Anda di halaman 1dari 68

IDENTIFIKASI VIRUS White Spot Syndrome Virus (WSSV)

PADA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DENGAN METODE


PCR (Polymerase Chain Reaction) KONVENSIONAL

LAPORAN
KERJA PRAKTIK AKHIR

OLEH:

SHINTYA MAHARANI
NIM. 3202008073

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN


JURUSAN ILMU KELAUTAN DAN
PERIKANAN POLITEKNIK NEGERI
PONTIANAK
2023
IDENTIFIKASI VIRUS White Spot Syndrome Virus (WSSV)
PADA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DENGAN METODE
PCR (Polymerase Chain Reaction) KONVENSIONAL

LAPORAN
KERJA PRAKTIK AKHIR

Diajukan sebagai salah satu untuk memperoleh gelar


Ahli Madya Perikanan (A.Md.Pi)
Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan
Politeknik Negeri Pontianak

OLEH:

SHINTYA MAHARANI
NIM. 3202008073

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN


JURUSAN ILMU KELAUTAN DAN
PERIKANAN POLITEKNIK NEGERI
PONTIANAK
2023
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN
KERJA PRAKTIK AKHIR

Judul : Identifikasi Virus White Spot Syndrome Virus (WSSV)


Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Dengan Metode PCR
(Polymerase Chain Reaction)
Nama : Shintya Maharani
NIM : 3202008073
Program Studi : Budidaya Perikanan
Jurusan : Ilmu Kelautan Dan Perikanan

Kerja Praktek Akhir telah diterima dan


disahkan Sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan
Program pendidikan Diploma III Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan
Politeknik Negeri Pontianak

Menyetujui:
Pembimbing

Hylda Khairah Putri, S.Pi.,


M.Si NIP. 199404252020122006

Mengetahui :

Ketua Jurusan Ketua Program Studi


Ilmu Kelautan dan Perikanan Budidaya Perikanan

Jumadi Sudarso, S.Pi., M.Si Sarmila, S.Pi., M.Si


NIP. 198108142003121002 NIP. 198004052005012007

Direktur
Politeknik Negeri
Pontianak

Dr. H. Widodo, P.S., ST., M.T.


NIP. 197504242000031001
iii
LEMBAR PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim...
Alhamdulilah, puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberika n
nikmat yang sangat luar biasa memberikan saya kekuatan. Atas karunia dan
kemudahan yang Engkau berikan, akhirnya Tugas Akhir (TA) yang sederhana ini,
dapat terselesaikan tepat waktu. Tiada lembar yang paling indah dalam TA ini
kecuali lembar pengesahan.
Dengan rasa hormat kepada kedua orangtuaku tercinta, papa (Alm) Yudi
Santoso dan mama Rusmina, yang telah memberikan kasih sayang nya yang tak
terhingga sampai aku bisa mencapai dititik ini dengan segala pencapaian yang telah
aku raih. Terimakasih mama, engkau sudah menjadi segalanya bagiku, engkau yang
berperan menjadi ibu sekaligus menjadi ayah didalam hidupku, banyak sekali
pelajaran dan pengalaman kehidupan yang telah engkau berikan kepadaku,
walaupun aku tumbuh dewasa tidak dihadiri secara fisik oleh seorang ayah, tapi
darimu ibu aku tak pernah merasakan yang namanya kekurangan. Untuk (Alm)
papa, semoga amal ibadah papa diterima oleh Allah SWT, dan semoga papa disana
bisa merasakan hebatnya anak perempuan pertama papa karena telah mencapai di
titik ini dengan segala rintangan yang alhamdulilah prosesnya bisa dilewati, tak
lupa, bukan aku yang hebat, melainkan doa, restu, serta dukungan dari mama yang
menjadikanku memiliki pribadi kehidupan yang baik. Terimakasih mama, karena
darimu, aku belajar banyak arti dalam kehidupan yang sesungguhnya, darimu aku
belajar bahwa rumah tak selalu berbentuk bangunan, karena rumah yang
sesungguhnya dalam hidupku ialah mama.
Persembahan ini juga, tak lupa ku berikan kepada adikku tersayang, Dypo
Pranajaya. Engkau adalah sosok adik yang bijaksana, menasehatiku ketika aku
salah secara baik-baik, sebagai saudara satu-satunya, aku menyayangimu walaupun
terkadang cara ku salah dimatamu, tapi percayalah kasih sayang seorang kakak mu
ini melebihi kasih sayang orang lain terhadap mu. Terimakasih banyak, dari mu
adikku, aku bisa belajar menjadi kakak yang baik dan menjadi tahu apa yang
sebenarnya terkadang aku tidak tahu. Semoga kita adalah dua bersaudara yang
saling menguatkan satu sama lain, menjadi saudara yang saling menyayangi, dan
saling melindungi. Semoga kita selalu menjadi anak yang sholeh dan sholehah.

iv
LEMBAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Shintya Maharani, tempat kelahira n


Pemangkat, pada tanggal 9 Januari 2002. Penulis merupakan
anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan (Alm) Yudi
Santoso dan Rusmina. Penulis memulai Pendidikan dari taman
kanak kanak (TK) pada tahun 2007 di Al-Adabiy. Penulis
melanjutkan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
pada tahun 2014 di MTsN 2 Pontianak kota dan tamat pada
tahun 2017. Kemudian penulis melanjutkan Pendidikan
tingkat SMA/SMK di SUPM Negeri Pontianak pada tahun 2017dan tamat pada
tahun 2020. Setelah tamat penulis melanjutkan Pendidikan di perguruan tinggi di
Politeknik Negeri Pontianak pada tahun 2020 dan mengambil Jurusan Ilmu
Kelautan Perikanan Prodi Budidaya Perikanan. Penulis melaksanakan kerja praktik
akhir (KPA) di Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu, Kabupaten Kubu Raya,
Kalimantan Barat. Dengan Judul Identifikasi Virus White Spot Syndrom Virus
(WSSV) Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Dengan Metode PCR (Polymerase
Chain Reaction) Konvensional.

v
ABSTRAK
SHINTYA MAHARANI. Identifikasi Virus White Spot Syndrom Virus
(WSSV) Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Dengan Metode PCR
(POLYMERASE CHAIN REACTION) Konvensional. Di bawah Bimbingan
Ibu Hylda Khairah Putri.
Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan pantai
yaang mempunyai nilai ekonomis penting yang ditargetkan sebagai komoditas
budidaya dan saat ini kepiting bakau menjadi salah satu dari 12 produk perikanan
unggulan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (Widodo dkk, 2010). Kepiting
bakau (Scylla serrata) termasuk salah satu jenis Crustasea dari family Portunidae
yang mempunyai nilai protein tinggi, dapat dimakan, hidup di perairan pantai, dan
muara sungai, terutama yang ditumbuhi oleh pohon bakau dengan dasar perairan
pantai, dan muara sungai, terutama yang ditumbuhi oleh pohon bakau dengan dasar
perairan berlumpur (Agus, 2008). Identifikasi Virus White Spot Syndrom Virus
(WSSV) Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Dengan Metode PCR (Polymerase
Chain Reaction) Konvensional, dimulai dengan tahap penerimaan sampel,
persiapan alat dan bahan, preparasi sampel, ekstraksi, amplifikasi yang terdiri dari
tiga proses yaitu, denaturasi, annaeling dan extention, elektroforesis dan pembacaan
hasil. Preparasi sampel dengan menimbang bobot sampel kepiting jantan 250gr-
330gr, bobot kepiting betina 200gr-280gr dan pengukuran panjang kepiting jantan
dan betina 12cm-15cm.

vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas ridho-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini. Adapun judul laporan yang penulis
ajukan adalah "Identifikasi Virus White Spot Syndrome Virus (WSSV) Pada
Kepiting Bakau (Scylla serrata) Dengan Metode PCR (Polymerase Chain
Reaction)". Laporan ini diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan tugas akhir, di
Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, prodi Budidaya Perikanan. Segala sesuatu
yang salah datangnya hanya dari manusia dan seluruh hal yang benar datangnya
hanya dari agama berkat adanya nikmat iman dari Tuhan Yang Maha Esa. Meski
begitu, ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala saran dan kritik
yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan ini
pada laporan selanjutnya.
Penyusunan laporan Kerja Praktik Lapangan (KPA) ini tidak terlepas dari
peran berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penyusun mengucapka n
terimakasih kepada yang terhormat:
1. Bapak H. Widodo PS, ST., M.T selaku Direktur Politeknik Negeri Pontianak
2. Bapak Jumadi Sudarso, S.St.Pi., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Kelautan dan
Perikanan
3. Ibu Sarmila, S.Pi., M.Si selaku Ketua Program Studi Budidaya Perikanan.
4. Ibu Hylda Khairah Putri, S.Pi., M.Si selaku Dosen Pembimbing
5. Bapak Agus Setiawan, S.Pi, M.Si selaku Koordinator KPA
6. Ibu RR. Amaliah Fitri, A.Md.S.Pi selaku pembimbing lapangan di SKIPM
Pontianak
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, baik
mengenai materi maupun teknik penulisan. Hal ini disebabkan keterbatasan waktu,
kemampuan, pengalaman, dan pengetahuan penulis miliki. Kesempatan inila h
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga laporan
ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa/i Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan
Khususnya Program Studi Budidaya Perikanan.
Pontianak, Maret

2023 Penulis

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK AKHIR..................iii


LEMBAR PERSEMBAHAN.................................................................................iv
LEMBAR RIWAYAT HIDUP................................................................................v
ABSTRAK..............................................................................................................vi
KATA PENGANTAR...........................................................................................vii
DAFTAR ISI.........................................................................................................viii
DAFTAR TABEL...................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................xi

1. PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Batasan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................3
1.4 Manfaat..................................................................................................3

2. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................4
2.1 Biologi Kepiting Bakau (Scylla serrata)...............................................4
2.2 Habitat dan Penyebaran.........................................................................6
2.3 Definisi Penyakit Pada Inang.................................................................7

3. METODOLOGI..........................................................................................16
3.1 Waktu Dan Tempat..............................................................................16
3.2 Metode Penulisan.................................................................................16
3.3 Rancangan / Mekanisme Pelaksanaan KPA........................................16
3.4 Output KPA.........................................................................................21
3.5 Teknik Pengambilan Data....................................................................21
3.6 Rencana Analisa Data.........................................................................25

4. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................27


4.1 Keadaan Umum Lokasi.......................................................................27
4.2 Sarana dan Prasarana..........................................................................30
4.3 Kegiatan..............................................................................................31
5. PENUTUP...................................................................................................45
5.1 Kesimpulan..........................................................................................45
5.2 Saran....................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................47
LAMPIRAN....................................................................................................49

viii
DAFTAR TABEL
1. Bahan identifikasi virus....................................................................................16
2. Alat identifikasi virus........................................................................................18
3. Penerimaan sampel...........................................................................................22
4. Persiapan alat dan bahan...................................................................................23
5. Preparasi sampel...............................................................................................24
6. Metode pengujian..............................................................................................24
7. Data Penerimaan Sampel..................................................................................31
8. Persiapan alat dan bahan...................................................................................32
9. Preparasi sampel...............................................................................................34
10. Metode Pengujian............................................................................................35

ix
DAFTAR GAMBAR

1. Kepiting Bakau (Scylla serrata)..........................................................................4


2. Duri Depan Kerapas.............................................................................................5
3. Morfologi Kepiting Bakau (Scylla serrata)..........................................................5
4. Amplifikasi.........................................................................................................11
5. Tahapan pelaksanaan.........................................................................................20
6. Struktur Organisasi SKIPM...............................................................................30
7. (a) Pengukuran panjang sampel (b) Penimbangan bobot sampel......................39
8. (a) Sampel centrifuge (b) Supernatan................................................................40
9. (a) Pemasukan sampel (b) Grafik proses amplifikasi........................................41
10. (a) Pembuatan agar gel (b) Pemberian cyber green.........................................43
11. (a) Sampel positif (b) Sampel negatif..............................................................44

x
DAFTAR LAMPIRAN
1. Jadwal Kegiatan.................................................................................................49
2 Penerimaan sampel............................................................................................50
3. Alat.....................................................................................................................51
4. Alat.....................................................................................................................52
5. Alat.....................................................................................................................53
6. Bahan.................................................................................................................54
7. Aquades..............................................................................................................55
8. Primer.................................................................................................................56
9. Kegiatan.............................................................................................................57

xi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan
pantai yaang mempunyai nilai ekonomis penting yang ditargetkan sebagai
komoditas budidaya dan saat ini kepiting bakau menjadi salah satu dari 12 produk
perikanan unggulan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (Widodo dkk,
2010). Kepiting bakau (Scylla serrata) termasuk salah satu jenis Crustasea dari
family Portunidae yang mempunyai nilai protein tinggi, dapat dimakan, hidup di
perairan pantai, dan muara sungai, terutama yang ditumbuhi oleh pohon bakau
dengan dasar perairan pantai, dan muara sungai, terutama yang ditumbuhi oleh
pohon bakau dengan dasar perairan berlumpur (Agus, 2008).
Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan
yang penting di Indonesia. Menurut Unthari dkk, (2018), kepiting bakau
merupakan biota yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi dan dapat
dikembangbiakkan. Saat ini produksi kepiting bakau masih sangat bergantung
dengan hasil tangkapan di alam. Populasi kepiting bakau sebagian besar
ditemukan di kawasan hutan mangrove. Hal tersebut dikarenakan kawasan
mangrove, seperti serasah yang merupakan tempat mencari makan bagi organisme
yang ada di sekitar kawasan tersebut. Adanya penurunan produksi kepiting bakau
diduga oleh beberapa faktor, diantaranya perubahan kondisi lingkunga n,
penangkapan yang tidak ramah lingkungan dan adanya serangan penyakit pada
kepiting. Penyakit pada kepiting bakau dapat disebabkan oleh virus, jamur dan
bakteri.
Jenis penyakit yang menyerang kepiting bakau mempunyai kesamaan dengan
penyakit udang windu (Penaeus monodon). Hal tersebut dikarenakan kedua jenis
hewan ini masih berada dalam satu kelas, yaitu crustasea serta memiliki habitat
yang sama, yaiutu di perairan estuaria dan payau (Rusdi dan Zafran, 1998), sangat
sensitif terhadap White Spot Syndrome Virus (WSSV). WSSV merupakan jenis
penyakit virus DNA. Kepiting merupakan salah satu organisme carrier, organisme
carrier tidak menunjukkan gejala klinis penyakit tetapi dapat menularkan penyakit
pada organisme lainnya (Sumawidjadja, 2001 dalam Pranawaty dkk, 2012).

1
Keberadaan WSSV dapat dideteksi dengan metode isolasi DNA, isolasi DNA
menjadi bagian terpenting dalam tahap awal. Keberadaan WSSV biasanya
terdapat pada beberapa organ lainnya yaitu insang, kaki renang (Pleoipod), kaki
jalan (Pereoipod), jantung dan organ lainnya (Kou dkk, 1998 Yanti, 2017).
Deteksi penyakit telah ditingkatkan spesifikasinya dan dapat dikerjakan langsung
salah satunya dengan menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction).
Deteksi awal dari penyakit WSSV bertujuan untuk mencegah tersebar luasnya
penularan virus WSSV. Maka dari itu, sebelum dilakukannya kegiatan ekspor,
import dan perlalulintasan komoditi hasil perikanan perlu adanya pengecekan
pada komoditi tersebut dengan menggunakan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction). Hal ini merupakan upaya salah satu upaya untuk mencegah terjadinya
penyebarluasan WSSV pada kepiting bakau. Hal tersebut yang menjadi latar
belakang mengambil judul Kerja Praktik Akhir yaitu “Identifikasi Virus WSSV
(White Spot Syndrom Virus) Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Dengan
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction)”.

1.2 Batasan Masalah


Batasan masalah pada identifikasi virus WSSV (White Spot Syndrome Virus)
pada kepiting bakau (Scylla serrata) dengan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction) sebagai berikut :
1. Penerimaan sampel dan preparasi sampel rujukan meliputi Presentase jumlah
ikan sampel yang dirujukan, Persiapan Alat dan Bahan, Persiapan dan
Penanganan Sampel, dan Pengambilan sampel (Nekropsi).
2. Identifikasi virus meliputi Ekstraksi, Amplifikasi, Elektroforesis, dan
Dokumentasi Hasil.
3. Analisa virus meliputi hasil Elektroforesis dan Hasil Pemeriksaan Penyakit

2
1.3 Tujuan
Kerja Praktik Akhir ini untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman
dalam mengidentifikasi virus penyebab penyakit pada kepiting bakau
menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction).

1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari kegiatan Kerja Praktik Akhir adalah sebagai
berikut :
1. Mampu mengetahui alur penerimaan sampel dan preparasi sampel yang
dirujukan di SKIPM Pontianak.
2. Mampu melakukan pemeriksaan virus penyebab penyakit kepiting bakau
menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) .
3. Mampu mengidentifikasi virus yang menyerang kepiting bakau.

3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Kepiting Bakau (Scylla serrata)
2.1.1 Klasifikasi Kepiting Bakau
Menurut Nasution, (2015) klasifikasi kepiting bakau yaitu dari genus
Scylla memiliki klasifikasi ilmiah sebagai berikut :
Kingdom :
Animalia Filum :
Arthropoda Classis
: Crustacea Ordo :
Decapoda Famili :
Portunidae Genus :
Scylla
Spesies : Scylla serrata

Gambar 1. Kepiting Bakau (Scylla serrata)


Sumber : Universitas Airlangga (2020)

Scylla serrata merupakan kepiting bakau yang memiliki ukuran terbesar


dari seluruh Scylla saat dewasa. Ukuran lebar karapasnya dapat mencapai 20 cm.
Scylla serrata memiliki warna karapas hijau kemerahan seperti karat. Ciri khas
yang terdapat pada kepiting jenis ini adalah adanya 6 duri runcing pada bagian
depan karapas di antara mata dan memperlihatkan karakteristik khas Scylla serrata
yang ditunjukkan oleh adanya 6 duri berbentuk runcing pada bagian depan
kerapas di antara kedua matanya.

4
Gambar 2. Duri Depan Kerapas
Sumber : Nasution (2015)

2.1.2 Morfologi Kepiting Bakau


Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu jenis dari crustaceae
dari family Portunidae yang mempunyai nilai protein tinggi dan dapat dimakan,
serrata merupakan salah satu spesies yang mempunyai ukuran paling besar dalam
genus Scylla (Rangka, 2007)

Gambar 3. Morfologi Kepiting Bakau (Scylla serrata)


Sumber : Kanna (2002)

Menurut Agus (2008), secara umum morfologi kepiting bakau dapat


dikenali dengan ciri sebagai berikut :
1. Seluruh tubuhnya tertutup oleh cangkang
2. Terdapat 6 buah duri diantara sepasang mata, dan 9 duri disamping
kiri dan kanan mata

5
3. Mempunyai sepasang capit, pada kepiting jantan dewasa Cheliped (kaki
yang bercapit) dapat mencapai ukuran 2 kali panjang karapas
4. Mempunyai 3 pasang kaki jalan
5. Mempunyai sepasang kaki renang dengan bentuk pipih
6. Kepiting jantan mempunyai abdoment yang berbentuk agak lancip
menyerupai segitiga sama kaki, sedangkan pada kepiting betina agak
membundar dan melebar
7. Scylla serrata dapat dibedakan dengan jenis lainnya, karena mempunya i
ukuran paling besar sehingga di Philipina jenis ini disebut sebagai
kepiting raja disamping itu Scylla serrata mempunyai pertumbuhan yang
paling cepat dibanding ketiga spesies lainnya.
8. Panjang karapas kurang lebih 2/3 dari lebarnya, permukaan karapas
sedikit licin kecuali pada lekuk yang berganula halus didaerah brancial
9. Pada dahi terdapat 4 buah gigi tumpul tidak termasuk duri ruang mata
sebelah dalam yang berukuran hampir sama
10. Merus dilengkapi dengan tiga buah duri pada anterior dan 2 buah duri
pada tepi posterior
11. Karpus dilengkapi dengan sebuah duri kokoh pada sudut sebelah dalam,
sedangkan propudus dengan 3 buah duri atau bentol, satu diantaranya
terletak bersisian dengan persendian dactillus.

2.2 Habitat dan Penyebaran


Salah satu hewan yang hidupnya tergantung pada hutan mangrove adalah
kepiting bakau. Kepiting bakau merupakan salah satu sumberdaya perikanan
dengan nilai ekonomis penting yang dapat ditemukan di sepanjang pantai
Indonesia terutama di kawasan hutan bakau atau perairan payau (Eddy Nurcahyo,
2019). Populasi kepiting bakau secara khas berasosiasi dengan hutan bakau yang
masih baik. Sehingga hilangnya habitat akan memberikan dampak yang serius
pada populasi kepiting (Wijaya et al, 2018). Kepiting bakau memiliki kebiasaan
bersembunyi atau membenamkan diri di dalam lumpur. Kepiting bakau (Scylla
serrata) membuat lubang di dalam substrat yang lunak. Tempat tersebut menjadi
hidupnya menyediakan makanan. Ketersediaan makanan dan berkembangb iak

6
menjadi salah satu faktor pemilihan habitat tetap (permament home site) kepiting
tersebut jika tidak, maka kepiting berpindah untuk mencari makan di tempat lain,
walaupun masih di dalam area habitat yang sama. Kepiting bakau cenderung
menetap di habitat yang sama, walaupun tidak selalu kembali ke titik yang sama,
terkadang ada pertukaran individu antar habitat yang bertetangga dekat.
Kepiting bakau (Scylla serata) merupakan jenis satwa yang aktif mencari
makan pada malam hari (noturnal). Potensi kepiting bakau (Scylla serrata) di
alam cukup tinggi, namun peningkatan eksploitasi, konversi habitat dan
perubahan lingkungan menjadi faktor-faktor penyebab utama penurunan populasi
kepiting bakau (Mohapatra et al, 2010, Lebata et al, 2009 dalam Alamsyah et al,
2017). Distribusi penyebaran kepiting (Scylla serrata) cukup luas dibandingka n
spesies lainnya (Hubatsch dkk, 2015). Scylla serrata dapat ditemukan di wilaya h
pesisir perairan tropis dan subtropis, di Indonesia khususnya biasanya ditemuka n
di Selat Malaka, timur Sumatera, timur Kalimantan, Maluku dan Irian Jaya
(Ghufran, 2008).

