(Anti Aging)
NPM : 5419221060
UNIVERSITAS PANCASILA
PROGRAM MAGISTER ILMU KEFARMASIAN
JAKARTA
2020
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sediaan Mengencangkan kulit
(Anti Aging)”. Penyusunan makalah ini bertujuan sebagai penunjang Mata Kuliah
Keamanan dan Manfaat KBA yang nantinya dapat digunakan mahasiswa untuk
menambah wawasan dan pengetahuannya.
Penulis menyadari bahwa dalam proses Penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penyusunannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, masukan, saran, kritik, dan usul yang
sifatnya untuk perbaikan dari berbagai pihak khususnya Bapak/Ibu sangat diharapkan
untuk penyempurnaan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
4
akan diperpanjang, anti penuaan berarti menunda ketergantungan pada usia
perubahan dalam tubuh selama mungkin atau untuk mengurangi tingkat perubahan
tersebut. (Imokawa 2009).
Senyawa bioaktif dari tanaman berkembang dan populer untuk digunakan
sebagai bahan kosmetik dalam formulasi karena banyak dilaporkan mengandung
vitamin, antioksidan, minyak essensial, protein, senyawa penolik, dan zat aktif
lainnya. Senyawa bioktif yang beragam termasuk penolik telah dilaporkan memiliki
aktifitas antioksidan alami yang juga bisa berfungsi sebagai anti aging, anti mikroba,
anti inflamasi, dan inhibitor tyrosinase sehingga biokatif dalam prodak kosmetik
cenderung lebih aman, biodegradable, dan ramah lingkungan di bandingkan dengan
bahan syntesis (Whangsomnuek et al. 2019). Anti aging dan pembentukan kerutan
juga bisa disebabkan oleh Reaktif Oksigen Spesies (ROS) yang disebabkan oleh
stres oksidatif, kosmetik herbal cukup populer di kalangan konsumen karena
dianggap memilki khasiat yang kuat tidak beracun dan memiliki aktivitas
antioksidan yang tinggi. Antioksidan dapat bertindak sebagai pelindung untuk
mengatasi stres oksidatif yang ditimbulkan oleh ROS berlebih. Penol dan flavonoid
adalah golongan metabolit skunder yang populer sebagai antioksidan (Dixit and
Reddy 2017).
5
ringan atau pelembab konsistensi dan memiliki kemampuan untuk menembus lebih
dalam untuk mengirimkan bahan aktif ke dalam kulit. (Ojha, S, et al 2018).
Salah satu bahan alam yang bisa dipergunakan sebagai antiaging adalah
daun kelor (Moringa oleifera). Dalam penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa
daun kelor mengandung vitamin C tujuh kali lebih besar daripada jeruk, vitamin A
sepuluh kali lebih besar daripada wortel, kalsium tujuh belas kali lebih besar
dibanding susu, protein sembilan kali lebih besar daripada yoghurt, kalium lima
belas kali lebih besar daripada pisang dan besi dua kali lebih besar daripada bayam.
Kandungan asam askorbat, ßkaroten, asam tocopherol, flavonoid, fenolat,
karotenoid, derivat asam hidroksinamit, dan flavonoid menyebabkan daun kelor
dapat digunakan sebagai sumber bahan alami antioksidan. Aktivitas antioksidan
tersebut menyebabkan daun kelor dapat digunakan sebagai antiaging (Dixit and
Reddy 2017).
Tanaman ubi jalar ungu varietas Antin 3 merupakan varietas baru yang
prospektif untuk dikembangkan karena kandungan antosianin yang dimiliki.
Antosianin memiliki sistem ikatan rangkap terkonjugasi yang mampu menjadikan
antosianin sebagai antioksidan dengan mekanisme penangkapan radikal. Bagian
daun memiliki kandungan antioksidan dan komponen fitokimia yang lebih tinggi
dibandingkan bagian umbinya. Ketersediaan daun ubi jalar ungu yang berlimpah,
mudah didapat dan pemanfaatannya yang belum maksimal, menjadikan daun ubi
jalar ungu tepat sebagai bahan aktif kosmetika antioksidan (Dipahayu, Soeratri, and
Agil 2014).
Mangga itu sendiri secara umum banyak mengandung beta karoten, kalium
dan Vitamin C. Beta karoten adalah zat di dalam tubuh yang akan di ubah menjadi
Vitamin A dan beta karoten (Vitamin C) juga tergolong antioksidan yang dapat
memberikan perlindungan terhadap kanker karena dapat menangkal radikal bebas
(Mangifera n.d.).
6
B. PERUMUSAN MASALAH
D. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui tentang pengertian ati aging.
2. Mengetahui formulasi sediaan anti aging.
3. Mengetahui pengujia anti aging baik secara in vitro maupun in vivo
7
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. KULIT
8
Fungsi Biologis Kulit
a. Proteksi
Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jarigan lemak subkutan berfungsi
mencegah terutama mekanik langsung terhadap interior tubuh. Lapisan tanduk
dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah
masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain itu juga
berfungsi sebagi barrier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat
mencegah pertumbuhan bakteri dari kulit.
b. Thermoregulasi
c. Presepsi Sensori
Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap rangsangan dari luar berupa
tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui beberapa reseptor Benda Meissner,
Diskus Merkell, dan Korpuskulim Golgi sebagai reseptor raba, Korpuskulum
Pacini sebagai reseptor tekanan, Korpuskulum Ruffini dan Benda Krauss
sebagai reseptor suhu dan Nervus End Plate sebagai reseptor nyeri. Rangsangan
dari luar diterima oleh reseptor – reseptor tersebut dan diteruskan ke sistem saraf
pusat dan selanjutnya diinterprestasi oleh korteks serebri.
d. Absorbsi
Beberapa bahan dapat di absorpsi kulit masuk kedalam tubuh melalui dua jalur
yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Material yang mudah larut
9
dalam lemak lebih mudah diabsorbsi dibanding air dan material yang larut dalam
air.
e. Fungsi lain.
Fungsi lain dari kulit adalah kulit dapat menggambarkan status emosional
seseorang dengan memerah, memucat maupun kontraksi otot penegak rambut.
Wajah tersusun dalam lima lapisan berbeda yang saling bersambung dari
leher hingga kulit kepala Dalam setiap lapisan, struktur dapat diidentifikasi yang
unik di antara lapisan masing-masing dan sangat membantu untuk orientasi dan
karenanya penting untuk aplikasi yang aman. Menariknya, kulit kepala dapat
berfungsi sebagai akronim untuk lima lapisan yang berbeda antara lain: lapisan
1, S = kulit; lapisan 2, jaringan ikat C, di sini lapisan lemak subkutan; lapisan 3,
A = aponeurosis juga lapisan muskuloaponeurotik; lapisan 4, L= jaringan ikat
longgar, juga jaringan ikat areolar; dan lapisan 5, P = periosteum, juga fasia
yang dalam. Namun, kita harus ingat bahwa pengaturan ini adalah penyelarasan
umum dari struktur di wajah, tetapi ada daerah di mana pengaturan ini diubah
menjadi kurang dari lima lapisan misalnya, tiga lapisan di daerah infraorbital,
atau menuju lebih dari lima lapisan, misalnya, sembilan lapisan di wilayah
temporal.
