Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

SEDIAAN UNTUK MEGENCANGKAN KULIT

(Anti Aging)

KEAMANAN DAN MAFAAT KBA


Dosen Pengampu : Dr. rer. nat. Anna S. Ranti

Disusun oleh : Dhyneu Dwi Jayantie

NPM : 5419221060

UNIVERSITAS PANCASILA
PROGRAM MAGISTER ILMU KEFARMASIAN

JAKARTA
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sediaan Mengencangkan kulit
(Anti Aging)”. Penyusunan makalah ini bertujuan sebagai penunjang Mata Kuliah
Keamanan dan Manfaat KBA yang nantinya dapat digunakan mahasiswa untuk
menambah wawasan dan pengetahuannya.
Penulis menyadari bahwa dalam proses Penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penyusunannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, masukan, saran, kritik, dan usul yang
sifatnya untuk perbaikan dari berbagai pihak khususnya Bapak/Ibu sangat diharapkan
untuk penyempurnaan makalah ini.

Banten, Juli 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 4


A. Latar Belakang ..................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 7
C. Tujuan ................................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8
A. Kulit ...................................................................................................... 8
B. Anatomi dan Fisiologi Kulit Wajah...................................................... 10
C. Proses Menua Pada Kulit..................................................................... 14
D. Elastase ................................................................................................. 18
E. Atioksidan............................................................................................. 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 27
A. Alat ...................................................................................................... 27
B. Bahan .................................................................................................... 27
C. Metode Penelitian ................................................................................. 27
D. Formulasi Sediaan ................................................................................ 29
E. Prosedur Kerja ...................................................................................... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 38
BAB V KESIMPULAN .................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 48

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penuaan atau aging didefinisikan sebagai hilang nya keseimbangan


homeostatik sutau organisme secara progresif. Penuaan bisa terjadi terutama pada
kulit, yang merupakan organ tubuh paling banyak yang dapat mengalami penuaan
karena akumulasi kerusakan disebabkan faktor dari dalam ataupun lingkungan,
penuaan kulit dapat disebabkan oleh stres oksidatif dan fotoaging dan radiasi ultra
violet (Pratsinis and Kletsas 2019). Kulit memainkan peran utama dalam
melindungi organ internal dari lingkungan. Penuaan kulit di sebabkan oleh
kerusakan intrinsik karena penuaan usia, sedangkan kerusakan ekstrinsik
disebabkan oleh kekeringan, sinar matahari, rokok, dan polusi. Faktor kerusakan
ekstrinsik yang disebabkan oleh efek radiasi ultra violet (UV) dikenal sebagai
photoaging. Radiasi UV menyebabkan kerusakan DNA dan menginduksi stres
oksidatif. Faktor ini meningkatkan sintetis dan aktifitas protease yang menurunkan
Exstra Celluler Matrix (ECM), yang terdiri dari kolagen dan serat elastin. Dalam
kondisi normal, oksidasi dan aktivitas antioksidan dipertahankan pada kondisi stabil
di dalam tubuh, tetapi peningkatan usia dikaitkan dengan metabolisme jumlah
spesies oksigen reaktif (ROS) yang lebih tinggi menjadi radikal bebas yang
menyebabkan kerusakan oksidatif pada sel. Dalam beberapa tahun terahir, telah
dilaporkan bahwa efek penuaan kulit seperti kusam, bintik-bintik dan kerutan
dipercepat bahkan dengan radiasi UV ringan yang dialami dalam kehidupan sehari-
hari (Itoh, et al 2019). Tubuh dapat melawan efek penuaan melalui serangkaian
sistem enzim seperti superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), dan
glutathione peroxidase (GPx), yang dapat meningkatkan aktivitas antioksidan.
(Choi and Shin 2016). Oleh karena itu, karena penuaan itu sendiri tidak dapat
dihentikan secara fisik, atau umur maksimum yang ditentukan secara biologis tidak

4
akan diperpanjang, anti penuaan berarti menunda ketergantungan pada usia
perubahan dalam tubuh selama mungkin atau untuk mengurangi tingkat perubahan
tersebut. (Imokawa 2009).
Senyawa bioaktif dari tanaman berkembang dan populer untuk digunakan
sebagai bahan kosmetik dalam formulasi karena banyak dilaporkan mengandung
vitamin, antioksidan, minyak essensial, protein, senyawa penolik, dan zat aktif
lainnya. Senyawa bioktif yang beragam termasuk penolik telah dilaporkan memiliki
aktifitas antioksidan alami yang juga bisa berfungsi sebagai anti aging, anti mikroba,
anti inflamasi, dan inhibitor tyrosinase sehingga biokatif dalam prodak kosmetik
cenderung lebih aman, biodegradable, dan ramah lingkungan di bandingkan dengan
bahan syntesis (Whangsomnuek et al. 2019). Anti aging dan pembentukan kerutan
juga bisa disebabkan oleh Reaktif Oksigen Spesies (ROS) yang disebabkan oleh
stres oksidatif, kosmetik herbal cukup populer di kalangan konsumen karena
dianggap memilki khasiat yang kuat tidak beracun dan memiliki aktivitas
antioksidan yang tinggi. Antioksidan dapat bertindak sebagai pelindung untuk
mengatasi stres oksidatif yang ditimbulkan oleh ROS berlebih. Penol dan flavonoid
adalah golongan metabolit skunder yang populer sebagai antioksidan (Dixit and
Reddy 2017).

Antioksidan dapat digunakan sbagai anti-aging yang dapat mencegah


penuaan dini, untuk penggunaan yang menyenangkan maka diperlukan kosmetika
anti-aging dengan antioksidan agar dapat merawat kulit. Salah satu cara pencegahan
penuaan adalah dengan melakukan perawatan kulit. Perawatan kulit memerlukan
berbagai kosmetik, mulai dari kosmetik sabun, pelembab, face mist, sampai serum.
Cara yang mudah dilakukan untuk merawat atau mencegah penuaan adalah dengan
melakukan perawatan kulit menggunakan serum sebagai Antiaging. Serum menarik
bagi banyak konsumen karena mereka sering dikaitkan dengan konsentrasi bahan
yang lebih tinggi dan dianggap sebagai produk berkualitas tinggi. (Garre A, et al
2018). Serum adalah produk perawatan kulit yang mengandung gel atau lotion

5
ringan atau pelembab konsistensi dan memiliki kemampuan untuk menembus lebih
dalam untuk mengirimkan bahan aktif ke dalam kulit. (Ojha, S, et al 2018).

Salah satu bahan alam yang bisa dipergunakan sebagai antiaging adalah
daun kelor (Moringa oleifera). Dalam penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa
daun kelor mengandung vitamin C tujuh kali lebih besar daripada jeruk, vitamin A
sepuluh kali lebih besar daripada wortel, kalsium tujuh belas kali lebih besar
dibanding susu, protein sembilan kali lebih besar daripada yoghurt, kalium lima
belas kali lebih besar daripada pisang dan besi dua kali lebih besar daripada bayam.
Kandungan asam askorbat, ßkaroten, asam tocopherol, flavonoid, fenolat,
karotenoid, derivat asam hidroksinamit, dan flavonoid menyebabkan daun kelor
dapat digunakan sebagai sumber bahan alami antioksidan. Aktivitas antioksidan
tersebut menyebabkan daun kelor dapat digunakan sebagai antiaging (Dixit and
Reddy 2017).

Tanaman ubi jalar ungu varietas Antin 3 merupakan varietas baru yang
prospektif untuk dikembangkan karena kandungan antosianin yang dimiliki.
Antosianin memiliki sistem ikatan rangkap terkonjugasi yang mampu menjadikan
antosianin sebagai antioksidan dengan mekanisme penangkapan radikal. Bagian
daun memiliki kandungan antioksidan dan komponen fitokimia yang lebih tinggi
dibandingkan bagian umbinya. Ketersediaan daun ubi jalar ungu yang berlimpah,
mudah didapat dan pemanfaatannya yang belum maksimal, menjadikan daun ubi
jalar ungu tepat sebagai bahan aktif kosmetika antioksidan (Dipahayu, Soeratri, and
Agil 2014).

Mangga itu sendiri secara umum banyak mengandung beta karoten, kalium
dan Vitamin C. Beta karoten adalah zat di dalam tubuh yang akan di ubah menjadi
Vitamin A dan beta karoten (Vitamin C) juga tergolong antioksidan yang dapat
memberikan perlindungan terhadap kanker karena dapat menangkal radikal bebas
(Mangifera n.d.).

6
B. PERUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan anti aging?

2. Bagaimana formulasi sediaan anti aging?

3. Bagaimana pengujian anti aging secara in vitro dan in vivo?

D. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui tentang pengertian ati aging.
2. Mengetahui formulasi sediaan anti aging.
3. Mengetahui pengujia anti aging baik secara in vitro maupun in vivo

7
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. KULIT

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki


fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar. Fungsi perlindungan tersebut melalui pembentukan lapisan tanduk secara
terus-menerus, respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan
.keringat, dan pembentukan melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar
ultraviolet matahari, sebagai perasa dan peraba, serta pertahanan terhadap
tekanan dan infeksi dari luar. (Tranggono,2014).

Kulit merupakan organ yang tersusun dari 4 jaringan dasar:


1. Kulit mempunyai berbagai jenis epitel, terutama epitel berlapis gepeng dengan
lapisan tanduk. Penbuluh darah pada dermisnya dilapisi oleh endotel. Kelenjar-
kelenjar kulit merupakan kelenjar epitelial.
2. Terdapat beberapa jenis jaringan ikat, seperti serat-serat kolagen dan elastin, dan
sel-sel lemak pada dermis.
3. Jaringan otot dapat ditemukan pada dermis. Contoh, jaringan otot polos, yaitu
otot penegak rambut (m. arrector pili) dan pada dinding pembuluh darah,
sedangkan jaringan otot bercorak terdapat pada otot-otot ekspresi wajah.
4. Jaringan saraf sebagai reseptor sensoris yang dapat ditemukan pada kulit berupa
ujung saraf bebas dan berbagai badan akhir saraf. Contoh, badan Meissner dan
badan Pacini.

8
Fungsi Biologis Kulit

a. Proteksi

Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jarigan lemak subkutan berfungsi
mencegah terutama mekanik langsung terhadap interior tubuh. Lapisan tanduk
dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah
masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain itu juga
berfungsi sebagi barrier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat
mencegah pertumbuhan bakteri dari kulit.

b. Thermoregulasi

Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan konstriksi


pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya dipengaruhi saraf
otonom. Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi, sedangkan
pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan
pembuangan panas.

c. Presepsi Sensori

Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap rangsangan dari luar berupa
tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui beberapa reseptor Benda Meissner,
Diskus Merkell, dan Korpuskulim Golgi sebagai reseptor raba, Korpuskulum
Pacini sebagai reseptor tekanan, Korpuskulum Ruffini dan Benda Krauss
sebagai reseptor suhu dan Nervus End Plate sebagai reseptor nyeri. Rangsangan
dari luar diterima oleh reseptor – reseptor tersebut dan diteruskan ke sistem saraf
pusat dan selanjutnya diinterprestasi oleh korteks serebri.

d. Absorbsi

Beberapa bahan dapat di absorpsi kulit masuk kedalam tubuh melalui dua jalur
yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Material yang mudah larut

9
dalam lemak lebih mudah diabsorbsi dibanding air dan material yang larut dalam
air.

e. Fungsi lain.