2.3 Definisi Penyakit Pada Inang


Penyakit adalah gangguan tidak menyenangkan yang diterima oleh ikan.
Gangguan tersebut dapat berupa media hidupnya tidak nyaman, nafsu makan ikan
menurun, daya tahan tubuh melemah, keseimbangan tubuh menurun, dan banyak
lainnya, bahkan menyebabkan kematian ikan. Penyakit yang menyerang ikan
peliharaan dapat berupa penyakit yang disebabkan oleh organisme patogen, dan non
patogen. Organisme patogen dapat menyebabkan penyakit ikan karena aktivitas
organismenya atau senyawa racun yang dihasilkannya. Penyakit nonpatogen
disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan yang tidak mendukung aktivitas dan
kehidupan ikan (Evi Liviawaty, 2015).
Budidaya kepiting bakau merupakan usaha yang sangat potensial untuk
dikembangkan karena memiliki prospek yang sangat baik, salah satu kegiatan
budidaya kepiting bakau yang banyak dilakukan adalah usaha penggemuka n.
Penggemukan adalah memelihara kepiting yang tidak berisi atau keropos dengan
pemberian pakan yang teratur sehingga menjadi berisi atau gemuk. Akan tetapi,
keberhasilan suatu usaha penggemukan kepiting bakau tidak terlepas dari
masalah

7
penyakit yang menyerang kepiting bakau dapat menimbulkan kerugian besar
karena sering menyebabkan kematian (Pujiastuti, 2015).
Penyakit pada kepiting bakau ditandai dengan penurunan secara bertahap
kemampuan dalam mempertahankan fungsi- fungsi fisiologis secara normal. Pada
keadaan tersebut kepiting bakau berada dalam kondisi fisiologis yang tidak
seimbang karena tidak mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Timbulnya
penyakit dapat diakibatkan oleh infeksi patogen yang berupa bakteri, virus, dan
parasit. Penyakit yang disebabkan oleh jasad patogen ini merupakan penyakit
infeksi yang merupakan masalah utama karena penyakit infeksius bisa bersifat akut
dengan tingkat mortalitas tinggi dalam waktu singkat (Purnomo, 2013).
2.3.1 Virus Pada Inang
Menurut Andri, (2012) Virus adalah organisme bertubuh kecil yang tidak
dapat dilihat oleh mata (patogen yang paling kecil). Untuk melihatnya diperlukan
mikroskop elektron yang kepekaannya lebih tinggi dibandingkan dengan
mikroskop biasa. Organisme ini tergolong unik karena tidak mempunya i
pencernaan sehingga harus menumpang hidup pada tubuh ikan untuk dijadikan
inang. Virus menyerang makhluk hidup, berkembang biak di dalam organisme
inang dan pada saat itulah dia akan menyebabkan kerusakan ataupun penyakit pada
organisme inang.
Virus dapat memperbanyak diri di dalam organ pencernaan sel inang
sekaligus memproduksi asam nukleat untuk kebutuhan hidupnya. Di dalam tubuh
inangnya, virus juga membentuk selubung protein yang disebut capsid yang
berguna sebagai media pertahanan diri terhadap serangan organisme lain. Setiap
virus memiliki bentuk capsid yang berbeda-beda. Virus mempunyai sifat-sifat yang
berbeda dengan mikroorganisme bersel tunggal. Perbedaan Virus dengan
mikroorganisme bersel tunggal berdasarkan pada :
 Diameter virus yang sangat kecil (300 mm)
 Virus tidak dapat tumbuh di media mati
 Sifat – sifat pertumbuhan (siklus hidup) virus di dalam hospes (insang)
 Virus hanya mempunyai materi ginetik berupa DNA dan RNA
 Asam nukleat virus bersifat infektif
 Virus tidak dapat melakukan metabolisme sendiri

8
 Virus tidak peka terhadap antibiotik
Virus adalah suatu mikroorganisme yang dapat mengandalkan sebuah
materi genetik untuk dapat hidup dengan menginfeksi inang khusus, kemudian
melakukan pembelahan sel dan berkembang untuk memperbanyak diri. Namun,
jika virus tidak memiliki inang untuk berkembang, maka virus akan melakukan
proses dormanisasi atau sering disebut berhenti untuk tumbuh dan tidak melakukan
apapun dalam kehidupannya. Hal ini dapat di katakan jika virus adalah jenis yang
hanya dapat bereproduksi sebagai mahkluk hidup jika adanya transfer materi
genetik inang. Virus tidak mempunyai seluler sebagai reproduksi sendiri (Andri,
2012).
2.3.2 Metode PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR merupakan singkatan dari Polymerase Chain Reaction, sebuah teknik
biologi molekuler untuk memperbanyak salinan suatu daerah rantai DNA yang
spesifik. Biasanya DNA ini merupakan yang ingin diteliti atau diketahui oleh
pelaku eksperimen. Contohnya seperti peneliti ingin mengetahui fungsi dari sebuah
gen, atau seorang peneliti forensik ingin menggunakan penanda genetik untuk
mencocokkan dengan DNA target pelaku krimina l. Goal dari proses PCR ini adalah
untuk mencukupkan DNA target tertentu agar dapat diliha t dan dianalisis oleh
peneliti. Karena seperti yang kita tahu, DNA merupakan nukleotida yang berukuran
sangat kecil dan tidak dapat dilihat oleh kasat mata (Genecraft, 2020). Jenis virus
yang akan diperiksa berdasarkan ketentuan dari negara tujuan ekspor. Pemeriksaan
virus dilakukan dengan metode PCR konvensional. Dalam proses pemeriksaan
virus, terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan terlebih dahulu antara lain :
persiapan alat dan bahan, sterilisasi alat dan nekropsi sampel. Tahapan pemeriksaan
virus sendiri terdiri dari empat proses yaitu : ekstraksi asam nukleat, amplifikas i,
elektroforesis, dan diagnosis hasil pemeriksaan atau visualisasi hasil pemeriksaan
(Kustiawan, 2021).
2.3.3 Cara Kerja PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan teknologi yang mampu
melipat gandakan secuplik fragmen DNA yang terdapat dalam komplek genom dari
berbagai sumber. Teknologi ini juga dikenal dengan tingkat sensitifitas yang cukup
tinggi karena hanya membutuhkan secuplik sampel DNA saja untuk
mendapatkan

9
jutaan copy DNA (Deoxyribonucleic acid) baru (Bugi Ratno, 2015). Asam
deoksiribonukleat, lebih dikenal dengan singkatan DNA (bahasa
Inggris: deoxyribonucleic acid), adalah salah satu jenis asam nukleat yang
memiliki kemampuan pewarisan sifat. Keberadaan asam deoksiribonuk leat
ditemukan di dalam nukleoprotein yang membentuk inti sel. Teknik PCR untuk
virus DNA terdiri dari tiga proses yaitu :
2.3.3.1 Ekstraksi
Ekstraksi DNA merupakan tahap awal pemeriksaan dengan metode PCR,
yaitu serangkaian proses untuk memisahkan DNA dari komponen-komponen sel
lainnya (Kei Yuasa, 2003). Ekstraksi DNA adalah teknik untuk mengeluarkan DNA
dari inti sel atau organel sel seperti DNA kloroplas dan DNA mitokondr ia,
fungsinya untuk memisahkan DNA murni dari protein, karbohidrat dan lemak .
Kualitas DNA genom yang diekstraksi secara optimal menjadi tolak ukur
keberhasilan analisis penanda molekuler (Porebski, et al., 1997)
Derajat kemurnian dan kualitas dalam isolasi DNA sangat mempengar uhi
hasil yangakan diperoleh. Secara umum, prosedur ekstraksi yang baik untuk isolasi
DNA mencakup tiga hal penting, yaitu harus bisa dihasilkan DNA dengan
kemurnian yang tinggi, DNAharus utuh, dan konsentrasi yang tinggi(Clark, M.S,
1997).Konsentrasi dan kemurniaan DNA ditentukan dengan spektrofotometer pada
λ 260 nm dan 280 nm. Molekul DNA dikatakan murni jika rasio absorbansinya
berkisar antara 1,8 – 2,0.(Darmo TW, 2011) Polisakarida mengganggu isolasi dan
karakterisasi DNA karena pada metode phenol-chloroformpolisakarida berinteraksi
dengan DNA membentuk larutan yang sangat kental atau slime.Pada metode
Methoxyethanolsampel DNA yang terkontaminasi polisakarida sering terjadi
ketidaksesuaian untuk restriksi danpenyimpanan jangka panjang(Crowley et al.,
2003a; Crowley et al., 2003b; Lee et al., 2003; Sharma et al., 2002)
Salah satu Teknik esktraksi / isolasi DNA yaitu dengan menggunaka n
DTAB/CTAB solution. CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) / DTAB
(Dodecyltrimethylammonium bromide) merupakan sejenis deterjen yang dapat
mendegradasi dinding sel, denaturasi protein, memisahkan karbohidrat (Suprapto,
2003). Metode ekstraksi DNA dengan CTAB akan menghasilkan pita DNA yang

1
berukuran tebal dan dapat memisahkan DNA dari polisakarida karena adanya
perbedaan karakteristik kelarutan (differensial of solubility).
2.3.3.2 Amplifikasi
Amplifikasi atau perbanyakan DNA target dimaksudkan untuk
meningkatkan jumlah DNA target yang ada, sehingga dapat dideteksi dengan
elektroforesis. Amplifikasi dilakukan dengan bantuan thermocycler atau yang lebih
dikenal dengan alat PCR. DNA hasil amplifikasi belum bisa dilihat dengan mata
telanjang. Untuk melihatnya, produk PCR ini perlu dianalisa lebih lanjut dengan
diwarnai Ethidium Bromida (EtBr) atau ditambahkan SYBR® Green yang
merupakan suatu senyawa berfluorescent dan biasa digunakan untuk
mewarnai DNA sebagai tahap akhir pada proses elektroforesis (Kei Yuasa, 2003).

