satu tutup botol per 50 % dan mengikat
kembali dibagian ujung plastik.
- Membuat lubang-lubang pada kantong plastik menggunakan jarum pentul
untuk mendapatkan kondisi aerob.
- Menyimpan pada suhu ruang kemudian setelah 7 hari lalu diamati
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil yang didapat dari praktikum permentasi tepung bahan hewani dan
nabati dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.1. Fermentasi Bahan Pakan Nabati
Nama Bahan (gram) Persentase Gambar Keterangan
Bahan : Aquades Probiotik
(ml) (%)
Tekstur : Lembut
berserat
Bau : Kacang
Tepung hijau
Kacang 1 : 0,5 50 yang di
Hijau awetkan
Warna : Hijau
Kekuning
An
Tekstur : Gembur
Bau : Ampas the
Tepung basi
Eceng 1 : 1,9 50 Warna : Hitam
Gondok kecoklatan

Tekstur : Lembut
berserat
Tepung
Bau : Singkong
Daun 1 : 1,8 50
basi
Singkong
Warna : Hijau tua

Tekstur : Keras
Tepung berserat
Kulit Bau : Seperti
1 : 1,8 50
Rambuta kayu
n Warna : Coklat
Tekstur : Lembek
Tepung Bau : Daun
Daun 1 : 1,5 50 bandotan
Bandotan Warna : Hitam

Tekstur : Lembek
Bau : Kayapu
Tepung Warna : Hitam
1 : 1,5 50
Kayapu

Tabel 4.2. Fermentasi Bahan Pakan Hewani


Bahan (gram) Persentase
Nama
: Aquades Probiotik Gambar Keterangan
Bahan
(ml) (%)
Tekstur : Lembut
Tepung Bau : Ikan Asin
Ikan 1 : 0,4 50 Warna : Hitam
Rucah kecoklatan

4.3. Pembahasan

Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi


senyawa yang lebih sederhana dengan melibatkan mikroorganisme. Fermentasi
adalah suatu proses perubahan kimiawi dari senyawa-senyawa organik
(karbohidrat, lemak, protein dan bahan organik lain) baik dalam keadaan aerob
maupun anaerob, melalui kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Fermentasi
bahan pakan mampu mengurai senyawa kompleks menjadi sederhana sehingga
siap digunakan larva. Selain itu, sejumlah mikroorganisme diketahui mampu
mensintesis vitamin dan asam-asam amino tertentu yang dibutuhkan oleh larva
hewan akuatik (Suheda, 2012).
Proses fermentasi diperlukan substrat sebagai media tumbuh mikroba yang
mengandung zat nutrisi yang sangat dibutuhkan selama proses fermentasi
berlangsung. Praktikum kali ini menggunakan gula sebagai media pakan mikroba.
Bahan dicampurkan dengan aquadest sebenyak 80 ml sehingga tekstrunya
homogen. Kukus bahan fermentasi selama 30 menit pada panci yang sudah
mendidih dan dinginkan. Pengukusan bertujuan untuk mensterilkan bahan dari
mikroba lain yang tidak diinginkan, setelah didinginkan, tambahakan larutan gula
yang sudah berisi mikroba probiotik dan bahan siap untuk diinkubasi.
Proses fermentasi terjadi reaksi dimana senyawa komplek diubah menjadi
senyawa yang lebih sederhana dengan membebaskan molekul air. Kualitas
fermentasi tergantung pada jenis mikroba serta medium padat yang digunakan.
Menurut Suheda (2012), Produk terfermentasi umumnya mudah diurai secara
biologis dan mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dari bahan asalnya, hal
tersebut selain disebabkan oleh sifat mikroba yang katabolik atau memecah
komponen-komponen yang komplek menjadi lebih sederhana sehingga lebih
mudah dicerna, tetapi juga dapat mensintesis beberapa vitamin yang kompleks.
Praktikum yang dilakukan untuk proses fermentasi bahan pakan hewani
berupa tepung ikan rucah sebanyak 100 gram dan bahan nabati dari tepung daun
eceng gondok serta tepung kacang hijau masing – masingnya 100 gram. Proses
fermentasi dilakukan dengan penambahan probiotik Effective microorganisms
(EM4) yang berisi campuran mikroorganisme seperti Lactobacillus sp., bakteri
asam laktat lainnya, bakteri fotosintetik, Streptornyces sp., jamur pengurai
selulosa, dan bakteri pelarut fosfat. Sebelum probiotik digunakan, mikroba harus
dibangunkan terlebih dahulu karena berada dalam kondisi tidur (dorman). Cara
membangunkan mikroba pada probiotik dilakukan dengan pencampuran 1 L air :
1 tutup botol probiotik : 1 sendok makan gula. Setelah air, gula dan probiotik
tercampur dapat diaduk hingga larut lalu diamkan kurang lebih 10 – 15 menit.
Probiotik yang sudah aktif ditambahkan ke dalam bahan hewani fermentasi ikan
rucah dan bahan nabati fermentasi tepung daun eceng gondok dan tepung kacang
hijau sebanyak 50%
Setelah didiamkan selama 7 hari, dapat diketahui hasil dari fermentasi
bahan pakan nabati dan bahan pakan hewani. Terdapat perubahan dari tekstur, bau
dan warna dari masing – masing bahan pakan. Pada hasil fermentasi bahan pakan
nabati tepung kacang hijau terdapat perubahan tekstur dari halus kasar seperti
tepung menjadi keras berserat, dengan bau seperti kacang hijau yang diawetkan
serta warna menjadi lebih hijau kekuningan. Pradipta dan Putri (2015)
menyatakan hasil fermentasi dari suatu bahan akan menghasilkan bau awetan dan
tekstur yang berbeda dari produk awal. Fermentasi pada tepung kacang hijau akan
menghasilkan peningkatan kecerahan dari bahan, sebab kandungan pati pada
kacang hijau memiliki sifat birefringet yaitu granula pati yang mempunyai sifat
merefleksikan cahaya terpolarisasi. Hasil fermentasi dari suatu bahan akan
menghasilkan bau awetan dan tekstur yang berbeda dari produk awal.
Berdasarkan hasil fermentasi bahan pakan nabati tepung daun eceng
gondok dihasilkan tekstur bahan pakan menjadi gembur, dengan bau seperti
ampas teh basi dan warna hitam kecoklatan. Hal ini sesuai dengan Widodo (2010)
daun mempunyai kandungan air yang cukup tinggi namun dapat juga difermentasi
dengan hasil fermentasi bau seperti daun teh, warna hitam kecoklatan dan tekstur
gembur kenyal padat.
Macaulay (20014) menjelaskan tekstur silase dipengaruhi oleh kadar air
bahan pada awal fermentasi, silase dengan kadar air yang tinggi (>80%) akan
memperlihatkan tekstur yang berlendir dan lunak, sedangkan silase berkadar air
rendah (< 30%) mempunyai tekstur kering. Daun eceng gondok yang sudah
difermentasi memiliki tekstur gembur lembab yang menandakan bahwa pada awal
fermentsi bahan daun eceng gondok memiliki kadar air yang rendah dengan
tekstur kering seperti tepung.
Proses fermentasi pada tepung ikan rucah menghasilkan perubahan baik
dari fisik,biologi dan kimiawi bahan pakan. Tekstur tepung ikan rucah setelah
melalui proses fermentasi menjadi lebih lembut dan padat, dengan bau menyengat
ikan asin dan warna hitam kecoklatan. Hasil ini didukung oleh Yuliana (2007)
menyebutkan proses pengawetan tepung ikan rucah secara fermentasi akan
melibatkan proses enzimatis kimiawi dan mikrobial selama proses fermentasi
yang akhirnya menentukan karakteristik mikrobiologi, fisik dan kimia tepung ikan
fermentasi.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.3. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah kemampuan mikroba dalam


proses fermentasi bahan pakan mampu menghidrolisis atau biodegradasi enzim
sehingga substansi polimer menjadi lebih sederhana dan mudah dicerna.
Fermentasi tepung eceng gondok, tepung ikan rucah dan tepung kacang hijau pada
praktikum kali menghasilkan beberapa berubahan.

5.4. Saran

Sebaiknya dalam pembuatan fermentasi harus di perhatikan dalam


pencampuran pakan dan air agar menghasilkan fermentasi yang sempurna karena
salah menanambahkan air akan menyebabkan terlalu kering atau terlalu lembab
sehingga mikroba yang diharapkan tidak mampu tumbuh.
DAFTAR PUSTAKA

Deliani. 2010. Pengaruh Lama Fermetasi Terhadap Kadar Protein, Lemak,


Komposisi Asam Lemak Dan Asam Fitat Pada Pembuatan Tempe. Institut
Pertanian Bogor Press.
Djumali, M. 2010. Peningkatan Kadar Protein Kasar Ampas Kulit Nanas Melalui
Media Padat. Skripsi. Universitas Hasannudin.
Jayanti, Zella Dwi., Herpandi., & Lestari, Shanti Dwita. Pemanfaatan Limbah
Ikan Menjadi Tepung Silase dengan Penambahan Tepung Eceng Gondok
(Eichornia crassipes). Fishtech: Jurnal Teknologi Hasil Perikanan. ISSN:
2302-6936. Vol. 7, No.1: 86-97
Kordi,. 2011. Pembuatan Pakan Buatan Ikan Bandeng. Pusat Penyuluhan
Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Jepara.
Mansi, El-Mansi., Bryce, Charlie. 2001. Fermentation Microbiology and
Biotechnology. Taylor & Francis Group: British Library Cataloguing.
Millamena, 2012. Pemberian Pakan Buatan Dengan Dosis Berbeda Terhadap
Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Benih Ikan Semah (Tor douronensis)
Dalam Upaya Domestikasi. Jurnal Akuakultur  Indonesia. 8 (1) : 67-76.
26.
Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan Pengetahuan Lengkap Tentang Jenis-jenis
Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 192
Murtidjo, B. Agus. 2002. Budidaya dan pembenihan bandeng. Kasinius,
Yogyakarta.
Nainggolan, Ellyas Alga., Situmeang, Ricardo Chandra., & Silitonga, Anju. 2018.
Fermentasi Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) Menggunakan Effective
Microorganism 4 (EM-4). Prosiding Seminar Nasional Penelitian &
Pengabdian pada Masyarakat. ISBN: 978-602-61545-0-7
Pasaribu, T. 2011. Produk Fermentasi Limbah Pertanian Sebagai Bahan Pakan
Unggas  Di Indonesia. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Sabrina, Y., Yellita, dan E. Syahfrudin. 2013. Pengaruh Pemberian Ubi Kayu
Fermentasi (KUKF) Terhadap Bobot Organ Fisiologis Ayam Broiler. 
Jurnal Peternakan dan Lingkungan 6 (2): 20-25.
Sudarsana, K. 2011. Pengaruh Effective Microorganism-4 (EM-4) Dan Kompos
Terhadap Produksi Jagung Manis (Zea mays.L. saccharata) Pada Tanah
Entisols. Frontir. 32: 1-5.
Suryaingsih., 2010. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pederson, C. 1971. Microbiology and Food Fermentation. The AVI Publishing.
Co. Inc. Westport. Connecticut. Page: 537
Yuwono. D. 2012.  Kompos Cara  Aerob dan Anaerob  Menghasilkan Kompos
Berkualitas. Seri Agritekno, Jakarta.

