Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIK LAPANG

MANAJEMEN BUDIDAYA AIR TAWAR, PAYAU DAN LAUT

OLEH :
NAMA : SAUFA ASVIA
NIM : 1710712320014

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
A. PENDAHULUAN

Dunia perikanan merupakan dunia yang kaya akan sumberdaya hayati.


Begitu banyak komoditi yang menjamin untuk melakukan berbagai kegiatan
ekonomis di dalamnya, salah satu kegiatan tersebut adalah kegiatan usaha
budidaya. Adapun usaha budidaya dalam bidang perikanan tersebut terbagi
menjadi tiga bagian yaitu usaha budidaya perairan laut, budidaya perairan payau
dan budidaya perairan tawar.
Wilayah pesisir untuk budidaya perairan payau memiliki beraneka ragam
sumberdaya yang memungkinkan pemafaatannya secara berganda. Pemanfaatan
sumberdaya wilayah pesisir, perlu dikelola dengan mempertimbangkan hubungan
antara setiap sumberdaya dalam ekosistem wilayah pesisir atau memperhatikan
ekosistem tersebut secara menyeluruh. Pada kawasan pesisir pemanfaatan lahan
telah dilakukan untuk berbagai kepentingan salah satunya adalah pertambakan.
Tambak dalam perikanan adalah kolam buatan, biasanya terdapat di
daerah pantai yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan
(akuakultur). Menurut Murahman (1996) tambak merupakan sumber daya buatan
berbentuk petakan tambak berisi air payau yang digunakan untuk memelihara
ikan. Sedangkan Anggoro (1983) menyatakan bahwa tambak merupakan suatu
ekosistem perairan di wilayah pesisir yang dipengaruhi oleh teknis budidaya, tata
guna lahan dan dinamika hidrologi perairan di sekitarnya. Penyebutan “tambak”
biasanya dihubungkan dengan air payau atau air laut. Kolam yang berisi air tawar
biasanya disebut kolam saja atau empang. Tambak merupakan salah satu jenis
habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan budidaya air payau yang
berlokasi di daerah pesisir.
Manajemen adalah suatu proses pengaturan atau ketatalaksanaan untuk
mencapai suatu tujuan dengan melibatkan orang lain. Manajemen adalah ilmu dan
seni mengatur proses pemanfaatan sumber – sumber lainya secara efektif dan
efesien untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen tambak diperlukan dalam
operasional budidaya. Manajemen tambak merupakan pengaturan dan
pengelolaan dari seluruh kegiatan tambak.
Dalam manajemen tambak diperlukan Planning, Organizing, Actuating
and Controlling (POAC), sehingga tambak yang dikelola layak secara teknik

2
(Technical feasibility), layak secara ekonomi (Economical feasibility) dan layak
secara ekologi (Ecological feasibility). Cara manajemen dengan POAC memuat
fungsi manajemen yang lebih sederhana dan bersifat menyeluruh oleh George R.
Terry. POAC merupakan fungsi manajemen yang bersifat umum dan meliputi
keseluruan proses manajerial.
Perencanaan (Planning) merupakan susunan langkah-langkah secara
sistematik dan teratur untuk mencapai tujuan organisasi atau memecahkan
masalah tertentu. Perencanaan juga diartikan sebagai upaya memanfaatkan
sumber-sumber yang tersedia dengan memperhatikan segala keterbatasan guna
mencapai tujuan secara efisien dan efektif. Pengorganisasian (Organizing)
diartikan sebagai kegiatan pembagian tugas-tugas pada orang yang terlibat dalam
aktivitas organisasi, sesuai dengan kompetensi SDM yang dimiliki. Pergerakan
(Actuating) meliputi kepemimpinan dan koordinasi. Pengawasan (Controlling)
proses memastikan pelaksanaan agar sesuai dengan rencana. Proses pengawasan
sebagai bagian dari pengendalian akan mencatat perkembangan usaha kearah
tujuan yang diharapkan.
Dalam rangka manajemen tambak yang berkelanjutan, maka diperlukan
pengelolaan yang mengedepankan: (1) tercegahnya penyakit bakteri dan virus
yang menjadi penyebab utama kegagalan usaha tambak udang, seperti adanya
benih udang yang bebas penyakit (SPF = Specific Pathogen Free), penerapan
tambak metode klister, tambak silvofishery, tambak sistem resirkulasi dan lain-
lain. Sehubungan dengan hal itu, dalam pelaksanaan praktik lapang bertumpu
pada identifikasi dan inventarisasi, agar tambak yang dikelola oleh masyarakat
kegiatan usaha budidaya perairan (tambak, kepiting cangkang lunak, dll)
menghasilkan keberlanjutan.

Tujuan Praktik
1. Untuk mengetahui kelayakan usaha yang dilakukan meliputi aspek teknis, non
teknis serta social ekonomis.
2. Untuk mengetahui manajemen tambak yang dilakukan melalui ada atau
tidaknya penerapan manajemen berkelanjutan.
3. Untuk mengetahui bagaimana manajemen tambak mulai dari persiapan hingga
panen.

