Anda di halaman 1dari 65

1

LAPORAN PRAKTIKUM IKTIOLOGI


PRAKTIKUM I
MORFOLOGI

OLEH :

NAMA : RUKMAN AWAN SYAM


STAMBUK : I1B118046
JURUSAN : BDP
KELOMPOK : IV (EMPAT)
ASISTEN : ZAMRUN RABU

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Iktiologi berasal dari gabungan dua kata yunani yaitu ichthyes yang artinya

ikan dan logos artinya ilmu. Dengan demikian ikhtiologi adalah salah satu ilmu

pengetahuan yang mempelajari ikan dengan segala aspek kehidupannya. Ikan

didefinisikan sebagai binatang vertebrata yang berdarah dingin (poikiloterm),

hidup dalam lingkungan air, pergerakan dan kestimbangan badannya

menggunakan sirip dan pada umumnya bernafas dengan insang.

Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup

di air dan bernafas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang

paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27.000 di seluruh dunia.

Menurut pasal 1 Undang-undang 45 tahun 2009, ikan adalah segala jenis

organism yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada dalam

lingkungan perairan.

Kata morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal

dari bahasa yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti

bentuk dan logos berarti ilmu.

Pentingnya mempelajari ikhtiologi adalah untuk memberikan pengetahuan

yang lebih mendalam lagi mengenai berbagai bentuk morfologi ikan yang ada di

dunia. Untuk yang mendalami ilmu iktiologi akan memberikan pengetahuan

bahwasannya setiap spesies ikan memiliki bentuk, cirri, dan susunan tulang yang

berbeda-beda, sehingga mempermudah kita dalam mengenali setiap spesies ikan

yang ada di dunia.


3

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari pelaksaan praktikum ikhtiologi yang mengamati morfologi

ikan ini adalah untuk mengenal berbagai bentuk luar ikan, mengamati morfologi

dan letak/posisi bagian luar tubuh ikan secara in situ.

Manfaat dari pelaksanaan praktikum ikhtiologi ini adalah agar

mempermudah kita dalam mengenal berbagai bentuk luar ikan, mempermudah

dalam mengamati morfologi serta letak/posisi bagian luar ikan yang dilakukan

secara in situ.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi

Berdasarkan praktikum yang dilakukan jumlah ikan yang diidentifikasi

berjumlah 4 individu. Diantaranya yaitu:

Secara sistematika kelompok ikan kakatua di tempatkan di dalam suku

Scaridae (Bellwood, 1994; Randall & Bruce, 1983 & Schultz, 1969). Susunan dari

klasifikasinya menurut Parenti dan Randall (2000), adalah sebagai berikut:

Kingdom: Animalia
Phylum: Chordata
Class: Ostheichthyes
Order: Pecrciformer
Family: Scaridae
Genus: Scarus
Species: Scarus sp.

Gambar 1. Morfologi Ikan Kakaktua (Scarus sp)


(Sumber: Dok. Pribadi, 2019)
5

Menurut (Nelson, 2006), klasifikasi ikan ekor kuning adalah sebagai

berikut :

Kingdom: Animalia
Phylum: Chordata
Class: Actinoperygii
Order: Perciformes
Family: Caesionidae
Genus:Caesio
Species:Caesio sp.

Gambar 2. Morfologi ikan Caesio sp


(Sumber: Dok. Pribadi, 2019)

Ikan julung-julung memiliki klasifikasi menurut petunjuk Saanin (1984)

dalam Sumlang (2009) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

phylum : Vertebrata
class : Teleostomi
order : Beloniformes
family : Hemirhamphidae
genus : Hemirhamphus

species : Hemirhamphus far


6

Gambar 3. Morfologi ikan Hemiramphus far


(Sumber: Dok. Pribadi, 2019)

Nama ilmiah ikan layang adalah Decapterus russeli. yang terdiri dari dua

suku kata yaitu Deca berarti sepuluh dan pteron bermakna sayap. Jadi Decapterus

berarti ikan yang mempunyai sepuluh sayap Nama ini dan kaitannya dengan ikan

layang berarti jenis ikan yang mampu bergerak sangat cepat di air laut. Kecepatan

tinggi ini memang dapat dicapai karena bentuknya seperti cerutu dan sisiknya

sangat halus.

Kingdom: Animalia
Phylum: Chordata
Class: Pisces
Order: Percomorphi
Family: Carangidae
Genus: Decapterus
Species: Decapterus russeli

Gambar 4. Morfologi ikan Decapterus russeli


(Sumber: Dok. Pribadi, 2019).
7

B. Morfologi dan Anatomi

Tanda-tanda morfologi secara umum suku Scaridae antara lain; bentuk

tubuh agak pipih dan lonjong, bentuk moncong membundar dan kepala tumpul,

sirip punggung bergabung antara 9 duri keras dan 10 duri lemah. Sirip dubur

dengan tiga duri keras dan 9 duri lemah. Sirip dada dengan 1317 duri lemah. Sirip

perut dengan satu duri keras dan lima duri lemah. Sisik besar dan tidak bergerigi

(cycloid). Gurat sisi memiliki 22-24 sisik berporos, dan terpisah dua bagian. Pada

pipi terdapat 1-4 sisik. Jumlah sisik sebelum sirip punggung ada 2-8. Pada rahang

atas dan bawah terdapat gigi plat yang kuat. Struktur gigi ikan ini agak unik,

disebut gigi plat karena susunan gigi menyatu dan di tengah ada celah (Gambar

1). Pada ikan dewasa terdapat satu atau dua taring pendek di samping rahang atas

pada posisi beiakang. Sejauh ini telah ditemukan 10 marga yang terdiri dari 90

jenis ikan kakatua yang tersebar di berbagai belahan bumi (Parenti & Randall,

2000).

Sebagian besar dari anggota jenis ikari ini ditempatkan dalam marga

Scarus. Bentuk tubuh bagian luar (morfologi) antar anggota kelompok dalam

marga ini amat sulit dibedakan, hanya terdapat perbedaan pada jumlah duri lemah

sirip dada, sisik predorsal tengah dan pola susunan sisik di pipi. Tubuh ikan

kakatua pada umumnya mempunyai aneka ragam corak dan warna. Dalam

mengidentifikasi jenis, warna tubuh tersebut dapat pula dipakai untuk

membedakan antara satu jenis dan lainnya. Namun adakalanya terjadi pula

kesulitan dalam menggunakan warna untuk identifikasi, yaitu ketika hewan ini

masih dalam ukuran tertentu yakni pada usia muda (ketika tengah mengalami fase

kelamin betina). Pada saat berstatus sebagai ikan muda dengan jenis kelamin
8

betina hampir semua jenis kakatua berwarna keabu-abuan atau kecoklatan, tetapi

setelah semakin menginjak dewasa dan masuk fase pejantan yang merupakan fase

akhir dari kehidupannya, warna tubuhnya berubah menjadi warna-warni sehingga

sangat kontras (Parenti & Randall, 2000).

menurut Kottelat. et al., 1993, ikan ekor kuning disebut juga redbelly

yellowtail fusilier. Cirri-ciri ikan ekor kuning yaitu bentuk badan memanjang,

melebar, pipih, mulut kecil, memiliki gigi-gigi kecil, dan lancip. Dua gigi taring

terdapat pada rahang bawah. Jari-jari keras sirip punggung sebanyak 10 buah dan

jari-jari yang lemah sebanyak 15 buah. Tiga jari-jari keras pada sirip dubur dan

jari-jari yang lemah sebanyak 11 buah. Ikan ini memiliki sisik tipis sebanyak 52-

58 buah pada garis rusuknya. Sisik-sisik kasar di bagian atas dan di bawah garis

rusuk tersusun secara horizontal, sisik pada kepala terletak dari mata.

Tubuh ikan ekor kuning bagian atas sampai punggung berwarna ungu

kebiruan. Bagian belakang punggung, batang ekor, sebagian dari sirip punggung

berjari-jari lemah, dan sirip dubur berwarna biru keputihan. Ekor berwarna

kuning, bagian bawah kepala, badan, sirip perut, dan dada berwarna merah jambu.

Pinggiran sirip punggung sedikit hitam dan ketiak sirip dada berwarna hitam

(Kottelat et al.,1993).

Ikan julung adalah jenis ikan pelagis kecil dan merupakan ikan ekonomis

penting yang terdapat hampir diseluruh perairan Laut Provinsi Maluku Utara.

Morfologi ikan julung secara umum adalah memiliki bentuk badan sub selindris,

memanjang dengan rahang atas pendek membentuk paruh sedangkan rahang

bawah panjang membentuk segitiga, kepala tidak bersisik, badan dengan sisik

lingkaran yang relatif besar, sirip-sirip tidak mempunyai jari-jari keras, sirip
9

punggung dan sirip dubur terletak jauh dibelakang sirip dada, garis rusuk terletak

dibadan bagian bawah dengan warna tubuh dibagian atas hijau kebiruan, bagian

bawah biru muda keperakan (Peristiwadi, 2006).

Ikan layang (Decapterus russelli) merupakan salah satu komunitas

perikanan pelagis kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang tergolong suku

Carangidae ini bisa hidup bergerombol . Ukurannya sekitar 15 centimeter

meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 centimeter . Ciri khas yang sering

dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil (finlet) di belakang sirip

punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin yang tebal (lateral scute)

pada bagian garis sisi (lateral line) (Nontji, 2002).

Diskripsi ikan layang biasa (Decapterus russelli), badan memanjang, agak

gepeng. Dua sirip punggung.Sirip punggung pertama berjari-jari keras 9 (1

meniarap + 8 biasa), sirip punggung kedua berjari – jari keras 1 dan 30 – 32

lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2 (lepas) dan 1 bergabung dengan 22 – 27

jari sirip lemah. Baik di belakang sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-

jari sirip tambahan (finlet) termasuk pemakan plankton, diatomae, chaetognatha,

copepoda, udangudangan, larva-larva ikan,juga telur-telur ikan teri (Stolephorus

sp,). Hidup di perairan lepas pantai, kadar garam tinggi membentuk gerombolan

besar. Dapat mencapai panjang 30 Cm, umumnya 20 – 25 cm. Warna: biru

kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah. Sirip siripnya abu-

abu kekuningan atau kuning pucat.Satu totol hitam terdapat pada tepian atas

penutup insang (Ditjen Perikanan, 1998).

Sedangkan diskripsi Ikan Layang Deles (Decapterus macrosoma) badan

memanjang seperti cerutu. Bentuk badan sepintas seperti tongkol, Sirip punggung
10

pertama berjari keras 8 ,sirip punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 32 – 35

lemah. Sirip dubur teridiri 2 jari-jari keras (lepas), 1 jari-jari keras bergandeng

dengan 26 – 30 jari lemah.Dibelakang sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1

jari-jari sirip tambahan.Terdapat 25–30 sisik duri pada garis sisinya. Dapat

mencapai panjang 40 cm, umumnya 25 cm. Warna : biru kehijauan bagian atas,

putih perak bagian bawah.Sirip siripnya kuning pucat atau kuning kotor.Suatu

totol hitam terdapat pada bagian atas penutup insang dan pangkal sirip dada

(Ditjen Perikanan, 1998).

