LAPORAN
KERJA PRAKTIK AKHIR
OLEH:
SHINTYA MAHARANI
NIM. 3202008073
LAPORAN
KERJA PRAKTIK AKHIR
OLEH:
SHINTYA MAHARANI
NIM. 3202008073
Menyetujui:
Pembimbing
Mengetahui :
Direktur
Politeknik Negeri
Pontianak
Bismillahirrahmanirrahim...
Alhamdulilah, puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberika n
nikmat yang sangat luar biasa memberikan saya kekuatan. Atas karunia dan
kemudahan yang Engkau berikan, akhirnya Tugas Akhir (TA) yang sederhana ini,
dapat terselesaikan tepat waktu. Tiada lembar yang paling indah dalam TA ini
kecuali lembar pengesahan.
Dengan rasa hormat kepada kedua orangtuaku tercinta, papa (Alm) Yudi
Santoso dan mama Rusmina, yang telah memberikan kasih sayang nya yang tak
terhingga sampai aku bisa mencapai dititik ini dengan segala pencapaian yang telah
aku raih. Terimakasih mama, engkau sudah menjadi segalanya bagiku, engkau yang
berperan menjadi ibu sekaligus menjadi ayah didalam hidupku, banyak sekali
pelajaran dan pengalaman kehidupan yang telah engkau berikan kepadaku,
walaupun aku tumbuh dewasa tidak dihadiri secara fisik oleh seorang ayah, tapi
darimu ibu aku tak pernah merasakan yang namanya kekurangan. Untuk (Alm)
papa, semoga amal ibadah papa diterima oleh Allah SWT, dan semoga papa disana
bisa merasakan hebatnya anak perempuan pertama papa karena telah mencapai di
titik ini dengan segala rintangan yang alhamdulilah prosesnya bisa dilewati, tak
lupa, bukan aku yang hebat, melainkan doa, restu, serta dukungan dari mama yang
menjadikanku memiliki pribadi kehidupan yang baik. Terimakasih mama, karena
darimu, aku belajar banyak arti dalam kehidupan yang sesungguhnya, darimu aku
belajar bahwa rumah tak selalu berbentuk bangunan, karena rumah yang
sesungguhnya dalam hidupku ialah mama.
Persembahan ini juga, tak lupa ku berikan kepada adikku tersayang, Dypo
Pranajaya. Engkau adalah sosok adik yang bijaksana, menasehatiku ketika aku
salah secara baik-baik, sebagai saudara satu-satunya, aku menyayangimu walaupun
terkadang cara ku salah dimatamu, tapi percayalah kasih sayang seorang kakak mu
ini melebihi kasih sayang orang lain terhadap mu. Terimakasih banyak, dari mu
adikku, aku bisa belajar menjadi kakak yang baik dan menjadi tahu apa yang
sebenarnya terkadang aku tidak tahu. Semoga kita adalah dua bersaudara yang
saling menguatkan satu sama lain, menjadi saudara yang saling menyayangi, dan
saling melindungi. Semoga kita selalu menjadi anak yang sholeh dan sholehah.
iv
LEMBAR RIWAYAT HIDUP
v
ABSTRAK
SHINTYA MAHARANI. Identifikasi Virus White Spot Syndrom Virus
(WSSV) Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Dengan Metode PCR
(POLYMERASE CHAIN REACTION) Konvensional. Di bawah Bimbingan
Ibu Hylda Khairah Putri.
Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan pantai
yaang mempunyai nilai ekonomis penting yang ditargetkan sebagai komoditas
budidaya dan saat ini kepiting bakau menjadi salah satu dari 12 produk perikanan
unggulan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (Widodo dkk, 2010). Kepiting
bakau (Scylla serrata) termasuk salah satu jenis Crustasea dari family Portunidae
yang mempunyai nilai protein tinggi, dapat dimakan, hidup di perairan pantai, dan
muara sungai, terutama yang ditumbuhi oleh pohon bakau dengan dasar perairan
pantai, dan muara sungai, terutama yang ditumbuhi oleh pohon bakau dengan dasar
perairan berlumpur (Agus, 2008). Identifikasi Virus White Spot Syndrom Virus
(WSSV) Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Dengan Metode PCR (Polymerase
Chain Reaction) Konvensional, dimulai dengan tahap penerimaan sampel,
persiapan alat dan bahan, preparasi sampel, ekstraksi, amplifikasi yang terdiri dari
tiga proses yaitu, denaturasi, annaeling dan extention, elektroforesis dan pembacaan
hasil. Preparasi sampel dengan menimbang bobot sampel kepiting jantan 250gr-
330gr, bobot kepiting betina 200gr-280gr dan pengukuran panjang kepiting jantan
dan betina 12cm-15cm.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas ridho-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini. Adapun judul laporan yang penulis
ajukan adalah "Identifikasi Virus White Spot Syndrome Virus (WSSV) Pada
Kepiting Bakau (Scylla serrata) Dengan Metode PCR (Polymerase Chain
Reaction)". Laporan ini diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan tugas akhir, di
Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, prodi Budidaya Perikanan. Segala sesuatu
yang salah datangnya hanya dari manusia dan seluruh hal yang benar datangnya
hanya dari agama berkat adanya nikmat iman dari Tuhan Yang Maha Esa. Meski
begitu, ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala saran dan kritik
yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan ini
pada laporan selanjutnya.
Penyusunan laporan Kerja Praktik Lapangan (KPA) ini tidak terlepas dari
peran berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penyusun mengucapka n
terimakasih kepada yang terhormat:
1. Bapak H. Widodo PS, ST., M.T selaku Direktur Politeknik Negeri Pontianak
2. Bapak Jumadi Sudarso, S.St.Pi., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Kelautan dan
Perikanan
3. Ibu Sarmila, S.Pi., M.Si selaku Ketua Program Studi Budidaya Perikanan.
4. Ibu Hylda Khairah Putri, S.Pi., M.Si selaku Dosen Pembimbing
5. Bapak Agus Setiawan, S.Pi, M.Si selaku Koordinator KPA
6. Ibu RR. Amaliah Fitri, A.Md.S.Pi selaku pembimbing lapangan di SKIPM
Pontianak
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, baik
mengenai materi maupun teknik penulisan. Hal ini disebabkan keterbatasan waktu,
kemampuan, pengalaman, dan pengetahuan penulis miliki. Kesempatan inila h
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga laporan
ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa/i Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan
Khususnya Program Studi Budidaya Perikanan.
Pontianak, Maret
2023 Penulis
vii
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Batasan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................3
1.4 Manfaat..................................................................................................3
2. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................4
2.1 Biologi Kepiting Bakau (Scylla serrata)...............................................4
2.2 Habitat dan Penyebaran.........................................................................6
2.3 Definisi Penyakit Pada Inang.................................................................7
3. METODOLOGI..........................................................................................16
3.1 Waktu Dan Tempat..............................................................................16
3.2 Metode Penulisan.................................................................................16
3.3 Rancangan / Mekanisme Pelaksanaan KPA........................................16
3.4 Output KPA.........................................................................................21
3.5 Teknik Pengambilan Data....................................................................21
3.6 Rencana Analisa Data.........................................................................25
viii
DAFTAR TABEL
1. Bahan identifikasi virus....................................................................................16
2. Alat identifikasi virus........................................................................................18
3. Penerimaan sampel...........................................................................................22
4. Persiapan alat dan bahan...................................................................................23
5. Preparasi sampel...............................................................................................24
6. Metode pengujian..............................................................................................24
7. Data Penerimaan Sampel..................................................................................31
8. Persiapan alat dan bahan...................................................................................32
9. Preparasi sampel...............................................................................................34
10. Metode Pengujian............................................................................................35
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
1. Jadwal Kegiatan.................................................................................................49
2 Penerimaan sampel............................................................................................50
3. Alat.....................................................................................................................51
4. Alat.....................................................................................................................52
5. Alat.....................................................................................................................53
6. Bahan.................................................................................................................54
7. Aquades..............................................................................................................55
8. Primer.................................................................................................................56
9. Kegiatan.............................................................................................................57
xi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan
pantai yaang mempunyai nilai ekonomis penting yang ditargetkan sebagai
komoditas budidaya dan saat ini kepiting bakau menjadi salah satu dari 12 produk
perikanan unggulan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (Widodo dkk,
2010). Kepiting bakau (Scylla serrata) termasuk salah satu jenis Crustasea dari
family Portunidae yang mempunyai nilai protein tinggi, dapat dimakan, hidup di
perairan pantai, dan muara sungai, terutama yang ditumbuhi oleh pohon bakau
dengan dasar perairan pantai, dan muara sungai, terutama yang ditumbuhi oleh
pohon bakau dengan dasar perairan berlumpur (Agus, 2008).
Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan
yang penting di Indonesia. Menurut Unthari dkk, (2018), kepiting bakau
merupakan biota yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi dan dapat
dikembangbiakkan. Saat ini produksi kepiting bakau masih sangat bergantung
dengan hasil tangkapan di alam. Populasi kepiting bakau sebagian besar
ditemukan di kawasan hutan mangrove. Hal tersebut dikarenakan kawasan
mangrove, seperti serasah yang merupakan tempat mencari makan bagi organisme
yang ada di sekitar kawasan tersebut. Adanya penurunan produksi kepiting bakau
diduga oleh beberapa faktor, diantaranya perubahan kondisi lingkunga n,
penangkapan yang tidak ramah lingkungan dan adanya serangan penyakit pada
kepiting. Penyakit pada kepiting bakau dapat disebabkan oleh virus, jamur dan
bakteri.
Jenis penyakit yang menyerang kepiting bakau mempunyai kesamaan dengan
penyakit udang windu (Penaeus monodon). Hal tersebut dikarenakan kedua jenis
hewan ini masih berada dalam satu kelas, yaitu crustasea serta memiliki habitat
yang sama, yaiutu di perairan estuaria dan payau (Rusdi dan Zafran, 1998), sangat
sensitif terhadap White Spot Syndrome Virus (WSSV). WSSV merupakan jenis
penyakit virus DNA. Kepiting merupakan salah satu organisme carrier, organisme
carrier tidak menunjukkan gejala klinis penyakit tetapi dapat menularkan penyakit
pada organisme lainnya (Sumawidjadja, 2001 dalam Pranawaty dkk, 2012).
1
Keberadaan WSSV dapat dideteksi dengan metode isolasi DNA, isolasi DNA
menjadi bagian terpenting dalam tahap awal. Keberadaan WSSV biasanya
terdapat pada beberapa organ lainnya yaitu insang, kaki renang (Pleoipod), kaki
jalan (Pereoipod), jantung dan organ lainnya (Kou dkk, 1998 Yanti, 2017).
Deteksi penyakit telah ditingkatkan spesifikasinya dan dapat dikerjakan langsung
salah satunya dengan menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction).
Deteksi awal dari penyakit WSSV bertujuan untuk mencegah tersebar luasnya
penularan virus WSSV. Maka dari itu, sebelum dilakukannya kegiatan ekspor,
import dan perlalulintasan komoditi hasil perikanan perlu adanya pengecekan
pada komoditi tersebut dengan menggunakan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction). Hal ini merupakan upaya salah satu upaya untuk mencegah terjadinya
penyebarluasan WSSV pada kepiting bakau. Hal tersebut yang menjadi latar
belakang mengambil judul Kerja Praktik Akhir yaitu “Identifikasi Virus WSSV
(White Spot Syndrom Virus) Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Dengan
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction)”.
2
1.3 Tujuan
Kerja Praktik Akhir ini untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman
dalam mengidentifikasi virus penyebab penyakit pada kepiting bakau
menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction).
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari kegiatan Kerja Praktik Akhir adalah sebagai
berikut :
1. Mampu mengetahui alur penerimaan sampel dan preparasi sampel yang
dirujukan di SKIPM Pontianak.
2. Mampu melakukan pemeriksaan virus penyebab penyakit kepiting bakau
menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) .
3. Mampu mengidentifikasi virus yang menyerang kepiting bakau.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Kepiting Bakau (Scylla serrata)
2.1.1 Klasifikasi Kepiting Bakau
Menurut Nasution, (2015) klasifikasi kepiting bakau yaitu dari genus
Scylla memiliki klasifikasi ilmiah sebagai berikut :
Kingdom :
Animalia Filum :
Arthropoda Classis
: Crustacea Ordo :
Decapoda Famili :
Portunidae Genus :
Scylla
Spesies : Scylla serrata
4
Gambar 2. Duri Depan Kerapas
Sumber : Nasution (2015)
5
3. Mempunyai sepasang capit, pada kepiting jantan dewasa Cheliped (kaki
yang bercapit) dapat mencapai ukuran 2 kali panjang karapas
4. Mempunyai 3 pasang kaki jalan
5. Mempunyai sepasang kaki renang dengan bentuk pipih
6. Kepiting jantan mempunyai abdoment yang berbentuk agak lancip
menyerupai segitiga sama kaki, sedangkan pada kepiting betina agak
membundar dan melebar
7. Scylla serrata dapat dibedakan dengan jenis lainnya, karena mempunya i
ukuran paling besar sehingga di Philipina jenis ini disebut sebagai
kepiting raja disamping itu Scylla serrata mempunyai pertumbuhan yang
paling cepat dibanding ketiga spesies lainnya.
8. Panjang karapas kurang lebih 2/3 dari lebarnya, permukaan karapas
sedikit licin kecuali pada lekuk yang berganula halus didaerah brancial
9. Pada dahi terdapat 4 buah gigi tumpul tidak termasuk duri ruang mata
sebelah dalam yang berukuran hampir sama
10. Merus dilengkapi dengan tiga buah duri pada anterior dan 2 buah duri
pada tepi posterior
11. Karpus dilengkapi dengan sebuah duri kokoh pada sudut sebelah dalam,
sedangkan propudus dengan 3 buah duri atau bentol, satu diantaranya
terletak bersisian dengan persendian dactillus.
6
menjadi salah satu faktor pemilihan habitat tetap (permament home site) kepiting
tersebut jika tidak, maka kepiting berpindah untuk mencari makan di tempat lain,
walaupun masih di dalam area habitat yang sama. Kepiting bakau cenderung
menetap di habitat yang sama, walaupun tidak selalu kembali ke titik yang sama,
terkadang ada pertukaran individu antar habitat yang bertetangga dekat.
Kepiting bakau (Scylla serata) merupakan jenis satwa yang aktif mencari
makan pada malam hari (noturnal). Potensi kepiting bakau (Scylla serrata) di
alam cukup tinggi, namun peningkatan eksploitasi, konversi habitat dan
perubahan lingkungan menjadi faktor-faktor penyebab utama penurunan populasi
kepiting bakau (Mohapatra et al, 2010, Lebata et al, 2009 dalam Alamsyah et al,
2017). Distribusi penyebaran kepiting (Scylla serrata) cukup luas dibandingka n
spesies lainnya (Hubatsch dkk, 2015). Scylla serrata dapat ditemukan di wilaya h
pesisir perairan tropis dan subtropis, di Indonesia khususnya biasanya ditemuka n
di Selat Malaka, timur Sumatera, timur Kalimantan, Maluku dan Irian Jaya
(Ghufran, 2008).
7
penyakit yang menyerang kepiting bakau dapat menimbulkan kerugian besar
karena sering menyebabkan kematian (Pujiastuti, 2015).
