Anda di halaman 1dari 89

SKRIPSI

SUBTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TERITIP


(Cirripedia sp.) TERHADAP TINGGI VILI JEJUNUM
DAN BERAT ORGAN PENCERNAAN KELINCI
PEDAGING JANTAN JENIS REX
(Orytolagus cuniculus)

Oleh :

TITIS DWI LAKSONO


NIM. 061511535007

PRODI KEDOKTERAN HEWAN KAMPUS BANYUWANGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
BANYUWANGI
2019
SUBTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TERITIP
(Cirripedia sp.) TERHADAP TINGGI VILI JEJUNUM DAN BERAT
ORGAN PENCERNAAN KELINCI PEDANGING JANTAN JENIS REX
(Orytolagus cuniculus)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga

oleh:

TITIS DWI LAKSONO

NIM. 061511535007

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

( Dr. Widya Paramita L., drh., MP. ) ( Bodhi Agustono, drh., M.Si )

Pembimbing Utama Pembimbing Serta

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi berjudul :

SUBTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TERITIP


(Cirripedia sp.) TERHADAP TINGGI VILI JEJUNUM DAN BERAT
ORGAN PENCERNAAN KELINCI PEDANGING JANTAN JENIS REX
(Orytolagus cuniculus)

Tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan
di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Banyuwangi, 22 Mei 2019

Titis Dwi Laksono

NIM. 061511535007

iii
Telah dinilai pada Seminar Hasil Penelitian

Tanggal : 9 Mei 2019

KOMISI PENILAI SEMINAR PROPOSAL

Ketua : Dr. M. Anam Al-Arif, drh., MP.


Sekretaris : Ragil Angga Prastiya, drh., M.Si.
Anggota : Amung Logam S., drh., M.Si.
Pembimbing Utama : Dr. Widya Paramita L., drh., MP.
Pembimbing Serta : Bodhi Agustono, drh., M.Si.

iv
Telah diuji pada

Tanggal : 22 Mei 2019

KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua Ketua : Dr. M. Anam Al-Arif, drh., MP.

Anggota : Ragil Angga Prastiya, drh., M.Si.

Amung Logam S., drh., M.Si.

Dr. Widya Paramita L., drh., MP.

Bodhi Agustono, drh., M.Si.

Surabaya, 22 Mei 2019


Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga
Dekan

Prof. Dr. Pudji Srianto, drh., M.Kes.


NIP. 195601051986011001

v
RINGKASAN

Teritip (Cirripedia sp.) merupakan hewan crustasea yang dapat ditemukan

diseluruh pesisir pantai di dunia. Teritip memiliki sifat menempel pada substrat

seperti kapal, beton dermaga, mangrove, serta makhluk hidup lain seperti penyu,

teritip memiliki sifat yang merugikan bagi substrat yang di tempelinya, karena

sifat dari teritip yang dianggap merugikan maka banyak diabaikan begitusaja

tanpa dimanfaatkan oleh masyarakat, namun sebenarnya teritip memiiki

kandungan protein yang tingi dan memiliki potensi yang besar untuk

dimanfaatkan sebagai bahan pakan untuk ternak.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh substitusi

tepung ikan dengan tepung teritip terhadap tinggi jejunum dan berat organ

pencernaan kelinci pedaging jenis rex. Penelitian ini menggunakan Rancangan

Acak Lengkap ( RAL) dimana dalam penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan dengan

5 kali ulangan dengan total hewan coba yang digunakan dalam penelitian

sebanyak 20 ekor kelinci jantan jenis REX dengan usia 3-4 bulan,

Perakuan P0 ( Tepung ikan 15% + Tepung teritip 0% ), P1 (Tepung ikan

12,5% + Tepung teritip 2,5% ), P2 ( Tepung ikan 10% + Tepung teritip 5% ), P3

(Tepung ikan 7,5% + Tepung teritip 7,5% ). Pakan yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu pakan dengan formulasi sendiri dengan kebutuhan nutrisi yang

telah disesuaikan dengan kebutuhan kelinci. Koleksi sampel dilakukan setelah

pengorbanan kelinci pasca pemeliharaan selama 28 hari, dengan parameter yang

vi
diamati yaitu berat organ pencernaan meliputi lambung, usus halus, usus besar,

dan tinggi vili jejunum. Data yang di peroleh di analisis menggunakan Analysis of

Variance (ANOVA), jika berbeda nyata (p<0,05) dilanjutkan dengan Uji Duncan.

Rata-rata tinggi vili jejunum (µm) dalam setiap kelompok perlakuan p0, p1, p2,

p3 diperoleh hasil yaitu 476,367 ± 114,15, 530,174 ± 44,56, 480,899 ± 63,73,

477,450 ± 124, 84. Hasil analisis ANOVA menunjukkan hasil yang tidak berbeda

nyata antar kelompok perlakuan (p>0,05). Rata-rata berat organ pencernaan

bagian lambung (gram) dalam setiap kelompok perlakuan diperoleh p0, p1, p2, p3

diperoleh hasil 45,40 ± 4,45, 54,60 ± 7,43, 49,80 ± 9,57, 49,00 ± 6,20. Hasil

analisis ANOVA menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar kelompok

perlakuan (p>0,05). Rata-rata berat organ pencernaan bagian usus halus (gram)

dalam setiap kelompok perlakuan diperoleh p0, p1, p2, p3 diperoleh hasil 76,60 ±

7,66, 92,20 ± 13,53, 80,20 ± 14,46, 76,60 ± 17,58. Hasil analisis ANOVA

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar kelompok perlakuan (p>0,05).

Rata-rata berat organ pencernaan bagian usus besar (gram) dalam setiap kelompok

perlakuan diperoleh p0, p1, p2, p3 diperoleh hasil 182,00 ± 13,30, 219,80 ± 31,13,

201,40 ± 36,71, 197,80 ± 25,43. Hasil analisis ANOVA menunjukkan hasil tidak

terdapat perbedaan antar kelompok perlakuan (p>0,05). Dari hasil penelitian

dapat disimpulkan penggunaan tepung teritip (Cirripedia sp.) sabagai subtitusi

tepung ikan dalam pakan complete feed kelinci tidak berpengaruh secara nyata

(p>0,05) terhadap tinggi vili jejunum dan berat organ pencernaan bagian lambung,

usus halus dan usus besar.

vii
SUBSTITUTION OF FISH MEAL WITH BARNACLE MEAL
(Cirripedia Sp.) ON THE OF HIGH JEJUNAL VILLI AND THE
WEIGHT OF THEDIGESTIVE ORGANS OF
MALE RABBIT REX TYPES
(Orytolagus Cuniculus)
Titis Dwi Laksono

Abstract
The aim of this study was to determine the effect of barnacle meal
(Cirripedia sp.) as a substitution feed from fish meal on rabbit feed, as observed
from the high of jejunal villi and the weight of rex rabbit male digestive organs.
Rabbits were placed on individual cages with feed that had been adjusted to their
needs, with the percentage substitution of barnacle flour in each group's feed as
much as 0%, 2,5%, 5%, 7,5%. The treatment was given for 28 days, data was
collected after sacrifice at 28 days of maintenance. Small intestine of rabbits were
collected and weighing the digestive organs including the stomach, small intestine
and large intestine. This study used a completely randomized design with 4
treatments and 5 replications in each treatment.The results of the research were
analyzed using analysis of variance (ANOVA) with a significance level of 0.05.
Based on the results of the analysis showed that there were no significant
differences (p>0.05) on the height of jejunal villi. The results showed no
significant difference (p>0,05) in stomach weight. The results showed no
significant difference (p>0,05) in small intestine weight. The results showed no
significant difference (p>0,05) in large intestine weight. Barnacle meal can be
used as a feed for fish meal substitution in complete feed for rex type rabbit up to
7.5%.

Keywords: Bernacle (Cirripedia sp.), substitution feed, jejunal villi, digestive


organ

viii
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur senantiasa di panjatkan kehadiat tuhan yang maha esa

pemilik seluruh alam dan isinya, karena atas kehendak, rahmat dan hidayahnya

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Substitusi Tepung Ikan

Dengan Tepung Teritip (Cirripedia sp.) Tehadap Tinggi Jejunum Dan Berat

Organ Pencernaan Kelinci Pedaging Jantan Jenis REX ini, tak lupa sholawat

dan salam penulis haturkan kepada Nabiullah Muhammad SAW sebagai suri

tauladan umat manusia.

Ucapan trima kasih penulis ucapkan kepada:

Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Dr.Pudji

Srianto, drh., M.Kes., Dr.Iwan Syahrial Hamid, Drh., M.Si. selaku kepala

program studi s1 pendidikan dokter hewan PSDKU di Banyuwangi.

Dr. Widya Paramita Lokapirnasari, drh., M.P. selaku pembimbing utama,

dan Bodhi Agustono, drh., M.Si. sebagai pembimbing serta dan dosen wali yang

telah banyak memberikan bimbingan, waktu, saran arahan dan motifasi dari awal

hingga skripsi ini selesai.

Dr. M. Anam Al-Arif, drh., MP. Selaku ketua penguji, Ragil Angga

Prastiya, drh., M.Si. selaku sekretaris penguji, dan Amung Logam S., drh., M.Si.

sebagai anggota penguji, yang telah memberikan arahan dan saran yang sangat

membantu dan berkesan.

Seluruh staf pengajar fakultas kedokteran hewan Universitas Airlangga

atas wawasan keilmuannya selama mengikuti kegiatan perkuliahan di prodi

pendidikan dokter hewan Universitas Airlangga kampus Banyuwangi.


ix
Seluruh karyawan di Universitas Airlangga Kampus Banyuwangi maupun

FKH Universitas Airlangga Surabaya atas bantuan teknik dan administrasi dalam

proses penelitian ini.

Kedua Orang tua tercinta yang telah memberikan segalanya bapak Sugeng

Aryatno, S.Ag., M.Pdi dan ibu Sumiati. Kakak penulis Dine Damayanti yang

selalu memberi semangat dan dukungan serta keluarga besar yang telah

memberikan doa dan motivasi kepada penulis.

Rekan penelitian saya Fakih maulana, Diah Ayu Agustin, Rida Dwi

Jayanti, Firdous Adindra N., Rekan-kekan kontrakan Erwan Budi Hartadi,

Khoirul Arifin. Seluruh rekan-rekan angkatan 2 FKH PSDKU Banyuwangi,

Asdos Patologi Veteriner, KM UNAIR Banyuwangi 2014-2017, Dhelpinus 2015,

rekan-rekan cystisercosis, rekan- rekan HMKH masa bakti 2015/2016 dan

2016/2017, rekan - rekan KKN-BBM 57 Sokaan - Kab. Probolinggo, serta

semuanya yang telah membantu penelitian saya yang tidak dapat saya sebutkan

disini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk masyarakat luas, Amin.

Banyuwangi, 22 Mei 2019

Penulis

x
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN................................................................................ iii
HALAMAN IDENTITAS...................................................................................... v
RINGKASAN ........................................................................................................ vi
ABSTRAC ............................................................................................................ vii
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xv
SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG ................................................................ xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
1.3. Landasan Teori............................................................................................... 5
1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 7
1.5 Manfaat ........................................................................................................... 7
1.5.1. Manfaat teoritis ............................................................................ 7
1.5.2. Manfaat praktis ............................................................................ 7
1.6. Hipotesis ......................................................................................................... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 9


2.1. Teritip ............................................................................................................. 9
2.2. Kelinci ............................................................................................................ 11
2.3. Sistem Pencernaan Kelinci .............................................................................. 13
2.4. Histologi Usus Halus ....................................................................................... 15

BAB 3 MATERI DAN METODE ......................................................................... 18


3.1. Rancangan Penelitian ...................................................................................... 18
3.2. Sampel dan Besar Sampel .............................................................................. 18
3.3. Variabel yang Diukur ...................................................................................... 19
3.3.1. Variabel bebas ................................................................................ 19
3.3.2. Variabel terikat ............................................................................... 19
3.3.3. Variabel kendali ............................................................................. 19
xi
3.4. Definisi Operasional Variabel ......................................................................... 19
3.5. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 20
3.6. Bahan dan Metode Penelitian .......................................................................... 20
3.6.1. Hewan coba .................................................................................... 20
3.6.2. Bahan penelitan ............................................................................. 20
3.6.3. Alat penelitian ................................................................................ 21
3.7. Prosedur Penelitian ......................................................................................... 22
3.7.1. Pembuatan pakan ............................................................................ 22
3.7.2. Tahap persiapan .............................................................................. 23
3.7.3. Tahap perlakuan ............................................................................ 23
3.7.4. Tahap penimbangan organ pencernaan dan koleksi sampel ............. 24
3.7.5. Tahap pembuatan preparat .............................................................. 24
3.7.6. Tahap pengukuran .......................................................................... 26
3.8. Bagan Alir Penelitian ...................................................................................... 27
3.9. Analisis Data ................................................................................................... 28
BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................................... 29
4.1.Tinggi Vili Jejunum ................................................................................ 29
4.2. Berat Organ Pencernaan .................................................................................. 32
4.2.1. Berat Organ Lambung .................................................................... 32
4.2.2. Berat Organ Usus Halus.................................................................. 34
4.2.3. Berat Organ Usus Besar .................................................................. 35
BAB 5 PEMBAHASAN ........................................................................................ 37
5.1. Berat Organ Pencernaan ......................................................................... 37
5.1.1. Berat Lambung ............................................................................... 37
5.1.2. Berat Usus Halus ............................................................................ 38
5.1.3. Berat Usus Besar ............................................................................ 40
5.2. Tnggi Vili Jejunum ................................................................................ 42
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 44
6.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 44
6.2. Saran ............................................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 45