Gambar 4. Amplifikasi
Sumber : GeneCraft Labs
(2020)
Tahapan amplifikasi
a) Tahap pemisahan, peleburan, pelelehan, atau Denaturasi. Pada tahap ini,
ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA menjadi untaian
tunggal. Tahap ini berlangsung pada suhu tinggi yaitu 94-96°c. Biasanya
pada tahap awal PCR, tahap ini dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk
memastikan semua untaian DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan
DNA tidak stabil dan siap menjadi templat bagi primer.
b) Tahap penempelan atau Anealing. Primer menempel pada bagian DNA
templat yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara

1
45-60°c. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat
menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di
sembarang tempat. Durasi tahap ini 1-2 menit.
c) Tahap pemanjangan atau elongasi (Extention). Suhu untuk proses ini
tergantung dari jenis DNA polimerase yang dipakai. Dengan Taq
polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 76°c. Durasi tahap ini
biasanya 1 menit.
Seusai tahap ketiga, siklus diulang kembali mulai tahap pertama. Akibat
denaturasi, beberapa untaian baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer
lain. Akhirnya terdapat untaian DNA yang panjangnnya dibatasi oleh primer yang
dipakai. Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara
eksponensial.
2.3.3.3 Elektroforesis
Elektroforosis DNA adalah salah satu metode pemisahan molekul yang
didasarkan pada ukuran molekul dengan bantuan arus listrik untuk membawa
molekul melewati suatu matriks. Pada prinsipnya, metode elektroforosis akan
mengalirkan molekul DNA yang bermuatan negatif ke arah yang berlawanan yaitu
kutub positif. Akibat migrasi yang terjadi, molekul DNA akan terpisah berdasarkan
ukurannya. Molekul dengan ukuran yang besar akan berimigrasi lebih lambat dari
molekul yang berukuran lebih kecil. Akibatnya, DNA yang memiliki ukuran lebih
panjang akan berimigrasi lebih lambat dibandingkan DNA dengan ukuran yang
lebih pendek (Lee et al, 2012).
2.3.4 Karantina
Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002
menyebutkan bahwa karantina adalah tempat pengasingan dan tindakan sebagai
upaya untuk pencegahan masuk dan tersebarnya hama penyakit agar tidak
mengganggu organisme lainnya. Karantina ikan adalah tempat dimana untuk
melakukan kegiatan pencegahan ikan – ikan yang sakit ke dalam suatu daerah dan
penyakit ikan ini dikarantina agar tidak menular pada manusia. Karantina ikan
sangat penting agar kesehatan manusia yang mengonsumsinya ikan tetap terjaga
dan tidak merasa dirugikan, walaupun hanya beberapa penyakit yang menyerang
ikan yang dapat menular pada manusia.

1
Karantina ikan mempunyai peranan yang strategis dalam melindungi negara
dari ancaman masuk dan tersebarnya HPIK (Hama Penyakit Ikan Karantina) di
wilayah Republik Indonesia yang berpotensi untuk merusak kelestarian sumber
daya hayati yang pada gilirannya akan mengganggu produksi perikanan nasional.
Upaya mengantisipasi ancaman timbulnya wabah penyakit ikan karantina adalah
dengan memberlakukan tindakan karantina terhadap semua komoditas perikanan
yang di lalulintaskan secara impor, ekspor dan antar area (domestik) dalam wilayah
Republik Indonesia. Tindakan karantina bertujuan untuk membebaskan komoditas
perikanan tersebut dari keberadaan HPIK yang mungkin terbawa dalam proses
lalulintas ikan (Balai Karantina Ikan, 2011).
2.3.4.1 Tugas dan Fungsi Karantina
Tugas dari karantina melaksanakan pencegahan masuk dan tersebarnya
Hama dan Penyakit Ikan Karantina dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain
di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik
Indonesia, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan, penerapan sistem
manajemen mutu, dan pengawasan keamanan hayati ikan.
Adapun fungsi dari karantina berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan RI No : Per.21/MEN/2008 yaitu :
1. Pelaksanaan pencegahan masuk dan tersebarnya Hama dan Penyakit Ikan
Karantina dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri,
atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
2. Pelaksanaan pencegahan keluar dan tersebarnya Hama dan Penyakit Ikan
tertentu dari wilayah Negara Republik Indonesia yang dipersyaratkan
negara tujuan.
3. Pelaksanaan tindakan karantina terhadap media pembawa Hama dan
Penyakit Ikan Karantina / Hama dan Penyakit Ikan tertentu, jenis ikan
dilindungi, dilarang, dibatasi, dan invasif serta benda lain.
4. Pelaksanaan pengujian terhadap Hama dan Penyakit Ikan Karantina,
Hama dan Penyakit Ikan Tertentu, Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
dan Keamanan Hayati Ikan.
5. Pelaksanaan sertifikasi kesehatan ikan, sertifikasi mutu dan keamanaan
hasil perikanan, dan sertifikasi keamanan hayati (biosecurity).

1
6. Pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan laboratorium dan instalasi.
7. Pelaksanaan pembuatan koleksi media pembawa, Hama dan Penyakit
Ikan Karantina dan / atau Hama dan Penyakit Ikan tertentu.
8. Pelaksanaan pemantauan terhadap Hama dan Penyakit Ikan Karantina,
mutu dan keamanan hasil perikanan, dan keamanan hayati ikan.
9. Pelaksanaan pengawasan terhadap Hama dan Penyakit Ikan Karantina
dan keamanan hayati ikan.
10. Pelaksanaan survailens terhadap Hama dan Penyakit Ikan Karantina dan
keamanan hayati ikan.
11. Pelaksanaan inspeksi, verifikasi, survailens, audit, dan pengamb ila n
contoh ikan dan hasil perikanan di Unit Pengolahan Ikan dalam rangka
sertifikasi penerapan program manajemen mutu terpadu.
12. Penerapan sistem manajemen mutu pelayanan operasional dan
laboratorium.
13. Penindakan pelanggaran perkarantinaan ikan, pengendalian mutu, dan
keamanan hasil perikanan, dan keamanan hayati ikan.
14. Pengumpulan, pengolahan data dan informasi perkarantinaan ikan,
pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan, dan keamanan hayati
ikan.
2.3.5 Virus Pada Kepiting
Kepiting bakau merupakan kepiting niaga yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan dalam negri maupun luar negri. Intensitas penangkapan kepiting
bakau untuk mencukupi permintaan pasar yang semakin tinggi melatarbelaka ngi
usaha budidaya kepiting bakau. Masalah yang dihadapi pada pembudidayaa n
kepiting berkaitan dengan pembenihan dan sintasan yang rendah pada fase larva
(Taufik dan Zafran, 1997).
Penyakit yang menyerang larva kepiting bakau dapat menyebabkan
rendahnya tingkat keberhasilan hidup. Serangan penyakit ini dipengaruhi oleh
tingkat sensitivitas atau kepekaan terhadap serangan dari penyebab penyebab.
Mortalitas paling tinggi terjadi pada stadia zoea yang antara lain disebabkan oleh
infeksi jamur dan virus. Jenis penyakit yang menyerang kepiting bakau mempunya i
kesamaan dengan penyakit pada larva udang windu (Penaeus monodon). Hal ini

1
karena kedua jenis hewan ini masih berada dalam satu kelas, yaitu Crustacea serta
memiliki habitat yang sama yaitu perairan air payau atau estuaria (Rusdi dan
Zafran,1998).
Penyakit White Spot ini menyebabkan kematian massal seluruh larva yang
dibudidayakan hanya dalam beberapa hari. Ditakutkan pada usaha budidaya
kepiting bakau juga mengalami hal yang sama, sehingga perlu diketahui infor masi
mengenai kerentanan dari setiap stadia kepiting bakau terhadap WSSV. Dengan
demikian dapat dilakukan berbagai strategi pencegahan penyakit tersebut
(Kanchanaphum et al, 1998, Supamattaya et al, 1998, Lo and Kou, 1998).
Sensitivitas terhadap WSSV pada kepiting bakau dapat diketahui dengan
menghitung presentase sintasan setelah terpapar dengan virus ini. Kemudian
dilakukan pendeteksian metode Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk
memastikan kematian dari kepiting bakau. Metode PCR ini merupakan metode
amplifikasi atau penggandaan DNA yang spesifik dengan melakukan pemanjanga n
nukleotida dari primer yang merupakan pasangan komplemen dari untaian DNA
dengan menggunakan mesin PCR. Pendeteksian dengan menggunakan metode
PCR sangat sensitif, cepat dan akurat.

1
3. METODOLOGI

3.1 Waktu Dan Tempat


Pelaksaan Kerja Praktik Akhir (KPA) dilaksanakan mulai tanggal 1 Mei 2023
sampai 28 Juli 2023 di Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu Pontianak,
Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

3.2 Metode Penulisan


Metode penulisan pada kegiatan KPA ini adalah metode deskriptif. Menurut
Sugiyono (2015), menyatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelit ian
dengan metode untuk menggambarkan suatu hasil penelitian. Namun oleh
Sugiyono juga dijelaskan, bahwa penggambaran ini tidak digunakan untuk
menyusun kesimpulan penelitian secara umum. Berdasarkan KBBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia), penelitian deskriptif perlu diartikan dengan dua kata, yaitu
“penelitian” dan kata “deskriptif”. Sesuai KBBI, “penelitian” diartikan sebagai
kegiatan pengumpulan, analisis, dan juga penyajian data yang dilakukan secara
sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu
hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum. Sedangkan kata
“deskriptif” diartikan sebagai memiliki sifat deskripsi dan menggambarkan apa
adanya. Sehingga metode deskriptif dalam penelitian bisa diartikan sebagai metode
penelitian yang dilakukan dengan cara meggambarkan objek penelitian apa
adanya.

3.3 Rancangan / Mekanisme Pelaksanaan KPA


3.3.1 Bahan Yang Diperlukan
Berikut beberapa bahan yang akan diperlukan dalam kegiatan
pelaksanaan KPA (Kerja Praktik Akhir) sebagai berikut :
Tabel 1. Bahan identifikasi virus

No Tahap pelaksanaan Bahan Keterangan

1. Penerimaan sampel 1.Kepiting 1. Organ seperti


2.Persyaratan insang,daging,dimasukan
prosedur bagi kedalam tube untuk
media pembawa dijadikan sampel dan

1
akan ditindakla
njut kegiatan laboratoris
2. Bagi sampel yang
negatif, maka dibebaskan
untuk dikeluarkan surat
izin pengiriman dan
melengkapi berkas
sebagai persyaratan
wilayah tujuan.
2. Preparasi sampel Alkohol 70% Sebagai larutan
pembersih alat agar
terhindar dari
kontaminasi bahan lain

3. Ekstraksi 1. Organ dari Proses ekstraksi adalah


kepiting bakau proses untuk
seperti insang,da n mendapatkan DNA dari
daging inang, dengan cara
2. DTAB solution menghaluskan bagian
3.CTAB solution organ target dari inang.
4.Chlrofom
5.DDH2O
6.Disolve solution
7.Ethanol 95%
8. Alkohol 95%
9. Tae Buffer
4. Amplifikasi Tahap first Proses pemberian cairan
1.10 uM 146F (1µl) untuk beberapa reaksi
2.10 uM 146R (1µl) yang akan diuji dalam
3.Go taq green dua tahap proses dalam
(12µl) amplifikasi yaitu tahap
4. Template DNA first dan nested, bedanya
(4µl) dari jumlah template
5. NFW (7µl) DNA yang diambil dan
Tahap nested jumlah cairan Nukleus
1.10 Um 146F (1µl) Free Water (NFW)
2.10 Um 146R
(1µl) 3.Go taq
green (12µl)
4. Template DNA
(2µl)
5. NFW (9µl)

1
5. Elektroforesis 1.Cairan Tae 1x Proses pembuatan agar
2.Agarose gel menggunakan bubuk
3.Cyber green dari agar rose, dicampur
cairan TAE 1x dan cyber
green untuk pembuatan
agar gel, yaitu sebagai
media dari pembacaan
hasil
6. Pembacaan hasil Agar gel Proses pembacaan hasil
adalah proses hasil dari
metode PCR. Hasil
positif karena pita
sampel sejajar dengan
pita control positif, jika
negatif pita sampel tidak
akan sejajar dengan pita
control positif.

