Anda di halaman 1dari 27

TUGAS MAKALAH

MANAJEMEN PRODUKSI BENIH


PENENTUAN SKALA USAHA UDANG VANAME
(Litopenaeus vannamei)

OLEH :

SAUFA ASVIA (1710712320014)


NURLIZHA NOVIANI PURNAWAN (L1B017038)
ELYYNA INTAN ETIKASARI (1710712210032)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Manajemen Produksi
Benih Penentuan Skala Usaha Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei) yang
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Produksi Benih.
Makalah ini berisi penjelasan mengenai skala usaha, target produksi, dan
rencana prouksi usaha udang vaname. Dalam penyusunan makalah ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Manajemen
Produksi Benih Bapak Dr. Ir. H. Muhammad, MP. yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan serta teman-teman yang telah memberikan dukungan
dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu penulis meminta maaf atas kekurangan dari makalah
ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini dan menjadikan pembuatan makalah yang lebih baik
selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Banjarbaru, Oktober 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .............................................................................. 2


DAFTAR ISI ............................................................................................. 3
DAFTAR TABEL ..................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ 3
BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................... 6
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 6
1.2. Tujuan ....................................................................................... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 8
2.1. Persyaratan Lokasi .................................................................... 11
2.2. Teknik Budidaya ....................................................................... 13
BAB 3. RENCANA PEMBENIHAN ....................................................... 16
3.1. Target Produksi ......................................................................... 16
3.2. Sarana Produksi ........................................................................ 16
3.3. Tenaga Kerja ............................................................................. 20
3.4. Analisa Usaha dan Biaya Produksi ........................................... 20
3.5. Jadwal Kegiatan ........................................................................ 21
3.6. Tata Letak Unit Pembenihan .................................................... 22
BAB 4. PENUTUP ................................................................................... 25
4.1. Kesimpulan ............................................................................... 25
4.2. Saran ......................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA

3
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Karakteristik Pemilihan Calon Induk Vaname ................................. 8
2. Parameter untuk Menentukan Induk Vaname yang Baik ................. 8
3. Jadwal Kegiatan Selama 1 Periode Pemeliharaan ............................ 21

4
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Site-plan usaha budidaya vaname dengan sistem RAS .................... 14
2. Obat – obatan, hormone dan multivitamin ....................................... 19

5
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Wilayah pesisir dan lautan mempunyai peran yang penting sebagai sumber
penghidupan bagi penduduk Indonesia. Kedua wilayah ini diperkirakan menjadi
tumpuan bagi pembangunan bangsa Indonesia di masa depan. Hal ini disebabkan
sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah pesisir dan laut yang
memiliki berbagai sumber daya alam serta jasa lingkungan yang beragam. Ada
beberapa sumber daya alam pesisir yang dapat dikelola dan dikembangkan,
diantaranya sumber daya perikanan yang mencakup sumber daya perikanan
tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan budidaya meliputi budidaya payau,
pantai dan laut. Semakin menurunnya produksi yang dihasilkan oleh perikanan
tangkap, maka usaha pemanfaatan lahan tambak, khususnya budidaya air payau
(tambak udang) diharapkan mampu menopang target produksi nasional perikanan
(Alikodra, H, S. 2005).
Budidaya merupakan salah satu kegiatan alternatif dalam meningkatkan
produksi perikanan (Hikmayani et al., 2012; Karuppasamy et al., 2013). Syarat
terlaksananya kegiatan budidaya adalah adanya organisme yang dibudidayakan,
media hidup organisme, dan wadah/ tempat budidaya. Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) merupakan salah satu jenis udang yang sering dibudidayakan. Hal ini
disebabkan udang tersebut memiliki prospek dan profit yang menjanjikan (Babu et
al., 2014). Kegiatan kultivasi vaname (Litopenaeus vannamei) meliputi kegiatan
pembenihan dan pembesaran. Untuk menghasilkan komoditas udang vaname yang
unggul, maka proses pemeliharaan harus memperhatikan aspek internal yang
meliputi asal dan kualitas benih; serta faktor eksternal mencakup kualitas air
budidaya, pemberian pakan, teknologi yang digunakan, serta pengendalian hama
dan penyakit (Haliman dan Adijaya, 2005).
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan udang introduksi dan
pembudidayaannya merupakan prospek usaha yang menjanjikan. Kehadiran udang
vaname ini diharapkan dapat menarik kembali investasi diusaha pertambakan
udang. Usaha budidaya udang vaname saat ini sudah dilakukan oleh sejumlah
pembudidaya di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini disebabkan keuntungannya

6
yang memiliki waktu budidaya relatif singkat yaitu kurang lebih 90 hari, selain itu
udang vaname juga lebih tahan akan penyakit (Zulfanita & Hasanah, 2006).
Budidaya pertambakan menjadi motor penggerak sektor riil maka dari itu
pengembangannya harus memperhatikan kaidah ekonomi dengan keterkaitannya
terhadap berbagai aspek. Perencanaan produksi yang matang dan terorganisir akan
menghasilkan output yang maksimal (kualitas komoditas budidaya) dan sustainable
(berkelanjutan). Hal ini lah yang melatarbelakangi pentingnya perencanaan lebih
awal mengenai keperluan dan kebutuhan dalam pembenihan dari beberapa aspek.
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui karakteristik teknologi pembenihan dan pembesaran udang
vaname (Litopenaeus vannamei).
2. Mengetahui faktor produksi yang mempengaruhi usaha udang vaname
(Litopenaeus vannamei).
3. Mengetahui skala usaha produksi pada budidaya udang vaname
(Litopenaeus vannamei).

