Anda di halaman 1dari 12

ANALISA JURNAL BIOLOGI PERIKANAN

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BETUTU (Oxyeleotris


marmorata) DI WADUK KEDUNG OMBO
PROPINSI JAWA TENGAH

disusun oleh :
KELOMPOK 13
Macellyne Yohanna

(26010215140083)

Ariesta Indah R. P.

(26010215130063)

Dinda Lintang Sari

(26010215140088)
Dika

Listiarini

(26010215130072)

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) hidup di perairan tawar seperti sungai,
danau, waduk, dan rawa serta lebih menyenangi perairan dangkal dengan dasar
berlumpur dan berarus tenang serta tempat tersembunyi dan sering berada di
sekitar tumbuhan air yang muncul di atas permukaan air untuk melindungi
dirinya. Ikan ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi di waduk Kedungombo Kab.
Grobogan Jawa Tengah. Penyebaran ikan betutu ini sendiri tersebar di daerah
Singapura, Thailand, Filipina, Kepulaun Fiji dan Indonesia.
Ciri morfologis dari ikan betutu ini mempunyai bentuk tubuh yang
memanjang, berwarna kekuning-kuningan dengan bercak-bercak hitam ke abuabuan, kepala gepeng, mata besar dan mulut lebar. Panjang tubuh ikan ini berkisar
antara 10 40 cm dengan panjang maksimum 50 cm. Aspek biologi reproduksi
dari suatu ikan merupakan hal penting jika ingin melakukan budidaya. Dilakukan
penelitian mengenai aspek biologi reproduksi dari ikan betutu ini, dan hasil
penelitian menunjukan bahwa ikan betutu memijah secara bertahap (parsial)
dimulai pada bulan Maret, nilai ukuran pertama kali matang gonad pada ukuran
16,5-18,1 cm. Fekunditas berjumlah antara 6414-56.302 butir dengan diameter
telur pada kisaran antara 0,2 0,67 mm, serta indeks kematangan gonad ikan
betutu jantan berkisar antara 0,03 % - 0,65 %, untuk ikan betutu betina berkisar
antara 0,11 % - 5,57 %.
Kondisi lingkungan di sekitar waduk Kedungombo dilaporkan berbeda
dengan waduk-waduk lain. Penelitian mengenai aspek biologi ikan betutu yang
ada di waduk tersebutpun masih susah digali. Oleh sebab itu penelitian ini perlu
dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai tingkat kematangan
gonad, fekunditas, diameter telur dan indek kematangan gonad ikan betutu.

B. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aspek biologi reproduksi.
2. Mengetahui nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, fekunditas,
diameter telur dan indeks kematangan gonad ikan betutu di waduk
Kedungombo.
3. Mengetahui puncak pemijahan ikan betutu di waduk kedungombo.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian jurnal adalah dapat mengetahui tingkat aspek-aspek
biologi reproduksi ikan betutu di waduk Kedungombo, faktor-faktor yang
mempengaruhinya, dan puncak pemijahan ikan betutu berlangsung.

BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini kami menggunakan pendekatan kualitatif, karena


bukti atau sumber yang kami dapat itu berupa data atau informasi. Dan dalam
penelitian ini juga kami menggunakan teknik pengumpulan data dokumentasi,
maksud dari dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara mencari data
mengenai hal-hal yang dibutuhkan.
1. Nisbah Kelamin
Rasio kelamin = J/B
J = Jumlah ikan jantan (ekor)
B = Jumlah ikan betina (ekor)
2. Tingkat Kematangan Gonad
Penentuan tingkat kematangan gonad dengan metode Nikolsky dalam
Effendie 1997 yaitu:
Tingkat I: Ovari belum masak, transparan, bentuk kecil memanjang seperti

benang, butir telur belum kelihatan.


Tingkat II: Ukuran ovari lebih membesar, warna agak merah gelap, butir

telur dapat terlihat dengan kaca pembesar.


Tingkat III: Ovari kelihatan membesar mencapai 60 % rongga perut,

berwarna kuning, butir telur mulai kelihatan oleh mata.


Tingkat IV: Volume Ovari mencapai lebih dari 70 % rongga perut,
berwarna kuning, butir telur mudah dipisahkan, bila perut ditekan telur

mudah keluar, siap memijah.


Tingkat V: Ovari berkerut karena habis memijah, masih terdapat sisa telur
dalam ovari, perkembangan ovari kembali ke tingkat II.

