Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH FARMASI KEMARITIMAN

PEMANFAATAN BIOTA LAUT SEBAGAI ANTIOKSIDAN


KERANG BAMBU (Solen vaginalis)
ALGA COKLAT (Sargassum sp)
SELADA LAUT(Ulva lactuca)

DISUSUN OLEH:

NAMA : INDRIANI TASRIM


NIM : F201902023
KELAS : C5NR

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDA WALUYA
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini,
dan kami buat waktu yang telah ditentukan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya
penyusunan makalah seperti ini, pembaca dapat belajar dengan baik dan benar mengenai
farmasi kemaritiman khususnya dalam “Pemanfaatan biota laut sebagai Antioksidan”.
Penulis juga menyadari, bahwa masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan
pada makalah ini.Hal ini karena keterbatasan kemampuan dari penulis.Oleh karena itu,
penulis senantiasa menanti kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
guna penyempurnaan makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan
ilmu pengetahuan.

Kendari, 20 NOVEMBER 2019

PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Maksud dan Tujuan Penulisan .................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ....................................................................... 2
E. Metode Penulisan ........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN

1. Antioksidan ...................................................................................
2. Fungsi Antioksidan........................................................................
3. Pembentukan Radikal Bebas ........................................................
4. Metode Penangkapan Radikal DPPH ...........................................
5. Kerang Bambu..............................................................................
A. Deskripsi Kerang Bambu .......................................................
B. Klasifikasi Kerang Bambu .....................................................
C. Morfologi Kerang Bambu ......................................................
D. Habitat Kerang Bambu ...........................................................
E. Makanan Kerang bambu ........................................................
F. Pola Hidup Kerang Bambu ....................................................
G. Sistem Percernaan kerang Bambu ..........................................
H. Reproduksi Kerang Bambu ....................................................
I. Komposisi Kimia Kerang Bambu ..........................................
J. Proses pengambilan Zat Aktif Kerang Bambu .......................
K. Kandungan Bahan Aktif Kerang Pisau sebagai Antioksidan
L. Cara Budidaya Kerang Bambu..........................................
6. Alga Coklat ..................................................................................
A. Klasifikasi Alga Coklat ..........................................................
B. Morfologi Alga coklat........................................................... .
C. Habitat dan penyebaran..........................................................
D. Reproduksi Alga Coklat....................................................
E. Faktor-Faktor Pertumbuhan Alga coklat.............................
F. Manfaat Alga Coklat.......................................................... ....
G. Kandungan Bahan Aktif dari Alga Coklat..........................
7. Selada laut ....................................................................................
A. Karakteristik Selada Laut….............................................
B. Habitat dan Distribusi...........................................................
C. Manfaat Selada laut............................................................
D. Kandungan Bahan Aktif dari Selada laut..........................
8. Budidaya Alga Laut .....................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................
B. Saran ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara Maritim yang luas wilayahnya
didominasi oleh wilayah perairan Dengan wilayah perairan laut yang luas
Indonesia memiliki potensi ,cukup besar dalam bidang kelautan wilayah perairan laut
di Indonesia juga berpotensi sebagai sumber daya hayati yang ,cukup tinggi yang
dapat bermanfaat bagi Negara.
Walaupun tiga perempat permukaan Bumi diselimuti lautan, penelitian
kelautan sejauh ini boleh dikatakan ketinggalan dibanding penelitian luar angkasa.
Banyak potensi kelautan yang belum diselidiki hingga kini. Untuk sebagian besar
negara yang memiliki wilayah laut cukup luas, seperti Indonesia misalnya, laut lebih
banyak dikaitkan dengan sumber daya ikan. Juga negara-negara industri maju
ibaratnya tertidur dalam bidang penelitian sumber daya kelautan. Baru 15 tahun
terakhir ini dilakukan penelitian secara sistematis, untuk mencari unsur-unsur
berkhasiat untuk obat-obatan dari lautan. Ternyata, lautan ibaratnya gudang bahan
obat-obatan baru untuk berbagai macam penyakit.
Biosintesa mahkluk hidup di lautan ternyata membuka cakrawala baru dalam
penelitian unsur aktiv. Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukan,
keanekaragaman struktur senyawa kimia yang unik pada tanaman dan binatang laut.
Para ahli terus menyusun profil unsur aktiv dari lautan, agar dapat digunakan bagi
pengobatan.
Indonesia memiliki sumberdaya alam laut yang besar baik ditinjau dari
kuantitas maupun keanekaragaman hasilnya. Meskipun organisme laut merupakan
sumber senyawa obat yang berpotensi besar, sedikit sekali obat dari bahan alam yang
berasal dari laut. Kebanyakan obat kita justru berasal dari tanaman atau
mikroorganisme darat. Senyawa obat yang terdapat di dalam organisme laut
memiliki struktur kimia beraneka ragam. Struktur molekulnya pun tidak sama
dengan yang ditemukan pada tanaman darat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Antioksidan?
2. Bagaimana proses pembentukan Radikal bebas?
3. Bagaimana pemanfaatan biota laut sebagai antioksidan ?

C. Maksud dan Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Antioksidan .
2. Untuk Mengetahui proses pembentukan Radikal bebas
3. Untuk mengetahui pemanfaatan biota laut sebagai antioksidan
D. Manfaat
1. Untuk membantu mahasiswa memahami tentang pemanfaatan biota laut dalam
pengobatan
2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat dalam upaya pemanfaatan biota laut
yang berfungsi dalam berbagai sektor kehidupan khususnya di bidang kesehatan.
E. Metode Penulisan
Pada makalah ini kami menggunakan metode perpustakaan yang berasal dari
buku-buku pengetahuan alam dan melalui media internet
BAB II
PEMBAHASAN

1. Antioksidan
Antioksidan dalam pengertian kimia adalah senyawa pemberi elektron

(electron donors) dan secara biologis antioksidan merupakan senyawa yang

mampu mengatasi dampak negatif oksidan dalam tubuh seperti kerusakan elemen

vital sel tubuh.Keseimbangan antara oksidan dan antioksidan sangat penting

karena berkaitan dengan kerja fungsi sistem imunitas tubuh, terutama untuk

menjaga integritas dan berfungsinya membran lipid, protein sel, dan asam

nukleat, serta mengontrol tranduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun.