7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Secara garis besar morfologi udang vaname (Litopenaeus vannamei)


terdiri dari dua bagian utama yaitu kepala (chepalothorax) dan perut (abdomen).
Kepala udang vaname (Litopenaeus vannamei) dibungkus oleh lapisan kitin yang
berfungsi sebagai pelindung, terdiri dari antennulae, antenna, mandibula, dan dua
pasang maxillae. Kepala udang vaname dilengkapi dengan tiga pasang maxilliped
dan lima pasang kaki jalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda) (Kitani, 1994
dalam Nadhif, 2016).
Jenis kelamin udang vaname (Litopenaeus vannamei) dapat dilihat dari
luar. Pada udang betina disebut thelicum yang terletak diantara kaki jalan ke 4 dan
4, pada udang jantan disebut patasma terletak diantara kaki jalan ke 5 dan kaki
renang pertama. Secara sepintas kemampuan seekor calon induk ungtuk
menghasilkan telur sulit diduga melalui bentuk tubuhnya. Akan tetapi melalui
pengamatan, bentuk tubuh yang relatif mendatar cenderung memiliki respon yang
positif terhadap ablasi mata (Kokarkin, 1986 dalam Nadhif, 2016).
Tabel 1. Karakteristik Pemilihan Calon Induk

Tabel 2. Parameter untuk Menentukan Induk Vaname yang Baik

Calon induk yang akan dibawa ke hatchery sebagai induk harus diseleksi
terlebih dahulu. Karakteristik lain yang perlu dipertimbangkan dalam seleksi calon
induk adalah dilihat dari organ reproduksi yang dalam kondisi baik dan calon

8
indukan harus bebas penyakit atau SPF (Spesific Pathogen Free) yang dideteksi
dengan analisa PCR (RSNI induk udang vaname, 2004) dan mendapat surat
keterangan asal (SKA), sehingga dapat menghasilkan nauplius yang berkualitas
dan bebas dari penyakit. Kriteria tersebut diperlukan untuk menentukan calon induk
yang berkualitas, tidak cacat dan sehat, sehingga dapat bereproduksi dengan baik
(Anam, 2016).
Pada udang betina, kematangan gonad dicirikan dengan perkembangan
ovary pada bagian dorsal tubuh udang berwarna orange yang terlihat semakin jelas,
membentuk garis tebal dan menggelembung sampai ke bagian kepala Hal ini sesuai
dengan pendapat Kokarkin et al., (1986) yang menyatakan bahwa pada induk
matang telur warna ovary terlihat semakin jelas dan tebal. Sedangkan pada udang
jantan, kematangan gonad terlihat jelas pada kantung sperma yang berwarna putih
berisi sperma yang terletak didekat kaki jalan.
Proses perkawinan induk udang di lokasi praktek biasanya terjadi pada
saat matahari terbenam. Hal ini sesuai dengan pemaparan Suharyati et al., (2009),
yang menyatakan bahwa proses kawin alami pada kebanyakan udang biasanya
terjadi pada waktu malam hari, tetapi pada udang vaname paling aktif melakukan
kawin pada saat matahari terbenam. Pemijahan dapat diketahui dengan melihat
tingkah laku induk jantan yang berenang mengikuti induk betina. Udang betina
yang telah dibuahi ditandai dengan adanya sperma berwarna putih yang menempel
pada thelycum. Sedangkan ciri-ciri pembuahan yang baik adalah sperma yang
menempel pada induk betina membentuk huruf V (Anam, 2016).
Reproduksi pada udang merupakan proses fisiologis sangat erat kaitannya
dengan proses molting. Selama siklus reproduksi, gonad akan mengalami
perubahan morfologi dan fisiologi yang membutuhkan energi cukup besar. Selama
proses pematangan gonad induk dibutuhkan energi pakan yang dapat menopang
perkembangan sel telur induk udang betina dan sel sperma induk jantan menjadi
matang, Sehingga pada tahap perkembangan tersebut, pakan menjadi penyumbang
nutrisi yang terpenting dan esensial (Romadlon, 2019).
Suhu optimal untuk pertumbuhan udang vaname adalah berkisar antara 26-
32°C. Jika suhu lebih dari angka optimum, maka metabolisme udang akan
berlangsung cepat dan kebutuban oksigen akan meningkat. Kadar oksigen dalam