Penyakit pada kepiting bakau ditandai dengan penurunan secara bertahap
kemampuan dalam mempertahankan fungsi- fungsi fisiologis secara normal. Pada
keadaan tersebut kepiting bakau berada dalam kondisi fisiologis yang tidak
seimbang karena tidak mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Timbulnya
penyakit dapat diakibatkan oleh infeksi patogen yang berupa bakteri, virus, dan
parasit. Penyakit yang disebabkan oleh jasad patogen ini merupakan penyakit
infeksi yang merupakan masalah utama karena penyakit infeksius bisa bersifat akut
dengan tingkat mortalitas tinggi dalam waktu singkat (Purnomo, 2013).
2.3.1 Virus Pada Inang
Menurut Andri, (2012) Virus adalah organisme bertubuh kecil yang tidak
dapat dilihat oleh mata (patogen yang paling kecil). Untuk melihatnya diperlukan
mikroskop elektron yang kepekaannya lebih tinggi dibandingkan dengan
mikroskop biasa. Organisme ini tergolong unik karena tidak mempunya i
pencernaan sehingga harus menumpang hidup pada tubuh ikan untuk dijadikan
inang. Virus menyerang makhluk hidup, berkembang biak di dalam organisme
inang dan pada saat itulah dia akan menyebabkan kerusakan ataupun penyakit pada
organisme inang.
Virus dapat memperbanyak diri di dalam organ pencernaan sel inang
sekaligus memproduksi asam nukleat untuk kebutuhan hidupnya. Di dalam tubuh
inangnya, virus juga membentuk selubung protein yang disebut capsid yang
berguna sebagai media pertahanan diri terhadap serangan organisme lain. Setiap
virus memiliki bentuk capsid yang berbeda-beda. Virus mempunyai sifat-sifat yang
berbeda dengan mikroorganisme bersel tunggal. Perbedaan Virus dengan
mikroorganisme bersel tunggal berdasarkan pada :
Diameter virus yang sangat kecil (300 mm)
Virus tidak dapat tumbuh di media mati
Sifat – sifat pertumbuhan (siklus hidup) virus di dalam hospes (insang)
Virus hanya mempunyai materi ginetik berupa DNA dan RNA
Asam nukleat virus bersifat infektif
Virus tidak dapat melakukan metabolisme sendiri
8
Virus tidak peka terhadap antibiotik
Virus adalah suatu mikroorganisme yang dapat mengandalkan sebuah
materi genetik untuk dapat hidup dengan menginfeksi inang khusus, kemudian
melakukan pembelahan sel dan berkembang untuk memperbanyak diri. Namun,
jika virus tidak memiliki inang untuk berkembang, maka virus akan melakukan
proses dormanisasi atau sering disebut berhenti untuk tumbuh dan tidak melakukan
apapun dalam kehidupannya. Hal ini dapat di katakan jika virus adalah jenis yang
hanya dapat bereproduksi sebagai mahkluk hidup jika adanya transfer materi
genetik inang. Virus tidak mempunyai seluler sebagai reproduksi sendiri (Andri,
2012).
2.3.2 Metode PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR merupakan singkatan dari Polymerase Chain Reaction, sebuah teknik
biologi molekuler untuk memperbanyak salinan suatu daerah rantai DNA yang
spesifik. Biasanya DNA ini merupakan yang ingin diteliti atau diketahui oleh
pelaku eksperimen. Contohnya seperti peneliti ingin mengetahui fungsi dari sebuah
gen, atau seorang peneliti forensik ingin menggunakan penanda genetik untuk
mencocokkan dengan DNA target pelaku krimina l. Goal dari proses PCR ini adalah
untuk mencukupkan DNA target tertentu agar dapat diliha t dan dianalisis oleh
peneliti. Karena seperti yang kita tahu, DNA merupakan nukleotida yang berukuran
sangat kecil dan tidak dapat dilihat oleh kasat mata (Genecraft, 2020). Jenis virus
yang akan diperiksa berdasarkan ketentuan dari negara tujuan ekspor. Pemeriksaan
virus dilakukan dengan metode PCR konvensional. Dalam proses pemeriksaan
virus, terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan terlebih dahulu antara lain :
persiapan alat dan bahan, sterilisasi alat dan nekropsi sampel. Tahapan pemeriksaan
virus sendiri terdiri dari empat proses yaitu : ekstraksi asam nukleat, amplifikas i,
elektroforesis, dan diagnosis hasil pemeriksaan atau visualisasi hasil pemeriksaan
(Kustiawan, 2021).
2.3.3 Cara Kerja PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan teknologi yang mampu
melipat gandakan secuplik fragmen DNA yang terdapat dalam komplek genom dari
berbagai sumber. Teknologi ini juga dikenal dengan tingkat sensitifitas yang cukup
tinggi karena hanya membutuhkan secuplik sampel DNA saja untuk
mendapatkan
9
jutaan copy DNA (Deoxyribonucleic acid) baru (Bugi Ratno, 2015). Asam
deoksiribonukleat, lebih dikenal dengan singkatan DNA (bahasa
Inggris: deoxyribonucleic acid), adalah salah satu jenis asam nukleat yang
memiliki kemampuan pewarisan sifat. Keberadaan asam deoksiribonuk leat
ditemukan di dalam nukleoprotein yang membentuk inti sel. Teknik PCR untuk
virus DNA terdiri dari tiga proses yaitu :
2.3.3.1 Ekstraksi
Ekstraksi DNA merupakan tahap awal pemeriksaan dengan metode PCR,
yaitu serangkaian proses untuk memisahkan DNA dari komponen-komponen sel
lainnya (Kei Yuasa, 2003). Ekstraksi DNA adalah teknik untuk mengeluarkan DNA
dari inti sel atau organel sel seperti DNA kloroplas dan DNA mitokondr ia,
fungsinya untuk memisahkan DNA murni dari protein, karbohidrat dan lemak .
Kualitas DNA genom yang diekstraksi secara optimal menjadi tolak ukur
keberhasilan analisis penanda molekuler (Porebski, et al., 1997)
Derajat kemurnian dan kualitas dalam isolasi DNA sangat mempengar uhi
hasil yangakan diperoleh. Secara umum, prosedur ekstraksi yang baik untuk isolasi
DNA mencakup tiga hal penting, yaitu harus bisa dihasilkan DNA dengan
kemurnian yang tinggi, DNAharus utuh, dan konsentrasi yang tinggi(Clark, M.S,
1997).Konsentrasi dan kemurniaan DNA ditentukan dengan spektrofotometer pada
λ 260 nm dan 280 nm. Molekul DNA dikatakan murni jika rasio absorbansinya
berkisar antara 1,8 – 2,0.(Darmo TW, 2011) Polisakarida mengganggu isolasi dan
karakterisasi DNA karena pada metode phenol-chloroformpolisakarida berinteraksi
dengan DNA membentuk larutan yang sangat kental atau slime.Pada metode
Methoxyethanolsampel DNA yang terkontaminasi polisakarida sering terjadi
ketidaksesuaian untuk restriksi danpenyimpanan jangka panjang(Crowley et al.,
2003a; Crowley et al., 2003b; Lee et al., 2003; Sharma et al., 2002)
Salah satu Teknik esktraksi / isolasi DNA yaitu dengan menggunaka n
DTAB/CTAB solution. CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) / DTAB
(Dodecyltrimethylammonium bromide) merupakan sejenis deterjen yang dapat
mendegradasi dinding sel, denaturasi protein, memisahkan karbohidrat (Suprapto,
2003). Metode ekstraksi DNA dengan CTAB akan menghasilkan pita DNA yang
1
berukuran tebal dan dapat memisahkan DNA dari polisakarida karena adanya
perbedaan karakteristik kelarutan (differensial of solubility).
2.3.3.2 Amplifikasi
Amplifikasi atau perbanyakan DNA target dimaksudkan untuk
meningkatkan jumlah DNA target yang ada, sehingga dapat dideteksi dengan
elektroforesis. Amplifikasi dilakukan dengan bantuan thermocycler atau yang lebih
dikenal dengan alat PCR. DNA hasil amplifikasi belum bisa dilihat dengan mata
telanjang. Untuk melihatnya, produk PCR ini perlu dianalisa lebih lanjut dengan
diwarnai Ethidium Bromida (EtBr) atau ditambahkan SYBR® Green yang
merupakan suatu senyawa berfluorescent dan biasa digunakan untuk
mewarnai DNA sebagai tahap akhir pada proses elektroforesis (Kei Yuasa, 2003).