Produksi antioksidan di dalam tubuh manusia terjadi secara alami untuk

mengimbangi produksi radikal bebas.Antioksidan tersebut kemudian berfungsi

sebagai sistem pertahanan terhadap radikal bebas, namun peningkatan produksi

radikal bebas yang terbentuk akibat faktor stress, radiasi UV, polusi udara dan

lingkungan mengakibatkan sistem pertahanan tersebut kurang memadai,sehingga

diperlukan tambahan antioksidan dari luar.

Antioksidan di luar tubuh dapat diperoleh dalam bentuk sintesis dan alami.

Antioksidan sintetis seperti buthylatedhydroxytoluene (BHT), buthylated

hidroksianisol (BHA) dan ters-butylhydroquinone (TBHQ) secara efektif dapat

menghambat oksidasi. Namun, penggunaan antioksidan sintetik dibatasi oleh

aturan pemerintah karena, jika penggunaannya melebihi batas justru dapat

menyebabkan racun dalam tubuh dan bersifat karsiogenik,sehingga dibutuhkan


antioksidan alami yang aman. Salah satu sumber potensial antioksidan alami

adalah tanaman karena mengandung senyawa flavonoid, klorofil dan tannin.

2. Fungsi Antioksidan

Antioksidan berfungsi sebagai senyawa yang dapat menghambat reaksi

radikal bebas penyebab penyakit karsinogenis, kardiovaskuler dan penuaandalam

tubuh manusia. Antioksidan diperlukan karena tubuh manusia tidak memiliki

sistem pertahanan antioksidan yang cukup, sehingga apabila terjadi paparan

radikal berlebihan, maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen (berasal dari

luar).

Fungsi utama antioksidan adalah memperkecil terjadinya proses oksidasi

dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam

makanan,memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan,

meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta mencegah

hilangnya kualitas sensori dan nutrisi.Antioksidan berdasarkan mekanisme

reaksinya dibagi menjadi 2 macam berdasarkan:

1. Antioksidan berdasarkan Mekanisme kerjanya

a. Antioksidan Primer

Antioksidan primer merupakan zat atau senyawa yang dapat

menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal bebas yang melepaskan

hidrogen. Antioksidan primer dapat berasal dari alam atau sintetis. Contoh

antioksidan primer adalah Butylated hidroxytoluene (BHT).


Reaksi antioksidan primer terjadi pemutusan rantai radikal bebas yang

sangat reaktif,kemudian diubah menjadi senyawa stabil atau tidak reaktif.

Antioksidan ini dapat berperan sebagai donor hidrogen atau CB-D (Chain

breaking donor) dan dapat berperan sebagai akseptor elektron atau CB-A (Chain

breaking acceptor).

a. Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogeneus atau non

enzimatis. Antioksidan ini menghambat pembentukan senyawa oksigen reatif

dengan cara pengelatan metal, atau dirusak pembentukannya. Prinsip kerja sistem

antioksidan non enzimatis yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan menangkap radikal tersebut,sehingga radikal bebas

tidak akan bereaksi dengan komponen seluler.Antioksidan sekunder diantaranya

adalah vitamin E,vitamin C, beta karoten, flavonoid, asam lipoat, asam urat,

bilirubin, melatonin dan sebagainya.

b. Antioksidan Tersier

Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-Repair dan

metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berperan dalam perbaikan

biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA yang

terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya Single dan Double

strand baik gugus non-basa maupun basa. (Thirem:2010)

2. Berdasarkan Sumbernya
a. Antioksidan sintetik

Antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan

komersial. Antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaannya untuk makanan

yaitu Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), Propil galat,

Tert-Butil Hidoksi Quinon (TBHQ) dan Tokoferol.

b. Antioksidan alami

Merupakan antioksidan yang diperoleh dari bahan alam maupun hewan,

merupakan senyawa metabolit sekunder tumbuhan seperti senyawa golongan

alkaloid, fenolik, flavanoid. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas

antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon.

3. Pembentukan Radikal Bebas


Radikal bebas didefinisikan sebagai suatu molekul, atam atau beberapa

grup atom yang mempunyai satau atau lebih elektron tidak berpasangan pada

orbital terluarnya.Kondisi tersebut membuat radikal bebas memiliki reaktivitas

yang sangat tinggi, mampu bereaksi dengan protein, lipid, karbohidrat, atau asam

deoksiribonukleat (DNA) sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi sel.

Radikal bebas sangat mudah menarik atau menyerang elektron

disekelilingnya sehingga dapat mengubah molekul menjadi radikal dan

menyebabkan radikal bebas berantai. Reaksi ini dapat berakhir jika ada molekul

yang memberikan elektron yang dibutuhkan oleh radikal bebas tersebutatau dua

buah gugus radikal bebas yang membentuk ikatan non-radikal.

4. Metode Penangkapan Radikal DPPH (1,1- diphenyl-2-pikrilhidrazil)


Berdasarkan daya penghambatan terbentuknya senyawa radikal yang

bersifat reaktif. Perubahan warna yang terjadi dipengaruhi oleh banyak sedikitnya

atom hidrogen yang di donorkan oleh antioksidan dan atom yang diterima oleh

radikal bebas. Semakin banyak atom H yang didonorkan maka warna berubah

dari ungu ke kuning hingga kuning muda. Karena adanya elektron yang tidak

berpasangan, DPPH memberikan serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya

menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal bebas, maka

absorbansinya menurun secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil.