C. Habitat dan Penyebaran

Ikan kakatua tergolong hewan penghuni perairan karang. Memiliki ukuran

tubuh beragam, mulai dari sedang sampai ukuran besar. Pada umumnya kakatua

hidup di perairan tropis dan subtropis. Di kawasan Indo-Pasifik kelompok ikan

tersebut sangat melimpah. Ikan kakatua tergolong ikan pangan, tetapi karena

memiliki serat daging lebih halus dan lunak, ikan ini lebih cepat mengalami

proses pembusukan setelah ditangkap jika tidak diberi es atau garam. Selain itu,

tubuh memiliki lendir yang banyak, sehingga dagingnya akan cepat busuk jika

tidak diawetkan (es). Ikan ini cukup digemari dan sangat laku di pasaran. Di

Indonesia, akhir-akhir ini ikan tersebut telah menjadi komoditi ekonomis penting

yang diekspor dalam keadaan segar ke Hongkong, Taiwan dan Singapura. (Liao

et al., 2004).

Di Taiwan, kakatua sangat digemari dan populer di kalangan pengunjung

restoran makanan laut. Salah satu supermarket di Jakarta, Carrefour juga

menyediakan ikan ini dalam keadaan segar sebagai salah satu di antara bahan

makanan laut. Beaufort (1940) melaporkan terdapat 49 jenis ikan kakatua di


11

kawasan Indo-Pasifik, dan ini meliputi perairan Indonesia. Ikan kakatua telah

banyak diteliti para ah!i di manca negara, tetapi di Indonesia ikan tersebut masih

belum banyak mendapat perhatian untuk diteliti. Pada hal di Indonesia kelompok

ikan ini amat melimpah baik jenis maupun jumlahnya, diperkirakan ada sebanyak

36 jenis kakatua.

Parenti dan Randall (2000). mengemukakan bahwa sebagian besar (75 %)

ikan kakatua tersebar di kawasan Indo-Pasifik (termasuk Indonesia), sisanya

terdapat di daerah sub-tropis seperti di timur Samudera Atlantik dan Laut

Mediterania. Beberapa pakar mengemukakan tentang keberadaan ikan kakatua di

beberapa negara di kawasan Indo-Pasifik, yaitu di Jepang. Masuda et al., (1984)

melaporkan sebanyak 30 jenis mewakili 4 marga ikan kakatua. Here (1953)

melaporkan sebanyak 39 jenis kakatua yang tergolong dalam 3 marga di Filipina.

Sebanyak 30 jenis kakatua yang mewakili 7 marga dilaporkan pula di Taiwan

(Shen et al., 1993 & Liao et al., 2004). Di Australia Randall et al., (1996)

mengemukakan 27 jenis dari 6 marga. Di Indonesia ikan tersebut tersebar hampir

seluruh perairan Nusantara. Allen dan Adrim (2000). mengemukakan 36 jenis

ikan kakatua dijumpai di Indonesia. Sebagian besar jenisnya mendiami perairan

karang, contohnya; ikan kakatua dari jenis Chlorurus bleeker dan Scarus schlegeli,

dan contoh jenisnya yangseringkali dijumpai di padang lamun adalah Leptoscarus

vaigiensis di perairan padang lamun umumnya dijumpai ikan kakatua ketika

masih sebagai ikan muda (juvenile). Diduga ikan kakatua tersebut menjadikan

padang lamun sebagai daerah asuhan.

Ikan Caesio cuning merupakan salah satu jenis ikan karang yang menjadi

target penangkapan di perairan Kepulauan Seribu. Data BPS (2008) hasil


12

tangkapan ikan Caesio cuning di Kepulauan Seribu pada tahun 2003 sebanyak

411 ton dan pada tahun 2007 sebanyak 673 ton. Berdasarkan data tersebut hasil

tangkapan ikan Caesio cuning di Kepulauan Seribu mengalami peningkatan

sebesar 262 ton dari tahun 2003 sampai tahun 2007. Peningkatan hasil tangkapan

tersebut didukung oleh peningkatan upaya penengkapan yaitu 70 unit kapal tahun

2003 menjadi 77 unit kapal tahun 2007. Kegiatan penangkapan yang tidak

terkontrol dapat mengarah pada hasil tangkap lebih (over fishing) sehingga

berakibat menurunnya populasi ikan dan mengancam kelestarian sumberdaya itu

sendiri.

Menurut Reppie dan Luasunaung (2001) ikan roa adalah ikan pelagis yang

hidup di perairan pantai ke arah lepas pantai dan hanya terlihat bergerombol di

sekitar perairan karang ketika akan memijah karena ikan ini melepaskan telur di

terumbu karang yang subur dan memiliki sumber makanan alami bagi induk

maupun anakan ikan roa. Gerombolan ikan roa yang mengadakan migrasi ke

perairan ini untuk melakukan pemijahan karena ikan yang tertangkap hampir

seluruhnya dalam kondisi hampir bertelur. Dalam kondisi matang gonad ini tubuh

ikan menjadi berat dan gerakan renang ikan menjadi lambat, pada saat inilah ikan

ditangkap dengan soma roa.

Ikan layang (Decapterus russelli) termasuk komponen perikanan pelagis

yang penting di Indonesia dan biasanya hidup bergerombol dengan ikat lain

seperti lemuru (Sardinella sirm), lembang (Sardinella fimbriala, S. perforala),

kembung (Rastrelliger kanaguaa. R. brachysoma), selar (Canax sp.) dan ekor

kuning (Caerio sp.). Diperairan Indonesia terdapat 5 tenis yang umum dijumpai

yaitu Decapterus lajang, D. russelli, D. macrosoma. D. kurroides dan D. maruadsi.


13

Kelima jenis tersebut terdapat pula di perairan Maluku (Burhanuddin et al., 1983,

Weber & Beaufort 1931).

Daerah sebaran ikan layang sangat luas, yaitu di perairan tropis dan

subtropis. Sebagian besar populasi ikan ini terdapat di Samudera Atlantik bagian

utara sampai ke Cape Cod dan sebelah selatan sampai ke Brasilia. Di wilayah

Indo-Pasifik ikan ini tersebar antara Jepang di bagian utara dan pantai Natal di

bagian selatan. Menurut Handenberg (1937), di laut Jawa ikan ikan tersebar

mengikuti pergerakan salinitas dan persediaan makanan yang sesuai dengan

hidupnya. Penyebaran kelima jenis ikan layang marga Decapterus baik di perairan

lndonesia maupun di mancanegara.

Di Laut Jawa sangat dominan dalam hasil tangkapan nelayan mulai dari

Pulau Seribu, hingga Pulau Bawean dan Pulau Masalembo, Selat Makassar, Selat

Karimata, Selat Malaka, Laut Flores, Arafuru, Selat Bali. Decapterus ruselli dan

Decapterus macrosoma tersebar di perairan tertentu. Tampaknya Decapterus

ruselli senang hidup di perairan dangkal seperti Laut Jawa, sedangkan Decapterus

macrosoma tersebar di perairan laut seperti di Selat Bali, Perairan Indonesia

Timur Laut Banda, Selat Makassar dan Sangihe, Laut Cina Selatan. Decapterus

kurroides tergolong ikan yang agak langka antara lain terdapat di Selat Bali,

Labuhan dan Pelabuhan Ratu (Jawa Barat). Decapterus maruadsi termasuk ikan

layang yang berukuran besar, hidup di laut dalam seperti di Laut Banda

tertangkap pada kedalaman 100 meter lebih (Nontji, 2002) .


14

D. Fisiologi dan Reproduksi

Pemijahan ditandai dengan suatu cara gerakan serentak ke permukaan oleh

individu jantan dan seketika itu pula ikan betina pasangannya mengikuti. Telur

dan sperma dibebaskan ketika melakukan gerakan naik dan setelah melepaskan

kedua gonad jantan dan betina dengan cepat ikan kembali ke dasar. Telur yang

dihasilkan berukuran kecil, berbentuk bulat mengapung di permukaan. Telur

tersebut kemudian menetas menghasilkan larva, kemudian menyebar ke daerah

perairan karang lain di sekitarnya atau daerah lebih jauh dari tempat asalnya.

Pergerakan dari larva tersebut umumnya akan bersifat pasif mengikuti gerakan

arus dan gelombang laut. Larva kemudian berkembang menjadi ikan muda

(juvenile) di habitat terumbu karang atau padang lamun.

Tipe reproduksi ikan julung-julung Zenarchopteridae umumnya adalah

vivipar (Meisner & Burns 1997). Menurut Dorn & Greven (2007), hanya H.

tengah yang memiliki tipe reproduksi berbeda, yakni spesies ini meletakkan

telurnya untuk dibuahi. Tipe reproduksi tersebut selanjutnya dikenal dengan

istilah zygo- atau embryoparous (Dorn & Greven 2007). Pada D. pusilla proses

pemijahan bisa berlangsung sepanjang tahun. Di habitat alaminya, larva yang baru

dilahirkan selalu ditemukan setiap bulan (pengamatan pribadi). Seperti halnya

Poecilia reticulata, Greven (1995) melaporkan bahwa D. pusilla juga memiliki

kemampuan menyimpan sperma dengan tipe larva bersifat lesitotrofik.

Tiews et al., (1968) berpendapat bahwa rasio kelamin ikan layang

berlainan menurut tempat dan jenisnya. Decapterus russelli di perairan Teluk

Manila lebih banyak jantannya, sedangkan di Palawan seimbang. Sedangkan


15

untuk Decapterus macrocoma di Teluk Manila lebih banyak betinanya dan

diperairan Palawan seimbang.

Di Indonesia penelitian tentang rasio kelamin telah dilakukan oleh

beberapa pakar diantaranya Muba (1972), Decapterus russelli di perairan Tegal

betina lebih banyak daripada jantan; Yoesoef (1974) Decapterus macrosoma di

perairan Tegal jantan dan betina seimbang; Merta (1976) Decapterus russelli di

perairan Nusa barung betina lebih banyak. Sedangkan di perairan Waworada

jantan lebih banyak; Burhabuddin dan Djamali (1977) Decapterus russelli di

perairan Pulau Panggangjantan dan betina seimbang. Syamsuddin (1978) di Selat

Makassar Decapterus macrosoma jantan dan betina seimbang.

Pengetahuan tentang tingkat kematangan ikan perlu untuk mengetahui

musim-musim ikan-ikan memijah, sehingga penangkapannya dapat dikontrol.

Salah satu cara untuk mengetahui tingkat kematangan ikan yaitu dengan

mengukur panjang gonad dan rongga tubuh (body cavity), disamping dilihat

dengan mata sahaja warna gonad dan pembuluh darah, serta butir-butir telur. Cara

lain dengan membuat preparat gonad sehingga dapat ditentukan dengan pasti

tingkat kematangan gonad ikan. Holt (1959) telah mengusulkan cara penentuan

tingkat kematangan gonad ikan kembung (Rastrelliger sp.) dan Kestieven (dalam

Effendie 1971) mengusulkan cara yang dapat dipakai untuk menetukan tingkat

kematangan berbagai jcnis ikan di lapangan.

Tipe reproduksi ikan julung-julung Zenarchopteridae umumnya adalah

vivipar (Meisner & Burns 1997). Menurut Dorn & Greven (2007), hanya H.

tengah yang memiliki tipe reproduksi berbeda, yakni spesies ini meletakkan

telurnya untuk dibuahi. Tipe reproduksi tersebut selanjutnya dikenal dengan


16

istilah zygo- atau embryoparous (Dorn & Greven 2007). Pada D. pusilla proses

pemijahan bisa berlangsung sepanjang tahun. Di habitat alaminya, larva yang baru

dilahirkan selalu ditemukan setiap bulan (pengamatan pribadi). Seperti halnya

Poecilia reticulata, Greven (1995) melaporkan bahwa D. pusilla juga memiliki

kemampuan menyimpan sperma dengan tipe larva bersifat lesitotrofik.