1. Kulit (Lapisan 1)
10
daerah ini sangat menonjol Perlu dicatat bahwa pada dinding hidung medial
yang berdekatan dengan canthus medial, penampilan kebiruan yang sama
dapat dideteksi, yang sesuai dengan luasnya dari otot yang mendasarinya In
the buccal and parotideomasseteric region, the skin lies on a variable thick
layer of subcutaneous fat and has loose and variable connections to the
underlying muscles of facial expression.
11
3. Musculoaponeurotic (Lapisan 3)
Lapisan ikat areolar yang longgar mengandung lemak yang dalam dan
kompartemennya, dan dipisahkan di wajah dari lemak subkutan (lapisan 2)
oleh SMAS. Lemak mengandung adiposit, yang ukurannya berbeda
dibandingkan dengan lemak superfisial, dan beberapa penulis menganggap
fungsinya sebagai bidang gerak untuk otot-otot ekspresi wajah. Lemak yang
dalam diatur dalam kompartemen yang berbeda, dan batas-batas
12
kompartemen ini berfungsi sebagai jalur transisi untuk cabang saraf wajah
dan untuk cabang-cabang dari arteri dan vena wajah. Kompartemen lemak
dalam baru-baru ini dikonfirmasi baik dalam kadaver dan dalam studi
pencitraan tetapi keberadaannya telah lama diketahui dan didalilkan;
misalnya, deskripsi pertama pada retro orbicularis oculi fat (ROOF) pertama
kali dijelaskan pada tahun 1909, dan pada suborbicularis oculi fat (SOOF)
pada tahun 1995. Di wilayah temporal, lapisan ini hampir tidak ada di
kompartemen temporal atas tetapi bervariasi selama penuaan di bagian
bawah kompartemen temporal, di mana ia juga menaungi cabang temporal
saraf wajah. Namun, masih ada kompartemen lemak yang perlu
dikonfirmasi pada lapisan ini, misalnya, kompartemen lemak nasolabial
yang dalam, yang akan melengkapi pemahaman anatomi wajah dan akan
berdampak pada aplikasi peremajaan di masa depan.
5. Periosteum (Lapisan 5)
Nama dari lapisan ini mengambil dari kulit kepala di mana lapisan 5
menutupi tulang dan hanya tulang yang terbuka yang dapat diidentifikasi
sedalam itu. Di bagian lain dari wajah, lapisan 5 dapat diidentifikasi sebagai
struktur yang berbeda, yang bukan periosteum. lapisan ini disebut deep
temporal fascia dan termasuk pad lemak temporal superfisial. Di Midface
lateral, lapisan ini disebut parotideomasseteric fascia dan di leher itu kontinu
dengan lapisan investasi deep cervical fascia. Namun, bukti ilmiah tentang
kesinambungannya adalah subjek penelitian saat ini dan hasilnya akan
berkontribusi pada pemahaman baru tentang anatomi wajah Jauh ke lapisan
ini, otot temporalis dan ekstensi temporal pad lemak bukal dapat
diidentifikasi di wilayah temporal Di midface lateral (oksipital ke
ligamentum masseter), kelenjar parotis, oksipital sepertiga dari saluran
parotis, kelenjar parotis aksesori, asal otot zygomatik, dan cabang-cabang
saraf wajah yang muncul dari parotis plexus dapat diidentifikasi. Di medial
midface (rostral ke ligamentum masseter) lapisan ini menyelimuti saluran
13
parotis dan membentuk fasia vena wajah sebelum melekat pada fasia
buccopharyngeal dan otot buccinator. Namun, di daerah periorbital, lamina
superfisial (bukan lamina dalam) dari fasia temporal yang dalam berlanjut
menuju orbit dan memisahkan SOOF dari ruang prezigomatik. Medial ke
vena wajah, lapisan ini kontinu dengan periosteum dari kerangka wajah dan
terhubung ke epineurium dari saraf infra orbital.
a. Penuaan merupakan proses alami yang tak dapat dihindari oleh semua mahluk
hidup
b. Bahwa penuaan adalah akibat kerusakan baik anatomi maupun fisiologi pada
semua organ tubuh lainnya sampai ke kulit.
Perubahan akibat proses penuaan yang terjadi pada kulit dapat dibagi atas
perubahan anatomis, perubahan fisiologis, serta kimiawi. Beberapa perubahan
anatomi tersebut dapat terlihat langsung, seperti hilang nya elastisitas dan
fleksibilitas kulita yang menyebabkan timbulnya kerut dan keriput. Berkurang
nya jumlah rambut dikepala walaupun pada wanita justru sering tumbuh kumis
atau rambut panjang dileher atau di pipi, hiperpigmentasi dan tumor kulit
terutama pada usia 40 tahun ke atas akibat terlalu lama terpapar sinar matahari.,
terjadinya penebalan kulit, epidermis kering dan pecah-pecah, perubahan pada
bentuk kuku dan rambut, dan lain sebagainya.
14
sering terkena sinar matahari dengan kulit yang sering tertutup pakaian. Kulit
yang sering terbuka akan cepat kering, keriput, kasar, dan timbul kerusakan lain
akibat radiasi UV matahari.
Secara histologi dan fisiologi, pada kulit yang sudah menua ditemukan
antara lain hal-hal sebagai berikut :
1) Kulit menjadi kering karena menurunnya fungsi kelenjar minyak kulit (Kelnjar
sebasea)
2) Berkurangnya kadar air kulit dan mengeringnya serabut kolagen dan elastin
akibat menurunnya hormon-hormon kelamin
3) Menurunnya kecepatan metabolisme sel basal dan melambatnya proses
keratinisasi, mengakibatkan regenerasi sel-sel epidermis menjadi lambat.
Analisi kimiawi terhadap susunan bahan-bahan kimia didalam kulit
orang tua menyatakan bahwa kandungan kalsium meningkat, sedangkan sulfur
menurun. Kandungan kolesterol pada kulit tua sangat menurun. Pada janin di
dalam kandungan kadar kolesterol sampai 1200 mg per 100 g kulit, pada anak-
anak sebesar 500 mg , dan pada orang tua hanya tinggal 365 mg.
Pada kulit tua ditemukan defisiensi banyak vitamin, antara lain vitamin
C, biotin, vitamin K, asam panthotenat, pyrodixine, asam nikotinat, citrus
bioflavonoid, dan lain-lain. Kekurangan vitamin K antara lain menyebabkan
telangiestasia (pecahnya pembuluh darah kulit yang terlihat seperti sarang laba-
laba).
Untuk memperlambat prioses penuaan kulit tersebut, maka defisiensi
vitamin perlu dicegah atau diperbaiki dengan menggunakan produk kosmetik
seperti kosmetik pelembab, kosmetik yang mengandung kolagen, vitamin,
allantoin, ekstrak placenta, dan lain sebagainya. (Tranggono,2014)
15
Penuaan Intrinsik Dan Ekstrinsik
Ada dua faktor penuaan kulit dari sumber yang berbeda yaitu faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Namun kedua faktor tersebut menjadi menjadi sinergis,
membuat kulit tampak tua.