Fungsi lain dari kulit adalah kulit dapat menggambarkan status emosional
seseorang dengan memerah, memucat maupun kontraksi otot penegak rambut.

B. ANATOMI KULIT WAJAH (Sebastian at al, 2016)

Wajah tersusun dalam lima lapisan berbeda yang saling bersambung dari
leher hingga kulit kepala Dalam setiap lapisan, struktur dapat diidentifikasi yang
unik di antara lapisan masing-masing dan sangat membantu untuk orientasi dan
karenanya penting untuk aplikasi yang aman. Menariknya, kulit kepala dapat
berfungsi sebagai akronim untuk lima lapisan yang berbeda antara lain: lapisan
1, S = kulit; lapisan 2, jaringan ikat C, di sini lapisan lemak subkutan; lapisan 3,
A = aponeurosis juga lapisan muskuloaponeurotik; lapisan 4, L= jaringan ikat
longgar, juga jaringan ikat areolar; dan lapisan 5, P = periosteum, juga fasia
yang dalam. Namun, kita harus ingat bahwa pengaturan ini adalah penyelarasan
umum dari struktur di wajah, tetapi ada daerah di mana pengaturan ini diubah
menjadi kurang dari lima lapisan misalnya, tiga lapisan di daerah infraorbital,
atau menuju lebih dari lima lapisan, misalnya, sembilan lapisan di wilayah
temporal.

1. Kulit (Lapisan 1)

Kulit memiliki karakteristik berbeda di berbagai area wajah dalam hal


pigmentasi, ketebalan, dan kepatuhan subkutan. Di daerah infraorbital, medial
ke garis midpupillary, daerah palung air mata kulitnya tipis, transparan, dan
melekat kuat pada otot orbicularis oculi yang mendasarinya. Susunan ini
paling baik diamati selama pergerakan kulit ketika kontraksi kecil pada
bagian orbital otot orbicularis oculi dilakukan selama ekspresi wajah. Karena
otot orbicularis oculi terlihat melalui kulit, warna kebiruan pada kulit di

10
daerah ini sangat menonjol Perlu dicatat bahwa pada dinding hidung medial
yang berdekatan dengan canthus medial, penampilan kebiruan yang sama
dapat dideteksi, yang sesuai dengan luasnya dari otot yang mendasarinya In
the buccal and parotideomasseteric region, the skin lies on a variable thick
layer of subcutaneous fat and has loose and variable connections to the
underlying muscles of facial expression.

2. Jaringan ikat (Lapisan 2)

Lapisan lemak subkutan bervariasi dalam ketebalan dan keberadaan di


seluruh wajah. Ini dipisahkan oleh fibrosa septa menjadi kompartemen yang
berbeda, yang telah diidentifikasi dalam beberapa studi kadaver dan
pencitraan sebelumnya. Fibus septa berfungsi sebagai jalur transit terlindung
bagi saraf kulit dan pembuluh darah yang muncul kedalaman dan juga
menyediakan lokasi perlekatan kulit ke otot-otot ekspresi wajah di bawah, ke
fasia lain, atau ke kerangka wajah. Karena otot-otot ekspresi wajah telah
terbukti bervariasi dalam posisi dan juga bervariasi di antara individu dari
berbagai kelompok etnis. Mungkin bisa dimengerti mengapa kompartemen
lemak subkutan bervariasi dalam ukuran dan luasnya. Lemak subkutan
dipisahkan oleh lapisan musculoaponeurotic dari lemak yang dalam dan
selanjutnya dengan lemak umum dalam tubuh. Ini juga menunjukkan tanda-
tanda peningkatan volume yang sama selama adipositas, dan telah terbukti
memiliki karakteristik morfologi yang berbeda dibandingkan dengan lemak
yang dalam di wajah, Di daerah infraorbital, lapisan lemak subkutan
umumnya tidak ada dan kulit yang sangat tipis di daerah ini tampak
transparan untuk otot orbicularis oculi yang mendasarinya. Di daerah perioral,
sel-sel lemak subkutan berbaur dengan serat otot rangka dan bundel kolagen
elastis, yang memungkinkan pergerakan bibir yang tepat dan komisura oral.

11
3. Musculoaponeurotic (Lapisan 3)

Lapisan wajah musculoaponeurotic telah menerima perhatian besar selama


beberapa tahun terakhir terutama karena perubahan lapisan ini, yaitu
pemendekan, duplikasi, atau perbaikan, adalah dasar umum untuk prosedur
bedah pengangkatan wajah. Lapisan ini dapat diidentifikasi di leher sebagai
fasia servikal superfisial dan berisi otot platysma. Pada wajah, lapisan ini
kontinu dengan sistem musculoaponeurotic (SMAS) superfisial dan
memiliki bio mekanis dan viskoelastik propeti yang unik. SMAS dapat
diidentifikasi pada hidung dan di daerah periorbital di mana otot orbicularis
oculi termasuk dalam lapisan ini. Di wilayah temporal, ini lapisan kontinu
dengan fasia temporal superfisial dan mencakup cabang anterior dan
posterior arteri temporal superfisial. Di kepala, lapisan ini kontinu dengan
galea aponeurotica dan dengan occipitofrontalis menuju otot epicranius.
Asal usul otot zygomaticus mayor dan minor terletak di midface lateral
(oksipital ligament masseter) jauh ke dalam lapisan ini. Di midface medial
(rostral ke ligamentum masseter), otot-otot ini (dan dalam beberapa kasus
juga otot risorius) menembus SMAS dan untuk selanjutnya dimasukkan
dalam lapisan ini. Beberapa penulis menggambarkan pengaturan ini sebagai
lapisan investasi dari otot mimesis, tetapi istilah ini harus dipahami dengan
hati-hati, karena otot ekspresi wajah tidak memiliki fasia yang
membungkus, mis., Epimysium (pengecualian: otot buccinator).

4. Loose Areolar (Lapisan 4)

Lapisan ikat areolar yang longgar mengandung lemak yang dalam dan
kompartemennya, dan dipisahkan di wajah dari lemak subkutan (lapisan 2)
oleh SMAS. Lemak mengandung adiposit, yang ukurannya berbeda
dibandingkan dengan lemak superfisial, dan beberapa penulis menganggap
fungsinya sebagai bidang gerak untuk otot-otot ekspresi wajah. Lemak yang
dalam diatur dalam kompartemen yang berbeda, dan batas-batas

12
kompartemen ini berfungsi sebagai jalur transisi untuk cabang saraf wajah
dan untuk cabang-cabang dari arteri dan vena wajah. Kompartemen lemak
dalam baru-baru ini dikonfirmasi baik dalam kadaver dan dalam studi
pencitraan tetapi keberadaannya telah lama diketahui dan didalilkan;
misalnya, deskripsi pertama pada retro orbicularis oculi fat (ROOF) pertama
kali dijelaskan pada tahun 1909, dan pada suborbicularis oculi fat (SOOF)
pada tahun 1995. Di wilayah temporal, lapisan ini hampir tidak ada di
kompartemen temporal atas tetapi bervariasi selama penuaan di bagian
bawah kompartemen temporal, di mana ia juga menaungi cabang temporal
saraf wajah. Namun, masih ada kompartemen lemak yang perlu
dikonfirmasi pada lapisan ini, misalnya, kompartemen lemak nasolabial
yang dalam, yang akan melengkapi pemahaman anatomi wajah dan akan
berdampak pada aplikasi peremajaan di masa depan.

5. Periosteum (Lapisan 5)

Nama dari lapisan ini mengambil dari kulit kepala di mana lapisan 5
menutupi tulang dan hanya tulang yang terbuka yang dapat diidentifikasi
sedalam itu. Di bagian lain dari wajah, lapisan 5 dapat diidentifikasi sebagai
struktur yang berbeda, yang bukan periosteum. lapisan ini disebut deep
temporal fascia dan termasuk pad lemak temporal superfisial. Di Midface
lateral, lapisan ini disebut parotideomasseteric fascia dan di leher itu kontinu
dengan lapisan investasi deep cervical fascia. Namun, bukti ilmiah tentang
kesinambungannya adalah subjek penelitian saat ini dan hasilnya akan
berkontribusi pada pemahaman baru tentang anatomi wajah Jauh ke lapisan
ini, otot temporalis dan ekstensi temporal pad lemak bukal dapat
diidentifikasi di wilayah temporal Di midface lateral (oksipital ke
ligamentum masseter), kelenjar parotis, oksipital sepertiga dari saluran
parotis, kelenjar parotis aksesori, asal otot zygomatik, dan cabang-cabang
saraf wajah yang muncul dari parotis plexus dapat diidentifikasi. Di medial
midface (rostral ke ligamentum masseter) lapisan ini menyelimuti saluran

13
parotis dan membentuk fasia vena wajah sebelum melekat pada fasia
buccopharyngeal dan otot buccinator. Namun, di daerah periorbital, lamina
superfisial (bukan lamina dalam) dari fasia temporal yang dalam berlanjut
menuju orbit dan memisahkan SOOF dari ruang prezigomatik. Medial ke
vena wajah, lapisan ini kontinu dengan periosteum dari kerangka wajah dan
terhubung ke epineurium dari saraf infra orbital.

C. PROSES MENUA PADA KULIT

Sebagai mana makhluk yang lain, manusia akan mengalami penuaan.


Proses penuaan ini dapat terlihat diantaranya dari timbulnya kerut dan keriput
pada kulit atau kemunduran lainnya dibanding ketika masih muda. Ada dua teori
yang dapat menjelaskan proses penuaan, yaitu :

a. Penuaan merupakan proses alami yang tak dapat dihindari oleh semua mahluk
hidup
b. Bahwa penuaan adalah akibat kerusakan baik anatomi maupun fisiologi pada
semua organ tubuh lainnya sampai ke kulit.

Perubahan akibat proses penuaan yang terjadi pada kulit dapat dibagi atas
perubahan anatomis, perubahan fisiologis, serta kimiawi. Beberapa perubahan
anatomi tersebut dapat terlihat langsung, seperti hilang nya elastisitas dan
fleksibilitas kulita yang menyebabkan timbulnya kerut dan keriput. Berkurang
nya jumlah rambut dikepala walaupun pada wanita justru sering tumbuh kumis
atau rambut panjang dileher atau di pipi, hiperpigmentasi dan tumor kulit
terutama pada usia 40 tahun ke atas akibat terlalu lama terpapar sinar matahari.,
terjadinya penebalan kulit, epidermis kering dan pecah-pecah, perubahan pada
bentuk kuku dan rambut, dan lain sebagainya.

Banyak faktor dari luar yang mempengaruhi penuaan kulit,tetapi yang


terkuat adalah sinar matahari, khususnya sinar UV yang terdapat didalam sinar
matahari, perbedaan yang nyata antara kulit yang tidak tertutup pakaian sehingga

14
sering terkena sinar matahari dengan kulit yang sering tertutup pakaian. Kulit
yang sering terbuka akan cepat kering, keriput, kasar, dan timbul kerusakan lain
akibat radiasi UV matahari.

