Anda di halaman 1dari 14

FITOPLANKTON

(Skeletonema costatum)

DISUSUN OLEH :
DESRI ANDRIANI SIANTURI
1904124650

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya

yang telah memberikan kesempata kepada penulis untuk menyelesaikan paper Budidaya Pakan

Alami dengan baik. Terimakasih penulis ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Budidaya

Pakan Alami kepada ibu Prof Dr. Ir Netti Aryani, MS yang telah memberikan tugas paper ini.

Penulis menyadari, bahwa paper yang telah di buat ini masih jauh dari kata sempurna

baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna mejadi acuan agar penulis bisa

menjadi yang lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga paper ini dapat menambah wawasan para pembaca dan dapat bermanfaat untuk

perkembangan dna peningkatan ilmu pengetahuan.

Pekabaru, 18 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
I. PENDAHULUAN...............................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................5
II. PEMBAHASAN..................................................................................................................................6
2.1 Skeletonema costatum.................................................................................................................6
2.1.1 Klasifikasi............................................................................................................................6
2.1.2 Morfologi.............................................................................................................................6
2.1.3 Habitat.................................................................................................................................7
2.1.4 Kandungan Skeletonema costatum.......................................................................................7
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Skeletonema costatum...............................................7
2.3 Metode kultur Skeletonema costatum..........................................................................................9
2.3.1 Metode kultur skala laboratorium........................................................................................9
2.3.2 Metode kultur skala Intermediat..........................................................................................9
2.4 Reproduksi dan pertumbuhan....................................................................................................10
III. PENUTUP.....................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................14
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha budidaya ikan pada saat ini terlihat banyak dilaksanakan baik secara intensif

maupun ektensif. Salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan usaha budidaya ikan

adalah ketersediaan pakan, baik pakan alami maupun pakan buatan. Pakan alami dapat

berupa fitoplankton dan tersedia cukup banyak di alam. Fitoplankton berperan sebagai

produsen primer dalam ekosisem perairan, selain itu juga berguna untuk

mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Fitoplankton banyak digunakan secara luas dalam berbagai bidang, seperti bidang

kosmetik, kesehatan, pangan dan budidaya perairan. Fitoplankton juga diyakini dapat

menambah jumlah oksigen yang terlarut dalam air, karena hasil dari proses fotosintesis

yang dilakukan menghasilkan oksigen yang bermanfaat bagi organisme laut lainnya di

dalam hidupnya. Salah satu fitoplankton yang dimanfaatkan dan dibudidayakan adalah

Skeletonema costatum.

Skeletonema costatum merupakan pakan alami yang berukuran kecil, memiliki

kandungan nutrien yang baik, serta merupakan makanan untuk larva ataupun

zooplankton, karena plankton jenis ini mudah dikembangbiakkan dan memerlukan waktu

yang relatif singkat dalam pemeliharaannya dibandingkan dengan fitoplankton jenis yang

lain. Grahame (1987) dalam (Rudiyanti, 2011) menyebutkan komposisi kimia yang

terkandung yaitu protein 59%, lemak 8%, dan karbohidrat 33%. S costatum merupakan

diatom yang bersifat euryhalin dengan kisaran 20-30 ‰ merupakan kisaran yang baik

untuk pertumbuhan, dan optimal pada 25-29 ‰, namun dapat bertahan hidup hingga 40

‰. (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995) dalam (Rudiyanti, 2011).


1.2 Rumusan Masalah

1 Apa klasifikasi dan morfologi dari Skeletonema costatum ?

2. Apakah ada faktor yang mempengarui pertumbuhan Skeletonema costatum?

3. Bagaimana reproduksi dan pertumbuhan Skeletonema costatum ?

4. Bagaimana teknik kultur Skeletonema costatum ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui klasifikasi dan morfologi dari Skeletonema costatum.

2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi Skeletonema costatum.