LAMPIRAN - LAMPIRAN ................................................................................... 51

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1. Rata-rata tinggi vili jejunum ............................................................ 28

4.2. Rata-rata berat organ pencernaan bagian lambung ........................... 32

4.3. Rata-rata berat organ pencernaan bagian usus halus ........................ 33

4.4. Rata-rata berat organ pencernaan bagaian usus besar ....................... 34

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Siklus hidup teritip ................................................................................... 9


2.2. Kelinci rex ................................................................................................ 11
2.3. Sistem pencernaan kelinci ......................................................................... 13
2.4. Histologi Usus Halus ................................................................................ 16
3.8. Bagan alir penelitian ................................................................................. 27
4.1. Grafik rata-rata tinggi vili jejunum kelompok perlakuan ........................... 30
4.2. Tinggi vili jejunum perlakuan P0 .............................................................. 30
4.3. Tinggi vili jejunum perlakuan P1 .............................................................. 31
4.4. Tinggi vili jejunum perlakuan P2 .............................................................. 31
4.5. Tinggi vili jejunum perlakuan P3 .............................................................. 32
4.6. Grafik rata-rata berat organ pencernaan bagian lambung .......................... 33
4.7. Grafik rata-rata berat organ pencernaan bagian usus halus ........................ 35
4.8. Grafik rata-rata berat organ pencernaan bagian usus besar ........................ 36

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum ............................................. 51


2. Kandungan nutrisi ransum ......................................................................... 52
3. Hasil Analisis Proksimat Bahan ................................................................. 53
4. keterangan kelaikan etik ............................................................................ 54
5. Surat Keterangan Sehat ............................................................................. 55
6. Data tinggi vili jejunum setiap individu ..................................................... 56
7. Data rata-rata tinggi vili jejunum setiap kelompok perlakuan ..................... 60
8. Hasil Analisis data tinggi vili jejunum ....................................................... 61
9. Data berat organ penceraan ....................................................................... 62
10. Hasil Analisis data berat organ pencernaan .............................................. 63
11. Dokumentasi penelitian .......................................................................... 66

xv
SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG

BK : Bahan kering

cm : centimeter

dkk : Dan kawan-kawan

DMRT : Duncan`s Multiple Rangger Test

et al : et alli

FCR : Food Convertion Ratio

gr : gram

Kg : kilogram

LK : Lemak kasar

mg/kg : miligram per kilogram

OECD : Organisation For Economic Co-Operation And Development

Pk : Protein kasar

P0 : Perlakuan 0

P1 : Perlakuan 1

P2 : Perlakuan 2

P3 : Perlakuan 3

PSDKU : Program Studi Diluar Kampus Utama

RAL : Rancang Acak Lengkap

SD : Standart Deviation

SK : Serat kasar

sp : spesies

SPSS : Statistical Program for Social Science

T.I : Tepung Ikan


xvi
T.T : Tepung Teritip

WoRMS : World Register of Marine Species

µm : Mikro meter

® : Registered trademark

% : Persen

µm : micrometer

xvii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daging merupakan salah satu sumber asupan protein hewani yang umum

dikonsumsi oleh masyarakat selain telur dan susu. Masyarakat Indonesia lebih

mengenal daging yang berasal dari ternak ruminansia dan non ruminansia seperti

daging sapi, ayam, babi dan lainnya. Menurut data yang dikeluarkan oleh Statistik

Peternakan dan Kesehatan Hewan (2017), konsumsi daging nasional mencapai

6.778 kg/kapital/tahun, didukung oleh data dari Organisation For Economic Co-

Operation And Development(2017) angka rata- rata konsumsi daging Indonesia

mencapai 2,825 kg/kapital, lebih rendah bila dibandingkan dengan negara

tetangga seperti Malaysia 13,675 kg/kapital/tahun dan Philipina 7,4

kg/kapital/tahun. Kendala tingkat konsumsi danging nasional yang rendah salah

satunya yaitu ketersediaan daging nasional yang belum dapat mencukupi

kebutuhan masyarakat Indonesia.

Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam pemenuhan

kebutuhan daging nasional antara lain dengan menambah jumlah pasokan daging

melalui import, pengembangan peternakan rakyat dengan meningkatkan jumlah

peternakan rakyat terutama peternak sapi, kambing, dan domba. Pemanfaatan

sumber-sumber alternatif daging dari hewan lainnya salah satunya adalah daging

kelinci (Pratiwi dkk., 2017).

Kelinci memiliki tingkat pertumbuhan dan reproduksi yang tinggi

sehingga dapat digunakan sebagi alternatif sumber protein. Kelinci dapat

melahirkan anak sebanyak 1-8 anak dalam sekali siklus kelahiran, dalam satu
1
2

tahun kelinci dapat melahirkan hingga 8 kali (Raharjo dan Brahmantiyo, 2014).

Dengan tingkat reproduksi kelinci yang cepat maka upaya pemenuhan kebutuhan

daging nasional dengan daging kelinci relatif lebih cepat dan efisen dari pada

ternak lainnya. Produktifitas dan reproduksi yang baik dapat dicapai dengan

manajemen yang baik ( Usman dan Tiro, 2015).

Manajemen pemeliharaan kelinci terdiri atas beberapa faktor yang

berpengaruh yaitu pakan, kandang, dan pemeliharaan. Persentase produksi biaya

pakan dalam usaha peternakan sebesar 70% dari total biaya produksi. Kebutuhan

pakan kelinci terdiri dari hijauan sebesar 60-80%. Hijauan merupakan sumber

serat kasar bagi kelinci, namun kandungan protein yang rendah dalam hijuan

masih kurang untuk memenuhi kebutuhan protein yang dibutuhkan oleh kelinci,

oleh karena itu perlu diberikan pakan tambahan selain hijauan. Salah satu upaya

yang dilakukan oleh peternak untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yaitu dengan

meningkatkan kualitas pakan seperti penggunaan konsentrat, pakan fermentasi,

pakan limbah dan feed substitusi (Giritya 2013 ; Sarwono dalam Ghafur, 2009).

Konsentrat merupakan ramuan dari beberapa bahan pakan yang

diformulasikan sesuai dengan kebutuhan ternak dan memiliki nutrisi yang tinggi

(Purnami, 2018). Bahan pakan dengan kandungan nutrisi yang baik bagi kelinci

dapat dipenuhi dengan pemberian hijauan dan konsentrat yang sesuai. Konsentrat

kelinci dapat berupa pakan komersial, atau self mixing formula dengan

mencampur beberapa bahan pakan. Pemilihan jenis bahan ransum harus

memperhatikan harga, ketersediaan bahan di daerah tersebut dan fisiologis

pencernaan ternak tersebut (Muslih, dkk., 2005). Kendala dalam pemenuhan


3

pakan dengan kualitas baik yang sering dihadapi oleh peternak yaitu minimnya

ketersediaan jumlah bahan pakan dengan kualitas baik serta harga bahan pakan

yang tinggi khususnya sumber protein. Harga bahan pakan yang tinggi

berpengaruh pada tingkat keuntungan yang diperoleh oleh peternak. Beberapa

upaya yang dapat dilakukan untuk menekan biaya pakan yaitu dengan mencari

alternatif bahan pakan yang murah, mudah didapatkan, tersedia secara

berkesinambungan, dan tidak bersaing dengan bahan makanan manusia, serta

memiliki nilai nutrisi yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi

yang dibutuhkan ( Santoso dan Agusmansyah, 2011 ). Salah satu bahan yang

dapat digunakan sebagai alternatif bahan pakan yaitu teritip, karena teritip

memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dan mudah didapatkan

(Rahmaningtyas, dkk., 2016).

Teritip merupakan hewan yang hidup dan dapat ditemukan di seluruh

pesisir pantai di seluruh dunia dengan jumlah yang melimpah dan tanpa mengenal

musim (Ermaitis, 1984). Teritip dapat bersifat merugikan bila menempel pada

substrat, karena dapat merusak dan membunuh substrat yang ditempeli. Sifat dari

teritip yang merugikan biasanya oleh masyarakat disingkirkan begitu saja tanpa

ada pemanfaatan. Teritip memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan

sebagai bahan pakan sumber protein, karena memiliki kandungan protein sebesar

46,5698%. Pemberian tepung teritip juga dapat meningkatkan nilai efisiensi pakan

serta menurunkan nilai feed conversion rasio pada ternak (Rahmaningtyas dkk,

2016).
4

Efisiensi dalam pakan tidak lepas hubungannya dengan fisiologi sistem

pencernaan. Sistem pencernaan dari kelinci terdiri dari beberapa organ yaitu

lambung, usus halus, caecum, kolon, dan rectum. Kelinci termasuk hewan

monogastrik atau berlambung tunggal (Ghafur, 2009). Fisiologi sistem

pencernaan memiliki peran penting dalam proses penyerapan nutrisi untuk

kelangsungan kehidupan tubuh dan pertumbuhan bobot badan (Wresdiyati, dkk,

2015). Penyerapan nutrisi pada kelinci mulai terjadi saat makanan masuk ke

dalam usus halus. Usus halus memiliki ukuran paling panjang dan peran yang

penting dalam proses penyerapan nutrisi-nutrisi seperti protein dari pakan.

Efisiensi fungsi penyerapan usus halus ditingkatkan oleh peningkatan luas

permukaan dari struktur usus halus (Hestiana, 2013) . Usus halus memiliki banyak

lipatan dan lekukan yang disebut vili usus atau jonjot usus. Vili usus memiliki

fungsi sebagai tempat penyerapan nutrisi dari makanan, bila luas penampang vili

usus semakin luas maka penyerapan nutrisi juga semakin besar(Utama, dkk.,

2014). Pertambahan ukuran dari jejunum dipengaruhi oleh proses poliferasi yeng

terjadi pada bagain jejunum tersebut. Proses poliferasi dari vili jejunum terjadi

setelah enam hari masa perlakuan. Usus halus terbagi menjadi tiga bagian yaitu

duodenum, jejunum, dan ileum (Balqis,dkk., 2007). Proses penyerapan nutrisi

terjadi paling besar pada bagian jejunum, pada bagian jejunum terjadi penyerapan

nutrisi-nutrisi yang lebih besar dari pada bagian lainnya. Penyerapn nutrisi selain

dipengaruhi oleh vili usus halus sebagai tempat penyerapan nutrisi juga

dipengaruhi oleh berat relatif organ pencernaan (Moore. 2017 ; Jamila,dkk., 2014)
5

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian tepung teritip

sebagai substitusi tepung ikan dalam complete feed terhadap tinggi vili jejunum

dan berat organ pencernaan kelinci pedaging jantan jenis REX.

1.2. Rumusan Masalah

1 Apakah penggunaan tepung teritip sebagai substitusi tepung ikan pada

complete feed dapat mempengaruhi tinggi vili jejunum pada kelinci

pedaging jantan jenis REX ?

2 Apakah penggunaan tepung teritip sebagai substitusi tepung ikan pada

complete feed dapat mempengaruhi berat organ pencernaan (lambung,

usus halus, dan usus besar) pada kelinci pedaging jantan jenis REX ?

1.3. Landasan Teori

Kelinci merupakan hewan monogastrik atau hewan berlambung tunggal

yang mana 60-80% pakan yang dikonsumsi kelinci merupakan hijauan dan

sisanya dapat berupa konsentrat (Sarwono dalam Ghafur, 2009). Pemberian Pakan

hijauan pada kelinci hanya dapat memenuhi kebutuhan serat kasar yang

dibutuhkan oleh kelinci sedangkan untuk kebutuhan lain seperti protein belum

dapat tercukupi. Kekurangan kebutuhan nutrisi ternak dapat dipenuhi dengan

peningkatan kwalitas pakan salah satunya dengan cara subtitus pakan. kelinci

memiliki kebutan protein harian sebesar 12%-18% (Kusumawati, 2016; Lebas,

2013; Gitirya, 2013)

Kendala yang sering dihadapi peternak yaitu tingginya biaya pakan yang

harus dikeluarkan oleh peternak yang dapat mencapai 70% dari total biaya
6

prosuksi. Tingginya biaya pakan dipengaruhi oleh jenis pakan khususnya pakan

yang berkualitas, ketersediaan pakan, kandungan nutrisi dan harga ( Supartini dan

Triwisi. 2017 ). Tingginya harga pakan yang berkualitas dipengaruhi karena

mahalnya bahan baku pakan khusunya bahan sumber protein, maka perlu

alternatif bahan lain yang dapat digunakan sebagai bahan pengganti sumber

protein dengan harga yang lebih murah, dan mudah didapatan (Santoso dan

Agusmansyah, 2011). Teritip merupakan hewan yang dapat ditemukan di seluruh

daerah pesisir pantai, menempel di substrat seperti batu, perahu dan lainnya,

tanpa ada pemanfaatan. Seperti pada kebanyakan crustasea teritip juga memiliki

kandungan protein yang dapat digunakan sebagai sumber bahan pahan pakan

ternak (Rahmaningtyas, dkk., 2016)

Angka kecernaan dalam efisiensi pakan dipengaruhi oleh sistem

pencernaan dari pada hewan tersebut. Organ pencernaan memiliki fungsi yang

sangat penting yaitu sebagai tempat penyerapan nutrisi dari bahan pakan.