Secara histologi dan fisiologi, pada kulit yang sudah menua ditemukan
antara lain hal-hal sebagai berikut :

1) Kulit menjadi kering karena menurunnya fungsi kelenjar minyak kulit (Kelnjar
sebasea)
2) Berkurangnya kadar air kulit dan mengeringnya serabut kolagen dan elastin
akibat menurunnya hormon-hormon kelamin
3) Menurunnya kecepatan metabolisme sel basal dan melambatnya proses
keratinisasi, mengakibatkan regenerasi sel-sel epidermis menjadi lambat.
Analisi kimiawi terhadap susunan bahan-bahan kimia didalam kulit
orang tua menyatakan bahwa kandungan kalsium meningkat, sedangkan sulfur
menurun. Kandungan kolesterol pada kulit tua sangat menurun. Pada janin di
dalam kandungan kadar kolesterol sampai 1200 mg per 100 g kulit, pada anak-
anak sebesar 500 mg , dan pada orang tua hanya tinggal 365 mg.
Pada kulit tua ditemukan defisiensi banyak vitamin, antara lain vitamin
C, biotin, vitamin K, asam panthotenat, pyrodixine, asam nikotinat, citrus
bioflavonoid, dan lain-lain. Kekurangan vitamin K antara lain menyebabkan
telangiestasia (pecahnya pembuluh darah kulit yang terlihat seperti sarang laba-
laba).
Untuk memperlambat prioses penuaan kulit tersebut, maka defisiensi
vitamin perlu dicegah atau diperbaiki dengan menggunakan produk kosmetik
seperti kosmetik pelembab, kosmetik yang mengandung kolagen, vitamin,
allantoin, ekstrak placenta, dan lain sebagainya. (Tranggono,2014)

15
Penuaan Intrinsik Dan Ekstrinsik

Ada dua faktor penuaan kulit dari sumber yang berbeda yaitu faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Namun kedua faktor tersebut menjadi menjadi sinergis,
membuat kulit tampak tua.

1. Faktor Penuaan Intrinsik

Penuaan intrinsik disebut juga penuaan kronologis atau sejati, mau tidak
mau terjadi sebagai konsekuensi alami dari perubahan fisiologis dari waktu ke
waktu. Dalam hal ini, genetika individu bertanggung jawab atas gangguan, di
antara faktor-faktor lain yang juga ada tetapi dengan efek yang lebih kecil. Saat
ini, telomer, sekuens DNA kecil hadir di ujung kromosom, dianggap sebagai
elemen penting dalam proses penuaan intrinsik. Struktur ini, ketika utuh,
cenderung memperpanjang umur sel. Dengan penuaan, karena replikasi terus
menerus, pemendekan dari struktur ini terjadi, yang dapat diperbaiki dengan
telomerase. Pemeliharaan telomer dengan aksi telomerase akan mengunci proses
penuaan, tetapi tindakan ini dapat menyebabkan karsinogenesis. Masih belum
ada perawatan sistemik atau topikal berdasarkan teori ini, dan diperlukan lebih
banyak penelitian.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan penuaan intrinsik

a. Etnisitas. Efek utama dari etnis pada penuaan berkaitan dengan perbedaan
dalam pigmentasi. Tingkat pigmentasi melanin yang tinggi melindungi dari
efek kumulatif dari photoaging. Kulit hitam lebih kompak dan memiliki
jumlah lipid yang lebih besar, juga dianggap sebagai faktor yang
mempengaruhi peningkatan resistensi terhadap penuaan. Subjek Asia diamati
mengembangkan keriput kemudian dan pada tingkat intensitas yang lebih
rendah dibandingkan dengan Kaukasia.

b. Variasi anatomi. Beberapa di area kulit ada yang lebih tipis dari yang lain
dan, di daerah kulit yang lebih tipis tersebut penuaan menjadi terlihat lebih

16
jelas, terutama pada bagian kelopak mata dimana area ini merupakan kulit
yang paling tipis di tubuh manusia. Ada juga variasi dalam komposisi dan
distribusi lipid dalam kulit

c. Perubahan hormon. Estrogen memengaruhi sintesis kolagen oleh fibroblas,


memicu peningkatan sintesis asam hialuronat, meningkatkan retensi air, dan
meningkatkan matriks ekstraseluler. Kondisi hipoestrogenisme, seperti terjadi
pada masa menopause, dapat memiliki efek mendalam pada kulit, karena
menjadi lebih tipis dan kurang terhidrasi. Penggantian estrogen memberikan
manfaat dalam peremajaan kulit wanita selama menopause.

2. Faktor Penuaan Ekstrinsik

a. Kondisi sekitar. Suhu tinggi menyebabkan peningkatan penguapan air,


sementara suhu rendah memberikan pengerasan dan mengurangi kehilangan
air melalui mekanisme yang sama, bahkan dengan kelembaban udara yang
melimpah Pembentukan protein struktural dan lipid yang tepat pada kulit
tergantung pada suhu lingkungan.

b. Narkoba. Agen hipokolesterolemia dapat menginduksi xeroderma dan


deskuamasi.

c. Merokok. Merokok telah diidentifikasi sebagai kontribusi penting untuk


kerutan wajah, bahkan lebih dari paparan sinar matahari. Ada paralel antara
beban merokok dan kemunculan dan intensitas kerutan. Merokok
menginduksi beberapa modifikasi berbahaya: elastosis, telangiectasias, dan
penurunan aliran darah di pembuluh kapiler, yang mengarah pada
perampasan nutrisi dalam jaringan kulit Selain itu, ada pengurangan serat
kolagen dan elastin di dermis dan di paru-paru, ditambah peningkatan radikal
bebas. Ada juga peningkatan displasia keratinosit dan kekasaran kulit. Terapi
penggantian hormon tidak membawa manfaat kulit bagi pasien yang telah
lama menjadi perokok.

17
d. Paparan sinar matahari. Paparan cahaya matahari menginduksi longsoran
perubahan molekuler dan seluler yang memicu gangguan cepat dan dinamis
pada kulit, tidak seperti perubahan intrinsik, yang terjadi secara lambat,
menghasilkan atrofi umum dan beberapa perubahan struktural hingga usia 50
tahun. Efek sinar matahari pada kulit sangat dalam dan mewakili hingga 90%
dari penuaan yang terlihat di kulit wajah, terutama pada orang yang memilki
kulit terang. (Marcia Ramos-e-Silva,2013)

D. ELASTASE

Kulit terbagi menjadi tiga lapisan; epidermis, dermis, dan jaringan


subkutan. Matriks ekstraseluler (ECM) adalah bagian terluar dari kulit dan terdiri
dari antara lain fibroblas dan protein termasuk kolagen dan elastin. ECM memiliki
fungsi sebagai struktural yang penting untuk pertumbuhan dan elastisitas kulit dan
memainkan peran penting dalam pemeliharaan fisiologis fungsi tubuh. Degradasi
ECM berkaitan langsung dengan penuaan kulit dan berkorelasi dengan
peningkatan aktivitas enzim tertentu yang terlibat dalam penuaan kulit, yang
meliputi enzim hyaluronidase, elastase dan collagenase (Ndlovu et al., 2013).

Secara klinis, penuaan pada kulit ditandai dengan hilangnya kelembaban,


tekstur kasar, pigmentasi yang tidak merata, telangiectasia, kerutan, penipisan
kulit dan garis-garis halus Munculnya ciri-ciri tersebut dikarenakan radiasi UV
yang dapat meningkatkan spesies oksigen reaktif (ROS), pada konsentrasi yang
lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada molekul DNA, asam lemak,
karbohidrat, dan protein, termasuk kolagen dan elastin. Secara umum, penuaan
pada kulit menunjukkan ketidakseimbangan antara sel kulit mati dengan proses
regenerasi kulit. Serat kulit adalah salah satu struktur yang paling parah
dipengaruhi oleh penuaan, dan degenerasinya menyebabkan hilangnya
keseimbangan jaringan secara bertahap dan berdampak pada estetika kulit
(Weihermann, et al., 2016).

18
Pembentukan kerutan wajah telah terkait erat dengan hilangnya sifat
elastis kulit. Penelitian radiasi berulang pada kulit hewan percobaan dengan
radiasi UVB pada dosis suberythemal secara signifikan mengurangi sifat
elastisnya, menghasilkan pembentukan keriput. Iradiasi UVB berulang
memunculkan perubahan dalam struktur tiga dimensi serat elastis, yang terkait
erat dengan pengurangan selanjutnya dalam sifat elastis kulit. Walaupun iradiasi
UVB menstimulasi aktivitas fibroblast elastases di dermis, suatu inhibitor sintetik
khusus untuk elastase fibroblast mencegah pembentukan kerut (Imokawa, 2009).
Karena Aging/penuaan, kadar kolagen, elastin dan asam hialuronat menurun,
yang menyebabkan hilangnya kekuatan dan kelenturan pada kulit yang
menghasilkan kerutan/wringkle menjadi terlihat (Ndlovu et al., 2013).

Gambar 1. Elastin pada posisi relax dan Stretch (Lahir, 2015)

19
Gambar 2. Kondisi serat elastin dalam konfigurasi tiga dimensi pada kulit.
Serat elastis di kulit yang tidak terpapar (a) ; serat elastis yang terpapar
UVB berulang kali (b) (Imokawa & Ishida, 2015)
Elastase adalah anggota dari keluarga chymotrypsin dari protease yang
terutama bertanggung jawab atas kerusakan elastin. Protein penting ini ditemukan
dalam ECM (Extra celuller Matrix). Elastin bisa dipecah sebagai kolagen,
fibronektin dan protein ECM lainnya. Namun, karena paparan ultraviolet kronis,
kolagen dan elastase pada dermis akan mengalami denaturasi, menyebabkan
keriput dan photoaging kulit (Azmi et al.,2014).

Tabel 1. Karakteristik Enzim Elastase (Korkmaz, et al., 2010)

Karakteristik Elastase

EC Number 3.4.21.37

Residu 218

Berat Molekul 29-33 kDa

pH optimum 8 - 8,5

Substrat spesifik Val, Cys, Ala, Met, Ile, Leu, Ser

20
Fungsi Biologis Degradasi komponen ECM,
bakterisida, mediator peradangan,
reseptor Pembelahan, pembelahan
surfaktan paru-paru, induksi Sitokin
dan kemokin, Induksi submukosa
saluran napas

E. ANTIOKSIDAN

Sel aerob menghasilkan spesies oksigen reaktif (ROS) sebagai produk


samping dari proses metabolisme. ROS menyebabkan kerusakan
makromolekul-oksidatif ketika pertahanan antioksidan tubuh kewalahan. Di
sisi lain, stres oksidatif / nitrosatif (O dan NS) juga telah dilaporkan terlibat
dalam banyak gangguan patofisiologi. Secara singkat, O dan NS didefinisikan
sebagai ketidakseimbangan antara produksi ROS dan peredaman/menangkal
ROS senyawa organik, melalui mekanisme antioksidan dan detoksifikasi.
Spesies oksigen dan nitrogen reaktif (ROS / RNS), seperti radikal superoksida
(O2-), Hidrogen peroksida (H2O2), radikal hidroksil (.OH), nitrat oksida (NO)
dan peroxynitrite (ONOO-) yang secara alami diproduksi oleh semua
organisme aerob dan ada di dalam sel homeostasis dengan antioksidan dan
enzim (Salehi, 2018).