Penuaan intrinsik disebut juga penuaan kronologis atau sejati, mau tidak
mau terjadi sebagai konsekuensi alami dari perubahan fisiologis dari waktu ke
waktu. Dalam hal ini, genetika individu bertanggung jawab atas gangguan, di
antara faktor-faktor lain yang juga ada tetapi dengan efek yang lebih kecil. Saat
ini, telomer, sekuens DNA kecil hadir di ujung kromosom, dianggap sebagai
elemen penting dalam proses penuaan intrinsik. Struktur ini, ketika utuh,
cenderung memperpanjang umur sel. Dengan penuaan, karena replikasi terus
menerus, pemendekan dari struktur ini terjadi, yang dapat diperbaiki dengan
telomerase. Pemeliharaan telomer dengan aksi telomerase akan mengunci proses
penuaan, tetapi tindakan ini dapat menyebabkan karsinogenesis. Masih belum
ada perawatan sistemik atau topikal berdasarkan teori ini, dan diperlukan lebih
banyak penelitian.
a. Etnisitas. Efek utama dari etnis pada penuaan berkaitan dengan perbedaan
dalam pigmentasi. Tingkat pigmentasi melanin yang tinggi melindungi dari
efek kumulatif dari photoaging. Kulit hitam lebih kompak dan memiliki
jumlah lipid yang lebih besar, juga dianggap sebagai faktor yang
mempengaruhi peningkatan resistensi terhadap penuaan. Subjek Asia diamati
mengembangkan keriput kemudian dan pada tingkat intensitas yang lebih
rendah dibandingkan dengan Kaukasia.
b. Variasi anatomi. Beberapa di area kulit ada yang lebih tipis dari yang lain
dan, di daerah kulit yang lebih tipis tersebut penuaan menjadi terlihat lebih
16
jelas, terutama pada bagian kelopak mata dimana area ini merupakan kulit
yang paling tipis di tubuh manusia. Ada juga variasi dalam komposisi dan
distribusi lipid dalam kulit
17
d. Paparan sinar matahari. Paparan cahaya matahari menginduksi longsoran
perubahan molekuler dan seluler yang memicu gangguan cepat dan dinamis
pada kulit, tidak seperti perubahan intrinsik, yang terjadi secara lambat,
menghasilkan atrofi umum dan beberapa perubahan struktural hingga usia 50
tahun. Efek sinar matahari pada kulit sangat dalam dan mewakili hingga 90%
dari penuaan yang terlihat di kulit wajah, terutama pada orang yang memilki
kulit terang. (Marcia Ramos-e-Silva,2013)
D. ELASTASE
18
Pembentukan kerutan wajah telah terkait erat dengan hilangnya sifat
elastis kulit. Penelitian radiasi berulang pada kulit hewan percobaan dengan
radiasi UVB pada dosis suberythemal secara signifikan mengurangi sifat
elastisnya, menghasilkan pembentukan keriput. Iradiasi UVB berulang
memunculkan perubahan dalam struktur tiga dimensi serat elastis, yang terkait
erat dengan pengurangan selanjutnya dalam sifat elastis kulit. Walaupun iradiasi
UVB menstimulasi aktivitas fibroblast elastases di dermis, suatu inhibitor sintetik
khusus untuk elastase fibroblast mencegah pembentukan kerut (Imokawa, 2009).
Karena Aging/penuaan, kadar kolagen, elastin dan asam hialuronat menurun,
yang menyebabkan hilangnya kekuatan dan kelenturan pada kulit yang
menghasilkan kerutan/wringkle menjadi terlihat (Ndlovu et al., 2013).
19
Gambar 2. Kondisi serat elastin dalam konfigurasi tiga dimensi pada kulit.
Serat elastis di kulit yang tidak terpapar (a) ; serat elastis yang terpapar
UVB berulang kali (b) (Imokawa & Ishida, 2015)
Elastase adalah anggota dari keluarga chymotrypsin dari protease yang
terutama bertanggung jawab atas kerusakan elastin. Protein penting ini ditemukan
dalam ECM (Extra celuller Matrix). Elastin bisa dipecah sebagai kolagen,
fibronektin dan protein ECM lainnya. Namun, karena paparan ultraviolet kronis,
kolagen dan elastase pada dermis akan mengalami denaturasi, menyebabkan
keriput dan photoaging kulit (Azmi et al.,2014).
Karakteristik Elastase
EC Number 3.4.21.37
Residu 218
pH optimum 8 - 8,5
20
Fungsi Biologis Degradasi komponen ECM,
bakterisida, mediator peradangan,
reseptor Pembelahan, pembelahan
surfaktan paru-paru, induksi Sitokin
dan kemokin, Induksi submukosa
saluran napas
E. ANTIOKSIDAN
21
diproduksi secara internal, dan dengan diet antioksidan vitamin C dan E
(Salehi, 2018).
Radikal bebas adalah atom atau molekul tidak stabil dan sangat reaktif
karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital
terluarnya (Pangkahila, 2007). Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul,
radikal bebas akan bereaksi dengan molekul di sekitarnya untuk memperoleh
pasangan elektron. Adanya elektron tidak berpasangan ini menyebabkan
radikal bebas secara kimiawi menjadi sangat aktif. Radikal bebas dapat
bermuatan positif (kation), negative (anion) atau tidak bermuatan (netral).
Tubuh manusia mengandung molekul oksigen stabil dan tidak stabil. Molekul
oksigen stabil penting untuk memelihara kehidupan sel. Dalam jumlah tertentu
radikal bebas diperlukan untuk kesehatan akan tetapi radikal bebas bersifat
merusak dan sangat berbahaya. Fungsi radikal bebas dalam tubuh adalah untuk
melawan radang, membunuh bakteri dan mengatur tonus otot polos dalam
22
organ maupun pembuluh darah. Jika reaksi ini berlangsung terus menerus
dalam tubuh manusia dan bila tidak berhenti akan menimbulkan penyakit
seperti kanker, jantung, penuaan dini dan menurunnya sistem imun tubuh.
Symbol dari radikal bebas adalah sebuah titik dimana titik tersebut
menggambarkan elektron tidak berpasangan.
23
berbahaya. Bahan radikal bebas tersebut sebenarnya merupakan senyawa atau
molekul dengan satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya.
Elektron terus mencari pasangannya dan beberapa senyawa diikat oleh radikal
bebas pada umumnya molekul besar seperti lipid, protein maupun DNA. Apabila
hal tersebut terjadi maka akan mengakibatkan kerusakan sel atau pertumbuhan
tidak bisa dikendalikan.
Cara terbentuknya radikal bebas adalah secara in vivo dan in vitro dengan
tahapan proses yakni pemecahan satu molekul normal secara homolitik menjadi
24
dua dimana hal ini memerlukan tenaga tinggi dari sinar UV, panas dan radiasi
ion. Kemudian dilanjutkan pada kehilangan satu elektron dari molekul normal
dan penambahan elektron pada molekul normal.
a. Tahap inisiasi
Tahap awal pembentukan radikal bebas ini, produksi radikal bebas melalui
beberapa proses. Suhu tinggi, proses ekstrusi dan tekanan pada pemotongan
polimer menimbulkan radikal alkil. Setelah oksidasi dimulai, konsentrasi
hidroperoksida meningkat. kemudian dekomposisi hidroperoksida menjadi
sumber utama inisiator radikal. Penyerapan sinar UV menghasilkan radikal
yang disebabkan oleh hidroperoksida dan senyawa karbonil. Degradasi
polimer disebabkan oleh penyerapan cahaya UV dari autooksidasi radikal.