Indikator yang dapat digunakan untuk melihat kondisi saluran pencernaan yaitu

dengan melihat gambaran berat organ pencernaan tersebut (Has, dkk,2014). Organ

pencernaan terdiri dari beberapa organ yaitu lambung, usus halus, caecum, kolon,

rectum dan anus. Usus halus memiliki peran paling utama dalam proses

penyerapan nutrisi pakan. usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum,

jejunum dan ilium. Usus halus tersusun atas empat lapisan yaitu mukosa,

submukosa, tunika muskularis, dan serosa, pada mukosa usus halus terdapat vili-

vili usus yang mana di vili-vili usus ini terjadinya proses penyerapan nutrisi,

semakin luas dan semakin tinggi vili-vili dari usus tersebut maka semakin lebar
7

daerah penyerapan nutrisi dari pakan (Utama dkk, 2014; Hestiana dkk, 2013; dan

Siagian, 2016).

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung teritip sebagai feed

substitusi tepung ikan terhadap tinggi vili jejunum

2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung teritip sebagai feed

substitusi tepung ikan terhadap berat organ pencernaan ( lambung,

usus halus, dan usus besar ) kelinci pedaging jantan jenis REX.

1.5. Manfaat.

1.5.1. Manfaat Teoritis

Menunjang penelitian yang telah ada dan menambah informasi tentang

manfaat dan potensi dari teritip sebagai sumber bahan pakan kelinci yang kaya

protein dalam upaya penggemukan kelinci, dengan indikasi berat organ

pencernaan dan juga tinggi vili jejunum .

1.5.2. Manfaat Praktis

Alternatif penggunaan tepung teritip sebagai feed substitusi dalam bahan

pakan untuk proses penggemukan kelinci dalam upaya peningkatan ketersediaaan

bahan pangan asal hewani khususnya daging kelinci.


8

1.6. Hipotesis

1. Penggunaan tepung teritip sebagai substitusi tepung ikan pada complete feed

dapat meningkatkan tinggi vili jejunum pada kelinci pedaging jantan jenis

REX.

2. Penggunaan Tepung teritip sebagai substitusitepung ikan pada complete feed

dapat meningkatkan berat organ pencernaan (lambung, usus halus, dan usus

besar) pada kelincipedaging jantan jenis REX.


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teritip

Klasifikasi teritip ( Cirripedia sp. )menurut Word Register of Marline Spesies,


(2018) :

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda

Sub phylum : Crustacea


Super class : Multicrustacea
Class :Hexanauplia
sub class : Thecostrace
Genus : Cirripedia sp.

Gambar 2.1. Siklus hidup teritip(Ermaitis,1984).

Keterangan : A) Perkembangan dari telur, larva, nauplii hingga cypris.


B) Fase dewasa
9
10

Teritip merupakan hewan invertebrata bercangkang yang hidup di laut,

dan memiliki persebaran di seluruh dunia. Teritip berkembang biak secara

hemaprodit dan mudah berkembang biak dalam hidupnya teritip mengalami dua

siklus hidupnya yaitu fase larva dan dewasa dalam fase larvanya teritip berbentuk

plangkton dan fase dewasanya akan menempel di substrat (henada dan suheri,

2018). Fase larva dari teritip sendiri terdapat dua jenis yaitu nauplii dan cypris.

Fase larva cangkang teritip terbentuk dari lapisan tanduk setelah memasuki fase

dewasa cangkang tersebut akan digantikan dengan kalsium(Ermaitis, 1984)..

Teritip dapat dijumpai diseluruh dunia baik daerah yang beiklim tropis,

sub tropis. faktor persebaran teritip dipengaruhi oleh banyak hal yaitu arus, suhu,

cuaca, juga terikut oleh kapal. Teritip fase dewasa dapat dijumpai menempel pada

substrat-substrat seperti beton dermaga, bebatuan di pantai, kapal dan dapat juga

menempel pada makhluk hidup seperti penyu dan lainnya (Jones., 2004). Selain

itu teritip juga merupakan hama penggangu untuk mangrove karena akan

menghambat proses pertumbuhan dari mangrove serta dapat menyebabkan

kerusakan yang tinngi pada upaya konservasi mangrove.melihat dari sifat teritip

yang cenderung merugikan dan hingga saat ini belum ada upaya pemanfaatan

teritip oleh mansyarakat Teritip sendiri masih belum banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat dan cenderung diabaikan begitu saja tanpa ada pemanfaatan

(Mirza,dkk,. 2017).

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Rahmaningtyas,

dkk,.(2016). Tepung teritip memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu

sebesar 46.5698%, dan juga mengandung serat kasar yang cukup tinggi juga
11

yaitu sebesar 3.5467%, dengan kandungan protein dan serat kasar yang cukup

tinggi tepung teritip dapat digunakan sebagai bahan pakan untuk ayam pedaging

terbukti dapat menurunkan FCR dari ayam pedaging yang diberi perlakuan tepung

teritip dari pada yang tidak diberi perlakuan tepung teritip.

2.2. Kelinci

Berdasarkan A-Z Animal (2008) klasifikasi kelinci yaitu :

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mammalia

Ordo : Lagomorpha
Family :Leporidae
Genus : Orycytolagos
Spesies : Orytolagus cuniculus

Gambar 2.2. Kelinci REX (Awalia, 2016).

Kelinci merupakan hewan herbivora atau pemakan tumbuhan. Kelinci

merupakan hewan monogastrik yaitu memiliki satu lambung dan tergolong pula
12

kedalam hewan pseudoruminan karena kemampuannya dalam mencerna serat

kasar yang kurang baik. Kelinci dapat juga digolongkan sebagai hewan hindgud

fermentares karena terjadi proses fermentasi makanan di dalam caecumnya.

Kelinci berkembang biak secara vivipar atau beranak dengan melakukan

perkawinan secara seksual, dengan siklus estrus yaitu poliestrus dengan lama

siklus yaitu 15-16 hari. Kelinci memiliki mekanisme ovulasi yaitu secara refleks.

Kelinci memasuki masa pubertas pada usia 4-10 bulan. Kelinci mulai dapat

dikawinkan pada usia bulan dengan masa kebuntingan kelinci yang relatif cepat

yaitu 26-36 hari. Kelinci dapat menghasilkan anak sebanyak 1-8 ekor dalam sekali

siklus kebuntingan dan dalam setahun kelinci dapat melahirkan sebanyak 50 ekor.

Dengan rata-rata berat lahir yaitu 30-70 gram. Kelinci dapat dilakukan penyapihan

pada usia 6-8 minggu dengan berat rata-rata anak pada saat disapih sebasar 0,5 –

1.5 kg (Kusumawati, 2016).

Kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh seekor kelinci untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya menurut Peraturan Menteri Pertanian no. 19 (2009) Standart

kebutuhan nutrisi kelinci yaitu lemak kasar sebanyak 2-6%, serat kasar 12-22%,

abu maksimal 14%, protein kasar sebanyak 12-17%. Kebutuhan protein kasar

kelinci dapat ditingkatkan hingga 18% (Lebas, 2013). Mineral yang dibutuhkan

kelinci yaitu calsium 0,3%, magnesium 300-400 mg/kg, potassium 0,6%, sodium

0,2%, copper 3mg/kg, iodine 0,2 mg/kg (Kusumawati, 2016)

Karbohidrat dan lemak merupakan sumber utama energi bagi kelinci.

Karbohidrat yang dibutuhkan kelinci yang utama berasal dari pati dan selulosa.

Energi sangat penting untuk kelinci karena digunakan sebagai sumber pemenuhan
13

kebutuhan hidup dan produksi. kebutuhan energi kelinci dipengaruhi oleh berat

badan, jenis kelamin, usia, keadaan kelinci (Nuriyasa dkk, 2013).

Kelinci Rex (Orytolagus cuniculus)merupakan salah satu jenis kelinci dwi

guna yang dapat menghasilkan fur dan juga daging yang baik (Brahmantiyo dan

Raharjo, 2009;A-Z Animal, 2008) . Kelinci Rex dapat tumbuh hingga berat 2,7-

3,6 kg/ekor. Kelinci Rex juga memiliki keunggulan bulu yang tebal, halus,

panjang yang seragam dan tidak mudah rontok (Brahmantiyo dan Raharjo, 2011).

2.3. Sistem Pencernaan Kelinci

Lambung Usus halus caecum

Hati

Pankreas colon

Gambar 2.3. Sistem pencernaan kelinci (Moore, 2017).

Organ pencernaan memiliki peran penting dalam proses pencernaan nutrisi

dan pertumbuhan. Organ pencernaan erat hubungannya dengan gambaran kondisi

dan kemampuan organ pencernaan dalam mencerna pakan (Has dkk, 2014).

Kelinci dapat digolongkan ke dalam hewan cecotrop yaitu hewan yang dalam

proses pencernaan di dalam caecumnya terjadi proses fermentasi pakan. Proses


14

pencernaan kelinci dimulai saat kelinci mulai memasukkan pakan kemulut lalu di

potong-potong dengan gigi di bantu dengan lidah dan air liur setelah itu makanan

akan didorong masuk ke dalam lambung. Lambung kelinci menempati 0,34 dari

total bagian organ pencernaan. Pakan yang masuk ke dalam lambung akan terjadi

proses penernaan secara kimiawi dengan bantuan dari pada enzim-enzim

pencernaan dan di lambung kelinci memiliki PH sangat asam yaitu 1-2, pakan

akan berubah menjadi bubur atau chyme, chyme masuk kedalam usus halus

(Moore, 2017; Carabano et al, 2009; Johnson and Delaney, 2006).

Usus halus kelinci memiliki panjang 3 meter. Usus halus memiliki volume

12% dari volume total organ pencernaan kelinci. Usus halus kelinci memiliki

fungsi sebagai tempat penyerapan nutrisi seperti pati, gula, protein dan lemak dari

pakan. chyme setelah itu akan masuk ke dalam caecum (Johnson and Delaney,

2006)

Caecum kelinci memiliki dinding yang tipis, caecum kelinci merupakan

organ yang berukuran paling besar. Chymeatau serat kasar di dalam caecum

terjadi proses fermentasi dibantu oleh mikroba dan akan menghasilkan VFA yang

akan dicerna sebagai sumber energi. Partikel makanan di dalam cecum akan

terpisah antara partikel besar dan partikel kecil. Partikel besar akan dilanjutkan ke

kolon sedangkan partikel kecil kan di fermentasikan dahulu di cecum. Serat kasar

akan menuju ke kolon dan terjadi penyerapan air di kolon. Kolon di bagi menjadi

dua bagian yaitu kolon Proximal dan kolon distal. Kolon proximal kelinci

memiliki panjang 35 cm, dan kolon distal memiliki panjang 80-100 cm. Serat

kasar setelah melewati kolon akan terus berjalan ke rectum dan akan terbentuk
15

feses keras. Selama perjalanan dari kolon distal hingga ke rectum feses akan

dilapisi oleh lendir yang dapat membantu mempermudah dalam pengeluaran

feses. Partikel kecil yang sudah mengalami pencernaan di dalam caecum akan

menjadi feses lunak (Moore, 2017; Carabano et al, 2009; Johnson and Delaney,

2006).

2.4. Histologi Usus Halus

Usus halus merupakan tempat dimana terjadi penyerapan nutrisi dari

makanan. Usus halus kelinci memiliki panjang 3 meter ( Moore, 2017 ). Usus

halus tersusun atas empat lapisan yaitu tunima mukosa, tunika submukosa,

muskularis eksterna, dan tunika adventitia.

Tunika mukosa merupakan lapisan terdalam dari pada usus halus. Pada

tunika mukosa terdapat penonjolan-penonjolan atau yang disebut juga dengan

vili-vili yang berfungsi sebagai daerah absorpsi. Semakin tinggi penonjolan-

penonjolan tau vili-vili semakin luas pula daerah absorpsinya. Vili-vili pada usus

halus akan semakin jarang atau menghilang pada bagian caudal usus halus atau

akhir ileum. Tinggi dari vili bervariasi yaitu antara 0,5- 1 µm tergantung dari

spesies hewannya.

Tunika submukosa dari usus halus tersusun dari jaringan ikat longgar,

serabut serabut elastis dan juga jaringan lemak. Pada lapisan ini dapat dijumpai

pembuluh darah, pembuluh getah bening, yang mensuplai lapisan tunika mukosa.

Tunika muskularis eksterna mermiliki peranan dalam mengontrol gerakan

peristaltik usus, di lapisan ini tersusun oleh dua lapisan otot polos yaitu lapisan

sirkularis dan lapisan longitudinal, pada lapisan tunika muskularis ekterna selain
16

tersususn dari otot dan ganglion saraf. Tunika adventitia merupakan lapisan

terluar dari usus halus, pada lapisan tunika adventitia tersusun dari jaringan ikat

longgar yang dilapisi oleh mesotelium

Gambar 2.4. Histologi usus halus (Kuwehnel, 2003).