Gambar 4. Amplifikasi
Sumber : GeneCraft Labs
(2020)
Tahapan amplifikasi
a) Tahap pemisahan, peleburan, pelelehan, atau Denaturasi. Pada tahap ini,
ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA menjadi untaian
tunggal. Tahap ini berlangsung pada suhu tinggi yaitu 94-96°c. Biasanya
pada tahap awal PCR, tahap ini dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk
memastikan semua untaian DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan
DNA tidak stabil dan siap menjadi templat bagi primer.
b) Tahap penempelan atau Anealing. Primer menempel pada bagian DNA
templat yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara
1
45-60°c. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat
menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di
sembarang tempat. Durasi tahap ini 1-2 menit.
c) Tahap pemanjangan atau elongasi (Extention). Suhu untuk proses ini
tergantung dari jenis DNA polimerase yang dipakai. Dengan Taq
polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 76°c. Durasi tahap ini
biasanya 1 menit.
Seusai tahap ketiga, siklus diulang kembali mulai tahap pertama. Akibat
denaturasi, beberapa untaian baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer
lain. Akhirnya terdapat untaian DNA yang panjangnnya dibatasi oleh primer yang
dipakai. Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara
eksponensial.
2.3.3.3 Elektroforesis
Elektroforosis DNA adalah salah satu metode pemisahan molekul yang
didasarkan pada ukuran molekul dengan bantuan arus listrik untuk membawa
molekul melewati suatu matriks. Pada prinsipnya, metode elektroforosis akan
mengalirkan molekul DNA yang bermuatan negatif ke arah yang berlawanan yaitu
kutub positif. Akibat migrasi yang terjadi, molekul DNA akan terpisah berdasarkan
ukurannya. Molekul dengan ukuran yang besar akan berimigrasi lebih lambat dari
molekul yang berukuran lebih kecil. Akibatnya, DNA yang memiliki ukuran lebih
panjang akan berimigrasi lebih lambat dibandingkan DNA dengan ukuran yang
lebih pendek (Lee et al, 2012).
2.3.4 Karantina
Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002
menyebutkan bahwa karantina adalah tempat pengasingan dan tindakan sebagai
upaya untuk pencegahan masuk dan tersebarnya hama penyakit agar tidak
mengganggu organisme lainnya. Karantina ikan adalah tempat dimana untuk
melakukan kegiatan pencegahan ikan – ikan yang sakit ke dalam suatu daerah dan
penyakit ikan ini dikarantina agar tidak menular pada manusia. Karantina ikan
sangat penting agar kesehatan manusia yang mengonsumsinya ikan tetap terjaga
dan tidak merasa dirugikan, walaupun hanya beberapa penyakit yang menyerang
ikan yang dapat menular pada manusia.
1
Karantina ikan mempunyai peranan yang strategis dalam melindungi negara
dari ancaman masuk dan tersebarnya HPIK (Hama Penyakit Ikan Karantina) di
wilayah Republik Indonesia yang berpotensi untuk merusak kelestarian sumber
daya hayati yang pada gilirannya akan mengganggu produksi perikanan nasional.
Upaya mengantisipasi ancaman timbulnya wabah penyakit ikan karantina adalah
dengan memberlakukan tindakan karantina terhadap semua komoditas perikanan
yang di lalulintaskan secara impor, ekspor dan antar area (domestik) dalam wilayah
Republik Indonesia. Tindakan karantina bertujuan untuk membebaskan komoditas
perikanan tersebut dari keberadaan HPIK yang mungkin terbawa dalam proses
lalulintas ikan (Balai Karantina Ikan, 2011).
2.3.4.1 Tugas dan Fungsi Karantina
Tugas dari karantina melaksanakan pencegahan masuk dan tersebarnya
Hama dan Penyakit Ikan Karantina dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain
di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik
Indonesia, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan, penerapan sistem
manajemen mutu, dan pengawasan keamanan hayati ikan.
Adapun fungsi dari karantina berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan RI No : Per.21/MEN/2008 yaitu :
1. Pelaksanaan pencegahan masuk dan tersebarnya Hama dan Penyakit Ikan
Karantina dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri,
atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
2. Pelaksanaan pencegahan keluar dan tersebarnya Hama dan Penyakit Ikan
tertentu dari wilayah Negara Republik Indonesia yang dipersyaratkan
negara tujuan.
3. Pelaksanaan tindakan karantina terhadap media pembawa Hama dan
Penyakit Ikan Karantina / Hama dan Penyakit Ikan tertentu, jenis ikan
dilindungi, dilarang, dibatasi, dan invasif serta benda lain.
4. Pelaksanaan pengujian terhadap Hama dan Penyakit Ikan Karantina,
Hama dan Penyakit Ikan Tertentu, Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
dan Keamanan Hayati Ikan.
5. Pelaksanaan sertifikasi kesehatan ikan, sertifikasi mutu dan keamanaan
hasil perikanan, dan sertifikasi keamanan hayati (biosecurity).
1
6. Pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan laboratorium dan instalasi.
7. Pelaksanaan pembuatan koleksi media pembawa, Hama dan Penyakit
Ikan Karantina dan / atau Hama dan Penyakit Ikan tertentu.
8. Pelaksanaan pemantauan terhadap Hama dan Penyakit Ikan Karantina,
mutu dan keamanan hasil perikanan, dan keamanan hayati ikan.
9. Pelaksanaan pengawasan terhadap Hama dan Penyakit Ikan Karantina
dan keamanan hayati ikan.
10. Pelaksanaan survailens terhadap Hama dan Penyakit Ikan Karantina dan
keamanan hayati ikan.
11. Pelaksanaan inspeksi, verifikasi, survailens, audit, dan pengamb ila n
contoh ikan dan hasil perikanan di Unit Pengolahan Ikan dalam rangka
sertifikasi penerapan program manajemen mutu terpadu.
12. Penerapan sistem manajemen mutu pelayanan operasional dan
laboratorium.
13. Penindakan pelanggaran perkarantinaan ikan, pengendalian mutu, dan
keamanan hasil perikanan, dan keamanan hayati ikan.
14. Pengumpulan, pengolahan data dan informasi perkarantinaan ikan,
pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan, dan keamanan hayati
ikan.
2.3.5 Virus Pada Kepiting
Kepiting bakau merupakan kepiting niaga yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan dalam negri maupun luar negri. Intensitas penangkapan kepiting
bakau untuk mencukupi permintaan pasar yang semakin tinggi melatarbelaka ngi
usaha budidaya kepiting bakau. Masalah yang dihadapi pada pembudidayaa n
kepiting berkaitan dengan pembenihan dan sintasan yang rendah pada fase larva
(Taufik dan Zafran, 1997).
Penyakit yang menyerang larva kepiting bakau dapat menyebabkan
rendahnya tingkat keberhasilan hidup. Serangan penyakit ini dipengaruhi oleh
tingkat sensitivitas atau kepekaan terhadap serangan dari penyebab penyebab.
Mortalitas paling tinggi terjadi pada stadia zoea yang antara lain disebabkan oleh
infeksi jamur dan virus. Jenis penyakit yang menyerang kepiting bakau mempunya i
kesamaan dengan penyakit pada larva udang windu (Penaeus monodon). Hal ini
1
karena kedua jenis hewan ini masih berada dalam satu kelas, yaitu Crustacea serta
memiliki habitat yang sama yaitu perairan air payau atau estuaria (Rusdi dan
Zafran,1998).