Menurut Handenberg (1937) umumnya di laut Jawa ditemukan ikan layang muda

alau ikan-ikan layang yang belum dewasa benar dan tertangkap tidak terlalu dekat

dengan pantai. Hal yang sama telah dilaporkan oleh Mubarak (1972) bahwa ikan

layang, Decapterus russelli di perairan Tegal masih muda. Lain halnya dengan

laporan Merta (1976) bahwa ikan-ikan layang yang tertangkap di Nusa Barung

yaitu Decapterus russelli kira-kira 60% lebih sudah matang, sedangkan di Teluk

Warorada banyak yang sudah matang kira-kira 34%. Penelitian terakhir ini juga

melaporkan tingkat kematangan ikan layang jenis Decapterus macrocoma dari

Teluk Waworada yaitu masih muda dan contoh yang terkumpul terlalu sedikit.

E. Makanan dan Kebiasaan Makan

Hampir semua jenis ikan kakatua mengambil makanan mengikuti pola

makan tanpa pilih (non-selektif) dengan melakukan grazing terhadap algae halus

yang tumbuh menutupi permukaan karang mati. Vegetasi algae biru, coklat,

merah dan hijau biasanya merupakan sumber makanan bagi hewanhewan

herbivora, termasuk ikan kakatua. Chen (2002) mengemukakan bahwa ikan

kakatua juga pemakan krustasea dan foraminifera yang berasosiasi dengan

vegetasi algae, sehingga ikan ini dapat pula digolongkan sebagai hewan omnivora.

Permukaan karang yang ditumbuhi algae dikikis dengan sekuat tenaga

sehingga fragmen gampingan terbawa dalam jumlah besar. Makanan diambil


17

menggunakan gigi plat yang amat kuat, kemudian makanan tersebut masuk ke

rongga mulut , setelah itu dicerna lagi oleh plat gigi parinx. Hasil proses makanan

dari mulut tersebut kemudian ditelan dan disimpan di lambung. Secara singkat

karbohidrat, protein, dan mineral diserap oleh tubuh melalui usus. Ampas kotoran

yang dikeluarkan melalui anus ternyata sebagian besar berupa fragmen kalkareus

(calcareous algae) dari tumbuhan algae. Winn (1961) mengemukakan bahwa

sebanyak 2.300 kg material fragmen kalkareus algae yang dihasilkan per hektar

pertahun oleh hewan herbivora termasuk ikan kakatua.

Ikan julung-julung memakan binatang kecil yang jatuh ke permukaan air

Kottelat et al. (1993). Coates & Van Zwieten (1992) melaporkan jenis makanan Z.

kampeni antara lain terdiri atas serangga darat, serangga perairan dan larvanya,

telur, moluska, ikan, serta material tumbuhan. Selanjutnya, Coates & Van Zwieten

(1992) menambahkan bahwa makanan utama Z. kampeni adalah berbagai bahan

allochthonous yang jatuh ke air di mana berdasarkan morfologinya kebiasaan

makan tersebut juga disukai oleh banyak spesies ikan julung-julung lainnya.

Suatu faktor yang paling penting untuk permulaan hidup bagi hewan

maupun ikan adalah makanan. Makanan memegang peranan penting dalam

pertumbuhan, migrasi dan beberapa aspek biologi lainnya tergantung pada jumlah

dan mutu dari makanan yang dimakan oleh ikan tersebut. Pengetahuan tentang

keadaan makanan sesuatu di perairan merupakan keterangan yang berharga dalam

menentukan dan memanfaatkan stok ikan (Nakai, 1955). Decapterus macrocoma

di perairan Filiphina merupakan ikan-ikan pemakan plankton hewani, sedangkan

Decapterus ruselli pemakan ikan kecil.


18

Secara biologi ikan layang merupakan plankton feeder atau pemakan

plankton kasar yang terdiri dari organisme pelagis meskipun komposisinya

berbeda masing-masing spesies copepoda, diatomae,larva ikan. Sumber daya

tersebut bersifat multispecies yang saling berinteraksi satu sama lain baik secara

biologis ataupun secara teknologis melalui persaingan (competition) dan atau

antar hubungan pemangsaan (predatorprey relationship). Secara ekologis

sebagian besar populasi ikan pelagis kecil termasuk ikan layang menghuni habitat

yang relatif sama, yaitu di permukaan dan membuat gerombolan di perairan

lepas pantai, daerahdaerah pantai laut dalam, kadar garam tinggi dan sering

tertangkap secara bersama.

Hasil penelitian Chacko & Mathew (1954), terhadap isi perut Decapterus

russelli di perairan pantai barat Madras adalah ikan-ikan kecil, Diatomae

(Coscinodis gigas dan Flagilaria ocianica). Chaetognata (Sagita euflata, S.

bedoti) Copepoda (Acartia erythroca, Centropages furcatus, Euterpina

acutifrons dan Parapenaeopsis stylifera).

Nikolsky (1963) mengatakan bahwa ciri-ciri ikan pemakan plankton

hewani terletak pada perbandingan panjang usus terhadap panjang badan, yaitu

kurang dari 100 %. Panjang usus ikan layang di perairan Karimun Jawa berkisar

rata-rata 23 % dari panjang badan (Prijadi, 1968). Makanan ikan ini yaitu

Crustacea dengan Copepoda yang dominan, molusca dan gastropoda, larva ikan,

telur ikan dan sisik ikan.


19

F. Nilai Ekonomis

Sumberdaya ikan kakatua tersebar di kawasan pulau-pulau kecil di

Indonesia. Salah satunya di perairan Watdek, Maluku Tenggara, Maluku yang

memiliki dasar perairan berbatu karang sehingga menjadi habitat bagi beragam

jenis ikan demersal termasuk ikan kakatua (Nanlohy dan Timisela, 2017).

Nelayan menggunakan pancing ulur untuk menangkapnya, dan sebagian besar

ikan kakatua yang dijual oleh nelayan berasal dari hasil tangkapan pancing ulur

dan diikuti oleh alat tangkap lain seperti bubu dan jaring insang dasar

(Rahaningmas et al., 2014). Menjelaskan bahwa penggunaan pancing ulur sangat

efektif karena dapat dioperasikan pada berbagai kedalaman perairan dan kualitas

hasil tangkapan ikan selalu dalam keadaan baik.

Ikan Caesio cuning merupakan salah satu jenis ikan karang yang menjadi

target penangkapan di perairan Kepulauan Seribu. Data BPS (2008) hasil

tangkapan ikan Caesio cuning di Kepulauan Seribu pada tahun 2003 sebanyak

411 ton dan pada tahun 2007 sebanyak 673 ton. Berdasarkan data tersebut hasil

tangkapan ikan Caesio cuning di Kepulauan Seribu mengalami peningkatan

sebesar 262 ton dari tahun 2003 sampai tahun 2007. Peningkatan hasil tangkapan

tersebut didukung oleh peningkatan upaya penengkapan yaitu 70 unit kapal tahun

2003 menjadi 77 unit kapal tahun 2007. Kegiatan penangkapan yang tidak

terkontrol dapat mengarah pada hasil tangkap lebih (over fishing) sehingga

berakibat menurunnya populasi ikan dan mengancam kelestarian sumberdaya itu

sendiri.

Karnan et al. (2016) melaporkan komoditas ikan julung-julung memiliki

jumlah yang sangat melimpah pada daerah intertidal Teluk Ekas. Ikan ini
20

memiliki harga pasaran yang dapat bersaing dengan harga ikan target lainnya.

Selain itu, Julius et al. (2011) melaporkan bahwa ikan julung-julung sangat

diminati oleh pasar dan memiliki harga yang tetap stabil. Hal ini mendorong

nelayan Teluk Ekas berusaha untuk mendapatkan hasil tangkapan maksimal,

meskipun sering mengabaikan aspek biologi dan lingkungan dari ikan julung-

julung tersebut.

Selama 10 tahun (1994–2003) perkembangan jumlah armada purse seine

PPN Pekalongan mengalami peningkatan yaitu dari 644 unit kapal pada tahun

1994 menjadi 751 unit pada tahun 2003 dengan rata-rata kenaikan sebesar 16 %

per tahun, namun dengan peningkatan jumlah armada ini tidak diikuti oleh

peningkatan produksi ikan yang dihasilkan. Dalam kurun waktu tersebut produksi

ikan layang di PPN Pekalongan mengalami penurunan, yaitu dari 55.817 ton

pada tahun 1994 menjadi 22.793 ton tahun 2003 dengan rata-rata penurunan

sebesar 9,47 % per tahun (PPN Pekalongan, 2005).


21

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Waktu pelaksanaan praktikum Ikhtiologi yaitu pada hari Kamis, 26

November 2019 pada pukul 15:20 WITA yang berlokasi di Laboratorium

Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Halu Oleo.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada saat praktikum morfologi ikan dapat

dilihat pada tabel 1 yaitu:

Tabel 1. Alat dan Bahan morfologi ikan


No Alat dan Bahan Satuan Kegunaan
1. Alat      
untuk mengukur panjang
- Mistar cm Premaxila pada ikan
untuk mengamati jumlah jari-
- Lup (Kaca Pembesar) - jari sirip pada ikan
- Gunting bedah - media pembedah ikan
- Pinset - untuk alat bantu
- Baki - media menyimpan ikan
- Kertas laminating - media menyimpan ikan
- Sunlight - media pembersih
- Tissue - sebagai pembersih
- Pensil - sebagai alat
- Workshit - sebagai penuntun
- Kamera - media dokumentasi
- Lap halus - media pembersih
- Lap kasar - media pembersih
2. Bahan      
- Scarus sp individu media pengamat
- Caesio sp individu media pengamat
- Hemiramphus far individu media pengamat
- Decapterus russelli individu media pengamat
22

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja praktikum morfologi ikan yang telah dilakukan yaitu:

- Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan (Tabel 1).

- Dokmentasi Ikan yang akan diamati

- mengamati bagian tubuh ikan yaitu bentuk tubuh,bentuk mulut, sungut, bentuk

sirip ekor, sirip pelvic, sirip anal, warna tubuh, panjang premaxila, keberadaan

pola bar, band, dan blotch, jumlah jari-jari sirip dorsal, speckles, stipe, lines,

ocellatod spot, spot dan linea lateralis.

- mencatat hasil pengamatan

- membuat laporan sementara


23

IV. HASIL DAN PEMBAHASA

A. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan praktikum morfologi ikan dapat dilihat pada tabel 2,

yaitu:

Tabel 2. Hasil pengamatan morfologi


Keterangan Individu
No Parameter
1 2 3 4
1 Bentuk tubuh Compresses Compressed Sagitiform Fusiform
Bentuk mulut:
a. berdasarkan
bentuk Beak-like Tube-like Terompet Tube-like
b. dapat
2
tidaknya di
sempulkan Iya Iya Tidak ada Iya
c. berdasarkan sub
letaknya Terminal Terminal Terminal Sub terminal
3 Sungut Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
bentuk sirip
4 Ekor truncate Forked Forked Forked
berpasanga berpasanga

5 Sirip pelvic n berpasangan n Berpasangan


6 Sirip anal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Kuning Kuning-abu-
7 Warna tubuh abu-abu Abu-abu Abu-abu abu
8 Bar ada tidak ada Tidak ada Tidak ada
9 Band Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
10 Blotch Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Panjang
11 premaxila (ppa) 1,1 cm 0,6 cm 0,9 cm 0,4 cm
Jumlah jari-jari
12 sirip dorsal 21 24 14 16
13 Speckles Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
14 Stipe ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
15 Lines Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
16 Ocellatod spot Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
17 Spot ada Tidak Ada Tidak ada Tidak ada
18 Linea lateralis ada Ada Tidak tidak Ada
Keterangan:
1. ikan kakaktua (Scarus sp)
24

2. ikan ekor kuning (Caesio sp.)