Usus halus terbagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan

ilium. Duodenum merupakan bagian awal dari usus halus. Duodenum memiliki

ciri yaitu adanya kelenjar brunner yang berwarna lebih pucat pada bagian tunika

submukosa. Duodenum memiliki banyak vili-vili intestin dan plika kerkringi yang

bercabang bila dibandingkan pada bagian ilium. Ductus biliverus juga dapat

ditemukan di bagaian duodenum bagian usus halus yang mana pada bagian

jejunum ini memiliki batas yang tidak jelas dengan bagian duodenum. Pada

jejunum tidak memiliki tanda yang khusus. Jejunum memiliki sel goblet lebih

banyak dari pada duodenum. Ukuran vili intestin pada lapisan ini lebih kecil dan

lebih sedikit tidak sepadat seperti pada lapisan duodenum. Ileum merupakan

bagain akhir dari usus halus. Ileum memiliki bentukan khas yaitu payer patch

yang tidak ditemukan pada bagian usus halus lainnya. Ukuran dari vili-vili

intestinalis dan plika kerkringi akan semakin kecil dan semakin kebelakang akan
17

semakin hilang, dan akan hilang pada akhir ilium. Proses penyerapan nutrisi di

mulai pada usus halus selain melakukan penyerapan nutrisi pada usus halus juga

terjadi pencernaan secara kimiawi yang dilakukan oleh enzim-enzim pencernaan

seperti lipase, amilase, dan tripsin ( Hestiana dkk., 2014; Johnson and Delaney,

2006 ).

Kemampuan daya cerna nutrisi dalam usus dipengaruhi oleh luas

penampang dari epitel usus. Luas penampang usus dipengaruhi oleh jumlah

lipatan dan banyaknya vili. Vili memiliki bentuk tonjolan seperti jari dan daun

yang terletak pada membran mukosa, serta hanya dapat ditemukan pada usus

halus. Semakin tinggi dan banyak vili maka semakin luas pula penampang epitel

usus yang berfungsi untuk menyerap nutrisi-nutrisi dari makanan dan akan

berdampak pada pertumbuhan organ dan karkas (Siagian, dkk., 2016).


BAB 3 MATERI DAN METODE

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental dengan menggunakan Rancangan

Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini menggunakan kelinci sebanyak 20 ekor

dengan empat kali pengulangan dan masing-masing pengulangan terdiri dari lima

ekorkelinci yang memiliki jenis, usia dan berat badan yang seragam. Penggunaan

kelinci yang digunakan dalam setiap perlakuan dilakukan secara acak.

3.2. Sampel dan Besar Sampel

Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan kelinci

pedaging spesies Rex, dengan usia kelinci yang digunakan rata-rata 3-4 bulan.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tepung teritip dengan

konsentrasi yang berbeda. Penelitian ini menggunakan 4 buah perlakuan dan

pengulangan dari percobaan ini didapat dari. Berdasarkan Al-Arif (2016):

t ( n-1 ) ≥ 15

4 ( n-1 ) ≥ 15

4n – 4 ≥ 15

4n ≥ 15 + 4

4n ≥ 19
19
n≥ 4

n ≥ 4,75 dibulatkan menjadi 5

Keterangan :

t = jumlah kelompok perlakuan


18
19

n = jumlah banyak pengulangan

maka dalam penelitian ini dilakukan 4 buah perlakuan ( t ) dan 5 buah


pengulangan ( n ).

3.3. Variabel Yang Diukur

3.3.1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu konsentrasi pemberian tepung

teritip.

3.3.2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu gambaran tinggi vili jejunum

dan berat organ pencernaan (lambung, usus halus, dan usus besar.) kelinci.

3.3.3. Variabel Kendali

Variabel kendali dalam penelitian yaitu umur, jenis kelamin, kandang,

spesies, pakan, minum dan berat awal kelinci.

3.4. Definisi Operasional Variabel

Tinggi vili jejunum diperoleh dengan cara pengukuran terhadap tinggi vili

jejunum dengan mengunakan Mikroskop Trinokuar, proses penghitungan

dilakukan pada lapisan mukosa dari jejunum yang mana pada lapisan ini terdapat

jonjot-jonjot vili.

Berat organ pencernaan (lambung, usus halus, dan usus besar) diperoleh

dengan penimbangan menggunakan timbangan digital. Penimbangan berat

lambung meliputi bagian cardia hingga pilorus dari lambung, untuk penimbangan
20

berat usus halus meliputi bagian duodenum, jejunum, ileum, untuk berat usus

besar diperoleh dengan menimbang bagian caecum dan colon dari kelinci

3.5. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2018 sampai Januari

2019. Penelitian dilakukan di Teaching Farm, dan Laboratorium Pakan dan

Nutrisi FKH Universitas Airlangga PSDKU di Banyuwangi. Pembuatan preparat

histologi jejunum dilakukan di Laboratorium milik dr. Satria Pandu Persada Isma,

Sp.OT. jalan Tirtosari Kav.20 Landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.

Pemeriksaan histologi dilakukan di laboratorium instrumen FKH Universitas

Airlangga PSDKU di Banyuwangi.

3.6. Bahan dan Metode Penelitian

3.6.1. Hewan Coba

Hewan yang digunakan yaitu kelinci jantan jenis Rex dengan usia 3-4

bulan. Jumlah kelinci yang digunakan sebanyak 20 ekor yang akan di bagi

menjadi 4 perlakuan dengan masing-masing perlakuan terdiri dari 5 kelinci.

3.6.2. Bahan Penelitian

Bahan pakan dalam penelitian ini menggunakan pakan complete feed yang

memiliki kandungan tepung teritip dengan presentase 0%, 2,5%,5%, 7,5% sebagai

substitusi tepung ikan dalam setiap perlakuan. Adaptasi pakan dilakukan selama

10 hari bertujuan untuk menyesuaikan dan mengenalkan jenis pakan baru yang

akan digunakan. Air minum menggunakan air minum dalam kemasan. Bahan

penunjang untuk biosafetyyaitu air bersih dan sabun cuci. Desinfektan digunakan
21

untuk mensteril kandang sebelum digunakan untuk kelinci. Larutan formalin 10%

digunakan untuk fiksasi sampel organ usus selama proses pengiriman dari

Banyuwangi ke Malang ( Suhita dkk, 2013). Alkohol 30%, 50%, 70%, 80%,

90%, dan alkohol absolut digunakan pada untuk proses dehidrasi pada saat

pembuatan preparat. Penggunaan alkohol secara bertingkat bertujuan supaya

proses dehidrasi terjadi tidak terlalu cepat sehingga dapat menghindari rusaknya

mukosa dari jaringan serta menghindari terbentuknya artefak. Clearing yaitu

proses yang dilakukan setelah proses dehidrasi, proses clearing ini menggunakan

larutan xylol 100%. Larutan xylol 100% dalam pembuatan preparat bertujuan

untuk membersihkan kandungan alkohol yang tersisa setelah proses dehidrasi.

Larutan xylol 100% juga digunakan untuk menjernihkan jaringan sehingga dapat

memudahkan proses pewarnaan sehingga warna yang dihasilkan terlihat baik.

Cairan paraffin 100% untuk proses embedding-impregrnasi dalam pembuatan

preparat (Darsono dkk, 2016).

3.6.3. Alat Penelitian

Kandang yang digunakan yaitu kandang tipe baterai dengan ukuran 60 x

40 x 40 cm, dan setiap kandang diisi dengan 1 ekor kelinci. Pisau digunakan

untuk menyembelih kelinci dan membantu proses pembersihan dan pemisahan

karkas dengan organ pencernaan kelinci. Tempat pakan dan tempat minum untuk

meletakkan pakan dan minum kelinci. Cool box atau kotak pendingin digunakan

untuk menyimpan sampel organ pencernaan jejunum selama proses pengiriman ke

tempat pembuatan preparat histologi. Nampan untuk membantu selama proses

pembuatan pakan dan pemisahan organ pencernaan. Timbangan digital merek


22

Tanita® digunakan untuk menimbang berat organ pencernaan kelinci. Microskop

Trinokular digunakan untuk mengukur tinggi vili duodenum sampel. Pot sampel

digunakan untuk menyimpan sampel jejunum yang akan di proses untuk

pembuatan preparat histologi. Botol sprey digunakan untuk proses desinfektan

kandang sebelum digunakan. Alat penunjang untuk biosafety yaitu sarung tangan

dan masker. Timbangan digunakan untuk menimbang bahan-bahan untuk

pembuatan pakan pelet. Alat pencetak pelet digunakan untuk mencetak pakan

bentuk pelet. Panci digunakan untuk memasak adonan pakan. Penggiling tepung

digunakan untuk menggiling teritip menjadi tepung.

3.7. Prosedur Penelitian

3.7.1. Pembuatan Pakan

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan complete feed

dengan formulasi ransum buatan sendiri yang sudah disesuaikan dengan

kebutuhan kelinci. Proses pembuatan pakan di awali dengan proses pengolahan

teritip menjadi tepung teritip, dengan cara teritip di bersihkan dari kotoran dan

cangkang, setelah itu daging teritip dikeringkan dan digiling hingga menjadi

tepung. Bahan pakan yang terdiri dari silase, tepung jagung, pollar, bekatul,

tepung ikan, tepung teritip, tepung kedelai, premix, dan perekat dicampur sesuai

dengan takaran yang telah ditentukan sesuai dengan kelompok perlakuan yang

diberikan dan dicampur hingga homogen serta ditambahkan air hingga berbentuk

adonan. Adonan yang telah terbentuk lalu di kukus selama 15-20 menit, setelah

itu dicetak dengan cetakan pelet dan dikeringkan (Al-Arif dkk, 2016).
23

Perbandingan kandungan complete feed dengan tepung teritip untuk setiap

perlakuan yaitu sebagai berikut

P0 ( kontrol ) = complete feed 100% ( tepung ikan 15% )

P1 = complete feed 100% ( tepung ikan 12,5% + tepung teritip 2,5% )

P2 = complete feed 100% ( tepung ikan 10% + tepung teritip 5% )

P3 = complete feed 100% ( tepung ikan 7,5% + tepung teritip 7,5% )

3.7.2. Tahap persiapan

Semua peralatan baik kandang dan tempat minum dan tempat makan

pertama – tama dibersihkan. Kandang lalu di suci hamakan dengan menggunkan

cairan desinfektan. Tempat pakan dan minum di cuci dengan menggunakan sabun.

Penimbangan terhadap kelinci yang baru datang dan akan dimasukkan ke dalam

kandang. Selanjutnya kelinci dimasukkan ke dalam kandang setiap kotak kandang

diisi dengan satu kelinci. Kandang diberi label untuk perlakuan kelinci di

dalamnya.

3.7.3. Tahap Perlakuan

Masa adaptasi pakan dilakukan pada kelinci yang baru datang dengan cara

menggantikan pakan hijauan dengan pakan konsentrat secara bertahap dari

kosentrasi sedikit lalu bertahap ditambah jumlahnya hingga dapat menggantikan

secara sepenuhnya atau seratus persen. Masa adaptasi ini dilakukan selama 10

hari. Pemeliharaan selanjutnya setiap perlakuan diberikan pakan sesuai dengan

kelompok perlakuan, dan pemberian pakan sebanyak dua kali yaitu pagi pada
24

pukul 06.30 - 07.30 WIB dan sore pada pukul 16.00 - 17.00 WIB Permeliharaan

dilakukan selama 28 hari . Air minum diberikan secara adlibitum.

3.7.4. Tahap Penimbangan organ pencernaan dan Koleksi Sampel

Tahap pengambilan sampel organ pencernaan dilakukan pada kelinci

setelah masa perlakuan selama 28 hari, dengan cara penyembelihan yaitu

memotong saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan pembuluh darah (vena

jugularis). Sebelum dilakukan proses pengorbanan kelinci terlebih dahulu

dipuasakan selama kurang lebih 8 jam. Kelinci yang sudah disembelih lalu

dilakukan pengulitan dan pengambilan organ pencernaanya (lambung, usus halus

dan usus besar). Organ pencernaan lalu ditimbang menggunakan timbangan

digital. Organ pencernaan usus halus selanjutnya dipisahkan dari organ

pencernaan yang lain. Organ pencernaan usus halus selanjutnya di pisahkan antara

bagian duodenum, jejunum, dan ileum. Organ jejunum dilakukan koleksi sampel

pada bagian tengahnya dan diambil sepanjang kurang lebih 10 cm. Organ sampel

tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam pot sampel yang sudah berisis formalin

10% dan di beri label.

3.7.5. Tahap Pembuatan Preparat

Pembuatan preparat histologi dilakukan di labolatorium milik dr. Satria

Pandu Persada Isma, Sp.OT jalan Tirtosari Kav.20 Landungsari Kec. Dau

Kabupaten Malang.

Proses pembuatan preparat histologi dimulai dengan pengambilan sampel

organ jejunum, setelah organ didapat lalu dilakukan fiksasi dengan menggunkan
25

formalin 10% untuk menjaga kondisi organ suppaya tidak terjadi kerusakan.