9
tambak mengalami titik jenuh pada kadar yang berkisar antara 7-8 ppm. Namun
udang dapat tumbuh baik pada kadar oksigen minimum berkisar antara 4-6 ppm
(Suyanto dan Mudjiman, 2001) Pada kisaran suhu yang optimal, konsumsi
oksigen cukup tinggi sehingga nafsu makan udang tinggi dan pada suhu dibawah
20°C, nafsu makan udang menurun (Wardoyo, 1997).
Pertumbuhan udang dipengaruhi oleh kepadatan udang yang dipelihara
(Budiardi, 2005). Kepadatan tinggi akan meningkatkan kompetisi dalam tempat
hidup, makanan, dan oksigen. Sehingga untuk kolam intensif harus diimbangi
dengan teknologi yang tepat. Kemudian untuk efektivitas pemberian pakan dapat
dilihat berdasarkan perhitungan FCR. Pada umumnya nilai FCR pada tambak
vaname berkisar 1.4 – 1.8. Dengan mengetahui nilai FCR, pembudidaya dapat
meminimalisir pengeluaran biaya (Arsad et al, 2017).
Selain kompetisi, padat tebar yang tinggi dan pemberian pakan pada udang
vaname yang banyak dapat menurunkan kondisi kualitas air. Hal ini diakibatkan
adanya akumulasi bahan organik (Yuniasari, 2009), karena udang meretensi
protein pakan sekitar 16.3-40.87 % dan sisanya dibuang dalam bentuk ekskresi
residu pakan, serta feses (Hari et al., 2004). Oleh karena itu, manajemen kualitas
air selama proses pemeliharaan mutlak diperlukan. Beberapa parameter kulitas air
yang sering diukur dan berpengaruh pada pertumbuhan udang yaitu oksigen terlarut
(DO), suhu, pH, salinitas, amonia, dan alkalinitas (Wiranto dan Hermida, 2010).
Ketersediaan benih merupakan salah satu faktor utama kegiatan produksi
udang vaname baik untuk tujuan konsumsi maupun calon induk, sehingga jumlah,
mutu dan waktu yang tepat sangat mutlak diperlukan. Peningkapan kebutuhan
induk dan benih udang vaname yang berkualitas menuntut terus dikembangkannya
inovasi teknologi reproduksi untuk menghasilkan induk dari satu generasi ke
generasi berikutnya dengan performa yang semakin baik.
Benih udang (benur) yang digunakan dalam usaha budidaya harus
memiliki SPF (Spesific Pathogen Free), PL 8-9, tahan terhadap perubahan
lingkungan dan tahan terhadap penyakit. Menurut (Haryanti et al., 2003; Kordi
dan Tancung, 2007) ciri benih udang yang bagus diantaranya ukuran benih
seragam, panjang benih > 6 mm, aktif berenang secara menyebar dan melawan arus,
tubuh berwarna bening transparan, serta terbebas dari infeksi virus dan bakteri.

10
Penebaran benih (benur) dilakukan pada saat pagi atau sore hari untuk
menghindari suhu yang terlalu tinggi. Hal ini untuk menghindari stress pada benih.
Sebelum dimasukkan ke tambak, benih diaklimatisasi terlebih dahulu dengan cara
meletakkan plastik berisi benur ke atas air tambak. Proses ini berlangsung sekitar
15 menit.
Tahapan manajemen budidaya pembesaran vaname secara menyeluruh
mencakup persiapan tambak, penebaran benur dan aklimatisasi, monitoring pakan,
monitoring kualitas air, dan pemanenan. Berikut tahapan rancangan penelitian
dalam teknik pembesaran udang vaname di lapangan: Persiapan tambak merupakan
kegiatan awal yang sangat menentukan keberhasilan budidaya. Oleh karena itu
dalam persiapannya harus dilakukan secara benar dan maksimal. Persiapan tambak
yang baik akan mendukung tingkat kelulus hidupan (survival rate) dan tingginya
produksi hasil panen. Persiapan tambak mencakup konstruksi tambak, desain
petakan tambak, saluran pemasukan dan pengeluaran air, pematang tambak, dan
pengolahan lahan (Arsad et al, 2017).
2.1. Persyaratan Lokasi
Persyaratan yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi tambak
usaha budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) adalah sebagai berikut:
Topografi
Merupakan tingkat kerataan lahan. Untuk mengetahui tingkat kerataan lahan
dilakuan pemetaan secara ”grid” dengan scale 1:25 s/d 1:100. Lokasi tambak
harus memiliki kontur yang relatif rata dan elevasi ideal, hal ini untuk
mempermudah pengerjaan pembuatan tambak dengan biaya yang rendah.
Lokasi tambak yang bergelombang tidak menguntungkan dari segi rancang
bangun maupun operasional tambak nantinya.
Elevasi
Atau kemiringan lahan. Berkaitan dengan kemampuan irigasi tanah. Lahan yang
sudut elevasinya terlalu besar akan menyulitkan dalam pembangunan tambak
terutama pada bagian hulu. Pengelolaan air pada bagian hulu banyak mengalami
kendala yakni tidak mendapatkan air pasok yang cukup setiap saat baik kualitas
atauapun kuantitas sehingga dalam pemasukan air diperlukan pompa atau

11
menggali tanah yang lebih dalam sehingga penggalian tanah ini akan berpeluang
munculnya pyrit.
Vegetasi
Merupakan petunjuk alami mengenai jenis tanah, elevasi, salinitas, kandungan
tanah asam sulfat dan berkaitan dengan sumber mineral tanah yang terkandung
di sekitar lokasi tersebut.
Sumber Air
Suplai air dalam jumlah yang cukup tersedia (debit air cukup), ada sepanjang
tahun, tidak adanya tingkat pencemaran, parameter fisik dan kimia air. Keluar
masuknya air ke dalam tambak cukup dengan gaya gravitasi pada saat air pasang.
- Kualitas Air
Kualitas air yang digunakan berpatokan pada standar baku mutu air sesuai
dengan peruntukan budidaya.
- Pasang Surut
Jenis perairan baik itu payau atau tawar tergantung dari jenis kultivan (udang)
yang akan di pelihara, untuk daerah pertambakan yang cocok adalah daerah
pasang surut dengan fluktuasi pasang surut 2 -3 meter.
Tanah
Tekstur tanah berkaitan dengan kemampuan tanah untuk dibentuk dan dijadikan
tanggul sehingga mampu menahan tekanan air sampai ketinggian yang
diinginkan. Tekstur tanah yang ideal untuk kegiatan usaha budidya udang adalah
tanah liat berpasir (sandy clay) atau liat berlumpur (clay loam) karena tanah
tersebut baik untuk pematang karena kompak, kuat, dapat menahan air dan tidak
pecah pecah.
Iklim
Indonesia merupakan daerah dengan 2 iklim (penghujan dan kemarau).
Mengingat perkembangan zaman sekarang dengan pemanasan global ini sukar
dipastikan kapan musim penghujan dan kapan musim kemarau. Meski begitu
bagi calon petambak yang akan menentukan calon lokasi tambak perlu
melakukan pencatatan data curah hujan. Data ini bisa di peroleh di BMG (Badan
Meterologi Geofisika). Data curah hujan dan angin penting bagi perencanaan