Antioksidan adalah senyawa yang menghambat proses oksidasi. Oksidasi


adalah reaksi kimia yang dapat menghasilkan radikal bebas, sehingga
mengarah ke reaksi berantai yang dapat merusak sel-sel organisme.
Antioksidan, seperti tiol atau asam askorbat (vitamin C) dapat mengakhiri
reaksi berantai ini. Untuk menyeimbangkan keadaan oksidatif, tumbuhan dan
hewan memelihara sistem kompleks antioksidan yang saling melengkapi,
seperti glutathione dan enzim (mis., katalase dan superoksida dismutase), yang

21
diproduksi secara internal, dan dengan diet antioksidan vitamin C dan E
(Salehi, 2018).

Sistem antioksidan enzimatik dan non-enzimatik dalam tubuh, termasuk


superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), glutathione peroxidase (GPX),
vitamin E yang larut dalam lemak, karoten, dan vitamin C yang larut dalam air,
mengatur keseimbangan antara ROS dan antioksidan. Di samping itu, diet
antioksidan, sebagian besar diperoleh dari konsumsi buah dan sayuran, dan hal
ini dikaitkan dengan keseimbangan yang baik antara radikal bebas dan status
antioksidan, yang membantu meminimalkan stress oksidatif dan mengurangi
risiko kanker, penyakit kardiovaskular dan penuaan (Aging). Antioksidan
masuk dalam kosa kata gizi publik pada 1990-an, pada saat peneliti perlahan-
lahan menemukan bagaimana reaksi radikal bebas yang dipicu oksigen dalam
tubuh memainkan peran kunci pada penyakit kronis terkait penuaan. Saat ini,
antioksidan didefinisikan sebagai zat apa pun mampu menghilangkan ROS dan
turunannya (RNS, atau spesies belerang reaktif, RSS), langsung atau tidak
langsung, bertindak sebagai regulator pertahanan antioksidan, atau penghambat
produksi spesies reaktif (Salehi, 2018)..

Radikal bebas adalah atom atau molekul tidak stabil dan sangat reaktif
karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital
terluarnya (Pangkahila, 2007). Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul,
radikal bebas akan bereaksi dengan molekul di sekitarnya untuk memperoleh
pasangan elektron. Adanya elektron tidak berpasangan ini menyebabkan
radikal bebas secara kimiawi menjadi sangat aktif. Radikal bebas dapat
bermuatan positif (kation), negative (anion) atau tidak bermuatan (netral).
Tubuh manusia mengandung molekul oksigen stabil dan tidak stabil. Molekul
oksigen stabil penting untuk memelihara kehidupan sel. Dalam jumlah tertentu
radikal bebas diperlukan untuk kesehatan akan tetapi radikal bebas bersifat
merusak dan sangat berbahaya. Fungsi radikal bebas dalam tubuh adalah untuk
melawan radang, membunuh bakteri dan mengatur tonus otot polos dalam

22
organ maupun pembuluh darah. Jika reaksi ini berlangsung terus menerus
dalam tubuh manusia dan bila tidak berhenti akan menimbulkan penyakit
seperti kanker, jantung, penuaan dini dan menurunnya sistem imun tubuh.
Symbol dari radikal bebas adalah sebuah titik dimana titik tersebut
menggambarkan elektron tidak berpasangan.

Radikal bebas menyebabkan kerusakan sel dengan 3 cara:

1. Peroksidasi komponen lipid dari membrane sitosol


Menyebabkan serangkaian reduksi asam lemak (autokatalisis) mengakibatkan
kerusakan membrane dan organel sel.
2. Kerusakan DNA
Kerusakan DNA ini dapat mengakibatkan mutasi DNA bahkan dapat
menimbulkan kerusakan sel.
3. Modifikasi protein teroksidasi karena cross linking protein, melalui mediator
sulfidril atas beberapa asam amino labil seperti sistein, metionin, lisin dan
histidin.
Ada berbagai radikal bebas turunan dari C dan N, akan tetapi yang paling
banyak diketahui adalah radikal oksigen. Radikal bebas bisa terbentuk ketika
komponen makanan diubah menjadi bentuk energi melalui proses metabolisme.
Pada proses metabolisme ini, sering kali terjadi kebocoran elektron. Dalam
kondisi ini, mudah sekali terbentuk radikal bebas seperti anion superoksida,
hidroksil dan lain-lain. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain
yang sebenarnya bukan radikal bebas, tetapi mudah berubah menjadi radikal
bebas misalnya H2O2. Pembentukan radikal bebas terjadi secara terus menerus
di dalam tubuh. Hal ini terjadi melalui proses metabolisme sel normal, inflamasi,
kekurangan nutrisi maupun sebagai respon adanya radiasi sinar gama, UV,
polusi lingkungan dan asap rokok. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan
karena bersifat reaktif dan jika tidak diinaktifkan akan dapat merusak
makromolekul pembentuk sel yaitu protein, karbohidrat, lemak dan asam
nukleat. Radikal bebas di dalam tubuh merupakan bahan yang sangat

23
berbahaya. Bahan radikal bebas tersebut sebenarnya merupakan senyawa atau
molekul dengan satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya.
Elektron terus mencari pasangannya dan beberapa senyawa diikat oleh radikal
bebas pada umumnya molekul besar seperti lipid, protein maupun DNA. Apabila
hal tersebut terjadi maka akan mengakibatkan kerusakan sel atau pertumbuhan
tidak bisa dikendalikan.

Radikal bebas bereaksi dengan komponen biologis akan menghasilkan


senyawa teroksidasi yang dapat digunakan sebagai penanda kerusakan oksidatif.
Radikal bebas dapat dibentuk melalui jalur enzimatik atau metabolic. Proses
perubahan dari asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan prostasiklin dipicu
oleh enzim lipoksigenase dan siklooksigenase. Hasilnya adalah senyawa oksigen
reaktif berupa peroksida dan epoksida serta oksidase berbentuk aldehid oksidase
dan selanjutnya akan membentuk radikal anion superoksida. Radikal bebas
memiliki reaktivitas sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh sifatnya sangat
menarik atau menyerang elektron di sekelilingnya. Senyawa radikal bebas juga
dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal. Kemiripan sifat antara
radikal bebas dan oksigen terletak pada agresivitas untuk menarik elektron di
sekelilingnya. Berdasarkan sifat ini, radikal bebas dianggap sama dengan
oksidan. Akan tetapi, tidak setiap oksidan adalah radikal bebas. Radikal bebas
lebih berbahaya dibandingkan dengan senyawa oksidan non radikal. Hal ini
berkaitan dengan tingginya reaktivitas senyawa radikal bebas tersebut kemudian
mendorong untuk terbentuknya radikal bebas baru. Bila senyawa radikal baru
bertemu dengan molekul lain akan terbentuk baru lagi dan seterusnya proses itu
berlangsung. Reaksi ini akan terus berlangsung dan akan berhenti jika
reaktivitasnya diredam oleh senyawa bersifat antioksidan (Irianti, dkk., 2017).

2. Tahapan Reaksi Pembentukan Radikal Bebas

Cara terbentuknya radikal bebas adalah secara in vivo dan in vitro dengan
tahapan proses yakni pemecahan satu molekul normal secara homolitik menjadi

24
dua dimana hal ini memerlukan tenaga tinggi dari sinar UV, panas dan radiasi
ion. Kemudian dilanjutkan pada kehilangan satu elektron dari molekul normal
dan penambahan elektron pada molekul normal.

Reaksi pembentukan radikal bebas yakni melalui 3 tahapan yakni inisiasi,


propagasi dan terminasi dengan mekanisme sebagai berikut:

a. Tahap inisiasi

Tahap awal pembentukan radikal bebas ini, produksi radikal bebas melalui
beberapa proses. Suhu tinggi, proses ekstrusi dan tekanan pada pemotongan
polimer menimbulkan radikal alkil. Setelah oksidasi dimulai, konsentrasi
hidroperoksida meningkat. kemudian dekomposisi hidroperoksida menjadi
sumber utama inisiator radikal. Penyerapan sinar UV menghasilkan radikal
yang disebabkan oleh hidroperoksida dan senyawa karbonil. Degradasi
polimer disebabkan oleh penyerapan cahaya UV dari autooksidasi radikal.
Substrat oksidatif dapat bereaksi secara langsung dengan oksigen khususnya
pada temperatur tinggi sehingga menghasilkan radikal.

RH → radikal bebas R, ROO, RO, HO

ROOH → RO● + OH●

2ROOH → RO● + ROO● + H2O

ROOR → 2RO●

b. Tahap propagasi

Tahap ini merupakan awal pemanjangan rantai radikal atau pemanjangan


reaksi dimana radikal bebas akan diubah menjadi radikal bebas lain. Pada
tahap propagasi, dapat terjadi oksigenasi lemak (R●) membentuk radikal
peroksida (ROO●). Proses oksigenasi terjadi sangat cepat dengan aktivitas

25
energi hampir mendekati nol (0). Keadaan tersebut mengakibatkan
konsentrasi ROO● terbentuk lebih besar.

Reaksi propagasi dapat terjadi beberapa kali sebelum terjadi pemutusan oleh
radikal peroksi ke non radikal. Dekomposisi homolitik hidroperoksida
dihasilkan oleh reaksi propagasi sehingga meningkatkan tingkat inisiasi oleh
produksi radikal. Laju reaksi dari molekul oksigen dengan radikal alkil
membentuk peroksi radikal jauh lebih tinggi dibandingkan laju reaksi radikal
peroksi dengan atom hidrogen dari substrat.

R● + 3O2 → ROO●

ROO● + RH → ROOH + R●

c. Tahap terminasi

Senyawa radikal akan bereaksi dengan radikal lain sehingga potensi


propagasinya rendah. Konversi radikal peroksi dan alkil ke non radikal
mengakhiri reaksi propagasi, sehingga mengurangi perpanjangan rantai
kinetik. Reaksi terminasi signifikan terjadi ketika konsentrasi oksigen sangat
rendah. Kombinasi radikal alkil menyebabkan cross linking mengakibatkan
peningkatan viskositas dan berat molekul.

R● + R‟● → RR

R● + ROO● → ROOR

ROO● + ROO● → ROOR + O2

Pada tahap terminasi, akan terbentuk spesies non radikal karena radikal bebas
bereaksi satu sama lain. Sedangkan hidroperoksida akan terdekomposisi
menjadi produk alkohol, asam keton dan substrat lain yang lebih stabil.