3.3.2 Alat Yang Diperlukan


Berikut beberapa alat yang akan digunakan dalam kegiatan pelaksanaan
KPA (Kerja Praktik Akhir) sebagai berikut :
Tabel 2. Alat identifikasi virus

No Tahap pelaksanaan Alat Keterangan

1 Penerimaan sampel Mikrotube Tabung berukuran kecil,


berfungsi untuk
menyimpan potongan
organ dari sampel yang
akan diperiksa
2 Preparasi sampel 1.Diseccting set Preparasi sampel
2.Penggaris dilakukan dengan cara
3.Timbangan analitic mengukur panjang serta
4.Nampan menimbang bobot dari
5.Mikrotube sampel dan mengamb il
uk.1,5ml organ target seperti
insang dan daging
dipotong dan dimasuka
n
ke dalam mikrotube
3 Ekstraksi 1. Tube uk 1,5 ml Proses mendapatkan
2. Tube uk 0,6 ml DNA dari inang sebagai

1
3.Microtipe sampel, dengan
4.Micropipetor menghancurkan dan
5.Incubator menghaluskannya dari
6.Centrifuge organ target yang sudah
7.Vortex diambil dari inang

4 Amplifikasi 1.Termacyller Proses amplifikas


i adalah proses untuk
menggandakan DNA
virus, dengan tiga tahap
yaitu denaturasi,
annealing dan
exstention. Tahap
amplifikasi White Spot
Syndrom Virus terbagi
menjadi dua tahapan
yaitu tahap first dan
tahap nested

5 Elektroforesis 1.Satu paket Gel Box Proses elektrofores is


2.Micropipetor yaitu proses
3.Microtipe pemindahan molekul
4.Timbangan analitic dengan bantuan medan
5.Tabung Ukur 50ml listrik. Proses ini dengan
6. Erlenmayer cara memasukkan agar
7.Stirer gel ke dalam alat Gel
8.Hotplate Box dialiri arus listrik

6 Pembacaan hasil UV DOC Proses pembacaan hasil


yaitu tahap akhir dari
kegiatan PCR dengan
bantuan alat UV DOC,
agar gel bisa terbaca
dan mendapatkan hasil
positif dan negatif dapat
dilihat dengan pita yang
sejajar maupun tidak
sejajar dengan pita
sampel

1
3.3.3 Tahapan Pelaksanaan

Menerima sampel yang dirujukan maupun yang dil


Penerimaan sampel

Persiapan alat dan bahan Mempersiapkan alat dan bahan yang akan diguna

Mempersiapkan sampel yang akan diperiksa setelah menargetkan


Preparasi sampel

Ekstraksi Suatu proses untuk mendapatkan DNA dari inang

Suatu proses menggandakan atau meriflikasi DN


Amplifikasi

Suatu proses akhir mengamati dan mengkarakterisasi fragmen DNA dari


Elektroforesis

Mendapatkan
Pembacaan hasil hasil negatif atau positif dari hasil pemeriksaan, mengeluarkan atau menahan

Gambar 5. Tahapan pelaksanaan

2
3.4 Output KPA
Adapun output yang akan dilaksanakan dalam kegiatan Kerja Praktik Akhir
(KPA) adalah hasil pengujian virus pada kepiting bakau menggunakan metode PCR
(Polymerase Chain Reaction).

3.5 Teknik Pengambilan Data


Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunaka n
untuk mengumpulkan data. Metode pengumpulan data yang dikumpulkan berupa
data primer dan sekunder. Pengumpulan data tersebut meliputi wawancara,
observasi dan partisipasi.
1. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian. Wawancara adalah suatu kejadian atau suatu
proses interaksi antara pewawancara (interview) dan sumber informasi atau orang
yang di wawancarai melaluli komunikasi langsung, memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan responden (Yusuf, 2014).
2. Observasi
Metode observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui suatu pengamatan yang disertai dengan adanya berbagai
pencatatan terhadap keadaan atau prilaku objek sasaran. Metode observasi juga
dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas terhadap suatu proses atau objek yang
dimaksud dengan merasakan dan memahami pengetahuan dari fenomena.
3. Partisipasi
Partisipasi adalah keterlibatan seseorang dalam situasi baik secara mental,
pikiran atau emosi dan perasaan yang mendorongnya untuk memberika n
sumbangan dalam upaya untuk memberikan sumbangan dalam usaha mencapai
tujuan yang telah ditentukan dan ikut bertanggung jawab terhadap kegiatan
pencapaian tujuan tersebut, hal ini berarti bahwa manusia ingin berada dalam
suatu kelompok untuk terlibat dalam setiap kegiatan (Syamsuddin Adam dalam
Prasetya, 2008).

2
3.5.1 Data Primer
Data primer didapatkan berdasarkan kegiatan yang dilakukan langsung
selama praktik, meliputi data penerimaan sampel, persiapan alat bahan, sterilisas i
alat, nekropsi sampel dan pembacaan hasil.
1. Kegiatan Lalulintas
Di dalam Undang – undang No. 22 tahun 2009 Lalu Lintas didefinis ikan
sebagai ruang lalu lintas jalan yaitu prasarana yang diperuntukkan bagi
gerak pindah kendaraan, manusia, dan hewan di jalan dari suatu tempat
ke tempat lain dengan menggunakan alat gerak.
2. Penerimaan sampel
Adapun data primer yang dapat diambil dari Penerimaan Sampel dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Penerimaan sampel
No Uraian Metode Keterangan
1. Asal sampel Wawancara Menanyakan
langsung kepada
pembudidaya ikan
2. Jenis kelamin Observasi Menanyakan dan
mengamati
langsung jenis
kelamin ikan
tersebut
3. Bobot sampel Observasi Mengamati berat
dari sampel
4. Panjang sampel Observasi Mengamati panjang
dari sampel
5. Prosedur penerimaan Wawancara, Menanyakan alur
sampel partisipasi proses penerimaan
sampel

2
3. Persiapan alat dan bahan
Adapun data primer yang dapat diambil dari Persiapan Alat dan
Bahan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Persiapan alat dan bahan
No Uraian Metode Keterangan
1. Penerimaan sampel Partisipasi Menyediakan alat tulis
untuk mencatat data
sampel.
2. Preparasi sampel Partisipasi Melakukan penimba ngan
bobot dan pengukuran
panjang sampel
3. Ekstraksi Partisipasi Mempersiapkan alat dan
bahan untuk kegiatan
ekstrasi
4. Amplifikasi Partisipasi Mempersiapkan alat dan
bahan untuk kegiatan
amplifikasi
5. Elektroforesis Partisipasi Mempersiapkan alat dan
bahan seperti agar gel
untuk kegiatan
elektroforesis
6. Pembacaan hasil Partisipasi Mempersiapkan alat UV
DOC untuk pembacaan
hasil.

2
4. Preparasi sampel
Adapun data primer yang dapat diambil dari Preparasi Sampel dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Preparasi sampel

No Uraian Metode Keterangan


1. Pengamatan organ target Observasi, Melakukan pengamatan
a Pengamatan organ partisipasi organ target secara
eksternal eksternal dan internal pada
b Pengamatan organ sampel yang akan
internal diperiksa
c Cara pengamatan
2. Pengambilan target organ Partisipasi Melakukan pengambila n
dari sampel organ target dengan cara
a Jumlah organ target menggunakan pinset dan
b Cara pengambilan organ menghitung jumlah organ
target target

5. Metode pengujian
Adapun data primer yang dapat diambil dari Pembacaan Hasil dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Metode pengujian

No Uraian Metode Keterangan


1. Ekstraksi Observasi, Melakukan tindak
a Tahapan ekstraksi partisipasi tahapan ektraksi dan hasil
b Hasil dari dari kegiatan ekstraksi
ekstraksi
2. Amplifikasi Observasi, Melakukan pengamatan
a. Denaturasi partisipasi dan tindakan setiap
b. Anealing tahapan amplifikasi
c. Ekstension

2
3. Eletktroforesis Observasi, Melakukan pengamatan
a Pembuatan agar partisipasi dan pembacaan hasil dari
gel kegiatan elektroforesis
b Hasil
elektroforesis
4. Pembacaan hasil Wawancara, Melakukan pembacaan
a Jumlah sampel observasi, dan hasil dari elektrofores is
positif partisipasi dan dapat membedakan
b Jumlah sampel hasil positif dan negatif
negatif
c Cara pembacaan
elektroforesis

3.5.2 Data Sekunder


Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari buku,
atau arsip-arsip yang dimiliki oleh instansi atau perusahaan yang bersangkutan.
Data sekunder yang diambil selama praktik integrasi sebagai berikut :
1. Keadaan umum lokasi KPA
2. Sejarah lokasi KPA
3. Tugas pokok dan fungsi karantina
4. Visi dan misi
5. Struktur organisasi
6. Sarana dan prasarana
7. Prosedur pengiriman suatu komoditas karantina

3.6 Rencana Analisa Data


Analisis data adalah sebuah proses pemeriksaan, pembersihan, transformasi
dan pemodelan data dengan tujuan menemukan informasi yang berguna,
menginformasikan kesimpulan dan mendukung pengambilan keputusan. Analisis
data sendiri memiliki banyak segi dan pendekatan yang mencakup beragam
teknik dengan berbagai nama, dan digunakan dalam domain bisnis, sains, dan ilmu
sosial yang berbeda. Dalam dunia bisnis saat ini, analisis data berperan dalam

2
membuat keputusan yang lebih ilmiah dan membantu bisnis beroperasi lebih
efektif karena data yang lebih akurat dan real-time (News dan Release, Serba
Serbi, 2020).

3.6.1 Analisa Kualitatif


Adalah analisis data yang diperoleh dengan proses sistematis. Yakni dengan
cara mencari dan mengolah berbagai data yang bersumber dari hasil pengamatan
lapangan, kajian dokumen, catatan lapangan, wawancara, dokumentasi, dan lainnya
sehingga dapat menghasilkan sebuah laporan temuan penelitian. Analisis data ini
sendiri dapat dilakukan dengan cara mengorganisir data dalam sebuah kategori,
melakukan sintesa, menjabarkan ke dalam unit-unit, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, kemudian membuat
kesimpulannya yang mudah dipahami oleh setiap orang (News dan Release, Serba
Serbi, 2020).