12
tata letak (lay out) dan desain tambak dan perencanaan waktu pembangunan
konstruksi di mulai (Trobos, 2008).
Non Teknis
- Transportasi, erhubungan sarana produksi dan pemasaran hasil. Kemudahan
sarana dari segi ekonomis bisa menekan biaya operasional selain itu
memperpendek waktu pengangkutan hasil panen sehingga hasil panen dapat
diterima pasar dengan kondisi yang lebih fresh sehingga menaikkan angka jual.
- Tenaga Kerja, sumber daya manusia yang cukup terampil dan ahli dalam
menangani budidaya sebagai penentu keberhasilan karena dalam hal
pemeliharaan dibutuhkan monitoring secara berkala.
- Dukungan pemerintah, melalui instansi-instansi yang terkait sangat
memperlancar usaha terutama dalam hal :
a. Kemudahan fasilitas perijinan, legalitas kepemilikan tambak
b. Penyediaan sarana dan prasarana produksi (pembangunan jalan dan
perbaikan jaringan pengairan)
c. Pemasaran hasil
d. Penyuluhan tentang pertambakan
e. Keamanan
f. Terjangkau listrik PLN dan jaringan telkom
2.2. Teknik Budidaya

Teknik Budidaya udang vanname (Litopenaeus vannamei) pada penentuan


skala usaha ini dilakukan secara intensif. Pembudidayaan udang secara intensif
dilakukan dengan penggunaan flok dan pemberian probiotik yang juga merupakan
solusi dari problematika kualitas air. Prinsip sistem flok yaitu memanfaatkan
bakteri sebagai sumber nutrisi yang dikembangkan dalam sistem heterotrof, yakni
memanfaatkan limbah nitrogen dari sisa pakan dan feses sebagai pemicu
pertumbuhan bakteri yang nantinya membentuk flok (Avnimelech, 1999).
RAS (Resirculating Aquaculture System) atau yang sering disebut dengan
akuakultur resirkulasi adalah sebuah sistem sirkulasi air tambak dengan
menggunakan kembali (reuse) air untuk budidaya habitat air, sehingga dapat
mengurangi penggunaan air dari luar sistem. Dimana air tambak yang telah

13
digunakan untuk budidaya dan telah mengalami penurunan kualitasnya, dapat
digunakan kembali setelah mengalami proses filtrasi.
Sistem akuakultur resirkulasi memiliki kelebihan diantaranya:
- Penggunaan air lebih hemat
- Flexibilitas lokasi budidaya
- Lebih hiegenis
- Kebutuhan ruang atau lahan relative kecil
- Kemudahan dalam mengendalikan dan memelihara
- Kemudahan dalam mempertahankan suhu dan kualitas air
- Ramah lingkungan, aman dari pencernaan yang terjadi di luar lingkungan
perairan

Gambar 1. Site-plan usaha budidaya vaname dengan sistem RAS


Pada teknologi budidaya udang pola intensif agar dapat terbentuk bioflok,
maka rasio C/N harus ditingkatkan >10:1, kemudian sedikit atau tidak sama sekali
dilakukan penggantian air dan diberi aerasi yang kuat dan merata, sehingga oksigen
tidak pernah lebih rendah dari 4 mg/L (Avnimelech, 2009). Untuk meningkatkan
rasio C:N, maka beberapa sumber C-karbohidrat dapat ditambahkan, di antaranya
molase (Samocha et al., 2006), tepung tapioka (Hari et al., 2004), glukosa dan
gliserol (Ekasari, 2008), sukrosa (Kartika, 2009).
Perubahan rasio C/N menjadi >10:1 dalam air tambak akan mengubah
sistem dalam tambak yaitu dari autotrof di mana untuk mengendalikan kondisi

14
kualitas air hanya mengandalkan kelimpahan dan keragaman fitoplankton,
kemudian berubah menjadi heterotrof yaitu untuk mengendalikan kondisi kualitas
air hanya mengandalkan bakteri. Menurut McIntosh (2000), perubahan di tambak
udang intensif dari sistem autotrof ke heterotrof terjadi pada minggu ke-9 atau 10,
di mana tanda-tandanya adalah terjadi busa yang biasanya muncul di permukaan air
tambak.
Bioflok terdiri atas partikel serat organik yang kaya selulosa, partikel
anorganik kalsium karbonat hidrat, biopolymer, bakteria, protozoa, detritus, ragi,
jamur, dan zooplankton (Anonim, 2009). Bioflok juga mengandung vitamin yang
fungsinya dapat menggantikan vitamin yang disuplai melalui pakan komersial
(Tacon et al., 2002) dan enzim yang dapat membantu proses pencernaan pakan
pada udang, sehingga udang menjadi tumbuh lebih cepat (Moss et al., 2001).
Dengan demikian, apabila dalam tambak telah terbentuk bioflok dan
bioflok tersebut dimakan oleh udang, maka akan menghemat pakan yang diberikan
pada udang. Saenphon et al. (2005) menyatakan bahwa bioflok mudah terbentuk
pada tambak yang menggunakan plastik High Density Polyethylene (HDPE).
Pemanfaatan bioflok pada budidaya udang di tambak di samping untuk
mengefisienkan biaya produksi, diharapkan juga mampu meminimalisir risiko
serangan penyakit misalnya WSSV, Mio, Vibrio sp., dan lainnya.

