Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGEMBANGAN OBAT ALAM DAUN KATUK

DISUSUN OLEH:
1. SOLIHATUN AMIDAN A (K1A019074)
2. ALIMAH RACHMAN A (K1A019080)

KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
PURWOKERTO
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil`alamin, segala puji syukur penulis panjatkan


kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya.
Makalah ini berjudul “Pengembangan Obat Alam Daun Katuk”. Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, serta pengikutnya yang selalu kita nanti-nantikan syafa`atnya di
Yaumul Akhir. Atas limpahan nikmat sehat fisik maupun akal pikiran yang
diberikan oleh Allah, penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah
yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan mendalam dan untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Kimia Medisinal.
Selama penyusunan makalah, penulis tidak luput dari kendala. Kendala
tersebut dapat diatasi penulis berkat adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih kepada Ibu Dosen yang mengampu bidang Bioteknologi, Ibu Hartiwi
Diastuti. Hal ini karena beliau telah mempercayai dan memberi tugas
ini yang mana dapat menambah wawasan.
Penulis tentu menyadari bahwa pada proses penyusunan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Maka dari itu, penulis dengan senang hati dan terbuka atas kritik serta
saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini agar
penulis dapat memperbaikinya. Harapan penulis yaitu agar makalah ini bisa jauh
lebih baik lagi dan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan baik
untuk diri penulis ataupun untuk pembaca. Demikian, apabila terdapat kesalahan
pada penyusunan makalah ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Purwokerto, 08 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI
c
DAFTAR ISI............................................................................................................ii

I. Tujuan...............................................................................................................3
II. Tinjauan Pustaka...........................................................................................3
III. Metodologi Percobaan..................................................................................5
3.1. Alat............................................................................................................5
3.2. Bahan.........................................................................................................5
3.3. Skema Kerja..............................................................................................5
IV. Hasil dan Pembahasan..................................................................................7
4.1. Data Pengamatan.......................................................................................7
4.2. Data Perhitungan.......................................................................................8
4.3. Pembahasan...............................................................................................9
V. Penutup...........................................................................................................16
5.1. Kesimpulan..............................................................................................16
5.2. Saran........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
LAMPIRAN...........................................................................................................19
I. NAMA DAN KLASIFIKASI TANAMAN
Tanaman katuk memiliki beberapa nama daerah diantaranya yaitu;
mamata (Melayu), simani (Minangkabau), katuk (Sunda), babing, katukan,
katu (Jawa), kerakur (Madura), katuk (Bengkulu), cekur manis (Malaysia),
kayu manis (Bali), binahian (Filipina/Tagalog), ngub (Kamboja) (Santoso,
2014).
Berikut taksonomi tanaman katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr)
(Santoso, 2014) :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Euphorbialess
Suku : Euphorbiaceae
Marga : Sauropus
Jenis : Sauropus androgynus (L.) Merr
Tanaman katuk memiliki akar yang berbentuk akar tunggang dengan
warna putih kotor, sehingga bijinya berkeping dua (dikotil). Batang pada
tanaman katuk pada umumnya tumbuh tegak lurus ke atas dengan
ketinggian sekitar 3 – 5 meter. Batang tersebut memiliki cabang – cabang
walaupun jarang dan berkayu memiliki warna hijau ketika masih berusia
muda, berwarna kelabu keputihan saat usianya sudah tergolong tua (Dirjen
POM, 1989).
Tanaman katuk termasuk tumbuhan semak kecil, tingginya sampai
dengan 3 meter. Batang yang muda berwarna hijau dan yang tua berwarna
coklat. Batang memiliki alur-alur dengan kulit yang agak licin. Daun
menyusun selang-seling pada satu tangkai, daun tunggal dengan jumlah
daun per cabang 11-21 helai, bentuk helaian daun lonjong sampai bundar.
Terkadang lanset permukaan atasnya berwarna hijau gelap dan permukaan
bawah berwarna hijau muda dengan tampak pertulangan daun yang jelas.
Panjang helai daun 2,5 cm, lebar 1,25-3 cm, tangkai pendek 2-4 mm,
berdaun penumpu, panjang 1,75-3 mm. Daun yang di pangkal cabang

16
berbentuk bulat telur berukuran lebar 1,5-2,5 cm, panjang 2,5-4,5 cm,
sedangkan yang di tengah dan ujung berbentuk jorong berukuran lebar 2,2-
3,1 cm, panjang 4,3-8,5 cm. Bunga tunggal atau berkelompok, keluar di
ketiak daun atau diantara satu daun dengan daun lainnya. Bunga sempurna
mempunyai helaian kelopak berbentuk bundar, warna merah gelap atau
merah dengan bintik-bintik kuning, lebar 3-3,5 mm, tinggi putik 0,75 mm,
lebar 1,75 mm, cabang dari tangkai putik berwarna merah, tepi kelopak
bunga berombak atau berkuncup, panjang tangkai 6- 7,5 mm. Bunga
jantan berbentuk seperti giwang, kelopak dan mahkotanya serupa,
berwarna merah kecoklatan, masing-masing berjumlah 3, saling
berdekatan, tebal dan berdaging, berwarna hijau kemerahan. Benangsari 6,
dengan serbuk sari berwarna putih kekuningan. Selain itu dinyatakan
bahwa bunga betina kelopak dan mahkotanya serupa, berwarna merah
kecoklatan, masing-masing berjumlah 3, tipis berlepasan, tidak mudah
luruh dan tetap menempel pada buah. Berbunga sepanjang tahun. Buang
bertangkai, panjang tangkai 1,25 cm, diameter bunga jantan 6-11 mm
(Santoso, 2014).