3. ikan julung-julung (Hemiramphus far)
4. ikan layang (Decapterus Russelli)

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada hari Kamis, 26

November 2019, ada 4 jenis ikan yang di praktikan yaitu . ikan kakaktua (Scarus

sp.), ikan ekor kuning (Caesio sp.), ikan julung-julung (Hemiramphus far), ikan

layang (Decapterus Russelli).

Berdasarkan hasil pengamatan, ikan kakaktua (Scarus sp) memiliki bentuk

tubuh compressed yaitu bentuk tubuh yang gepeng kesamping lebar tubuh lebih

kecil daripada tinggi dan panjangnya, berdasarkan bentuk mulutnya ikan ini

memiliki bentuk mulut beak-like atau bentuk paru, berdasarkan dapat tidaknya di

sempulkan ikan Scarus sp memiliki tipe mulut yang dapat di sempulkan,

sedangkan untuk berdasarkan letaknya ikan Scarus sp memiliki letak mulut

terminal yaitu mulut yang terletak di tengah anterior kepala dekat diujung hidung.

Untuk keberadaan sungut pada ikan ini tidak memiliki sungut, bentuk sirip

ekor pada ikan Scarus sp adalag truncate atau bentuk berpinggiran tegak, sirip

pelvic ikan Scarus sp adalah sirip yang berpasanga, sirip anal tidak berpasangan.

Warna tubuh ikan Scarus sp ini adalah berwarna kuning ke abu-abuan. Sedangkan

untuk panjang premaxila ikan Scarus sp ini memiliki panjang 1,1 cm, sedangkan

untuk jumlah jari-jari sirip dorsal ikan Scarus sp ini memiliki 21 jari-jari.

Berdasarkan hasil pengamatan kelompok dua terdapat berpedaan dengan yang di

kemukakan oleh Randal (2000) yang mengatakan Sebagian besar dari anggota

jenis ikari ini ditempatkan dalam marga Scarus. Bentuk tubuh bagian luar

(morfologi) antar anggota kelompok dalam marga ini amat sulit dibedakan, hanya
25

terdapat perbedaan pada jumlah duri lemah sirip dada, sisik predorsal tengah dan

pola susunan sisik di pipi. Tubuh ikan kakatua pada umumnya mempunyai aneka

ragam corak dan warna. Dalam mengidentifikasi jenis, warna tubuh tersebut dapat

pula dipakai untuk membedakan antara satu jenis dan lainnya. Namun adakalanya

terjadi pula kesulitan dalam menggunakan warna untuk identifikasi, yaitu ketika

hewan ini masih dalam ukuran tertentu yakni pada usia muda (ketika tengah

mengalami fase kelamin betina). Pada saat berstatus sebagai ikan muda dengan

jenis kelamin betina hampir semua jenis kakatua berwarna keabu-abuan atau

kecoklatan, tetapi setelah semakin menginjak dewasa dan masuk fase pejantan

yang merupakan fase akhir dari kehidupannya, warna tubuhnya berubah menjadi

warna-warni sehingga sangat kontras (Parenti & Randall, 2000).

Ikan ekor kuning (Caesionidae) memiliki bentuk tubuh compressed yaitu

bentuk bentuk tubuh gepeng kesamping lebar tubuh lebih kecil daripada tinggi

dan panjangnya, sedangkan untuk bentuk mulut ikan (Caesionidae) memiliki

bentuk mulut tube-like atau bentuk kotak, ikan Caesionidae memiliki bentuk

mulut yang dapat disempulkan, sedangkan untuk letaknya ikan Caesionidae

memiliki letak mulut sub terminal yaitu letaknya sedikit kebawah dari tengah

anterior kepala, dekat ujung hidung. Ikan ini tidak memiliki sungut. Bentuk sirip

ekor pada ikan Caesionidae memiliki bentuk forked atau bentuk bercagak, sirip

pelvicnya berpasangan, sirip analnya tidak berpasangan. Untuk warna tubuh ikan

Caesionidae memiliki warna tubuh abu-abu, ini berbeda dengan apa yang

diungkapakan oleh kottelat (1993) yang mengungkapakan bahwa Tubuh ikan ekor

kuning bagian atas sampai punggung berwarna ungu kebiruan Bagian belakang

punggung, batang ekor, sebagian dari sirip punggung berjari-jari lemah, dan sirip
26

dubur berwarna biru keputihan. Ekor berwarna kuning, bagian bawah kepala,

badan, sirip perut, dan dada berwarna merah jambu. Pinggiran sirip punggung

sedikit hitam dan ketiak sirip dada berwarna hitam. Untuk panjang premaxila ikan

ini memiliki panjang 0.6 cm sedangkan jumlah jari-jari sirip dorsal yaitu 24.

Ikan Hemiramphus far memiliki bentuk tubuh sagitiform, berdasarkan

bentuk mulut ikan Hemiramphus far memiliki bentuk mulut yang berbentuk

terompet, dari segi dapat tidaknya disempulkan ikan ini memiliki mulut yang

tidak dapat disempulkan, sedangkan untuk letaknya mulut ikan ini termasuk

dalam jenis mulut terminal. Hemiramphus far tidak memiliki sungut. Bentuk sirip

ekor ikan adalah forked sedangkan untuk keberadaan pasangan sirip pelvicnya

ikan ini memiliki sirip yang berpasangan, sirip analnya tidak berpasangan. Warna

tubuh ikan Hemiramphus far ini adalah abu-abu, panjang premaxila 0,9 cm dan

jumlah jari-jari sirip ada 14 jari-jari.

Ikan terakhir yang diamati adalah ikan layang Decapterus Russelli, ikan

ini memiliki bentuk tubuh fusiform, sedangkan untuk bentuk mulutnya ikan ini

memiliki bentuk tube-like sedangkan untuk dapat tidaknya disempulkan ikan ini

memiliki mulut yang dapat disempulkan, untuk letaknya ikan ini memiliki letak

mulut sub terminal. Tidak semua ikan memiliki sungut termasuk ikan ini, ikan

layang adalah ikan yang tidak memiliki sungut. Bentuk sirip ekornya adalah

forked, sedangkan sirip pelvicnya berpasangan. Sirip anal pada ikan ini tidak

memiliki pasangan. Warna tubuh ikan ini adalah berwarna kuning keabu-abuan,

panjang premaxila ikan ini adalah 0,4 cm sedangkan untuk jumlah sirip jari-jari

adalah 16 jari-jari. Ini sesuai dengan yang diungkapakan oleh Nontji (2002) yaitu

Ciri khas yang sering dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil
27

(finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin

yang tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi (lateral line) (Nontji, 2002).
28

V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil praktikum morfologi yang telah dilakukan adalah:

1. ikan kakaktua (Scarus sp) memiliki bentuk tubuh compressed yaitu bentuk

tubuh yang gepeng kesamping lebar tubuh lebih kecil daripada tinggi dan

panjangnya. Ikan ekor kuning (Caesionidae) memiliki bentuk tubuh

compressed yaitu bentuk bentuk tubuh gepeng kesamping lebar tubuh lebih

kecil daripada tinggi dan panjangnya, Ikan Hemiramphus far memiliki bentuk

tubuh sagitiform, berdasarkan bentuk mulut ikan Hemiramphus far memiliki

bentuk mulut yang berbentuk terompet, ikan layang Decapterus Russelli, ikan

ini memiliki bentuk tubuh fusiform, sedangkan untuk bentuk mulutnya ikan

ini memiliki bentuk tube-like sedangkan untuk dapat tidaknya disempulkan

ikan ini memiliki mulut yang dapat disempulkan, untuk letaknya ikan ini

memiliki letak mulut sub terminal.

2. ikan kakaktua scarus sp memiliki bentuk mulut beak-like atau bentuk paru,

berdasarkan dapat tidaknya di sempulkan ikan Scarus sp memiliki tipe mulut

yang dapat di sempulkan, sedangkan untuk berdasarkan letaknya ikan Scarus

sp memiliki letak mulut terminal yaitu mulut yang terletak di tengah anterior

kepala dekat diujung hidung. Untuk keberadaan sungut pada ikan ini tidak

memiliki sungut, bentuk sirip ekor pada ikan Scarus sp adalag truncate atau

bentuk berpinggiran tegak, sirip pelvic ikan Scarus sp adalah sirip yang

berpasanga, sirip anal tidak berpasangan. Warna tubuh ikan Scarus sp ini

adalah berwarna kuning ke abu-abuan. Sedangkan untuk panjang premaxila


29

ikan Scarus sp ini memiliki panjang 1,1 cm, sedangkan untuk jumlah jari-jari

sirip dorsal ikan Scarus sp ini memiliki 21 jari-jari. ikan (Caesionidae)

memiliki bentuk mulut tube-like atau bentuk kotak, ikan Caesionidae

memiliki bentuk mulut yang dapat disempulkan, sedangkan untuk letaknya

ikan Caesionidae memiliki letak mulut sub terminal yaitu letaknya sedikit

kebawah dari tengah anterior kepala, dekat ujung hidung. Ikan ini tidak

memiliki sungut. Bentuk sirip ekor pada ikan Caesionidae memiliki bentuk

forked atau bentuk bercagak, sirip pelvicnya berpasangan, sirip analnya tidak

berpasangan. Untuk warna tubuh ikan Caesionidae memiliki warna tubuh abu-

abu, ikan Hemiramphus far memiliki bentuk mulut yang berbentuk terompet,

dari segi dapat tidaknya disempulkan ikan ini memiliki mulut yang tidak dapat

disempulkan, sedangkan untuk letaknya mulut ikan ini termasuk dalam jenis

mulut terminal. Hemiramphus far tidak memiliki sungut. Bentuk sirip ekor

ikan adalah forked sedangkan untuk keberadaan pasangan sirip pelvicnya ikan

ini memiliki sirip yang berpasangan, sirip analnya tidak berpasangan. Warna

tubuh ikan Hemiramphus far ini adalah abu-abu, panjang premaxila 0,9 cm

dan jumlah jari-jari sirip ada 14 jari-jari.

2. Saran

Saat berjalannya praktikum diharapkan para praktikan tetap tenang, agar

tidak mengganggu konsentrasi dari praktikan yang lain. Dan pada saat praktikum

diharapkan alat-alat yang digunaakan dibersihkan dengan baik, agar tidak ada

bakteri yang menempel.


30

LAPORAN PRAKTIKUM IKTIOLOGI


PRAKTIKUM IV
SISTEM URAT DAGING

OLEH :

NAMA : RUKMAN AWAN SYAM


STAMBUK : I1B118046
JURUSAN : BDP
KELOMPOK : IV (EMPAT)
ASISTEN : ZAMRUN RABU

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
31

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Iktiologi berasal dari kata Yunani yaitu, “ichthyon” yang berarti ikan dan

“logos” yang berarti pengetahuan. Jadi iktiologi adalah ilmu yang mempelajari

tentang ikan dan segala aspek kehidupannya. Iktiologi merupakan ilmu

pengetahuan yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia perikanan. Iktiologi mampu

memberikan gambaran ikan secara lengkap kepada dunia perikanan baik dari

dalam maupun dari luarnya, tidak hanya sekedar anatomi saja. Oleh karena itu

banyak kepentingan dunia perikanan yang dipelajari dan dipecahkan dengan

bersumber dari iktiologi.

Pengetahuan akan ukuran ikan yang layak tangkap, musim pemijahan dan

karakteristik biologis lainnya haruslah dipahami. Selain itu, mengingat

sumberdaya ikan tersebut bersifat dinamis, selalu berubah menurut ruang dan

waktu maka pemahaman tentang perubahan-perubahan tersebut serta faktor-faktor

yang menyebabkan atau mempengaruhi perubahan tersebut haruslah pula

dipahami sebagai landasan dalam pengelolaan sumber daya ikan.