3. Untuk mengetahui reproduksi dan pertumbuhan dari Skeletonema costatum.

4. Untuk mengetahui teknik kultur Skeletonema costatum.


II. PEMBAHASAN

2.1 Skeletonema costatum

2.1.1 Klasifikasi

Menurut Hoek, et al., (1998) dalam (Armanda, 2013) Skeletonema costatum termasuk jenis

diatom yang memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Filum : Heterokontophyta

Kelas : Bacillariophyceae

Ordo : Centrales

Genus : Skeletonema

Spesies : Skeletonema costatum

2.1.2 Morfologi

Skeletonema costatum merupakan alga jenis diatom unisel filamentik yang selnya

berbentuk kotak yang terdiri atas epitheca (bagian yang lebih besar) dan 5 hypotheca (bagian

yang lebih kecil) yang bertangkup menjadi satu. Spesies ini tergolong pennate diatom yang

berkembang biak secara isogami. Bagian hypothecanya berlubang-lubang yang polanya khas dan

indah yang tersusun atas silicon oksida (SiO2) dengan diameter sel 4 – 15 mikron. Setiap sel

diatom dipenuhi sitoplasma. Warna sel hijau kecoklatan dan pada setiap sel memiliki frustula

yang menghasilkan skeletal eksternal. Karotenoid dan diatomin merupakan pigmen yang

dominan pada phytoplankton ini (Isnasetyo dan Kurniastuty 1995 dalam (Armanda, 2013)).

Adanya pigmen karoten menyebabkan dinding sel berwarna coklat keemasan (Chapman, 1962

dalam (Shiantiningsih, 2006)).


2.1.3 Habitat

Naik et al., (2010) menyatakan bahwa Skeletonema costatum memiliki kisaran

geografis yang luas, baik pada perairan beriklim sedang maupun tropis. (Rudiyanti, 2011)

berpendapat bahwa sebagian besar diatom sangat peka terhadap perubahan

kadar garam dalam air. Kehidupan berbagai jenis fitoplankton termasuk Skeletonema costatum

tergantung pada salinitas perairan.

Habitat Skeletonema costatum yaitu hidup di air laut yang mempunyai

intensitas cahaya kurang dari 500-12000 lux. Jika intensitas cahaya kurang dari 500

lux Skeletonema costatum tidak dapat tumbuh, sedangkan kisaran salinitas tumbuh

kembangnya adalah 25-29 ppt. Suhu untuk pertumbuhan 20-34 ˚C, sedangkan suhu

optimalnya adalah 25-27 ˚C. Sementara itu derajat keasaman media hidupnya

berkisar 7,5-8 (Edhy et al., 2003).

2.1.4 Kandungan Skeletonema costatum

Skeletonema costatum adalah salah satu fitoplankton yang berkadar protein tinggi kurang

lebih 50%, memiliki kandungan yang dapat memacu pertumbuhan 6 (growth factor) dan sangat

bagus bagi ikan maupun udang, selain hal tersebut fitoplankton ini dapat diproduksi secara masal

pada bak terkendali maupun di tambak (Sutikno dkk., 2010). Kandungan nutritif Skeletonema

costatum mencapai protein 37 %, lemak 7 % dan karbohidrat 21 %. Menurut Das and Sarwar

(1998) Skeletonema sp. mengandung protein 51,77%, lemak 20,02%, abu 5,20% dan karbohidrat

16,585% (Erlina et al., 2004 dalam (Fadhila, 2019))

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Skeletonema costatum


Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema costatum yaitu faktor kimia, fisika

dan biologi. (Shiantiningsih, 2006)


a. Faktor Biologi

Faktor biologi menyangkut pada persediaan bibit yang bermutu baik termasuk kemurnian

bibit dan jumlahnya mencukupi (Dirjrn Perikanan, 1996). Kelangsungan hidup/kemurnian

kultur murni phytoplankton berkaitan erat dengan terjaganya suatu kondisi bebas kontaminasi

yang menjadi penyebab kegagalan kultur murni. Kontaminasi tersebut bisa berupa spesies lain,

bakteri, jamur maupun protozoa (Cahyaningsih, 2003).

