Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH

BUDIDAYA PAKAN ALAMI

Oleh :
Nama : Saufa Asvia
Nim : 1710712320014
Dosen : Dr. Noor Arida Fauzana, S.Pi., M.Si.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
A. Morfologi Spirulina sp.
Spirulina sp. merupakan mikroorganisme autotrof berwarna hijau kebiruan,
dengan sel berkoloni membentuk filamen terpilin menyerupai spiral (helix),
sehingga disebut sebagai alga hijau – biru berfilamen. Menurut Cifferi (1983) dalam
Robi (2014) diameter trikom untuk ukuran jenis kecil berkisar antara 1 – 3 µm dan
3 – 12 µm untuk ukuran jenis besar. Spirulina sp. hanya dapat dipertahankan pada
medium cair, sedangkan pada media padat akan memendek secara perlahan
tergantung kandungan air permukaan. Ciri-ciri morfologinya yaitu filamen yang
tersusun dari trikoma multiseluler berbentuk spiral yang bergabung menjadi satu,
memiliki sel berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai spiral, tidak
bercabang, autotrof, dan berwarna biru kehijauan.

Gambar 1. Spirulina sp.


(Sumber: Cifferi, 1983 dalam Robi, 2014)
Spirulina sp. merupakan mikroalga multiseluler, terdiri dari sel – sel silindris
yang membentuk koloni. Koloni tersebut merupakan hasil pembelahan sel secara
berulang – ulang pada bidang tunggal dan membentuk rantai yang disebut trikom.
Ariyati (1998) dalam Robi (2014) mengatakan bahwa struktur dinding sel Spirulina
sp. terdiri dari beberapa lapisan yaitu mukopolimer, komponen pektin dan bagian
luarnya terdapat lapisan lendir yang terbuat dari polisakarida dan tidak mengandung
bahan selulosa. Dibawah mikroskop electron dapat diketahui bahwa struktur
dinding sel Spirulina sp. terdiri dari empat lapis. Lapisan pertama yaitu lapisan
terluar terdiri dari materi yang susunannya sejajar dengan trikom. Lapisan kedua
terdiri dari benang – benang protein yang saling terikat dalam bentuk spiral yang
mengelilingi trikom. Lapisan ketiga terdapat pada bagian dalam filamen dan banyak
mengandung peptidoglikan. Lapisan ini menempel pada lapisan keempat. Lapisan
keempat merupakan lapisan yang memisahkan bagian luar dengan inti sel. Struktur
dinding sel Spirulina sp. tipis seperti pada bakteri gram negative dengan kandungan
lipid sebesar 11% sampai 22%.
Spirulina sp. berwarna hijau tua di dalam koloni besar yang berasal dari klorofil
dalam jumlah tinggi. Isi sel Spirulina sp. terbagi menjadi dua bagian yaitu
sentroplasma yang berada di bagian pusat dan dikelilingi oleh kromoplasma.
Kromoplasma adalah daerah berpigmen di luar inti sel dan berbentuk homogen,
sedangkan sentroplasma berbentuk tidak teratur, mendominasi sepertiga volume sel
dan memiliki massa yang padat, yang umumnya disebut inti. Inti ini tidak memiliki
membrane pembatas sehingga tidak mengalami pembelahan mitosis (Cifferi, 1983).
Sitoplasma Spirulina sp. tersusun atas sistem organisasi tilakoid. Tilakoid
merupakan organel sel berbentuk kantong memanjang dan dikelilingi sitoplasma
yang diselubungi oleh membrane plasma dan sifatnya non granuler. Dibagian tepi
tilakoid terkandung pigmen klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis
sehingga fungsinya sama dengan sebagai badan yang mengandung pigmen.
Spirulina sp. memiliki ribosom yang tersusun menyebar diantara tilakoid dan
seluruh matriks sitoplasmanya. Sedangkan granula lainnya berupa cyanofisin yang
mengandung protein (Ariyati, 1998 dalam Robi, 2014).
B. Klasifikasi Spirulina sp.
Klasifikasi Spirulina sp. menurut Bold dan Wynne (1985) dalam Robi (2014)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Protista
Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Ordo : Nostocales
Famili : Oscillatoriaceae
Genus : Spirulina
Species : Spirulina sp.
C. Habitat dan Makanan Spirulina sp.
Spirulina sp. merupakan phytoplankton yang dapat ditemukan pada daerah air
tawar, air payau dan asin. Round (1973) dalam Robi (2014), menyebutkan bahwa
alga Spirulina sp. dapat tumbuh di daerah tercemar dan sistem buangan air limbah.
Alga Spirulina sp. yang tumbuh di air laut dapat tumbuh sebagai epifit pada alga
lain atau tubuh cacing. Menurut Cifferi (1983), Spirulina sp. memiliki toleransi yang
cukup tinggi terhadap salinitas tempat hidupnya, sehingga mampu hidup di air
payau, air tawar, kolam pasang surut dan kolam bersalinitas tinggi. Menurut
Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) dalam Robi (2014) pH yang baik untuk
pertumbuhan Spirulina sp. berkisar antara 7,2 – 9,5. Akan tetapi, ada beberapa
spesies yang masih dapat bertahan hingga pH 11 dan mikroalga ini tumbuh baik
pada kisaran suhu sebesar antara 25 – 35oC.
Nutrien adalah bahan makanan yang diperlukan fitoplankton untuk
pertumbuhan. Fungsi utama nutrient adalah sebagai sumber energi dan bahan
pembangun sel. Nutrient/makanan yang dibutuhkan oleh Spirulina sp. terdiri dari
mikronutrien dan makronutrien. Contoh unsur hara yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan Spirulina sp. dalam jumlah besar adalah senyawa organik seperti
karbon, nitrogen, fosfor, sulfur, natrium, magnesium dan kalsium. Sedangkan
jumlah hara yang diperlukan dalam jumlah sedikit adalah besi, tembaga, mangan,
seng, silicon, boron, vanadium dan cobalt. Tiap unsur hara memiliki fungsi khusus
yang tercermin pada pertumbuhan dan kepadatan yang dicapai oleh organisme yang
dikultur tanpa mengesampingkan pengaruh dari lingkungan (Chumadi, 2004).
D. Kandungan Gizi Spirulina sp.
Spirulina sp. merupakan salah satu pakan alami yang telah dimanfaatkan
sebagai pakan alami pada budidaya organisme laut seperti rotifer, larva oyster,
kerang mutiara, abalone, udang, kakap dan kerapu. Spirulina sp. memiliki nilai
nutrisi tinggi sebagai sumber gliserol dan beta karoten hingga sebagai makanan
kesehatan (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995 dalam Robi, 2014).
Kualitas kandungan kimia tiap mikroalga berbeda – beda dipengaruhi oleh zat
hara, kondisi lingkungan seperti intensitas cahaya, lama pencahayaan, suhu dan lain
lain. Kandungan kimia suatu mikroalga dapat dilihat dari kandungan protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Hasil uji
proksimat Spirulina sp. dalam penelitian Lebeharia (2016) menunjukkan Spirulina
sp. mengandung kadar air (9,3982 %), abu (11,7626 %), protein (58,3106 %), lemak
(8,0445 %) dan karbohidrat (12,4841 %).
Tidak jauh berbeda, menurut Suminto (2009) menyatakan bahwa kandungan
protein Spirulina sp. sebesar 60 – 71 %, lemak 8 %, karbohidrat 16 %, klorofil-a 1,6
%, pikosianin 18 %, betacarotin 17 %, asam linoleate dan vitamin 20 – 30 %.
Spirulina sp. juga mengandung pigmen warna caretonoid yang tinggi serta sebagai
sumber potassium, kalsium, krom, tembaga, besi, magnesium, manganese, fosfor,
selenium dan seng.
E. Reproduksi Spirulina sp.
Spirulina sp. berkembang biak secara aseksual dengan cara membelah diri.
Pembelahan diawali dengan memutus filamen menjadi satuan – satuan sel yang akan
membentuk filamen baru. Pemutusan filamen ini akan membentuk bagian – bagian
yang disebut dengan necridia. Necridia membentuk semacam piringan yang terpisah
– pisah, kemudian hasil pembelahan tersebut berkoloni membentuk homogonia
yang memisahkan diri dari filamen induk menjadi filamen baru (Isnansetyo dan
Kurniastuty, 1995 dalam Robi, 2014). Sel – sel homogonia tersebut akan terus
bertambah jumlahnya melalui pembelahan sel, sehingga ukuran filamen bertambah
panjang dan seiring dengan pembelahan sel (Cifferi, 1983 dalam Robi, 2014).
Siklus hidup Spirulina sp. yaitu proses reproduksinya disempurnakan dengan
fragmentasi dari trikoma yang telah dewasa. Ada tiga tahap dasar pada reproduksi
Spirulina sp. yaitu proses fragmentasi trikoma, pembesaran dan pematangan sel
hormogonia, serta perpanjangan trikoma (Gambar 2). Selanjutnya trikoma dewasa
dapat dibagi menjadi filamen atau hormogonia, dan sel-sel di hormogonia akan
meningkat melalui pembelahan biner, tumbuh memanjang dan membentuk spiral.
Siklus reproduksi mikroalga tersebut berlangsung melalui pembentukan
hormogonium yang dimulai ketika salah satu atau beberapa sel yang terdapat di
tengah-tengah trikoma yang mengalami kematian dan membentuk badan yang
disebut cakram pemisah berbentuk bikonkaf. Sel-sel mati yang disebut nekrida
tersebut akan putus dengan segera, kemudian trikoma terfragmentasi menjadi koloni
sel yang terdiri atas 2-4 sel yang disebut hormogonia dan memisahkan diri dari
filamen induk untuk menjadi trichoma baru. Hormogonia memperbanyak sel
dengan pembelahan pada sel terminal. Tahap akhir proses pendewasaan sel ditandai
terbentuknya granula pada sitoplasma dan perubahan warna sel menjadi hijau
kebiruan (Cifferi, 1983).