Substrat oksidatif dapat bereaksi secara langsung dengan oksigen khususnya
pada temperatur tinggi sehingga menghasilkan radikal.
ROOR → 2RO●
b. Tahap propagasi
25
energi hampir mendekati nol (0). Keadaan tersebut mengakibatkan
konsentrasi ROO● terbentuk lebih besar.
Reaksi propagasi dapat terjadi beberapa kali sebelum terjadi pemutusan oleh
radikal peroksi ke non radikal. Dekomposisi homolitik hidroperoksida
dihasilkan oleh reaksi propagasi sehingga meningkatkan tingkat inisiasi oleh
produksi radikal. Laju reaksi dari molekul oksigen dengan radikal alkil
membentuk peroksi radikal jauh lebih tinggi dibandingkan laju reaksi radikal
peroksi dengan atom hidrogen dari substrat.
R● + 3O2 → ROO●
ROO● + RH → ROOH + R●
c. Tahap terminasi
R● + R‟● → RR
R● + ROO● → ROOR
Pada tahap terminasi, akan terbentuk spesies non radikal karena radikal bebas
bereaksi satu sama lain. Sedangkan hidroperoksida akan terdekomposisi
menjadi produk alkohol, asam keton dan substrat lain yang lebih stabil.
26
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. ALAT
27
C. METODE PENELITIAN
1. Metode penelitian Untuk Formulasi Sediaan krim Ekstrak Daun Kelor
(Sugihartini and Nuryanti 2017)
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan 12
sukarelawan sehat baik sebagai kelompok kontrol maupun perlakuan.
Lokasi penelitian untuk pengukuran parameter kulit dilakukan di Rumah
Sakit Umum Pemeliharaan Kesejahteraan Umat (PKU) Muhammadiyah
Yogyakarta. Kriteria inklusi meliputi subjek berumur 19–25 tahun, subjek
tidak mengkonsumsi vitamin kulit atau suplemen mineral, semua subjek
dalam kondisi baik berdasarkan riwayat kesehatan. Kriteria eksklusi yaitu
subjek dengan penyakit kulit, penyakit inflamasi, atau mengonsumsi obat-
obatan, antioksidan, vitamin, atau suplemen kesehatan, subjek yang sedang
hamil atau menyusui, telah didiagnosis diabetes mellitus. Kriteria drop out
apabila subjek tidak bersedia lagi menggunakan krim ekstrak daun kelor.
2. Metode penelitian untuk formulasi sediaan krim ekstrak daun ubi jalar
ungu (Dipahayu, Soeratri, and Agil 2014)
Ekstrak daun ubi jalar ungu varietas Antin 3 akan diukur aktivitas
antioksidannya secara in vitro yaitu dengan metode DPPH untuk mengetahui
nilai IC 50 dan nilai IC 50 tersebut akan dipakai sebagai konsentrasi ekstrak
yang ditambahkan dalam formula. Formula krim yang dibuat adalah tipe
minyak dalam air (m/a) karena merupakan system penghantaran optimal
untuk bahan aktif polifenol dan lebih acceptable karena mudah diaplikasikan
ke kulit serta meninggalkan rasa nyaman dibanding krim tipe air dalam
minyak (a/m) (Bernatoniene et al., 2011). Pemilihan komponen basis
berdasarkan sifat kestabilan dan kompatibilitas dengan ekstrak etanol daun
ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L.) Lamk Antin 3. Formula basis dan krim
antioksidan yang terbentuk akan diteliti stabilitas fisiknya selama 4 minggu
dan diuji efektifitasnya (in vivo) pada kulit manusia dengan penilaian
parameter aging yaitu peningkatan kelembaban kulit, pengurangan kerutan
28
atau curvature dan kecerahan warna kulit. Penilaian dilakukan terhadap basis
dan krim antioksidan selama 28 hari.
3. Metode penelitian untuk formulasi sediaan krim ekstrak buah mangga
manalagi (Mangifera n.d.)
Pengumpulan buah mangga import (Mangifera indica L) dilakukan secara
purposife yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang
digunakan adalah mangga import yang dibeli di Berastagi supermarket, Jalan
Gatot subroto, Medan, Sumatera Utara.
Pemilihan sukarelawan dilakukan disekitar daerah Kapten Muslim Jalan
Budi Luhur, Medan Helvetia. Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji
iritasi krim anti aging dari sari buah mangga import berjumlah 5 orang
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Wanita berbadan sehat
b. Usia antara 20 – 30 tahun
c. Sehat jasmani dan rohani
d. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi.
D. FORMULASI SEDIAAN
1. Formulasi krim anti aging ekstrak daun kelor
Tabel 1. Formulasi krim anti aging ekstrak daun kelor
29
b. Fase air terdiri dari TEA, xanthan gum, nipagin dan aquadestilata.
c. Formula basis (Modifikasi Bernatoinene et al., 2011) : vaselin album (6,2
g), mineral oil (13,8 g), isopropil miristat (1,5 g), asam stearat (7,5 g),
gliseril monostearat (5 g), Nipasol (0,05 g), TEA (0,2 g), xanthan gum
(0,2 g), nipagin (0,1 % g), aquadestilata (ad 100 g).
d. Formula krim antioksidan : vaselin album (6,2 g), mineral oil (13,8 g),
isopropil miristat (1,5 g), asam stearat (7,5 g), gliseril monostearat (5 g),
nipasol (0,05 g), TEA (0,2 g), xanthan gum (0,2 g), nipagin (0,1 % g)
ekstrak kering (0,37 g), aquadestilata (ad 100 g).
30
E. PROSEDUR KERJA
1. Prosedur kerja Untuk Formulasi Sediaan krim Ekstrak Daun Kelor
31
Prosedur penelitian dimulai dengan identifikasi tanaman daun kelor
diperoleh dari daerah Cluwak, Pati, Jawa Tengah pada bulan Januari 2016
dan dilakukan identifikasi tanaman di Laboratorium Biologi, Universitas
Ahmad Dahlan. Kemudian pembuatan ekstrak daun kelor yang diperoleh
dengan menggunakan metode maserasi pada perbandingan simplisia dan
pelarutnya berupa etanol 70% sebesar 1:6. Serbuk simplisia direndam dalam
pelarut selama 72 jam pada suhu kamar. Setelah difiltrasi residu dimaserasi
kembali dengan 500 mL etanol 70% selama 24 jam. Maserat yang diperoleh
dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 60°C, kemudian
diuapkan diatas waterbath sampai didapat ekstrak kental. Ekstrak daun kelor
diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dengan formula mengacu pada
hasil penelitian sebelumnya yang sudah dimodifikasi.
32
diperiksa dengan menggunakan alat tersebut. Prosedur penelitian telah
mendapatkan surat keterangan dari Komite Etik Penelitian Universitas
Ahmad Dahlan No. 011604072. Data dianalisis dengan SPSS statistic 16.0.,
dengan Oneway anova dan Uji t berpasangan untuk mengetahui perbedaan
yang bermakna pada tiap formula.