3. Indeks Kematangan Gonad

4. Fekunditas

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
1. Nisbah Kelamin
Dari pengamatan terhadap nisbah kelamin (sex ratio) ikan betutu pada bulan
Maret, Mei, Juli dan Oktober 2011, menunjukkan perbandingan antara jantan dan
betina pada bulan Maret 1 : 1,8, bulan Mei 1 : 1,7, bulan Juli 1 : 1,45 dan bulan
Oktober sebesar 1 : 1,63. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa pada bulan Maret
dan Mei jumlah ikan betutu betina mengalami penurunan sedangkan pada bulan
Juli dan Oktober ikan betutu betina mengalami kenaikan. Ikan betutu jantan dari
setiap bulan memiliki jumlah perbandingan yang stabil yaitu 1.
2. Tingkat Kematangan Gonad
Berdasarkan bulan pengambilan ikan contoh diperoleh ikan betutu betina
selama periode pengamatan bulan Maret didominasi ikan TKG III (44,83 %)
untuk ikan betutu betina dan (60%) untuk ikan betutu jantan.dalam artian
sejumlah 44,83% ikan betutu betina mempunyai Ovari yang kelihatan membesar
mencapai 60% rongga mulut, berwarna kuning, butir telur mulai kelihatan oleh
mata dan untuk ikan betutu jantan. Pada bulan Mei didominasi oleh ikan betutu
betina TKG II (55,32 %) dan jantan TKG I (74,07%), tetapi sudah ada yang
selesai memijah (TKG V). Pada bulan Juli didominasi oleh ikan betutu betina
TKG III (40 %) dan jantan TKG II (42,86%), dan Oktober didominasi oleh ikan
betutu betina TKG III (54 %) dan TKG IV (46 %), sedangkan pada ikan jantan
hanya terdapat TKG III (100 %) saja. Pada bulan Oktober TKG I dan TKG II
tidak ditemukan baik pada ikan betina maupun pada ikan jantan, hal ini diduga
banyak ikan betutu yang baru selesai melakukan pemijahan sehingga relatif tidak
banyak melakukan pergerakan, dengan demikian kemungkinan untuk tertangkap
sangat kecil. Relatif besar pada bulan Oktober ikan betutu baik jantan maupun
betina siap untuk pemijahan dengan adanya pematangan gonad, sedangkan pada
bulan Mei ikan betutu baik jantan maupun betina dapat dikatakan belum siap
untuk proses pemijahan, pada bulan tersebut butir telur hanya dapat dilihat dengan
kaca pembesar atau bahkan belum terlihat sama sekali.
Untuk menentukan ukuran ikan pertama kali matang gonad (Lm) digunakan
metode Spearman dan Karber (Udupa, 1986). Dalam penelitian ini hanya ikan

betina yang dianalisis matang gonad. Ikan betutu di waduk Kedungombo pertama
kali matang gonad pada ukuran 17,3 cm dengan batas bawah 16,5 cm dan batas
atas 18,1 cm.
3. Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Dalam pengamatan ini IKG dihitung dengan memisahkan kelamin jantan
dan betina. Nilai IKG ikan betutu jantan berkisar antara 0,03 % sampai 0,65 %,
sedangkan untuk ikan Betutu betina berkisar antara 0,10 % sampai 5,57 %. Ikan
betutu betina mempunyai nilai IKG lebih besar dibanding ikan betutu jantan.
4. Fekunditas
Fekunditas ikan betutu pada bulan Maret berkisar antara: 6414 33833
butir, bulan Mei: 15832 28991 butir, bulan Juli: 11665 26000 butir dan
Oktober: 23010 56302 butir. Secara keseluruhan nilai fekunditas ikan betutu
mempunyai kisaran antara 6414-56.302 butir. Hubungan antara fekunditas dengan
panjang total memperlihatkan bahwa semakin panjang tubuh ikan semakin besar
pula fekunditasnya. Hal yang sama juga pada hubungan antara fekunditas dan
bobot ikan. Hubungan antara fekunditas dengan bobot tubuh ikan betutu lebih
kuat jika dibandingan dengan hubungan fekunditas dengan panjang total ikan
betutu, yang ditunjukkan dengan nilai R2 (koefisien determinasi) yang lebih besar.
5. Diameter Telur
Diameter telur ikan betutu TKG IV pada bulan Maret berkisar antara (0.24 0,54 mm), bulan Mei (0,32 - 0,67 mm), bulan Juli (0,27 0,62 mm) dan bulan
Oktober (0,2 0,55 mm). Secara keseluruhan nilai diameter telur ikan betutu
mempunyai kisaran antara (0,2 0,67 mm). Dari 233 butir telur yang teramati,
diameter telur ikan betutu pada tingkat kematangan gonad IV berkisar antara
0,200 0,675 mm.