Gambar 2. Siklus hidup Spirulina sp.


(Sumber: Cifferi, 1983)
F. Faktor Pendukung Pertumbuhan Spirulina sp.
Kondisi lingkungan dan intensitas sinar matahari berpengaruh terhadap jumlah
populasi fitoplankton. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan sel
Spirulina sp. adalah suhu, intensitas cahaya, ketersediaan makro dan mikronutrien
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995 dalam Robi, 2014). Menurut Ariyanti (1998)
dalam Robi (2014) berikut adalah faktor – faktor pendukung pertumbuhan Spirulina
sp. :
Suhu (Temperatur)
Suhu air merupakan faktor fisika yang mempengaruhi kultur alga di
laboratorium. Secara langsung suhu merupakan faktor yang mempengaruhi
proses metabolisme, sedangkan secara tidak langsung suhu akan mempengaruhi
kondisi lingkungan media pertumbuhan. Pertumbuhan kondisi lingkungan ini
nantinya akan mempengaruhi proses metabolisme dan reproduksi sel alga.
Temperatur yang baik untuk kultur alga di laboratorium berkisar antara 20oC –
30oC sedangkan temperatur optimum untuk kultur Spirulina sp. adalah berkisar
antara 30oC – 35oC.
Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap organisme air
dalam mempertahankan tekanan osmotic yang seimbang dengan air sebagai
lingkungan hidupnya. Kebanyakan alga termasuk Spirulina sp. mempunyai
toleransi yang cukup besar terhadap perubahan salinitas. Spirulina sp. merupakan
salah satu jenis mikroalga euryhaline. Kebanyakan alga sangat peka terhadap
perubahan salinitas, salinitas pada media kultur dapat mempengaruhi proses
fotosintesis.
Dalam variasi kadar salinitas air, mulai dari salinitas air tawar sampai pada
salinitas air laut (0 – 35 ppt). Spirulina sp. dapat tumbuh baik pada salinitas 15 –
20 ppt (Hariyati, 2008). Salinitas akan mempengaruhi tekanan osmosis antara sel
dan medium serta laju disosiasi senyawa anorganik nutrient alga. Bila salinitas
terlalu tinggi akan mengakibatkan media pemeliharaan bersifat hipertonis
terhadap sel dan mengakibatkan kurang baiknya penyerapan nutrient oleh sel.
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) berperan dalam menentukan kepadatan populasi,
konsentrasi karbondioksida dan keseimbangan antara karbonat dan bikarbonat
dalam suatu media kultur. Spirulina sp. tumbuh dengan baik pada kondisi pH
agak basa dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap pH basa daripada pH
asam. pH optimum dalam kultur Spirulina sp. adalah 8,5 – 9,5. Jika pH 10 atau
kurang dari 8 maka akan menghambat pertumbuhan dan ketidaksesuaian pH ini
akan menyebabkan lisis atau kerusakan sel. Hariyati (2008) menyatakan bahwa
pH untuk pertumbuhan Spirulina sp. adalah 7 – 9.
Cahaya
Cahaya merupakan faktor penting untuk kultur alga termasuk Spirulina sp.
karena intensitas cahaya merupakan sumber energi yang diikat dalam proses
fotosintesis. Cahaya adalah salah satu faktor lingkungan yang sangat
berpengaruh dalam budidaya mikroalga, karena cahaya merupakan bagian yang
sangat penting dalam pigmen fotosintetik yang menyediakan energi bagi
kehidupan mikroalga. Kekurangan cahaya dapat mengakibatkan proses
fotosintesis tidak berlangsung normal sehingga akan mempengaruhi
pertumbuhan Spirulina sp (Kusdarwati dkk, 2011). Cahaya yang diperlukan oleh
alga untuk proses fotosintesis di laboratorium dapat digantikan dengan lampu
neon (TL). Ciferi (1983) dalam Robi (2014) menyatakan bahwa intensitas cahaya
optimal untuk Spirulina sp. berkisar antara 2.000 – 3.000 lux.
G. Review Jurnal
“Uji Potensi Medium Tumbuh Berbahan Dasar Ekstrak Tauge, Ekstrak
Bekatul dan Ekstrak Kulit Pisang Pada Kultivasi Spirulina sp.”
Penulis: Hefdiyah., Arifiyanto,A., Khotim, K., Prio, M.A., Kuswitasari, N.D.