2. Prosedur kerja untuk formulasi sediaan krim ekstrak daun ubi jalar
ungu
Daun segar merupakan hasil klon pengembangan BALITKABI ( Balai
Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi) Malang, daun didapat dari
pertanian binaan BALITKABI di daerah tumpang Malang, berumur 5 bulan
dan dari 1 area penanaman. Daun dikeringkan dengan freeze drying dan
diblender halus. Serbuk daun diekstraksi secara maserasi kinetik dengan
etanol 70 % (dengan perbandingan : 0,1 gram serbuk daun dalam 100 mL
etanol 70 %) selama 1 jam kemudian disaring buchner. Proses maserasi
diulang hingga filtrat menjadi jernih. Filtrat yang didapat, diuapkan pelarut
alkoholnya pada suhu 40ºC dengan alat rotary evaporator hingga tinggal satu
pertiga bagian kemudian dikeringkan dengan freeze drying hingga didapat
ekstrak kering.
Aktivitas antioksidan ekstrak kering daun ubi jalar ungu (Ipomoea
batatas (L.) Lamk Antin 3 ditentukan dengan metode DPPH (Mun Hue et
al., 2012; Ghasemzadeh, 2012). 3,0 mL larutan ekstrak dengan konsentrasi
(0,5; 1; 2; 3; 4 ppm) dicampur dengan 1,5 mL larutan DPPH dalam etanol 70
% p.a, campuran diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Selanjutnya,
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm dengan
spektrofotometer Argilent 8453 Larutan kontrol adalah campuran DPPH
dengan etanol. Aktivitas radikal bebas dihitung berdasar persen peredaman
DPPH dengan rumus :
33
Regresi linier dari rentang konsentrasi ekstrak vs % peredaman DPPH
digunakan untuk menentukan konsentrasi ekstrak yang dapat meredam 50 %
DPPH (nilai IC 50) . Untuk preparasi vitamin C sebagai larutan standart dan
penentuan nilai IC 50 vitamin C, sama dengan preparasi ekstrak. Aktivitas
peredaman radikal bebas ekstrak, didapat dengan perhitungan :
(IC 50 vitamin C/ IC 50 ekstrak)*100 %.
Pada penelitian ini krim tipe minyak dalam air dibuat dengan cara
menambahkan fase air ke dalam fase minyak secara perlahan dengan
pengadukan manual secara konstan dengan arah berlawanan arah jarum jam
hingga suhu turun menjadi 35ºC. Fase minyak terdiri dari vaselin album,
mineral oil, isopropyl miristat, asam stearat, gliseril monostearat dan nipasol.
Fase minyak dipanaskan di atas penangas air hingga suhu 70ºC (hingga
semua bahan melebur sempurna) kemudian diturunkan dari penangas air
hingga suhu menjadi 60ºC. Fase air terdiri dari TEA, xanthan gum, nipagin
dan aquadestilata. Fase air dipanaskan di atas penangas air hingga suhu
70ºC. Ekstrak kering dilarutkan terlebih dahulu dalam aquadestilata suhu
35ºC kemudian ditambahkan ke dalam krim fase minyak dalam air yang
telah terbentuk dan ditambahkan aquadestilata hingga 100 % bobot formula
(10g).
Uji stabilitas formula basis dan krim antioksidan dilakukan selama 4
minggu pada suhu kamar. Karakteristik fisik yang diperiksa adalah
organoleptis (perubahan warna, bau, tekstur), homogenitas fisik, nilai pH,
viskositas, kapasitas sebar, tipe krim, pemisahan fase (melalui uji mekanik
dan uji freeze & thaw) (Colipa, 2004).
Penelitian ini menggunakan sukarelawan sebanyak 12 orang dalam
kondisi sehat dan tidak memiliki masalah kesehatan kulit dengan rata rata
umur 22- 24 tahun dan telah mendapat naskah penjelasan relawan yaitu
tentang tata pelaksanaan terkait dengan penelitian. Uji keamanan tidak
dilakukan dengan dasar data empiris yaitu pemakaian ekstrak etanol daun
ubi jalar ungu Ipomoea batatas (L.) Lamk sebesar 3 % dalam basis krim tipe
34
m/a sebagai krim luka bakar terbukti efektif pada mencit dan tidak
mengiritasi kulit manusia (Farida et al, 2011). Sukarelawan mendapat dua
jenis krim yaitu basis dan krim antioksidan dan dilakukan pengukuran
beberapa parameter penuaan kulit dengan instrumen non invasive (Colipa,
2008).
Parameter kelembaban, kurvatur dan warna kulit dievaluasi dengan alat
Coscam USB225 (1.3M) dengan spesifikasi power supply : 5VDC Via USB
Port; resolution : 1.3 mega pixels ¼ color VGA CMOS Image Sensor ;
effective pixels: 307.200; ACG/ white balance : On/ fixed; Output signal :
USB 1.1 Format; light source : high luminance white LED: 8 EA; light
intensity : fixed ; camera cable : 2.0 M; light delivery : side/ vertical/
polarized illuminating; magnification : full body, full face, partial area X12,
X14, X40, X50, X100, X400-500 (option). Masing masing sukarelawan
melakukan pengukuran kemudian memakai basis pada lengan tangan bawah
sebelah kiri dan krim antioksidan pada lengan bawah tangan sebelah kanan
dan mereka diinstruksikan datang untuk melakukan pengukuran kembali
setelah 2 minggu atau setelah 14 hari dan 4 minggu atau setelah 30 hari (dari
awal pemakaian basis dan krim antioksidan).
3. Prosedur Kerja Formulasi sediaan krim ekstrah buah mangga manalagi
Mangga import berwarna hijau kekuningan dengan kematangan 70% seberat
5 kg dibersihkan dengan cara mencucinya dengan air bersih, ditiriskan
kemudian mangga import dikupas, lalu dagingnya diiris menjadi bagian yang
lebih kecil dan dihaluskan dengan juicer hingga diperoleh sari buah mangga
import sebanyak 3 liter. Sari buah mangga import lalu dikeringkan dengan
freezedryer selama satu minggu pada suhu40° C dengan tekanan 2 atm.
Ditimbang semua bahan yang diperlukan bahan yang terdapat dalam formula
dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu fase minyak terdiri dari vaselin,
asam stearat, gliseril monostearat, dan setil alkohol, dilebur diatas penangas
air dengan suhu70° C - 75⁰ C. Setelah melebur ditambahkan butil hidroksi
toluen (BHT). Disamping itu fase air yang terdiri dari akuades, propilen
35
glikol, natrium edetat, trietanol amin (TEA), dilarutkan dalam air panas.
Nipagin yang telah dilarutkan dalam air panas dimasukkan kedalam fase air.
Digerus fase air dalam lumpang panas, kemudian ditambahkan secara
perlahan-lahan fase minyak kedalamnya dengan pengadukan yang konstan
pada suhu lebih kurang 70°C sampai diperoleh massa krim. Ditambahkan
sari buah mangga import Namdokmai sedikit demi sedikit, kemudian digerus
hingga krim homogen.
Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati
secara visual. Dimana spesifikasi krim yang harus dipenuhi adalah
memenuhi konsistensi lembut, warna sediaan homogen, dan baunya harum
(Safitri,2014).
Dilakukan dengan menggunakan objek glass dengan cara sejumlah tertentu
sediaan dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok,
sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya
butiran kasar (Erwina,2012).