Iktiologi terbagi atas dua yaitu iktiologi sistematika yang membahas tentang

morfologi ikan dan iktiologi fungsional yang membahas tentang fungsi organ

pada ikan seperti ; sistem rangka, sistem integumen, sistem pernafasan, sistem

pencernaan, sistem urogenitalia, morfometrik, dan sistem urat daging.

Sistem urat daging atau sistem otot pada ikan secara fungsional otot ini

dapat dibedakakn menjadi dua tipe, yaitu yang dibawah rangsangan otak dan yang

tidak berada dibawah rangsangan otak. Pada prinsipnya ikan mempunyai tiga
32

macam urat daging atau otot berdasarkan struktur dan fungsinya, yaitu ; otot

polos, otot bergaris dan jantung.

Ikan Cakalang (Katsuwonis pelamis) yang merupakan salah satu ikan yang

bernilai komersial tinggi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Ikan ini

merupakan salah satu ikan perenang cepat, sehingga cara kerja sistem otot ikan

Cakalang (K. pelamis) harusnya akan berbeda dengan sistem otot ikan lainnya

yang tidak tergolong perenang cepat.

Berdasarkan uraian di atas maka dianggap perlu dilakukan praktikum Sistem

Urat daging sehingga kita dapat mengetahui lebih dalam lagi mengenai urat-urat

daging yang terdapat pada tubuh ikan.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari praktikum Sistem Urat Daging ini ikan ini yaitu untuk

mengamati letak dan jenis-jenis urat daging yang terdapat dalam tubuh ikan.

Adapun manfaat dari praktikum Sistem Urat Daging ini ikan ini yaitu

mahasiswa menjadi paham tentang letak dan jenis-jenis urat daging yang terdapat

dalam tubuh ikan.


33

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi

Klasifikasi ikan Cakalang (Katsuwonis pelamis) menurut Tim Perikanan

WWF Indonesia (2015) adalah sebagai berikut.

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Pisces
Order : Perciformes
Family : Scombroidae
Genus : Katsuwonus
Species : Katsuwonus pelamis

Gambar 1. Morfologi Ikan Cakalang (Katsuwonis Pelamis)


(Sumber : Dok. Pribadi, 2019)

B. Morfologi dan Anatomi

Roziaty (2010) menyatakan bahwa mendefinisikan morfologi sebagai

cabang linguistik yang mempelajari struktur dan bentuk-bentuk kata. Berdasarkan

beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa morfologi merupakan

cabang ilmu bahasa yang mempelajari bentuk dan proses pembentukan kata.

Proses pembentukan kata tersebut dapat berpengaruh terhadap perubahan bentuk

kata dan juga terhadap golongan dan arti kata.

Anatomi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur tubuh, berasal dari

bahasa Yunani “ana” yang berarti habis atau ke atas dan “tomos” yang berarti
34

memotong atau mengiris. Magsudnya anatomi adalah ilmu yang mempelajari

struktur tubuh dengan cara menguraikan tubuh menjadi bagian-bagia yang lebih

kecil sampai kebagian yang paling kecil. (Tim anatomi UNY, 2011).

Bentuk tubuh ikan cakalang (K. pelamis) seperti torpedo dan memiliki

tubuh yang padat. Ciri–ciri yang khas dari ikan cakalang (K. pelamis) adalah

memiliki 4-6 garis-garis hitam tebal seperti pita yang membujur pada bagian

bawah gurat sisinya. Ikan ini mempunyai 7-9 sirip dubur tambahan (anal finlets).

Mempunyai dua sirip dorsasl yang terpisah, sirip yang petama mempunyai 14-16

jari-jari keras. Pada bagian sirip dorsal diikuti dengan 7-9 finlet, dibagian sirip

anal diikuti 7-8 finlet. Pada bagian ekor terdapat 2 keel yang keras, serta bagian

punggung berwarna biru kehitaman, bagian perut abu-abu dengan 4-6 garis hitam

yang membujur (Hamada, 2016).

Aldyastella (2010) juga mengungkapkan bahwa Ikan cakalang memiliki

bentuk tubuh yang memanjang seperti torpedo dan padat, dengan penampang

melintangnya membulat. Ikan cakalang mudah dikenal karena mempunyai 4-6

garis-garis hitam tebal seperti pita membujur di bagian bawah gurat sisinya.

Punggung berwarna biru keungu-unguan, tubuh di bawah punggung dan perut

berwarna keperak-perakan. Tubuh tidak bersisik kecuali pada gurat sisi dan depan

sirip punggung pertama. Jarak antara sirip punggung kesatu (D1 XIV – XVI) dan

sirip punggung kedua (D2 XIII – XIV) lebih kecil dari diameter matanya. Ikan ini

mempunyai 7-9 sirip dubur tambahan (anal finlets). Pada batang ekornya terdapat

tiga buah tonjolan. Adapun ukuran ikan cakalang terkecil pada saat memijah

adalah 40–45 cm (BPPP 1993), sementara panjang maksimumnya yaitu 108 cm


35

dan berat maksimum 34,5 kg. Namun, panjang maksimum yang biasa ditemukan

sebesar 80 cm dengan berat 8–10 kg.

C. Habitat dan Penyebaran

Habitat adalah tempat suatu makhluk hidup tinggal dan berkembang biak.

Pada dasarnya, habitat adalah lingkungan-lingkungan fisik di sekeliling populasi

suatu spesies yang memengaruhi dan dimanfaatkan oleh spesies tersebut

(Prihatini, 2010).

Distribusi (penyebaran) ikan dapat diartikan sebagai keberadaan ikan pada

tempat dan waktu yang tertentu. Kajian distribusi ikan dapat ditinjau dari sudut

geografis dan ekologis. Terdapat dua aspek yang harus diperhatikan dalam kajian

distribusi ikan yaitu: aspek deskriptif, bertujuan untuk menemukan spesies apa

saja yang mendiami suatu tempat tertentu, dan aspek yang lebih rumit yaitu

mempelajari kenapa spesies mendiami suatu tempat dan bagaimana mereka bisa

ada disana (Wibowo, 2013).

Ikan cakalang (K. pelamis) memiliki habitat dan mencari makan di daerah

pertemuan arus air laut, yang umumnya terdapat di sekitar pulau-pulau. Selain itu

ikan cakalang (K. pelamis) juga menyukai perairan dimana terjadi pertemuan

antara massa air panas dan dingin. Penyebaran vertikal ikan cakalang (K.

pelamis), dimulai dari permukaan sampai kedalaman 260 meter pada siang hari,

sedangkan pada malam hari akan menuju ke sekitar permukaan (Tim Perikanan

WWF Indonesia, 2016).

Menurut Muklis (2018) Ikan cakalang (K. pelamis) dan tongkol banyak

ditemukan pada perairan dengan kecerahan tinggi, dimana mangsanya terlihat

jelas. Usaha perikanan cakalang dan tongkol sangat baik dilakukan di perairan
36

dengan tingkat kecerahan 15 meter sampai 35 meter. Di perairan Indonesia Timur

tingkat kecerahan dibeberapa fishing ground berkisar antara 10-30 meter. Tuna

dan cakalang ditemukan di sekitar perairan bebas dengan SPL berkisar antara

28,00-30,00oC dan salinitas 32-35‰. Penyebaran cakalang di kawasan barat

samudera Pasifik melebar dari lintang utara ke lintang selatan tetapi menyempit di

kawasan timur karena terbatasnya penyebaran air hangat yang cocok untuk

pemijahan oleh arus dingin yang mengalir menuju kawasan tropik di kedua belah

bumi. Di Samudera Hindia, penyebaran ikan cakalang (K. pelamis) melebar

menuju selatan ke arah ujung selatan benua Afrika, sekitar 36o LS. Penyebaran

cakalang secara vertikal terdapat mulai dari permukaan sampai kedalaman 260 m

pada siang hari, sedangkan pada malam hari akan menuju permukaan (migrasi

diurnal). Penyebaran geografis cakalang terdapat terutama pada perairan tropis

dan perairan panas di daerah lintang sedang. (Limbong, 2018).

Aldyastella (2010) juga mengungkapkan bahwa Ikan cakalang (K. pelamis)

menyebar luas di seluruh perairan tropis dan subtropis. Pada perairan Samudera

Hindia dan Samudera Atlantik, ikan cakalang (K. pelamis) menyebar di antara

40ºLU dan 40ºLS (Collete & Nauen 1983 in Yahya et al. 2001). Khususnya di

Indonesia, cakalang hampir didapatkan menyebar di seluruh perairan Indonesia.

Pada wilayah perairan Indonesia bagian barat meliputi Samudera Hindia,

sepanjang pantai utara dan timur Aceh, pantai barat Sumatera, selatan Jawa, Bali

dan Nusa Tenggara. Pada wilayah perairan Indonesia bagian timur meliputi Laut

Banda Flores, Halmahera, Maluku, Sulawesi, perairan Pasifik di sebelah utara

Irian Jaya dan Selat Makasar.


37

D. Fisiologi dan Reproduksi

Purbayanto (2010) mengatakan bahwa fisiologi adalah suatu ilmu yang

mempelajari segala proses yang berlangsung dalam tubuh mahluk hidup, baik

organisme bersel tunggal maupun bersel banyak, termasuk interaksi antar

sel,jaringan, organ serta semua komunikasi intercellular, baik energetik maupun

metabolik.pada ilmu ini juga dibahas faktor-faktor fisik dan kimia yang

mempengaruhi mahluk hidup, yang terkait dengan awal mula kehidupan,

perkembangan serta kelangsungan hidup.

Kegiatan reproduksi pada setiap jenis hewan air berbeda, tergantung tingkah

laku habitatnya. Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun ukurannya

kecil. Sebaliknya ika n memiliki telur sedikit ukurannya besar. Kegiatan

reproduksi pada setiap jenis hewan air berbeda-beda, tergantung kondisi

lingkungannya (Syahrir, 2012). Ikan memiliki variasi yang luas dalam strategi

reproduksi yang menonjol yaitu memijah hanya bilamana energi cukup tersedia,

memijah dalam proporsi ketersediaan energi dan memijah dengan mengorbankan

semua fungsi yang lain, jika sesudah itu individu tersebut mati.

E. Makanan dan Kebiasaan Makan

Di perairan Indonesia terdapat hubungan yang nyata antara kelimpahan

cakalang dengan ikan pelagis kecil serta plankton. Dengan semakin banyaknya

ikan kecil dan plankton, maka cakalang akan berkumpul untuk mencari makan.

Ikan cakalang (K. pelamis) mencari makan berdasarkan penglihatan dan rakus

terhadap mangsanya. Cakalang sangat rakus pada pagi hari, kemudian menurun

pada tengah hari dan meningkat pada waktu senja (Cakalang biasanya membentuk
38

gerombolan (schooling) pada saat ikan tersebut aktif mencari makanan. Bila ikan

tersebut aktif mencari makan, maka gerombolan tersebut bergerak dengan cepat

sambil melocat-loncat di permukaan air (Limbong, 2018).

Menurut hasil penelitian Setya (2014) menyatakan ikan cakalang (K.

pelamvcis) mempunyai kebiasaan makan dengan memakan organism-organisme

ikan, udang, dan cumi-cumi hal ini dibuktikan dengan ditemukannya organism-

organisme tersebut dalam perut dan lambung ikan cakalanng (K. pelamis).

F. Nilai Ekonomis

Nilai ekonomis merupakan nilai harga suatu organisme dalam sistem

pengelolaan dan perdagangan sumber daya perikanan indonesia (Saputra, et al,

2014).