26
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. ALAT

oven (binder), rotary evaporator (buchi), alat gelas (pyrex), waterbath


(memmerth), skin analyzer, freeze dry,
B. BAHAN

1. Bahan Yang Digunakan Untuk Formulasi Sediaan krim Ekstrak Daun


Kelor (Sugihartini and Nuryanti 2017)
Bahan yang digunakan adalah daun kelor yang diperoleh dari daerah Pati
yang dipanen pada bulan Januari 2016. Selain itu juga digunakan bahan
untuk basis krim dengan derajat farmasetik meliputi: asam stearate
(bratachem), metil paraben (bratachem), propil paraben derajat farmasi
(bratachem), potassium hydroxide derajat farmasi (bratachem), gliserin,
propilenglikol derajat farmasi (bratachem), parfum, etanol 70%, dan
aquades.
2. Bahan yang digunakan untuk formulasi sediaan krim ekstrak daun ubi
jalar ungu (Dipahayu, Soeratri, and Agil 2014)
DPPH, vaselin album, mineral oil, isopropyl miristat, asam stearat, gliseril
monostearat dan nipasol, TEA, xanthan gum, nipagin dan aquadestilata.
3. Bahan yang digunakan untuk formulasi krim ekstrak mangga manalagi
(Mangifera n.d.)
Konsetrat sari buah mangga manalagi, Propilen glikol, Natrium edetat,
Trietanolamin, Vaselin, Setil alcohol, Asam stearate, Gliseril monostearat,
Nipagin, Akuades

27
C. METODE PENELITIAN
1. Metode penelitian Untuk Formulasi Sediaan krim Ekstrak Daun Kelor
(Sugihartini and Nuryanti 2017)
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan 12
sukarelawan sehat baik sebagai kelompok kontrol maupun perlakuan.
Lokasi penelitian untuk pengukuran parameter kulit dilakukan di Rumah
Sakit Umum Pemeliharaan Kesejahteraan Umat (PKU) Muhammadiyah
Yogyakarta. Kriteria inklusi meliputi subjek berumur 19–25 tahun, subjek
tidak mengkonsumsi vitamin kulit atau suplemen mineral, semua subjek
dalam kondisi baik berdasarkan riwayat kesehatan. Kriteria eksklusi yaitu
subjek dengan penyakit kulit, penyakit inflamasi, atau mengonsumsi obat-
obatan, antioksidan, vitamin, atau suplemen kesehatan, subjek yang sedang
hamil atau menyusui, telah didiagnosis diabetes mellitus. Kriteria drop out
apabila subjek tidak bersedia lagi menggunakan krim ekstrak daun kelor.
2. Metode penelitian untuk formulasi sediaan krim ekstrak daun ubi jalar
ungu (Dipahayu, Soeratri, and Agil 2014)
Ekstrak daun ubi jalar ungu varietas Antin 3 akan diukur aktivitas
antioksidannya secara in vitro yaitu dengan metode DPPH untuk mengetahui
nilai IC 50 dan nilai IC 50 tersebut akan dipakai sebagai konsentrasi ekstrak
yang ditambahkan dalam formula. Formula krim yang dibuat adalah tipe
minyak dalam air (m/a) karena merupakan system penghantaran optimal
untuk bahan aktif polifenol dan lebih acceptable karena mudah diaplikasikan
ke kulit serta meninggalkan rasa nyaman dibanding krim tipe air dalam
minyak (a/m) (Bernatoniene et al., 2011). Pemilihan komponen basis
berdasarkan sifat kestabilan dan kompatibilitas dengan ekstrak etanol daun
ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L.) Lamk Antin 3. Formula basis dan krim
antioksidan yang terbentuk akan diteliti stabilitas fisiknya selama 4 minggu
dan diuji efektifitasnya (in vivo) pada kulit manusia dengan penilaian
parameter aging yaitu peningkatan kelembaban kulit, pengurangan kerutan

28
atau curvature dan kecerahan warna kulit. Penilaian dilakukan terhadap basis
dan krim antioksidan selama 28 hari.
3. Metode penelitian untuk formulasi sediaan krim ekstrak buah mangga
manalagi (Mangifera n.d.)
Pengumpulan buah mangga import (Mangifera indica L) dilakukan secara
purposife yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang
digunakan adalah mangga import yang dibeli di Berastagi supermarket, Jalan
Gatot subroto, Medan, Sumatera Utara.
Pemilihan sukarelawan dilakukan disekitar daerah Kapten Muslim Jalan
Budi Luhur, Medan Helvetia. Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji
iritasi krim anti aging dari sari buah mangga import berjumlah 5 orang
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Wanita berbadan sehat
b. Usia antara 20 – 30 tahun
c. Sehat jasmani dan rohani
d. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi.
D. FORMULASI SEDIAAN
1. Formulasi krim anti aging ekstrak daun kelor
Tabel 1. Formulasi krim anti aging ekstrak daun kelor

2. Formulasi sediaan krim ekstrak dau ubi jalar ungu


a. Fase minyak terdiri dari vaselin album, mineral oil, isopropyl miristat,
asam stearat, gliseril monostearat dan nipasol.

29
b. Fase air terdiri dari TEA, xanthan gum, nipagin dan aquadestilata.
c. Formula basis (Modifikasi Bernatoinene et al., 2011) : vaselin album (6,2
g), mineral oil (13,8 g), isopropil miristat (1,5 g), asam stearat (7,5 g),
gliseril monostearat (5 g), Nipasol (0,05 g), TEA (0,2 g), xanthan gum
(0,2 g), nipagin (0,1 % g), aquadestilata (ad 100 g).
d. Formula krim antioksidan : vaselin album (6,2 g), mineral oil (13,8 g),
isopropil miristat (1,5 g), asam stearat (7,5 g), gliseril monostearat (5 g),
nipasol (0,05 g), TEA (0,2 g), xanthan gum (0,2 g), nipagin (0,1 % g)
ekstrak kering (0,37 g), aquadestilata (ad 100 g).

3. Formulasi sediaan krim ekstrak buah mangga manalagi


Dari jumlah komposisi dasar krim akan dibuat formulaformula krim ant
aging dari sari buah mangga import dengan variasi konsentrasi 5%, 7,5%,
10%, dan 12%. Formula blanko dilakukan tanpa sari buah mangga import.
Dimana dasar krim akan ditimbang sesuai dengan konsentrasi formula krim
anti-aging dan ditambahkan dengan sari buah mangga import.
Keterangan :
- Formula 0(F0) : Blanko tanpa sari buah mangga import
- Formula 1 (F1) : krim anti-aging sari buah mangga import konsentrasi 5%
- Formula 2 (F2) : krim anti-aging sari buah mangga import konsentrasi
7,5%
- Formula 3 (F3) : krim anti-aging sari buah mangga import konsentrasi 10%
- Formula 4 (F4) : krim anti-aging sari buah mangga import konsentrasi 12%

30
E. PROSEDUR KERJA
1. Prosedur kerja Untuk Formulasi Sediaan krim Ekstrak Daun Kelor

31
Prosedur penelitian dimulai dengan identifikasi tanaman daun kelor
diperoleh dari daerah Cluwak, Pati, Jawa Tengah pada bulan Januari 2016
dan dilakukan identifikasi tanaman di Laboratorium Biologi, Universitas
Ahmad Dahlan. Kemudian pembuatan ekstrak daun kelor yang diperoleh
dengan menggunakan metode maserasi pada perbandingan simplisia dan
pelarutnya berupa etanol 70% sebesar 1:6. Serbuk simplisia direndam dalam
pelarut selama 72 jam pada suhu kamar. Setelah difiltrasi residu dimaserasi
kembali dengan 500 mL etanol 70% selama 24 jam. Maserat yang diperoleh
dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 60°C, kemudian
diuapkan diatas waterbath sampai didapat ekstrak kental. Ekstrak daun kelor
diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dengan formula mengacu pada
hasil penelitian sebelumnya yang sudah dimodifikasi.

Sediaan krim ekstrak daun kelor dibuat dengan metode peleburan.


Bahan yang larut air yaitu terdiri dari potasium hidroksida, metilparaben,
gliserin, dan propilenglikol dicampur dan dipanaskan dalam aquades pada
suhu 70°C. Fase minyak terdiri dari asam stearat, setil alkohol, dan
propilparaben dipanaskan pada suhu yang sama. Setelah itu fase air
ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam campuran fase minyak sambil
diaduk hingga terbentuk masa krim yang homogen. Setelah itu ekstrak daun
kelor dimasukkan dan dicampur sampai homogen. Uji efektifitas krim
dilakukan dengan menggunakan probandus manusia sebanyak 12 orang.
Probandus yang dipilih berjenis kelamin perempuan dan laki-laki dengan
rentang usia 19–25 tahun. Pelaksanaan uji dilakukan, setiap pagi dan malam
hari probandus mengoleskan krim ekstrak daun kelor pada bagian punggung
tangan selama 15 hari. Kemudian bagian kulit yang diolesi krim tersebut
diuji dengan menggunakan alat skin analyzer. Parameter yang diukur yaitu
moisture, evenness, elasticity, pore, spot, wrinkle, yang dilakukan oleh
dokter di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sebagai control
maka sehari sebelum pelaksanaan uji bagian kulit tersebut juga sudah

32
diperiksa dengan menggunakan alat tersebut. Prosedur penelitian telah
mendapatkan surat keterangan dari Komite Etik Penelitian Universitas
Ahmad Dahlan No. 011604072. Data dianalisis dengan SPSS statistic 16.0.,
dengan Oneway anova dan Uji t berpasangan untuk mengetahui perbedaan
yang bermakna pada tiap formula.

2. Prosedur kerja untuk formulasi sediaan krim ekstrak daun ubi jalar
ungu
Daun segar merupakan hasil klon pengembangan BALITKABI ( Balai
Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi) Malang, daun didapat dari
pertanian binaan BALITKABI di daerah tumpang Malang, berumur 5 bulan
dan dari 1 area penanaman. Daun dikeringkan dengan freeze drying dan
diblender halus. Serbuk daun diekstraksi secara maserasi kinetik dengan
etanol 70 % (dengan perbandingan : 0,1 gram serbuk daun dalam 100 mL
etanol 70 %) selama 1 jam kemudian disaring buchner. Proses maserasi
diulang hingga filtrat menjadi jernih. Filtrat yang didapat, diuapkan pelarut
alkoholnya pada suhu 40ºC dengan alat rotary evaporator hingga tinggal satu
pertiga bagian kemudian dikeringkan dengan freeze drying hingga didapat
ekstrak kering.
Aktivitas antioksidan ekstrak kering daun ubi jalar ungu (Ipomoea
batatas (L.) Lamk Antin 3 ditentukan dengan metode DPPH (Mun Hue et
al., 2012; Ghasemzadeh, 2012). 3,0 mL larutan ekstrak dengan konsentrasi
(0,5; 1; 2; 3; 4 ppm) dicampur dengan 1,5 mL larutan DPPH dalam etanol 70
% p.a, campuran diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Selanjutnya,
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm dengan
spektrofotometer Argilent 8453 Larutan kontrol adalah campuran DPPH
dengan etanol. Aktivitas radikal bebas dihitung berdasar persen peredaman
DPPH dengan rumus :