Uji iritasi dilakukan terhadap 5 orang dari 15 orang sukarelawan pada anti-
aging untuk formula F4 (krim 12%) dengan cara mengoleskan sediaan pada
kulit lengan bawah bagian dalam sebanyak 3 kali sehari dalam selang waktu
8 jam selama 2 hari berturut – turut (Tranggono dan Latifah, 2007).
Uji aktivitas anti-aging 15 orang sukarelawan yang dibagi menjadi 5
kelompok.
a. Kelompok I : 3 orang untuk blanko (F0)
b. Kelompok II: 3 orang untuk krim 5% konsentrat sari buahmangga
manalagi (F1).
c. Kelompok III : 3orang untuk krim 7,5% konsentrat sari buah mangga
manalagi (F2).
d. Kelompok IV : 3 orang untuk krim 10% konsentrat sari buah mangga
manalagi (F3).
e. Kelompok V : 3 orang untuk krim 12% konsentrat sari buah mangga
manalagi (F4)
36
Pengujiaan aktivitas anti-aging dilakukan terhadap 15 orang sukarelawan
wanita yang dibagi menjadi 5 kelompok dengan mengoleskan masing –
masing krim dua kali sehari yaitu pada pagi dan malam selama 4 minggu
secara berturut – turut.
Pengujian efektivitas anti- aging menggunakan skin analyzer Aramo,
parameter uji meliputi pengukuran kadar air (moisture), pori (pore), keriput
(wrinkle). Pengukuran efektifitas anti-aging dimulai dengan mengukur
kondisi awal kulit sukarelawan.Pengujian ini dilakukan dari minggu pertama
sampai minggu ke empat. Data yang diperoleh dari setiap parameter
dianalisis secara statistik dengan metode kruskalwallis lalu dilanjutkan
dengan uji Mann- whitney untukmelihat perbedaan antar formula.
37
BAB IV
38
demikian tingkat kehalusan kulit masih dalam kategori normal. Hal itu
kemungkinan disebabkan waktu evaluasi yang kurang lama sehingga efek
menghaluskan kulit belum terlihat. Penelitian sebelumnya mengevaluasi
efektivitas ekstrak daun kelor sebagai sediaan antiaging selama 3 bulan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kandungan senyawa fenolik
dalam ekstrak daun kelor mampu melindungi kolagen dan elastin sehingga
kemudaan kulit dapat terjaga.
Parameter ketiga yaitu nilai pore atau jumlah pori. Data
menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol memiliki tingkat pori-pori
dalam kategori sedang yaitu antara 20-39. Semakin kecil nilai pore maka
semakin bagus kualitas kulitnya. Pemakaian krim ekstrak daun kelor
selama 15 hari menunjukkan adanya perubahan nilai pengukuran pore
pada setiap formula. Pemakaian krim ekstrak daun kelor ternyata
menyebabkan peningkatan nilai pore. Kenaikan nilai pore tersebut
kemungkinan disebabkan pengaruh aktivitas sukarelawan seperti aktivitas
diluar ruangan yang dapat terpapar radikal bebas secara berlebihan seperti
sinar ultraviolet, asap kendaraan bermotor, debu, dan kotoran lain yang
dapat menempel pada kulit. Radikal bebas seperti sinar matahari (ultra
violet) merupakan faktor utama dalam penuaan dini karena hampir setiap
hari manusia dapat terpapar oleh sinar matahari saat menjalankan
aktivitasnya. Pada daerah yang sering terkena paparan sinar matahari
secara langsung akan menimbulkan perubahan yang nampak seperti
kerutan dan hilangnya elastisitas kulit sehingga kulit mengendur dan
tampak tertarik ke bawah yang mengakibatkan pori-pori melebar. Hasil uji
statistic Uji t dengan dua sampel berpasangan pada taraf kepercayaan 95%
pada data nilai pore atau pori menunjukkan bahwa nilai p>0,05 yang
berarti pemberian krim ekstrak daun kelor selama 15 hari memberikan
perbedaan yang tidak signifikan. Hal ini berarti pemberian krim ekstrak
daun kelor tidak merubah kondisi kulit yaitu dengan tingkat pore pada
tingkatan sedang.
39
Parameter keempat adalah nilai spot atau noda. Data menunjukkan
bahwa kelompok kontrol memiliki ratarata nilai spot yang masuk kategori
banyak. Semakin kecil nilai spot maka kulit semakin baik yaitu pada skala
0-19. Pemakaian krim ekstrak daun kelor selama 15 hari pada setiap
formula mampu menurunkan nilai spot kulit. Aktivitas ini kemungkinan
karena kandungan vitamin E yang dapat berfungsi sebagai antioksidan
sehingga dapat melindungi dari kerusakan akibat oksidasi pada sel kulit,
menangkap radikal bebas yang sangat reaktif dan melindungi sel dari
kerusakan. Selain itu Vitamin E juga dapat menjaga pigmentasi kulit,
membantu mengaktifkan kembali regenerasi sel-sel kulit serta melindungi
kulit dari bahaya radiasi sinar matahari karena dapat menyerap sinar UV
sehingga spot pada kulit dapat berkurang. Hasil uji statistic dengan Uji t
dengan dua sampel berpasangan pada data nilai spot dengan taraf
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa nilai p>0,05. Hal ini berarti bahwa
rata-rata nilai spot kulit sebelum dan sesudah pemakaian krim ekstrak daun
kelor tidak berbeda secara signifikan. Hal ini berarti pemberian krim
ekstrak daun kelor tidak merubah kondisi kulit yaitu dengan tingkat spot
pada tingkatan banyak.
Parameter kelima yaitu wrinkle atau keriput. Data menunjukkan
bahwa pada kelompok kontrol memiliki rata-rata nilai wrinkle yang masuk
pada kategori berkeriput. Kulit yang baik memiliki nilai wrinkle pada
skala antara 0-19. Semakin kecil nilai wrinkle maka kualitas kulit semakin
baik. Pemakaian krim ekstrak daun kelor selama 15 hari menunjukkan
adanya perubahan nilai pengukuran wrinkle pada setiap formula.
Penurunan nilai wrinkle tersebut menunjukkan bahwa penggunaan krim
ekstrak daun kelor mampu menurunkan tingkat wrinkle menjadi kategori
tidak berkeriput.
Formula yang paling banyak menurunkan nilai wrinkle adalah
formula III. Hal tersebut diduga karena kandungan zeatin dalam ekstrak
daun kelor. Zeatin merupakan antioksidan kuat tertinggi dengan sifat
40
antipenuaan. Zeatin memperlambat proses penuaan dengan membantu
mengantikan sel-sel tubuh pada tingkat yang lebih cepat daripada usianya,
sehingga memberikan penampilan yang lebih muda pada kulit.