6. Pembahasan
Ikan betutu merupakan salah satu ikan air tawar yang memiliki habitat di
daerah sungai, waduk, danau dan rawa. Ikan betutu lebih memilih tempat yang

dangkal dan berlumpur hal ini diperkuat oleh F, Khoirul dan Susilo Adjie (2013),
yang menyatakan bahwa Ikan betutu hidup di perairan tawar seperti sungai,
danau, waduk dan rawa serta lebih menyenangi perairan dangkal dengan dasar
berlumpur dan berarus tenang serta tempat tersembunyi dan sering berada di
sekitar tumbuhan air yang muncul di atas permukaan air untuk melindungi
dirinya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa
penelitian mengenai reproduksi ikan dilakukan di salah satu habitat Ikan Betutu
yaitu Waduk Kedung Ombo Propinsi Jawa Tengah. Waduk tersebut selain
digunakan untuk budidaya ikan pada bidang perikanan juga di buat untuk
keperluan masyarakat sekitar seperti irigasi, pembangkit listrik, sumber air minum
dan pariwisata. Menurut F, Khoirul dan Susilo Adjie (2013), bahwa Waduk
Kedungombo (4.800 ha) merupakan waduk serbaguna yang dapat dimanfaatkan
sebagai irigasi persawahan, pembangkit tenaga listrik, sumber air minum,
pariwisata, perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Bendungan Kedung ombo
yang berada di Kab. Grobogan Jawa Tengah.

Pada pembahasan ini akan

dijelaskan mengenai proses reproduksi termasuk pemijahan ikan betutu di waduk


kedung ombo. Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil penelitian maka dapat
diketahui bahwa ada beberapa faktor yang berpengaruh pada proses reproduksi
ikan betutu antara lain: nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks
kematangan gonad, fekunditas, diameter telur.
Hasil pembahasan yang akan dibahas untuk yang pertama adalah nisbah
kelamin, berdasarkan data yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa tingkat
perbandingan ikan betutu berjenis kelamin jantan dan betina lebih banyak
populasi ikan betina. Menurut beberapa ahli hal ini dapat disebabkan oleh adanya
perbedaan perilaku yang bersifat spasio-temporal dan ketersediaan makanan,
kepadatan populasi dan keseimbangan rantai makanan. Menurut F, Khoirul dan
Susilo Adjie (2013), bahwa Populasi ikan betutu betina di daerah penelitian lebih
banyak dibandingkan dengan jantan, dapat disebabkan oleh perbedaan perilaku
yang bersifat spasio-temporal, misalnya yang berkaitan dengan proses reproduksi,
tabiat pakan dan makan (food and feeding habits), ruaya dan lain sebagainya. Hal
ini juga dipengaruhi oleh pola penyebaran yang disebabkan oleh ketersedian
makanan, kepadatan populasi dan keseimbangan rantai makanan.

Hasil pembahasan yang kedua adalah tingkat kematangan gonad. Tingkat


kematangan gonad adalah fase pada ikan sebelum terjadinya proses pemijahan.
Tingkat kematangan gonad dibagi menjadi dua yaitu pertumbuhan dan tahap
pematangan. Hal ini diperkuat oleh F, Khoirul dan Susilo Adjie (2013),
Kematangan gonad ikan adalah tahapan pada saat perkembangan gonad sebelum
dan sesudah ikan memijah. Perkembangan gonad pada ikan secara garis besarnya
terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertumbuhan dan tahap pematangan. Ikan betutu
dapat memijah sepanjang tahun hal ini dapat diketahui dari data yang diperoleh
bahwa ikan betutu dari bulan Maret sampai Oktober menunjukan sudah matang
gonad. Puncaknya yaitu pada bulan Oktober. Tingkat pemijahan ikan betutu juga
dipengaruhi oleh faktor alam apabila terjadi cuaca yang buruk seperti hujan maka
tingkat kematangan gonad mulai meningkat karena dipengaruhi oleh fluktuasi
permukaan air. Menurut Lagler (1972), bahwa perubahan ketinggian permukaan
air dapat mempengaruhi atau merangsang ikan untuk melakukan reproduksi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian F, Khoirul dan Susilo Adjie
(2013), bahwa ukuran ikan pada waktu mencapai matang gonad pertama kali
bervariasi di antara dan di dalam spesies. Hal ini diduga karena faktor ketersedian
pakan disuatu perairan, pola adaptasi dan strategi hidup ikan yang berbeda, selain
itu adanya kecepatan pertumbuhan pada masing-masing ikan juga menyebabkan
ikan akan mencapai tingkat kematangan gonad yang berbeda. Dapat diketahui
bahwa campur tangan manusia merupakan hal utama dalam menentukan
keberhasilan dari proses reproduksi ikan betutu, dalam bidang pemberian pakan
yang cukup karena hal ini akan berpengaruh pada tingkat kecepatan pertumbuhan
pada ikan untuk mencapai kematangan gonad yang sempurna.
Hasil pembahasan yang ketiga adalah indeks kematangan gonad. Ikan
betutu termasuk kedalam ikan yang dapat memijah sepanjang tahun. Hal ini dapat
diketahui dari nilai yang diperoleh pada hasil bahwa nilai IKG lebih kecil dari
20% dapat memijah lebih dari satu kali dalam hidupnya. Ikan yang memiliki
angka IKG lebih kecil dari 20% biasanya terdapat pada perairan tropis. Hal ini
diperkuat oleh F, Khoirul dan Susilo Adjie (2013), bahwa ikan yang mempunyai
nilai IKG lebih kecil dari 20 % adalah kelompok ikan yang dapat memijah lebih
dari satu kali setiap tahunnya. Dari hasil penelitian ikan betutu mempunyai nilai