Yuliana, Neti. 2007. Profil Fermentasi “Rusip” yang dibuat dari Ikan Rucah.
Jurnal Agritech. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Lampung.
LAMPIRAN

Gambar 1. Menyiapkan alat bahan Gambar 2. Membuat larutan probiotik

Gambar 3. Pengikatan ujung plastik Gambar 4. Memasukkan probiotik

Gambar 5. Bahan setelah pengukusan Gambar 6. Hasil fermentasi individu


Gambar 7. Hasil fermentasi Hewani Gambar 8. Hasil fermentasi Nabati

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN


PEMBUATAN PAKAN EMULSI, SUSPENSI DAN ROTI KUKUS

Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Khairun Nisa
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan laporan
Nutrisi Ikan yang berjudul “Pembuatan Pakan Emulsi, Suspensi dan Roti
Kukus” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tujuan disusunnya laporan
ini adalah sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Nutrisi Ikan.
Laporan ini tentu bukan hasil kerja keras dari praktikan semata, melainkan
atas bantuan dari berbagai pihak. Praktikan mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini. Kepada dosen
pengampu mata kuliah “Nutrisi Ikan” Bapak Ir. H. Muhammad Adrian, M.Si, ibu
Dr.Noor Arida Fauzana, S.Pi, M,Si, dan ibu Dr. Hj. Indira Fitriliyani, S.Pi., M.Si
dan para asisten praktikum yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan
memberikan bantuan.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan. oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.

Banjarbaru, Mei 2019

Praktikan
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.7.......................................................................... Latar Belakang
..................................................................................................1
1.8....................................................................... Tujuan Praktikum
..................................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 3
BAB 3. METODE PRAKTIKUM.......................................................... 5
3.1. Waktu dan Tempat.................................................................... 5
3.2. Alat dan Bahan.......................................................................... 5
3.3. Prosedur Praktikum................................................................... 5
3.3.1. Bentuk Larutan Emulsi...................................................... 5
3.3.2. Bentuk Larutan Suspensi................................................... 5
3.3.3. Bentuk Roti Kukus............................................................ 6
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 7
4.1. Hasil........................................................................................... 7
4.2. Pembahasan............................................................................... 7
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 10
5.1. Kesimpulan................................................................................ 10
5.2. Saran.......................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
3. 1. Alat yang Digunakan................................................................... 5
3. 2. Bahan yang Digunakan.......................................................... 5
4. 1. Hasil Pembuatan Pakan Bentuk Emulsi....................................... 7
4. 2. Hasil Pembuatan Pakan Bentuk Suspensi.................................... 7
4. 3. Hasil Pembuatan Pakan Bentuk Roti Kukus................................ 7
BAB 1. PENDAHULUAN

1.3. Latar Belakang

Pertumbuhan sangat berkaitan erat dengan pakan. Pakan yang memenuhi


kebutuhan gizi dapat berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan. Ketersediaan
pakan alami memiliki peran penting dalam budidaya ikan terutama pada stadia
benih. Pada budidaya intensif pengadaan pakan buatan sangat diperlukan. Pakan
buatan juga dapat melengkapi penyediaan nutrisi yang tidak terdapat pada pakan
alami (Arief dkk, 2011).
Salah satu cara praktis untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan adalah
dengan menggunakan pakan buatan. Alasan digunakannya pakan buatan karena
lebih mudah diperoleh dalam jumlah cukup, tepat waktu dan berkesinambungan,
pakan lebih tahan lama, minimum selama satu musim pemeliharaan sehingga
pencariannya tidak perlu setiap hari, kandungan gizi pakan dapat diatur oleh
pabrik yang bersangkutan dan disesuaikan dengan kebutuhan ikan yang akan
diberi makan, bentuk dan ukuran pakan buatan dapat diatur sesuai dengan ukuran
ikan, daya tahan pakan dalam air dapat diatur dan disesuaikan sesuai dengan
kebiasaan makan ikan, selain itu bau, rasa, dan warna dapat diatur sehingga lebih
menarik ikan-ikan yang akan diberi makan. Pakan buatan dapat diproleh di toko-
toko pakan atau dibuat sendiri (Abdullah, 2016).
Kebutuhan mutlak pertama adalah pakan, tentunya setiap makhluk hidup
membutuhkan pakan untuk tumbuh mulai dari lahir hingga akan mati. Kebutuhan
makan ikan berbeda menurut umurnya. Ikan yang baru menetas atau disebut juga
dengan larva, akan berbeda kebutuhan makannya dengan ikan dewasa. Pakan
digunakan untuk menghasilkan energi pada ikan. Kebutuhan energi ikan dalam
pakan lebih rendah daripada hewan darat. Ikan mempunyai kebutuhan energi lebih
rendah karena ikan tidak mempertahankan suhu tubuh secara tetap dan relatif
memerlukan lebih sedikit energi untuk mempertahankan posisi dan bergerak
dalam air. Pakan yang dikonsumsi ikan akan menyediakan energi yang sebagian
besar digunakan untuk metabolisme yang meliputi energi untuk beraktivitas,
energi untuk pencernaan makanan dan energi untuk pertumbuhan, sedangkan
sebagian lainnya dikeluarkan dalam bentuk feses dan bahan ekskresi lainnya.
Masalah pakan, terkadang terdapat sedikit kendala mengenai zat gizi yang
menyebabkan terhambatnya laju pertumbuhan. Pakan ikan harus memiliki
kandungan gizi yang baik mulai dari awal atau ketika ikan baru menetas hingga
menjadi induk, hal tersebut bertujuan untuk mempertahankan kualitas ikan yang
baik. Dengan demikian pengetahuan atau keterampilan dalam pembuatan pakan
ikan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan perlu diketahui oleh
pembudidaya, terutama bagi ikan yang masih larva atau benih yang merupakan
fase kritis terhadap mortalitas, sehingga pakan harus tepat sesuai kebutuhan,
ukuran bukaan mulut ikan, salah sat pakan buatan untuk larva atau benih ikan
adalah pakan ikan bentuk emulsi, suspensi dan roti kukus (Aminah dkk, 2015).
Kebutuhan pakan terkadang terdapat sedikit kendala mengenai zat gizi
yang menyebabkan terhambatnya laju pertumbuhan. Pakan ikan harus memiliki
kandungan gizi yang baik mulai dari awal atau ketika ikan baru menetas hingga
menjadi induk, hal tersebut bertujuan untuk mempertahankan kualitas ikan yang
baik. Dengan demikian pengetahuan atau keterampilan dalam pembuatan pakan
ikan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan perlu diketahui oleh
pembudidaya, terutama bagi ikan yang masih larva atau benih yang merupakan
fase kritis terhadap mortalitas. Sehingga pakan harus sesuai kebutuhan dan ukuran
bukaan mulut ikan. Salah satu pakan buatan untuk larva atau benih ikan adalah
pakan ikan berbentuk emulsi, suspensi dan roti kukus.

1.4. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :


1. Mengetahui proses pembuatan pakan bentuk larutan emulsi.
2. Mengetahui proses pembuatan pakan bentuk larutan suspensi.
3. Mengetahui proses pembuatan pakan bentuk roti kukus.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pakan ikan mempunyai kadar protein yang cukup tinggi sehingga apabila
penyimpanannya kurang baik akan mudah ditumbuhi bakteri maupun jamur dan
dapat menyebabkan ikan menjadi sakit. Ikan bawal memiliki laju pertumbuhan
yang baik pada kadar protein dan konsentrasi energi optimum yakni 24-50%.
Makanan yang ditelan dan dicerna oleh ikan akan diubah menjadi energi yang
digunakan bagi berbagai fungsi dalam kehidupan ikan untuk tumbuh dan
bereproduksi atau untuk mengganti sel-sel yang rusak pada suatu jaringan. Ikan
dikenal sebagai binatang yang bersifat poikiloterm atau suhu tubuhnya mengikuti
suhu lingkungan air tempat hunian ikan. Hal ini akan menentukan laju
metabolisme ikan dan oleh karena itu, kebutuhan nutrisi berkaitan dengan suhu
lingkungan. Molekul pakan yang besar dan kompleks harus dipecah menjadi
molekul yang lebih kecil dan sederhana agar dapat diabsorpsi dan selanjutnya
digunakan di dalam tubuh. Pemecahan molekul dilakukan dengan cara pencernaan
(Hanif et al., 2011).
Pakan memiliki peranan penting sebagai sumber energi untuk
pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Oleh sebab itu nutrisi
yang terkandung dalam pakan harus benar-benar terkontrol dan memenuhi
kebutuhan dari ikan tersebut. Pemberian pakan yang sesuai akan menghindarkan
ikan dari berbagai serangan penyakit, kususnya penyakit nutrisi. Penyakit nutrisi
ini biasanya menyerang ikan yang hanya diberi pakan sembarangan tanpa
memperhitungkan nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan Penyakit nutrisi dapat
dihindari dengan pemberian kombinasi pakan alami dan pakan buatan dengan
komposisi yang lengkap. Hal lain yang harus diperhatikan adalah kualitas pakan
yang diberikan. Pakan yang sudah busuk atau pakan buatan yang kadaluarsa
(tengik / berjamur) dapat menyebabkan ikan menjadi sakit (Lim, 2011).
Bentuk pakan bermacam-macam, umumnya yang sering digunakan
dalam budidaya antara lain: pakan berbentuk tepung, remah dan pelet. Bentuk
pakan ini biasanya disesuaikan dengan ukuran ikan. Jumlah pakan yang diberikan
setiap hari disesuaikan dengan berat ikan, sering disebut sebagai tingkat
pemberian pakan (TPP) atau feeding level. TPP untuk setiap jenis ikan dan
tingkatan ukuran ikan berbeda. Umumnya, ikan berukuran kecil membutuhkan
TPP dan frekuensi pemberian pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
ukuran yang lebih besar. Berdasarkan rata-rata berat individu ikan, maka dapat
ditetapkan tingkat dan frekuensi pemberian pakan. Berdasarkan berat total dapat
ditetapkan jumlah pakan yang dibutuhkan dalam satu hari maupun satu kali
pemberian pakan. Untuk mengetahui respon ikan terhadap pakan yang diberikan
dilakukan evaluasi pemberian pakan atau sering disebut sebagai efisiensi
pemberian. Efisiensi adalah perbandingan antara pertambahan bobot ikan dengan
jumlah pakan yang diberikan, dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi tingkat
efisiensi, semakin baik tingkat efisiensi pakan (Gustiano dan Otong, 2010).
Penyimpanan pakan dapat dilakukan dalam 2 jenis, yaitu pakan basah
dan pakan kering. Pakan basah dapat berupa larutan dan roti kukus dimana
memerlukan ruangan dingin seperti lemari es baik freezer maupun refrigerator
sehingga dapat bertahan hingga 2-3 hari. Pakan kering dapat disimpan dalam
beberapa ukuran, untuk jumlah yang sedikit dapat menggunakan toples,
sedangkan jika jumlahnya agak banyak menggunakan drum plastik yang tertutup
atau disimpan dalam karung plastik (bagor). Tiga hal yang perlu diperhatikan
dalam proses penyimpanan, yakni serangga, organisme mikroskopis dan
perubahan deterioratif yang akan menyebabkan kehilangan bobot, kualitas , resiko
kesehatan dan ekonomis (Sutikno, 2011).
Pemberian pakan dari luar mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidup
ikan budidaya. Pakan alternative yang bisa diberikan adalah emulsi kuning telur
sebab kuning telur mengandung nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan larva ikan
(Syarikin, 2018). Hal tersebut sesuai dengan Khaeruman dan Amri (2002)
menyebutkan pakan berbentuk cairan atau emulsi baik juga diberikan kepada ikan
dalam fase larva. Pakan yang berbentuk emulsi contohnya emulsi yang terbuat
dari kuning telur ayam. Sedangkan emulsi kuning telur yang diperkaya dengan
minyak jagung selain dapat menimbulkan bau yang enak pada pakan juga
meningkatkan kualitas pakan yang dapat mendukung pertumbuhan ikan yang
optimal (Djajasewaka dalam Syarikin 2018).
Pakan ikan bentuk roti kukus merupakan bentuk pakan ikan yang terbuat
dari adonan yang terdiri dari telur ayam / telur itik, tepung ikan, tepung terigu,
susu dan air yang dilengkapi vitamin. Roti kukus yang dingin ditaburi vitamin lalu
dibentuk menjadi gumpalan, pada campuran sambil diremas-remas sampai
merata. Sebelum digunakan, roti sebaiknya dibuat suspensi, yaitu dengan cara
melarutkannya dalam air, dengan dibantu kain saringan halus yang ukurannya
disesuaikan dengan ukuran buarayak yang diberi makan (Manurung dkk, 2013).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilakukan pada Selasa, 2 April 2018 di Laboratorium
Ikhtiologi Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru.