2
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi

4.1.1 Letak Geografis Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu


Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu (SKIPM) terletak 18 km dari Kota
Pontianak, pada titik koordinat 0°08’00.1”S 109°24’28.0”E tepatnya beralamat di
Jalan Arteri Supadio, Desa Arang Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten
Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.
4.1.2 Sejarah Berdirinya Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu
Awalnya kegiatan perkarantinaan ikan di Kkalimantan Barat dilaksanaka n
dengan diterbitnya Keputusan Menteri Pertanian : OT.210/706/KPTS/9/1983 dan
Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 yang mengatur Tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Pertanian, maka pembinaan Karantina Ikan beralih menjadi
tanggung jawab Pusat Karantina Pertanian. Pada tanggal 25 April 1985 dilakukan
serah terima tugas, wewenang dan tanggung jawab pembinaan dan pelaksanaan
Karantina Ikan dari Direktur Jendral Perikanan kepada Sekretaris Jendral Pertanian.
Pusat Karantina Pertanian dengan naskah serah terima nomor : 55.C.OT-
210.PKP.IV.85 Tanggal 25 April 1985. Pada saat itu wilayah di Kalimantan Barat
merupakan Pos Karantina ikan wilayah kerja dari Balai Karantina Pertanian
Soekarno-Hatta Jakarta.
Setelah itu berdasarkan Keputusan Presiden No. 116 Tahun 2000 Tanggal 23
November 2003 kewenangan dan bertanggung jawab pembinaan dan pelaksaan
Karantina (termasuk ikan beralih ke Lembaga Pemerintah Non Departemen), di
lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan dimunculkan fungsi pembinaan
kesehatan ikan dimana fungsi merupakan fungsi sejalur dengan Karantina Ikan.
Pada Tanggal 22 Maret 2001 terbit Keputusan Presiden No. 137 tahun 2001 dan
sejak saat itu dibentuklah Pusat Karantina Ikan yang berada dibawah Departemen
Kelautan dan Perikanan.
Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No
: PER.21.MEN/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Karantina Ikan, dimana semula diwilayah Kalimantan Barat hanya pos karantina
ikan menjadi Stasiun Karantina Ikan Kelas 1 Supadio. Sejak tahun 2004 Stasiun
Karantina Ikan Kleas 1 Supadio Pontianak merupakan Unit Pelaksanaan Teknis

2
dari Pusat Karantina Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 dibentuk Badan Karantina Ikan,
Ppengendalian Mmutu dan Keamanan Hasil Perikanan atau disebut BKIPM yang
diamanatkan sebagai institusi yang bertugas dann memiliki kompetensi untuk
melindungi kelestarian sumberdaya hayati perikanan dari serangan hama dan
penyakit ikan berbahaya yang berpotensi merugikan melalui tindakan karantina
ikan, melakukan pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan baik yang
diimpor maupun diekspor. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor KEP.15/MEN/20011 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kkelautan dan Perikanan yang selanjutnya terjadi perubahan
Nomenklatur UPT yang sebelumnya Stasiun Karantina Ikan Kelas 1 Supadio
menjadi Stasiun menjadi Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Pontianak atau yang disebut Stasiun KIPM
Kelas 1 Pontianak. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor 54/PERMEN/KP/2017 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan, perubahan Nomenklatur UPT yang sebelumnya
Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas
1 Pontianak menjadi Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan
Pontianak atau SKIPM Pontianak, pada Tanggal 20 November 2017.
Adapun fungsi karantina ikan yang telah dilaksanakan oleh Stasiun KIPM
Pontianak, sebagai berikut :
a) Pelaksanaan pencegahan masuk dan tersebarnya HPIK dari luar
negeri dan dari suatu area ke area yang lain didalam negeri, atau
keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia
b) Pelaksaan pencegahan keluar dan tersebarnya HPI dari wilayah
negara Republik Indonesia yang di persyaratkan negara tujuan
c) Pelaksanaan tindakan karantina terhadap media pembawa HPIK
d) Pelaksanaan pemantauan HPIK, mutu dan keamanan hasil perikanan
e) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian HPIK, mutu dan
keamanan hasil perikanan

2
f) Pelaksanaan inspeksi terhadap unit pengolahan ikan dalam rangka
sertifikasi penerapan program manajemen mutu terpadu
g) Pelaksanaan surveilen HPIK, mutu dan keamanan hasil perikanan
h) Pelaksanaan sertifikasi kesehatan ikan, mutu dan keamanan hasil
perikanan
i) Pelaksanaan pengujian HPIK, mutu dan keamanan hasil perikanan
j) Penerapan sistem manajemen mutu pada laboratorium dan pelayanan
operasional
k) Pembuatan koleksi media pembawa dan atau HPIK
l) Pengumpulan dan pengolahan data dan informasi perkarantinaan
ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan dan
m) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga

Selama berdiri, Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mmutu dan


Keamanan Hasil Perikanan Pontianak telah dipimpin oleh beberapa orang
diantaranya :
a) Soekarno (1985-1990)
b) Ir. Viktor Imanuel (1990-1994)
c) Ir. Manto Suhermanto (1994-2004)
d) Sugeng Sudiarto, A. Pi, M. Si (2004-2007)
e) Muhammad Burlian, S. Pi, M. Si (2007-2010)
f) Sokhib, S. Pi, M. P (2010-2016)
g) Ir. Eka Perdana MP (2016-2017)
h) Miharjo, S. St. Pi, MM (2017-2021)
i) Jimmy Yonathan Elwaren, S.St.Pi (2021-Sekarang)

2
4.1.3 Struktur Organisasi Stasiun Karantina Pengendalian Mutu
Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mmutu dan Keamanan Hasil Perikanan
Pontianak merupakan unit dari pelayanan teknis dari Badan Karantina Ikan
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan
Perikanan Republik Iindonesia.

Kepala SKIPM Pontianak


Jimmy. Y. Elwaren, S.ST.Pi

Kepala

Urusan
Koordinator dan
Kelompok Jabatan
Fungsional

Gambar 6. Struktur Organisasi SKIPM


Sumber : SKIPM Pontianak (2021)

4. 2 Sarana dan Prasarana

4.2.1 Sarana dan Prasarana Kantor


Sarana administrasi meliputi kelengkapan alat tulis kantor dan penunjang
lainnya. Prasarana meliputi unit wilayah kerja yaitu Wilayah Kerja Ketapang dan
Wilayah Kerja Pelabuhan Laut Dwikora Pontianak.
4.2.2 Laboratorium Pengujian
Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
Pontianak memiliki beberapa laboratorium pengujian diantaranya sebagai berikut
:
a) Laboratorium ELISA (Enzim Linked Imunosorbent Assay)
b) Ruang penerimaan sampel
c) Laboratorium mikrobiologi HPIK
d) Laboratorium mikribiologi mutu

3
e) Laboratorium parasite
f) Laboratorium mikrobiologi molekuler
g) Ruang bahan
4.2.3 Sistem Pelayanan
Sistem pelayanan yang diterapkan di Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pontianak dengan dilakukannya pemantauan
terhadap hama dan penyakit ikan yang meliputi bakteri, parasit, dan virus yaitu :
a) Layanan karantina ikan ekspor
b) Layanan karantina ikan impor
c) Penerbitan sertifikat penerapan HACCP
d) Sertifikat kesehatan (HC) hasil perikanan

4.3 Kegiatan
4.3.1 Hasil
4.3.1.1 Penerimaan Sampel
Penerimaan sampel merupakan kegiatan tata cara atau proses penerimaan
sampel yang akan di uji. Adapun data yang diperoleh pada kegiatan penerimaan
sampel dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Data Penerimaan Sampel

No Uraian Hasil
1 Asal sampel Kota Pontianak
2 Jenis kelamin a. Jantan =
b. Betina =
3 Bobot sampel a. Jantan = 250gr - 330gr
b. Betina = 200gr – 280gr
4 Panjang sampel jantan dan 12 cm – 15 cm
betina
5 Jumlah sampel a. Jantan =
b. Betina =
6 Prosedur penerimaan sampel Pembuatan FPPS (Formulir Permintaa n
Pengujian Sampel)

3
4.3.1.2 Persiapan alat dan bahan
Persiapan alat dan bahan merupakan kegiatan menyiapkan alat – alat dan
bahan yang akan digunakan sebelum melakukan kegiatan proses pemeriksaan,
tujuannya agar mempermudah menggunakan dan tidak perlu mencari alat dan
bahan yang digunakan. Adapun data yang diperoleh pada kegiatan persiapan alat
dan bahan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persiapan alat dan bahan
No Uraian Hasil
1 Penerimaan sampel
a Alat : Menyediakan alat tulis untuk mencatat
b 1. Alat tulis data. Memberikan formulir permintaa n
Bahan : pengujian sampel (FPPS) bagi customer
1. Formulir permintaa n yang ingin membawa sampel yang akan
pengujian sampel dikirim
(FPPS)
2 Preparasi sampel
a Alat : 1. Mempersiapkan diseccting set untuk
1. Diseccting set membedah dan memotong bagian organ
2. Penggaris dari sampel
3. Nampan 2. Mengukur panjang dari sampel
4. Microtube uk. 1,5 ml 3.Menempatkan sampel pada nampan
5. Timbangan analitic 4.Microtube untuk menyimpan potongan
b Bahan : dari organ target sampel
1. Alkohol 70% 5.Menimbang bobot dari sampel
3 Ekstraksi
a Alat : Mempersiapkan alat dengan cara
1. Microtube uk. 1,5 ml menghidupkan centrifuge dengan
2. Microtube uk. 0,6 ml kecepatan 12.000rpm/1 menit selama 5-10
3. Microtipe menit, incubator dengan suhu 75°c selama
4. Incubator 5 menit. Potongan organ target dari
5. Centrifuge sampel yang sudah dimasukan kedalam
6. Vortex

3
b Bahan : microtube akan dicampurkan dengan
1. Potongan insang dan bahan yang sudah disiapkan
daging
2. DTAB solution
3. CTAB solution
4. Chlorofom
5. DDH2O
6. Disolve solution
7. Ethanol 95%
8. Alkohol 95%
9. TAE buffer
4 Amplifikasi
a Alat : Mempersiapkan alat thermacyller dengan
1. Termacyller menghidupkannya dan memilih piliha n
b Bahan : virus WSSV OIE, bahan yang sudah
Tahap first dicampur larutan first akan terlebih dahulu
1. 10uM 146F (1µl) dimasukkan kedalam alat thermacylle r,
2. 10uM 146R (1µl) alat akan bekerja selama 3 jam dan akan
3. Go taq green (12µl) dilanjutkan dengan tahap nested selama 3
4. Template DNA (4µl) jam
5. NFW
(7µl) Tahap
nested
1. 10uM 146F (1µl)
2. 10uM 146R (1µl)
3. Go taq green (12µl)
4. Template DNA (2µl)
5. NFW (9µl)
5 Elektroforesis
a Alat : Mempersiapkan bahan seperti pembuatan
1. Satu paket Gel Box agar gel dengan bubuk agarose dan
2. Micropipetor dicampur larutan TAE 1x dan dipanaskan
3. Microtipe diatas alat hotplate dengan kecepatan 2x

3
4. Timbangan analitic suhu 6°c. Setelah larutan panas dan
5. Stirer berwarna bening, larutan tersebut akan
6. Hotplate diberi cyber green sebanyak 2µl dan
b Bahan : larutan tersebut dituang kedalam alat gel
1. Cairan TAE 1x box dan menunggu hingga membeku dan
2. Agarose padat
3. Cyber green
6 Pembacaan hasil
a Alat : Mempersiapkan alat UV DOC dan agar
b 1. UV DOC gel dimasukkan kedalam alat tersebut,
Bahan : selanjutnya pembacaan hasil. Hasil dapat
1. Agar gel dilihat melalui alat tersebut dengan
membaca pita control negatif dan positif
sejajar dengan pita sampel