15
BAB 3. RENCANA PEMBENIHAN

3.1. Target Produksi


• Target produksi 1.500.000 benur/tahun.
• Fekunditas atau jumlah telur per induk betina 89.670 butir telur
• Siklus pemijahan 3 kali/tahun
• Tingkat penetasan 85 %
• Sintasan larva sampai umur 7 hari 75%, umur 30 hari 85%
• Jumlah induk yang dibutuhkan untuk memenuhi target
Penyelesaian :
Jumlah induk yang dibutuhkan
• Benih umur 30 hari = 1.500.000 : 85% = 1.764.705,882
• Larva umur 7 hari =1.764.705,882 : 75% = 2.352.941,176
• Jumlah telur yang dibutuhkan = 2.352.941,176 : 85 % = 2.768.166,09
• Jumlah induk betina yang dibutuhkan = 2.768.166,09 : 89.670 : 3
= 10,290
= 10 ekor induk betina
3.2. Sarana Produksi
 Alat
Alat yang diperlukan pada budidaya udang adalah :
1. Pompa 13. Seser/serok
2. Plastik HDPE 14. Akuarium
3. Bak Induk 15. Akuarium segitiga
4. Besi Penopang 16. Jala / Ancho
5. Bak Pendederan 17. Kincir Air / Paddlewheel
6. Aerator / Root Blower 18. Siphon
7. Pipa PVC 19. Saringan
8. Central Drain 20. Heater
9. Pressure sand filter
10. Difusser oksigen
11. Touring Turbine
12. Baskom

16
 Induk
Induk untuk usaha budidaya berjumlah sebanyak 20 ekor dengan 11
indukan betina dan 9 indukan jantan yang dibeli pada balai perikanan. Induk
yang digunakan adalah induk yang telah melalui proses seleksi induk dan
tahan penyakit dengan diberi pakan segar, buatan dan pakan tambahan,
dipelihara dalam wadah terpisah antara jantan dan betina. Seleksi induk
matang gonad dilakukan sebanyak dua kali sehari. Induk betina yang
matang telur dipindahkan ke bak jantan yang sekaligus sebagai tempat
pemijahan. Setelah proses pemijahan berhasil dan dihasilkan telur, indukan
undang dapat diangkat untuk dipisahkan dan dilanjutkan dengan seleksi
nauplii dengan kualitas yang terbaik.
 Pakan
Pemberian pakan dilakukan sesuai dengan tahap pertumbuhannya,
pemberian pakan induk berbeda dengan pakan nauplii dan benur. Setiap
seminggu sekali pakan yang diberikan dicampur dengan penambahan
probiotik atau multivitamin untuk pengkayaan nutrisi pakan. Teknis
pemberian pakan pada udang vaname (Litopenaeus vannamei) dilakukan
dengan mematikan aerator 15 menit sebelum penebaran pakan, pakan
ditebar secara merata pada seluruh petakan tambak/kolam, aerator kembali
dinyalakan 15 menit setelah penebaran pakan. Prinsip pemberian pakan
adalah 5 % dari berat tubuhnya setiap hari. Penyimpanan pakan dilakukan
pada tempat yang terlindung, kering dan bebas dari hewan pengganggu.
- Pakan Larva
Pengelolaan pakan pada pemeliharaan larva udang vaname terdiri dari jenis
pakan yang diberikan, dosis pemberian pakan, frekuensi pemberian pakan,
waktu pemberian pakan, maupun cara pemberian pakan. jenis pakan yang
diberikan ke larva udang vaname selama proses pemeliharaan yaitu pakan
alami fitoplankton dan zooplankton serta pakan komersial atau pakan
buatan.
Pakan alami fitoplankton: Thallasiosira sp.
Pakan alami zooplankton: Artemia salina.
Harga starter Artemia salina = Rp. 730.000 x 1 kaleng = Rp. 730.000
Pakan buatan: Feng Li 0
Harga pakan Feng Li 0 = Rp. 215.000 x 3 sak (10 kg) = Rp. 645.000
Jumlah larva 7 hari 2.352.941 dikali dengan berat satu larva rata-rata
0,01 gram maka 2.352.941 x 0,01 gram= 23.529 gram. Untuk mengetahui
jumlah pakan yang harus diberikan dalam satu hari dikali dengan 5% dari
bobot biomassa larva dimana 23.529 gram x 5% = 1.176 gram/hari.
Pemberian pakan ini diberikan selama 20 hari maka pakan yang diperlukan
yaitu 23,5 kg
Harga pakan Feng Li 1 = Rp. 225.000 x 2 sak (10 kg) = Rp. 450.000
Harga pakan Feng Li 2A = Rp.225.000 x 1 sak (10 kg) = Rp. 225.000
Jumlah benur 30 hari 1.764.706 dikali dengan berat satu larva rata-
rata 0,01 gram maka 1.764.706 x 0,01 gram= 17.647 gram. Untuk
mengetahui jumlah pakan yang harus diberikan dalam satu hari dikali
dengan 5% dari bobot biomassa larva dimana 17.647 gram x 5% = 882
gram/hari. Pemberian pakan ini diberikan dari hari ke-30 hingga minggu ke-
3 pemeliharaan (30 hari) yang diperlukan yaitu 26,4 kg
- Pakan Induk
Untuk mempercepat kematangan gonad induk dilakukan dengan pemberian
pakan tambahan kaya nutrisi, sehingga induk yang akan digunakan dalam
kegiatan pemijahan dapat menghasilkan telur yang berkualitas baik dengan
fekunditas serta hatching rate (HR) yang baik pula. Telur yang berkualitas
baik akan sangat berpengaruh terhadap kualitas naupli dan kualitas naupli
juga akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan selanjutnya pada
pemeliharaan larva. Pakan yang diberikan di lokasi praktek adalah tiram,
cacing laut serta cacing Lumbricus yang memiliki kandungan protein cukup
tinggi sehingga dapat merangsang dan memacu kematangan gonad induk,
baik jantan maupun betina.
Sebagai suplemen pada pakan induk juga ditambahkan vitamin B kompleks
sebanyak 5 ml yang diberikan dengan cara dicampurkan ke dalam pakan
dengan dosis 1 gram/kg pakan. Vitamin cukup diberikan pada tiram saja
karena cacing sudah memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik sehingga