3
B. HASIL
Tabel 1. Pengamatan dan Wawancara di Tambak Bandeng dan Udang
Indikator Keterangan
Luas lahan 12 Hektar
Jenis perairan Tambak
Luas tambak 100 x 25 m
Sistem Budidaya Tradisional
Kelebihan Resiko gagal produksi kecil
Kekurangan Rentan terhadap penyakit (kepiting)
Pemupukan
 Cara Pupuk ditebar pada perairan
 Jenis pupuk Pupuk urea
 Dosis Dosis 1 -2 ssak/kolam
 Komposisi -
 Waktu perlakuan Pagi hari
 Lama perlakuan 3 hari
Menumbuhkan pakan alami
 Fungsi perlakuan
Komoditas Ikan Bandeng, Udang Tiger, dan
Kepiting Soka
Teknik Panen (Ikan Bandeng)

 Teknik panen Penjaringan dan Total


 Ukuran 2 ekor/kg
 Umur 3 bulan
Teknik Panen (Udang Tiger)

 Teknik panen Penjaringan dan Total


 Ukuran 10 ekor/kg
 Umur -
Teknik Panen (Kepiting Soka)
 Teknik panen Pengkangkatan
4 ekor/kg
 Ukuran
-
 Umur
Hama dan Penyakit
Perlakuan Pemberian saponin

Tabel 2. Tingkat Potensi Lahan


No. Faktor Pembatas Tingkat Potensi Lahan
1. Pencemaran Sedikit tercemar
2. DO (ppm) 3,6
3. Suhu (°C) 36,5
4. Salinitas 22
5. pH 7,5
6. Kecerahan (%) 90
7. Pasang surut (m) 0,7

4
C. PEMBAHASAN

Kegiatan Praktik Lapang kali ini dilaksanakan pada Muara Tengah, Desa
Muara Pagatan Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu hari rabu –
kamis, 27 s/d 28 November 2019. Perairan yang terdapat pada lokasi praktik ini
merupakan perairan payau, daerah pesisir yang memanfaatkan dari pasang surut
air laut.
Prinsip sederhana dalam budidaya tambak adalah upaya memelihara
udang/ikan untuk kepentingan produksi udang/ikan agar sesuai dengan kondisi
yang tumbuh di alam sehingga dapat diperoleh dengan periode waktu yang relatif
pendek. Dengan demikian dapat mencapai hasil produksi yang maksimal. Faktor –
faktor yang dibutuhkan yaitu: bibit berkualitas, tempat sesuai syarat, penebaran
benih, pemeliharaan budidaya, panen dan pasca panen.
Lokasi praktik lapang yang menjadi sumber pengambilan data memiliki
luas wilayah tambak 12 Hektare. Usaha tambak yang dijalankan merupakan
warisan turun menurun, tambak yang dikelola merupakan tambak tua (lebih dari
10 tahun). Komoditas ikan yang dibudidayakan adalah ikan bandeng, udang tiger
dan kepiting soka. Proses pengambilan data pada lokasi praktik dilakukan dengan
metode wawancara dua arah dari narasumber yaitu teknisi budidaya dan
praktikan, observasi langsung dan pengambilan sampel. Pengambilan sampel
dilakukan oleh teknisi praktik lapang menggunakan alat-alat pengukuran kualitas
air dan alat pengukuran lainnya.
A. Tahap Pra Konstruksi dan Konstruksi
Pemilihan lahan yang diputuskan oleh pengusaha budidaya diperoleh
melalui beberapa pertimbangan penting yaitu: jarak dari sumber air (laut) yang
tidak terlalu jauh yaitu ± 50 m, jenis tanah terdapat liat berlumpur hingga lempung
berpasir dan topografi yang bentuk wilayahnya cukup miring dengan elevansi
sedang membuat air masuk lebih mudah secara alami ke dalam tempat budidaya.
Pada pengadaan lahan tidak dilakukan proses pembebasan lahan, hal ini
disebabkan lahan semula hanya berupa lahan basah yang tidak tersentuh
sebelumnya (lahan kosong) milik pribadi dan rumput serta ilalang liar yang
memenuhi lahan. Sehingga tidak ada penggusuran bangunan. Pengadaan alat