b. Faktor Kimia

Tumbuh pesatnya fitoplankton berkaitan erat dengan factor nutrisi/jenis pupuk dan

kandungan bahan kimia yang ada di lingkungannya. Secara umum fitoplankton membutuhkan

nutrisi yang tergolong sebagai unsur makro dan unsur mikro. Adapun unsur makro meliputi

kebutuhan akan nitrat dan fosfat sebagai dasar nutrient utama disamping unsur-unsur trace

element seperti iron, molybdenum, copper, zinc dan cobalt. Vitamin B₁, B₁₂ dan biotir

mikronutrien lain yang juga diperlukan ( Taw, 1990). Faktor kimia yang juga dapat menjadi

factor pembatas adalah salinitas, pH,O₂ dan CO₂.

c. Faktor Fisika

Faktor fisika diantaranya suhu, cahaya. Suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi

tingkat metabolisme organisme. Kisaran suhu yang diperoleh selama pengamatan (Kurniawan

et al., 2017) berkisar antara 25-27 ˚C. Pada kisaran suhu tersebut, Skeletonema sp dapat

tumbuh secara optimal (Amalia, 2016). Fitoplankton memerlukan pencahayaan yang cukup.

Lampu TL 500-2000 lucx digunakan sebagai sumber energy untuk fotosintesa (Cahyaningsih,

2003; Taw, 1990). Skeletonema costatum membutuhkan fase terang dan fase gelap yang

seimbang yaitu 12 jam terang dan 12 jam gelap.


2.3 Metode kultur Skeletonema costatum

2.3.1 Metode kultur skala laboratorium

Teknik kultur yang dilakukan di laboratorium menggunakan teknik kultur bertingkat.

Metode kultur Skeletonema costatum skala laboratorium adalah sebagai berikut: (1) Persiapan

tempat media kultur yaitu toples kaca volume 2 liter yang sudah steril; (2) Pengisian air laaut

dengan salinitas 32 ppt yang disaring menggunakan saringan 5μm dan diklorin (10 ppm)

sebanyak 2 lt; (3) Pencegahan kontaminasi dengan cara menutup toples dengan plastic, aerasi

kuat selama 1 hari agar klorin menguap; (4) Pengamatan kandungan klorin untuk mengetahui

konsentrasi klorin pada air media kultur. Sampel air ditetesi dengan klorin tes kit, apabila

warnanya bening berarti air media kultur sudah tidak mengandung klorin, tetapi jika warnanya

masih kuning berarti air media kultur masih mengandung klorin. Penetralan dilakukan dengan

menambah Natrium Thiosulfat dengan dosis setengah dari dosis klorin (1-5 ppm) tergantung dari

kepekatan konsentrasi klorin yang dapat terlihat melalui warnanya; (5) Pemberian pupuk 1 ml/lt

air media kultur; (6) Pemasukan bibit/ inokulan dengan perbandingan 1:10 atau 1:20 (inokulan :

media); (7) Setelah hari ke-4, Skeletonema costatum dipindahkan dari toples kaca ke dalam

carboy yang telah diisi air laut steril dengan perbandingan 1 : 10; (8) Perhitungan kepadatan

Skeletonema costatum dengan menggunakan sedgewich Rafter mulai hari ke-1 sampai ke-4

berturut-turut; (9) Setelah 4-5 hari kultur berada dalam Carboy volume 12 liter, Skeletonema

costatum dipindahkan ke bak fiber volume 0,5 ton untuk dilakukan kultur intermediate.