Tujuan metode ini adalah mengetahui parameter konsentrasi yang ekuivalen

memberikan 50% efek aktivitas antioksidan (IC 50). Metode ini merupakan

metode yang mudah, cepat, dan sensitif untuk pengujian aktivitas antioksidan

senyawa tertentu.

5. KERANG BAMBU (Solen vaginalis).


A. Deskripsi Kerang Bambu/Kerang Pisau

Kerang bambu atau kerang pisau atau yang biasa dikenal dengan nama

Lorjukoleh Masyarakat Jawa Timur (terutama di Madura)merupakan kerang air

laut berukuran sedang.Beberapa spesies Kerang ambu (Lorjuk) yang Dikenal

antara lain Ensimacha, Ensis ensi,Ensis americanus,Solen fonesii,Solen vaginalis

Solen viridisdan sebagainya. Kerang bambu dapat ditemukan di pantai barat

Benua Eropa dan pantai selatan Benua Afrika serta di Benua Amerika. Di

Indonesia Kerang Bambu atau Lorjuk terdapat di beberapa daerah antara


lainJambi, Madura, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Bengkulu serta di Kepulauan

Riau.

Kerang Bambu atau Lorjuk merupakan anggota dari famili Solenidae.

Kerang bambu mempunyai cangkang panjang dengan dua sisi paralel,tubuhnya

kecil memanjang dengan dua cangkang yang memiliki sisi simetris, salah satu

ujung tubuhnya berbentuk runcing seperti mata pisau menempel dan berdiri tegak

di pantai berpasir.Kerang bambu sering kali menarik badannya ke dalam pasir

untuk berlindung dari musuh. Lorjukdi beberapa Negara juga dikenal dengan

sejumlah nama seperti razor clamatau jackknife karena mempunyai bentuk

cangkang yang menyerupai pisau cukur atau pisau lipat (Ditjen PPHP 2010).

B. Klasifikasi Kerang Bambu

Kerang bambu merupakan salah satu jenis kekerangan yang hidup di

laut.Kerang bambu (bamboo scallops/grooved razor clam) dikenal oleh

masyarakat sekitar dengan sebutan Lorjuk memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Subphylum : Conchifera

Clasis : Bivalvia

Ordo : Veneroida

Famili : Solenidae

Subfamili : Soleninae

Genus : Solen
Species : Solen vaginalis.

Nama Inggris : Razor clam

Nama lokal: Kerang pisau, kerang bambu, Lorjuk

Gambar 1.Kerang Bambu atau Lorjuk


Terdapat beberapa jenis Solen spp yang pernah ditemukan di Indonesia dan

telah teridentifikasi yaitu Solen grandis,Solen vaginalis, dan Solen lamarckii

(Hartoko, 2013).

C. Morfologi Kerang Bambu

Kerang bambu atau Lorjuk berbentuk pipih panjang mirip dengan bambu

sebesar jari tangan orang dewasa. Bentuknya juga menyerupai pisau sehingga sering

juga disebut kerang pisau. Kerang ini memiliki cangkang yang rapuh dan mudah

pecah, serta mempunyai belahan cangkang yang simetris,bentuknya memanjang,

hampir silindris terbuka pada kedua ujungnya dengan pinggiran ventral yang tajam

Pinggiran dorsal dan ventral pararel dengan tonjolan (umbones) hampir tidak

kelihatan dan cangkang dalam halus berwarna putih (Hadimarta, 2013)


Ukuran Spesies Lorjuk(Solen sp) atau yang disebut juga Razor clams,

mempunyai panjang hanya 2 atau 3 inchi (5-7,5 cm) pada pertumbuhan maksimal.

Kerang bamboo atau lorjuk berbentuk tipis, memanjang, dan tutupnya terbuka satu

sama lain. Permukaannya halus dan agak mengkilap, berwarna coklat tua dengan

kerutan konsentris sangat redup.Biota yang termasuk ordo Veneroida ini mempunyai

cangkang yang berwarna kecoklatan. Bagian cangkang agak putih dilengkapi dengan

garis-garis coklat, membuat biota ini sekilas mirip dengan bilah bambu.

Gambar 2 : Morfologi Kerang Bambu (Lorjuk)

D. Habitat Kerang Bambu

Kerang bambu (Lorjuk ditemukan pada jenis sedimen pasir berlumpur,

semakin tinggi kandungan pasir pada sedimen maka semakin tinggi

kepadatannya. Jenis sedimen pasir mempunyai pertukaran air yang cepat sehingga

menambah persediaan oksigen dan merupakan penyangga yang baik bagi

perubahan suhu dan salinitas yang besar Adanya campuran lumpur cenderung
mengakumulasi bahan organik. Bahan organik ini dimanfaatkan oleh fitoplankton

yang merupakan sumber makanan bagi Lorjuk(Hartoko, 2013).

Kerang ini menyukai habitat sedimen pasir berlumpur disebabkan

morfologi kerang yang memanjang dan memiliki pola hidup dengan cara

menggali ke dalam sedimen. Dari pola tersebut sedimen pasir sangat

memungkinkan untuk ditinggali karena pada sedimen ini memiliki pore water

lebih besar, sehingga tekanan yang dihasilkan juga lebih besar. Tekanan tersebut

akan mempermudah dalam pergerakan kerang untuk masuk atau keluar sedimen

(Hartoko, 2013).

Sebaran individu yang mengelompok disebabkan biota tersebut memilih

hidup pada habitat yang paling sesuai, baik sesuai dengan faktor fisika-kimia

perairan maupun tersedianya makanan. Faktor fisika dan kimia yang merata pada

suatu habitat serta tersedianya makanan bagi biota yang hidup didalamnya

menentukan biota tersebut hidup berkelompok. Beberapa pengaruh parameter

lingkungan terhadap habitat kerang yaitu ukuran pasir, kondisi pasir, gelombang

dan arus (Hartoko, 2013).