5
untuk pembersihan lahan dan pembangunan fasilitas budidaya perairan berasal
milik pribadi menggunakan alat berat eskavator.
Pembangunan fasilitas budidaya pada lokasi praktik dibagi menjadi 2
yaitu sarana dan prasarana. Sarana dibagi menjadi sarana pokok dan sarana
penunjang. Sarana pokok adalah fasilitas yang digunakan secara langsung untuk
kegiatan produksi, sedangkan sarana penunjang adalah fasilitas yang tidak
digunakan secara langsung untuk proses produksi tetapi sangat menunjang
kelancaran produksi.
Sarana pokok dalam kegiatan budidaya menurut Kordi (2009) meliputi
reservoir, aerator, pompa air, pakan dan peralatan panen. Berbeda dengan sarana
pokok pada tambak, hanya terdapat pakan, pompa air dan peralatan panen.
Kekurangan sarana pokok pada tempat budidaya ini dibatasi oleh usaha yang
masih terbilang menengah dan teknologi budidaya tradisional yang digunakan.
Sarana penunjang yang terdapat masih terbilang minim, yaitu hanya terdapat jalan
pada pematang, tempat penyimpanan pakan yang digabung dengan rumah jaga
karyawan, kendaraan dan sarana komunikasi karyawan.
B. Tahap Operasional
Lokasi budidaya tempat praktik dilakukan pengujian terhadap
kelayakannya dan keberlanjutannya melalui penerapan manajemen tambak yang
dilaksanakan dalam operasional budidaya, dengan cara memenuhi persyaratan
teknis, persyaratan sosial ekonomis dan persyaratan non teknis. Pada persyaratan
teknis dilakukan pengambilan data primer yang meliputi pengukuran terhadap
parameter kualitas air dan data sekunder. Pemenuhan persyaratan teknis penting
untuk menunjang kehidupan komoditas ikan yang dibudidayakan.
I. Petakan Lahan
Dalam lahan seluas 12 hektar ini terdapat 7 buah petakan tambak dan
beberapa kolam pengglondongan. Untuk komoditas ikan Bandeng menggunakan
2 buah tambak dan dua buah kolam pengglondongan, sedangkan untuk komoditas
Udang tiger dan kepiting soka masing-masing menggunakan 1 buah tambak untuk
pembesaran.
II. Komoditas Budidaya

6
Komoditas budidaya yang dibudidayakan pada tambak yaitu ikan
bandeng (Chanos chanos), udang tiger (Penaeus monodon) dan kepiting soka atau
soft-shell crab yang dibudidaykan secara monokultur masing-masingnya.
Komoditas yang dibudidayakan pada tambak tersebut merupakan komoditas
unggul pada sektor perikanan wilayah sekitar yang memiliki nilai ekonomis yang
tinggi (menguntungkan).
III. Proses Pengairan/Sirkulasi Air Tambak
Dalam proses pengelolaan air, petakan tambak menggunakan pintu –
pintu pengeluaran atau pipa PVC berukuran 12 inch dengan sistem pemasukan
dan pengeluaran mengikuti pasang-surut air laut. Saluran pemasukan (inlet)
menggunakan sistem paralel tidak satu aliran dan ditentukan berdasarkan
petakannya sedangkan pengeluarannya (outlet) hanya menggunakan satu aliran.
Ketika sedang kemarau air akan surut dan tidak menggenangi sungai sehingga
akan mengalami kesulitan untuk pengairan, sehingga alat bantu yang digunakan
adalah pompa air akibat kemarau, tetapi jika tidak kemarau maka pengairan tetap
dilakukan menggunakan secara biasa.
IV. Persiapan dan Pengolahan Lahan
Pada petakan tambak, sebelum air dimasukan untuk memulai proses
budidaya perlu dilakukannya proses persiapan dan pengolahan lahan seperti
pengeringan dan pemupukan. Pemupukan petakan tambak atau empang dilakukan
dengan menggunakan pupuk urea (CH₄N₂O), untuk dosis pupuk pada satu kolam
tambak dengan perhitungan luas lahan 100m x 25m besar kolam dapat
menggunakan 1 – 2 sak pupuk urea untuk penumbuhan pakan alami dan tidak
menggunakan pengapuran karena faktor air yang bersih sehingga tidak
memerlukan kapur (tidak dilakukan pengapuran) pada kolam karena tidak adanya
kadar besi yang terkandung. Penumbuhan pakan alami pada petakan hanya berasal
dari pemberian pupuk pada petakan, tidak ada sumber lain.
Kolam yang sudah diberikan pupuk dikeringkan lebih dulu, pengeringan
kolam menggunakan pintu – pintu pengeluaran pipa paralon 12 inc dan ketika air
surut maka air dikeluarkan dan kemudian diisi air, ketika sedang dikeringkan
namun air masih ada yang menampung dikolam maka biasanya perlakuan yang
diberikan adalah dengan memberikan racun. Racun yang digunakan adalah jenis

7
saponin dengan dosis sama seperti pemberian pupuk urea pada kolam dan
setengah bulan dimasukan air jika sudah timbul jentik maka bibit – bibit sudah
bisa ditebar pada kolam tetapi jika jentiknya belum ada timbul maka bibit – bibit
belum siap untuk diterbar karena racun – racunnya masih ada dikolam. Proses
terjadinya reaksi saponin terhadap racun sekitar 30 menit biasanya sudah mati
kemudian dimasukan air dan diamkan selama setengah bulan. Tinggi air tidak
terlalu dalam dan matahari masih mengenai dasar dari perairan sehingga masih
terdapatnya proses fotosintesis dan menghasilkan lumut dan setelah timbul lumut
maka air akan ditambah hingga tinggi air mencapai 1 meter.
V. Pengelolaan Kualitas Air
Kualitas air merupakan faktor teknis yang penting untuk diketahui dalam
proses pengelolaan kualitas air secara terkontrol untuk menunjang kegiatan
budidaya.