33
Regresi linier dari rentang konsentrasi ekstrak vs % peredaman DPPH
digunakan untuk menentukan konsentrasi ekstrak yang dapat meredam 50 %
DPPH (nilai IC 50) . Untuk preparasi vitamin C sebagai larutan standart dan
penentuan nilai IC 50 vitamin C, sama dengan preparasi ekstrak. Aktivitas
peredaman radikal bebas ekstrak, didapat dengan perhitungan :
(IC 50 vitamin C/ IC 50 ekstrak)*100 %.
Pada penelitian ini krim tipe minyak dalam air dibuat dengan cara
menambahkan fase air ke dalam fase minyak secara perlahan dengan
pengadukan manual secara konstan dengan arah berlawanan arah jarum jam
hingga suhu turun menjadi 35ºC. Fase minyak terdiri dari vaselin album,
mineral oil, isopropyl miristat, asam stearat, gliseril monostearat dan nipasol.
Fase minyak dipanaskan di atas penangas air hingga suhu 70ºC (hingga
semua bahan melebur sempurna) kemudian diturunkan dari penangas air
hingga suhu menjadi 60ºC. Fase air terdiri dari TEA, xanthan gum, nipagin
dan aquadestilata. Fase air dipanaskan di atas penangas air hingga suhu
70ºC. Ekstrak kering dilarutkan terlebih dahulu dalam aquadestilata suhu
35ºC kemudian ditambahkan ke dalam krim fase minyak dalam air yang
telah terbentuk dan ditambahkan aquadestilata hingga 100 % bobot formula
(10g).
Uji stabilitas formula basis dan krim antioksidan dilakukan selama 4
minggu pada suhu kamar. Karakteristik fisik yang diperiksa adalah
organoleptis (perubahan warna, bau, tekstur), homogenitas fisik, nilai pH,
viskositas, kapasitas sebar, tipe krim, pemisahan fase (melalui uji mekanik
dan uji freeze & thaw) (Colipa, 2004).
Penelitian ini menggunakan sukarelawan sebanyak 12 orang dalam
kondisi sehat dan tidak memiliki masalah kesehatan kulit dengan rata rata
umur 22- 24 tahun dan telah mendapat naskah penjelasan relawan yaitu
tentang tata pelaksanaan terkait dengan penelitian. Uji keamanan tidak
dilakukan dengan dasar data empiris yaitu pemakaian ekstrak etanol daun
ubi jalar ungu Ipomoea batatas (L.) Lamk sebesar 3 % dalam basis krim tipe

34
m/a sebagai krim luka bakar terbukti efektif pada mencit dan tidak
mengiritasi kulit manusia (Farida et al, 2011). Sukarelawan mendapat dua
jenis krim yaitu basis dan krim antioksidan dan dilakukan pengukuran
beberapa parameter penuaan kulit dengan instrumen non invasive (Colipa,
2008).
Parameter kelembaban, kurvatur dan warna kulit dievaluasi dengan alat
Coscam USB225 (1.3M) dengan spesifikasi power supply : 5VDC Via USB
Port; resolution : 1.3 mega pixels ¼ color VGA CMOS Image Sensor ;
effective pixels: 307.200; ACG/ white balance : On/ fixed; Output signal :
USB 1.1 Format; light source : high luminance white LED: 8 EA; light
intensity : fixed ; camera cable : 2.0 M; light delivery : side/ vertical/
polarized illuminating; magnification : full body, full face, partial area X12,
X14, X40, X50, X100, X400-500 (option). Masing masing sukarelawan
melakukan pengukuran kemudian memakai basis pada lengan tangan bawah
sebelah kiri dan krim antioksidan pada lengan bawah tangan sebelah kanan
dan mereka diinstruksikan datang untuk melakukan pengukuran kembali
setelah 2 minggu atau setelah 14 hari dan 4 minggu atau setelah 30 hari (dari
awal pemakaian basis dan krim antioksidan).
3. Prosedur Kerja Formulasi sediaan krim ekstrah buah mangga manalagi
Mangga import berwarna hijau kekuningan dengan kematangan 70% seberat
5 kg dibersihkan dengan cara mencucinya dengan air bersih, ditiriskan
kemudian mangga import dikupas, lalu dagingnya diiris menjadi bagian yang
lebih kecil dan dihaluskan dengan juicer hingga diperoleh sari buah mangga
import sebanyak 3 liter. Sari buah mangga import lalu dikeringkan dengan
freezedryer selama satu minggu pada suhu40° C dengan tekanan 2 atm.
Ditimbang semua bahan yang diperlukan bahan yang terdapat dalam formula
dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu fase minyak terdiri dari vaselin,
asam stearat, gliseril monostearat, dan setil alkohol, dilebur diatas penangas
air dengan suhu70° C - 75⁰ C. Setelah melebur ditambahkan butil hidroksi
toluen (BHT). Disamping itu fase air yang terdiri dari akuades, propilen

35
glikol, natrium edetat, trietanol amin (TEA), dilarutkan dalam air panas.
Nipagin yang telah dilarutkan dalam air panas dimasukkan kedalam fase air.
Digerus fase air dalam lumpang panas, kemudian ditambahkan secara
perlahan-lahan fase minyak kedalamnya dengan pengadukan yang konstan
pada suhu lebih kurang 70°C sampai diperoleh massa krim. Ditambahkan
sari buah mangga import Namdokmai sedikit demi sedikit, kemudian digerus
hingga krim homogen.
Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati
secara visual. Dimana spesifikasi krim yang harus dipenuhi adalah
memenuhi konsistensi lembut, warna sediaan homogen, dan baunya harum
(Safitri,2014).
Dilakukan dengan menggunakan objek glass dengan cara sejumlah tertentu
sediaan dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok,
sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya
butiran kasar (Erwina,2012).
Uji iritasi dilakukan terhadap 5 orang dari 15 orang sukarelawan pada anti-
aging untuk formula F4 (krim 12%) dengan cara mengoleskan sediaan pada
kulit lengan bawah bagian dalam sebanyak 3 kali sehari dalam selang waktu
8 jam selama 2 hari berturut – turut (Tranggono dan Latifah, 2007).
Uji aktivitas anti-aging 15 orang sukarelawan yang dibagi menjadi 5
kelompok.
a. Kelompok I : 3 orang untuk blanko (F0)
b. Kelompok II: 3 orang untuk krim 5% konsentrat sari buahmangga
manalagi (F1).
c. Kelompok III : 3orang untuk krim 7,5% konsentrat sari buah mangga
manalagi (F2).
d. Kelompok IV : 3 orang untuk krim 10% konsentrat sari buah mangga
manalagi (F3).
e. Kelompok V : 3 orang untuk krim 12% konsentrat sari buah mangga
manalagi (F4)

36
Pengujiaan aktivitas anti-aging dilakukan terhadap 15 orang sukarelawan
wanita yang dibagi menjadi 5 kelompok dengan mengoleskan masing –
masing krim dua kali sehari yaitu pada pagi dan malam selama 4 minggu
secara berturut – turut.
Pengujian efektivitas anti- aging menggunakan skin analyzer Aramo,
parameter uji meliputi pengukuran kadar air (moisture), pori (pore), keriput
(wrinkle). Pengukuran efektifitas anti-aging dimulai dengan mengukur
kondisi awal kulit sukarelawan.Pengujian ini dilakukan dari minggu pertama
sampai minggu ke empat. Data yang diperoleh dari setiap parameter
dianalisis secara statistik dengan metode kruskalwallis lalu dilanjutkan
dengan uji Mann- whitney untukmelihat perbedaan antar formula.

37
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL DAN PEMBAHASAN FORMULASI SEDIAAN KRIM


EKSTRAK DAUN KELOR
Parameter pertama yang dievaluasi adalah moisturizer atau
kelembaban. Nilai kelembaban kulit pada kelompok kontrol diukur sehari
sebelum pemakaian atau hari ke-0. Data menunjukkan bahwa
kelembabannya masuk pada kategori kelembaban yang normal yaitu antara
30-45. Data selanjutnya menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi
ekstrak daun kelor meningkatkan kelembaban kulit. Hal tersebut dapat
terjadi karena kandungan vitamin E yang tinggi pada ekstrak daun kelor.
Semakin banyak jumlah ekstrak yang ditambahkan dalam basis krim maka
semakin banyak juga kandungan vitamin E dalam krim ekstrak daun kelor.
vitamin E mampu menjaga ikatan air di kulit, sehingga kekenyalan dan
kelenturan kulit terjaga. Selain itu vitamin E juga memberikan
perlindungan kepada kulit dari pengaruh buruk sinar ultraviolet, sehingga
kelembabannya terjaga dan kulit tidak kering. Penelitian lain juga
menunjukkan bahwa kandungan vitamin B dalam ekstrak daun kelor
berfungsi sebagai humektan sehingga mampu meningkatkan kadar air
dalam kulit.
Parameter kedua adalah evennes atau nilai kehalusan. Data pada
kelompok kontrol menunjukkan bahwa kulit memiliki tingkat kehalusan
yang halus yaitu antara 0-31.15 Semakin kecil nilai evenness menunjukkan
kulit semakin halus. Data menunjukkan bahwa pemakaian krim ekstrak
daun kelor selama 15 hari pada setiap formula justru menurunkan
kehalusan kulit. Hasil Uji t dengan dua sampel berpasangan pada taraf
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa nilai p<0,05. Hal ini berarti bahwa
pemakaian krim ekstrak daun kelor telah menurunkan nilai kehalusan
secara signifikan, yang berarti meningkatkan kehalusan kulit. Namun

38
demikian tingkat kehalusan kulit masih dalam kategori normal. Hal itu
kemungkinan disebabkan waktu evaluasi yang kurang lama sehingga efek
menghaluskan kulit belum terlihat. Penelitian sebelumnya mengevaluasi
efektivitas ekstrak daun kelor sebagai sediaan antiaging selama 3 bulan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kandungan senyawa fenolik
dalam ekstrak daun kelor mampu melindungi kolagen dan elastin sehingga
kemudaan kulit dapat terjaga.
Parameter ketiga yaitu nilai pore atau jumlah pori. Data
menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol memiliki tingkat pori-pori
dalam kategori sedang yaitu antara 20-39. Semakin kecil nilai pore maka
semakin bagus kualitas kulitnya. Pemakaian krim ekstrak daun kelor
selama 15 hari menunjukkan adanya perubahan nilai pengukuran pore
pada setiap formula. Pemakaian krim ekstrak daun kelor ternyata
menyebabkan peningkatan nilai pore. Kenaikan nilai pore tersebut
kemungkinan disebabkan pengaruh aktivitas sukarelawan seperti aktivitas
diluar ruangan yang dapat terpapar radikal bebas secara berlebihan seperti
sinar ultraviolet, asap kendaraan bermotor, debu, dan kotoran lain yang
dapat menempel pada kulit. Radikal bebas seperti sinar matahari (ultra
violet) merupakan faktor utama dalam penuaan dini karena hampir setiap
hari manusia dapat terpapar oleh sinar matahari saat menjalankan
aktivitasnya. Pada daerah yang sering terkena paparan sinar matahari
secara langsung akan menimbulkan perubahan yang nampak seperti
kerutan dan hilangnya elastisitas kulit sehingga kulit mengendur dan
tampak tertarik ke bawah yang mengakibatkan pori-pori melebar. Hasil uji
statistic Uji t dengan dua sampel berpasangan pada taraf kepercayaan 95%
pada data nilai pore atau pori menunjukkan bahwa nilai p>0,05 yang
berarti pemberian krim ekstrak daun kelor selama 15 hari memberikan
perbedaan yang tidak signifikan. Hal ini berarti pemberian krim ekstrak
daun kelor tidak merubah kondisi kulit yaitu dengan tingkat pore pada
tingkatan sedang.