Penyakit White Spot ini menyebabkan kematian massal seluruh larva yang
dibudidayakan hanya dalam beberapa hari. Ditakutkan pada usaha budidaya
kepiting bakau juga mengalami hal yang sama, sehingga perlu diketahui infor masi
mengenai kerentanan dari setiap stadia kepiting bakau terhadap WSSV. Dengan
demikian dapat dilakukan berbagai strategi pencegahan penyakit tersebut
(Kanchanaphum et al, 1998, Supamattaya et al, 1998, Lo and Kou, 1998).
Sensitivitas terhadap WSSV pada kepiting bakau dapat diketahui dengan
menghitung presentase sintasan setelah terpapar dengan virus ini. Kemudian
dilakukan pendeteksian metode Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk
memastikan kematian dari kepiting bakau. Metode PCR ini merupakan metode
amplifikasi atau penggandaan DNA yang spesifik dengan melakukan pemanjanga n
nukleotida dari primer yang merupakan pasangan komplemen dari untaian DNA
dengan menggunakan mesin PCR. Pendeteksian dengan menggunakan metode
PCR sangat sensitif, cepat dan akurat.
1
3. METODOLOGI
1
akan ditindakla
njut kegiatan laboratoris
2. Bagi sampel yang
negatif, maka dibebaskan
untuk dikeluarkan surat
izin pengiriman dan
melengkapi berkas
sebagai persyaratan
wilayah tujuan.
2. Preparasi sampel Alkohol 70% Sebagai larutan
pembersih alat agar
terhindar dari
kontaminasi bahan lain
1
5. Elektroforesis 1.Cairan Tae 1x Proses pembuatan agar
2.Agarose gel menggunakan bubuk
3.Cyber green dari agar rose, dicampur
cairan TAE 1x dan cyber
green untuk pembuatan
agar gel, yaitu sebagai
media dari pembacaan
hasil
6. Pembacaan hasil Agar gel Proses pembacaan hasil
adalah proses hasil dari
metode PCR. Hasil
positif karena pita
sampel sejajar dengan
pita control positif, jika
negatif pita sampel tidak
akan sejajar dengan pita
control positif.
1
3.Microtipe sampel, dengan
4.Micropipetor menghancurkan dan
5.Incubator menghaluskannya dari
6.Centrifuge organ target yang sudah
7.Vortex diambil dari inang
1
3.3.3 Tahapan Pelaksanaan
Persiapan alat dan bahan Mempersiapkan alat dan bahan yang akan diguna
Mendapatkan
Pembacaan hasil hasil negatif atau positif dari hasil pemeriksaan, mengeluarkan atau menahan
2
3.4 Output KPA
Adapun output yang akan dilaksanakan dalam kegiatan Kerja Praktik Akhir
(KPA) adalah hasil pengujian virus pada kepiting bakau menggunakan metode PCR
(Polymerase Chain Reaction).
2
3.5.1 Data Primer
Data primer didapatkan berdasarkan kegiatan yang dilakukan langsung
selama praktik, meliputi data penerimaan sampel, persiapan alat bahan, sterilisas i
alat, nekropsi sampel dan pembacaan hasil.
1. Kegiatan Lalulintas
Di dalam Undang – undang No. 22 tahun 2009 Lalu Lintas didefinis ikan
sebagai ruang lalu lintas jalan yaitu prasarana yang diperuntukkan bagi
gerak pindah kendaraan, manusia, dan hewan di jalan dari suatu tempat
ke tempat lain dengan menggunakan alat gerak.
2. Penerimaan sampel
Adapun data primer yang dapat diambil dari Penerimaan Sampel dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Penerimaan sampel
No Uraian Metode Keterangan
1. Asal sampel Wawancara Menanyakan
langsung kepada
pembudidaya ikan
2. Jenis kelamin Observasi Menanyakan dan
mengamati
langsung jenis
kelamin ikan
tersebut
3. Bobot sampel Observasi Mengamati berat
dari sampel
4. Panjang sampel Observasi Mengamati panjang
dari sampel
5. Prosedur penerimaan Wawancara, Menanyakan alur
sampel partisipasi proses penerimaan
sampel
2
3. Persiapan alat dan bahan
Adapun data primer yang dapat diambil dari Persiapan Alat dan
Bahan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Persiapan alat dan bahan
No Uraian Metode Keterangan
1. Penerimaan sampel Partisipasi Menyediakan alat tulis
untuk mencatat data
sampel.
2. Preparasi sampel Partisipasi Melakukan penimba ngan
bobot dan pengukuran
panjang sampel
3. Ekstraksi Partisipasi Mempersiapkan alat dan
bahan untuk kegiatan
ekstrasi
4. Amplifikasi Partisipasi Mempersiapkan alat dan
bahan untuk kegiatan
amplifikasi
5. Elektroforesis Partisipasi Mempersiapkan alat dan
bahan seperti agar gel
untuk kegiatan
elektroforesis
6. Pembacaan hasil Partisipasi Mempersiapkan alat UV
DOC untuk pembacaan
hasil.
2
4. Preparasi sampel
Adapun data primer yang dapat diambil dari Preparasi Sampel dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Preparasi sampel
5. Metode pengujian
Adapun data primer yang dapat diambil dari Pembacaan Hasil dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Metode pengujian
2
3. Eletktroforesis Observasi, Melakukan pengamatan
a Pembuatan agar partisipasi dan pembacaan hasil dari
gel kegiatan elektroforesis
b Hasil
elektroforesis
4. Pembacaan hasil Wawancara, Melakukan pembacaan
a Jumlah sampel observasi, dan hasil dari elektrofores is
positif partisipasi dan dapat membedakan
b Jumlah sampel hasil positif dan negatif
negatif
c Cara pembacaan
elektroforesis
2
membuat keputusan yang lebih ilmiah dan membantu bisnis beroperasi lebih
efektif karena data yang lebih akurat dan real-time (News dan Release, Serba
Serbi, 2020).
2
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi
2
dari Pusat Karantina Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 dibentuk Badan Karantina Ikan,
Ppengendalian Mmutu dan Keamanan Hasil Perikanan atau disebut BKIPM yang
diamanatkan sebagai institusi yang bertugas dann memiliki kompetensi untuk
melindungi kelestarian sumberdaya hayati perikanan dari serangan hama dan
penyakit ikan berbahaya yang berpotensi merugikan melalui tindakan karantina
ikan, melakukan pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan baik yang
diimpor maupun diekspor. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor KEP.15/MEN/20011 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kkelautan dan Perikanan yang selanjutnya terjadi perubahan
Nomenklatur UPT yang sebelumnya Stasiun Karantina Ikan Kelas 1 Supadio
menjadi Stasiun menjadi Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Pontianak atau yang disebut Stasiun KIPM
Kelas 1 Pontianak. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor 54/PERMEN/KP/2017 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan, perubahan Nomenklatur UPT yang sebelumnya
Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas
1 Pontianak menjadi Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan
Pontianak atau SKIPM Pontianak, pada Tanggal 20 November 2017.
Adapun fungsi karantina ikan yang telah dilaksanakan oleh Stasiun KIPM
Pontianak, sebagai berikut :
a) Pelaksanaan pencegahan masuk dan tersebarnya HPIK dari luar
negeri dan dari suatu area ke area yang lain didalam negeri, atau
keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia
b) Pelaksaan pencegahan keluar dan tersebarnya HPI dari wilayah
negara Republik Indonesia yang di persyaratkan negara tujuan
c) Pelaksanaan tindakan karantina terhadap media pembawa HPIK
d) Pelaksanaan pemantauan HPIK, mutu dan keamanan hasil perikanan
e) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian HPIK, mutu dan
keamanan hasil perikanan
2
f) Pelaksanaan inspeksi terhadap unit pengolahan ikan dalam rangka
sertifikasi penerapan program manajemen mutu terpadu
g) Pelaksanaan surveilen HPIK, mutu dan keamanan hasil perikanan
h) Pelaksanaan sertifikasi kesehatan ikan, mutu dan keamanan hasil
perikanan
i) Pelaksanaan pengujian HPIK, mutu dan keamanan hasil perikanan
j) Penerapan sistem manajemen mutu pada laboratorium dan pelayanan
operasional
k) Pembuatan koleksi media pembawa dan atau HPIK
l) Pengumpulan dan pengolahan data dan informasi perkarantinaan
ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan dan
m) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga
2
4.1.3 Struktur Organisasi Stasiun Karantina Pengendalian Mutu
Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mmutu dan Keamanan Hasil Perikanan
Pontianak merupakan unit dari pelayanan teknis dari Badan Karantina Ikan
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan
Perikanan Republik Iindonesia.