E. Pola Hidup kerang bambu

Pola hidup kerang bambu (Lorjuk)yaitu dengan cara menggali ke dalam

sedimen. Lorjuk menyukai habitat sedimen pasir berlumpur disebabkan morfologi

kerang yang memanjang.Dari pola tersebut sedimen pasir sangat memungkinkan

untuk ditinggali, karena pada sedimen ini memiliki pore water lebih besar

sehingga tekanan yang dihasilkan juga lebih besar. Tekanan tersebut akan
mempermudah dalam pergerakan kerang untuk masuk atau keluar sedimen

(Hartoko, 2013).

Kerang bambu tidak hanya hidup meliang di substrat, biota ini mampu

merayap dipermukaan substrat dan berenang. Kerang ini mampu bergerak aktif

untuk mencari substrat yang sesuai dengan keinginannya. Kerang bambu (Lorjuk)

mampu menancapkan kaki dengan sangat kuat di substrat dan mampu menggali

lubang dengan sangat cepat. Kerang bambu akan memberikan pancaran air pada

saat membuat lubang. Pancaran air berfungsi sebagai tekanan, sehingga kerang ini

mampu dengan cepat masuk ke dalam substrat.

Gambar 3: Pola Hidup Kerang Bambu

F. Sistem pencernaan
Sistem pencernaan dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus dan

akhirnya bermuara pada anus. Anus ini terdapat di saluran yang sama dengan saluran

untuk keluarnya air. Sedangkan makanan golongan hewan kerang ini adalah hewan-

hewan kecil yang terdapat dalam perairan berupa protozoa diatom, dll.Makanan ini
dicerna di lambung dengan bantuan getah pencernaan dan hati.Sisa-sisa makanan

dikeluarkan melalui anus.

G. Makanan Kerang bambu

Kerang bambu (Lorjuk) termasuk family Solenidae dimana memperoleh

makanan dengan cara filter feeder dengan makanan utamanya yaitu fitoplankton.

Ketika spesies ini mengambil nutrisi dari air laut melalui siphon melewati insang,

sehingga organ ini teradaptasi untuk memilah dan mengambil partikel makanan

yang kemudian disalurkan melalui ciliarlycurrents menuju mulut oleh labial palp

(Breen et al., 2011).Kebanyakan Solenidae mempunyaikaki otot yang disesuaikan

untuk meliang. Ketika dewasa jaringan gonad berada di bagian abdomen hingga

di dalam kaki otot..

Biota yang termasuk filter feederdimana makanannya berupa fitoplankton,

lebih banyak ditemukan pada karakteristik substrat berupa pantai berpasir.

Sebagian besar berupa pasir kuarsa, dan sebagian kecil berupa pasir yang

mengandung zat kapur (calcareous). Pada Kerang bambu (Lorjuk) dalam satu

spesies tidak hidup terbatas pada substrat pasir dengan karakteristik mineralisasi

tertentu, misalnya derajat tingkat kebulatan butiran ataupun tekstur permukaan

(Breen et al., 2011).

H. Reproduksi Kerang Bambu

Kerang bambu (Lorjuk) merupakan hewan dioecious yaitu dalam satu

individu hanya terdapat satu jenis kelamin jantan atau betina. Pemijahan

dilakukan secara eksternal di perairan. Hasil penggabungan sel sperma dan sel
telur selanjutnya membentuk larva veliger. Larva Kerang bambu (Lorjuk) juga

mengalami fase planktonik sekitar satu bulan, sebelum akhirnya menetap di

substrat. Belum ada hasil penelitian yang pasti yang bisa menegaskan apakah

larva Solen memiliki kemampuan untuk memilih substrat atau proses menempati

substrat ini terjadi secara pasif yang ditentukan oleh hidrodinamika laut, faktor

biotik dan abiotik, serta kesempatan. Setelah larva menetap pada substrat, larva

akan mengalami perkembangan menjadi juvenile dan selanjutnya akan

berkembang menjadi dewasa..

Musim pemijahan Kerang bambu (Lorjuk) umumnya berbeda-beda pada

setiap lokasi. Pemijahan Razor clam dimulai pada bulan April atau Mei dan

pemijahan kedua pada bulan Agustus atau September di perairan laut Dutch

Wadden. Di Spanyol Solen sp atau Kerang bambu pemijahan dimulai pada musim

panas, bersamaan dengan fenomena upwelling dan blooming fitoplankton. Pada

perairan pesisir selatan Argentina dan Chili Solen sp atau Kerang bambu diduga

memijah selama musim semi dan akhir musim gugur.

Reproduksi Solen sp atau Kerang bamboo dipengaruhi oleh variasi musim,

kondisi lingkungan, ketersediaan makanan, dan karakteristik genentik.

Reproduksi Kerang bambu (Lorjuk) selain dipengaruhi oleh suhu, juga

dipengaruhi oleh konsentrasi klorofil di perairan.

I. Komposisi Kimia Kerang Bambu

Kandungan zat gizi yang menonjol pada kerang pisau adalah asam lemak.

Komoditas perikanan umumnya merupakan sumber asal lemak omega 3. Kerang


pisau juga mempunyai kandungan kolesterol. Kolesterol mempunyai peran

penting dalam tubuh, apabila berlebihan dapat menyebabkan penyumbatan

pembuluh arteri. Kerang juga terkenal dengan kandungan mineral(Nurjanah,

2013).

Kerang banbu (Lorjuk) merupakan salah satu jenis kerang-kerangan yang

memiliki kandungan asam amino esensial yang berperan sebagai antioksidan serta

kandungan taurin yang diketahui memiliki potensi untuk menurunkan kadar

kolestrol sehingga dapat dikembangkan baik dalam bidang pangan maupun

farmasi (Kartika, 2015).