Gambar 1.1 Daun Katuk.

17
Gambar 1.2 Tanaman Katuk.
II. SEJARAH TANAMAN KATUK
III. KHASIAT EMPIRIK
Daun Katuk dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak air susu ibu
(ASI), obat jerawat, juga berkhasiat sebagai obat demam, obat bisul dan
obat borok (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2001).
Sujarwanto (2012) juga menyebutkan, khasiat dan kegunaan dari daun
Katuk adalah sebagai pelancar ASI, pembersih darah, pembangkit vitalitas
seks dan meningkatkan jumlah sperma, mencegah osteoporosis, anti stress
karena mengandung vitamin C yang tinggi, membentuk kolagen kalsium
yang tinggi sebagai penguat tulang, mengatur tingkat kolesterol serta
pemacu imunitas, penyembuh luka dan meningkatkan fungsi otak agar
dapat bekerja maksimal, mengandung efedrin sebagai anti influenza,
mencegah penyakit mata dangan kandungan vitamin A yang tinggi.
Pada penelitian yang dilakukan Warditiani dkk.
(2014), menyatakan bahwa pemberian ekstrak etanol 90% daun katuk
memiliki aktivitas sebagai antidislipidemia dengan menurunkan kadar
kolesterol, trigliserida, dan LDL pada tikus yang diberi pakan kaya lemak.
Pada penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian daun katuk
terfermentasi yang digunakan untuk pakan ternak dapat menurunkan kadar
kolesterol dalam daging ayam broiler Carcass (Syahruddin dkk., 2013)

18
IV. BUKTI ILMIAH
Berdasarkan penelitian terdahulu, pada ekstrak aseton dan ekstrak
etanol terdapat hasil positif pada uji flavonoid, fenol, tanin dan pada
ekstrak air terdapat hasil positif pada uji flavonoid (Rivai & Afriati, 2020).
Adapun kandungan dari daun katuk sebagai zat antibakteri sebagai berikut
(Majid & Muchtaridi, 2018):
a. Saponin
Saponin merupakan suatu glikosida yang memiliki aglikon berupa
sapogenin. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan air,
sehingga akan menimbulkan buih pada permukaan air setelah
dilakukan pengocokan. Struktur kimia saponin merupakan
glikosida yang tersusun atas glikon dan aglikon. Bagian glikon
terdiri dari gugus gula seperti glikosida, fruktosa dan jenis gula
lainnya. Bagian aglikon merupakan sapogenin (Nurzaman et al.,
2018).
Saponin memiliki aktivitas antibakteri yaitu merusak membran
dengan cara mengganggu permeabilitasnya, rusaknya membran sel
ini sangat mengganggu kelangsungan hidup bakteri (Majid &
Muchtaridi, 2018).

Gambar 4.1 Struktur Senyawa Saponin.


b. Tanin
Tanin adalah suatu senyawa fenolik yang memberikan rasa pahit
dan sepat/kelat, dapat bereaksi dan menggumpalkan protein atau

19
senyawa organik lainnya yang mengandung asam amino dan
alkaloid.

Gambar 4.2. Struktur Senyawa Tanin.


c. Alkaloid
Kebanyakan alkaloid memiliki rasa pahit, bersifat basa lemah, dan
sedikit larut dalam air dan dapat larut dalam pelarut organik non
polar seperti dietil eter, kloroform dan lain-lain. Beberapa alkaloid
memliki warna seperti berberin yang berwarna kuning dan garam
sanguinarine dengan tembaga berwarna merah. Alkaloid akan
terdekomposisi oleh panas kecuali strychnine dan caffeine. Secara
wujud kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dan sedikit
diantaranya merupakan padatan amorf (Julianto, 2019).
Mekanisme alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan menghambat
pembentukan bakteri yang menyebabkan bakteri menjadi rusak
dan mati (Majid & Muchtaridi, 2018).