3.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 3.1. Alat yang Digunakan
No
Alat Keterangan
.
1. Sendok Mengaduk bahan pakan
2. Baskom Menempatkan adonan pakan
3. Mixer Mengocok telur
4. Panci Memanaskan air
5. Gelas Menempatkan bahan adonan
6. Loyang Tempat membuat roti kukus
7. Kertas label Memberikan keterangan
8. Plastik Wadah sampah
9. Timbangan Menimbang bahan pakan
Tabel 3.2. Bahan yang Digunakan
No Bahan Keterangan
.
1. Air Bahan pengencer adonan
2. Kuning telur Bahan baku pakan
3. Vitamin Vitamin tambahan
4. Tepung kacang hijau Bahan baku pakan
5. Tepung Ikan rucah Bahan baku pakan
6. Tepung Terigu Bahan baku pakan
7. Tepung Tapioka Bahan baku pakan
8. Susu Bubuk Bahan pakan

3.3. Prosedur Praktikum


Prosedur praktikum pada praktikum pembuatan pakan emulsi, suspensi
dan roti kukus adalah sebagai berikut:
3.3.1. Pembuatan Emulsi
- Mengambil 1 butir kuning telur yang telah matang dan dihaluskan
- Mencampurkan dengan tepung kacang hijau 40 gram, 5 gram tepung tapioka
- Melarutkan dengan air hangat sebanyak 200 ml
- Memasukkan vitamin 1 gram lalu aduk sampai merata
- Merebus bahan sampai mengental sambil di aduk
3.3.2. Pembuatan Suspensi
- Menambahkan 20 gram tepung kacang hijau dengan air sedikit demi sedikit
- Mencampurkan dengan 1 butir kuning telur yang telah direbus, diaduk sampai
bahan menyatu
- Memasukkan vitamin 1 gram, campur dengan air sedikit demi sedikit
- Mengaduk sampai merata (homogen)
3.3.3. Pembuatan Roti Kukus
- Mengambil 1 butir telur itik lalu dihaluskan menggunakan mixer
- Mencampurkan 100 gram tepung ikan, 50 gram tepung terigu dan 10 gram
susu bubuk
- Mencampurkan adonan pakan emulsi dan pakan suspensi ke dalam adonan roti
kukus
- Mengaduk dan tambahkan air sedikit demi sedikit
- Mengukus adonan selama 50 menit
- Menambahkan vitamin dan mineral dengan cara menaburkan pada roti kukus
yang sudah dingin.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil yang di dapat pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Pakan Bentuk Emulsi
Gambar Tekstur Bau Warna

Kental dan padat,


Hijau Lumut
lembut, terdapat Kacang Hijau
Muda
serat

Tabel 4.2. Pakan Bentuk Suspensi


Gambar Tekstur Bau Warna

Sedikit kental dan


Kuning
lebih cair dari Kacang Hijau
Kehijauan
emulsi
Tabel 4.3. Pakan Bentuk Roti Kukus
Gambar Tekstur Bau Warna

Permukaan roti
halus tetapi
berpori, tekstur Ikan Asin Coklat
padat namun
lembek

4.4. Pembahasan

Praktikum pada pembuatan pakan berbentuk emulsi diawali dengan


merebus satu butir telur ayam kemudian mengambil kuning telur, dilanjutkan
dengan melarutkan kuning telur dalam air sebanyak 200 mL. Campuran air dan
kuning telur diaduk hingga rata dan dilakukan penambahan 40 g tepung kacang
hijau, 5 g tepung tapioka dan 1 g vitamin. Panaskan sambil terus hingga wujud
menjadi cairan kental kemudian disimpan didalam toples dan diberi label.
Tekstur yang dihasilkan cenderung kental, padat lembut dan terdapat
serat. Bau yang dihasilkan seperti bau bahan nabati dengan warna hijau lumut
muda dan kekuningan (kekuning-kuningan disebabkan warna kuning telur yang
telah ditambahkan pada bahan). Pembuatan larutan emulsi menggunakan kuning
telur yang sudah direbus setengah matang sebagai bahan baku.
Penggunaan air dalam pembuatan larutan emulsi harus disesuaikan agar
tidak membuat adonan terlalu encer ataupun terlalu pekat. Hal ini sesuai dengan
Abdullah (2016) bahwa pemberian air yang cukup pada larutan emulsi akan
menghasilkan adonan yang tidak terlalu encer atau terlalu kental, pemberian air
terlalu banyak akan menghasilkan emulsi menjadi lembek.
Pembuatan pakan bentuk suspensi dengan cara merebus satu butir telur
ayam kemudian setelah matang dilakukan pengambilan kuning telur untuk digerus
dalam dinding gelas plastic dan melarutkan dengan air secukupnya. Selanjutnya
mengaduk kuning telur dan air dengan menambahkan 20 gr tepung kacang hijau,
lalu aduk hingga merata. Pemberian 1 gr vitamin dilakukan diakhir setelah adonan
tercampur merata agar tidak menghilangkan kandungan nutrisi yang ada di dalam
vitamin tersebut. Menurut Syarikin (2018) pembuatan suspensi ini dilakukan
untuk larva yang memerlukan pakan dari luar tubuh ketika cadangan kuning telur
pada tubuhnya telah habis. Pemberian pakan dari luar mutlak diperlukan untuk
kelangsungan hidupnya.
Tekstur yang dihasilkan dalam pembuatan larutan suspensi yaitu kental
tetapi tidak sekental larutan emulsi, tidak berserat apabila dipegang, cenderung
lebih cair dan lebih lembut dibandingkan larutan emulsi. Warna larutan suspensi
terlihat lebih terang dari larutan emulsi dan dinominasi oleh warna kuning yang
kehijauan dengan bau kuat akan bahan nabati dan campuran kuning telur.
Sama halnya dengan larutan emulsi, dalam pembuatan pakan larutan
suspensi juga harus mempertimbangkan kadar air yang digunakan. Sesuai dengan
Hanif et al (2011) pemberian air tidak dianjurkan terlalu berlebihan karena jika
adonan terlalu encer akan menyebabkan suspensi memiliki warna kuning telur
yang tidak merata.
Pembuatan roti kukus dilakukan dengan cara mengocok 1 butir telur
ayam hingga lumat dan mengembang, kemudian menambahkan 50 gr tepung
terigu, 100 gr tepung ikan rucah dan 10 gr susu. Kemudian mengaduk – aduk
bahan sambil ditambahkan air sedikit demi sedikit sampai membentuk adonan.
Adonan dikukus hingga masak selama 50 menit. Kemudian menambahkan
vitamin dengan cara menaburkan pada roti kukus yang sudah dingin dan roti
kukus dimasukkan ke dalam wadah plastik tahan panas dan disimpan dalam
lemari pendingin. Pembuatan pakan berbentuk roti kukus ini bermanfaat sebagai
pakan tambahan dan memenuhi kebutuhan nutrisi benih ikan.
Tekstur yang dihasilkan sedikit kental agak padat dengan warna coklat
dan kejingga-jinggaan (pada bagian atas) dan beraroma seperti ikan asin. Menurut
(Rizal dalam Vera dkk, 2014) roti kukus merupakan bentuk pakan ikan yang
terbuat dari adonan yang terdiri dari telur ayam, tepung ikan, susu, dan air yang
dilengkapi vitamin.
Menurut (Rahardjo dkk, 2010) faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
pakan roti kukus yaitu dalam proses pembuatannya diantaranya keterampilan
praktikan dalam pencampuran dan pengadukan adonan yang merata sehingga
kematangan pakan roti kukus dapat merata juga. Jika ada tepung terigu yang
menggumpal/tidak merata maka gumpalan tersebut tidak akan matang pada saat
pengukusan roti kukus. Jika terlalu kekentalan maka hasilnya akan keras pada roti
kukus. Dengan demikian adonan harus seperti lem yang roti kukus ini matang
secara merata dan bertekstur kenyal, padat dan lembut.
Roti kukus yang telah melalui proses pengukusan dan pendinginan
dengan suhu kamar selama 10 – 15 menit dapat langsung disimpan dengan
penyimpanan suhu rendah yaitu kulkas. Penyimpanan roti kukus di dalam kulkas
dapat memperpanjang daya simpan pakan dan menghindari kontaminasi dari
jamur dan bakteri yang dapat merusak kandungan nutrisi dari pakan. Hal ini
sejalan dengan Handayani dkk (2014) menyatakan penyimpanan bahan pakan
pada suhu rendah / freezer dapat mengurangi fraksi air tak terbekukan, aktivitas
mikroorganisme dan enzim, sehingga dapat mencegah kerusakan produk pakan.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.5. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat setelah melakukan praktikum adalah:


1. Proses pembuatan pakan bentuk emulsi dilakukan dengan menghaluskan telur,
mencampurkan tepung kacang hijau 40 gram dan tepung tapioka 5 gram,
melarutkan dengan air hangat, menambahkan vitamin 1 gram dan pengadukan
bahan hingga kental merata.
2. Proses pembuatan pakan bentuk suspensi dilakukan dengan menambahkan
tepung kacang hijau 20 gram dengan air sedikit demi sedikit, mencampurkan 1
butir kuning telur dan mengaduk bahan hingga merata (homogen).
3. Proses pembuatan pakan bentuk roti kukus dilakukan dengan mengaduk 1 butir
telur itik dengan mixer. Menambahkan bahan tepung ikan rucah 100 gram,
tepung terigu 50 gram, dan susu bubuk 10 gram. Menambahkan adonan pakan
emulsi dan suspensi, mengaduk bahan, menambahkan air sedikit demi sedikit,
mengukus adonan selama 50 menit dan menambahkan vitamin mineral.