Tabel 1. Kandungan gizi Kerang Bambu(Solen spp)

Jenis gizi Basis basah Basis Kering AKG(19-20) Satuan


(bb) (bk) Pria Wanita

Kalori 61,84 kkal 349,66 2550 1900 Kkal/hari


Protein 9,79% 55,43% 50 42 g/hari
Karbohidrat 4,95% 27,98% 130 100 g/kap/hari
Lemak 0,32% 1,82% 54 54 g/hari
Abu 2,63% 14,87% - - -
Air 82,31% 0 - - -
Tabel 1: kandungan Gizi Kerang Bambu

J. Proses Pengambilan Zat Aktif Kerang Pisau

Daging kerang pisau dipisahkan dari cangkang dan jeroan. Daging

dikeringkan dengan panas matahari selama 3-5hari sampai diperoleh produk

kering dengan kadar air kurang dari 12%. Daging lorjuk kering dihaluskan dengan

blender diperoleh bubuk/tepung lorjuk kering. Pembuatan sediaan bubuk lorjuk

kering ditujukan untuk memudahkan dalam penyimpanan, transportasidan


ekstraksi. Jumlah daging lorjuk yang diperlukan adalah 500 gram daging yang

telah dikeringkan. Ekstraksi bahan aktif dilakukan menurut prosedur Quinn

(1988) dalam Darusman et al., (1995).

Ekstraksi menggunakan tiga pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya

yaitu kloroform p.a. (non polar), etil asetat p.a. (semi polar) dan metanol p.a.

(polar). Ekstraksi dilakukan dengan maserasi 25 g tepung kerang pisau kering

dalam 100 ml pelarut kloroform p.a. selama 48 jam dalam orbital shaker dengan

kecepatan 8 rpm.Hasil maserasi disaring dengan kertas saring Whatman 42.

Residu yang dihasilkan dimaserasi dalam 100 ml etil asetat p.a. selama 48 jam

dan menggunakan orbital shaker dengan kecepatan 8 rpm, sedangkan filtrat

ekstrak kloroform yang diperoleh dievaporasi hingga pelarut memisah dengan

ekstrak menggunakan rotary vacuum evapotator pada suhu 50oC. Residu etil

asetat selanjutnya dimaserasi dalam 100 ml metanol dengan kecepatan 8 rpm.

Filtrat yang diperoleh dari tiap ekstraksi dievaporasi menggunakan rotary

vaccuum evapotator pada suhu 50oC. Uji aktivitas antioksidan Uji aktivitas

antioksidan ekstrak kerang pisau Dilakukan dengan metode DPPH (Blois 1985

dalam Hanani et al.,2005).

Ekstrak kasar kerang pisau dilarutkan dalam metanol p.a. hingga diperoleh

konsentrasi 200, 400, 600 dan 800 ppm. Antioksidan sintetik BHT digunakan

sebagai pembanding dan kontrol positif dilarutkan dalam pelarut metanol p.a.

dengan konsentrasi 2, 4, 6 dan 8 ppm. Larutan DPPH dibuat dengan melarutkan

kristal DPPH dalam pelarut metanol p.a. dengan konsentrasi 1 mM. Proses
pembuatan larutan DPPH 1 mM dilakukan dalam suhu rendah dan terlindung dari

cahaya matahari.Larutan ekstrak dan larutan antioksidan BHT masing-masing

diambil 4,50 ml dan direaksikan dengan 500 μl larutan DPPH 1 mM dalam

tabung reaksi yang berbeda. Reaksi berlangsung pada suhu 37oC selama 30 menit

kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada

panjang gelombang 517 nm. Absorbansi larutan blanko diukur untuk melakukan

perhitungan persen inhibisi. Larutan blanko dibuat dengan mereaksikan 4,50 ml

pelarut metanol dengan 500 μl larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi.

Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam persen inhibisi, yang dihitung dengan

rumus: Konsentrasi sampel dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada

sumbu x dan y pada persamaan regresi linear.

Konsentrasi sampel dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada

sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan tersebut digunakan

untuk menentukan nilai IC50(inhibitor concentration 50%) dari masing-masing

sampel dinyatakan dengan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh

sebagai IC 50. Nilai IC50 menyatakan besarnya konsentrasi larutan sampel

(ekstrak ataupun BHT) yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH

sebesar 50%.

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Ekstrak kasar kloroform,

etil asetat, dan metanol kerang pisau memiliki aktivitas antioksidan. Ekstrak kasar

metanol kerang pisau memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi dengan nilai IC

50 sebesar 1391,08% ppm dan mengandung komponen bioaktif berupa komponen


alkaloid, steroid, dan flavonoid. Kerang pisau dapat dinyatakan sebagai salah satu

jenis kerang-kerangan penghasil senyawa antioksidan dan dapat dikembangkan,

baik dalam bidang pangan maupun farmasi. (Nurjanah et al,2011).

K. Kandungan Bahan Aktif Kerang Pisau sebagai Antioksidan

Dalam Sebuah Jurnal penelitian telah dilakukan penelitian Mengenai

Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Kerang Pisau (Solen spp).

Alkaloid adalah golongan terbesar dari senyawa hasil metabolisme

sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Senyawa

alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom

nitrogen sebagai bagian dari sistem siklik.

Alkaloid pada ekstrak kasar kerang pisau diduga memiliki kandungan

antioksidan. Hanani et al.(2005) menyatakan bahwa senyawa kimia dalam spons

yang mempunyai aktivitas antioksidan secara kualitatif dan lanjutan yaitu

alkaloid. Senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan dapat diprediksi

dari golongan fenolat, flavonoid dan alkaloid, yang merupakan senyawa- senyawa

polar.