Organ dilakukan proses dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat 30%,

50%, 70%, 80%, 90%, dan alkohol absolut. Penggunaan alkohol bertingkat

bertujuan supaya proses dehidrasi tidak berjalan secara cepat sehingga dapat

menghindari kerusakan dari jaringan. Clearing yaitu proses dimana jaringan yang

telah melalui proses dehidrasi menggunakan alkohol bertingkat dimasukkan ke

dalam larutan xylol 100% yang bertujuan untuk membersihkan kandungan

alkohol selama proses dehidrasi. Larutan xylol 100% juga berguna untuk

menjernihkan jaringan sehingga memudahkan dalamproses pewarnaan. Proses

embedding impregnasi yaitu proses pemasukan cairan kedalam jaringan secara

berlahan yang bertujuan untuk menggantikan xylol yang ada dijaringan dengan

parafin. Embeding blocking proses ini bertujuan untuk mempermudah dalam

proses pemotongan, pada proses ini organ akan dimasukkan kedalam cetakan

yang telah ada dan akan terjadi pengerasan dari parafin.

Organ yang sudah mengeras akan dilakukan pemotongan dengan

menggunakan mikrotom hasil dari pemotongan akan dimasukkan ke dalam

watherbath dan akan diambil menggunakan objec glass. Slide yang terbentuk

selanjutnya akan di masukkan kedalam metanol yang berfungsi untuk

membersihkan jaringan dari kotoran yang tersisa, setelah itu akan dilakukan

proses pembersihan parafin dengan menggunakan cairan xilene xylol. Setelah

proses pembersiahan parafin slide jaringan akan lakukan proses hidrasi dengan

menggunakan alkohol dengan konsentrasi menurun yaitu alkohol absolus, 90%,

80%, 70%, dan 50%. Tujuan dari proses hidrasi yaitu supaya zat warna dapat
26

masuk kedalam jaringan, proses pewarnaan menggunakan pewarnaan hematosilin

eosin, setelah itu akan dilakukan proses penutupan jaringan dengan menggunakan

cover glass (Darsono dkk, 2016).

3.7.6. Tahap Pengukuran

Setelah selesai dilakukan pembuatan preparat maka dilakukan perhitungan

tinggi vili usus dengan menggunakan alat Microskop Trinokular. Pengukuran

tinggi vili usus yaitu dari daerah apikal hingga daerah basal vili.
27

3.8. Bagan Alur Penelitian

Pengumpulan teritip

Pembuatan tepung teritip

Persiapan kandang dan peralatan

Persiapan kelinci

Adaptasi pakan

Perlakuan

P0 (Kontrol T.I P1 (perlakuan T.I P2 (Perlakuan T.I P3 (Perlakuan T.I


15%) 12,5% dan T.T 10% dan T.T 5%) 7,5% dan T.T
2,5%) 7,5%)

pengkorbanan

Perhitungan berat organ

Pembuatan preparat histologi

Perhitungan tinggi vili usus

Pengolahan data

Pembahasan

kesimpulan

Gambar 3.8. Diagram Alur Penelitian.


28

3.9. Analisis Data

Data yang diperoleh dari ke 4 kelompok perlakuan tersebut dilakukan

analisis parametrik menggunakan Analysis of Variance satu arah bila didapati

perbedaan yang nyata (p<0,05) maka dilakukan uji lebih lanjut dengan

menggunakan uji Duncan`s Multiple Range Test (DMRT). Proses analisis data

dilakukan menggunakan aplikasi SPSS( Al-Arif, 2016 ).


BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Tinggi Vili Jejunum

Hasil penelitian dari pemberian tepung teritip (Cirripedia Sp.)

sebagai feed substitusi tepung ikan dalam compelete feed pakan kelinci

dengan melihat variabel tinggi vili jejunum. Gambaran tinggi vili jejunum

dalam penelitian ini diukur pada bagian tunika mukosa dari jejunum,

Rata-rata tinggi vili jejunum masing - masing perlakuan dapat dilihat pada

Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Rata-rata tinggi vili jejunum

Perlakuan Rata-rata (µm) ± SD


P0 476,367 ± 114,15
P1 529,970 ± 44,56
P2 480,896 ± 63,73
P3 477,446 ± 124, 84
Keterangan: Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata p>0,05.

Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan hasil

bahwa pemberian tepung teritip (Cirripedia sp.) sebagai feed subtitusi

tepung ikan dalam compelete feed pakan kelinci tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata ( p>0,05) antar kelompok perlakuan, sehingga tidak

dilakukan uji lanjutan.

29
30

Rata-rata tinggi vili jejunum pada perlakuan diperoleh hasil berkisar 476,367 µm

sampai 529,974 µm. Rata-rata tinggi vili jejunum pada setiap perlakuan dapat

dilihat dalam grafik 4.1.

700

600
Rata-rata berat organ pencernaan
bagian usus besar ( gram)

500

400
476.367 Rata-rata
529.97 480.896 477.446
300 I SD
200

100

0
P0 P1 P2 P3
Kelompok Perlakuan

Gambar.4.1.Grafik rata-rata tinggi vili jejunum dalam setiap kelompok


perlakuan.

B
C
Tinggi = 440,32 µm D

Tinggi = 444,11 µm
Tinggi = 432,51 µm

Gambar. 4.2. Tinggi vili jejunum perlakuan P0 dengan perbesaran 10x10

Keterangan: ( - ) tinggi vili yang diukur (C) Lapisan muskularis


(A) Lapisan mukosa (D) Lapisan serosa
(B) Lapisan sub mukosa
31

Tinggi = 581,86 µm

B
C
Tinggi = 578,72 µm

Gambar 4.3. Tinggi vili jejunum perlakuan P1 dengan perbesaran 10x10


Keterangan: ( - ) Tinggi vili yang diukur
(A) Lapisan mukosa
(B) Lapisan sub mukosa
(C) Lapisan muskularis

B
Tinggi = 469,66 µm

Tinggi = 495,62 µm
C
D
Tinggi = 551,71 µm

Gambar 4.4. Tinggi vili jejunum perlakuan P4 dengan perbesaran 10x10


Keterangan: ( - ) Tinggi vili yang diukur (C) Lapisan muskularis
(A) Lapisan mukosa (D) Lapisan serosa
(B) Lapisan sub mukosa
32

Tinggi = 742,51 µm

Tinggi = 694,14 µm

DC
B
Tinggi = 700,58 µm

Gambar 4.5. Tinggi vili jejunum perlakuan P3 dengan perbesaran 10x10


Keterangan: ( - ) Tinggi vili yang diukur
(A) Lapisan mukosa
(B) Lapisan sub mukosa
(C) Lapisan muskularis
(D) Lapisan serosa

4.2 Berat Organ Pencernaan


Berat organ pencernaan diperoleh dengan cara penimbangan berat

organ pasca penkorbanan setelah masa perlakuan selama 28 hari. Berat

organ pencernaan yang ditimbang dalam penelitian ini meliputi lambung,

usus halus dan usus besar.

4.2.1 Berat Organ Lambung

Hasil penelitian dari pemberian tepung teritip (Cirripedia Sp.)

sebagai feed substitusi tepung ikan dalam compelete feed pakan kelinci

dengan melihat variabel berat organ pencernaan bagian lambung. Rata-rata

berat organ pencernaan bagian lambungdapat dilihat pada tabel 4.2


33

Tabel.4.2. Rata-rata berat total organ pencernaan bagian lambung

Perlakuan Rata-rata (g) ± SD


P0 45,40 ± 4,45
P1 54,60 ± 7,43
P2 49,80 ± 9,57
P3 49,00 ± 6,20

Keterangan: Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan


hasil yang tidak berbeda nyata p>0,05.
Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa

pemberian tepung teritip sebagai feed subtitusi tepung ikan dalam

compelete feed tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar tiap

perlakuan ( p>0,05). Rata-rata berat organ pencernaan bagian lambung

yaitu berkisar 45,40 sampai 54,60 gram. Rata-rata berat organ pencernaan

bagian lambung dapat dilihat pada grafik.4.6.

70
60
pencernaan bagian usus besar

50
Rata-rata berat organ

40
45.4 54.6 49.8 49 Rata-rata
30
( gram)

I SD
20
10
0
P0 P1 P2 P3
Kelompok Perlakuan

Gambar.4.6. Grafik rata-rata berat organ pencernaan dalam setiap


kelompok perlakuan.
34

4.2.2 Berat Organ usus halus

Hasil penelitian dari pemberian tepung teritip (Cirripedia Sp.)

sebagai feed substitusi tepung ikan dalam compelete feed pakan kelinci

dengan melihat variabel berat organ pencernaan bagian usus halus. Rata-

rata berat organ pencernaan bagian usus halusdapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel.4.3. Rata-rata berat total organ pencernaan bagian usus halus

Perlakuan Rata-rata (g) ± SD

P0 76,60 ± 7,66

P1 92,20 ± 13,53

P2 80,20 ± 14,46

P3 76,60 ± 17,58

Keterangan: Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan


hasil yang tidak berbeda nyata p>0,05.

Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa

pemberian tepung teritip sebagai feed subtitusi tepung ikan dalam

Compelet feed tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar tiap

perlakuan (p>0,05). Rata-rata berat organ pencernaan bagian usus halus

berkisar 76,60 sampai 92,20 gram. Rata-rata berat organ pencernaan

bagiam usus halus dapat dilihat pada grafik.4.7.


35

120

pencernaan bagian usus besar


100

Rata-rata berat organ


80
60 92.2 Rata-rata
76.6 80.2 76.6

( gram)
40 I SD
20
0
P0 P1 P2 P3
Kelompok Perlakuan

Gambar.4.7. Grafik rata-rata berat organ pencernaan bagian Usus


dalam setiap kelompok perlakuan.
Halus

4.2.3 Berat Organ usus besar

Hasil penelitian dari pemberian tepung teritip (Cirripedia Sp.)

sebagai feed substitusi tepung ikan dalam compelet feed pakan keinci

dengan melihat variabel berat organ pencernaan bagian usus besar. Rata-

rata berat organ pencernaan bagian lambungdapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel.4.4. Rata-rata berat total organ pencernaan bagian usus besar

Perlakuan Rata-rata (g) ± SD


P0 182,20± 18,14
P1 219,80± 31,13
P2 201,40± 36,71
P3 196,60± 25,44
Keterangan: Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata p>0,05.

Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa

pemberian tepung teritip sebagai feed subtitusi tepung ikan dalam

Compelet feed tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar tiap


36

perlakuan ( P>0,05). rata-rata berat organ pencernaan bagian usus besar

pada penelitian ini berkisar 182,00 sampai 219,80gram. Rata-rata berat

organ pencernaan bagiam usus halus dapat dilihat pada grafik.4.8.

pencernaan bagian usus besar 300


250
Rata-rata berat organ

200
150 Rata-rata
182.2 219.8 201.4 196.6
( gram)

100 I SD
50
0
P0 P1 P2 P3
Kelompok Perlakuan

Gambar.4.8. Grafik rata-rata berat organ pencernaan bagian Usus

besardalam setiap kelompok perlakuan.


BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Berat Organ Pencernaan

Berat organ pencernaan kelinci merupakan faktor yang mampu

mempengaruhi bobot karkas dan bobot hidup, karena semakin besar organ

pencernaan kelinci maka semakin besar kapasitas dan kemampuan organ untuk

melakukan proses pencernaan pakan sehingga berdampak pada berat karkas dan

bobot akhir ( Saputra, dkk., 2016; Puger, dkk., 2015) dalam penelitian ini berat

organ pencernaan meliputi berat lambung, usus halus dan usus besar.

5.1.1 Berat Lambung

Lambung kelinci memiliki fungsi yang sama dengan fungsi lambung pada

hewan monogastrik lainnya yaitu sebagai tempat penampungan pakan yang mana

di dalam lambung kelinci terjadi pencernaan pakan secara kimiawi, enzimatis dan

juga mekanis. Pencernaan kimiawi pada lambung dilakukan oleh HCL yang

berfungsi membunuh mikroorganisme bersifat merugikan yang ikut tertelan

bersama pakan, selain itu HCL juga akan mengaktifkan enzim pencernaan yang

ada di lambung. Pencernaan enzimatis dilakukan oleh enzim yang berasal dari

lambung seperti pepsin yang berfungsi memecah protein menjadi pepton dan

lipase gastric yang memecah lemak trigliserida menjadi asam lemak yang siap

dicerna diusus halus, serta enzim yang terkandung pada air liur yaitu amilase yang

berfungsi memecah amilum menjadi maltosa dan lysozyme yang berfungsi

membunuh bakteri atau mikroorganisme yang ikut masuk bersama pakan.

37
38

Pencernaan secara mekanis di lambung dilakukan oleh aktifitas otot lambung

(Hestiana, dkk., 2014)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung teritip (Cirripedia sp.)

sebagai substitusi tepung ikan dalam complete feed pakan kelinci tidak

memberikan perbedaaan yang nyata antar kelompok kontrol dan

perlakuan(p>0.05) terhadap berat organ pencernaan bagian lambung. Rata-rata

berat lambung dari keempat perlakuan berkisar 45,40 sampai 54,60 gram. Hal ini

dikarenakan kandungan nutrisi yang ada dalam pakan yang hampir sama antara

kelompok kontrol dan perlakuan.