39
Parameter keempat adalah nilai spot atau noda. Data menunjukkan
bahwa kelompok kontrol memiliki ratarata nilai spot yang masuk kategori
banyak. Semakin kecil nilai spot maka kulit semakin baik yaitu pada skala
0-19. Pemakaian krim ekstrak daun kelor selama 15 hari pada setiap
formula mampu menurunkan nilai spot kulit. Aktivitas ini kemungkinan
karena kandungan vitamin E yang dapat berfungsi sebagai antioksidan
sehingga dapat melindungi dari kerusakan akibat oksidasi pada sel kulit,
menangkap radikal bebas yang sangat reaktif dan melindungi sel dari
kerusakan. Selain itu Vitamin E juga dapat menjaga pigmentasi kulit,
membantu mengaktifkan kembali regenerasi sel-sel kulit serta melindungi
kulit dari bahaya radiasi sinar matahari karena dapat menyerap sinar UV
sehingga spot pada kulit dapat berkurang. Hasil uji statistic dengan Uji t
dengan dua sampel berpasangan pada data nilai spot dengan taraf
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa nilai p>0,05. Hal ini berarti bahwa
rata-rata nilai spot kulit sebelum dan sesudah pemakaian krim ekstrak daun
kelor tidak berbeda secara signifikan. Hal ini berarti pemberian krim
ekstrak daun kelor tidak merubah kondisi kulit yaitu dengan tingkat spot
pada tingkatan banyak.
Parameter kelima yaitu wrinkle atau keriput. Data menunjukkan
bahwa pada kelompok kontrol memiliki rata-rata nilai wrinkle yang masuk
pada kategori berkeriput. Kulit yang baik memiliki nilai wrinkle pada
skala antara 0-19. Semakin kecil nilai wrinkle maka kualitas kulit semakin
baik. Pemakaian krim ekstrak daun kelor selama 15 hari menunjukkan
adanya perubahan nilai pengukuran wrinkle pada setiap formula.
Penurunan nilai wrinkle tersebut menunjukkan bahwa penggunaan krim
ekstrak daun kelor mampu menurunkan tingkat wrinkle menjadi kategori
tidak berkeriput.
Formula yang paling banyak menurunkan nilai wrinkle adalah
formula III. Hal tersebut diduga karena kandungan zeatin dalam ekstrak
daun kelor. Zeatin merupakan antioksidan kuat tertinggi dengan sifat

40
antipenuaan. Zeatin memperlambat proses penuaan dengan membantu
mengantikan sel-sel tubuh pada tingkat yang lebih cepat daripada usianya,
sehingga memberikan penampilan yang lebih muda pada kulit.
Berdasarkan penelitian zeatin diketahui mampumeningkatkan antioksidan
yang bertindak melawan kerusakan akibat radikal bebas selama proses
penuaan sel dan melindungi sel-sel jahat dari gangguan stress akibat
kehidupan sehari-hari. Selain zeatin, kandungan fenolik menyebabkan
ekstrak daun kelor dapat melindungi kolagen dan β karoten dapat
meningkatkan jumlah kolagen. Diketahui bahwa kolagen sangat berkaitan
erat dengan timbulnya kerutan atau wrinkle. Hasil uji statistik dengan uji t
dua sampel berpasangan pada taraf kepercayaan 95% pada data nilai
kerutan menunjukkan bahwa nilai p>0,05. Hal ini berarti pemberian krim
ekstrak daun kelor selama 15 hari memberikan perbedaan yang tidak
signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan waktu evaluasi yang kurang
lama sehingga efek menghaluskan kulit belum terlihat. Penelitian
sebelumnya mengevaluasi efektivitas ekstrak daun kelor sebagai sediaan
antiaging selama 3 bulan.
B. HASIL DAN PEMBAHASAN FORMULASI KRIM EKSTRAK
DAUN UBI JALAR UNGU
Perbandingan Nilai IC 50 Ekstrak Daun Ubi Jalar Ungu Ipomoea
batatas (L.) Lamk Antin 3 dan Vitamin C 2,96 ppm. Aktivitas peredaman
radikal bebas ekstrak daun ubi jalar ungu Ipomoea batatas (L.) Lamk Antin
3 adalah 80,43 %. Pada penelitian ini formula basis dan krim antioksidan
dibuat sebanyak 3 replikasi, disimpan selama 4 minggu pada suhu kamar
dan dilakukan pengamatan tiap minggu. Hasil organoleptis menunjukkan
bahwa basis dan krim antioksidan tidak mengalami perubahan warna, bau
dan tekstur. Hasil uji homogenitas fisik yang dilakukan pada awal
pembuatan dan minggu terakhir pengamatan, menunjukkan bahwa basis
dan krim tetap homogen. Uji mekanik adalah melakukan sentrifugasi pada
kecepatan 3000 rpm selama 30 menit pada basis dan krim antioksidan.

41
Hasil uji mekanik adalah kedua formula tersebut tidak terjadi pemisahan
fase. Uji freeze and thaw dilakukan dengan cara menyimpan formula basis
dan krim antioksidan dalam suhu 4±2ºC pada 48 jam pertama dan suhu
40±2ºC pada 48 jam berikutnya (1 siklus), sediaan uji dibuat hingga 4
siklus dengan kontrol yaitu penyimpanan suhu 25±2ºC. Hasil uji freeze
and thaw menunjukkan pada masing masing siklus baik formula basis dan
krim antioksidan memiliki konsistensi krim sama seperti kontrol yang
berarti bahwa tidak terjadi pemisahan fase.
Kelembaban kulit diukur sebelum pengaplikasian krim yaitu hari
ke 0 kemudian setelah 2 minggu (setelah 14 hari) dan setelah 4 minggu (
setelah 30 hari) Damaranie Dipahayu, Widji Soeratri, Mangestuti Agil
dengan alat uji kelembaban Coscam USB-225 (1.3M). Terjadi penurunan
angka kelembaban dari hari ke-0 menuju setelah 14 hari baik basis
maupun krim antioksidan. Hal ini disebabkan karena selama masa 2
minggu tersebut, relawan menghentikan pemakaian lotion tubuh
(pelembab kulit) yang biasa mereka pakai 2-3 kali sehingga terjadi
penurunan hidrasi, pemakaian krim uji satu kali sehari tidak cukup
menggantikan hidrasi kulit. Pada waktu setelah 14 hari menuju setelah 30
hari terjadi penurunan hidrasi kulit disebabkan pengukuran setelah 30 hari
pada saat bulan puasa sehingga kemungkinan terjadi dehidrasi kulit lebih
cepat.
Kurvatur kulit diukur sebelum pengaplikasian krim yaitu hari ke 0
kemudian setelah 2 minggu (setelah 14 hari) dan setelah 4 minggu (
setelah 30 hari) dengan alat X12 Illumination Cap - Coscam USB225
(1.3M). Nilai rata-rata kurvatur basis dan krim antioksidan pada masing
masing waktu pengukuran, pada pengukuran setelah 14 hari dan 30 hari
terjadi peningkatan nilai kurvatur dari basis dan terjadi penurunan nilai
kurvatur dari krim antioksidan. Perbandingan nilai kurvatur basis yang
tertera pada alat saat pengukuran setelah 14 hari dan setelah 30 hari dari 12
orang. Dapat disimpulkan bahwa dari 12 sukarelawan sebanyak 10

42
sukarelawan mengalami kenaikan nilai kurvatur dan sebanyak 2
sukarelawan mengalami penurunan nilai kurvatur setelah memakai basis
selama 14 hari. Hal ini membuktikan bahwa pemakaian basis tidak
memiliki manfaat mencegah kerutan.
Dapat disimpulkan bahwa dari 12 sukarelawan sebanyak 8
sukarelawan mengalami penurunan nilai kurvatur, sebanyak 1 orang tidak
mengalamiperubahan nilai kurvatur dan sebanyak 3 sukarelawan
mengalami kenaikan nilai kurvatur setelah memakai krim antioksidan
selama 14 hari. Hal ini membuktikan bahwa pemakaian krim antioksidan
memiliki manfaat mencegah kerutan.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN FORMULASI SEDIAAN KRIM
EKSTRAK BUAH MANGGA MANALAGI
Berdasarkan uji yang dilakukan pada sediaan krim dengan konsentrat 5%,
7,5%, 10%, dan 12% maupun blanko, sediaan krim yang diperoleh untuk
blanko berupa krim putih, sedangkan untuk konsentrasi 5%, 7,5%, 10%,
dan 12% berupa krim coklat, tidak diperoleh butiran-butiran kasar pada
objek glass, maka sediaan krim dikatakan homogen. Menurut Lubis
Erwina S (2012), sediaan dinyatakan homogen jika sediaan menunjukkan
susunan yang homogeny dan tidak terlihat adanya butiran- butiran kasar
pada kaca, maka sediaan memenuhi syarat.
Pengukuran pH sediaan ditentukan dengan menggunakan pH meter. Data
pengukuran pH sediaan Krim konsentrat sari buah mangga import selama
12 minggu. Hasil pengukuran pH menunjukkan bahwa pH sediaan
mengalami sedikit penurunan setelah penyimpanan selama 12 minggu,
akan tetapi masih aman digunakan pada kulit.
Hasil uji menunjukkan seluruh formula yang dibuat yaitu blanko dan
formula sediaan yang mengandung konsentrat sari buah mangga import
tidak menunjukkan perubahan perubahan pada saat pertama kali dibuat,
begitu juga dengan penyimpanan 1 minggu, 4 minggu, 8 minggu, dan 12

43
minggu. Pada semua sediaan yang dibuat masih sama baik dari bau,
warna, dan bentuk sediaan seperti pertama kali dibuat.
Salah satu cara untuk menghindari terjadinya efek samping pada
penggunaan kosmetik adalah melakukan uji pakai. Percobaan ini
dilakukan terhadap 5 orang dari 15 orang sukarelawan, pada anti-aging
dengan formula 4 (konsentrat 12%) dengan cara mengoleskan sediaan
pada kulit lengan bawah bagian dalam sebanyak 3 kali sehari dalam selang
waktu 8 jam selama 2 hari berturutturut (Tranggono dan Latifah,2007).
Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap sukarelawan, tidak terlihat adanya
reaksi seperti eritema (kemerahan) dan Edema (bengkak) pada kulit. Hal
ini menunjukkan bahwa pada formula dengan konsentrasi tertinggi tidak
menimbulkan iritasi.
Pemakaian krim memberikan efek terhadap peningkatan kadar air
sukarelawan. Kadar air kulitm meningkat setelah penggunaan krim selama
4 minggu perawatan. Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji
non parametik Kruskal wallis untuk mengetahui efektivitas formula
terhadap kadar air kulit sukarelawan dan diperoleh nilai p <0,05 pada
minggu ketiga dan minggu keempat yang menunjukkan bahwa adanya
perbedaan efektivitas antar formula. Untuk mengetahui formula mana
yang berbeda maka dilakukan uji Mann-whitney. Dari hasil uji Mann-
whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kadar air yang
signifikan antara F0 : dengan F3 dan F4, F1 : dengan F3 dan F4, F2 :
dengan F3 dan F4 , F3 : dengan F4 (nilai p<0,05).
Krim formula 4 lebih cepat mengecilkan pori-pori kulit daripada blanko.
Data yang diperoleh setelah perawatan selama 4 minggu selanjutnya
dianalisis dengan uji kruskal Wallis dan diperoleh nilai P <0,05 pada
minggu ketiga dan minggu keempat yang menunjukkan adanya perbedaan
signifikan antar formula dalam mengecilkan pori kulit sukarelawan. Data
selanjutnya di uji dengan menggunakan Mann-whitney untuk mengetahui
formula mana yang berbeda. Dari hasil uji Mann-whitney dapat

44
dismpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara balanko :
dengan F1, F2,F3 dan F4, FI : dengan F2, F3, F4 dan F2 : dengan F3, F4
dan F3 : dengan F4.
Data yang diperoleh selanjutnya diuji dengan menggunakan uji Kruskal
wallis dan diperoleh nilai p <0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan
signifikan antar formula dalam mengurangi keriput pada kulit sukarelawan
pada minggu ketiga dan minggu keempat. Kemudian data diuji
menggunakan Mann-whitney untuk dapat mengetahi formula mana yang
berbeda. Dari hasil uji Man-whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antar formula blanko : dengan F1, F2, dan F3,
dan F4 dan F1: dengan F2,F3, dan F4, dan F2 : dengan F3, dan F4, dan F3
: dengan F4.