No. Tingkat Potensi Lahan


Hasil
Faktor Pembatas Keterangan
pengukuran
Sangat Cukup
Tidak sesuai
sesuai sesuai

Tidak Sedikit Sedikit


1. Pencemaran Tercemar Cukup sesuai
tercemar tercemar tercemar
2. DO (ppm) 5-6 3-<5 <3 atau >6 3,6 Cukup sesuai
3. Suhu (oC) 27-32 20-26 <20 atau >32 36,5 Tidak sesuai
4. Salinitas (o/oo) 30-35 25-<30 <25 atau >35 22 Tidak sesuai
5. pH 7,5-8,5 6,5-7,4 <6,5 atau >8,5 7,5 Sangat sesuai
6. Kecerahan (%) 80-100 60-79 <60 90 Sangat sesuai
7. Pasang Surut (m) >1.0 0,5-1,0 <0,5 0,7 Cukup sesuai

Tabel 3. Persyaratan Teknis KA Budidaya Air Payau dan Hasil Pengukuran


Pengukuran terhadap parameter kualitas air yang dilakukan di lokasi
praktik adalah DO, suhu, salinitas, pH, kecerahan. Pengukuran DO dilakukan
dengan menggunakan DO meter, hasil menunjukkan 3,6 ppm dimana nilai DO
masih berada dalam kadar normal dan cukup sesuai. Pengukuran suhu terukur
36,5oC. Salinitas menggunakan refraktometer, cukup sesuai dengan hasil 22 ppt.
pH dengan menggunakan pH meter, sangat sesuai dengan kada pH 7,5. Serta
kecerahan menggunakan secchi disk, dengan hasil sangat sesuai 90%. Dari hasil
pengukuran kualitas air tambak dengan pengambilan sampel beberapa parameter,
apabila ditinjau kembali dan disesuaikan dengan parameter kualitas air sebagai
persyaratan budidaya, maka fasilitas budidaya dengan persediaan lingkungan yang
baik sudah dapat dipenuhi untuk menunjang pertumbuhan komoditas budidaya.

8
Hal ini disebabkan hasil perhitungan terhadap beberapa parameter telah
memenuhi syarat.
Selama pemeliharaan, kualitas dan kedalaman air harus diperhatikan,
sehingga benih dapat hidup dengan layak. Pergantian air yang teratur mempunyai
keuntungan dalam menjaga kualitas air tetap baik. Selain itu, unsur hara dan
organisme makanan benih ikan bandeng dapat disuplai ke tambak. Bila air tambak
tidak pernah atau jarang diganti, akan menyebabkan terakumulasinya bahan
beracun di tambak dan itu sangat berbahaya bagi kehidupan benih. Pergantian air
dilakukan secara teratur bersamaan dengan adanya air pasang. Caranya adalah
dengan mengeluarkan setengah atau sepertiga bagian air tambak sebelum terjadi
air pasang, kemudian diganti dengan air pasang yang baru sampai ketinggian air
semula.
Pada saat setelah terjadi hujan, maka air di tambak perlu segera diganti,
karena air hujan akan mengencerkan salinitas. Hal ini dapat membahayakan
kehidupan ikan yang sedang dipelihara. Kemudian juga untuk menjaga
salinitasnya agar tetap stabil dan baik (payau) diperlukan juga sumber air tawar,
sumber air tawar bisa diperoleh dari air sungai.
Untuk menunjang keberhasilan pemeliharaan benih, pematang dan pintu
tambak harus selalu diperiksa dan dirawat dengan baik. Maksud perawatan ini
adalah untuk mencegah terjadinya kebocoran atau rembesan air dari dalam
tambak serta mencegah hilangnya benih. Demikian pula saringan di pintu tambak
harus dibersihkan dengan sikat, untuk memudahkan dalam pertukaran air.
VI. Penggelondongan, Penebaran dan Pembesaran
Kegiatan penggelondongan adalah kegiatan lanjutan pemeliharan benih
dari ukuran gelondongan kecil (pre-fingerling) hingga mencapai ukuran
gelondongan. Kegiatan penggelondongan ini dilakukan kurang lebih selama 30
hari atau pada saat ukuran berat ikan antara 3-5 gr/ekor dan udang dengan berat
tertentu. Setelah kegiatan penggelondongan baru benih ikan/udang dapat ditebar
dan dipelihara di petak pembesaran. Pada ikan komoditas budidaya tambak lokasi
praktik, penggelondongan dilakukan pada ikan bandeng dan udang.
Sistem penggelondongan baru saja dilakukan 2 minggu pada lokasi
tambak sebelum praktik lapang dilaksanakan. Sehingga sistem budidaya dengan