Pertambahan berat organ pada kelinci dipengaruhi oleh jumlah pakan yang

dikonsumsi, kandungan pakan, usia, dan bentuk pakan. (Tambunan, 2015),

semakin banyak pakan yang dikonsumsi menyebabkan kinerja lambung dalam

melakukan pencernaan secara mekanik akan semakin berat, sehingga

menyebabkan lambung mengalami adaptasi baik secara hipertrofi maupun

hiperplasia untuk meningkatkan kebutuhan fungsional, sehingga otot lambung

menjadi menebal untuk menjaga fungsi lambung (Arimbi dkk.,2015).

5.1.2 Berat Usus Halus

Pakan setelah melewati lambung akan masuk ke dalam usus halus. Usus halus

merupakan tempat penyerapan nutrisi dari pakan paling tinggi bila dibandingkan

organ pencernaan lain usus halus terdiri dari empat lapisan yaitu sub mukosa,

mukosa, muskularis eksternal dan tunika adventisia. Lapisan sub mukosa usus

halus merupakan area penyerapan nutrisi karena pada bagian ini terdapat vili-vili

yang berfungsi sebagai tempat penyerapan nutrisi. lapisan sub mukosa usus halus
39

tersusun dari jaringan ikat longgar pada bagian ini juga terdapat banyak pembuluh

darah dan pembuluh limfe. Lapisan muskularis usus halus tersusun atas otot polos

dengan arah otot sirkuler dan longitudinal, lapisan ini bertanggung jawab atas

gerak peristaltik usus. lapisan adventisia merupaka lapisan terluar dari usus yang

tersusun atas jaringan ikat longgar yang ditutupi oleh mesotelium (Hestiana, dkk.,

2014).

Usus halus terbagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan

ileum. Duodenum merupakan bagian usus halus pertama setelah lambung, pada

bagian duodenum terdapat saluran penghubung dengan pankreas dan kantung

empedu. Pada duodenum terjadi penetralan pH dari asam menjadi pH netral yang

ideal dengan kondisi lambung, selain itu di duodenum terjadi penambahan enzim

pencernaan yang berasal dari pankreas, dan enzim-enzim pencernaan tersebut

akan mulai bekerja di duodenum. Pencernaan di duodenum belum begitu optimal

karena enzim masih bekerja. proses pencernaan paling tinggi terjadi pada bagian

jejunum setelah itu akan berlanjut pada bagian ileum namun penyerapan pada

ileum tidak setinggi pada bagaian jejunum (Johnson, and Delaney., 2016)

Berdasarkan hasil penelitian pemberian tepung teritip sebagai substitusi

tepung ikan dalam complete feed pakan kelinci tidak memberikan perbedaan nyata

antara kelompok perlakuan dan kontrol (p>0.05) terhadap berat organ pencernaan

bagian usus halus. Rata-rata berat usus halus dari keempat kelompok perlakuan

yaitu 76,60 sampai 92,20 gram. Hal ini mungkin disebabkan karena kandungan

nutrisi yang ada di dalam pakan kelompok perlakuan dan kontrol hampir sama

tidak berbeda secara signifikan.


40

Usus halus merupakan tempat penyerapan nutrisi pakan, proses

penyerapan nutrisi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bentuk pakan,

kecepatan pakan melewati organ pencernaan, besar kecilnya partikel pakan, luas

area penyerapan, serta fisiologis usus sendiri (Sukaryana, dkk., 2011). Kapasitas

dari usus mempengaruhi kemampuan usus dalam mencerna pakan, semakin luas

area penyerapan maka semakin besar kemampuannya dalam menyerap nutrisi

pakan (Hidayat, dkk., 2016). Faktor-faktor yang merangsang perkembangan usus

halus yaitu nutrisi yang dicerna seperti protein, lemak, dan pati. Protein berperan

dalam pembentukan jaringan. Sebagain besar nutrisi yang diserap usus akan

digunakan oleh usus sendiri untuk menjaga fungsi dan proses regenerasi dari sel

usus sendiri. Protein dan lemak dalam pakan yang dicerna oleh usus halus

memiliki fungsi sebagai pembentuk jaringan dan merangsang poliferasi sel, maka

semakin tinggi protein dan lemak yang dapat dicerna oleh usus maka semakin

cepat kemampuan usus dalam meregenerasi sel-selnya sehingga menyebabkan

ukuran dari vili semakin panjang dan juga lumen usus semakin besar sehingga

menyebabkan pencernaan semakin tinggi (Hidayat, dkk., 2016; Hartono, dkk.,

2016).

5.1.3. Berat Usus Besar

Usus besar kelinci terbagi menjadi bagian caecum dan rektum (Hestiaan,

dkk., 2014). Caecum kelinci merupakan organ pencernaan yang memiliki ukuran

paling besar diantara organ pencernaan lainnya, caecum kelinci memiliki peran

yang sangat penting karena kemampuan mencerna kelinci yang kurang baik bila

dibandingkan dengan hewan lainnya. pada caecum terjadi proses fermentasi yang
41

di bantu oleh microba yang ada di dalam caecum proses fermentasi di dalam

caecum akan menghasilkan lemak volatile yag akan diserap pada epitel caecum

(Johnson and Delaney., 2006; Harcourt-Brown and Harcourt-Brown.,

2002).Kemampuan dari epitel caecum yang rendah dalam mencerna nutrisi hasil

fermentasi menyebabkan banyak nutrisi yang ikut terbuang bersama dengan feses

kelinci (Roberts, et al., 2007). Kelinci memiliki kebiasaan memakan fesesnya

kembali hal ini bertujuan untuk mencerna nutrisi yang ada di feses, karena nutrisis

yang ada di feses kelinci lebih siap di cerna oleh organ pencernaan kelinci dari

pada pakan biasa.

Berdasarkan hasil penelitian pemberian tepung teritip sebagai substitusi

tepung ikan dalam complete feed pakan kelinci menujukkan hasil yang tidak

berbeda nyata (p>0.05) terhadap berat organ bagian usus besar antara kelompok

perlakuan dan kontrol. Rata-rata berat usus besar dari keempat kelompok

perlakuan yaitu 182,2 sampai 219,80 gram. Hal ini kemungkinan terjadi karena

kandungan nutrisi yang terkandung di dalam pakan antara kelompok perlakuan

dan kontrol yang tidak berbeda secara signifikan. Faktor yang mempengaruhi

ukuran dari pada caecum yaitu jumlah pakan yang dikonsumsi, usia, dan serat

kasar dalam pakan. Semakin besar kemampuan dari caecum dalam menampung

pakan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap proses fermentasi sehingga

jumlah volatile fatty acid yang dihasilkan akan semakin banyak. Volatile fatty

acid merupakan hasil dari proses pemecahan serat kasar yang berada didalam

caecum setelah melalui proses fermentasi yang hasilnya akan berbentuk energi

yang siap diserap oleh tubuh. Pembentukan Volatile fatty acid di dalam caecum
42

dilakuakn oleh bantuan bakteri, protozoa, dan fungi selama proses fermentasi ini

serat kasar akan mengalami pencernaan secara enzim matis secara eksternal dan

internal. Pencernaan enziomatis secara internal yaitu dilakukan oleh enzim-enzim

pencernaan yang mana nantik akan memecah serat kasar menjadi oligosakari dan

dan gula-gula sederhana. Oligosakarida dan gula-gula sederhana tadi akan

dilakukan pemecahan secara enzimatis intraseluler dengan bantuan enzim yang

berasal dari microorganisme sehingga partikel nutrisi akan berubah menjadi

partikel lebih kecil dan sederhana atau yang disebut volatile fatty acid seperti

asetat, propionat,dan butirat. Pembentukan volatile fatty acid dipengaruhi oleh

kondisi caecum selama proses fermentasi, kondisi caekum ini dipengaruhi oleh

nilai nutrisi, serat dalam pakan, fraksi-fraksi yang mudah larut dan kecernaan.

Keadan tersebut akan mempengarhi jumlah energi yang tersedia yang dapat

digunakan oleh microogranisme untuk melakukan perkembang biakan sehingga

mempengaruhi proses pemecahan dari serat kasar. Semakin banyaknya volatile

fatty acid yang dihasilkan maka akan mempengaruhi poliferasi sel lebih tinggi dan

akan menyebabkan organ lebih berat (Sutrisna, 2012; Usman, 2013).

5.2. Tinggi Vili Jejunum

Berdasarkan analisis hasil penelitian dengan variabel tinggi vili jejunum,

memperlihatkan bahwa penggunaan tepung teritip (Cirripedia sp.) sebagai feed

substitusidari tepung ikan dalam complete feed pakan kelinci menunjukkan tidak

adanya perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

(p>0.05), dengan rata-rata tinggivili berkisar 476,367±114,15 µm hingga

529,970±44,56 µm. Hal ini mungkin disebabkan karena kandungan nutrisi yang
43

ada di dalam pakan antara kelompok perlakuan dan kontrol yang tidak berbeda

secara signifikan.

Proses penyerapan nutrisi pada usus halus tertinggi terjadi pada bagian

jejunum. Usus halus kelinci hanya dapat mencerna protein, pati, dan lemak

(Moghaddam., et al., 2012; Low, 1980). proses penyerapan pakan di bagaian usus

halus dipengaruhi oleh bentuk nutrisi yang ada di dalam pakan, lama bagain vili

bersinggungan dengan cyme, banyaknya enzim dan luas penampang area

penyerapan (Fitasari., 2012; Tambunan., 2015), luas penampang area penyerapan

pada usus halus di pengaruhi oleh tinggi vili dan lebar vili, tinggi vili di pengaruhi

oleh proses poliferasi dari vili tersebut. Proses poliferasi pada vili distimulasi oleh

asam lemak rantai pendek yang dicerna selama proses pencernaan. (Hartono dkk.,

2016). Proses pencernaan lemak pada usus halus di lakukan oleh enzim lipase

yang dibantu oleh garam-garam empedu, enzim lipase dan garam empedu akan

memecah lemak menjadi asam lemak sehingga lebih mudah di serap oleh vili usus

(Citrawidi dkk., 2012).


44

BAB. 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Penggunaan tepung teritip (Cirripedia Sp.) sebagai feed substitusi tepung

ikan dalam pakan complete feed kelinci tidak berpengaruh secara nyata

terhadap tinggi vili jejunum kelinci.

2. Penggunaan tepung teritip (Cirripedia Sp.) sebagai feed substitusi tepung

ikan dalam pakan complete feed kelinci tidak berpengaruh secara nyata

pada berat organ pencernaan (lambung, usus halus, dan usus besar).

6.2. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diajukan saran sebagai berikut:

Penggunaan tepung teritip (Cirripedia Sp.) sebagai feed substitusi tepung

ikan dalam formulasi ransum complete feed pakan kelinci dapat diberikan hingga

7,5%.
DAFTAR PUSTAKA

A-Z animals. 2008. Rabbit. A-Z animals. https://a-z-animals.com/animals/rabbit/


diakses pada 12 juni 2018 [20:15 WIB].

Al-Arif, M.A. 2016. Rancangan Percobaan. Fakultas Kedokteran Hewan.


Universitas Airlangga. Surabaya. Hal.33-39.

Al-Arif, M.A., T. Nurhajati, R. Sidik, M. Lamid, H. Setyono, dan W.P.


Lokapirnasari. 2016. Buku Ajar Teknologi Pakan Hewan. Edisi Ketiga. PT
Revka Petra Media. Surabaya. 75-79.
Arimbi, A. Azmijah, R. Darsono, H. Plumeriastuti, T.V. Widiyatno, dan D.
Legowo. 2015. Buku Ajar Patologi Umum Veteriner. Edisi Kedua.
Airlangga Unversity Press. Surabaya. 115-163.
Awalia, R.D. 2016. Karakteristik Fenotip Kelinci Rex Satin Dan Reza [skripsi].
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal. 6.
Balqis, U., Tiuria, R., Priosoeryanto, B. P., & Darmawi, D. (2007). Goblet Cells
Proliferation of Duodenum, Jejunum, and Ileum of Laying Hens Immunized
with Protein of Excretory-Secretory of Ascaridia galli. Jurnal Kedokteran
Hewan-Indonesian Journal of Veterinary Sciences, 1(2).
Brahmantiyo, B., dan Y. C. Raharjo. 2009. Karakteristik karkas dan potongan
komersial kelinci Rex dan Satin. In Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. pp. 13-14.

Brahmantiyo, B., dan Y. C. Raharjo. 2011. Peningkatan Produktivitas Kelinci


Rex, Satin Dan Persilangannya Melalui Seleksi. JITV, 16(4). : 243-252.

Burmeister. 1834. Cirripedia. Worms. http://www. marinespecies. org/aphia.


php?p=tax details dan id= 1082 diaskes 13 juni 2018 [ 15.45 ].

Carabaño Luengo, R. M., Villamide Díaz, M. J., García, J., Nicodemus Martin,
N., Llorente, A., Chamorro, S., ... and Blas Beorlegui, J. C. D. 2009. New
concepts and objectives for protein-amino acid nutrition in rabbits: a review.
Journal of the World Rabbit Science Association, 17(1), 1-14.

Citrawidi, T. A., Murningsih, W., dan Ismadi, V. D. Y. B. (2012). Pengaruh


pemeraman ransum dengan sari daun pepaya terhadap kolesterol darah dan
lemak total ayam broiler. Animal Agriculture Journal, 1(1), 529-540.

Darsono, R., Arimbi, T.V. Widiyanto, H. Plumeriastuti, dan D. Legowo. 2016 .