18
tidak perlu ditambahkan suplemen tambahan. Selain itu cacing juga banyak
mengeluarkan mocus atau lendir, sehingga sulit dalam penyerapan vitamin.

Jumlah induk dipelihara 20 ekor dengan berat biomassa 810 gram (35 gram
induk jantan, 45 gram induk betina),
(9 induk jantan) 315 gram x 3% dari bobot biomassa = 9,45 gr/hari
(11 induk betina) 495 gram x 3% dari bobot biomassa = 14,85 gr/hari
Total keseluruhan = 24,3 gram
Maka pemberian pakan buatan (pellet) selama 1 tahun memerlukan pakan
sebanyak 24,3 gram x 365 hari = 8.869,5 gram atau 8,9 kg pakan sedangkan
1 sak pakan seberat 25 kg maka pakan yang dibeli sebanyak 1 sak.
Harga Pakan Feng Li 3M = Rp. 460.000 x 1 sak (25 kg) = Rp. 460.000
 Pupuk dan Pengapuran
Pengapuran dan pemupukan tidak dilakukan dikarenakan skala
usaha besar dan teknik pembudidayaan dikerjakan intensif. Berbeda halnya
dengan usaha skala kecil maka teknik pembudidayaan dilakukan secara
konvensional/tradisional dan akan dilakukan pengolahan dasar kolam.
 Obat-obatan/hormon, dll
Obat yang digunakan adalah obat yang bersifat Algacide, seperti
Copperin dan Copper Control. Selain itu menggunakan Multivitamin
dengan merk pasaran berupa Stroner dan Prohepa. Untuk hormon yang
digunakan dengan pemberian rGH yang dapat meningkatkan laju
pertumbuhan pada udang.

Gambar 2. Obat – obatan, hormon dan multivitamin

19
3.3. Tenaga Kerja
Besaran tenaga kerja yang digunakan adalah sebanyak 4 orang untuk 1 kali
periode pemeliharaan dengan sistem Hari Kerja (HK), diduga semakin besar
HK yang digunakan dalam usaha budidaya udang vanname maka semakin
bertambah jumlah hasil produksi udang vanname.
Tenaga Kerja memerlukan 4 orang dengan gaji 1 bulan Rp. 1.500.000.
Selama (1 tahun) 12 bulan x 1.500.000 = Rp. 18.000.000 x 4 orang = Rp.
72.000.000
3.4. Analisa Usaha dan Biaya Produksi
Besaran biaya produksi yang dikeluarkan untuk satu kali kegiatan
budidaya dikalkulasikan dalam pendugaan sebagai berikut:
- pH Meter = Rp. 80.000
- 1 unit Blower = Rp. 650.000
- Plastik HDPE = Rp. 250.000
- Pompa = Rp. 1.400.000
- Besi Ulir = Rp. 217.000
- Ancho 2x2 m = Rp. 170.000
- Siphon = Rp. 25.000
- Saringan = Rp. 30.000
- Pengukur suhu = Rp. 50.000
- 100 kg pakan udang protein 38% = Rp. 1.500.000
- 1 paket garam, vitamin, dan mineral = Rp. 150.000
- 1 rean/5000 ekor benur = Rp. 150.000
- Hormon = Rp. 300.000
- Pakan = Rp. 2.510.000
- Induk = Rp. 570.000
- Tenaga kerja (4 orang) = Rp. 72.000.000
Total dana yang diperlukan dalam pemeliharaan sampai ukuran konsumsi
yaitu Rp. 80.052.000
Total dana dalam pemeliharaan 1 periode dikalikan 3 kali periode setahun
yaitu:
= Rp. 80.052.000 x 3 kali periode

20
= Rp. 240.156.000
Pendapatan dan keuntungan:
Harga jual udang dengan ukuran konsumsi yaitu Rp. 32.000 x 35.760 kg = Rp.
1.144.320.000
Keuntungan yang didapat dalam pertahun yaitu:
Rp. 1.144.320.000 – Rp. 240.156.000 = Rp. 904.164.000
3.5. Jadwal Kegiatan
Kegiatan budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) direncanakan
selama 3 bulan (90 hari) untuk satu periode pemeliharaan, dan dalam satu tahun
dilaksanakan 3 periode pemeliharaan dengan sisa waktu 3 (tiga) bulan untuk
persiapan dan perbaikan di sela periode pemeliharaan berikutnya. Jadwal
kegiatan dari rencana budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dalam
1 tahun adalah sebagai berikut:
1. Periode I : Awal Oktober s/d akhir Desember 2019
2. Periode II : Awal Februari April s/d akhir April 2020
3. Periode III : Awal Juni s/d akhir Agustus 2020
* Waktu persiapan dan perbaikan ada pada bulan = Januari, Mei dan
September.
Tabel 3. Jadwal Kegiatan selama 1 periode Pemeliharaan