5.6. Saran
Sebaiknya pada saat prakikum berlangsung anggota kelompok praktikan
mau bekerja sama satu sama lain agar seluruh praktikan dalam kelompok
memahami cara pembuatan pakan emulsi, suspensi dan roti kukus.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. 2016. Hubungan antara Tingkat Penggunaan Pakan dengan Tingkat


Resiko Gangguan Kesehatan pada Ikan. Universitas Muhammadiyah.
Surakarta.
Aminah Siti, Novel Firdaus, Heru Sandra. 2015. Pembuatan Pakan Ikan Bentuk
Roti Kukus. Universitas Padjadjaran Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan. Jatinangor.
Arif Wijaya, Djumali, Sabrina. 2011. Pemberian Pakan Buatan Dengan Dosis
Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Benih Ikan Semah
(Tor douronensis) Dalam Upaya Domestikasi. Jurnal Akuakultur
Indonesia. VIII (1) : 67-76.  26.
Gustiano, R.,  dan Otong Z.A. 2010. Menjaring Laba dari Budidaya Ikan Nila
BEST. Penerbit IPB Press: Bogor. Halaman 1-3.
Handayani, Anna., Alimin., Rustiah, Wa Ode. 2014. Pengaruh Penyimpanan pada
Suhu Rendah (Freezer -3oC) Terhadap Kandungan Air dan Kandungan
Lemak pada Ikan Lemuru (Sardinella longiceps). Jurnal Kimia. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam. Univeristas Negeri Makassar.
Hanif, Tatsuya, Lee Akinobu, dan Shuji Doshita. 2011 . An Efficient Two-Pass
Search Algorithm Using Word Trells Index, In Proccedings of ICSLP, pp.
1831-1834.
Lim, C. E., and C. D. Webster. 2011. Nutrient Requirement. Pp 469-501. In: C. E.
Lim and C. D. Webster, editors. Tilapia: Biology, culture and nutrion. The
Haworth Press, Inc., Binghamton, New York.
Rahardjo, Handayani, Suryaningsih. 2010. Pembuatan Pakan Buatan Ikan
Bandeng. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jendral
Perikanan Budidaya. Jepara.
Sutikno. 2011. Pengaruh Effective Microorganism-4 (EM-4) Dan Kompos
Terhadap Produksi Jagung Manis (Zea mays.L. saccharata) Pada Tanah
Entisols. Frontir. 32: 1-5.
Vera, Melia, Suci. 2014. Pengaruh Effective Pakan Dan Kompos Terhadap
Produksi Pellet (Zea mays.L. saccharata) Pada Tanah Entisols. Frontir.
32: 1-5.

LAMPIRAN

 Pembuatan Pakan Emulsi

Gambar 1. Mengambil kuning telur Gambar 2. Pencacahan kuning telur


Gambar 3. Penambahan air Gambar 4. Penambahan bahan emulsi

Gambar 5. Pengadukan bahan emulsi Gambar 6. Hasil pakan emulsi


 Pembuatan Pakan Suspensi

Gambar 7. Mengambil kuning telur Gambar 8. Pencacahan kuning telur


Gambar 9. Penambahan air Gambar 10. Penambahan bahan suspensi

Gambar 11. Hasil pakan suspensi Gambar 12. Hasil pakan suspensi

 Pembuatan Pakan Roti Kukus

Gambar 13. Mengocok kuning telur Gambar 14. Penambahan bahan


Gambar 15. Pengadukan bahan Gambar 16. Penambahan tepung k. hijau

Gambar 17. Pengukusan bahan Gambar 18. Proses pengukusan

Gambar 19. Hasil pakan roti kukus Gambar 20. Pendinginan roti kukus
Gambar 21. Penebaran vitamin Gambar 22. Penebaran vitamin

Gambar 23. Hasil pakan roti kukus

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN


PEMBUATAN PAKAN PELET
Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Rosadi Anwar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan
laporan Nutrisi Ikan yang berjudul “Pembuatan Pakan Pelet” sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
Praktikan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini terutama kepada dosen pengampu mata
kuliah “Nutrisi Ikan” dan para asisten praktikum yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan memberikan bantuan serta teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam pembuatan laporan ini.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.

Banjarbaru, Mei 2019

Praktikan

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.9.......................................................................... Latar Belakang
..................................................................................................1
1.10..................................................................... Tujuan Praktikum
..................................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 3
BAB 3. METODE PRAKTIKUM.......................................................... 5
3.1. Waktu dan Tempat.................................................................... 5
3.2. Alat dan Bahan.......................................................................... 5
3.3. Prosedur Praktikum................................................................... 6
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 7
4.1. Hasil........................................................................................... 7
4.2. Pembahasan............................................................................... 9
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 12
5.1. Kesimpulan................................................................................ 12
5.2. Saran.......................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
3. 1. Alat yang digunakan.................................................................... 5
3. 2. Bahan yang digunakan........................................................... 5
4.1. Perhitungan formulasi pakan................................................. 7
BAB 1. PENDAHULUAN

1.5. Latar Belakang

Pakan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menunjang


keberhasilan usaha dalam budidaya perikanan. Pakan merupakan biaya tertinggi
dalam budidaya ikan, terutama bila digunakan jenis pakan yang komersial, karena
harganya yang sangat mahal. Peran pakan sangat dominan dalam usaha budidaya
perikanan yang dikelola secara intensif. Alternatif yang telah dilakukan oleh
pengusaha budidaya, untuk mengurangi biaya pengadaan pakan, adalah dengan
membuat pakan buatan (Soeprapto, 2010).
Pakan ikan dikatakan bermutu jika mengandung nilai nutrisi dan gizi
yang dibutuhkan oleh ikan. Pakan yang berkualitas mengandung 70% protein,
15% karbohidrat, 10% lemak dan 5% vitamin, air dan mineral. Kualitas pakan
tidak hanya sebatas pada nilai gizi yang dikandungnya melainkan pada sifat fisik
pakan seperti kelarutannya, kecernaannya, warna, bau, rasa dan anti nutrisi yang
dikandung (Murtidjo, 2001 dalam Wardani 2015). Kualitas pakan juga
dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Pemilihan baku yang baik dapat
dilihat berdasarkan indikator nilai gizi yang dikandungnya, digestibility
(kecernaannya) dan biovaibility (daya serap). Oleh karena itu pengetahuan tentang
nutrisi, gizi, komposisi serta kualitas secara fisik perlu diketahui.
Ilmu nutrisi pakan ikan tidak terbatas pada cara pembuatan pakan saja.
Pengetahuan tentang formulasi bahan dalam pembuatan pakan juga perlu
diketahui. Komposisi suatu pakan perlu diketahui baik sebelum atau sesudah
pembuatan pakan sebagai database dalam pembuatan pakan. Sebelum pembuatan
pakan bobot masing-masing bahan harus diketahui untuk menghasilkan jumlah
pakan dengan nilai nutrisi tertentu (Adiyanto, 2010).
Secara praktis komposisi pakan ikan dibedakan dalam sumber protein,
energi, lemak esensial, tambahan vitamin, tambahan mineral, dan komposisi
khusus untuk mempercepat pertumbuhan, pigmentasi, perkembangan seksual,
kelengkapan fisik, palatabilitas atau ketahanan pakan. Karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi komponen pokok dari bahan pakan. Bahan organik makronutrien
ini dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar metabolik, dan dapat
disimpan dalam tubuh untuk dimanfaatkan selanjutnya, atau ditumpuk dalam
materi penyusun pertumbuhan somatik hewan (Pamungkas, 2012).
Pelet adalah bentuk makanan buatan yang dibuat dari beberapa macam
bahan yang kita ramu dan kita jadikan adonan, kemudian kita cetak sehingga
merupakan batangan atau bulatan kecil-kecil. Ukurannya berkisar antara 1-2 cm.
Jadi pelet tidak berupa tepung, tidak berupa butiran, dan tidak pula berupa larutan
(Setyono, 2012).

1.6. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum pembuatan pakan pelet kali ini, adalah sebagai
berikut:
1. Memperoleh susunan formulasi pakan dengan nilai kandungan protein 30%.
2. Membuat pakan ikan berbentuk pelet.
3. Menghitung analisi ekonomi pembuatan pakan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu


berdasarkan ertimbangan kebutuhannya. Pembuatan pakan biasanya didasarkan
pada pertimbangan kebutuhan nutrisi ikan, kualitas bahan baku dan nilai
ekonomis. Dengan pertimbangan yang baik, dapat dihasilkan pakan buatan yang
disukai oleh ikan serta aman bagi ikan (Dharmawan, 2010).
Salah satu pakan ikan buatan yang sering dijumpai dipasaran adalah
pelet. Pelet merupakan bentuk makanan yang terdiri atas beberapa macam bahan
dan dijadikan adonan, kemudian dicetak sehingga berbentuk seperti batang atau
silinder kecil dengan kisaran ukuran 1-2cm, serta memiliki diameter, panjang, dan
tingkat kepadatan tertentu. Jadi pelet bukan berbentuk butiran atau tepung, dan
tidak pula berupa larutan. Pakan ikan buatan dirumuskan sebagai upaya
meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pangan, mengingat pakan buatan
banyak diperdagangkan serta berpengaruh terhadap kegiatan budidaya. Sehingga
memiliki karakteristik pelet yang dihasilkan yaitu mengandung protein berkisar
20-35%, lemak berkisar 2-10%, abu kurang dari 12%, dan kadar air kurang dari
12% (Setyono, 2012).
Alternatif pemecahan yang dapat diupayakan adalah dengan membuat
pakan buatan melalui teknik sederhana dengan memperhatikan kandungan nutrisi
yang baik terutama sumber protein. Protein merupakan salah satu faktor
terpenting dalam keberhasilan pembuatan pelet. Kualitas protein sangat
tergantung dari kemudahannya dicerna dan nilai biologis yang ditentukan oleh
asam amino yang menyusunnya, semakin lengkap kandungan asam aminonya
maka kualitas protein semakin baik. Bahan baku yang biasa digunakan
masyarakat dalam pembuatan pelet yaitu dengan memanfaatkan bahan dari
tumbuhan maupun hewan. Bahan yang berasal dari tumbuhan yaitu seperti
bungkil kelapa, ampas tahu, tepung kedelai, kacang tanah dan tepung daun
singkong. Sedangkan bahan yang berasal dari hewan yaitu memanfaatkan tepung
ikan, telur ayam, tepung ulat sutra dan darah (Afrianto et al, 2010)
Pakan ikan mempunyai kadar protein yang cukup tinggi sehingga apabila
penyimpanannya kurang baik akan mudah ditumbuhi bakteri maupun jamur dan
dapat menyebabkan ikan menjadi sakit. Bahwa ikan bawal memiliki laju
pertumbuhan yang baik pada kadar protein dan konsentrasi energi optimum yakni
24-50%. Makanan yang ditelan dan dicerna oleh ikan akan diubah menjadi energi
yang digunakan bagi berbagai fungsi dalam kehidupan ikan untuk tumbuh dan
bereproduksi atau untuk mengganti sel-sel yang rusak pada suatu jaringan. Ikan
dikenal sebagai binatang yang bersifat poikiloterm atau suhu tubuhnya mengikuti
suhu lingkungan air tempat hunian ikan. Hal ini akan menentukan laju
metabolisme ikan dan oleh karena itu, kebutuhan nutrisi berkaitan dengan suhu
lingkungan (Rahardjo et al, 2010).
Bentuk pakan bermacam-macam umumnya yang sering digunakan dalam
budidaya antara lain pakan berbentuk tepung, remah dan pelet. Bentuk pakan ini
biasanya disesuaikan dengan ukuran ikan. Jumlah pakan yang diberikan setiap
hari disesuaikan dengan berat ikan sering disebut sebagai tingkat pemberian pakan
(TPP) atau feeding level. TPP untuk setiap jenis ikan dan tingkatan ukuran ikan
berbeda. Umumnya ikan berukuran keil membutuhkan TPP dan frekuensi
pemberian pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran yang lebih besar.
Berdasarkan rata-rata berat individu ikan maka dapat ditetapkan tingkat dan
frekuensi pemberian pakan. Berdasarkan berat total dapat ditetapkan jumlah
pakan yang dibutuhkan dalam satu hari maupun satu kali pemberian pakan. Untuk
mengetahui respon ikan terhadap pakan yang diberikan dilakukan evaluasi
pemberian pakan atau sering disebut sebagai efisiensi pemberian. Efisiensi adalah
perbandingan antara pertambahan bobot ikan dengan jumlah pakan yang diberikan
dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi tingkat efisiensi semakin baik tingkat
efisiensi pakan (Gustiano, 2010).