Kepala
Urusan
Koordinator dan
Kelompok Jabatan
Fungsional
3
e) Laboratorium parasite
f) Laboratorium mikrobiologi molekuler
g) Ruang bahan
4.2.3 Sistem Pelayanan
Sistem pelayanan yang diterapkan di Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pontianak dengan dilakukannya pemantauan
terhadap hama dan penyakit ikan yang meliputi bakteri, parasit, dan virus yaitu :
a) Layanan karantina ikan ekspor
b) Layanan karantina ikan impor
c) Penerbitan sertifikat penerapan HACCP
d) Sertifikat kesehatan (HC) hasil perikanan
4.3 Kegiatan
4.3.1 Hasil
4.3.1.1 Penerimaan Sampel
Penerimaan sampel merupakan kegiatan tata cara atau proses penerimaan
sampel yang akan di uji. Adapun data yang diperoleh pada kegiatan penerimaan
sampel dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Data Penerimaan Sampel
No Uraian Hasil
1 Asal sampel Kota Pontianak
2 Jenis kelamin a. Jantan =
b. Betina =
3 Bobot sampel a. Jantan = 250gr - 330gr
b. Betina = 200gr – 280gr
4 Panjang sampel jantan dan 12 cm – 15 cm
betina
5 Jumlah sampel a. Jantan =
b. Betina =
6 Prosedur penerimaan sampel Pembuatan FPPS (Formulir Permintaa n
Pengujian Sampel)
3
4.3.1.2 Persiapan alat dan bahan
Persiapan alat dan bahan merupakan kegiatan menyiapkan alat – alat dan
bahan yang akan digunakan sebelum melakukan kegiatan proses pemeriksaan,
tujuannya agar mempermudah menggunakan dan tidak perlu mencari alat dan
bahan yang digunakan. Adapun data yang diperoleh pada kegiatan persiapan alat
dan bahan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persiapan alat dan bahan
No Uraian Hasil
1 Penerimaan sampel
a Alat : Menyediakan alat tulis untuk mencatat
b 1. Alat tulis data. Memberikan formulir permintaa n
Bahan : pengujian sampel (FPPS) bagi customer
1. Formulir permintaa n yang ingin membawa sampel yang akan
pengujian sampel dikirim
(FPPS)
2 Preparasi sampel
a Alat : 1. Mempersiapkan diseccting set untuk
1. Diseccting set membedah dan memotong bagian organ
2. Penggaris dari sampel
3. Nampan 2. Mengukur panjang dari sampel
4. Microtube uk. 1,5 ml 3.Menempatkan sampel pada nampan
5. Timbangan analitic 4.Microtube untuk menyimpan potongan
b Bahan : dari organ target sampel
1. Alkohol 70% 5.Menimbang bobot dari sampel
3 Ekstraksi
a Alat : Mempersiapkan alat dengan cara
1. Microtube uk. 1,5 ml menghidupkan centrifuge dengan
2. Microtube uk. 0,6 ml kecepatan 12.000rpm/1 menit selama 5-10
3. Microtipe menit, incubator dengan suhu 75°c selama
4. Incubator 5 menit. Potongan organ target dari
5. Centrifuge sampel yang sudah dimasukan kedalam
6. Vortex
3
b Bahan : microtube akan dicampurkan dengan
1. Potongan insang dan bahan yang sudah disiapkan
daging
2. DTAB solution
3. CTAB solution
4. Chlorofom
5. DDH2O
6. Disolve solution
7. Ethanol 95%
8. Alkohol 95%
9. TAE buffer
4 Amplifikasi
a Alat : Mempersiapkan alat thermacyller dengan
1. Termacyller menghidupkannya dan memilih piliha n
b Bahan : virus WSSV OIE, bahan yang sudah
Tahap first dicampur larutan first akan terlebih dahulu
1. 10uM 146F (1µl) dimasukkan kedalam alat thermacylle r,
2. 10uM 146R (1µl) alat akan bekerja selama 3 jam dan akan
3. Go taq green (12µl) dilanjutkan dengan tahap nested selama 3
4. Template DNA (4µl) jam
5. NFW
(7µl) Tahap
nested
1. 10uM 146F (1µl)
2. 10uM 146R (1µl)
3. Go taq green (12µl)
4. Template DNA (2µl)
5. NFW (9µl)
5 Elektroforesis
a Alat : Mempersiapkan bahan seperti pembuatan
1. Satu paket Gel Box agar gel dengan bubuk agarose dan
2. Micropipetor dicampur larutan TAE 1x dan dipanaskan
3. Microtipe diatas alat hotplate dengan kecepatan 2x
3
4. Timbangan analitic suhu 6°c. Setelah larutan panas dan
5. Stirer berwarna bening, larutan tersebut akan
6. Hotplate diberi cyber green sebanyak 2µl dan
b Bahan : larutan tersebut dituang kedalam alat gel
1. Cairan TAE 1x box dan menunggu hingga membeku dan
2. Agarose padat
3. Cyber green
6 Pembacaan hasil
a Alat : Mempersiapkan alat UV DOC dan agar
b 1. UV DOC gel dimasukkan kedalam alat tersebut,
Bahan : selanjutnya pembacaan hasil. Hasil dapat
1. Agar gel dilihat melalui alat tersebut dengan
membaca pita control negatif dan positif
sejajar dengan pita sampel
3
dengan cara menjepit
dibagian insang dan daging
No Uraian Hasil
1. Ekstraksi a. Tahap ekstraksi
a Tahapan ekstraksi i. Sampel dimasukan
tube berukuran
1,5ml, hancurkan
dengan gunting
ditambah DTAB
solution lalu vortex
ii. Incubator dengan
suu 75°c selama 5
menit, kemudian
dinginkan dalam
suhu ruangan
iii. Tambah 700µl
chlorofom, vortex,
centrifuge 12000rpm
(5menit)
iv. Pindahkan
supernatan ke tube
baru (2ml) tambah
CTAB solution
100µl tambah
DDH2O 900µl,
3
vortex, incubator
dengan suhu 75°c
(5menit)
v. Dinginkan di suhu
ruanagn kemudian
centrifuge 12000rpm
selama 10 menit
vi. Buang supernatan,
tambah 150µl
disolve solution,
kemudian incubator
selama 5 menit
dengan suhu 75°c,
dinginkan dalam
suhu ruangan
vii. Centrifuge
12000rpm (5menit),
pindahkan
supernatan ke tube
baru (0,5ml) tambah
300µl ethanol 95%
viii. Vortex, centrifuge
12000rpm selama 5
menit, keringkan lalu
300µl ethanol 95%
ix. Setelah itu,
centrifuge 12000
(5menit), keringkan
lalu tambah TAE
buffer
3
b Hasil dari ekstraksi a. Hasil ekstraksi yaitu,
mendapatkan DNA
dari inang tersebut
2. Amplifikasi Proses amplifikasi yaitu,
a. Denaturasi menggandakan DNA virus
b. Anealing a. Denaturasi, memisa hkan
c. Ekstension DNA inang dengan DNA
virus, pada suhu 94°c selama
1 menit
b. Annaeling, proses
penempelan primer dengan
DNA virus, pada suhu 55°c
selama 1 menit
c. Ekstention, proses
pemanjangan untai DNA,
pada suhu 72°c selama 2
menit
3. Eletroforesis Mengamati hasil melalui alat UV
DOC
4. Pembacaan hasil Melakukan pembacaan hasil dari
elektroforesis dan dapat
membedakan hasil positif dan
negatif, dilihat dari pita control +
dan -
4.3.2 Pembahasan
4.3.2.1 Penerimaan Sampel
Penerimaan sampel merupakan kegiatan pertama yang dilakukan oleh
Petugas Penerima Contoh (PPC) dengan menerima sampel dari customer atau
pelanggan atau pengguna jasa. Sebelum diserahkannya sampel kepada petugas
penerima contoh, pengguna jasa harus mengisi FPPS (Formulir Permintaa n
Pengujian Sampel) setelah itu, sampel diserahkan kepada petugas penerima
contoh
3
dan diberi kodefikasi, tujuannya agar sampel dari pengguna jasa tersebut tidak
teridentifikasi oleh analis, karena identitas sampel bersifat rahasia dan hanya tertera
jenis sampel dan kode berupa angka, dapat dilihat di lampiran 1 gambar FPPS
(Formulir Permintaan Pengujian Sampel). Setelah diberikan kodefikasi, petugas
penerima contoh (PPC) membuat Surat Tugas Pengujian (STP) untuk sampel yang
akan diperiksa dan diberikan kepada manager teknis untuk menyetujui, surat tugas
pengujian ini berisikan permintaan parameter pengujian dari customer, dapat dilihat
di lampiran 1 gambar STP (Surat Tugas Pengujian). Surat Tugas Pengujian (STP)
ini diberikan kepada analis beserta sampel yang sudah diberi kode. Setelah itu
nekropsi dan pemeriksaan lebih lanjut dilakukan oleh analis secara langsung.