L. Cara Budidaya Kerang Bambu

Metode rakit tancap : metode yang biasa dilakukan masyarakat cara ini

merupakan gabungan dari dua cara ternak yaitu tancap dan rakit apung caranya

dengan menancapkan bambu sampai dasar perairan pastikan lokasi rakit sudah

dihitung berdasarkan tinggi rendahnya air apabila sedang pasang atau surut. Hal

ini penting agar rakit tidak mengalami kekeringan kemudian menempatkan tali
kolektor di rakit tancap jarak yang direkomendasikan untuk masing-masing tali

adalah satu meter dalam waktu sekitar 6 bln, bisa didapat hasil sekitar 20-25 kg

untuk masing-masing tali

6. ALGA COKLAT (Sargassum sp).

A. Klasifikasi Alga Coklat Sargassum sp

Rumput laut Sargassum sp merupakan tumbuhan cosmopolitan yang

dijumpai tumbuh di perairan karang dan pantai. Sargassum adalah rumpur laut

penghasil alginofit diperoleh dari kelompok yang merupakan rumput laut dari

daerah subtropics, sedangkan di perairan Indonesia hanya mempunyai alginofit

dari jenis Sargassum dan Turbinaria (Sulistijo, 2002).

Klasifikasi rumput laut Sargassum sp adalah sebagai berikut:

(Anggadiredja et al.,2008).

Gambar 4: Alga Colat Sargassum sp

Kingdom :Plantae

Phylum : Phaeophyta

Kelas :Phaeophyceae

Ordo : Fucales

Famili : Sargassaceae
Genus : Sargassum

Spesies : Sargassum sp.

B. Morfologi Alga coklat Sargassum sp

Sargassum Sp adalah rumput laut yang tergolong Divisi Phaeophyta

(ganggang cokelat). Spesies ini dapattumbuh sampai panjang 12 meter.Tubuhnya

berwarna cokelat kuning kehijauan, dengan struktur tubuh terbagi atas sebuah

holdfast yang berfungsi sebagai struktur basal, sebuah stipe atau batang semu, dan

sebuah frond yang berbentuk seperti daun (Guiry, 2007).

Sargassum sp memiliki thallus gepeng, banyak percabangan yang

menyerupai pepohonan di darat, bangun daun melebar, lonjong seperti pedang,

memiliki gelembung udara yang umumnya soliter, batang utama bulat agak kasar,

dan holdfast (bagian yang digunakan untuk melekat) berbentuk cakram, pinggir

daun bergerigi jarang, berombak, dan ujung melengkung atau meruncing

(Anggadiredja et al., 2008).

Gambar 5 : morfologi Alga coklat Sargassum sp.


C. Habitat dan penyebaran

Habitat rumput laut Sargassum sp. di perairan jernih yang memiliki substrat

dasar batu karang. Sargassum sp. tumbuh di perairan yang memiliki arus dan ombak

yang besar. Rumput laut ini tersebar secara luas di perairan dunia. Bentangan

tumbuhan Sargassum sp. yang padat dan luas juga merupakan habitat untuk berbagai

jenis biota laut lainnya seperti kerang dan ikan. Sargassum sp. tumbuh di bentangan

perairan pantai di zona paparan terumbu(reef flats) mulai dari garis pantai sampai

ujung tubir termasuk dalam perairan intertdal dan subtidal.

Di perairan Indonesia kelimpahan jenis-jenis Sargassum ditentukan oleh

musim dan jenisnya, sehingga panen alamiah Sargassum dari tempat tumbuhnya

terdiri dari bermacam jenis dan juga berbagai stadium tumbuhan jantan ataupun

betina. Penyebaran rumput laut Sargassum sp. antara lain di Pulau Jawa,

Madura,Lombok, Kepulauan Seribu, Sumatera Utara, dan Irian (Sulistijo, 1998).

D. Reproduksi Alga Coklat Sargassum sp

Reproduksi Sargassum sp. dikenal dengan dua cara yaitu reproduksi

aseksual (vegetatif) dan seksual (generatif). Reproduksi vegetatif dilakukan

melalui fragmentasi potongan thallus, dimana Sargassum sp. yang tumbuh

lebat akan mudah putus bila terkena gerakan air permukaan atau arus.

Bagian putus ini (fragmen thallus) akan terapung-apung di permukaan air,

bila tersangkut pada benda-benda yang dapat dijadikan substrat tempat

mendamparkan diri, fragmen akan tumbuh menjadi tumbuhan yang terpisah

dari induknya, sedangkan bagian dasar thallus yang tertinggal pada akhirnya
akan mati, tetapi ada pula fragmen- fragmen thallus tetap hidup terapung-

apung dan tidak memerlukan substrat (Yulianto, 1996). Reproduksi generatif

yaitu perkembangan individu melalui organ jantan (antheridia) dan organ betina

(oogenia). Organ-organ tersebut terjadi dan berada dalam satu lubang yamh

disebut koseptekel. Antheridia maupun oogenia berada di atas sel tangkai yang

tertanam pada dasar konseptekel. Dinding antheridia terdiri dari dua lapis di

sebelah luar (exochite) dan sebelah dalam (endochite). Dinding oogonium

terdiri dari tiga lapis di sebelah luar (exochite), bagian tengah (mesochite),

dan bagian dalam (endochite) (Kadi, Atmadja, 1988).

Sargassum sp. bersifat self fertile yaitu organisme yang dapat subur

dengan sendirinya untuk tumbuh. Reproduksi terjadi dimusim semi, musim

panas, dan awal musim gugur tergantung temperatur air. Daur hidup dari

Sargassum sp. diawali dengan pembentukan spermatozoid-spermatozoid pada

bagian atas cabang. Setelah embrio terlepas dan dapat menempel pada

permukaan yang keras maka alga tersebut akan mengapung di permukaan air

dengan mengikuti pergerakan arus air (Kadi, Atmadja, 1988).

E. Faktor-Faktor Pertumbuhan Alga coklat

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut antara lain adalah

suhu, salinitas, cahaya, gerakan air, dan pH perairan (Samsuari, 2006).