Buku Petunjuk Praktikum Patologi Umum. Fakultas Kedokteran Hewan .
Universitas Airlangga. Surabaya. Hal. 49-50.

45
46

Ermaitis. 1984 . Beberapa catatan tentang marga balanus (cirripedia). Oceana.


LON-LIPI. Jakarta. Volume IX, Nomor 3 : 96 – 101.

Fitasari, E. 2012. Penggunaan Enzim Papain Dalam Pakan TerhadapKarakteristik


Usus Dan Penampilan Produksi Ayam Pedaging. Buana Sains. Volume 12,
Nomor 1: 7-16.

Ghafur, M.A. 2009. Nilai Kecernaan In Vivo Ransum Kelinci New Zealand
White Jantan Yang Menggunakan Bagasse Fermentasi [Skripsi]. Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hal. 1

Giritya, E.P. 2013. Pengaruh Pakan Komplit Terhadap Nilai Kecernaan Protein
Pada Sapi Perah [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas
Airlangga Surabaya.Hal.1–2.

Has, H., A. Napirah, dan A. Indi. 2014. Efek Peningkatan Serat Kasar Dengan
Penggunaan Daun Murbei Dalam Ransum Broiler Terhadap Persentase
Bobot Saluran Pencernaan. Fakultas Peternakan. Universitas Halu Oleo.
Kendari. JITRO. Vol. 1 no. 1 : 63-69.

Harcourt-Brown, F., and Harcourt-Brown, N. H. (2002). Textbook of rabbit


medicine. Butterworth-Heinemann.

Hartono, E. F., Iriyanti, N., dan Suhermiyati, S. (2016). Efek Penggunaan


Sinbiotik Terhadap Kondisi Miklofora dan Histologi Usus Ayam Sentul
Jantan. Jurnal Agripet, 16(2), 97-105.

Haneda, N. F., dan Suheri, M. 2018. Hama Mangrove Di Kecamatan Batu Ampar,
Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat Mangrove Pests at Batu Ampar,
Kubu Raya, West Kalimantan. Jurnal Silvikultur Tropika, 9(1), 16-23.

Hestiana, E.P., C. Anwar, S. Kuncorojakti, dan L.R. Yustinasari. 2013. Buku Ajar
Histologi Veteriner Jilid 2. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga. Surabaya. Hal 14-20.

Hidayat, S. C. M., & Harimurti, S. (2016). Pengaruh suplementasi probiotik


bakteri asam laktat terhadap histomorfologi usus dan performan puyuh
jantan. Buletin Peternakan, 40(2), 101-106.

Jamilah, N. S., dan Mahfudz, L. D. 2014. Pengaruh penambahan jeruk nipis


sebagai acidifier pada pakan stepdown terhadap kondisi usus halus ayam
pedaging. JITP, 3(2), 90-95.
47

Johnson. C. A., and Delaney. 2006. Anatomy and Physiology of the Rabbit and
Rodent Gastrointestinal System. Seattel, USA : Eastside Avian dan Exotic
Animal Medical Center. p.9-17.

Jones, D.S. 2004. Barnacles (cirripedia thoracica) of the dampier archipelago,


Western Australia. Records of the Western Australian Museum Supplement,
66: 121-157

Kusumawati, D., 2016. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta : Gadjah


Mada University Press. Hal 12, 44, 50-51.

Kuehnel, W., 2003. Color atlas of cytology, histology, and microscopic anatomy.
New York. p. 301

Lebas, F. 2013. Feeding Strategy for Small and Medium Scale Rabbits Unit. 3rd
conference of asian rabbit Production association. Bali.

Low, A. G. (1980). Nutrient absorption in pigs. Journal of the Science of Food


and Agriculture, 31(11), 1087-1130.

Mirza, N., Dewiyanti, I., dan Octavina, C. 2017. Kepadatan Teritip (Balanus Sp.)
di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Pemukiman Rigaih Kecamatan Setia
Bakti Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kelautan Perikanan Unsyiah, 2(4).

Moore, L.C. 2017. Rabbit Nutrition and Nutritional Healing. 3rd ed. United
States. Copyright Act. p. 12-92.

Muslih, D., W. Pasek, Rossuartini, dan Brahmantiyo. 2005. Tata Laksana


Pemberian pakan Untuk Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci. Lokakarya
Nasioal Potensi dan Peluang Pengembangan usaha Kelinci. Hal. 61-65.
Nassiri Moghaddam, H., Salari, S., Arshami, J. A. V. D., Golian, A., and Maleki,
M. O. H. S. E. N. (2012). Evaluation of the nutritional value of sunflower
meal and its effect on performance, digestive enzyme activity, organ weight,
and histological alterations of the intestinal villi of broiler chickens. Journal
of Applied Poultry Research, 21(2), 293-304.
Nuriyasa, I. M., I. M. Mastika, A. W. Puger, E. Puspani, dan I. W. Wirawan.
2013. Performans Kelinci Lokal ( L epus nigricollis ) Yang Diberi Ransum
Dengan Kandungan Energi Berbeda. Universitas Udayana, Denpasar.
Majalah Ilmiah Peternakan. Volume 16, Nomor 1 : 12-17.

OECD-FAO Agricultural outbook. 2017. Meat comsumption. https:// data. oecd.


org/ agroutput /meat-consumption.htm. diakses tgl 11 mei 2018 [ pukul
20:03 ].
48

Peraturan Menteri Pertanian. 2009. Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pakan.
Jakarta. Nomor 19. Hal. 20.
Pratiwi, A., Supadmo, A. Astuti, dan Panjono. 2017. Kinerja Pertumbuhan dan
Produksi Karkas Kelinci Rex Yang Diberi Pakan Dengan Suplement
Minyak Jagung. Yogyakarta. Buletin Peternakan. Vol. 41 (2) : 119-125.

Priyanti. 2008. Pengaruh Pemberian Feed Supplement Terhadap Kecernaan


Nutrien Domba Lokal Jantan Yang Diberi Pakan Basal Rumput Lapangan [
Skripsi ]. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hal. 9-
10.
Puger, A. W., Suasta, I. M., Astawa, P. A., dan Budaarsa, K. Pengaruh
Penggantian Ransum Komersial dengan Ampas Tahu terhadap Komponen
Organ dalam Babi Ras. Majalah Ilmiah Peternakan, 18(2).
Purnami. N.A. 2018. Pengaruh Penambahan Konsentrat Terhadap Keluaran
Kreatinin Pada Domba Dengan Umur Yang Berbeda [Skripsi]. Fakultas
Peternakan Dan Pertanian. Universitas Diponegoro. Semarang. Hal. 6.
R. Carabano, J. Piquer, D. Menoyo, and I. Badiola. 2010. The Digestive System
of the Rabbit In : Carlos de Blas and Julian Wiseman. Nutrition of the
Rabbit, 2nd Edition. British Library, London, UK.

Raharjo, Y.C., dan B.R.A.M. Brahmantiyo. 2014. Plasma nutfah kelinci sebagai
sumber pangan hewani dan produk lain bermutu tinggi. Indonesian Journal
of Animal and Veterinary Sciences. Vol.19 (3).

Rahmaningtyas, I.H., R. Yulianto, D.W. Prastika, K. Arifin, V. Oktaviana, R.S.


Setiabudi, M.T.E. Purnama. 2017. Efektivitas tepung teritip (cirripedia sp)
terhadap pertambahan berat badan dan feed convertion ratio (fcr) ayam
pedaging. Surabaya. Jurnal Agro Veteriner Universitas Airlangga. Vol.5 /
no. 2.

Roberts, S. A., Xin, H., Kerr, B. J., Russell, J. R., and Bregendahl, K. (2007).
Effects of dietary fiber and reduced crude protein on ammonia emission
from laying-hen manure. Poultry Science, 86(8), 1625-1632.

Saputra, D. I. (2016). Pengaruh Penambahan Jenis Pakan Sumber Protein pada


Ransum Berbasis Limbah dan Hijauan Kelapa Sawit terhadap Konsumsi,
Pertambahan Bobot, dan Efisiensi Kelinci Lokal Jantan. Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu, 4(2).

Santoso, L., dan H. Agusmansyah. 2011. Pengaruh Substitusi Tepung Kedelai


Dengan Tepung Biji Karet Pada Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Ikan
Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum). Fakultas Perikanan Dan Ilmu
49

Kelautan. Universitas Riau. Berkala Perikanan Terubuk. Vol.39 no.2 : 41-


50.

Siagian, Y. A., 2016. Gambaran Histologis Dan Tinggi Vili Usus Halus Bagian
Ileum Ayam Ras Pedaging Yang Di Beri Tepung Daun Kelor (Moringa
oleifera) Dalam Ransum [Skripsi]. Fakultas Peternakan. Universitas
Hasanudin. Makasar. Hal. 1-15.

Siregar, G. A. W., Nuraini, H., dan Brahmantiyo, B. (2017). Pertumbuhan Dan


Produksi Karkas Kelinci Rex Pada Umur Potong Yang Berbeda. Jurnal
Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 2(1), 196-200.

Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2017. Direktorat Jenderal Peternakan


dan Kesehatan Hewan. Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Hal. 68-
76.
Subekti, E. 2009. Ketahanan pakan ternak Indonesia. Fakutas Pertanian.
Universitas Wahid Hasyim. Mediagro. Vol.5 no. 2 : 63-71.
Suhita, N.L.P.R., I.W. Sudira, dan I.B.O. Winaya. 2013. Histopatologi Ginjal
Tikus Putih Akibat Pemberian Ekstrak Pegagan ( Centella asiatica ) Peroral.
Universitas Udayana. Denpasar. Buletin Veteriner Udayana. Vol 5 no. 1 :
63-69.

Supartini, N., dan Trisiwi, H. F.2017. Suplementasi Serbuk Gergaji Dengan


Probiotik Untuk Pakan Kelinci. Buana Sains, 16(2), 151-158.

Sutrisna, R. (2017). Pengaruh Beberapa Tingkat Serat Kasar Dalam Ransum


Terhadap Pekembangan Organ Dalam Itik Jantan. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan, 12(1): 1-5.

Tambunan, M. H. (2015). Pengaruh Pemberian Tepung Daun Indigofera Sp


Terhadap Konsumsi, Pertambahan Bobot Badan Dan Efisiensi Ransum
Kelinci Peranakan New Zealand White. Students e-Journal, 4(1).

Usman dan B.M.W. Tiro. 2015. Perbedaan pola pemeliharaan terhadap


produktivitas ternak kelinci di Kabupaten Lanny Jaya, Papua. Agros Vol. 17
No.1 : 95-102.

Usman, Y. (2013). Pemberian pakan serat sisa tanaman pertanian (jerami kacang
tanah, jerami jagung, pucuk tebu) terhadap evolusi pH, N-NH3 dan VFA di
dalam rumen sapi. Jurnal Agripet, 13(2), 53-58.

Utama, F. H., K.A. Kamila, dan D. Latipudin. 2014. Sekret Mucus Sel Goblet
Ileum dan Ukuran Usus Halus Puyuh (Coturnix coturnix japonica) yang
diberi Bawang Putih (Allium sativum). Penelitian. Fakultas Peternakan.
Universitas Padjadjaran, Bandung. Hal.2
50

Wresdiyati, T., S.R. Laia, Y. Setiorini, I.I. Arief, dan M. Astawan. 2015.
Probiotik Indigenus Meningkatkan Profil Kesehatan Usus Halus Tikus yang
Diinfeksi Enteropathogenic E. Coli. Majalah Kesehatan Bandung.
Volume42 no. 2 Hal. 78-85.
51

LAMPIRAN 1. Kandungan Nutrisi Bahan Penyusun Ransum

BAHAN Bk Pk Lk Sk

TEPUNG SILASE 91,5% 27,560% 4,150% 23,30%

TEPUNG JAGUNG 89,0% 11,00% 5,30% 5,85%

TEPUNG KEDELAI 92,2% 31,10% 6,52% 18,00%

BEKATUL 92,5% 8,90% 5,30% 32,90%

POLLAR 89,8% 11,90% 4,73% 9,71%

PREMIX 99,6% 0,00% 0,00% 0,00%

TEPUNG IKAN 90,6% 48,13% 5,17% 13,79%

TEPUNG TERITIP 87,7% 46,56% 13,51% 3,54%

SEMEN PUTIH 0% 0% 0% 0%
52

LAMPIRAN 2.Kandungan Nutrisi Dalam Ransum

BAHAN P0 P1 P2 P3 Standart
kebutuhan
TEPUNG SILASE 10 % 10 % 10 % 10 % nutrisi
TEPUNG JAGUNG 43 % 43 % 43 % 43 %

TEPUNG KEDELAI 4% 4% 4% 4%

BEKATUL 20 % 20 % 20 % 20 %

POLLAR 4% 4% 4% 4%

PREMIX 1% 1% 1% 1%

TEPUNG IKAN 15 % 12,5 % 10 % 7,5 %

TEPUNG TERITIP 0% 2,5 % 5% 7,5 %

PEREKAT (SEMEN 3% 3% 3% 3%

PUTIH)