4.3.1.3 Preparasi sampel


Preparasi sampel merupakan kegiatan pengambilan organ sampel yang
ditargetkan sebagai bahan pengujian , tujuannya agar mempermudah dalam
pemeriksaan. Adapun data yang diperoleh pada kegiatan pemilihan organ target
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 9. Preparasi sampel
No Uraian Hasil
1. Pengamatan sampel a. Karapas
a Pengamatan organ eksternal b. Insang dan daging
b Pengamatan organ internal c. Sampel diamati secara fisik
c Cara pengamatan dengan melihat ciri-cir i,
seperti kelainan warna dan
luka pada karapas
2. Pengambilan organ target a.
a Jumlah organ target b. Organ target diambil
b Cara pengambilan organ target menggunakan diseccting set

3
dengan cara menjepit
dibagian insang dan daging

4.3.1.4 Metode pengujian


Metode pengujian merupakan cara atau teknik untuk kegiatan menguj i,
mempunyai mekanisme untuk menentukan data uji yang dapat menguji secara
efisien dan mempunyai kemungkinan terjadinya kesalahan. Adapun data yang
diperoleh pada kegiatan pemilihan organ target dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 10. Metode Pengujian

No Uraian Hasil
1. Ekstraksi a. Tahap ekstraksi
a Tahapan ekstraksi i. Sampel dimasukan
tube berukuran
1,5ml, hancurkan
dengan gunting
ditambah DTAB
solution lalu vortex
ii. Incubator dengan
suu 75°c selama 5
menit, kemudian
dinginkan dalam
suhu ruangan
iii. Tambah 700µl
chlorofom, vortex,
centrifuge 12000rpm
(5menit)
iv. Pindahkan
supernatan ke tube
baru (2ml) tambah
CTAB solution
100µl tambah
DDH2O 900µl,

3
vortex, incubator
dengan suhu 75°c
(5menit)
v. Dinginkan di suhu
ruanagn kemudian
centrifuge 12000rpm
selama 10 menit
vi. Buang supernatan,
tambah 150µl
disolve solution,
kemudian incubator
selama 5 menit
dengan suhu 75°c,
dinginkan dalam
suhu ruangan
vii. Centrifuge
12000rpm (5menit),
pindahkan
supernatan ke tube
baru (0,5ml) tambah
300µl ethanol 95%
viii. Vortex, centrifuge
12000rpm selama 5
menit, keringkan lalu
300µl ethanol 95%
ix. Setelah itu,
centrifuge 12000
(5menit), keringkan
lalu tambah TAE
buffer

3
b Hasil dari ekstraksi a. Hasil ekstraksi yaitu,
mendapatkan DNA
dari inang tersebut
2. Amplifikasi Proses amplifikasi yaitu,
a. Denaturasi menggandakan DNA virus
b. Anealing a. Denaturasi, memisa hkan
c. Ekstension DNA inang dengan DNA
virus, pada suhu 94°c selama
1 menit
b. Annaeling, proses
penempelan primer dengan
DNA virus, pada suhu 55°c
selama 1 menit
c. Ekstention, proses
pemanjangan untai DNA,
pada suhu 72°c selama 2
menit
3. Eletroforesis Mengamati hasil melalui alat UV
DOC
4. Pembacaan hasil Melakukan pembacaan hasil dari
elektroforesis dan dapat
membedakan hasil positif dan
negatif, dilihat dari pita control +
dan -

4.3.2 Pembahasan
4.3.2.1 Penerimaan Sampel
Penerimaan sampel merupakan kegiatan pertama yang dilakukan oleh
Petugas Penerima Contoh (PPC) dengan menerima sampel dari customer atau
pelanggan atau pengguna jasa. Sebelum diserahkannya sampel kepada petugas
penerima contoh, pengguna jasa harus mengisi FPPS (Formulir Permintaa n
Pengujian Sampel) setelah itu, sampel diserahkan kepada petugas penerima
contoh

3
dan diberi kodefikasi, tujuannya agar sampel dari pengguna jasa tersebut tidak
teridentifikasi oleh analis, karena identitas sampel bersifat rahasia dan hanya tertera
jenis sampel dan kode berupa angka, dapat dilihat di lampiran 1 gambar FPPS
(Formulir Permintaan Pengujian Sampel). Setelah diberikan kodefikasi, petugas
penerima contoh (PPC) membuat Surat Tugas Pengujian (STP) untuk sampel yang
akan diperiksa dan diberikan kepada manager teknis untuk menyetujui, surat tugas
pengujian ini berisikan permintaan parameter pengujian dari customer, dapat dilihat
di lampiran 1 gambar STP (Surat Tugas Pengujian). Surat Tugas Pengujian (STP)
ini diberikan kepada analis beserta sampel yang sudah diberi kode. Setelah itu
nekropsi dan pemeriksaan lebih lanjut dilakukan oleh analis secara langsung.
Ketika tahap pemeriksaan sudah selesai, dalam beberapa hari yang sudah
ditentukan. Analis akan mengeluarkan Laporan Hasil Uji Sementara (LHUS), yang
isinya hasil dari pemeriksaan dari sampel tersebut, dapat dilihat di lampiran 1
gambar LHUS (Lembar Hasil Uji Sementara).
Setelah analis membuat Lembar Hasil Uji Sementara (LHUS) analis akan
menyerahkan Lembar Hasil Uji Sementara (LHUS) tersebut kepada Petugas
Penerima Contoh (PCC) untuk direkap dan diterbitkannya LHU (Lembar Hasil
Uji), dapat dilihat di lampiran 2 gambar LHU (Lembar Hasil Uji). Setelah
menerima LHUS (Lembar Hasil Uji Sementara) dari analis, maka Petugas Penerima
Contoh (PCC) menyalin daftar pemeriksaan serta lampiran hasil uji untuk
dilakukan rekap pengetikan pada LHU (Lembar Hasil Uji). Setelah itu, Petugas
Penerima Contoh (PCC) akan menyerahkan LHU (Lembar Hasil Uji) tersebut
kepada manager teknis untuk ditandatangani. Penyerahan LHU yang sudah
ditandatangani akan dilaksanakan oleh petugas administrasi. LHU (Lembar Hasil
Uji) dapat diambil sendiri oleh customer atau pengguna jasa secara langsung di
Laboratorium Penguji Stasiun KIPM Pontianak. Apabila LHU dikirim melalui post,
diantar oleh kurir atau melalui sistem elektronik maka pihak Laboratorium akan
menginformasikannya kepada customer atau pengguna jasa.

3
4.3.2.2 Persiapan Alat dan Bahan
Persiapan alat dan bahan merupakan tahap kedua setelah kegiatan
penerimaan sampel. Kegiatan ini dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan pada saat dilakukannya pemeriksaan.
4.3.2.2 Preparasi Sampel
Preparasi sampel merupakan tahap kegiatan setelah adanya kegiatan
persiapan alat dan bahan. Kegiatan ini merupakan kegiatan pemilihan organ target
dari sampel yang akan diperiksa, yang menjadi pilihan sampel yaitu kepiting bakau
dengan bobot 200 gr seperti di gambar (a) dan pengukuran panjang dari kepiting
bakau seperti di gambar (b)

(a) (b)
Gambar 7. (a) Pengukuran panjang sampel (b) Penimbangan bobot sampel

Setelah sampel disiapkan, selanjutnya pemiliha n organ target, yang menjadi


target organ yaitu insang dan daging karena organ tersebut merupakan organ target
yang mudah terinfeksi virus WSSV. Peralatan yang akan digunakan untuk preparasi
sampel terlebih dahulu disterilisasikan menggunakan alkohol 70%, alat seperti
dissetting set disterilisasikan menggunakan alkohol 96% dan microtube yang akan
digunakan disterilisasikan menggunakan autoclove. Pengambilan insang dan
daging dari kepiting bakau ini dilakukan dengan membedah hingga karapas dari
kepiting tersebut terbuka. Organ sampel yang akan digunakan dimasukan ke dalam
microtube berukuran 1,5 yang sudah diisi dengan alkohol 95% dan diberi label
sesuai kode.

3
4.3.2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan kegiatan tahap pertama pada metode pengujian.
Dalam proses ekstraksi DNA, terjadi pelepasan untaian materi ginetik dari inti sel,
sehingga didapatkan DNA murni yang telah terpisah dari cairan seluler dan protein
lainnya, secara umum proses ekstraksi DNA dibagi menjadi beberapa tahap yaitu
persiapan materi yang akan digunakan, proses penghancuran sel, penghila ngan
senyawa kontaminan, dan pengumpulan DNA, (Nugroho et al., 2017). Prosedur
pelaksanaan yaitu sampel dimasukan kedalam microtube berukuran 1,5 ml lalu
tambahkan 600µl DTAB (Daya Solubilisasi Dodecyltrimethylammonium
Bromide), hancurkan menggunakan gunting dan vortex hingga homogen, sampel
diinkubasi pada 75°c selama 5 menit setelah selesai, dinginkan sampai suhu ruang,
sampel ditambahkan 700µl chloform, vortex selama 10 detik dan dicentrifuge pada
kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit seperti pada gambar (a).

(a) (b)
Gambar 8. (a) Sampel centrifuge (b) Supernatan
Pindahkan cairan yang terdapat dibagian atas tabung micro ke dalam micro
yang baru, tambahkan 100µl CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) dan
900µl ddH2O, vortex selama 10 detik, inkubasi pada 75°c selama 5 menit,
dinginkan pada suhu ruang, centrifuge pada 12.000 rpm selama 10 menit, buang
supernatan dengan hati-hati agar pelet tidak ikut terbuang seperti pada gambar (b),
campurkan pelet dengan 150µl larutan disolve solution, inkubasi pada 75°c selama
5 menit, dinginkan pada suhu ruang, centrifuge pada 12.000 rpm selama 5 menit,
lalu lapisan bening dibagian atas tabung dipindahkan ke tabung micro yang baru,

4
tambahkan 300µl etanol 95%, vortex selama 10 detik lalu centrifugepada 12.000
rpm selama 5 menit, buang supernatan lalu keringkan pelet dengan cara membalik
micro diatas kertas tissue steril, tambahkan TE Buffet pada pelet sebanyak 100µl.
4.3.2.4 Amplifikasi
Amplifikasi merupakan kegiatan tahap kedua dari metode pengujian.
Amplifikasi adalah suatu teknik perbanyakan DNA, dimaksudkan untuk
meningkatkan jumlah DNA target yang ada, sehingga dapat dideteksi dengan
elektroforesisi. Proses amplifikasi selalu menyertaka n control positif dan control
negatif, amplifikasi DNA dilakukan dengan bantuan alat thermacyler. Proses PCR
merupakan proses siklus yang berulang meliputi tahap denaturasi, annaeling, dan
extention (Pranawaty et al., 2012). Denaturasi merupakan proses pemisahan kedua
untai DNA pada temparatur yang tinggi, DNA akan terdenaturasi pada temperatur
90 hingga 95°c. Pada teknik PCR, denaturasi optimum terjadi pada temperatur 94°c
selama 60 detik (1 menit). Selanjutnya annaeling yaitu tahap penempelan primer
pada pita DNA yang sesuai, pada suhu 55 hingga 60°c selama 60 detik (1 menit),
dilanjutkan dengan tahap extention yaitu tahap pemanjangan untai DNA, proses
pemanjangan untai DNA terjadi pada temperatur 72°c selama 2 menit. Proses reaksi
tersebut diulangi lagi sampai 40 kali (siklus) selama 3 jam.