1. Suhu

Suhu lingkungan berperan penting dalam fotosintesis, dimana

semakin tinggi intensitas cahaya dan semakin optimum kondisi temperature,


maka akan semakin nyata hasil fotosintesis. Suhu mempunyai peran yang

sangat penting bagi kehidupan dan pertumbuhan rumput laut. Suhu air

dapat berpengaruh terhadap beberapa fungsi fisiologis rumput laut seperti

fotosintesis, respirasi, metabolism, pertumbuhan, dan reproduksi (Syafrianto,

2010). Suhu yang baik untuk budidaya rumput laut adalah berkisar antara 27-

30oC (Edward, Sediadi, 2001).

2. Salinitas

Salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan rumput laut. Salinitas yang baik untuk Sargassum sp. berkisar

antara 30-33,5 ppt (Kadi, 2005). Salinitas dapat membatasi pertumbuhan rumput

laut jika lingkungan tempat tumbuhnya mengalami penurunan salinitas secara

signifikan, misalnya jika media tumbuh rumput laut tercampur dengan air

tawar. Rumput laut akan berwarna pucat, berhenti tumbuh, dan terdapat bagian-

bagian yang berwarna putih (Edward, Sediadi, 2001).

3. pH

Derajat keasaman atau pH merupakan salah satu faktor penting

dalam kehidupan alga laut, sama halnya dengan faktor-faktor lainnya (Samsuari,

2006). Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung dalam beberapa faktor yaitu

kondisi gas-gas dalam air seperti CO2, konsentrasi garam-garam karbonat dan

bikarbonat, proses dekomposisi bahan organic di dasar perairan. pH di suatu

perairan yang normal berkisar antara 8,0 - 8,3, sedangkan pH yang baik untuk

budidaya rumput laut berkisar 6 - 9 (Edward, Sediadi, 2001).


4. Oksigen Terlarut

Oksigen merupakan faktor yang paling penting bagi organisme air.

Semua tumbuhan dan hewan yang hidup dalam air membutuhkan oksigen

yang terlarut. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil

fotosintesis tumbuh- tumbuhan yang ada dalam air. Oksigen yang berasal

dari hasil fotosintesis tergantung pada kerapatan tumbuh-tumbuhan air dan lama

serta intensitas cahaya sampai ke badan air tersebut (Suin, 2002 in Lase, 2014).

Konsentrasi DO air laut bervariasi, di laut lepas bisa mencapai 9,9

mg/l, sedangkan di wilayah pesisir konsentrasi DO akan semakin berkurang

tergantung kepada kondisi lingkungan sekitar. Konsentrasi DO di permukaan

air laut dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu maka kelarutan gas

akan semakin rendah (Papalia, 2013).

5. Kecepatan Arus

Arus laut merupakan pencerminan langsung dari pola angin dan gerakan

bumi. Kecepatan arus merupakan faktor penentu lama waktu keberadaan

substansi gas, unsur hara terlarut dan padatan partikel berada pada suatu habitat

dan kolom air. Dengan adanya kecepatan arus tentu meempengaruhi

produktivitas dari semua biota yang ada di dalam perairan. Kecepatan arus

yang dianggap optimal untuk budidaya rumput laut adalah berkisar 20-40 cm/dt

(Indriani, 1991).

6. Kedalaman
Kedalaman perairan rata-rata yang diperlukan untuk pertumbuhan rumput

laut tergantung pada jumlah intensitas cahaya matahari. Menurut Soegianto,

Sulistijo. (1985) in Syahputra. (2005), kedalaman yang ideal bagi pertumbuhan

rumput laut dengan metode dasar dalam 0,3-0,6 m pada surut terendah. Keadaan

yang demikian dapat mencegah kekeringan bagi tanaman.

7. Cuaca

Cuaca dapat mempengaruhi pertumbuhan makro alga. Pada saat

cuaca cerah tentu intensitas cahaya matahari akan semakin tinggi dan baik dalam

fotosintesis makro alga. Dan sebaliknya ketika cuaca mendung atau tertutup

awan akan membuat makro alga tidak bisa berfotosintesis dengan baik.

Cahaya matahari merupakan salah satu faktor perkembangan kehidupan

tumbuhan air yang secara langsung ataupun tidak menentukan kehidupan

organisme lainnya yang (Armita, 2011).

F. Manfaat Alga Coklat Sargassum sp

Alga coklat Sargassum sp telah lama dimanfaatkan sebagai bahan

makanan dan obat. Sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan

karbohidrat(gula,vegetable-gum), protein, sedikit lemak, dan abu yang sebagian

besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Selain itu, rumput laut juga

mengandung vitamin-vitamin, seperti A,B1,B2,B6,B12 dan C,betakaroten serta

mineral seperti kalium kalsium,fosfor, natrium dan zat besi serta yodium.

Hidrokoloid dari rumput laut(karaginan, agar dan alginat) sangat

diperlukan mengingat fungsinya sebagai gelling agen, stabilizer, emulsifier agent,


pensuspensi, pendispersi yang berguna dalam berbagai industri lainnya seperti

industri makanan dan minuman, farmasi dan kosmetik, maupun industri lainnya

seperti cat tekstil, film, makanan ternak, keramik, kertas, fotografi dan lain-lain.

Sargassum sp memiliki fungsi sebagai stabilizer, pendispersi,egent

gelling,pensuspensi, emulsifier, agent. Perusahaan yang mencari rumput laut

Sargassum sp ini diantaranya adalah perusahaan cat tekstil, film, makanan ternak,

keramik, kertas, fotografi, makanan, minuman, farmasi, kosmetik dn lain-lain.