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum Nutrisi Ikan tentang Pembuatan Pakan Pelet dilaksanakan
pada Sabtu, 6 April 2019 Pukul 09.00-11.00 WITA bertempat di Laboratorium
Nutrisi Ikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum Pembuatan Pakan Pelet dapat dilihat
pada table sebagai berikut:
Tabel 3.1. Alat yang digunakan pada praktikum
No Alat Kegunaan
.
1. Baskom Untuk tempat bahan pakan
2. Alat pencetak pakan Untuk mencetak pakan
3. Nampan Untuk alas bahan pakan
4. Gelas ukur Untuk mengukur air
5. Sendok nasi Untuk mengaduk adonan
6. Sendok makan Untuk memotong panjang pakan
7. Kursi Sebagai tumpuan penggiling
8. Alat Tulis Untuk menulis laporan sementara
9. Panci Sebagai tempat merebus air
10. Oven Sebagai tempat mengeringkan pelet

3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Pembuatan Pakan Pelet dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3.2. Bahan yang digunakan pada praktikum
No Bahan Kegunaan
.
1. Tepung Ikan Rucah Bahan Utama
2. Tepung Kacang Hijau Bahan Utama
3. Tepung Daun Singkong Bahan Utama
4. Tepung Eceng Gondok Bahan Utama
5. Tepung Daun Bandotan Bahan Utama
6. Tepung Kayapu Bahan Penunjang
7. Tepung Kulit Rambutan Bahan Penunjang
8. Tepung Terigu Bahan perekat
9. Minyak Sumber lemak
10. Vitamin Traktan
11. Air Media menyatu bahan pakan
3.3. Prosedur Praktikum
Prosedur kerja yang digunakan pada praktikum pembuatan pakan pelet
adalah sebagai berikut :
3.3.1. Tanpa Fermentasi
1. Meyiapkan alat dan wadah, menyiapkan bahan pakan (tidak difermentasi).
2. Memasukkan bahan pakan, diaduk sampai rata.
3. Memasukkan air hangat panas sedikit demi sedikit aduk sampai
rata/mengental.
4. Menambahkan minyak 10 ml, aduk sampai rata.
5. Menambahkan vitamin 5 gram.
6. Menggiling adonan dengan alat pencetak pelet.
7. Menempatkan hasil adonan pada nampan dan beri label.
8. Menjemur di bawah sinar matahari atau masukkan kedalam oven.

3.3.2. Fermentasi
1. Meyiapkan alat dan wadah, menyiapkan bahan pakan (Fermentasi).
2. Memasukkan bahan pakan, diaduk sampai rata.
3. Memasukkan air hangat panas sedikit demi sedikit aduk sampai
rata/mengental.
4. Menambahkan minyak 10 ml, aduk sampai rata.
5. Menambahkan vitamin 5 gram.
6. Menggiling adonan dengan alat pencetak pelet.
7. Menempatkan hasil adonan pada nampan dan beri label.
8. Menjemur di bawah sinar matahari atau masukkan kedalam oven.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Perhitungan formulasi pakan yang dilakukan adalah dengan metode


komposisi karena jumlah protein pada kandungan bahan baku nabati tidak
diketahui. Hasil perhitungan formulasi pembuatan pakan pelet sebagai berikut:
Tabel 4.1. Perhitungan Formulasi Pakan
Kadar protein Berat Bahan
No. Nama Bahan Bagian
(%) (gram)
1. Tepung Ikan Rucah 22,65 1 10,974
2. Tepung Kacang Hijau 37,42 3 32,921
3. Tepung Daun Singkong 23,42 2 21,947
4. Tepung Eceng Gondok 32 2 21,947
5. Tepung Daun Bandotan 22 1 10,974
6. Tepung Kayapu 12 1 0,617
7. Tepung Kulit Rambutan 8 1 0,617
Perhitungan bahan pakan
 Bahan utama
T. Ikan Rucah = 22,65 x 1 bagian = 22,65 %
T. Kacang Hijau = 37,42 x 3 bagian = 112,26 %
T. Daun Singkong = 23,42 x 2 bagian = 46,84 %
T. Daun Eceng Gondok = 32 x 2 bagian = 64 %
T. Daun Bandotan = 22 x 1 bagian = 22 % +
= 267,75 %
= 267,75 ÷ 9
= 29,75 %
 Bahan Penunjang
T. Kayapu = 12 x 1 bagian = 12 %
T. Kulit Rambutan = 8 x 1 bagian = 8 % +
= 20 %
= 20 ÷ 2
= 10 %
Protein Utama 29,75 % 20 %

30%

Protein Penunjang 10 % 0,25 % +


20,25 %
20 % 0,25 %
Bahan Utama = x 100 % Bahan Penunjang = x 100 %
20,25 % 20,25 %
= 98,765 % = 1,234 %

Bahan Utama
T. Ikan Rucah = 1/9 x 98,765 % = 10,974
T. Kacang Hijau = 3/9 x 98,765 % = 32,921
T. Daun Singkong = 2/9 x 98,765 % = 21,947
T. Eceng Gondok = 2/9 x 98,765 % = 21,947
T. Daun Bandotan = 1/9 x 98,765 % = 10,974
Bahan penunjang
T. Kayapu = 1/2 x 1,234 % = 0,617
T. Kulit Rambutan = 1/2 x 1,234 % = 0,617

Nilai Kandungan Protein


T. Ikan Rucah = 10,974 x 22,65 % = 2,495
T. Kacang Hijau = 32,921 x 37,42 % = 12,319
T. Daun Singkong = 21,947 x 23,42 % = 5,139
T. Eceng Gondok = 21,947 x 32 % = 7,023
T. Daun Bandotan = 10,974 x 22 % = 2,414
T. Kayapu = 0,617 x 12 % = 0,074
T. Kulit Rambutan = 0,617 x 8 % = 0,049 +
= 29,513 %
= 30 %
Bahan untuk Membuat Pakan (500 gr)
T. Ikan Rucah = 10,974 x 5 = 54,87 gram
T. Kacang Hijau = 32,921 x 5 = 164,605 gram
T. Daun Singkong = 21,947 x 5 = 109,732 gram
T. Eceng Gondok = 21,947 x 5 = 109,732 gram
T. Daun Bandotan = 10,974 x 5 = 54,90 gram
T. Kayapu = 0,617 x 5 = 3,085 gram
T. Kulit Rambutan = 0,617 x 5 = 3,085 gram +
= 500 gram
Tabel 4.2. Hasil Pembuatan Pakan Pelet
Gambar Tekstur Bau Warna
Kasar dan Bau pakan Coklat
mudah remah, pada umumya
tidak teralu
padat dan
menyatu.

Sedikit lembut, Bau pakan Coklat tua


lebih halus dan pada pekat
tidak mudah umumnya
remah. Lebih namun lebih
padat dan harum, sedikit
menyatu. lebih
Fermentasi menyengat

Tabel 4.3. Hasil analisis ekonomi


Berat bahan Harga bahan
No. Bahan Biaya (Rp)
(gram) (Kg)
1. Ikan rucah 54,87 30.000 5.000
2. Kacang hijau 164,605 20.000 6.000
3. Daun singkong 109,732 Limbah 0
4. Daun eceng gondok 109,732 Limbah 0
5. Daun bandotan 54,90 Limbah 0
6. Kayapu 3,085 Limbah 0
7. Kulit Rambutan 3,085 15.000 3.000
8. Tepung terigu 20 5.000 1.500
9. Vitamin 10 50.000 500
Jumlah 120.000 16.000
Harga jual 19.500
Nilai keuntungan (Harga jual – Biaya) 3.500