9
penggelondongan pada tambak ini baru saja dilaksanakan. Keuntungan
menggunakan pengglondongan dibandingkan lansung adalah supaya benih tidak
tersangkut pada kolam – kolam karena ukurannya yang masih cukup kecil.
Penebaran adalah proses peletakkan benih pada kolam/tambak pemeliharaan.
Penebaran benih bertujuan untuk menempatkan ikan dalam wadah kultur dengan
padat penebaran tertentu. Jumlah penebaran yang tepat akan menghasilkan
pertumbuhan yang maksimal dalam wadah pemeliharaannya. Pembesaran adalah
proses pemeliharaan komoditas budidaya perairan yang bertujuan untuk
menghasilkan ikan ukuran konsumsi atau dapat dipanen.
VII. Pemberian dan Manajemen Pakan
Secara keseluruhan, pakan yang digunakan untuk semua komoditas yang
ada pada tambak adalah pakan alami. Pakan alami dihasilkan dari pengolahan
tanah yaitu pemupukan dan lumut yang terdapat di petakan tambak. Pemberian
pakan buatan sebenarnya dapat dilakukan khususnya pada komoditas ikan
bandeng dan udang tiger. Namun terdapat kendala dari penggunaan pakan buatan,
yaitu jauhnya jarak perjalanan karena mendatangkan dari Jawa dan juga tidak ada
distibutor pakan di daerah sekitar tambak, selain itu penggunaan pakan alami
justru dapat memicu adanya kemunculan penyakit. Munculnya penyakit dari
pakan buatan dapat dihasilkan dari tumpukan pakan yang tidak termakan
(amoniak) yang diteruskan kepada penurunan kualitas air dan munculnya
penyakit.
VIII. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Penebaran benih ikan bandeng dilakukan saat kolam yang telah terisi air
sedalam 100 cm atau 1 m. Benih bandeng dibeli di Batu Licin, Sekumbang,
Sekumbur Api – Api. Padat tebar 5 – 10 ekor benih/meter karena masih
menggunakan sistem tradisional. Sebelum benih ditebar, benih melewati tahap
aklimatisasi dan adaptasi terlebih dahulu. Gunanya agar benih ikan terbiasa
dengan kondisi kolam, sehingga resiko kematian benih bisa ditekan. Caranya,
dengan memasukkan wadah yang berisi benih ikan bandeng ke dalam air kolam.
Biarkan selama beberapa jam. Kemudian miringkan atau buka wadah tersebut.
Biarkan ikan keluar dan lepas dengan sendirinya. Pemeliharaan ikan bandeng
dilakukan dengan salinitas perairan 15 – 20 ppt. Mengenai manajemen pakan,
pemberian pakan hanya difokuskan kepada ketersediaan pakan alami yang

10
terdapat pada petakan tambak yang telah ditumbuhkan, bentuk pakan alami yang
tersedia berupa lumut/klekap dan plankton-plankton, pemberian pakan buatan atau
tambahan tidak dilakukan sama sekali.
Setelah penggelondongan, penebaran, dan pembesaran, bandeng dapat
dipanen selama 3 bulan sekali dengan rincian waktu 1 bulan pengglondongan dan
2 bulannya lepas / pembesaran siap panen. Jumlah total panen pada sistem
terdahulu dilakukan dengan satu kolam lepas bibit langsung panen namun untuk
sistem sekarang menggunakan sistem pengglondongan, misal ikan bandeng 1
kolam berada dikolam penggelondongan kemudian setelah 1 bulan dipindahkan
ke kolam pembesaran hingga panen.

Peneneran Penggelondongan Pembesaran

Pengadaan benih, pakan dan pengelolaan kualitas air, modal tetapnya


adalah Rp. 1.000.000/ operasi (sudah dengan bibit, dan saponin). Modal awal
dengan pendapatan Rp. 6.000.000 – modal/operasi = Rp. 5.000.000,. (hasil sekali
panen). Hasil panen ikan bandeng biasanya dibagikan kepada warga sekitar dan
kemudian di jual, untuk penjulan biasanya dilakukan ke pasar-pasar terdekat
dengan panen total. Hasil panen dapat dipasarkan kepada perorangan yang
memesan ikan sebanyak 1 kuintal atau 50 kg. Harga bibit bandeng sekitar Rp.
30.000 harga penjualan Rp. 85.000. Harga perkilogram untuk Ikan Bandeng size
2, 3, 4 = Rp. 20.000 – 25.000 (tergantung ukuran). Tidak terdapat adanya
permasalahan atau kendala pada saat pemasaran.
IX. Budidaya Udang Tiger (Penaeus monodon)
Budidaya Udang Tiger (Penaeus monodon) pada lokasi tambak
dilakukan 2 petakan kolam tambak, 1 petakan untuk penggelondongan udang dan
1 petakan untuk pembesaran udang. Ukuran tiap petakan tambak
penggelondongan adalah 30 x 25 m2. Benih udang tiger dibeli di Batu Licin,
Sekumbang, Sekumbur Api – Api. Penggelondongan udang dilakukan pada 1
petakan tambak, selanjutnya udang ditebar pada tambak pembesaran hingga
panen. Pemeliharaan udang minimal dapat dilakukan selama ± 3 bulan dalam
petak pembesaran.