Minggu Minggu Minggu


No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Persiapan Tambak

2. Seleksi Induk Udang Vaname

Pemijahan Induk Udang


3.
Vaname

4. Kultur Pakan Alami Udang


Vaname
5. Penetasan dan Penanganan Telur

6. Pemberian Pakan Naupli, Benur

7. Pemberian Pakan Induk

8. Monitoring Kualitas Air

21
9. Pengendalian Hama Penyakit

10. Pemantauan Pertumbuhan

11. Pemanenan dan Pemasaran

3.6. Tata Letak Unit Pembenihan


Tata letak hatchery harus diatur agar memudahkan dalam
pengoperasiannya dan juga harus bebas dari resiko kecelakaan kerja.
Pengaturan tata letaknya juga harus mempertimbangkan kemungkinan
pengembangan kedepan, dengan menyediakan ruangan agar di kemudian hari
dapat digunkan untuk konstruksi bak, suplai air dan udara, dll. Selain itu tata
letak yang baik juga harus mempertimbangkan estetika, murah dan praktis.
Secara umum Hatchery skala kecil dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
hatchery pembenihan dan pendederan.
1. Hatchery Pembenihan
Hatchery jenis ini biasanya merupakan Hatchery yang memproduksi benih
ikan/udang ukuran kecil. Pada jenis Hatchery ini sarana yang diperlukan
cukup lengkap kecuali sarana pengelolaan induk. Telur ikan biasanya
didapatkan dari Hatchery yang lebih besar/lengkap. Pada Hatchery ini
pemeliharaan dilakukan mulai larva baru menetas samapai dengan ikan saat
post larva/benur. Sarana yang diperlukan pada Hatchery jenis ini meliputi
bak saringan, bak pemeliharaan larva, bak kultur pakan alami, pompa root
blower dan difusser oxygen. Bangunan Hatchery biasanya permanen dari
bahan-bahan yang sederhana dengan pertimbangan utama adalah stabilitas
suhu ruangan Hatchery harus terjaga sepanjang waktu.
2. Hatchery Pendederan
Hatchery jenis ini biasanya merupakan Hatchery yang memproduksi benur
ukuran relative besar. Pada jenis Hatchery ini saran yang diperlukan sangat
sederhana, hanya ada bak pemeliharaan benur, bak saringan, pompa, root
blower, dan difusser oxygen. Pada Hatchery ini tidak terdapat bak kultur
mikroalga karena yang dipelihara awal adalah benur dan bukan dari larva
yang baru menetas. Konstruksi dan desain pada Hatchery jenis ini juga

22
sangat sederhana. Bak yang ada berbentuk sama dengan jenis konstruksi
yang paling sederhana. Hatchery dapat berupa bangunan permanen maupun
bangunan non permanen, dengan catatan ruangan harus terjaga stabil udara
dan suhunya.

Desain dan Deskripsi Bak


a. Bak Saringan
Hatchery skala kecil dapat menggunakan saringan secara gravitasi untuk
memisahkan partikel-partikel kasar dan organisme dari sumber air. Beberapa
bak saringan biasanya dibuat dari beton dan mediumnya terdiri dari batuan
dibagian dasarnya kemudian kerikil dan pasir pada lapisan atasnya. Air masuk
dari bagian atas bak ini, dan tersaring melawan media dari atas ke bawah
sebelum dialirkan ke bak pemeliharaan larva.
b. Bak Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva umumnya terbuat dari beton, berbentuk persegi
atau bujur sangkar. Kapasitas bak berkisar antara 6-10 m3. Biasanya bak larva
memiliki kedalaman 1 meter. Penempatan bak pemeliharaan harus tertutup rapat
sehingga udara dari luar bisa dikendalikan dan ruangan menjadi hangat.
Biasanya pada bak ini dilengkapi dengan heater (pemanas) untuk menjaga
kehangatan. Atap bangunan bisa terbuat dari bahan apa saja yang terpenting
tidak bocor (asbes, seng, terpal dan lainnya). Diatas bak harus tertutup plastik
putih/terang untuk pemeliharaan larva.

c. Bak Pemeliharaan Benur/Pendederan


Bak pemeliharaan larva terbuat dari beton, berbentuk persegi atau bujur
sangkar. Semua bak beton yang digunakan untuk hatchery biasanya bagian
dalamnya di cat epoxy untuk mencegah air kontak langsung dengan beton.
Permukaan bak yang halus bertujuan untuk memudahkan pembersihan dan
meminimlalisir menempelnya organisme pathogen. Pembuangan air dalam bak
dibuat sedemikian rupa supaya air yang terbuag berasal dari air bagian bawah.
Secara sederhana pipa pembuangan dapat dibuat dengan menggunakan pipa
paralon yang bagian ujung bawah atau sebagian besar terdapat lubang yang
ditutup kasa. Diatas bak harus tertutup plastic hitam untuk pendederan.

23
Penutupan plastic ini bertujuan untuk meminimalisir kanibalisme pada saat awal
pendederan.

d. Bak untuk Pakan Alami


Bak produksi mikroalga biasanya mencakup sekitar 30% dari volume
produksi total hatchery. Hatchery ini menggunkan bak beton untuk memenuhi
kebutuhan produksi yang lebih tinggi pada usaha yang dijalankan.