Perikanan tuna, tongkol dan cakalang di Indonesia memiliki nilai ekonomis

yang tinggi sehingga potensi ikan tersebut menjadi komoditas utama masyarakat

membuat pemerintah mengembangkan perikanan di Indonesia. Potensi ekspor

ikan cakalang (K. pelamis) cukup tinggi dalam keadaan ikan yang segar dan

kondisi baik ke sejumlah negara. Siaran pers secara tertulis oleh KKP, data total

ekspor kuartal 1 tahun 2015 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS 2015)

mencatat bahwa produk perikanan terjadi surplus dalam perdagangan sektor

perikanan. Ikan tuna, tongkol, cakalang menjadi komoditas paling banyak di

ekspor mencapai 89,41 juta dolar AS (Revitasari, 2016)

Ikan cakalang (K. pelamis) menjadi meningkat dikarenakan

perdagangannya yang sudah mencapai internasional. Saputra et al (2014)

menyatakan bahwa tren hasil tangkapan ikan cakalang (K. pelamis) yang

didaratkan di PPS Bitung cenderung akan meningkat hingga tahun 2016 sesuai
39

garis tren (trend line) yang ditunjukkan pada grafik. Begitu pula tren hasil

tangkapan cakalang berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan cenderung

meningkat hingga tahun 2016. Dengan demikian, kebutuhan pasokan bahan baku

ikan cakalang (K. pelamis) hingga tiga tahun ke depan masih dapat terpenuhi.

Menurut Yanglera (2016) ikan cakalang (K. pelamis) termasuk dalam

kelompok ikan pelagis besar yang merupakan salah satu jenis komuditas

perikanan laut yang bernilai ekonmis penting karena ikan cakalang selain menjadi

bahan komsunsi dalam negri juga merupakan komuditas ekspor dan bahan

konsumsi dalam negri yang menjadi andalan dibanyak wilayah perairan

Indonesia.

G. Sistem Urat Daging

Di tubuh ikan hamper seluruhnya tersebar urat daging yang masing-masing

memiliki peran dan fungsi yang sesuai dengan tempatnya. Umunnya, urat daging

berfungsi penggerak bagian-bagian tubuh tertentu ikan. Umumnya, ada tiga

macam system otot pada ikan, yaitu: otot rangka atau striated muscle, yang kedua

otot halus atau smooth muscle dan yang ketiga otot jantung atau cardiac muscle.

(Kilawati, 2017).
40

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum Sistem Urat Daging ini dilaksanakan pada hari kamis, 5

Oktober 2019 pukul 09.30-11.00 WITA dan bertempat di Laboratorium Perikanan

dan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo,

Kendari.

B. Alat dan Bahan

Adapun Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini dapat

dilihat pada berikut.

Tabel 1. Alat dan Bahan Yang Digunakan Beserta Kegunaannya


No. Alat dan bahan Satuan Kegunaan
1. Alat
- Mistar Cm Mengukur tubuh ikan
- Gunting - Menggunting objek amatan
- Pinset - Menjepit objek amatan
- Pisau - Membedah objek amatan
- Kaca loop - Memperjelas objek amatan
- Lap halus dan lap kasar - Membersihkan tempat
praktek
- Tisu - Membersihkan alat praktek
- Alat tulis - Mencatat hasil pengamatan
- Kertas laminating - Alas ikan saat diamati
- Kamera - Sebagai alat dokumentasi
- Baki - Tempat menyimpan ikan

2. Bahan
- Ikan Cakalang (K. - Objek pengamatan
pelamis)
- Alkohol Sebagai bahan pembersih
alat
- Air panas - Untuk merendam ikan
41

C. Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang kami lakukan pada praktikum Sistem Urat

Daging kali ini adalah sebagai berikut.

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada saat praktikum.

2. Mendengarkan arahan/petunjuk yang diberikan oleh asisten tentang

praktikum yang akan dilakukan.

3. Membuat bon alat lalu diberikan kepada asisten.

4. Mengambil alat (mikroskop) dan bahan preparat (Ikan Cakalang) yang

telah disiapkan oleh asisten.

5. Menyimpan preparat (Ikan Cakalang) didalam wadah/baki. Lalu direndam

menggunakan dengan air panas.

6. Membuka kulit ikan dengan cara mengosok-gosok kulit ikan secara

perlahan sampai sebagian kulit ikan tersebut terkelupas.

7. Meletakkan ikan yang kulitnya sudah terkelupas di kertas laminating.

8. Mengambil gambar untuk dokumentasi.

9. Mengamati penampakan urat daging yang tampak dari luar tubuh ikan.

10. Membedah tubuh ikan dan mengamati urat daging yang terdapat didalam

tubuh ikan.

11. Mencatat hasil pengamatan dengan gambar.

12. Merpikan dan membersihkan alat-alat praktikum setelah berakhirnya

pengamatan. Lalu meninggalkan laboratorium setelah dipersilahkan oleh

asisten.
42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil pengamatan

Adapun hasil pengamatan yang telah kami lakukan adalah sebagai berikut.

- Gambarurat daging penampang depan ikan cakalang (K. Pelamis).

Keterangan :
1. apaxia
2. myotome
3. hypaxial

Gambar 2. urat daging penampang depan ikan cakalang (K. Pelamis)

- Gambar urat daging penampang melintang ikan cakalang (K. Pelamis)

Keterangan :
1. Supracarinalis
2. Septum verticalse
3.Myomer
4.Mycrometa
5. Red lateral
6.Corpus vertebrae
7. Infracarinalis

Gambar 3. Urat daging penampang melintang ikan Cakalang (K. pelamis).

B. Pembahasan

Berdasarkan pengamatan yang telah kami lakukan pada ikan Cakalang (K.

Pelamis) mengenai setelah perendaman dengan air panas dan pengelupasan kulit

luar. Dapat diketahui bahwa urat daging ikan Cakalang (K. Pelamis) terbagi atas

dua bagian yaitu urat daging pada penampang depan dan urat daging pada

penampang melintang. Urat daging pada penampang depan terdiri atas tiga, yaitu
43

apaxial, myotome dan hypaxial. Myotome merupakan blok-blok yang terdapat

pada urat daging ikan Cakalang (K. Pelamis). Apaxial merupakan urat daging

yang terdapat pada tubuh ikan (K. Pelamis) terbagi oleh horizontal steletogeneus

septrum menjadi urat daging bagian atas., sedangkan hypaxial merupakan

merupakan urat daging pada tubuh ikan Cakalang (K. Pelamis) yang terdapat pada

bagian bawah.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Afandi (2011) yang mengatakan

bahwaotot bergaris di seluruh badan ikan terdiri atas kumpulan blok otot. Tiap-

tiap blok otot ini dinamakan miotom (pada waktu masih embrio dinamakan

miomer), yang dilapisi oleh mioseptum. Pada otot yang menempel pada tubuh

ikan disebelah kiri dan kanan, dari belakang kepala sampai ke batang ekor,

miotom tersusun menurut pola tertentu yang bisa dibedakan menjadi dua tipe

yaitu cylostomin dan piscine. Dan otot yang terdapat pada kedua sisi tubuh ikan

dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian atas (epaksial) dan bagian

bawah (hipaksial), kedua bagian tersebut dipisahkan oleh suatu selaput yang

dinamakan “horizontal steletogenous septum”.

Urat daging ikan Cakalang (K. Pelamis) pada penampang melintang terbagi

atas supracarinalis, septum verticale, myomer micrometa, red lateral, corpus

vertebrae, dan infracarinalis.

Menurut Burhanudin (2010), Di bagian permukaan selaput ini terdapat urat

daging yang menutupinya dinamakan Musculus lateralis superficialis yang

banyak mengandung lemak dengan istilah lain disebut red muscle karena

warnanya yang merah kehitaman. Umumnya serabut otot mengarah


44

anteroposterior, tetapi beberapa serabut hypoksial dari setiap myomer tersusun

serong ventromedial. Kontraksi dari kelompok myomer di satu pihak akan

disambut oleh kontraksi kelompok myomer di lain pihak, menyebabkan tubuh

ikan menjadi meliuk-liuk dalam gerakan berenang.


45

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik

kesimpulan bahwa urat daging tikan Cakalang (K. Pelamis) terdiri atas dua

yaitu, urat daging pada penampang depan dan urat daging pada penampang

melintang. Urat daging pada penampang depan terbagi menjadi tiga bagian

yaitu, myotome, apaxial, dan hypaxial. Sedangkan urat daging pada

penampang melintang terbagi menjadi 7 bagian yaitu, supracarinalis, septum

verticale, myomer micrometa, red lateral, corpus vertebrae, dan

infracarinalis.

B. Saran

Saran yang dapat saya sampaikan dalam pembuatan laporan ini adalah

sebaiknya jenis ikan yang diamati beraneka ragam agar nantinya praktikan

dapat membedakan setiap jenis urat daging ikan.


46

LAPORAN IKTIOLOGI

PRAKTIKUM VI
SISTEM PERNAFASAN

OLEH :

NAMA : RUKMAN AWAN SYAM


STAMBUK : I1B118046
KELOMPOK : 4 (EMPAT)
JURUSAN : BDP
ASISTEN PEMBIMBING : ZAMRUN RABU

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS HALU OLEO
47

KENDARI
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Iktiologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari

tentang ikan.Secara ilmiah dengan penekanan pada taksonomi dan aspek-aspek

lainnya. Kata iktiologi berasal dari kata Ichtio yang berarti ikan, dan logos yang

berarti ilmu, jadi di dalam iktiologi ini dicakup beberapa aspek baik mengenai

aspek biologi maupun ekologi ikan. Dalam iktiologi banyak mempelajari tentang

sistem-sistem yang ada dalam tubuh ikan, salah satunya adalah sistem

urogenitalia.

Alat pernapasan pada ikan secara umum adalah insang dengan

pengecualian pada beberapa jenis ikan yang mempunyai alat pernapasan paru-

paru selalu menggunakan insamg. Filamen insang adalah bagian yang

mengandung kapiler-kapiler darah dan berfungsi untuk mengikat oksigen yang

terlarut dalam air pada proses pernapasan.

Ikan adalah hewan yang hidup diair, bertulang belakang, bergerak dengan

menggunakan sirip, dan bernafas dengan insang.Namun ada juga ikan yang

bernafas tidak menggunakan insang melainkan menggunakan paru-paru,

contohnya seperti ikan paus (Cetacea).

Mekanisme pernapasan pada ikan terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap

inspirasi dan ekspirasi. Pada saat bernafas, ikan memasukkan air kedalam

mulutnya. Kemudian air mengalir melalui rongga mulut menuju lembaran insang
48

dan keluar melalui tutup insang.Beberapa spesies ikan memiliki alat pernapasan

tambahan untuk menunjang kerja insang.

Berdasarkan hal tersebut maka sangat penting untuk melakukan

praktikum iktiologi mengenai system pernapasan dengan tujuan untuk mengamati

dan mengenal lebih jauh tentang system pernapasan pada organisme yang kita

amati.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu melakukan praktikum

sitem pernafasan.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui letak bagian-

bagian alat yang digunakan dalam proses pernafasan yang meliputi insang serta

ada atau tidaknya alat pernapasan bantuan yang biasanya terdapat pada

beberapajenis ikan tertentu.

Manfaat dari praktikum ini yaitu mahasiswa dapat menambah ilmu

pengetahuan tentang letak alat pernapasan pada ikan serta ada atau tidaknya alat

pernapasan tambahan pada ikan terebut.


49

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi

Klasifikasi ikan Bandeng (Chanos-chanos) adalah sebagai berikut.