11
Mengenai manajemen pakan, pemberian pakan hanya difokuskan kepada
ketersediaan pakan alami yang terdapat pada petakan tambak yang telah
ditumbuhkan, bentuk pakan alami yang tersedia berupa lumut/klekap dan
plankton-plankton, pemberian pakan buatan atau tambahan tidak dilakukan sama
sekali. Mengenai kesehatan udang tiger, rentan terkena penyakit, pada udang tidak
jarang mengalami keropos dibagian cangkangnya. Pada beberapa waktu dapat
pula ditemui udang mengalami kekurangan kalsium. Untuk panen udang 3 – 5
bulan dengan besaran size 40 – 50. Harga perkilogram untuk udang tiger size 10 =
Rp. 120.000/kg = 10 ekor. Hasil panen udang tiger biasanya dijual dalam keadaan
mati kepada perusahaan luar daerah seperti kota Banjarmasin.
X. Budidaya Kepiting Soka (Soft-Shell Crab)
Budidaya Kepiting Soka (Soft-Shell Crab) pada lokasi tambak dilakukan
1 petakan kolam tambak yang memiliki luas 40 x 60 m2. dimana di tempat itu
kepiting dibesarkan hingga ukuran panen. Tempat budidaya kepiting soka
dilakukan secara individu, dimana dibuat wadah dari kayu yang terdiri dari
kotakan-kotakan, satu kotakan tersebut merupakan tempat kultur kepiting hingga
panen. Peletakan dari kotakan kultur kepiting dapat diletakkan menyesuaikan
perairan tambak. Pemberian pakan dilakukan setiap hari, dengan penggunaan
pakan alami. Pakan alami yang digunakan adalah ikan bandeng yang didapat dari
nelayan yang telah dipotong-potong kecil menyesuaikan ukuran kepiting, pakan
ini dapat disimpan dalam freezer, alternatif pakan alami untuk kepiting dapat
digunakan sarang burung wallet yang diberi secara langsung dengan
menebarkannya pada tiap kotakan. Pemberian pakan dilakukan sehari sekali pada
sore hari.
Kepiting soka pada pemeliharaannya diletakan ditambak, pada capitnya
dilakukan pemotongan dan hanya meninggalkan kaki renangnya saja, pada satu
kali pemotongan semua capit, capit akan tumbuh kembali setelah 15 hari
setelahnya dan kembali dalam keadaan normal atau sudah keluar capit. Cangkang
kepiting untuk mencapai lunak akan melalui tahap molting (pergantian
eksoskeleton) 15 hari paling cepat untuk molting dan paling lambat 1 bulan dan
langsung diambil kemudian masuk air tawar untuk memperlambat pengerasan.
Proses ganti kulit terjadi selama 3 jam, apabila sampai 5 jam maka akan mengeras

12
kembali cangkangnya, oleh karena itu perlu dimasukan ke dalam air tawar dari
waktu 3 jam tadi agar cangkang akan tetap lunak. Hasil panen dari kepiting soka
ini dipasarkan kepada langganan (Banjarmasin) melalui ekspedisi, sebelumnya
kepiting sudah dalam keadaan mati atau dimasuka kedalam freezer.
XI. Budidaya Rumput Laut (Eucheuma spinosum)
Budidaya rumput laut yang berlokasi didekat muara pada daerah perairan
laut sekitar 500 m dari lokasi perairan tersebut. Daerah budidaya rumput laut
dilakukan dengan membuat petakan dari tali yang dijajarkan sepanjang 50 meter
dengan bantuan pelampung botol – botol air minum yang diikat pada tali yang
dibentangkan pada perairan sebagai pelampung atau penanda. Jarak rumput laut
yang sudah diletakan pada tali pembentang adalah sekitar 30 cm dari ikatan
rumput laut yang diikat pada tali pembentang.
Harga bibit rumput laut adalah 1 kg/Rp. 9.000, dan bibit berasal dari
petani yang membudidayakan dengan menggunakan rumput laut basah yang
berusia 25 hari kemudian dapat dijadikan sebagai bibit untuk proses budidaya.
Panen rumput laut basah dilakukan pada umur 25 hari dan dipotong – potong
dengan ukuran 5 – 10 cm. Panen rumput laut kering dilakukan pada umur 45 hari
dan ketika dipanen langsung dilanjutkan dengan pemasaran harga rumput laut
basah 18.000/kg.
Kendala budidaya rumput laut terjadi ketika pada saat musim pancaroba.
Pancaroba adalah masa peralihan antara dua musim utama di daerah iklim muson,
yaitu di antara musim penghujan dan musim kemarau. Musim pancaroba adalah
musim peralihan dari satu musim ke musim yang lain, biasanya terjadi pada bulan
Maret hingga April yang merupakan masa peralihan dari musim hujan ke musim
kemarau dan pada bulan Oktober sampai Desember yang merupakan peralihan
dari musim hujan ke musim kemarau. Hasil panen yang didapatkan dari budidaya
rumput laut selama masa pancaroba adalah ukuran rumput laut akan menjadi kecil
dan tidak berukuran normal yakni 5 – 10 cm jika pada bukan masa pancaroba.
Jumlah panen 8 ton untuk sekali panen, panen tersebut merupakan hasil
panen dari rumput laut basah. Panen 8 ton tersebut dari hasil beberapa petakan tali
yang dibentang sebnyak 10 petakan diperairan dengan bantuan botol – botol air
mineral sebagai penampung pada tali. Pendistribusian setelah panen dilakukan