24
BAB 4. PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari hasil Penentuan Skala Usaha Udang Vanname (Litopenaeus
vannamei) dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut :
1. Karakteristik teknologi pembenihan dan pembesaran udang vaname erat
kaitannya dengan penggunaan teknologi intensif. Budidaya udang vaname
(Litopenaeus vannamei) secara intensif dilakukan dengan sistem RAS
(Resirculating Aquaculture System) dan penggunaan flok serta pemberian
probiotik yang dilengkapi dengan IPAL (Instalasi Pembuangan Air
Limbah).
2. Faktor produksi yang mempengaruhi usaha udang vaname (Litopenaeus
vannamei) dipengaruhi oleh persyaratan lokasi, teknik pemijahan dan
rencana pembenihan yang meliputi; target produksi, sarana produksi, tenaga
kerja, biaya produksi, analisa usaha, jadwal kegiatan dan tata letak unit
pembenihan.
3. Kesimpulan yang didapat adalah skala usaha pembenihan Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) selama 1 tahun dengan target produksi ikan
sebanyak 1.500.000 dimana ukuran yang ingin dicapai 20-23 ekor/kg.
Pemasaran yang dilakukan dengan harga jual udang vaname dengan ukuran
konsumsi yaitu Rp. 32.000 x 35.760 kg = Rp. 1.144.320.000. Sehingga
Keuntungan yang didapat dalam pertahun totalnya yaitu Rp. 1.144.320.000
– Rp. 240.156.000 = Rp. 904.164.000.
4.2. Saran
Penentuan skala usaha budidaya yang dilakukan oleh pembudidaya akan
menjadi lebih baik dan pasti apabila dibantu oleh tenaga agrobisnis perikanan,
yang memliki kapabilitas lebih besar dalam perencanaan ekonomis usaha. Hal
ini kembali kepada tujuan utama dalam kegiatan budidaya yaitu menghasilkan
profit maka dari itu perencanaan usaha harus matang dan terukur dengan pasti
sehingga akan dihasilkan keuntungan dari usaha yang dilakukan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Amri, K dan Kanna, I. (2008) Budidaya Udang Vanname Secara Intensif, Semi
Intensif, dan Tradisional. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Alikodra, H, S. 2005. Konsep Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu dan
Berkelanjutan. Makalah disampaikan pada Pelatihan ICZPM-Angkatan
III/2005 Prov. NTB
Arsad, Sulastri. Afandy, Ahmad. Purwandhi, Atika P. Maya V, Betrina. Saputra,
Dhira K. Buwono, Nanik Retno. 2017. Studi Kegiatan Budidaya
Pembesaran Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei) Dengan Penerapan
Sistem Pemeliharaan Berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
JIPK Vol.9 No.1.
Babu, D., Ravuru, J.N. Mude. 2014. Effect of Density on Growth and Production
of Litopenaeus vannamei of Brackish Water Culture System in Summer
Season with Artificial Diet in Prakasam District, India. American
International Journal of Research in Formal, Applied, & Natural Sciences.
5(1):10-13.
Budiardi, T., A. Muzaki, N.B.P. Utomo. 2005. Produksi Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) di Tambak Biocrete dengan Padat Penebaran
Berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia. 2:109-113
Haliman, R.W. dan D. Adijaya. 2005. Udang vannamei, Pembudidayaan dan
Prospek Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya.
Jakarta: 75 hal.
Haryanti, S.B.M., I.G.N. Permana, K. Sugama. 2003. Mutu Induk dan Benih Udang
Litopenaeus vannamei yang Baik. Makalah disampaikan pada Temu teknis
Evaluasi Perkembangan Udang Vannamei di Hotel Sinsui Situbondo
Hikmayani, Y., M. Yulisti, Hikmah. 2012. Evaluasi Kebijakan Peningkatan
Produksi Perikanan Budidaya. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi
Kelautan dan Perikanan. 2(2): 85102.
Karuppasamy, A., V. Mathivanan, Selvisabhanayakam. 2013. Comparative Growth
Analysis of Litopenaeus vannamei in Different Stocking Density at
Different Farms of the Kottakudi Estuay, South East Coast of India.
International Journal of Fisheries and Aquatic Studies. 1(2): 40-44.
Kitani, H. 1994. Identification of Wild Postlarvae of The Penaeid Shrimps, Genus
Penaeus in The Pasific Coast of Central America. Fisheries Science. 60
(30): 243-247
Kokarkin, C. 1986. Produksi Induk Masak Telur dalam Pembenihan Udang Windu.
Jakarta: Direktorat Jendral Perikanan
Kordi, M.G.H dan A.B. Tancung. 2007.. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya
Perairan. Rineka Cipta. Jakarta. 208 hal

26
Nadhif, Muhammad. 2016. Pengaruh Pemberian Probiotik pada Pakan dalam
Berbagai Konsentrasi Terhadap Pertumbuhan dan Mortalitas Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei). Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga.
Suyanto, R. dan A. Mudjiman. 2001. Budidaya Udang Windu. Jakarta: Penebar
Swadaya. Verschuere, Probiotic Firmicutes. New York: Springer.
Wardoyo, T. H. 1997. Pengelolain kualitas air tambak udang. Makalah disajikan
pada Pelatihan Manajemen Tambak Udang dan Hatchery (PMTUH)
HIMAKUA. Fakultas Perikanan dan limu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Zulfanita & Hasanah, Uswatun. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Ikan
Berkelanjutan Sebagai Solusi Alternatif Dalam Mengatasi Dampak Krisis
Ekonomi, Majalah Surya, Nomor 47 Tahun XIV September 2001, ISSN
08529906, tidak terakreditasi.

27

Anda mungkin juga menyukai