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

20
Agustira, R., & Lubis, K. S. (2013). Kajian Karakteristik Kimia Air, Fisika Air
dan Debit Sungai pada Kawasan DAS Padang Akibat Pembuangan
Limbah Tapioka. Jurnal Agroekoteknologi Universitas Sumatera
Utara, 1(3), 95191.
Atima, W. (2015). BOD dan COD sebagai parameter pencemaran air dan baku
mutu air limbah. BIOSEL (Biology Science and Education): Jurnal
Penelitian Science dan Pendidikan, 4(1), 83-93.
Boyd, C. E. (1990). Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama
Agricultural Experiment Station. Alabama: Auburn University Press.
De Santo, R.S. 1978. Concepts of applied ecology. Heidelberg Science Library.
Springer-Verlag : New York. 310 p.
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Hidayah, E. N., & Aditya, W. (2010). Potensi dan pengaruh tanaman pada
pengolahan air limbah domestik dengan sistem constructed
wetland. Envirotek: Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 2(2), 11-18.
Khaliq, Abdul. (2015). Analisis Sistem Pengolahan Air Limbah Pada Kelurahan
Kelayan Luar Kawasan IPAL Pekapuran Raya PD PAL Kota Banjarmasin.
Jurnal Poros Teknik. Vol 7 (1) : 1-53.
Mubin, F., Binilang, A., & Halim, F. (2016). Perencanaan sistem pengolahan air
limbah domestik di Kelurahan Istiqlal Kota Manado. Jurnal Sipil
Statik, 4(3).
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah. (2012). Peraturan Daerah Jawa
Tengah Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air
Limbah. Sekretariat Daerah, Jawa Tengah.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. (2016).
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PerMenLHK)
Republik Indonesia No. P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang Baku
Mutu Air Limbah Domestik.
Purnama, S. G., & Purnama, I. G. (2017). Study Guide Analisis Kualitas
Lingkungan. Bali: Universitas Udaya Press.
Rahmawati, Chadijah, St, Ilyas, dan Asriani. (2013). Analisa Penurunan Kadar
COD Dan BOD Limbah Cair Laboratorium Biokimia UIN Makassar
Menggunakan Fly Ash (Abu Terbang) Batubara. Jurnal UIN. Makassar.

21
Sani, E. Y. (2006). Pengolahan air limbah tahu menggunakan Reaktor anaerob
bersekat dan aerob (Doctoral dissertation, program Pascasarjana
Universitas Diponegoro).
Septiawan, M., Sedyawati, S. M. R., & Mahatmanti, F. W. (2014). Penurunan
Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Tanaman Cattail dengan Sistem
Constructed Wetland. Indonesian Journal of Chemical Science, 3(1).
Silviana, E., Fauziah, F., & Adriani, A. (2020). the Comparison of Potassium
Iodate Concentration in Jangka Salt of Matang Glumpang Dua Production
From the Cooking and Natural Drying Process By Iodometri
Method. Lantanida Journal, 7(2), 135-146.
Sholichin, M. (2012). Pengelolaan Air Limbah: Teknologi Pengolahan Air
Limbah. Malang: Universitas Brawijaya Press.
Sugiharto. (2014). Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. UI-Press : Jakarta.
Sulistia, S., & Septisya, A. C. (2020). Analisis Kualitas Air Limbah Domestik
Perkantoran. Jurnal Rekayasa Lingkungan, 12(1).
Underwood, A. (2004). Analisis Kimia Kualitatif. Penerbit Erlangg
UU RI. (2009). Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Nomor 32
Tahun 2009. Jakarta.
Wardhana, A. W. (2001). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi
Offset.

22
LAMPIRAN
Perhitungan Reagen
1. Larutan 0,025 N Na2S2O3
m 1000
M = x
Mr V (mL)
m 1000
0,025 = x
248 1000
m = 6,20 g

2. Larutan 4 N H2SO4
Mol ekuivalen
N =
volume larutan( L)
2
N =
0,056
N = 35,71 N

N1 . V1 = N2 . V2
35,71 . V1 = 4 . 500
V1 = 56 mL

3. Larutan 0,1 M KMnO4


m 1000
M = x
Mr V (mL)
m 1000
0,1 = x
158 500
m = 7,9 g

4. Larutan indikator amilum 0,5%


m
% =
v
m
0,5% =
1000
m =5g

Jawaban Pertanyaan
1. Gangguan yang biasanya muncul pada saat analisis menggunakan metode titrasi
adalah oksidasi udara, penguapan I2, adsorosi I2 oleh endapan, dan standarisasi
larutan tiosulfat. Larutan tiosulfat yang sudah distandarisasi akan menghasilkan
hasil penentuan nilai COD yang lebih akurat.
2. Reaksi yang terjadi:

23
MnO4- + e- MnO42- (sebelum pemanasan)
MnO4- + 8H+ +5e- Mn2+ + 4H2O

24
KMnO4 + I2 I2 + 2e-
I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Fungsi penambahan:
HgSO4: Menghilangkan gangguan Cl pada saat titrasi
KMnO4: Mengoksidasi zat-zat organik
KI 10%: Mereduksi sisa KMnO4
H2SO4: Mereduksi iodo dari KI
Amilum 1%: Indikator

25

Anda mungkin juga menyukai