Nutrien adalah bahan makanan / medium yang diperlukan Spirulina sp. untuk
pertumbuhan. Fungsi utama nutrient adalah sebagai sumber energi dan bahan
pembangun sel. Ekstrak tauge, bekatul dan kulit pisang berpotensi menjadi salah
satu sumber nutrient dan medium tumbuh pada kultivasi Spirulina sp. Dengan
asumsi bahwa bekatul dapat menunjang pertumbuhan jamur dan ekstrak tauge
yang dapat menunjang pertumbuhan beberapa bakteri juga dapat menunjang
pertumbuhan ganggang Spirulina sp. karena ganggang Spirulina sp. bakteri dan
sebagian jamur termasuk dalam mikroorganisme yang memiliki ciri dan kebutuhan
nutrisi yang tidak terlalu jauh berbeda.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
- wadah/ toples kultur, selang udara dan pemberat
- lampu, mesin aerator, mikroskop, spektrofotometer
- timbangan analitik, gelas beaker, Erlenmeyer, plankton net dan pipet tetes
- alat pendukung lainnya, seperti alat tulis dan kamera.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
- ganggang biru dari spesies Spirulina sp., air laut
- alcohol, chlorine, Na-Thiosulfat
- ekstrak tauge, bekatul dan eksrak kulit pisang
Tahapan metode yang dilakukan pada Teknik kultivasi ganggang biru
(Cyanobacteria) Spirulina sp. dengan modifikasi medium tumbuh yang berbahan
dasar ekstrak tauge, bekatul, dan ekstrak kulit pisang adalah sebagai berikut;
pembuatan modifikasi medium, sterilisasi, kultivasi kultur, dan pengumpulan data
dan pengamatan hasil. Metode kultivasi diawali dengan sterilisasi terlebih
dahulu.Teknik sterilisasi dilakukan untuk membersihkan peralatan dan media yang
akan digunakan untuk kultivasi, sehingga ganggang yang dikultivasi dapat
terhindar dari gangguan.
Hasil seleksi kultur dengan menggunakan perlakuan modifikasi medium pada
kultur spirulina dengan menggunakan bekatul, ekstrak tauge dan kulit pisang.
Diperoleh hasil medium kultivasi spirulina menggunakan bekatul sebgai
modifikasi medium yang terpilih dari seleksi kultur, karena pertumbuhan yang
baik dan warna hijau yang lebih pekat daripada kultur Spirulina sp. pada modfikasi
medium yang lain.
Medium modifikasi Spirulina sp. menggunakan bekatul menjadi medium
tumbuh yang terpilih karena bekatul mengandung unsur hara yang diperlukan
untuk tumbuh tanaman termasuk mikroalga, yakni Nitrogen selain kandungan pati
di dalamnya demikian menurut Houston and Kohler (1982). Selain itu, Juliano dan
Bechtel (1985, Cit. Sukimin, 1988), mengemukakan bahwa bekatul pada kadar air
14% mempunyai komposisi sebagai berikut: protein 11,3-14,9%; neutral detergent
fiber 23,728,6%; asam poliuronat 1,2%; gula bebas 5,5-6,9% serta kandungan gizi
yang dimiliki bekatul padi, diantaranya adalah vitamin (seperti thiamin, niacin,
vitamin B-6), mineral (besi, fosfor, magnesium, kalium), asam amino, asam lemak
esensial, antioksidan, dietary fiber, serta komponen yang bersifat hypoallergenic
(Munif, 2009) di mana faktor ini diduga berperan penting pada kesesuaian medium
tumbuh modifikasi untuk Spirulina sp. Sebaliknya ekstrak kulit pisang dan tauge
meski bukan modifikasi medium yang lebih baik dibanding bekatul namun
memenuhi syarat sebagai medium tumbuh pada Spirulina sp.
Kesimpulan: Ekstrak bekatul menjadi medium tumbuh terpilih pada kultivasi
Spirulina sp. dilanjutkan dengan ekstrak kulit pisang dan tauge. Produksi Spirulina
sp., yang mengandung protein tinggi dengan penambahan medium tumbuh terpilih
akan lebih baik dioptimalkan untuk kepentingan biofarmasi, dan kosmetik.
Sedangkan Spirulina sp., berkadar lemak tinggi akan baik digunakan untuk
kepentingan produksi bioenergi khususnya biodiesel, dan Spirulina sp.,
berkarbohidrat tinggi dapat diarahkan untuk produksi bioenergi seperti bioetanol
dan produksi pati.