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Order : Gonorynchiformes
Class : Osteichthyes
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos

Gambar 1. Morfologi ikan bandeng (Chanos chanos)


Sumber : Dok.Pribadi (2019)

Klasifikasi ikan Katamba (Lethrinus lentjan) adalah sebagai berikut.

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Order : Percimorphi
Class : Pisces
50

Genus : Lethrinus
Spesies : Lethrinus
lentjan

Gambar 2. Morfologi ikan katamba (Lethrinus lentjan)


Sumber : Dok.Pribadi (2019)

B. Morfologi dan Anatomi

Roziaty (2010) menyatakan bahwa mendefinisikan morfologi sebagai

cabang linguistik yang mempelajari struktur dan bentuk-bentuk kata. Berdasarkan

beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa morfologi merupakan

cabang ilmu bahasa yang mempelajari bentuk dan proses pembentukan kata.

Proses pembentukan kata tersebut dapat berpengaruh terhadap perubahan bentuk

kata dan juga terhadap golongan dan arti kata.

Ikan bandeng (Chanos chanos) memiliki bentuk tubuh ramping, mulut

terminal, tipe sisik cycloid, jari-jari semuanya lunak, jumlah sirip punggung

antara 13-17, sirip anal 9-11, sirip perut 11-12, sirip ekornya panjang dan

bersegak, jumlah sisik pada gurat sisi ada 75-80 keping, panjang maksimum 1,7

in, biasanya 1,0 in (Mas’ud, 2011).

Ikan katamba jantan memiliki morfologi yaitu ukuran panjang, ramping

seperti struktur benang, dan warna agak transparan, sedangkan ikan katamba
51

betina memiliki morfologi hampr sama dengan jantan namun warna sedikit

merah. (Pratiwi, 2018).

Anatomi adalah bagian yang menjelaskan aspek yang paling inti dari suatu

organisme. Anatomi ini menjelaskan tentang struktur tubuh makhluk hidup bagian

gfkdalam, meliputi organ-organ bagian dalam makhluk hidup.

Ikan bandeng (Chanos chanos) didalam rongga badannya terdapat organ-

organ yaitu ginjal, gelembung renang yang berfungsi sebagai alat pendeteksi ikan

pada posisi kedalaman air, yang terletak disebelah ventral, disamping itu terdapat

limfa, organ ini sukar terlihat karena kadang terbungkus oleh lemak dan hati di

antara usus. Terdapat pula saluran pencernaan, hati dan kantung empedu. Pada

organ dalam ikan bandeng (chanos chanos) terdapat organ yang tampak

memanjang yang berfungsi untuk mengatur daya apung di dalam air selain itu

organ ini disebut juga alat hidrostatik karena dapat menyerap atau mengeluarkan

gas yang dipengaruhi oleh urat saraf. Terdapat pula hati yang terletak di sisi

rongga tubuh dorsal berdekatan dengan tulang punggung, dengan beberapa

meluas ke dasar sirip pada dekat ginjal anterior. (Syarif, 2015).

C. Habitat dan penyebarahnnya

Habitat adalah tempat suatu makhluk hidup tinggal dan berkembang biak.

Pada dasarnya, habitat adalah lingkungan fisik disekeliling populasi atau

organisme yang rfmempengaruhi dan dimanfaatkan ole organism tersebut.

Ikan bendeng pada saat benih habitat nya di perairan pantai berkarang

atau pasir yang kadang-kadang di tumbuhi vegetasi campuran ayau mangrove

yang su’bur, hal ini. Benih bandeng juga hidup di perairan berlumpur yang sedikit
52

mengandung lumut, sedangkan induk bandeng biasanya hidup di perairan pantai

karang didaerah pantai sampai perairan laut dalam. (Mas’ud, 2011).

Ikan katamba atau biasa dikenal dengan ikan lencam, ikan ini hidup

dibagian pesisir tropis dan sub teropis, dengan habitat umumnya di daerah trumbu

karang, padang lamun, dan mangrove. (Restiangsih, 2019).

Penyebaran yaitu sesuatu yang beredar atau kelimpahan suatu makhluk

hidup (organisme) tersebar secara tidak merata di permukaan bumi, di lingkungan

yang dapat mendukung kehidupan makhluk hidup tersebut.

Ikan bandeng memiliki toleransi salinitas yang sangat luas, mulai dari asin

(35 ppt) hingga tawar (0 ppt), sehingga dapat dipelihara pada perairan asin hingga

tawar.Ikan bandeng banyak ditemukan di perairan laut, muara sungai, dan

perairan pantai (Coad, 2015).

Ikan katamba memiliki daerah sebaran perairan pantai seluruh Indonesia,

meluas sampai ke teluk Benggala, teluk siam, pantai laut cina selatan, perairan

tropis Australia, sampai ke afrika selatan bahkan di perairan tropis atlantik

amerika. (Restiangsih, 2019).

D. Fisiologi dan Reproduksi

Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang siklus hidup atau bag

aimana suatu organism untuk melangsungkan hidupnya, yang meliputi evolusi

dan lainnya.

Keberadaan merkuri pada media pemeliharaan ikan bandeng dapat

menurunkan kondisi fisiologisnya, kondisi inipun turut dipengaruhi oleh salinitas.


53

Dampak negative menrkuri terhadap kondisi fisiologis mencapai nilai terendah

ketika ikanbendeng dipelihara pada media dengan salinitas 10 ppt.

Perbedaan diantara populasi, efek suhu, kekeruhan atau factor lingkungan

lainnya dapat menjadi penyebab kondisi fisiologi ikan katamba, seperti

perkembangan gonad, perkembangan ikan, jenis kelamin, dan tingkat kematangan

gonad. (Suhama, 2018).

Reproduksi yaitu cara mempertahankan diri yang dilakukan oleh makhluk

hidup atau organisme untuk menghasilkan spesies baru atau generasi berikutnya,

dengan cara melakukan perkembangbiakan.

Ikan katamba merupakan salah satu kelompok ikan hermaprodit protogini,

ikan ini mengalami proses diferensiasi gonad dari fase betina ke jantan. Perubahan

ini dapat dicirikan pada perubahan morfologi. Perubahan ikan lecam dari fase

betina ke jantan dapat di lihat dari ukuran panjang total ikan.

Menurut Karina (2010) biologi reproduksi ikan bandeng dialam belum

banyak diketahui, namun demikian telur ikan bandeng diketahui bersifat pelagik

dan setelah menetas larva-larva ikan bandeng terbawa arus hanyut ke daerah

pantai memasuki muaramuara sungai dan tambak Daya apung merupakan faktor

penting dalam proses penyebaran dan penetasan telur ikan bandeng. Daya apung

ini disebabkan oleh adanya perbedaan berat jenis telur dan air dan salah satu

faktor penting yang mempengaruhinya adalah salinitas. namun, hal ini tidak

menjamin telur ikan bandeng juga memiliki kemampuan adaptasi yang baik

terhadap perubahan salinitas. Daya tetas telur yang mengapung lebih tinggi

daripada telur yang tenggelam dan melayang pada semua tingkat salinitas yang
54

diuji, namun telur yang tenggelam masih memiliki peluang untuk menetas. Daya

tetas juga meningkat seiring dengan peningkatan salinitas.

E. Makanan dan Kebiasaaan Makan

Makanan adalah sumber energy yang sangat dibutuhkan oleh makhluk

hidup agar dapat melakukan berbagai aktivitas. Sedangkan kebiasaan makan yaitu

kebiasaan atau cara makan suatu makhluk hidup.

Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu jenis ikan pemakan

plankton yang cenderung generalis, makanan utamanya adalah diatom, alga hijau

berfilamen dan detritus (Prayitno et al. 2015).

Menurut Sevtian (2012), menyatakan bahwa isi peut ikan Katamba

(Lethrinus lentjan) banyak ditemukan krustace, ikan, dan moluska.. Ikan Katamba

(Lethrinus lentjan) ini melakukan ruaya harian pada daerah perairan dangkal dan

goba. Pada waktu air mulai pasang ikan berpindah ke daerah lamun dan karang

untuk mencari makan. Ikan mulai mencari makan ke daerah perairan dangkal atau

perairan pinggiran goba ketika matahari tenggelam dan kembali ke perairan yang

lebih dalam pada saat matahari mulai terbit.

F. Nilai Ekonomis

Nilai ekonomis adalah nilai yang dimiliki oleh makhluk hidup atau

benda, yang dapat diperhitungkan dengan nilai uang. Menurut Spranger, nilai

ekonomis adalah salahsatu dari macam-macam nilai yang mendasari perbuatan

seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan ada tidaknya

keuntungan finansial sebagai akibat dari perbuatannya itu. Nilai ekonomis ini

dikontraskan dengan nilai seni.


55

Ikan bandeng merupakan ikan bernilai ekonomis penting yang banyak

dipelihara di tambak-tambak air payau inddonesia. Ikan ini merupakan konsumsi

air payau inddonesia. Ikan ini merupakan konsumsi yang berperan penting dalam

memenuhi kebutuhan protein masyarakat karena hargannya relative murah.

Untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat budidaya bandeng telah

berkembang dengan pesat. (Mas’ud, 2011).

Ikan Katamba (Lethrinus lenjtan) merupakan salah satu jenis ikan laut yang

bernilai ekonomis penting dan mempunyai prospek yang sangat baik sebagai

alternatif untuk ikan budidaya laut. Beberapa jenis yang bisa mencapai ukuran

besar merupakan sumber makanan penting dan permintaan pasar untuk jenis ikan

ini sangat besar (Imani, 2016).

Menurut Sevtian (2012), ikan Katamba (Lethrinus lentjan) merupakan salah

satu ikan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai ikan konsumsi.

Laporan dari nelayan menyebutkan bahwa ukuran hasil tangkapan ikan Katamba

(Lethrinus lentjan) cenderung semakin kecil. Aktivitas yang tidak memperhatikan

ukuran tangkap memungkinkan terjadinya penurunan populasi karena tidak

adanya kesempatan berkembang biak bagi ikan.

G. Sistem Pernapasan

Pernafasan adalah proses pertukaran oksigen (O2) dan kabon dioksida (CO2)

Insang merupakan organ respirasi utama pada ikan, bekerja dengan mekanisme

difusi permukaan dari gas-gas respirasi (oksigen dan karbondioksida) antara

darah dan air. Oksigen yang terlarut dalam air akan diabsorsi kedalam kapiler-

kapiler insang dan difiksasi oleh sel dan jaringan untuk dilepaskan ke air

disekitar insang. (Pratiwi, 2017).


56

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis tanggal 10 oktober 2019, Pada

09.30-11.00 WITA. Dan bertempat dilaboratorium Teknologi Hasil Perikanan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel

berikut.

Tabel 1.Alatdanbahan yang digunakanbesertakegunaannya

No AlatdanBahan Satuan Kegunaan


.

1. Alat
-Mistar Cm Mengukur objek amatan
-Guntingbedah - Menggunting objek
-Pinset - Menjepit objek amatan
-Tisu - Membersihkan alat
-Kacapembesar/lup - Alat melihat objek yang kecil
- Baki - Wadah menyimpan objek
- Kertas laminating - Menyimpan objek yang akan di
bedah
- ATK - Menulis hasil pengamatan
- Lap kasardanhalus - Membersihkan meja
57

- Membedah objek amatan


- Pisau bedah - Mengambil dokumentasi
- Kamera

2.
Bahan

- Ikan Bandeng (Chanos Ind Objek pengamatan


chanos)
- Ikan Katamba (Lethrinus Ind Objek pengamatan
lentjan)
- Alkohol 70 % - Untuk mensterilkan alat
- Sunligth - Membersihkan media

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai


berikut.
- Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan pada saat praktikum.
- Mengambil bahan (Ikan Bandeng dan ikan Katamba) yang telah disiapkan
oleh asisten.
- Meletakkan ikan diatas kertas laminating.
- Mengambil dokumentasi.
- Mengukur panjang dan lebar ikan menggunakan mistar.
- Membedah ikan menggunakan gunting bedah.
- Mengambil organ-organ dari dalam perut ikan menggunakan pinset bedah.
- Pisahkan organ insang dengan organ-organ lainnya.
- Mengamati bagian-bagian system pernafasan pada ikan.
- Mencatat hasil pengamatan.
- Membersihkan peralatan leb yang digunakan termasuk meja praktikum.
58

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hasil pngamatan pada system pernapasan adalah sebagai berikut.