13
petani dengan cara memperjualkannya kepada warga sekitar yang datang ke
tempat budidaya. Selain itu, terdapat beberapa perusahaan yang memproduksi
rumput laut dari hasil tempat praktek lapang tersebut. Jenis rumput laut yang
diperjualkan kepada perusahaan adalah rumput laut yang sudah dikeringkan oleh
petani dan umur dari rumput laut kering tersebut adalah 45 hari.
XII. Kelimpahan Plankton
Menurut Atmawati (2012) plankton merupakan pakan alami bagi larva
ikan dan udang, karena plankton dapat menjadi sumber energi dan pertumbuhan.
Plankton terbagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton dalam
ekosistem perairan memiliki peran penting sebagai produktivitas primer perairan,
karena dapat melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan bahan organik
maupun kebutuhan oksigen bagi organisme yang tingkatannya lebih tinggi. Pada
perairan pelagis, fitoplankton adalah satu-satunya organisme yang berperan
sebagai mesin kehidupan, yang mampu menghasilkan bahan organik. Hal ini
karena fitoplankton berperan sebagai produser primer dan terkait dengan rantai
dan jaring-jaring makanan. Berdasarkan peranan tersebut Sumich (1992) dalam
Fajri dan Agustina (2013), menyatakan bahwa fitoplankton dapat dipergunakan
sebagai indikator tingkat kesuburan perairan dan digunakan untuk mengetahui
daya dukung suatu perairan.
Menurut Lasri et al., (2013) Zooplankton berperan sangat penting dalam
jaringan makanan sebagai faktor energi. Fungsi ini banyak tergantung pada
kemampuan zooplankton berperan sebagai konsumen dari fitoplankton, yang
merupakan komponen dasar dalam struktur kehidupan di laut. Perubahan
kuantitas zooplankton banyak dipengaruhi oleh kuantitas fitoplankton. Kesuburan
suatu perairan dapat dilihat dari kelimpahan plankton yang terdapat pada perairan
tersebut. Semakin banyak kelimpahan plankton pada suatu perairan, maka
semakin subur perairan tersebut dan semakin kurangnya racun. Berikut hasil
kelimpahan plankton yang diperoleh dari pengambilan sampel pada lokasi
praktik:
Tabel 4. Sampel Plankton Tambak 1 (Air Laut)
Filum : Bacillariophyta
No T
Gambar Spesies T1 T2 Jumlah Sel
. 3

14
1 Rhizosolenia alata f. 3 4 5 12
indica

2 Biddulphia levis 2 2 4 8

Tabel 5. Sampel Plankton Tambak 2 (Air Laut)


Filum : Bacillariophyta
No Gambar Spesies T T2 T3 Jumlah Sel
. 1
1 Rhizosolenia robusta 2 4 3 9

2 Campyloneis grevillei 2 1 3 6

3 Pelagothrix Clevei 4 3 5 12

Tabel 6. Sampel Plankton Tambak 3 (Air Laut)


Filum : Bacillariophyta
No Gambar Spesies T T2 T3 Jumlah Sel
. 1

15
1 Melosira nummuloides 4 5 5 14

Tabel 7. Sampel Plankton Inlet (Air Laut)


Filum : Bacillariophyta
No Gambar Spesies T1 T2 T3 Jumlah Sel
.
1 Rhizosolenia alata f. 4 4 5 13
gracillima

Tabel 8. Sampel Plankton Outlet (Air Laut)


Filum : Bacillariophyta
No Gambar Spesies T1 T2 T3 Jumlah Sel
.
1 Rhizosolenia alata f. 22 25 25 72
gracillima