“Pengaruh Perbedaan Warna Cahaya Terhadap Pertumbuhan Kultur


Spirulina sp.”
Penulis: Rahayu Kusdarwati, Reista Herwiyanti Bustaman dan Muhammad Arief

Cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh


dalam budidaya mikroalga, karena cahaya merupakan bagian yang sangat penting
dalam pigmen fotosintetik yang menyediakan energi bagi kehidupan mikroalga.
Kekurangan cahaya dapat mengakibatkan proses fotosintesis tidak berlangsung
normal sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan Spirulina sp. Cahaya adalah
sumber energi pada proses fotosintesis, oleh karena itu intensitas, kualitas dan
periode penyinaran perlu diperhatikan. Kualitas cahaya dalam hal ini dimaksud
dengan perbedaan warna cahaya yang digunakan pada pertumbuhan kultur
Spirulina sp. Cahaya tersebut dapat berasal baik dari alam atau dari lampu.
Bahan penelitian yang digunakan:
- inokulan Spirulina sp., ZA sebanyak 4 gram
- TSP sebanyak 6 gram, urea sebanyak 16 gram
- air tawar dan air laut, aquades
- alkohol 70%, khlorin dan Na Thiosulfat.
Peralatan yang digunakan adalah:
- botol kultur bervolume 3 liter dengan jumlah 15 botol
- gelas ukur, plastik hitam sebagai sekat, rak kultur
- lampu TL 32 Watt berjumlah 5 buah
- aerator, selang aerasi, pipet tetes
- pipet volume, corong air, kertas saring
- kasa, alumunium foil, kapas, tissue, haemocytometer
- autoclave, handcounter, pH paper, lux meter
- refraktometer, termometer dan mikroskop.
Data hasil penelitian disajikan secara deskriptif, Berikut ini adalah perlakuan
warna cahaya dan lama penyinaran.
1. 12 Jam Terang : 12 Jam Gelap + cahaya putih.
2. 12 Jam Terang:12 Jam Gelap + cahaya merah.
3. 12 Jam Terang : 12 Jam Gelap + cahaya hijau.
4. 12 Jam Terang : 12 Jam Gelap + cahaya kuning.
5. 12 Jam Terang : 12 Jam Gelap + cahaya biru.
Sumber pencahayaan digunakan lampu neon (TL) 32 watt dengan intensitas
cahaya 1800 - 1900 lux. Perlakuan lampu TL menggunakan lampu berwarna hijau,
kuning, biru, merah, putih. Kontrol adalah lampu TL yang menggunakan lampu
warna putih. Parameter utama dalam penelitian ini adalah populasi Spirulina sp.
Parameter pendukung dalam penelitian adalah suhu, pH, dan salinitas. Pengukuran
suhu menggunakan termometer, pengukuran pH menggunakan pH universal, dan
pengukuran salinitas menggunakan refractometer
Hasil pengamatan penelitian berupa populasi Spirulina sp. digunakan untuk
mengetahui pengaruh pemberian perbedaan warna lampu terbaik dan waktu
penyinaran 12 jam terang dan 12 jam gelap terhadap populasi Spirulina sp.
Populasi tertinggi pada fase eksponensial diperoleh pada perlakuan A (Putih) yaitu
9.83 x 104 sel/ml dan populasi terendah pada fase eksponensial diperoleh pada
perlakuan D (Merah) yaitu 1.67 x 104 sel/ml.
Warna cahaya putih (kontrol) memiliki komponen cahaya yang paling lengkap
karena merupakan gabungan dari beragam sinar dan intensitas yang paling tinggi,
sehingga mengandung energi paling besar diantara warna cahaya yang diujikan
dan panjang gelombang yang dihasilkan pada waktu penelitian sebesar 2500 lux.