(Shiantiningsih, 2006)

2.3.2 Metode kultur skala Intermediat

Metode kultur Skeletonema costatum skala intermediate adalah sebagai berikut: (1)

Persiapan bak fiber volume 500 lt yang steril dan diisi air laut steril salinitas 32 ppt; (2)
Pengudaraan dilakukan selama 1 hari dengan aerasi kuat; (3) dilakukan tes klorin, apabila masih

mengandung klorin netralkan dengan Natrium Thiosulfat 1-5 ppm; (4) Pemasukan pupuk,

apabila air sudah netral; (5) Pemasukan inokulan Skeletonema costatum yang berasal dari

laboratorium ke dalam air media; (6) Pengamatan perkembangan dan kepadatan Skeletonema

costatum setiap hari dengan menggunakan Sedgewich Rafter. (Shiantiningsih, 2006)

2.4 Reproduksi dan pertumbuhan

Skeletonema costatum secara normal bereproduksi secara aseksual, yaitu dengan

pembelahan sel. Pembelahan sel yang terjadi berulang-ulang ini akan mengakibatkan ukuran sel

menjadi lebih kecil secara berangsur-angsur hingga generasi tertentu. Apabila ukuran sel sudah

di bawah 7 mikron, secara reproduksi tidak lagi secara aseksual akan tetapi berganti menjadi

seksual dengan pembentukan auxospora. Mula-mula epiteka dan hipoteka ditinggalkan dan

menghasilkan auxospora tersebut. Auxospora ini akan membangun epiteka dan hipoteka baru

dan tumbuh menjadi sel yang ukurannya membesar, kemudian melakukan pembelahan sel

hingga membentuk rantai. Pembelahan ini terus berlanjut sampai batas ukuran terkecil sel

kemudian berhenti dan sel akan keluar rantai yang akan tumbuh sampai batas ukuran terkecil sel

kemudian berhenti dan sel akan keluar dari rantai yang akan tumbuh sampai menyerupai ukuran

induknya (Romimohtarto dan Juwana, 2005).

Menurut Fog dan Thake (1987) dalam Utami dkk. (2012), fase pertumbuhan mikroalga ada

5 fase, yaitu fase lag (adaptasi), fase log (eksponensial), fase penurunan populasi, fase stasioner

dan fase kematian. Pada setiap fase kehidupannya, Skeletonema sp memiliki aktifitas yang

berbeda beda.

Fase adaptasi (lag) terlihat pada jam ke 0 hingga jam ke 18. Pada fase ini, Skeletonema sp

menyesuaikan diri terhadap kondisi media tumbuhnya. Fase adaptasi pada Skeletonema sp dalam
penelitian ini termasuk lama karena ada jenis Skeletonema sp yang mampu melakukan fase lag

dalam waktu 3 jam. Lama waktu adaptasi ini tergantung pada kemampuan individu sel nya

(Rudiyanti, 2011). Pada fase adaptasi pertumbuhan sel akan melambat dikarenakan alokasi

energi dipusatkan untuk penyesuaian terhadap media kultur dan untuk pemeliharaan sehingga

hanya sebagian kecil bahkan tidak ada energi yang digunakan untuk pertumbuhan (Utomo dkk.

2005).

Fase eksponensial terjadi pada jam ke 18 hingga jam ke 54. Pada fase ini Skeletonema sp

telah beradaptasi dengan media tumbuhnya dan mulai memanfaatkan nutrien yang berada pada

media untuk memperbanyak jumlah sel. Pada fase ini, jumlah sel meningkat 9 kali lipat yakni

dari 200 x 103 sampai 1.800 x 103 individu ml/l. Hal ini dikarenakan nutrien yang ada pada

media tumbuh masih sangat melimpah dan sudah mulai dapat dimanfaatkan oleh Skeletonema sp

(Rudiyanti, 2011).

Fase stasioner terjadi pada jam ke 72 hingga jam ke 96. Pada fase ini pertumbuhan sel

Skeletonema sp mulai melambat dibandingkan dengan fase eksponensial. Hal ini dikarenakan

jumlah nutrien sudah mulai berkurang akibat proses yang terjadi pada fase eksponensial. Nutrien

yang digunakan pada fase ini hanya untuk mempertahankan keberadaan Skeletonema sp,

sehingga pertumbuhann yang ada mulai berkurang. Pada fase ini puncak populasi Skeletonema

sp berada yakni pada 2.350 x 103 ind ml/l.