45
BAB V
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN FORMULASI KRIM EKSTRAK DAUN KELOR


Berdasarkan hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa pemberian
sediaan krim daun kelor ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan
pada parameter moisture, pore, spot dan wrinkle. Perbedaan signifikan setelah
penggunaan krim daun kelor diperoleh pada paramenter evennes. Peningkatan
konsentrasi ekstrak menyebabkan nilai evenness meningkat yang berarti
tingkat kehalusan kulit menurun. Meski demikian tingkat kehalusan masih
masuk kategori normal. Oleh karena itu konsentrasi 3% esktrak daun kelor
dalam sediaan krim merupakan konsentrasi yang direkomendasikan untuk
dipergunakan dalam sediaan antiaging untuk kehalusan kulit.

B. KESIMPULAN FORMULASI KRIM EKSTRAK UBI JALAR UNGU


Ekstrak daun ubi jalar ungu Ipomoea batatas (L.) Lamk Antin 3
sebesar 0,37 % dalam formula krim antioksidan memiliki aktivitas peredaman
DPPH sebesar 80,43 %. Formula krim antioksidan terbukti stabil secara fisik
(organoleptis (perubahan warna, bau, tekstur), homogenitas, pemisahan fase,
viskositas, kapasitas sebar dan nilai pH) selama 4 minggu pada suhu kamar.
Formula krim antioksidan terbukti memiliki manfaat meningkatkan kualitas
kulit yaitu mampu mencegah terjadinya kerutan dan mencegah terjadinya
pigmentasi namun tidak terbukti mampu mempertahankan kelembaban kulit.
C. KESIMPULAN FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH
MANGGA MANALAGI
Konsentrat sari buah mangga manalagi (Mangifera indica L) dapat
diformulasikan kedalam sediaan krim yang homogen dengan tipe emulsi
minyak dalam air, Ph yang diperoleh 5,89 – 6,99, tidak menimbulkan iritasi
kulit, dan stabil dalam penyimpanan selama 12 minggu dalam suhu kamar.

46
Semua sediaan krim yang mengandung konsentrat sari buah mangga manalagi
dapat memberikan efektivitas pada kulit tetapi F4 (krim 12%) memberikan
efektivitas anti aging yang lebih baik yang mampu meningkatkan kelembaban
kulit (moisture) sebesar 55,70%, mengakibatkan pori semakin kecil sebesar
40,50%, serta keriput berkurang sebanyak 45,79%.

47
DAFTAR PUSTAKA

Choi, Moon Hee, and Hyun Jae Shin. 2016. “Anti-Melanogenesis Effect of Quercetin.”
Cosmetics 3(2): 1–16.

Dipahayu, Damaranie, Widji Soeratri, and Mangestuti Agil. 2014. “Formulasi Krim
Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas (L.) Lamk)
Sebagai Anti Aging.” Pharmaceutical Sciences and Research 1(3): 166–79.

Dixit, Dhara, and C. R.K. Reddy. 2017. “Non-Targeted Secondary Metabolite Profile
Study for Deciphering the Cosmeceutical Potential of Red Marine Macro Alga
Jania Rubens-An LCMS Based Approach.” Cosmetics 4(4): 1–17.

Imokawa, Genji. 2009. “Mechanism of UVB-Induced Wrinkling of the Skin: Paracrine


Cytokine Linkage between Keratinocytes and Fibroblasts Leading to the
Stimulation of Elastase.” Journal of Investigative Dermatology Symposium
Proceedings 14(1): 36–43. http://dx.doi.org/10.1038/jidsymp.2009.11.

Mangifera, L. “Formulasi Krim Anti-Aging Dari Buah Mangga Manalagi ( Mangifera


Indica L).” 4.

Pratsinis, Harris, and Dimitris Kletsas. 2019. “Special Issue „Anti-Aging Properties of
Natural Compounds.‟” Cosmetics 6(4): 1–2.

Sugihartini, N. dan, and E. Nuryanti. 2017. “Formulasi Krim Ekstrak Daun Kelor (
Moringa Oleifera ) Sebagai Sediaan Antiaging.” Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin 29(1): 1–7.

Whangsomnuek, Nattawut, Lapatrada Mungmai, Kriangsak Mengamphan, and


Doungporn Amornlerdpison. 2019. “Efficiency of Skin Whitening Cream
Containing Etlingera Elatior Flower and Leaf Extracts in Volunteers.” Cosmetics
6(3): 39.

Choi, Moon Hee, and Hyun Jae Shin. 2016. “Anti-Melanogenesis Effect of Quercetin.”

48
Cosmetics 3(2): 1–16.

Dipahayu, Damaranie, Widji Soeratri, and Mangestuti Agil. 2014. “Formulasi Krim
Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas (L.) Lamk)
Sebagai Anti Aging.” Pharmaceutical Sciences and Research 1(3): 166–79.

Dixit, Dhara, and C. R.K. Reddy. 2017. “Non-Targeted Secondary Metabolite Profile
Study for Deciphering the Cosmeceutical Potential of Red Marine Macro Alga
Jania Rubens-An LCMS Based Approach.” Cosmetics 4(4): 1–17.

Imokawa, Genji. 2009. “Mechanism of UVB-Induced Wrinkling of the Skin: Paracrine


Cytokine Linkage between Keratinocytes and Fibroblasts Leading to the
Stimulation of Elastase.” Journal of Investigative Dermatology Symposium
Proceedings 14(1): 36–43. http://dx.doi.org/10.1038/jidsymp.2009.11.

Mangifera, L. “Formulasi Krim Anti-Aging Dari Buah Mangga Manalagi ( Mangifera


Indica L).” 4.

Pratsinis, Harris, and Dimitris Kletsas. 2019. “Special Issue „Anti-Aging Properties of
Natural Compounds.‟” Cosmetics 6(4): 1–2.

Sugihartini, N. dan, and E. Nuryanti. 2017. “Formulasi Krim Ekstrak Daun Kelor (
Moringa Oleifera ) Sebagai Sediaan Antiaging.” Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin 29(1): 1–7.

Whangsomnuek, Nattawut, Lapatrada Mungmai, Kriangsak Mengamphan, and


Doungporn Amornlerdpison. 2019. “Efficiency of Skin Whitening Cream
Containing Etlingera Elatior Flower and Leaf Extracts in Volunteers.” Cosmetics
6(3): 39.

Choi, Moon Hee, and Hyun Jae Shin. 2016. “Anti-Melanogenesis Effect of Quercetin.”
Cosmetics 3(2): 1–16.

Dipahayu, Damaranie, Widji Soeratri, and Mangestuti Agil. 2014. “Formulasi Krim

49
Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas (L.) Lamk)
Sebagai Anti Aging.” Pharmaceutical Sciences and Research 1(3): 166–79.

Dixit, Dhara, and C. R.K. Reddy. 2017. “Non-Targeted Secondary Metabolite Profile
Study for Deciphering the Cosmeceutical Potential of Red Marine Macro Alga
Jania Rubens-An LCMS Based Approach.” Cosmetics 4(4): 1–17.

Imokawa, Genji. 2009. “Mechanism of UVB-Induced Wrinkling of the Skin: Paracrine


Cytokine Linkage between Keratinocytes and Fibroblasts Leading to the
Stimulation of Elastase.” Journal of Investigative Dermatology Symposium
Proceedings 14(1): 36–43. http://dx.doi.org/10.1038/jidsymp.2009.11.

Mangifera, L. “Formulasi Krim Anti-Aging Dari Buah Mangga Manalagi ( Mangifera


Indica L).” 4.

Pratsinis, Harris, and Dimitris Kletsas. 2019. “Special Issue „Anti-Aging Properties of
Natural Compounds.‟” Cosmetics 6(4): 1–2.

Sugihartini, N. dan, and E. Nuryanti. 2017. “Formulasi Krim Ekstrak Daun Kelor (
Moringa Oleifera ) Sebagai Sediaan Antiaging.” Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin 29(1): 1–7.

Whangsomnuek, Nattawut, Lapatrada Mungmai, Kriangsak Mengamphan, and


Doungporn Amornlerdpison. 2019. “Efficiency of Skin Whitening Cream
Containing Etlingera Elatior Flower and Leaf Extracts in Volunteers.” Cosmetics
6(3): 39.

Choi, Moon Hee, and Hyun Jae Shin. 2016. “Anti-Melanogenesis Effect of Quercetin.”
Cosmetics 3(2): 1–16.

Dipahayu, Damaranie, Widji Soeratri, and Mangestuti Agil. 2014. “Formulasi Krim
Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas (L.) Lamk)
Sebagai Anti Aging.” Pharmaceutical Sciences and Research 1(3): 166–79.

50
Dixit, Dhara, and C. R.K. Reddy. 2017. “Non-Targeted Secondary Metabolite Profile
Study for Deciphering the Cosmeceutical Potential of Red Marine Macro Alga
Jania Rubens-An LCMS Based Approach.” Cosmetics 4(4): 1–17.

Imokawa, Genji. 2009. “Mechanism of UVB-Induced Wrinkling of the Skin: Paracrine


Cytokine Linkage between Keratinocytes and Fibroblasts Leading to the
Stimulation of Elastase.” Journal of Investigative Dermatology Symposium
Proceedings 14(1): 36–43. http://dx.doi.org/10.1038/jidsymp.2009.11.

Mangifera, L. “Formulasi Krim Anti-Aging Dari Buah Mangga Manalagi ( Mangifera


Indica L).” 4.

Pratsinis, Harris, and Dimitris Kletsas. 2019. “Special Issue „Anti-Aging Properties of
Natural Compounds.‟” Cosmetics 6(4): 1–2.

Sugihartini, N. dan, and E. Nuryanti. 2017. “Formulasi Krim Ekstrak Daun Kelor (
Moringa Oleifera ) Sebagai Sediaan Antiaging.” Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin 29(1): 1–7.

Whangsomnuek, Nattawut, Lapatrada Mungmai, Kriangsak Mengamphan, and


Doungporn Amornlerdpison. 2019. “Efficiency of Skin Whitening Cream
Containing Etlingera Elatior Flower and Leaf Extracts in Volunteers.” Cosmetics
6(3): 39.

51

Anda mungkin juga menyukai