Kesimpulan: Pertumbuhan populasi Spirulina sp. yang dikultur pada media


dengan penambahan warna cahaya dapat ditingkatkan dengan menggunakan
warna cahaya putih.
DAFTAR PUSTAKA

Ariyati, S., 1998. Pengaruh Salinitas dan Dosis Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan
Populasi Spirulina sp. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan IPA.
Univeristas Diponegoro. Semarang.

Bold, H.C. dan Wynne. 1985. Introduction of The Algae: Second Edition. Prentice Hall.
Engle Wood.

Cifferi, O., 1983. Spirulina, The Edible Organism. Volume 47, Nomor 4, American
Society for Microbiology. USA.

Chumadi, S. Ilyas, Yunus, M.Sahlan, R.Utami, A.Priyadi, P.T. Imanto, S.Hartati,


Bastiawan, Z.Jangkaru dan R.Arifudin. 2004. Pedoman Teknis Budidaya
Pakan Alami Ikan dan Udang. Pusat Pengembangan Perikanan. Jakarta.

Hariyati, R., 2008. Pertumbuhan dan Biomassa Spirulina sp. dalam Skala Laboratoris.
Laboratorium Ekologi dan Biosistematik. Fakultas Matematika dan IPA
Univeristas Diponegoro.

Hefdiyah., Arifiyanto,A., Khotim, K., Prio, M.A., Kuswitasari, N.D. 2016. Uji Potensi
Medium Tumbuh Berbahan Dasar Ekstrak Tauge, Ekstrak Bekatul dan
Ekstrak Kulit Pisang Pada Kultivasi Spirulina sp. Jurusan Biologi Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton.


Penerbit Kanisius: Yogyakarta.

Kusdarwati, Rahayu., Bustaman, Reista Herwiyanti., Arief Muhammad. 2011.


Pengaruh Perbedaan Warna Cahaya Terhadap Pertumbuhan Spirulina sp.
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol.3 No.2. Universitas Airlangga.
Surabaya.

Lebeharia, Siti Maesaroh. 2016. Pertumbuhan dan Kualitas Biomassa Spirulina


platensis yang Diproduksi pada Media Zarouk Modifikasi. Skripsi. Program
Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta.

Robi, Nur Hidayati. 2014. Pemanfaatan Ekstrak Tauge Kacang Hijau (Phaseolus
radiatus) sebagai Pupuk Untuk Meningkatkan Populasi Spirulina sp. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya.

Suminto. 2009. Penggunaan Jenis Media Kultur Teknis terhadap Produksi dan
Kandungan Nutrisi Sel Spirulina platensis. Program Studi Budidaya Perairan
Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Diponegoro.
Semarang.

Anda mungkin juga menyukai