Berdasarkan penelitian zeatin diketahui mampumeningkatkan antioksidan
yang bertindak melawan kerusakan akibat radikal bebas selama proses
penuaan sel dan melindungi sel-sel jahat dari gangguan stress akibat
kehidupan sehari-hari. Selain zeatin, kandungan fenolik menyebabkan
ekstrak daun kelor dapat melindungi kolagen dan β karoten dapat
meningkatkan jumlah kolagen. Diketahui bahwa kolagen sangat berkaitan
erat dengan timbulnya kerutan atau wrinkle. Hasil uji statistik dengan uji t
dua sampel berpasangan pada taraf kepercayaan 95% pada data nilai
kerutan menunjukkan bahwa nilai p>0,05. Hal ini berarti pemberian krim
ekstrak daun kelor selama 15 hari memberikan perbedaan yang tidak
signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan waktu evaluasi yang kurang
lama sehingga efek menghaluskan kulit belum terlihat. Penelitian
sebelumnya mengevaluasi efektivitas ekstrak daun kelor sebagai sediaan
antiaging selama 3 bulan.
B. HASIL DAN PEMBAHASAN FORMULASI KRIM EKSTRAK
DAUN UBI JALAR UNGU
Perbandingan Nilai IC 50 Ekstrak Daun Ubi Jalar Ungu Ipomoea
batatas (L.) Lamk Antin 3 dan Vitamin C 2,96 ppm. Aktivitas peredaman
radikal bebas ekstrak daun ubi jalar ungu Ipomoea batatas (L.) Lamk Antin
3 adalah 80,43 %. Pada penelitian ini formula basis dan krim antioksidan
dibuat sebanyak 3 replikasi, disimpan selama 4 minggu pada suhu kamar
dan dilakukan pengamatan tiap minggu. Hasil organoleptis menunjukkan
bahwa basis dan krim antioksidan tidak mengalami perubahan warna, bau
dan tekstur. Hasil uji homogenitas fisik yang dilakukan pada awal
pembuatan dan minggu terakhir pengamatan, menunjukkan bahwa basis
dan krim tetap homogen. Uji mekanik adalah melakukan sentrifugasi pada
kecepatan 3000 rpm selama 30 menit pada basis dan krim antioksidan.
41
Hasil uji mekanik adalah kedua formula tersebut tidak terjadi pemisahan
fase. Uji freeze and thaw dilakukan dengan cara menyimpan formula basis
dan krim antioksidan dalam suhu 4±2ºC pada 48 jam pertama dan suhu
40±2ºC pada 48 jam berikutnya (1 siklus), sediaan uji dibuat hingga 4
siklus dengan kontrol yaitu penyimpanan suhu 25±2ºC. Hasil uji freeze
and thaw menunjukkan pada masing masing siklus baik formula basis dan
krim antioksidan memiliki konsistensi krim sama seperti kontrol yang
berarti bahwa tidak terjadi pemisahan fase.
Kelembaban kulit diukur sebelum pengaplikasian krim yaitu hari
ke 0 kemudian setelah 2 minggu (setelah 14 hari) dan setelah 4 minggu (
setelah 30 hari) Damaranie Dipahayu, Widji Soeratri, Mangestuti Agil
dengan alat uji kelembaban Coscam USB-225 (1.3M). Terjadi penurunan
angka kelembaban dari hari ke-0 menuju setelah 14 hari baik basis
maupun krim antioksidan. Hal ini disebabkan karena selama masa 2
minggu tersebut, relawan menghentikan pemakaian lotion tubuh
(pelembab kulit) yang biasa mereka pakai 2-3 kali sehingga terjadi
penurunan hidrasi, pemakaian krim uji satu kali sehari tidak cukup
menggantikan hidrasi kulit. Pada waktu setelah 14 hari menuju setelah 30
hari terjadi penurunan hidrasi kulit disebabkan pengukuran setelah 30 hari
pada saat bulan puasa sehingga kemungkinan terjadi dehidrasi kulit lebih
cepat.
Kurvatur kulit diukur sebelum pengaplikasian krim yaitu hari ke 0
kemudian setelah 2 minggu (setelah 14 hari) dan setelah 4 minggu (
setelah 30 hari) dengan alat X12 Illumination Cap - Coscam USB225
(1.3M). Nilai rata-rata kurvatur basis dan krim antioksidan pada masing
masing waktu pengukuran, pada pengukuran setelah 14 hari dan 30 hari
terjadi peningkatan nilai kurvatur dari basis dan terjadi penurunan nilai
kurvatur dari krim antioksidan. Perbandingan nilai kurvatur basis yang
tertera pada alat saat pengukuran setelah 14 hari dan setelah 30 hari dari 12
orang. Dapat disimpulkan bahwa dari 12 sukarelawan sebanyak 10
42
sukarelawan mengalami kenaikan nilai kurvatur dan sebanyak 2
sukarelawan mengalami penurunan nilai kurvatur setelah memakai basis
selama 14 hari. Hal ini membuktikan bahwa pemakaian basis tidak
memiliki manfaat mencegah kerutan.
Dapat disimpulkan bahwa dari 12 sukarelawan sebanyak 8
sukarelawan mengalami penurunan nilai kurvatur, sebanyak 1 orang tidak
mengalamiperubahan nilai kurvatur dan sebanyak 3 sukarelawan
mengalami kenaikan nilai kurvatur setelah memakai krim antioksidan
selama 14 hari. Hal ini membuktikan bahwa pemakaian krim antioksidan
memiliki manfaat mencegah kerutan.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN FORMULASI SEDIAAN KRIM
EKSTRAK BUAH MANGGA MANALAGI
Berdasarkan uji yang dilakukan pada sediaan krim dengan konsentrat 5%,
7,5%, 10%, dan 12% maupun blanko, sediaan krim yang diperoleh untuk
blanko berupa krim putih, sedangkan untuk konsentrasi 5%, 7,5%, 10%,
dan 12% berupa krim coklat, tidak diperoleh butiran-butiran kasar pada
objek glass, maka sediaan krim dikatakan homogen. Menurut Lubis
Erwina S (2012), sediaan dinyatakan homogen jika sediaan menunjukkan
susunan yang homogeny dan tidak terlihat adanya butiran- butiran kasar
pada kaca, maka sediaan memenuhi syarat.
Pengukuran pH sediaan ditentukan dengan menggunakan pH meter. Data
pengukuran pH sediaan Krim konsentrat sari buah mangga import selama
12 minggu. Hasil pengukuran pH menunjukkan bahwa pH sediaan
mengalami sedikit penurunan setelah penyimpanan selama 12 minggu,
akan tetapi masih aman digunakan pada kulit.
Hasil uji menunjukkan seluruh formula yang dibuat yaitu blanko dan
formula sediaan yang mengandung konsentrat sari buah mangga import
tidak menunjukkan perubahan perubahan pada saat pertama kali dibuat,
begitu juga dengan penyimpanan 1 minggu, 4 minggu, 8 minggu, dan 12
43
minggu. Pada semua sediaan yang dibuat masih sama baik dari bau,
warna, dan bentuk sediaan seperti pertama kali dibuat.
Salah satu cara untuk menghindari terjadinya efek samping pada
penggunaan kosmetik adalah melakukan uji pakai. Percobaan ini
dilakukan terhadap 5 orang dari 15 orang sukarelawan, pada anti-aging
dengan formula 4 (konsentrat 12%) dengan cara mengoleskan sediaan
pada kulit lengan bawah bagian dalam sebanyak 3 kali sehari dalam selang
waktu 8 jam selama 2 hari berturutturut (Tranggono dan Latifah,2007).
Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap sukarelawan, tidak terlihat adanya
reaksi seperti eritema (kemerahan) dan Edema (bengkak) pada kulit. Hal
ini menunjukkan bahwa pada formula dengan konsentrasi tertinggi tidak
menimbulkan iritasi.
Pemakaian krim memberikan efek terhadap peningkatan kadar air
sukarelawan. Kadar air kulitm meningkat setelah penggunaan krim selama
4 minggu perawatan. Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji
non parametik Kruskal wallis untuk mengetahui efektivitas formula
terhadap kadar air kulit sukarelawan dan diperoleh nilai p <0,05 pada
minggu ketiga dan minggu keempat yang menunjukkan bahwa adanya
perbedaan efektivitas antar formula. Untuk mengetahui formula mana
yang berbeda maka dilakukan uji Mann-whitney. Dari hasil uji Mann-
whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kadar air yang
signifikan antara F0 : dengan F3 dan F4, F1 : dengan F3 dan F4, F2 :
dengan F3 dan F4 , F3 : dengan F4 (nilai p<0,05).
Krim formula 4 lebih cepat mengecilkan pori-pori kulit daripada blanko.
Data yang diperoleh setelah perawatan selama 4 minggu selanjutnya
dianalisis dengan uji kruskal Wallis dan diperoleh nilai P <0,05 pada
minggu ketiga dan minggu keempat yang menunjukkan adanya perbedaan
signifikan antar formula dalam mengecilkan pori kulit sukarelawan. Data
selanjutnya di uji dengan menggunakan Mann-whitney untuk mengetahui
formula mana yang berbeda. Dari hasil uji Mann-whitney dapat
44
dismpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara balanko :
dengan F1, F2,F3 dan F4, FI : dengan F2, F3, F4 dan F2 : dengan F3, F4
dan F3 : dengan F4.
Data yang diperoleh selanjutnya diuji dengan menggunakan uji Kruskal
wallis dan diperoleh nilai p <0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan
signifikan antar formula dalam mengurangi keriput pada kulit sukarelawan
pada minggu ketiga dan minggu keempat. Kemudian data diuji
menggunakan Mann-whitney untuk dapat mengetahi formula mana yang
berbeda. Dari hasil uji Man-whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antar formula blanko : dengan F1, F2, dan F3,
dan F4 dan F1: dengan F2,F3, dan F4, dan F2 : dengan F3, dan F4, dan F3
: dengan F4.
45
BAB V
KESIMPULAN
46
Semua sediaan krim yang mengandung konsentrat sari buah mangga manalagi
dapat memberikan efektivitas pada kulit tetapi F4 (krim 12%) memberikan
efektivitas anti aging yang lebih baik yang mampu meningkatkan kelembaban
kulit (moisture) sebesar 55,70%, mengakibatkan pori semakin kecil sebesar
40,50%, serta keriput berkurang sebanyak 45,79%.
47
DAFTAR PUSTAKA
Choi, Moon Hee, and Hyun Jae Shin. 2016. “Anti-Melanogenesis Effect of Quercetin.”
Cosmetics 3(2): 1–16.
Dipahayu, Damaranie, Widji Soeratri, and Mangestuti Agil. 2014. “Formulasi Krim
Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas (L.) Lamk)
Sebagai Anti Aging.” Pharmaceutical Sciences and Research 1(3): 166–79.
Dixit, Dhara, and C. R.K. Reddy. 2017. “Non-Targeted Secondary Metabolite Profile
Study for Deciphering the Cosmeceutical Potential of Red Marine Macro Alga
Jania Rubens-An LCMS Based Approach.” Cosmetics 4(4): 1–17.
Pratsinis, Harris, and Dimitris Kletsas. 2019. “Special Issue „Anti-Aging Properties of
Natural Compounds.‟” Cosmetics 6(4): 1–2.
Sugihartini, N. dan, and E. Nuryanti. 2017. “Formulasi Krim Ekstrak Daun Kelor (
Moringa Oleifera ) Sebagai Sediaan Antiaging.” Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin 29(1): 1–7.
Choi, Moon Hee, and Hyun Jae Shin. 2016. “Anti-Melanogenesis Effect of Quercetin.”
48
Cosmetics 3(2): 1–16.
Dipahayu, Damaranie, Widji Soeratri, and Mangestuti Agil. 2014. “Formulasi Krim
Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas (L.) Lamk)
Sebagai Anti Aging.” Pharmaceutical Sciences and Research 1(3): 166–79.
Dixit, Dhara, and C. R.K. Reddy. 2017. “Non-Targeted Secondary Metabolite Profile
Study for Deciphering the Cosmeceutical Potential of Red Marine Macro Alga
Jania Rubens-An LCMS Based Approach.” Cosmetics 4(4): 1–17.
Pratsinis, Harris, and Dimitris Kletsas. 2019. “Special Issue „Anti-Aging Properties of
Natural Compounds.‟” Cosmetics 6(4): 1–2.
Sugihartini, N. dan, and E. Nuryanti. 2017. “Formulasi Krim Ekstrak Daun Kelor (
Moringa Oleifera ) Sebagai Sediaan Antiaging.” Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin 29(1): 1–7.
Choi, Moon Hee, and Hyun Jae Shin. 2016. “Anti-Melanogenesis Effect of Quercetin.”
Cosmetics 3(2): 1–16.
Dipahayu, Damaranie, Widji Soeratri, and Mangestuti Agil. 2014. “Formulasi Krim
49
Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas (L.) Lamk)
Sebagai Anti Aging.” Pharmaceutical Sciences and Research 1(3): 166–79.
Dixit, Dhara, and C. R.K. Reddy. 2017. “Non-Targeted Secondary Metabolite Profile
Study for Deciphering the Cosmeceutical Potential of Red Marine Macro Alga
Jania Rubens-An LCMS Based Approach.” Cosmetics 4(4): 1–17.
Pratsinis, Harris, and Dimitris Kletsas. 2019. “Special Issue „Anti-Aging Properties of
Natural Compounds.‟” Cosmetics 6(4): 1–2.
Sugihartini, N. dan, and E. Nuryanti. 2017. “Formulasi Krim Ekstrak Daun Kelor (
Moringa Oleifera ) Sebagai Sediaan Antiaging.” Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin 29(1): 1–7.
Choi, Moon Hee, and Hyun Jae Shin. 2016. “Anti-Melanogenesis Effect of Quercetin.”
Cosmetics 3(2): 1–16.
Dipahayu, Damaranie, Widji Soeratri, and Mangestuti Agil. 2014. “Formulasi Krim
Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas (L.) Lamk)
Sebagai Anti Aging.” Pharmaceutical Sciences and Research 1(3): 166–79.
50
Dixit, Dhara, and C. R.K. Reddy. 2017. “Non-Targeted Secondary Metabolite Profile
Study for Deciphering the Cosmeceutical Potential of Red Marine Macro Alga
Jania Rubens-An LCMS Based Approach.” Cosmetics 4(4): 1–17.
Pratsinis, Harris, and Dimitris Kletsas. 2019. “Special Issue „Anti-Aging Properties of
Natural Compounds.‟” Cosmetics 6(4): 1–2.
Sugihartini, N. dan, and E. Nuryanti. 2017. “Formulasi Krim Ekstrak Daun Kelor (
Moringa Oleifera ) Sebagai Sediaan Antiaging.” Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin 29(1): 1–7.
51