(a) (b)
Gambar 9. (a) Pemasukan sampel (b) Grafik proses amplifikasi

4
Tahap amplifikasi double step pada virus WSSV (White Spot Syndrom
Virus) yaitu dengan melakukan pencampuran primer. Tahap yang pertama yaitu
tahap first, tahap ini menggunakan primer for what (F) sebanyak 1µl, riffes (R)
sebanyak 1µl, go taq green sebanyak 12µl, template DNA sebanyak 4µl (template
DNA first diambil dari hasil sampel ekstraksi), dan Nukleus Free Water (NFW)
sebanyak 7µl. Tahap yang kedua yaitu, tahap nested, tahap ini menggunakan
primer for what (F) sebanyak 1µl, riffes (R) sebanyak 1µl, go taq green sebanyak
12µl, template DNA sebanyak 2µl (template DNA nested diambil dari hasil tahap
first), dan Nukleus Free Water (NFW) sebanyak 9µl. Proses kerja kedua tahap
tersebut membutuhkan waktu selama 6 jam, setiap satu tahap bekerja selama 3
jam, sebanyak 40 kali siklus pengulangan, menggunakan alat thermacyller yang
sudah diseting WSSV OIE.
4.3.2.5 Elektroforesis
Elektroforesis merupakan kegiatan tahap ketiga dari metode pengujian.
Elektroforesis adalah suatu teknik proses pemindahan molekul dengan bantuan
medan listrik. Tahap elektroforesis ini melakukan pembuatan agar gel, dengan
menggunakan bubuk agarose sebanyak 0,75gr dicampur larutan TAE 1x sebanyal
50ml, gel agarose dibuat dengan melarutkannya dalam satu erlenmayer dengan
bantuan pemanasan dari alat hotplate, dapat dilihat pada gambar (a), pemanasan
selesai disaat larutan agar gel berwarna putih bening, setelah berwarna putih bening,
agar gel didinginkan suhu ruangan dan ditambahkan cyber green sebanyak 2µl
dapat dilihat pada gambar (b).

4
(a) (b)
Gambar 10. (a) Pembuatan agar gel (b) Pemberian cyber green

Tahap kegiatan elektroforesis ini menggunakan gel agarose sebagai media


pemisah dan larutan TAE 1x, tambahkan cyber green sebelum agar gel dituang atau
dicetak, masukan secara bertahap sampel, marker, control negatif (-), control positif
(+) ke dalam sumur. Elektroforesis dilakukan dengan kekuatan listrik 125 volt
selama 25 menit. Amati agar gel dibawah sinar UV dengan alat UV DOC untuk
melihat visualisasi pita DNA, bandingkan berat molekul target dengan marker yang
digunakan, lalu dokumentasikan hasil.
4.3.2.6 Pembacaan Hasil
Pembacaan hasil merupakan tahap kegiatan paling akhir dari metode
pengujian. Hasil dikatakan positif jika terbaca atau terdapat pita tunggal pada 1447
bp (Besper) pada first step dan untuk nested pada 941 bp (Besper). Hasil dikatakan
positif jika pita sampel sejajar dengan pita control positif dan hasil dikatakan negatif
jika pita sampel tidak sejajar dengan pita control positif.

4
(a) (b)
Gambar 11. (a) Sampel positif (b) Sampel
negatif

4
5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil KPA Identifikasi Virus White Spot Syndrom Virus (WSSV) Pada
Kepiting Bakau (Scylla serrata) Dengan Metode PCR (Polymerase Chain
Reaction) dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Penerimaan sampel dilakukan oleh PPC (Petugas Penerima Contoh)
dengan menerima sampel dari cutomer atau pengguna jasa dengan mengis i
FPPS (Formulir Permintaan Pengujian Sampel) setelah itu sampel diberi
kodefikasi dan PPC (Petugas Penerima Contoh) membuat Surat Tugas
Pengujian (STP) untuk analis beserta sampel yang sudah diberi kode, analis
akan mengeluarkan Laporan Hasil Uji Sementara (LHUS) yang akan
diberikan kepada PPC (Petugas Penerima Contoh) dan diterbitkan LHU
(Lembar Hasil Uji).
2. Preparasi sampel dilakukan dengan mengukur panjang panjang sampel
yaitu 12cm – 15cm, menimbang bobot sampel jantan yaitu 250gr – 330gr,
bobot betina 200gr – 280gr dan mengambil organ target seperti insang dan
daging.
3. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan metode PCR (Polymerase
Chain Reaction) meliputi tiga tahap yaitu Ekstraksi mendapatkan DNA
dari inang, Amplifikasi menggandakan DNA virus menggunakan alat
Thermacyller dibantu dengan tiga proses yaitu Denaturasi (memisa hkan
DNA inang dan DNA virus terjadi pada temperatur 94°c), annaeling
(penempelan primer dengan DNA virus terjadi pada temperatur 55°c),
ekstention (pemanjangan untai DNA terjadi pada temperatur 72°c) proses
Amplifikasi terjadi 40 siklus selama 3 jam per tahap, dan Elektrofores is
proses pemindahan molekul dengan bantuan medan listrik menggunaka n
alat Gel Box.
4. Pembacaan hasil dilakukan setelah akhir dari kegiatan pemeriksaan dengan
menggunakan alat UV DOC, maka interperensi hasil dapat dibaca, jika pita
sampel sejajar dengan pita control positif maka sampel tersebut hasilnya
positif, jika pita sampel tersebut tidak sejajar dengan pita control positif
maka sampel tersebut hasilnya negatif.

4
5.2 Saran
Sebaiknya pemeriksaan kepiting bakau menggunakan PCR dilakukan dengan
hati-hati agar terhindar dari false positif atau false negatif.

4
DAFTAR PUSTAKA

Adjie, S., & Dharyati, E. (2017). Sebaran Dan Kebiasaan Makan Beberapa Jenis Ikan
Di Daerah Aliran Sungai Kapuas, Kalimantan Barat. Bawal Widya Riset
Perikanan Tangkap, 2(6), 283–290

Agromedia, R. (2008). Buku Pintar Ikan Hias Populer. Agromedia

Andri, (2012). Buku Penyakit pada ikan. Penerbit CV.Eureka media akasara.
Bojongsari, Purbalingga 53362

Balai Karantina Ikan, (2011). Pedoman analisis resiko Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta,
Hal 1-2

Bugi, R, (2015). Polymerase Chain Reaction (PCR) Perkembangan dan Perannya Dalam
Diagnostik Kesehatan. Jurnal Bio Trends Vol.6 No.2 Tahun 2015, Bogor,
Jawa Barat

Eddy, A, (2015). Buku Penyakit ikan. Penerbit swadaya, Jakarta

Flores, Y. (2010). Kepiting Bakau Merupakan Produk Perikanan Unggulan


Kementerian Kelautan dan Perikanan. In Phys. Rev. E (Issue 2005).
erlangga.

Genecraft, (2020). Apa itu prinsip kerja PCR dan penjelasannya. Posted by Labs.
Meruya Utara, Jakarta Barat 1162

Ilham Fikriansyah, (2022) "Memahami Prevalensi Adalah: Cara Mengukur dan


Contohnya" (2020, Desember 14)

Kei Yuasa dkk, (2003). Deteksi Koi Herpes Virus (KHV) Pada Ikan Mas Koi (Cyprinus
carpio) Dengan Menggunakan Metode Aplikasi Polymerase Chain
Reaction (PCR). Prosedur Pemeriksaan Karantina. Departemen Perikanan
Dan Kelautan, Makasar

Kustiawan, Tri, P, (2021). Studi Pemeriksaan Virus Dengan Metode Polymerase Chain
Reaction Pada Komoditas Perdagangan Ekspor. Jurnal Internatio nal
Conference On Biotechnology And Food Science Doi:10.1088/1755 -
1315/679/1/012061

Nurcahyo, w. 2001. Teknik Deteksi Parasit pada Ikan. Yogyakarta. Pusat Studi
Bioteknologi UGM

Nugroho, K., Terryana, R. T., Rijzaani, H., &Lestari, P. (2016). DNA Extraction
Method of Jatropha spp. Whitout Liquid Nitrogen. Jurnal Littri, 22(4), 159-
166.

4
Pranawaty, N et al. (2012). Aplikasi Poymerase Chain Rreaction (PCR) Konvensiona l
dan Real Time PCR Untuk Deteksi White Spot Syndrom Virus Pada
Kepiting. (3)4, 61-74.

Salina, A., Yuliantoro, Y., & Fiqri, A. (2021). Danau Napangga Merupakan Salah Satu
Tempat Penghasil Ikan Arwana Di Kabupaten Rokan Hilir. Innovative:
Journal Of Social Science Research, 1(2), 419–422

Sudarto, S., Pouyaud, L., & Kusuma, R. V. (2008). Struktur Populasi Dan Sejarah
Kolonisasi Ikan Botia (Chromobotia Macracanthus Bleeker) Asal Sumatera
Dan Kalimantan Berdasarkan Sekuen Intron Dari Gen Aldolase-B

Sudjana. (2022). Buku Metode Observasi: Pengertian, Macam Dan Contoh.

Yusuf, A. M. (2014). Kuantitafif, Kualitatif, & Penelitian Gabungan. Jakarta : Kencana

Zulfiah, E. (2020). Pembenihan Dan Pendederan Ikan Arwana Super Red Scleropages
Formosus Di PT Arwana Citra Ikan Hias Indonesia, Kota Bekasi, Jawa
Barat

4
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal
Kegiatan

Bulan

Kegiatan Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penerimaan
sampel

Persiapan alat
dan bahan

Preparasi sampel

Ekstraksi

Amplifikasi

Elektroforesis

Pembacaan Hasil

4
Lampiran 2 Penerimaan sampel

2 (a)Formulir Permintaan Pengujian Sampel 2 (b) Surat Tugas Pengujian

2 (c) Laporan Hasil Uji Sementara

5
Lampiran 3. Alat

3 (a) Laporan Hasil Uji 3 (b) Diseccetingset

3 (c) Micropipetor 3 (d) Microtube

5
Lampiran 4. Alat

4 (a) Thermacyller 4 (b) incubator

4 (c) hotplate 4 (Vortex)

5
Lampiran5. Alat

5 (a) alat elektroforesis 5 (b) cetakan gel

5 (c) centrifuge

5
Lampiran 6. Bahan

6 (a) DTAB solution 6 (b) CTAB solution

6 (c) TAE buffer 6 (d) Disolve solution

5
Lampiran 7. Aquades

7 (a) DDH2O 7 (b) Chlorofom

7 (c) ethanol 95% 7 (d) TAE 1x

5
Lampiran 8. Primer

8 (a) agarose 8 (b) control positif (+)

8 (c) go taq green 8 (d) marker

5
Lampiran 9. Kegiatan

9 (a) Nukleus Free Water 9 (b) Pemasukan sampel

9 (c) pembedahan kepiting 9 (d) kegiatan ekstraksi

Anda mungkin juga menyukai