Ketika tahap pemeriksaan sudah selesai, dalam beberapa hari yang sudah
ditentukan. Analis akan mengeluarkan Laporan Hasil Uji Sementara (LHUS), yang
isinya hasil dari pemeriksaan dari sampel tersebut, dapat dilihat di lampiran 1
gambar LHUS (Lembar Hasil Uji Sementara).
Setelah analis membuat Lembar Hasil Uji Sementara (LHUS) analis akan
menyerahkan Lembar Hasil Uji Sementara (LHUS) tersebut kepada Petugas
Penerima Contoh (PCC) untuk direkap dan diterbitkannya LHU (Lembar Hasil
Uji), dapat dilihat di lampiran 2 gambar LHU (Lembar Hasil Uji). Setelah
menerima LHUS (Lembar Hasil Uji Sementara) dari analis, maka Petugas Penerima
Contoh (PCC) menyalin daftar pemeriksaan serta lampiran hasil uji untuk
dilakukan rekap pengetikan pada LHU (Lembar Hasil Uji). Setelah itu, Petugas
Penerima Contoh (PCC) akan menyerahkan LHU (Lembar Hasil Uji) tersebut
kepada manager teknis untuk ditandatangani. Penyerahan LHU yang sudah
ditandatangani akan dilaksanakan oleh petugas administrasi. LHU (Lembar Hasil
Uji) dapat diambil sendiri oleh customer atau pengguna jasa secara langsung di
Laboratorium Penguji Stasiun KIPM Pontianak. Apabila LHU dikirim melalui post,
diantar oleh kurir atau melalui sistem elektronik maka pihak Laboratorium akan
menginformasikannya kepada customer atau pengguna jasa.
3
4.3.2.2 Persiapan Alat dan Bahan
Persiapan alat dan bahan merupakan tahap kedua setelah kegiatan
penerimaan sampel. Kegiatan ini dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan pada saat dilakukannya pemeriksaan.
4.3.2.2 Preparasi Sampel
Preparasi sampel merupakan tahap kegiatan setelah adanya kegiatan
persiapan alat dan bahan. Kegiatan ini merupakan kegiatan pemilihan organ target
dari sampel yang akan diperiksa, yang menjadi pilihan sampel yaitu kepiting bakau
dengan bobot 200 gr seperti di gambar (a) dan pengukuran panjang dari kepiting
bakau seperti di gambar (b)
(a) (b)
Gambar 7. (a) Pengukuran panjang sampel (b) Penimbangan bobot sampel
3
4.3.2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan kegiatan tahap pertama pada metode pengujian.
Dalam proses ekstraksi DNA, terjadi pelepasan untaian materi ginetik dari inti sel,
sehingga didapatkan DNA murni yang telah terpisah dari cairan seluler dan protein
lainnya, secara umum proses ekstraksi DNA dibagi menjadi beberapa tahap yaitu
persiapan materi yang akan digunakan, proses penghancuran sel, penghila ngan
senyawa kontaminan, dan pengumpulan DNA, (Nugroho et al., 2017). Prosedur
pelaksanaan yaitu sampel dimasukan kedalam microtube berukuran 1,5 ml lalu
tambahkan 600µl DTAB (Daya Solubilisasi Dodecyltrimethylammonium
Bromide), hancurkan menggunakan gunting dan vortex hingga homogen, sampel
diinkubasi pada 75°c selama 5 menit setelah selesai, dinginkan sampai suhu ruang,
sampel ditambahkan 700µl chloform, vortex selama 10 detik dan dicentrifuge pada
kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit seperti pada gambar (a).
(a) (b)
Gambar 8. (a) Sampel centrifuge (b) Supernatan
Pindahkan cairan yang terdapat dibagian atas tabung micro ke dalam micro
yang baru, tambahkan 100µl CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) dan
900µl ddH2O, vortex selama 10 detik, inkubasi pada 75°c selama 5 menit,
dinginkan pada suhu ruang, centrifuge pada 12.000 rpm selama 10 menit, buang
supernatan dengan hati-hati agar pelet tidak ikut terbuang seperti pada gambar (b),
campurkan pelet dengan 150µl larutan disolve solution, inkubasi pada 75°c selama
5 menit, dinginkan pada suhu ruang, centrifuge pada 12.000 rpm selama 5 menit,
lalu lapisan bening dibagian atas tabung dipindahkan ke tabung micro yang baru,
4
tambahkan 300µl etanol 95%, vortex selama 10 detik lalu centrifugepada 12.000
rpm selama 5 menit, buang supernatan lalu keringkan pelet dengan cara membalik
micro diatas kertas tissue steril, tambahkan TE Buffet pada pelet sebanyak 100µl.
4.3.2.4 Amplifikasi
Amplifikasi merupakan kegiatan tahap kedua dari metode pengujian.
Amplifikasi adalah suatu teknik perbanyakan DNA, dimaksudkan untuk
meningkatkan jumlah DNA target yang ada, sehingga dapat dideteksi dengan
elektroforesisi. Proses amplifikasi selalu menyertaka n control positif dan control
negatif, amplifikasi DNA dilakukan dengan bantuan alat thermacyler. Proses PCR
merupakan proses siklus yang berulang meliputi tahap denaturasi, annaeling, dan
extention (Pranawaty et al., 2012). Denaturasi merupakan proses pemisahan kedua
untai DNA pada temparatur yang tinggi, DNA akan terdenaturasi pada temperatur
90 hingga 95°c. Pada teknik PCR, denaturasi optimum terjadi pada temperatur 94°c
selama 60 detik (1 menit). Selanjutnya annaeling yaitu tahap penempelan primer
pada pita DNA yang sesuai, pada suhu 55 hingga 60°c selama 60 detik (1 menit),
dilanjutkan dengan tahap extention yaitu tahap pemanjangan untai DNA, proses
pemanjangan untai DNA terjadi pada temperatur 72°c selama 2 menit. Proses reaksi
tersebut diulangi lagi sampai 40 kali (siklus) selama 3 jam.