4.2. Pembahasan

Praktikum pembuatan pakan bentuk pelet non – fermentasi dan


fermentasi, dalam tahapan ini dilakukan pembuatan pakan bentuk pelet tanpa
fermentasi yaitu dengan cara mengumpulkan atau menimbang bahan dengan
formulasi yang telah ditentukan yaitu dengan kandungan protein 30%. Bahan –
bahan pelet tanpa fermentasi ini terdiri dari 2 bahan yaitu bahan utama dan bahan
penunjang. Bahan utama yaitu tepung ikan rucang jumlah protein 22,65% dengan
berat bahan 54,87 gram, tepung kacang hijau jumlah protein 37,42% dengan berat
bahan 164,605 gram, tepung daun singkong jumlah protein 23,42% dengan berat
bahan 109,732 gram, tepung daun eceng gondok jumlah protein 32% dengan berat
bahan 109,732 gram, tepung daun bandotan jumlah protein 22% dengan berat
bahan 54,90 gram. Bahan penunjang yaitu tepung daun kayapu jumlah protein
12% dengan berat bahan 3,085 gram dan tepung kulit rambutan jumlah protein
8% dengan berat bahan 3,085 gram. Pada bahan – bahan pelet tanpa fermentasi
juga diberikan bahan tambahan seperti tepung terigu dengan berat bahan 50 gram,
vitamin 5 gram, minyak sayur sebanyak 10 mL dan air hangat. Berbeda sedikit
dengan bahan – bahan pakan pelet non – fermentasi, bahan pelet dengan
fermentasi menggunakan seluruh bahan yang sama dan berat bahan yang sama,
tetapi sebelumnya telah melalui proses fermentasi dengan tambahan probiotik
dalam campurannya.
Bahan yang sudah ditimbang diletakkan dalam satu tempat kemudian
dilakukan pencampuran bahan dengan cara mencampurkan bahan yang lebih
banyak jumlahnya terlebih dahulu kemudian mencampurkan bahan yang
jumlahnya lebih sedikit hal ini dimaksudkan agar seluruh bahan terlihat dan
adonan dapat tercampur merata. Bahan yang sudah tercampur rata dibuat seperti
gundukan dengan kawah diatasnya, kawah tersebut untuk meletakkan air hangat
agar semua bahan menyatu atau homogen, penmabahan air hangat dilakukan
sedikit demi sedikit agar tidak berlebihan, setelah bahan menyatu dan bahan sudah
sedikit dingin campurkan minyak 10 mL dan vitamin sebanyak 5 gram.
Hal ini sesuai dengan Anggorodi (2015) yang menyatakan bahwa bahan
yang sudah ditimbang diletakkan dalam wadah kemudian dilakukan pencampuran
bahan dengan cara mencampurkan bahan yang lebih banyak jumlahnya terlebih
dahulu kemudian mencampurkan bahan yang jumlahnya lebih sedikit agar
keseluruhan tercampur merata. Bahan yang sudah tercampur rata diberi air hangat
untuk menghomogenkan bahan. Dalam pebuatan pakan ikan dalam percampuran
harus di lakukan penggadukan yang rata dan pemakaian air yang cukup agar
pakan ikan tercampur dengan sempurna dan mengghasilkan pakan yang bagus
pakan tidak boleh terlalu basah akibatnya pakan tersebut akan susah di bentuk lalu
akan menghasilkan kadar air yang tinggi sehingga pakan cepat rusak dan tidak
boleh terlalu kering dapat mengakibatkan pakan tersebut susah di cetak oleh
karena itu pakan harus benar – benar sempurna dalam pebuatannya.
Setelah semua bahan dicampur secara merata campuran bahan tersebut
digiling untuk menghasilkan pakan dalam bentuk pelet. Pada saat pembuatan
pakan suhu pelet yang terasa hangat dan terasa lebih lengket. Tepung terigu selain
sebagai sumber energi, juga berperan sebagai bahan perekat yang baik
(Mudjiman, 2014) sehingga pakan yang dihasilkan memiliki tingkat kekerasan
yang lebih baik.
Tahap akhir dalam pembuatan pelet adalah tahap pengeringan. Pelet yang
dihasilkan dari pencetakan segera dikeringkan baik dari bahan fermentasi dan
non-fermentasi. Proses pengeringan dilakukan hingga kadar air pakan mencapai
10-12%. Pakan dengan kadar air yang terlalu tinggi kurang menguntungkan
karena mudah ditumbuhi mikroba (jamur) dan disukai serangga. Sebaliknya,
pakan dengan kadar air terlalu rendah juga kurang menguntungkan karena akan
terjadi peningkatan laju proses oksidasi dan pencokelatan. Sehingga perlu
dilakukan penjemuran atau pengeringan pakan untk mengurangi kadar air. Pakan
dikeringkan sampai benar – benar kering agar kualitasnya bagus, daya simpannya
awet namun pakan yang sudah kering akan dilakukan pengujian mutu pakan
untuk mengetahui daya apung, daya tahan dan daya hancur pakan sebelum pakan
diberikan kepada ikan.
Pakan dari bahan fermentasi memiliki bau yang lebih menyengat
daripada bahan non – fermentasi. Tekstur sedikit lembut, lebih halus dan tidak
mudah remah. lebih padat dan juga menyatu. Warna pakan dari bahan fermentasi
juga terlihat lebih coklat pekat daripada pakan non – fermentasi. Bau menyengat
diduga karena hasil dari fermentasi bahan baku, oleh bakteri B. Licheniformis dan
A. niger. Hidrolisis pada fermentasi berpengaruh terhadap meningkatnya kadar
NH3 (amoniak) (Puastuti et al., 2014), sehingga bau pakan yang menggunakan
bahan terfermentasi cenderung menyengat.
Hasil pakan pelet non – fermentasi yang didapat memiliki tekstur kasar
dan mudah remah, tidak teralu padat dan menyatu. Warna pakan pelet non –
fermentasi memiliki warna kecoklatan yang lebih terang daripada pakan pelet
fermentasi yang memiliki warna coklat pekat gelap. Bau pakan pelet non –
fermentasi tidak begitu menyengat sedangkan bahan pakan pelet fermentasi
berbau lebih menyengat dan lebih harum.
Hasil analisis ekonomi pembuatan pakan yang dilakukan pada praktikum
memiliki nilai ekonomis. Berdasarkan hasil perhitungan mendapatkan biaya
pembuatan sebesar Rp.16.000 dengan harga jual Rp.19.500, sehingga
mendapatkan keuntungan sebesar Rp.3.500. Apabila diperhitungkan, pembuatan
pakan buatan yang dikerjakan sendiri oleh pembudidaya akan memangkas sedikit
biaya produksi daripada membeli pakan buatan jadi. Hal ini dikarenakan dari
bahan – bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan itu sendiri seperti ikan
rucah, kacang hijau, daun singkong, eceng gondok, daun bandotan, kayapu dan
kulit rambutan yang dapat diperoleh dengan mudah di alam dan limbah sisa.
Secara tidak langsung menghemat biaya pembuatan pakan tanpa diperlukan
membeli bahan pakan.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat setelah melakukan praktikum adalah:


4. Penghitungan pakan yang dilakukan untuk membuat protein 30% terdiri dari
bahan utama dan bahan penunjang yang didalamnya terdapat bahan hewani
serta bahan nabati.
5. Pembuatan pakan pelet dilakukan dengan menghitung formulasi pakan terlebih
dahulu menggunakan metode empat persegi pearson’s. Langkah – langkah
dalam mengolah bahan menjadi pelet dimulai dari mencampurkan bahan-bahan
yang sudah dihaluskan kemudian mengaduknya dengan menambah sedikit
demi sedikit air hanga hingga homogen, dan pencetakan pakan pelet dengan
alat penggiling daging hingga penjemuran.
6. Pembuatan pakan pelet dapat dilakukan menggunakan bahan – bahan yang
tidak terpakai / limbah, sehingga pakan pelet buatan sendiri dapat menghemat
biaya karena lebih murah daripada pakan komersil.

5.2. Saran
Sebaiknya dalam praktikum pembuatan pakan pelet anggota kelompok
praktikum dapat bekerja sama dalam membuat pakan dan pembagian tugas,
karena apabila hanya satu atau dua orang saja yang membantu akan memakan
waktu yang lebih Panjang.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto , Eddy., dan Evi, L. (2010). Pakan Ikan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Fajri. 2015. Keragaan Kecernaan Pakan Tenggelam dan Terapung Untuk Ikan
Lele Dumbo Clarias  gariepenus) dengan dan tanpa Aerasi. Jurnal
Teknologi Budidaya Air Tawar; 823-829.
Haryanto. 2012. Penentuan Komposisi Pakan pada Ikan Lele. Universitas
Udayana. Surakarta.
Kordi,. 2011. Pembuatan Pakan Buatan Ikan Bandeng. Pusat Penyuluhan
Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Jepara.
Millamena, 2012. Pemberian Pakan Buatan Dengan Dosis Berbeda Terhadap
Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Benih Ikan Semah (Tor douronensis)
Dalam Upaya Domestikasi. Jurnal Akuakultur  Indonesia. VIII (1) : 67-76.
26.
Nurwahid Khasbullah. 2014. Pembaerian Enzim dengan Dosis yang berbeda
pada Pakan Komersil terhadap Kandungan Bahan Kering, Protein Kasar
dan Lemak kasar. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.
Surabaya..
Pasaribu, T. 2011. Produk Fermentasi Limbah Pertanian Sebagai Bahan Pakan
Unggas  Di Indonesia. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Rukmini, 2012. Teknologi Budidaya Biota Air . Karya Putra Darwati. Bandung.
Setyono, B. 2012. Pembuatan Pakan Buatan.  Unit Pengelolaan Air Tawar.
Kepanjem. Malang.
Suryaingsih, 2010.  Kandungan Nutrisi Bahan Baku Nabati Pakan Ikan. Bandung.
Vera, Melia, Suci. 2014. Pengaruh Effective Pakan Dan Kompos Terhadap
Produksi Pellet (Zea mays.L. saccharata) Pada Tanah Entisols.
FRONTIR. 32: 1-5.
Wardani, Ratna Eka. 2015. Teknik Pembuatan Pakan Untuk Benih Ikan Lele
dengan Tambahan Azolla sp. Sebagai Bahan Substitusi di Instalasi
Budidaya Air Tawar Punten Kota Batu Provinsi Jawa Timur. Laporan
Praktik Kerja Lapang. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Airlangga: ADLN – Perpustakaan Universitas Airlangga.
Wijaya, A., Martono, S., Yuswanto, A., and Rohman, A. 2015. FTIR
Spectroscopy in Combination With Chemometrics for Analysis of Wild
Boar Meat in Meatball Formulation. Asian Journal of Biochemistry. 10
(4): 165-172

LAMPIRAN

Gambar 1. Bahan tanpa fermentasi Gambar 2. Bahan fermentasi

Gambar 3. Persiapan non fermentasi Gambar 4. Persiapan bahan fermentasi


Gambar 5. Bahan pembuatan pelet Gambar 6. Pengadukan bahan

Gambar 7. Pengadukan bahan fermentasi Gambar 8. Bahan pakan fermentasi

Gambar 9. Penggilingan bahan pakan Gambar 10. Pelepasan penggiling

Gambar 11. Pelet tanpa fermentasi Gambar 12. Pelet Fermentasi


Gambar 13. Pelepasan spare part Gambar 14. Pelepasan spare part

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN


PENGUJIAN MUTU PAKAN
Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten :

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan laporan
Nutrisi Ikan yang berjudul “Pengujian Mutu Pakan” sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Tujuan disusunnya laporan ini adalah sebagai syarat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Nutrisi Ikan.
Laporan ini tentu bukan hasil kerja keras dari praktikan semata,
melainkan atas bantuan dari berbagai pihak. Praktikan mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini. Kepada
dosen pengampu mata kuliah “Nutrisi Ikan” Bapak Ir. H. Muhammad Adrian,
M.Si, ibu Dr.Noor Arida Fauzana, S.Pi, M,Si, dan ibu Dr. Hj. Indira Fitriliyani,
S.Pi., M.Si dan para asisten praktikum yang telah memberikan bimbingan,
pengarahan dan memberikan bantuan.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan. oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.

Banjarbaru, Mei 2019

Praktikan

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1.......................................................................... Latar Belakang
..................................................................................................1
1.2....................................................................... Tujuan Praktikum
..................................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 3
BAB 3. METODE PRAKTIKUM.......................................................... 5
3.1. Waktu dan Tempat..................................................................... 5
3.2. Alat dan Bahan.......................................................................... 5
3.3. Prosedur Praktikum................................................................... 5
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 7
4.1. Hasil........................................................................................... 7
4.2. Pembahasan............................................................................... 7
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 11
5.1. Kesimpulan................................................................................ 11
5.2. Saran.......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
3. 1. Alat yang Digunakan.................................................................. 5
3. 2. Bahan yang Digunakan......................................................... 5
4. 1. Hasil Pengujian Mutu Pakan Tanpa Fermentasi......................... 7
4. 2. Hasil Pengujian Mutu Pakan Fermentasi.................................... 7
BAB 1. PENDAHULUAN