XIII. Manajemen Hama dan Penyakit


Apabila pengeringan tambak dapat dilakukan secara merata dengan kata
lain tidak ada bagian tambak yang masih menggenang dan saringan halus selalu
digunakan pada pintutambak, maka hampir dipastikan bahwa hama-hama
mengalami kematian. Namun demikian apabila masih ada bagian-bagian yang
masih tergenang, maka harus dilakukan pemberantasan hama.
Penyakit relatif jarang terjadi pada ikan Bandeng (Chanos chanos) tetapi
relatif sering menyerang Udang tiger (Penaeus monodon) dengan gejala yaitu
mengalami keropos dibagian kulitnya. Hal ini diperparah dengan sifat udang yang

16
terkadang bersifat kanibal dan akan memangsa temannya yang terserang penyakit.
Sejauh ini belum ada bentuk penanganan melalui tindakan langsung yang
dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Adapun pada kepiting soka
(Soft-Shell Crab) berupa penyakit keropos pada cangkang kepiting.
XIV. Panen
Panen adalah akhir dari proses kegiatan usaha budidaya ikan. Cara panen
pada komoditas ikan bandeng dan udang dilakukan secara panen total. Pada
umumnya panen bandeng dan udang secara total dilakukan dengan cara
pengeringan tambak. Caranya adalah air dalam tambak dikeluarkan secara
perlahan-lahan sampai air yang ada di dalam tambak hanya mengisi bagian pada
caren saja. Ikan bandeng dan udang akan berkumpul di caren tersebut. Pemanenan
dapat dilakukan dengan alat berupa jaring yang ditarik (diseret) sepanjang caren.
Proses pemanenan pada komoditas kepiting soka dilakukan dengan cara
panen selektif sebagian. Panen selektif sebagian dilakukan dengan cara melihat
perkembangan pertumbuhan dari kepiting soka yang ada pada kotakan kultur di
petakan tambak. Kepiting yang telah mencapai ukuran panen dan telah melalui
molting selama 3 jam dapat langsung dipanen dan dipindahkan ke air tawar untuk
perlakuan pasca panen. Sedangkan pada kepiting yang belum memenuhi syarat
dapat dikembalikan pada kotak kultur.
Setelah pemanenan selesai, maka hasil panen harus ditangani secepatnya
agar kualitas dan kesegaran udang atau ikan tetap baik hingga ke pasar atau
konsumen. Penanganan ikan relative lebih sederhana dibanding dengan
penanganan udang, karena tidak sepeka udang yang mudah cacat. Penanganan
pasca panen untuk kepiting soka cangkang lunak dapat dilakukan penyimpanan
dalam freezer dalam keadaan mati. Setelah seluruh komoditas budidaya melalui
perlakuan pasca panen, hasil budidaya dapat langsung disiapkan untuk pemasaran.

D. KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktik lapang ini adalah sebagai berikut:
1. Usaha yang dilaksanakan pada tambak lokasi praktik terbilang cukup layak
dikarenakan telah memenuhi persyaratan kelayakan suatu lokasi budidaya
secara teknis, non teknis dan social ekonomis. Nilai tambahan dari usaha

17
tambak ini terletak dari komoditas yang dibudidayakan yaitu memiliki nilai
ekonomis yang tinggi.
2. manajemen tambak pada usaha tambak lokasi praktik melakukan penerapan
manajemen berkelanjutan, hal ini ditandai dengan dilakukannya pengelolaan
pada setiap fasilitas budidaya yang ada agar dapat digunakan dari waktu ke
waktu dan hasil produksi budidaya (panen) yang terus berhasil pada tiap
komoditas yang dikembangkan.
3. Manajemen yang dilakukan pada usaha tambak lokasi praktik mulai dari
persiapan sampai dengan panen meliputi: manajemen pembenihan, manajemen
pembenihan, manajemen pembesaran, manajemen pakan, manajemen hama
dan penyakit, manajemen kualitas air dan manajemen panen.

E. LAMPIRAN

Gambar 1. Lokasi Praktik Lapang Gambar 2. Kolam Pembesaran

18
Gambar 3. Petak Kepiting Gambar 4. Tambak Ikan Bandeng

Gambar 5. Hutan Mangrove Gambar 6. Petak Udang Tiger

19
Gambar 7. Tambak Bandeng Gambar 8. Tambak Kepiting

Gambar 9. Saluran Outlet Gambar 10. Petak Penggelondongan

20
Gambar 11. Euchema spinosum Gambar 12. Euchema spinosum

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, S. 1983. Permasalahan Kesuburan Perairan Bagi Peningkatan Produksi


kan di Tambak. Paper Kolokium. Jurusan Ilmu Perairan. Fakultas Pasca
Sarjana. IPB. Bogor.

Atmawati, S. N. 2012. Perbedaan Keanekaragaman Zooplankton di Daerah


Sekitar Keramba dan Sekitar Warung Apung Rawa Jombor
Hubungannya dengan Kualitas Perairan. Skripsi. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yokyakarta.

21
Devaraja, T., Banerjee, S., Shariff, M., & Khatoon, H. 2013. A holistic approach
for selection of Bacillus spp. as a bioremediator for shrimp postlarvae
culture. Turkish Journal of Biology, 37, 92–100.

22

Anda mungkin juga menyukai