(a) (b)
Gambar 9. (a) Pemasukan sampel (b) Grafik proses amplifikasi
4
Tahap amplifikasi double step pada virus WSSV (White Spot Syndrom
Virus) yaitu dengan melakukan pencampuran primer. Tahap yang pertama yaitu
tahap first, tahap ini menggunakan primer for what (F) sebanyak 1µl, riffes (R)
sebanyak 1µl, go taq green sebanyak 12µl, template DNA sebanyak 4µl (template
DNA first diambil dari hasil sampel ekstraksi), dan Nukleus Free Water (NFW)
sebanyak 7µl. Tahap yang kedua yaitu, tahap nested, tahap ini menggunakan
primer for what (F) sebanyak 1µl, riffes (R) sebanyak 1µl, go taq green sebanyak
12µl, template DNA sebanyak 2µl (template DNA nested diambil dari hasil tahap
first), dan Nukleus Free Water (NFW) sebanyak 9µl. Proses kerja kedua tahap
tersebut membutuhkan waktu selama 6 jam, setiap satu tahap bekerja selama 3
jam, sebanyak 40 kali siklus pengulangan, menggunakan alat thermacyller yang
sudah diseting WSSV OIE.
4.3.2.5 Elektroforesis
Elektroforesis merupakan kegiatan tahap ketiga dari metode pengujian.
Elektroforesis adalah suatu teknik proses pemindahan molekul dengan bantuan
medan listrik. Tahap elektroforesis ini melakukan pembuatan agar gel, dengan
menggunakan bubuk agarose sebanyak 0,75gr dicampur larutan TAE 1x sebanyal
50ml, gel agarose dibuat dengan melarutkannya dalam satu erlenmayer dengan
bantuan pemanasan dari alat hotplate, dapat dilihat pada gambar (a), pemanasan
selesai disaat larutan agar gel berwarna putih bening, setelah berwarna putih bening,
agar gel didinginkan suhu ruangan dan ditambahkan cyber green sebanyak 2µl
dapat dilihat pada gambar (b).
4
(a) (b)
Gambar 10. (a) Pembuatan agar gel (b) Pemberian cyber green
4
(a) (b)
Gambar 11. (a) Sampel positif (b) Sampel
negatif
4
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil KPA Identifikasi Virus White Spot Syndrom Virus (WSSV) Pada
Kepiting Bakau (Scylla serrata) Dengan Metode PCR (Polymerase Chain
Reaction) dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Penerimaan sampel dilakukan oleh PPC (Petugas Penerima Contoh)
dengan menerima sampel dari cutomer atau pengguna jasa dengan mengis i
FPPS (Formulir Permintaan Pengujian Sampel) setelah itu sampel diberi
kodefikasi dan PPC (Petugas Penerima Contoh) membuat Surat Tugas
Pengujian (STP) untuk analis beserta sampel yang sudah diberi kode, analis
akan mengeluarkan Laporan Hasil Uji Sementara (LHUS) yang akan
diberikan kepada PPC (Petugas Penerima Contoh) dan diterbitkan LHU
(Lembar Hasil Uji).
2. Preparasi sampel dilakukan dengan mengukur panjang panjang sampel
yaitu 12cm – 15cm, menimbang bobot sampel jantan yaitu 250gr – 330gr,
bobot betina 200gr – 280gr dan mengambil organ target seperti insang dan
daging.
3. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan metode PCR (Polymerase
Chain Reaction) meliputi tiga tahap yaitu Ekstraksi mendapatkan DNA
dari inang, Amplifikasi menggandakan DNA virus menggunakan alat
Thermacyller dibantu dengan tiga proses yaitu Denaturasi (memisa hkan
DNA inang dan DNA virus terjadi pada temperatur 94°c), annaeling
(penempelan primer dengan DNA virus terjadi pada temperatur 55°c),
ekstention (pemanjangan untai DNA terjadi pada temperatur 72°c) proses
Amplifikasi terjadi 40 siklus selama 3 jam per tahap, dan Elektrofores is
proses pemindahan molekul dengan bantuan medan listrik menggunaka n
alat Gel Box.
4. Pembacaan hasil dilakukan setelah akhir dari kegiatan pemeriksaan dengan
menggunakan alat UV DOC, maka interperensi hasil dapat dibaca, jika pita
sampel sejajar dengan pita control positif maka sampel tersebut hasilnya
positif, jika pita sampel tersebut tidak sejajar dengan pita control positif
maka sampel tersebut hasilnya negatif.
4
5.2 Saran
Sebaiknya pemeriksaan kepiting bakau menggunakan PCR dilakukan dengan
hati-hati agar terhindar dari false positif atau false negatif.
4
DAFTAR PUSTAKA
Adjie, S., & Dharyati, E. (2017). Sebaran Dan Kebiasaan Makan Beberapa Jenis Ikan
Di Daerah Aliran Sungai Kapuas, Kalimantan Barat. Bawal Widya Riset
Perikanan Tangkap, 2(6), 283–290
Andri, (2012). Buku Penyakit pada ikan. Penerbit CV.Eureka media akasara.
Bojongsari, Purbalingga 53362
Balai Karantina Ikan, (2011). Pedoman analisis resiko Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta,
Hal 1-2
Bugi, R, (2015). Polymerase Chain Reaction (PCR) Perkembangan dan Perannya Dalam
Diagnostik Kesehatan. Jurnal Bio Trends Vol.6 No.2 Tahun 2015, Bogor,
Jawa Barat
Genecraft, (2020). Apa itu prinsip kerja PCR dan penjelasannya. Posted by Labs.
Meruya Utara, Jakarta Barat 1162
Kei Yuasa dkk, (2003). Deteksi Koi Herpes Virus (KHV) Pada Ikan Mas Koi (Cyprinus
carpio) Dengan Menggunakan Metode Aplikasi Polymerase Chain
Reaction (PCR). Prosedur Pemeriksaan Karantina. Departemen Perikanan
Dan Kelautan, Makasar
Kustiawan, Tri, P, (2021). Studi Pemeriksaan Virus Dengan Metode Polymerase Chain
Reaction Pada Komoditas Perdagangan Ekspor. Jurnal Internatio nal
Conference On Biotechnology And Food Science Doi:10.1088/1755 -
1315/679/1/012061
Nurcahyo, w. 2001. Teknik Deteksi Parasit pada Ikan. Yogyakarta. Pusat Studi
Bioteknologi UGM
Nugroho, K., Terryana, R. T., Rijzaani, H., &Lestari, P. (2016). DNA Extraction
Method of Jatropha spp. Whitout Liquid Nitrogen. Jurnal Littri, 22(4), 159-
166.
4
Pranawaty, N et al. (2012). Aplikasi Poymerase Chain Rreaction (PCR) Konvensiona l
dan Real Time PCR Untuk Deteksi White Spot Syndrom Virus Pada
Kepiting. (3)4, 61-74.
Salina, A., Yuliantoro, Y., & Fiqri, A. (2021). Danau Napangga Merupakan Salah Satu
Tempat Penghasil Ikan Arwana Di Kabupaten Rokan Hilir. Innovative:
Journal Of Social Science Research, 1(2), 419–422
Sudarto, S., Pouyaud, L., & Kusuma, R. V. (2008). Struktur Populasi Dan Sejarah
Kolonisasi Ikan Botia (Chromobotia Macracanthus Bleeker) Asal Sumatera
Dan Kalimantan Berdasarkan Sekuen Intron Dari Gen Aldolase-B
Zulfiah, E. (2020). Pembenihan Dan Pendederan Ikan Arwana Super Red Scleropages
Formosus Di PT Arwana Citra Ikan Hias Indonesia, Kota Bekasi, Jawa
Barat
4
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal
Kegiatan
Bulan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penerimaan
sampel
Persiapan alat
dan bahan
Preparasi sampel
Ekstraksi
Amplifikasi
Elektroforesis
Pembacaan Hasil
4
Lampiran 2 Penerimaan sampel
5
Lampiran 3. Alat
5
Lampiran 4. Alat
5
Lampiran5. Alat
5 (c) centrifuge
5
Lampiran 6. Bahan
5
Lampiran 7. Aquades
5
Lampiran 8. Primer
5
Lampiran 9. Kegiatan