Tabel 2. pada sistem pernafasan ikan katamba(lethrinus lentjan) dan ikan bandeng
(Chanos chanos)

No Parameter Ikan 1 Ikan 2


1. Jumlah Upper Limb rakers 25 304
2. Jumlah Lower Limb rakers 51 464
3. Jumlah Gill rackers 76 768
Keterangan:
1= Ikan katamba (Lethrinus lentjan)
2= Ikan Bandeng (C.chanos)

Sistem pernafasan pada ikan bandeng (Chanos chanos) dapat dilihat pada gambar

3.
59

Keterangan:

1. Daun Insang (Gill filament)

2. Tulang Lengkung Insang (Gill

arch)

3. Tapis Insang (Gill racker)

4. liper limb

5. lower limb

Gambar 3. Insang Ikan Bandeng (Chanos chanos)


(Sumber: Dok. Pribadi, 2019)

Sistem pernafasan pada Ikan lencam (Lethrinus lentjan) dapat dilihat pada

gambar 4

Keterangan:

1. Daun Insang (Gill

filament)

2. Tulang Lengkung Insang

(Gill arch)

3. Tapis Insang (Gill racker)

4. liper limb

5. lower limb

Gambar 4. Insang Ikan Lencam (Lethrinus lentjan)


(Sumber: Dok. Pribadi, 2019)

B. Pembahasan
60

Iktiologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang

ikan.Secara ilmiah dengan penekanan pada taksonomi dan aspek-aspek lainnya.

Kata iktiologi berasal dari kata Ichtio yang berarti ikan, dan logos yang berarti

ilmu, jadi di dalam iktiologi ini dicakup beberapa aspek baik mengenai aspek

biologi maupun ekologi ikan. Dalam iktiologi banyak mempelajari tentang sistem-

sistem yang ada dalam tubuh ikan, salah satunya adalah sistem urogenitalia.

Ikan adalah hewan yang hidup diair, bertulang belakang, bergerak dengan

menggunakan sirip, dan bernafas dengan insang.Namun ada juga ikan yang

bernafas tidak menggunakan insang melainkan menggunakan paru-paru,

contohnya seperti ikan paus (Cetacea).

Pernapasan merupakan proses pengambilan oksigen (O2) dan pelepasan

karbondioksida (CO2) dalam suatu organisme hidup. Alat pernapasan pada ikan

secara umum adalah insang dengan pengecualian pada beberapa jenis ikan yang

mempunyai alat pernapasan paru-paru, dan pernapasan tambahan.

Berdasarkan hasil pengamatan system pernafasan menunjukan bahwa pada

ikan bandeng (C. chanos) jumlah upper lamb rakers 304, jumlah lower lamb

rakers 464, jumlah gill rakers 768.Sedangkan pada ikan katamba (L lentjam)

memiliki jumlah upper lamb rakers 25, jumlah lower lamnb rakers 51, dan jumlah

gill rakers 76.


61

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan system pernafasan dapat diambil

kesimpulan bahwa ikan bernafas menggunakan insang serta pada ikan tertentu

memiliki pernafasan tambahan tetapi ada juga yang bernafas menggunakan paru-

paru.Kemudian insang ikan terdiri atas 3 bagian yaitu daun insang (gill filament),

tulang lengkung insang (gill arch) dan tapis insang (gill racker).

B. Saran

Dalam praktikum sistem pernafasan, yaitu sebaiknya praktikan sebelum

melakukan praktikum harus memahami terlebih dahulu prosedur kerjanya agar

pada saat melakukan praktikum tidak banyak yang diam tetapi semua praktikan

langsung mengambil alih yang akan di amati melalui arahan asisten pembimbing.
62

DAFTAR PUSTAKA

Beaufort. 1940. Prosiding Aspek Biologi Ikan Kakaktua (Suku Scaridae). Vol
XXX111 (1) Tahun 2008: 41-50.
Collette. 2004. Prosiding Biologi, potensi dan upaya budidaya julung-julung
Zeharchopteridae sebagai ikan hias asli Indonesia.
Fujaya. 2004. Prosiding Biokumulasi logam berat merkuri (Hg) pada ikan ekor
kuning (Caesio cuning) diperairan pulau lae-lae Makasar.
Kottelat. 1993. Prosiding Biokumulasi logam berat merkuri (Hg) pada ikan ekor
kuning (Caesio cuning) diperairan pulau lae-lae Makasar.
Liao et al. 2004. Prosiding Aspek Biologi ikan kakaktua (Suku Scaridae). Vol
XXX111 (1) Tahun 2008: 41-50.
Nelson. 2006. Prosiding Biokumulasi logam berat merkuri (Hg) pada ikan ekor
kuning (Caesio cuning) diperairan pulau lae-lae Makasar.
Nontji. 2000. Prosiding Analisis tampilan biologis ikan layang (Decapterus sp)
Hasil tangkapan purse seine yang didaratkan di PPN Pekalogan.
Peristiwadi. 2006. Prosiding Hubungan antara suhu permukaan laut dan hasil
tangkapan ikan julung diperairan pulau ternate provinsi Maluku utara.
Vol 1 (2): 23-28.
Samlang. 2009. Prosiding Biokumulasi logam berat merkuri (Hg) pada ikan ekor
kuning (Caesio cuning) diperairan pulau lae-lae Makasar.
63

DAFTAR PUSTAKA

Aldyastella, zhanazha mayangsoka. 2010. Aspek Biologi dan Analisis


Ketidakpastian Perikanan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) yang
Didaratkan di PPS Nizam Zachman, Jakarta [Skripsi]. IPB Press : Bogor.
Hamada, humaera. 2016. Bioekonomi Perikanan Cakalang (Katsuwonus Pelamis
Linnaeus, 1758) Di PPS Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. IPB Press : Bogor.
Kilawati, Y., Arfiati, D. 2017. Iktiologi Moderen. UB Pres. Malang. Hal. 113.
Limbong, mario. 2018. Pengaruh Suhu Permukaan Laut terhadap Jumlah dan
Ukuran Hasil Tangkapan Ikan Cakalang di perairan Teluk Palabuhanratu,
Jawa Barat [Skripsi]. IPB Press : Bogor.
Muklis. 2018. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus
Pelamis) dan Tongkol (Euthynnus Affinis) di Perairan Utara Nanggroe
Aceh Darussalam [Tesis]. IPB Press : Bogor.
Prihatini, Ambar. 2010. Analisis Tampilan Biologis Ikan Layang (Decapterus
Spp) Hasil Tangkapan Purse Seine yang Didaratkan di PPN Pekalongan.
[Tesis]. Universitas Diponegoro. Semarang.
Purbayanto, Ari, Muhammad riyanto, ect. 2010. Fisiologi dan Tingkah Laku Ikan
pada Perikanan Tangkap [Skripsi]. IPB Press : Bogor.
Revitasari, sitha. 2016. Tingkat Pemanfataan Ikan Cakalang di Kabupaten Cilacap
[Skripsi]. IPB Press : Bogor.
Roziaty, Efri. 2016. Kajian Lichen : Morfologi, Habitat dan Bioindikator kualitas
Udara Ambien Akibat Polusi Kendaraan Bermotor. Volume 2 No. 1. ISSN
2460-1365.
64

Saputra, adi, et al. 2014. Analisis Tren Hasil Tangkapan Ikan Cakalang
(Katsuwonus Pelamis) dengan Alat Tangkap Purse Seine dan Pole And
Line (Studi Kasus Di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung). 1(6): 204-
208. ISSN 2337-4306.

Setya, et al. 2014. Iktiology. Lubuk Agung : Bandung.


Syahrir, Muhammad R. 2012. Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan di Perairan
Pedalaman Kabupaten Kutai Timur. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tim Perikanan WWF-Indonesia. 2015. Perikanan Cakalang - dengan Pancing Po
Le And Line (Huhate).
Tim anatomi. 2011. Diktat Anatomi Manusia. Laboratorium Anatomi FIK
Universitas Negri Yogyakarta. Yogyakarta.
Wibowo, Kunto dan Mohammad Adrim. 2013. Komuntas Ikan-Ikan Karang di
Teluk Prigi Trenggalek, Jawa Timur. 22(2): 29-38.
Yanglera. 2016. Penuntun Praktium Iktiology. Fakultas Perikanan dan Ilmu
kelautan, Universitas Halu Oleo. Kendari.

DAFTAR PUSTAKA

Coad BW. 2015. Review of the milkfishes of iran (Family Chanidae). Iranian
journal of Ichthyology, 2(2): 65-70
Imani, P, D., Yunianta. 2016. Ekstraksi Glatin Kulit Ikan Lencam (Lenthrinus SP)
dan Aplikasinya Untuk Produk Permen Jeli. Volume. 4. No. 1. Hal. 356-
357.
Karina, S., Rizwan, Khairunnisak. 2010. Pengaruh salinitas dan daya apung
terhadap daya tetes telur ikan bandeng (chanos chanos). Volume 1. No.
1. Hal.23-24.

Mas’ud. 2011.Prevalensi dan Derajat Infeksi Dactylogyrus Sp. Pada Insang Benih
Bandeng (Chanos Chanos) di Tambak Tradisional, Kecamatan Glagah,
Kabupaten Lamongan. Volume 3 No. 1. Hal. 1.

Prayitno SB, Sarwan, Sarjito. 2015. The diversity of gut bacteria associated with
milkfish (Chanoschanos Forskal) fromnorthern coast of Central Java,
Indonesia. Procedia EnvironmentalSciences, 2 (1): 375-384

Pratiwi, I., Halili, Mustafa, A. 2018. Studi Berapa Aspek Biologi Reproduksi Ikan
Lencam (Lethrinus Lentjam) di Perairan Tanjung Tiram Kecamatan
Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. Volume 3. No. 1. Hal. 300-
301.
65

Reshangsh, Efri. 2019. Beberapa aspek biologi ikan lecam, Lethrinus Lentjan
(Lacepede, 1802) di Perairan Bngka dan Sekitarnya. Volume 19 No. 1.
Hal. 116-117.
Suharma, Halili, Haslianti. 2018. Kajian Pola Pertumbuhan dan Fktor Kondisi
Ikan Lencam (Lethrinus Lentjam) di Perairan Tanjung Tiram Kecamatan
Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. Volume 3. No. 4. Hal.338-
339.

Syarif, E, J. 2015. Visualisasi deposit logam berat timbel (pb) pada organ hati
ikan bandeng (Chanos Chanos) Dengan perawatan rhodizona melalui
metode histoteknik. [Skripsi]. IPB Press : Makassar.
Sevtian, A. 2012. Distribusi dan Aspek Pertumbuhan Ikan Lencam (Lethrinus
Lentjam) di Perairan Dangkal Kerang Congkak, Tanaman Nasional Laut
Kepulauan Seribu, Jakarta. [Skripsi]. IPB Press : Bogor.

Anda mungkin juga menyukai