Fase penurunan populasi terjadi pada jam ke 96 hingga jam ke 126. Pada fase ini sel

Skeletonema sp sudah mulai berkurang. Hal ini dikarenakan jumlah nutrien sudah sangat sedikit

sehingga terjadi persaingan dalam memperebutkan nutrien yang ada. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Fogg (1965) dalam Rudiyanti (2011) sel Skeletonema sp yang tidak mendapatkan

nutrien lama kelamaan akan mati dan sel yang mendapatkan nutrien akan tetap hidup.
Fase kematian terjadi pada jam ke 126 hingga jam ke 168. Pada fase ini pertumbuhan sel

sudah tidak ada lagi. Hal ini dikarenakan nutrien yang berada pada media tumbuh telah habis

sehingga sudah tidak dapat lagi beregenerasi. Dari grafik pertumbuhan ini didapat beberapa

simpulan yakni, daur hidup Skeletonema sp dalam penelitian ini adalah 8 hari, waktu adaptasi

(lag) Skeletonema ini adalah 18 jam, dan puncak populasi terjadi pada hari ke-4 dalam

(Kurniawan et al., 2017).


III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Skeletonema costatum merupakan pakan alami yang berukuran kecil, memiliki

kandungan nutrien yang baik, serta merupakan makanan untuk larva ataupun zooplankton,

karena plankton jenis ini mudah dikembangbiakkan dan memerlukan waktu yang relatif singkat

dalam pemeliharaannya dibandingkan dengan fitoplankton jenis yang lain. komposisi kimia yang

terkandung yaitu protein 59%, lemak 8%, dan karbohidrat 33%. S costatum merupakan diatom

yang bersifat euryhalin dengan kisaran 20-30 ‰ merupakan kisaran yang baik untuk

pertumbuhan, dan optimal pada 25-29 ‰, namun dapat bertahan hidup hingga 40 ‰.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema costatum yaitu faktor kimia, fisika

dan biologi. Metode Kultur Skeletonema costatum menurut (Shiantiningsih, 2006) ada 2 yaitu

kultur skala laboratorium dan skala intemediat.


DAFTAR PUSTAKA

Armanda, D. T. (2013). PERTUMBUHAN KULTUR MIKROALGA DIATOM Skeletonema


costatum (Greville) Cleve ISOLAT JEPARA PADA MEDIUM f/2 DAN MEDIUM
CONWAY. Bioma, 2(1), 49–63.

Fadhila, W. A. (2019). PENGARUH SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP TINGKAT


PERTUMBUHAN Skeletonema costatum SKALA LABORATORIUM. In Universitas
Muhammadiyah Malang.

Kurniawan, M. H., Sriati, Agung, M. U. K., & Mulyani, Y. (2017). PEMANFAATAN


Skeletonema sp. DALAM MEREDUKSI LIMBAH MINYAK SOLAR DI PERAIRAN.
Jurnal Perikanan Dan Kelautan, 8(2), 68–75.

Rudiyanti, S. (2011). Pertumbuhan Skeletonema costatum pada Berbagai Tingkat Salinitas


Media. Jurnal Saintek Perikanan, 6(2), 69–76.

Shiantiningsih, D. (2006). Teknik Kultur Skeletonema costatum Laboratorium sebagai pakan


alami larva udang di balai budiaya air payau Situbondo-Jawa Timur. In IR- Perpustakaan
Universitas Airlangga.

Naik, R.K., D. Sarno, W.H.C.F. Kooistra. 2010. Skeletonema (Bacillariophyceae) in Indian


Waters. A reappraisal. India. 4 hal.

Edhy, W. A, J., Pribadi., Kurniawan. 2003. Plankton di Lingkungan PT. Central Pertiwi
Bahari. Suatu Pendekatan Biologi dan Manajemen Plankton dalam Budidaya Udang.
Mitra Bahari, Lampung.

Romimohtarto, K dan Juwana, Sri. 2005. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.
Jakarta: Djambatan.

Amalia, R. 2016. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair Hasil Fermentasi Terhadap
Kepadatan Populasi Skeletonema. Jurnal Perikanan dan kelautan.

Anda mungkin juga menyukai