Total 100 % 100 % 100 % 100 %

Total Bk 90,61% 90,51% 90,46% 90,39% -

Total Pk 16,71% 16,67% 16,63% 16,59% 12-18%

Total Lk 4,90% 5,10% 5,31% 6,54% 2-6%

Total Sk 14,60% 14,39% 14,09% 13,83% 12-22%


53

Lampiran 3. Hasil Analisis Proksimat Bahan


54

Lampiran 4. Keterangan Kelaikan Etik


55

Lampiran 5. Surat Keterangan Sehat


56

Lampiran 6. Tinggi Vili jejunum setiap individu

1. Perlakuan P0 (Tepung Ikan 15% + Tepung Teritip 0%)

Nomer P0
P0.1 P0.2 P0.3 P0.4 P0.5
1 287,39 653,01 505,17 461,56 416,19
2 333,48 679,58 550,18 450,97 383,85
3 354.72 606,03 439,48 663,39 397,19
4 282,97 685,76 416,74 462,85 425,25
5 463,99 699,42 379,73 431,03 385,09
6 357,81 628,32 376,73 438,03 478,96
7 325,88 674,83 487,97 548,08 395,3
8 313,68 678,02 526,7 462,87 430,29
9 292,76 602.86 445,33 593,86 446,23
10 242,78 641 496,15 438,38 432,96
11 272,79 613,92 547,03 638,53 426,33
12 432,99 658,26 452,52 431,36 444,11
13 301,56 614,19 487,32 549,43 432,51
14 347,1 598,76 416,18 434,81 440,32
15 361,73 687,05 424 545,36 416,29
16 301,55 689,39 410,61 543,82 429,1
17 393,45 653,5 408,66 503,07 443,39
18 450,11 617,44 402,77 630,11 475,9
19 544,27 658,75 402,85 493,32 442,97
20 335,38 661,6 427,93 444,77 470,34
21 364,63 697,88 376,83 418,67 448,84
22 301,08 596,51 512,73 467,05 463,54
23 297,79 619,53 466,9 472,12 443,02
24 263,13 657,93 517,92 501,73 450,42
25 273,71 647,43 482,48 543,2 448,15
Rata-rata 339.25 650,775 454,436 502,734 434,661
Rata-rata 476.364
akhir
57

2. Perlakuan P0 (Tepung Ikan 12,5% + Tepung Teritip 2,5%)

Nomer P1
P1.1 P1.2 P1.3 P1.4 P1.5
1 636,5 546,38 481,87 636,52 446,88
2 627,9 563,89 568,25 480,47 451,47
3 680,25 640,43 501,73 547,66 421,31
4 599,95 477,08 527,78 605,48 384,53
5 592,94 498,12 534,78 522,11 477,18
6 625,6 476,76 520,68 575,7 483,13
7 642,23 502,52 495,7 424,72 474,46
8 625,04 526,55 592,45 436,67 449,93
9 513,81 634,26 581,86 457,63 410,47
10 500,12 619,29 578,72 437,92 458,13
11 485,82 578,11 511,69 434,21 432,93
12 576,65 510,88 546,49 628,33 487,44
13 584,11 524,79 570,9 646,18 418,19
14 654,49 483,81 538,05 482,08 447
15 463,07 516,83 520,88 610,7 461,23
16 615,56 541,42 482,13 530,37 499,8
17 533,27 539,15 528,28 570,27 426,28
18 589,72 573,38 548,47 490,67 410,39
19 636,92 572,12 558,45 494,67 437,51
20 513,16 642,76 525,67 555,76 399,06
21 543,73 515,55 598,71 438,43 468,8
22 593,83 477,15 642,56 451,26 472,85
23 489,85 655,16 577,75 461,43 494,52
24 486,88 604,75 540,09 538,11 598,15
25 495,76 680,24 535,29 529,65 532,38
Rata-rata 572,266 556.055 544,289 519,480 457,760
Rata-rata 529,970
akhir
58

3. Perlakuan P0 (Tepung Ikan 10% + Tepung Teritip 5%)

Nomer P2
P2.1 P2.2 P2.3 P2.4 P2.5
1 498,33 431,77 439,56 412,3 593,01
2 444,09 477,63 417,25 415,15 510,92
3 411,38 453,38 424,67 406,33 542,42
4 431,91 414,52 423,52 447 630,22
5 471,72 428,57 428,08 455,57 645,83
6 436,33 473,01 451,15 471,44 461,89
7 438,53 421,1 426,96 517,03 488,99
8 445,2 544 443,43 455,62 588,86
9 421,79 480,61 413,98 451,66 703,05
10 411,53 435,74 445,21 425,89 526,32
11 396,32 477,15 428,63 464,22 449,11
12 410,67 564,44 432,77 388,99 528,9
13 419,2 562,68 428,45 414,05 601,36
14 430,51 465,28 459,83 548,44 531,03
15 459,49 504,92 439,58 610,13 705,69
16 485,09 537,38 461,34 507,34 679,67
17 460,29 480,86 408,69 398,33 700,51
18 514,55 448,07 432,67 408,69 662,26
19 413,46 470,68 437,58 437,48 670,28
20 396,87 436,6 411,11 427,9 636,58
21 469,63 429,56 443,36 479,12 581,3
22 465,35 464,13 398,47 492,5 610,06
23 540,08 469,66 437,8 533,47 541,03
24 392,92 495,62 414,31 462,41 640,28
25 395,2 551,71 499,87 477,88 650,98
Rata-rata 442,417 476,762 433,930 460,357 591,011
Rata-rata 480,896
akhir
59

4. Perlakuan P0 (Tepung Ikan 7,5% + Tepung Teritip 7,5%)

Nomer P3
P3.1 P3.2 P3.3 P3.4 P3.5
1 577,03 395,36 504,78 372,53 715,75
2 469,7 359,71 460,32 375,97 774,5
3 536,98 353,01 459,44 383,42 732,61
4 441,75 351,7 434,88 383,9 530,02
5 531,6 445,44 402,5 392,82 730,62
6 477,88 344,99 468,17 400,56 635,91
7 499,23 306,45 495,74 381,75 513,19
8 544,24 312,88 473,3 429,92 567,18
9 548,52 312,32 414,9 386,1 566,33
10 534,16 348,9 433,19 402,95 669,67
11 509,17 399,83 432,28 412,98 587,1
12 645,77 360,26 436,57 373,21 727,41
13 501,57 254,86 424,84 396,9 780,75
14 498,84 269,53 491,01 379,93 685,17
15 497,81 346,45 445,86 404,39 740,09
16 578,34 351,11 452,85 382,89 627,21
17 490,24 340,7 447,69 378,11 703,51
18 534,66 433,33 458,15 387,2 742,51
19 508,21 376,03 471,73 397,69 694,14
20 500,98 319,46 470,55 397,83 700,56
21 535,59 350,59 426,86 376,27 619,77
22 500,35 366,43 385,88 399,04 501,67
23 552,04 381,28 452,24 417,07 754,41
24 534,54 288,79 469,69 422,47 667,76
25 547,05 365,91 531,31 384,42 716,88
Rata-rata 523,85 349,413 453,789 392,812 667,388
Rata-rata 477,446
akhir
60

Lampiran 7. Data Rata-Rata Tinggi Vili Jejunum Setiap Kelompok Perlakuan

Ulangan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
1 339,250 572,266 442,417 523,83
2 650,754 556.055 476,762 349,412
3 454,436 544,289 433,930 453,789
4 502,734 519,480 460,357 392,812
5 434,661 457,761 591,011 667,388
Rata-rata 476,367 529,970 480,896 477,446

Lampiran 8. Hasil Analisis Data Tinggi Vili Jejunum


61

Descriptives
Tinggi Vili Jejunum
95% Confidence
Interval for Mean
Std. Lower Upper Minim Maxim
N Mean Deviation Std. Error Bound Bound um um
p0 5 476,3640 114,15583 51,05204 334,6208 618,1072 339,25 650,75
p1 5 529,9700 44,56566 19,93037 474,6344 585,3056 457,76 571,31
p2 5 480,8960 63,73730 28,50419 401,7557 560,0363 433,93 591,01
p3 5 477,4460 124,84471 55,83225 322,4308 632,4612 349,41 667,38
Total 20 491,1690 88,48372 19,78556 449,7573 532,5807 339,25 667,38
Test of Homogeneity of Variances
Tinggi Vili Jejunum

Levene Statistic df1 df2 Sig.


1,460 3 16 ,263

ANOVA
Tinggi Vili Jejunum
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 10092,804 3 3364,268 ,388 ,763
Within Groups 138665,189 16 8666,574
Total 148757,994 19

Duncana
Subset for
alpha = 0.05
TinggiVili N 1
p0 5 476,3640
p3 5 477,4460
p2 5 480,8960
p1 5 529,9700
Sig. ,415
62

Lampiran 9. Berat Organ Pencernaan

1. Berat Lambung

Ulangan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
1 48 50 45 54
2 43 61 36 41
3 42 44 59 45
4 52 60 58 56
5 42 58 51 49
Jumlah 227 273 24 245
Rata-rata 45,5 54,6 49,8 49

2. Berat Usus Halus

Ulangan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
1 81 83 72 93
2 72 103 58 69
3 72 73 94 75
4 88 103 90 94
5 70 99 86 58
Jumlah 383 461 400 389
Rata-rata 76,6 92,2 80 77,8

3. Berat Usus Besar

Ulangan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
1 193 198 184 219
2 171 244 148 165
3 171 176 238 180
4 167 245 231 225
5 209 236 206 14
Jumlah 910 1099 1007 983
Rata-rata 182,2 219,8 201,4 196,6

Lampiran 10. Hasil Analisis Data


63

1. Berat organ pencernaan (lambung)

Descriptives
BeratLambung
95% Confidence
Interval for Mean
Std. Std. Lower Upper
N Mean Deviation Error Bound Bound Minimum Maximum
P0 5 45,40 4,450 1,990 39,87 50,93 42 52
P1 5 54,60 7,335 3,280 45,49 63,71 44 61
P2 5 49,80 9,576 4,283 37,91 61,69 36 59
P3 5 49,00 6,205 2,775 41,30 56,70 41 56
Total 20 49,70 7,363 1,647 46,25 53,15 36 61

Test of Homogeneity of Variances


BeratLambung
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1,235 3 16 ,330

ANOVA
BeratLambung
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 215,000 3 71,667 1,407 ,277
Within Groups 815,200 16 50,950
Total 1030,200 19

Duncana
Subset for
alpha = 0.05
Perlakuan N 1
p0 5 45,40
p3 5 49,00
p2 5 49,80
p1 5 54,60
Sig. ,078
2. Berat organ pencernaan (usus halus)
64

Descriptives
Berat Usus Halus
95% Confidence
Interval for Mean
Std. Std. Lower Upper
N Mean Deviation Error Bound Bound Minimum Maximum
P0 5 76,60 7,668 3,429 67,08 86,12 70 88
P1 5 92,20 13,535 6,053 75,39 109,01 73 103
P2 5 80,00 14,832 6,633 61,58 98,42 58 94
P3 5 77,80 15,579 6,967 58,46 97,14 58 94
Total 20 81,65 13,747 3,074 75,22 88,08 58 103

Test of Homogeneity of Variances


Berat Usus Halus
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1,416 3 16 ,275

ANOVA
Berat Usus Halus
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 771,750 3 257,250 1,460 ,263
Within Groups 2818,800 16 176,175
Total 3590,550 19

Duncana
Subset for
alpha = 0.05
Perlakuan N 1
p0 5 76,60
p3 5 77,80
p2 5 80,00
p1 5 92,20
Sig. ,105

3. Berat organ pencernaan (usus besar)


65

Descriptives
Berat Usus Besar
95% Confidence
Interval for Mean
Std. Std. Lower Upper
N Mean Deviation Error Bound Bound Minimum Maximum
P0 5 182,20 18,144 8,114 159,67 204,73 167 209
P1 5 219,80 31,132 13,923 181,14 258,46 176 245
P2 5 201,40 36,712 16,418 155,82 246,98 148 238
P3 5 196,60 25,442 11,378 165,01 228,19 165 225
Total 20 200,00 29,723 6,646 186,09 213,91 148 245

Test of Homogeneity of Variances


Berat Usus Besar
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1,143 3 16 ,361

ANOVA
Berat Usus Besar
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 3612,000 3 1204,000 1,462 ,262
Within Groups 13174,200 16 823,375
Total 16786,000 19

Duncana
Subset for
alpha = 0.05
Perlakuan N 1
p0 5 182,20
p3 5 196,60
p2 5 201,40
p1 5 219,80
Sig. ,073

Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian


66

Gambar 1.Bahan ransum

1 2 3

4 5 6

7 8 9

Keterangan:

1. Dedak Padi
2. Tepung Teritip
3. Tepung Silase
4. Tepung Jagung
5. Premix
6. Pollard
7. Perekat (Semen Putih)
8. Tepung Kedelai
9. Tepung Ikan

Gambar 2. Pembuatan tepung teritip


67

Pengeringan teritip Pembuatan tepung

Gambar 3. Pencampuran bahan

Penimbangan bahan Pencampuran bahan

Gambar 4. Organ Pencernaan kelinci

Gambar 5. Sampel hasil koleksi


68

Gambar 6. Mikroskop Trinokular

Gambar 7. Preparat Jejunum

Gambar 8. Hasil pengamatan


69

P0 P0

P1 P1

P2 P2
70

P3 P3

Anda mungkin juga menyukai