1.7. Latar Belakang

Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis
ikan baik itu ukuran, kebutuhan protein dan kebiasaan ikan. Pakan buatan ini
biasanya dinamakan pellet. Pelet untuk ikan terbagi kedalam 2 jenis yaitu : pelet
terapung dan pelet tenggelam. Pakan alami adalah pakan yang biasa sudah
tersedia di alam seperti daun sente, daun talas, daun ubi jalar, plankton dan lain-
lain. Untuk pemberian pakan pada ikan, besaran pakan harus disesuaikan dengan
besaran mulut ikan begitu pula dengan kadar protein yang dibutuhkan harus
disesuaikan dengan jenis ikan yang di budidaya (Suparjo, 2010).
Untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan, cara yang paling praktis adalah
dengan menggunakan pakan buatan. Alasan digunakannya pakan buatan adalah
lebih mudah diperoleh dalam jumlah cukup, tepat waktu dan berkesinambungan,
pakan lebih tahan lama, minimum selama satu musim pemeliharaan sehingga
pencariannya tidak perlu setiap hari, kandungan gizi pakan dapat diatur oleh
pabrik yang bersangkutan dan disesuaikan dengan kebutuhan ikan yang akan
diberi makan, bentuk dan ukuran pakan buatan dapat diatur sesuai dengan ukuran
ikan, daya tahan pakan dalam air dapat diatur dan disesuaikan sesuai dengan
kebiasaan makan ikan, selain itu bau, rasa, dan warna dapat diatur sehingga lebih
menarik ikan-ikan yang akan diberi makan. Pakan buatan dapat diperoleh di toko-
toko pakan atau dibuat sendiri (Abdullah, 2016).
Pelet merupakan bentuk pakan yang dipadatkan dan dikompakan melalui
proses mekanik dan dapat dibuat dalam bentuk gumpalan atau silinder kecil yang
memiliki diameter, panjang dan tingkat kepadatan tertentu. Komposisi pelet
berasal dari bahan-bahan yang memiliki kandungan gizi tertentu dan proses
produksi perlu disusun komposisi nya menyesuaikan dengan sifat dan ukuran
ikan. Pelet dibuat untuk menggantikan asupan makanan dari alam yang
ketersediaannya tidak dapat dipastikan. Permasalahan yang sering dihadapi dalam
proses pembuatan pelet adalah bentuknya yang cepat rusak, rapuh dan patah
selama proses produksi, pengangkutan maupun penyimpanan. Kerusakan ini akan
berpengaruh terhadap tingkat penerimaan konsumen yang masih melihat kualitas
pakan dari faktor fisik. Bahan perekat berperan sangat penting dalam pembuatan
pakan berbentuk pelet, karena dapat membuat komponen penyusun pakan menjadi
kompak, tidak mudah rapuh akibat pengaruh kelembaban, sehingga ketegaran
pakan lebih terjamin (Dharmawan, 2012).
Tingkatan mutu pakan buatan dapat diketahui melalui pengujian. Pada
pokoknya ada 3 macam pengujian yaitu pengujian fisis, kimia dan biologis.
Pengujian fisis biasanya dilakukan untuk mengetahui kehalusan bahan baku,
kekerasan, daya tahan dalam air dan daya apungnya. Pengujian kimia
dimaksudkan untuk mengetahui kandungan zat-zat gizi pakan yang bersangkutan
meliputi protein, lemak, karbohidrat, abu, serat dan kadar air. Pellet yang baik
kadar airnya tidak boleh lebih dari 10% agar tidak cepat rusak dan ditumbuhi
jamur. Pengujian biologis dimaksudkan untuk mengetahui sampai seberapa jauh
pakan tersebut dapat memacu pertumbuhan ikan yang diberi pakan (Agustono,
2010).

1.8. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum pengujian mutu pakan kali ini adalah :


1. Mengetahui daya apung pelet dalam air
2. Mengetahui daya hancur pelet dalam air
3. Mengetahui daya tenggelam pelet dalam air

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pakan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam


keberhasilan kegiatan budidaya karena menentukan pertumbuhan dan
perkembangan ikan. Ikan membutuhkan makanan dalam jumlah cukup serta
berkualitas untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Makanan berfungsi
sebagai sumber energi yang digunakan untuk pemeliharaan tubuh, pengganti
jaringan tubuh yang rusak, pertumbuhan, aktifitas dan kelebihan makanan tersebut
digunakan untuk reproduksi. Ikan membutuhkan materi (nutrient) dan energi
untuk aktifitas kehidupannya. Nutrien yang dibutuhkan berupa protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral dalam jumlah yang memadai. Sebagai
organisme heterotrof, ikan membutuhkan semua itu yang berasal dari makanan
(Winarno, 2010).
Pakan ikan terdiri dari dua macam yaitu pakan alami dan pakan buatan.
Pakan ikan alami merupakan makanan ikan yang tumbuh di alam tanpa campur
tangan manusia secara langsung. Pakan ikan alami biasanya digunakan dalam
bentuk hidup dan agak sulit untuk mengembangkannya. Pakan ikan buatan
merupakan makanan ikan yang dibuat dari campuran bahan-bahan alami dan atau
bahan olahan yang selanjutnya dilakukan proses pengolahan serta dibuat dalam
bentuk tertentu sehingga tercipta daya tarik ikan untuk memakannya dengan
mudah dan lahap. Pakan buatan dapat diartikan secara umum sebagai pakan yang
berasal dari olahan beberapa bahan baku pakan yang memenuhi nutrisi yang
diperlukan oleh ikan (Setyono, 2012).
Bahan kimia yang terdifusi dari makanan ke dalam air akan merangsang
sel kemosensori ikan. Kebiasaan makan ikan sangat dipengaruhi sifat campuran
bahan kimia yang terdapat dalam pakan, sehingga sel – sel kemosensori pada ikan
harus dirangsang agar menimbulkan respons terhadap pakan. Tingkah laku makan
pada ikan menunjukkan bahwa Olfactori (indera penciuman) dan Gustatori
(indera perasa) sensitif terhadap bahan makanan yang mirip dengan makanan ikan
tersebut (Khasani, 2013).
Pengujian mutu pakan secara fisik mudah dilakukan dan tidak terlalu
membutuhkan biaya yang banyak. Pengujian sifat fisik pada pakan, dalam hal ini
pelet ikan meliputi kekerasan pelet, stabilitas pelet dalam air, kecepatan
tenggelam pelet serta kadar kehalusan (Mujiman, 2011).
Berdasarkan evaluasi fisik, pakan buatan dianggap berkualitas baik
apabila mempunyai ukuran partikel bahan baku yang halus dan seragam serta
homogenitas tinggi. Selain itu, ukuran pakan harus sesuai dengan ukuran ikan.
Demikian juga, kekerasan dan ketahanan dalam air (Water Stability) sesuai bagi
kebutuhan ikan. Daya apung pakan buatan dapat diukur dengan menjatuhkan atau
menebarkan pakan tersebut kedalam benjana kaca yang telah diisi air hingga
kedalam 15 – 25 cm. Waktu yang diperlukan oleh pakan sejak ditebarkan hingga
tenggelam di dasar bejana merupakan gambaran mengenai daya apung akan
buatan tersebut. Kekerasan pakan buatan dapat di uji dengan memberikan beban
dengan bobot tertentu hingga pakan tersebut hancur. Semakin berat bobot beban
yang dapat ditahan oleh pakan, menandakan pakan buatan tersebut semakin keras.
Pakan buatan dengan kekerasan lebih tinggi dibuat dari bahan baku yang relatif
lebih halus (Megawati, 2012).
Uji coba pakan secara fisik bertujuan untuk mengetahui stabilitas pellet
di dalam air (Water Stability Feed) yaitu daya tahan pakan buatan di dalam air.
Selain itu uji fisik dapat dilakukan dengan melihat kehalusan dan kekerasan bahan
baku pakan yang akan sangat berpengaruh terhadap kekompakan pakan di dalam
air. Hal ini dapat dideteksi dengan daya tahan pakan buatan di dalam air. Dengan
mengetahui daya tahan pakan buatan di dalam air akan sangat membantu para
praktisi perikanan dalam memberikan pakan, berapa lama waktu yang dibutuhkan
oleh ikan untuk mengejar pakan dikaitkan dengan lama waktu pakan itu bertahan
di dalam air sebelum dimakan oleh ikan (Handajani, 2010).

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

1.1. Waktu Dan Tempat

Praktikum Nutrisi Ikan membahas tentang Pengujian Mutu Pakan


dilaksanakan pada Selasa 16 April 2019 Pukul 15.00 - 16.00 WITA. Bertempat di
Laboratorium Nutrisi Ikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung
Mangkurat Banjarbaru.

1.2. Alat Dan Bahan


Alat dan Bahan yang digunakan pada praktikum Pengujian Mutu Pakan dapat
dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2 sebagai berikut :
Tabel 3.1. Alat yang digunakan
No. Alat Kegunaan
1. Botol Plastik Wadah air dan pakan yang diuji
2. Stopwatch Petunjuk waktu
3. Penggaris Mengukur air
4. Alat Tulis Mencatat hasil pengamatan

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan


No. Bahan Kegunaan
1. Pakan pelet tanpa fermentasi Bahan yang diuji
2. Pakan pelet fermentasi Bahan yang diuji
3. Air Bahan menguji pakan pelet

3.3. Prosedur Praktikum


Prosedur praktikum pada praktikum pengujian mutu pakan adalah
sebagai berikut :
Persiapan Botol Uji dan Pengamatan
 Menyiapkan botol uji.
 Memasukkan air ke dalam botol setinggi 15 cm.
 Memberi label pada botol uji untuk pakan fermentasi dan pakan non
fermentasi.
 Menyiapkan masing – masing sampel pakan pelet dengan ukuran Panjang 1
cm, 5 buah untuk pakan fermentasi dan 5 buah untuk pakan non fermentasi.
 Membagi tugas untuk dokumentasi, panelis dan pemegang stopwatch.
Perhitungan Daya Apung Pelet
 Mencelupkan 5 sampel pakan buatan fermentasi dan non fermentasi pada
botol.
 Menghitung waktu pelet untuk dapat mengapung.
 Mencatat waktu apung pelet dan reaksi yang ditimbulkan saat dan setelah pelet
mengapung.
Perhitungan Daya Hancur Pelet
 Mencelupkan 5 sampel pakan buatan fermentasi dan non fermentasi pada
botol.
 Menghitung waktu pelet untuk dapat hancur.
 Mencatat waktu hancur pelet dan reaksi yang ditimbulkan saat dan setelah
pelet hancur.
Perhitungan Daya Tenggelam Pelet
 Mencelupkan 5 sampel pakan buatan fermentasi dan non fermentasi pada
botol.
 Menghitung waktu pelet untuk tenggelam.
 Mencatat waktu tenggelam pelet dan reaksi yang ditimbulkan setelah pelet
tenggelam.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil yang didapatkan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :


Tabel 4.1. Hasil Pengujian Mutu Pakan Tanpa Fermentasi
Daya Apung Kecepatan Tenggelam Daya Tahan
No.
(s) (cm/s) (s)
1. 20 25 1269
2. 24 28 >1800
3. 340 345 >1800
4. 423 430 >1800
5. > 1800 >1800 >1800

Tabel 4.2.Hasil Pengujian Mutu Pakan Fermentasi


Daya Apung Kecepatan Tenggelam Daya Tahan
No.
(s) (cm/s) (s)
1. 1,04 684 1099
2. 2,10 911 1935
3. 2,35 998 >1800
4. 4,09 1163 >1800
5. 6,05 1277 >1800