IKG lebih kecil dari 20 %, sehingga dikategorikan ikan yang dapat memijah lebih
dari satu kali setiap tahun dan pada umumnya ikan yang hidup di perairan tropis.
Pembahasan yang keempat yaitu mengenai tingkat fekunditas dari ikan
betutu. Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat pada ovari ikan betina yang
telah matang gonad dan siap untuk dikeluarkan pada waktu memijah. Berdasarkan
data yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa fekunditas ikan betutu
berfluktuasi di Waduk Kedung Ombo, hal ini dikarenakan ikan yang didapat
memiiki umur yang tidak sama. Ikan yang sudah tua dan memiliki ukuran lebih
besar dibandingkan ikan yang muda pada umumnya memiliki tingkat fekunditas
ya b relatif lebih kecil . hal ini juga dipengaruhi oleh wadah dari budidaya ikan
betutu tersebut. Waduk Kedung Ombo memiliki ukuran yang kecil jika dibanding
waduk dan sungai lainnya seperti sungai Cisadane dan waduk Saguling. Hal lain
yang mempengaruhi adalah panjang, bobot dan spesies ikan betutu sendiri. Hal ini
diperkuat oleh F, Khoirul dan Susilo Adjie (2013), bahwa Ikan-ikan yang tua dan
besar ukurannya mempunyai fekunditas relatif lebih kecil dibandingkan ikan-ikan
yang lebih muda. Fekunditas maksimum dicapai pada ikan yang masih muda.
Waduk Kedung Ombo mempunyai ukuran yang kecil jika dibandingkan dengan
ikan betutu di sungai Cisadane dan di waduk Saguling. Faktor lain yang
mempengaruhi fekunditas adalah umur ikan, panjang atau bobot dan spesies ikan.
Pembahasan terakhir yaitu mengenai diameter telur. Berdasarkan data
yang diperoleh dari F, Khoirul dan Susilo Adjie (2013), bahwa ukuran diameter
telur yang paling banyak ditemukan antara 0,29 0,32 mm (26,2%), selanjutnya
ukuran 0,32 0,35 mm (23,61%). Kelompok ukuran diameter telur yang didapat
dari hasil penelitian menyebar secar mencolok. Maka dapat diketahui bahwa ikan
betutu memijah secara parsial atau tipe pemijahan yang panjang. Menurut para
ahli bahwa

ikan yang melakukan pemijahan secara parsial maka waktu

pemijahannya ditandai dengan ukuran tekur yang berbeda-beda di dalam ovarium


induknya. Hal ini dioerkuat oleh F, Khoirul dan Susilo Adjie (2013), bahwa ikan
yang melakukan pemijahan secara parsial berarti waktu pemijahanya panjang
yang ditandai dengan banyaknya ukuran telur yang berbeda di dalam ovariumnya.
Ukuran telur yang berbeda atau tidak K. Fatah dan S. Adjie / BAWAL Vol. 5 (2)

Agustus 2013 : 89-96 95 seragam menyebakan ikan melakukan pemijahan secara


partial karena telur belum siap dipijahkan secara keseluruhan.

BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa jurnal yang berjudul Biologi Reproduksi Ikan


Betutu (Oxyeleotris marmorata) di Waduk Kedung Ombo Provinsi Jawa Tengah
dapat kami simpulkan bahwa :
1. Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses reproduksi ikan betutu antara
lain: nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad,
fekunditas, diameter telur.
2. Rasio kelamin betina di waduk Kedungombo lebih banyak dibandingkan
dengan betutu jantan sepanjang memijah, ikan betutu di waduk Kedungombo
mencapai matang gonad antara bulan maret sampai oktober, ikan betutu
memiliki IKG 20% lebih rendah dibanding ikan lainnya yang menyebabkan
ikan ini dapat memijah lebih dari sekali semasa hidupnya, tingkat fekunditas
berbeda-beda, serta ukuran telur pada ikan betutu berbeda-beda yang
menyebabkan ikan betutu memijah secara parsial/sebagian.
3. Ikan betutu dapat memijah sepanjang tahun hal ini dapat diketahui dari data
yang diperoleh bahwa ikan betutu dari bulan Maret sampai Oktober
menunjukan sudah matang gonad. Puncaknya yaitu pada bulan Oktober.

Anda mungkin juga menyukai