4.2. Pembahasan

Pelet yang sudah kering diuji daya apung, daya hancur dan daya
tenggelamnya menggunakan botol plastik yang sudah berisikan dengan air
setinggi 15 cm dan stopwatch. Pengujian dilakukan terlebih dahulu dengan
mempersiapkan sampel pakan sebanyak 5 buah masing – masingnya untuk pakan
fermentasi dan non fermentasi. Dalam praktikum pengujian mutu pakan dilakukan
tiga pokok pengamatan yaitu daya apung, daya hancur dan daya tenggelam.
Pengujian daya apung dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan
pakan selama mengapung. Pengujian daya hancur dilakukan dengan menghitung
waktu yang dibutuhkan pakan untuk dapat hancur dan terurai. Sedangkan
pengujian daya tenggelam dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan
pakan untuk akhirnya dapat tenggelam. Sejalan dengan Mujiman (2011)
pengujian mutu pakan secara fisik mudah dilakukan dan tidak terlalu
membutuhkan biaya yang banyak. Pengujian sifat fisik pada pakan, dalam hal ini
pelet ikan meliputi kekerasan pelet, stabilitas pelet dalam air, kecepatan
tenggelam pelet serta kadar kehalusan.
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini dapat dilihat pada tabel 4.1. hasil
pengujian mutu pakan tanpa fermentasi dan 4.2. hasil pengujian mutu pakan
fermentasi. Daya apung (floatability) dapat di ukur dengan menjatuhkan atau
menebarkan sampel pakan tersebut kedalam botol yang telah di isi air dengan lima
kali ulangan. Pakan buatan tanpa fermentasi pada uji pertama memakan waktu 20
detik untuk mengapung, uji kedua 24 detik, uji ketiga 340 detik, uji keempat 420
detik dan uji kelima > 1800 detik. Pakan buatan dengan fermentasi pada uji
pertama memakan waktu 1,04 detik untuk mengapung, uji kedua 2,10 detik, uji
ketiga 2,35 detik, uji keempat 4,09 detik dan uji kelima 6,05 detik.
Secara menyeluruh, terdapat perbedaan waktu daya apung dari bahan
pakan tanpa fermentasi dan dengan fermentasi. Bahan pakan tanpa fermentasi
lebih cepat tenggelam dan memiliki daya apung yang rendah. Sedangkan bahan
pakan dengan fermentasi lebih lambat tenggelam dengan daya apung yang tinggi.
Proses fermentasi yang dilakukan pada bahan pakan menghasilkan kemampuan
daya apung yang meningkat. Hal ini didukung oleh Zaman et al., (2018)
menyatakan fermentasi mampu memunculkan daya apung yang setara dengan
kemampuan mengapung yang dimunculkan oleh mesin ekstruder pada pakan
ikan apung pabrikan.
Perbedaan yang signifikan terlihat dari waktu apung masing – masing
sampel percobaan dari bahan pakan non fermentasi dan fermentasi. Hal ini
disebabkan kondisi pelet yang dicelupkan berbeda – beda. Pada saat pengeringan
pakan pelet pakan diletakkan di dalam nampan dan dijemur di bawah sinar
matahari. Tidak semua pakan pelet mendapatkan penyinaran yang maksimal
sebab tertumpuk oleh pakan lain dan penjemuran yang tidak merata. Pakan pelet
yang berada paling atas akan mendapatkan penyinaran maksimal sehingga
hasilnya lebih kering karena pengurangan kadar air yang tinggi dan lebih lama
berada di atas air (mengapung). Semakin lama pelet ikan terapung dipermukaan
air, semakin baik pula kualitas pelet tersebut. Pelet yang dibuat dengan daya
apung rendah cocok diberikan pada ikan yang mempunyai kebiasaan mencari
pakan di dasar perairan (bottom feeders).
Pakan pelet tanpa fermentasi memiliki daya apung yang lebih baik
dibandingkan dengan pakan pelet dengan fermentasi. Menurut Mulia (2017),
pakan yang baik memiliki ikatan antar agregat yang kuat sehingga mengurangi
pori-pori yang terbentuk, akibatnya memperlambat daya serap air dan akan
meningkatkan daya apungnya. Pori-pori pada pakan terbentuk karena ketidak
rataan pada saat mencampur semua bahan. Semakin tinggi pori-pori dan daya
serap yang terbentuk maka semakin rendah daya apung.
Pelet merupakan ransum berbentuk silinder atau tabung dengan diameter
tertentu, atau berbentuk bulat mengandung nutrien lengkap yang diformulasikan
sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan ikan. Dalam pembuatan pakan harus
memakai berat kering, karena kadar air yang terkandung dalam bahan ataupun
pakan bukan merupakan nutrient untuk ikan. Kadar air dan kadar abu
mempengaruhi daya tahan dan daya apung pakan buatan. Pakan buatan bersifat
mengapung di air karena mengandung bahan perekat. Semakin rendah mutu
perekat yang digunakan akan semakin mudah hancur dan tenggelam di dasar
kolam, maka pakan ini memiliki mutu rendah (Asriyana, 2012).
Daya tahan / hancur pakan di ukur dengan menjatuhkan atau menebarkan
sampel pakan tersebut kedalam botol yang telah di isi air dengan lima kali
ulangan, dilanjutkan dengan penghitungan waktu yang diperlukan untuk pakan
dapat hancur. Pakan buatan tanpa fermentasi pada uji pertama memakan waktu
1269 detik untuk dapat hancur, uji kedua > 1800 detik, uji ketiga > 1800 detik, uji
keempat > 1800 detik dan uji kelima > 1800 detik. Pakan buatan dengan
fermentasi pada uji pertama memakan waktu 1099 detik untuk hancur, uji kedua
1935 detik, uji ketiga > 1800 detik, uji keempat > 1800 detik dan uji kelima >
1800 detik.
Secara menyeluruh, terdapat perbedaan waktu daya tahan / hancur dari
bahan pakan tanpa fermentasi dan dengan fermentasi. Bahan pakan tanpa
fermentasi memiliki daya tahan yang lebih lama. Sedangkan bahan pakan dengan
fermentasi memiliki daya tahan yang lebih rendah dibanding bahan pakan tanpa
fermentasi. Proses fermentasi yang dilakukan pada bahan pakan menghasilkan
pakan yang lebih cepat hancur karena telah melewati proses oksidasi dan
pembesaran porositas pakan. Sehingga air lebih cepat memasuki bahan dan mudah
hancur.
Selain hancurnya bahan pakan, selama pengamatan daya tahan / hancur
terlihat reaksi yang dihasilkan dari tiap sampel pakan. Terlihat warna kekuningan
dan coklat pada sekitar pakan tepat sebelum hancur. Pada pelet tanpa fermentasi,
pakan lebih lama memerlukan waktu untuk hancur dan mengeluarkan reaksi. Pada
uji pertama reaksi warna dikeluarkan saat 6,16 detik, uji kedua 6,30 detik.
Sedangkan pada pelet dengan fermentasi reaksi warna dikeluarkan saat 5,19 detik,
uji kedua 5,29 detik dan uji ketiga 5,49 detik. Saat hancurnya pelet dengan
fermentasi disertai dengan gelembung oksigen, yang menandakan pakan pelet
tersebut menyerap air.
Daya tahan pelet dalam air dapat disiasati dengan beberapa cara, antara
lain yaitu dengan mempergunakan perekat, lama pengeringan yang optimal juga
merata dan memperbesar ukuran pelet seoptimal mungkin. Pelet umumnya dibuat
dari campuran beberapa macam bahan pakan dan umumnya kemudian
ditambahkan perekat baik alami maupun kimiawi. Salah satu bahan perekat yang
murah dan mudah didapat adalah kanji yang berasal dari tepung tapioka. Semakin
lama dilakukan pengeringan akan semakin keras pelet tersebut (Handajani dan
Wahyu, 2010).
Daya tenggelam / larut di ukur dengan menjatuhkan atau menebarkan
sampel pakan tersebut kedalam botol yang telah di isi air dengan lima kali
ulangan. Pakan buatan tanpa fermentasi pada uji pertama memakan waktu 25
detik untuk dapat tenggelam, uji kedua 28 detik, uji ketiga 345 detik, uji keempat
430 detik dan uji kelima > 1800 detik. Pakan buatan dengan fermentasi pada uji
pertama memakan waktu 684 detik untuk tenggelam, uji kedua 911 detik, uji
ketiga 998 detik, uji keempat 1163 detik dan uji kelima 1277 detik.
Terdapat perbedaan waktu daya tenggelam dari bahan pakan tanpa
fermentasi dan dengan fermentasi. Bahan pakan tanpa fermentasi lebih cepat
tenggelam dan memiliki daya apung yang rendah. Sedangkan bahan pakan dengan
fermentasi lebih lambat tenggelam dengan daya apung yang tinggi. Proses
fermentasi yang dilakukan pada bahan pakan menghasilkan kemampuan daya
tenggelam yang tinggi pada pakan dengan fermentasi. Menurut Kordi (2010) daya
tenggelam / larut pakan dalam air (water stability feed) dapat diukur dengan cara
merendam pakan dalam air di dalam gelas. meletakkan pengukur waktu di dekat
gelas. Mencatat waktu yg diperlukan untuk pelet sampai ke dasar perairan dimana
baik daya larutnya antara 2-3 jam. Apabila lebih dari batas tersebut, berarti pakan
sulit dicerna. Sedangkan bila kurang, bisa jadi pakan tersebut tidak ditemukan
(tidak dimakan) udang karena terlalu cepat melarut.
BAB 5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari hasil praktikum didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Daya apung lebih tinggi dimiliki oleh pelet pakan non fermentasi.
2. Daya hancur lebih tinggi dimiliki oleh pelet pakan fermentasi sebab melalui
proses oksidasi saat fermentasi dan pelebaran porositas permukaan bahan
pakan yang menyebabkan pakan lebih cepat menyerap air.
3. Daya tenggelam lebih tinggi dimiliki oleh pelet pakan fermentasi sebab daya
apung yang rendah.

5.2. Saran
Diharapkan dengan adanya laporan praktikum ini, dapat membantu para
pembaca untuk lebih memahami mengenai daya apung masing masing jenis pelet
berbeda – beda tergantung dengan jenisnya sehingga saat pemberian pakan pada
ikan dapat disesuaikan dengan jenis dan sifat makan ikan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T. 2016. Hubungan antara Tingkat Penggunaan Pakan dengan Tingkat
Resiko Gangguan Kesehatan pada Ikan. Universitas Muhammadiyah.
Surakarta.
Agustono, H. Setyono, T. Nurhajati, M. Lamid, dan W. D. Lokapirnasari. 2010.
Praktikum Teknologi Pakan Ikan. Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Universitas Airlangga. 48 hal.
Asriyana dan Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Askara : Jakarta.
Dharmawan, B. 2012. Usaha Pembuatan Pakan Ikan Konsumsi. Pustaka Baru
Press: Jogyakarta.
Handajani, dan Widodo, 2010. Nutrisi Ikan. Universitas Muhamadiyah Malang
Press. Malang.
Khasani, I. 2013. Atraktan Pada Ikan: Jenis, Fungsi, dan Respons Ikan. Media
Akuakultur. Vol. 8. No. 2.
Kordi dan Gufron. 2010. Buku Pintar Pemeliharaan 14 Ikan Air Tawar Ekonomis
di Keramba Jaring Apung. Lily publisher: Jogjakarta.
Megawati R.A., M. Arief dan M. A. Alamsjah, 2012. Pemberian Pakan Dengan
Kadar Serat Kasar Yang Berbeda Terhadap Daya Cerna Pakan Pada Ikan
Berlambung Dan Ikan Tidak Berlambung. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan. Vol. 4 No. 2.
Mujiman, A. 2011. Makanan Ikan. Penebar Swadaya: Jakarta.
Mulia et al. 2017. Uji Fisik Pakan Ikan yang Menggunakan Binder Tepung
Gaplek. Jurnal Riset Sains dan Teknologi. Vol. (1) :1 Maret 2017.
Setyono, B. 2012. Pembuatan Pakan Buatan. Unit Pengelola Air Tawar.
Kepanjen. Malang.
Suparjo. 2010. Analisis Bahan Pakan Secara Kimiawi: Analisis Proksimat dan
Analisis Serat. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan
Universitas Jember.
Winarno, F. G. 2010. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Zaman, Asep Badru., Sriherwanto, Catur., Yunita, Ethyn., dan Suja’i, Imam.
2018. Karakteristik Fisik Pakan Ikan Apung Non – Ekstruksi yang Dibuat
Melalui Fermentasi Rhizopus Oryzae. Jurnal Bioteknologi dan Biosains
Indonesia. Vol. (5): 1.

LAMPIRAN
Gambar 1. Pengukuran tinggi air Gambar 2. Penandaan botol sampel

Gambar 3. Pemilihan pelet sampel Gambar 4. Persiapan pelet dan alat

Gambar 5. Penulisan hasil praktikum

Anda mungkin juga menyukai