Beberapa contoh pemanfaatan Sargassum sp diberbagai bidang:

1. Makanan ternak

2. Bahan baku pupuk

3. Antibiotik alami

4. Penaggulangan limbah

5. Reklamasi tanah

6. Sebagai suplement hingga bio energi

7. Penghasil bioethanol, potensi besar laut indonesia.

G. Kandungan Bahan Aktif dari Alga Coklat Sargassum sp sebagai Antioksidan.

Senyawa metabolik sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan

makhluk hidup dalam keadaan tertentu.Salah satu metode uji kualitatif metabolit

sekunder yang ada pada bahan alam adalah dengan melakukan uji fitokimia.

Rumput laut dari divisi Phaeophyta menghasilkan algin atau alginat, laminarin,

selulosa dan manitol. Biasanya jenis Phaeophyta yang dimanfaatkan sebagai

penghasil algin alginat adalah Macrocystis, Turbinaria, Padina dan Sargassum sp.
(Rasyid 2003). Pemanfaatan potensi rumput laut terus berkembang dan merambah

bidang farmasi, kosmetik maupun kedokteran.

Phaeophyceae di daerah tropis memproduksi metabolit sekunder lebih

baik sebagai suatu sistem proteksi terhadap radiasi sinar UV (ultra violet).

Senyawa fenol dan turunannya diduga menjadi komponen utama senyawa

antioksidan yang dihasilkan oleh Phaeophyceae (Budhiyanti et al., 2012).

Demirel et al. (2009) menyebutkan bahwa senyawa fenol ini lebih efektif

dibanding α-tokoferol dan hampir sebanding dengan antioksidan sintetik seperti

butylated hydroxyanisol (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT).

Menurut Santoso et al. (2004), menyebutkan bahwa antioksidan pada alga

cokelat Sargassum sp. mampu menurunkan oksidasi yang terjadi pada emulsi

minyak ikan selama penyimpanan pada suhu 50 ºC selama 24 jam yang ditandai

dengan rendahnya nilai peroksida (59,1 meq/kg) dibanding kontrol (308,5 meq/

kg).

Prabowo et al.,(2013) bahwa penggunaan ekstrak etanolik Sargassum sp.

mampu memberikan hasil yang lebih baik dalam proses penghambatan oksidasi

emulsi minyak ikan dibandingkan dengan kontrol. Penggunaan ekstrak etanolik

Sargassum sp. 1% menghasilkan laju penghambatan kerusakan oksidatif yang

lebih baik dibandingkan dengan minyak ikan tanpa menggunakan zat antioksidan

untuk parameter angka peroksida, angka anisidin, dan nilai Totoks (Pakidi:2016).

7. SELADA LAUT (Ulva lactuca)

A. Karakteristik Selada Laut


Ulva atau selada laut (sea lettuce) adalah rumput laut yang tergolong

dalam divisi Chlorophyta. Termasuk dalam divisi Chlorophyta karena sel-sel

mengandung banyak mengandung klorofil a sehingga memberikan warna hijau

pada rumput laut ini. Morfologinya berupa thallus tipis dan gepeng seperti

pedang yang terdiri atas 2 lapis sel. Tidak ada diferensiasi jaringan dan seluruh

sel memiliki bentuk yang kurang lebih identik, kecuali pada sel-sel basal yang

mengalami elongasi membentuk rhizoid penempel. Masing-masing sel pada

spesies ini terdiri atas sebuah nukleus, dengan kloroplas berbentuk cangkir, dan

sebuah pirenoid (Guiry, 2007).

Ulva lactuca memiliki panjang sampai 100 cm dan berwarna hijau apel

terang, dan memiliki bentuk strap-shaped blades (pedang melipat) dengan tepi

yang halus tapi bergelombang. Bagian tengah dari setiap helaian seringkali

berwarna pucat dan semakin ke arah tepi warnanya semakin gelap. Pada daerah

tropis, tumbuhan ini biasanya terdapat di air yang dangkal (zona intertidal bagian

atas sampai kedalaman 10 meter). Pada substrat yang tepat, seringkali melakukan

asosiasi dengan daerah yang memiliki nutrien yang tinggi (contohnya bakau)

atau dekat sumber air tawar (Littler dkk., 1989).

Ulva muda memiliki talus yang dapat melekat pada substrat atau dapat

berkembang sendiri tanpa melekat pada substrat sebagai individu bebas atau

agregat yang mengambang bebas. Bentuk Ulva air tawar muncul hanya sebagai

tubular talus monostomatik (misalnya Ulva intestinalis dan Ulva compressa).

Ulva air tawar dewasa dapat memiliki salah satu dari dua jenis bentuk
permukaan talus, yaitu satu memiliki talus bergelombang seperti usus dengan

permukaan halus dan yang lainnya berbentuk talus keriting bergelembung

berkerut dan seringkali talusnya membelah diri menjadi dua bagian (Littler dkk.,

1989).

Gambar 6: Selada laut (Ulva lactuca)

Ulva sp. adalah alga yang berbentuk heterothalik, berkembang biak

secara aseksual dengan oospora berflagel empat yang terbentuk pada sel-sel

vegetatif. Ulva sp. tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Tubuh seperti ini

dinamakan talus. Di dalam sel Ulva sp. terdapat plastida yaitu organel sel yang

mengandung zat warna (pigmen). Plastida utama yang terdapat pada alga ini

yaitu kloroplas yang mengandung pigmen klorofil yang berperan penting

dalam proses fotosintesis. Sehingga alga ini bersifat autrotof karena dapat

menyusun sendiri makanannya berupa zat organik dan zat-zat anorganik.

Pada umumnya Ulva sp. berbentuk seperti lembaran daun. Dinding selnya

menghasilkan lendir. Spesies ini, memiliki blade berwarna hijau terang, rapuh,

berkerut, berbentuk lonjong atau bulat, memiliki diameter lembaran blade


sepanjang 65 cm, dan hidupnya di zona intertidal atau di daerah yang dangkal

(Littler dkk., 1989).

Gambar 7: Siklus Hidup Selada Hijau (Ulva sp)

Menurut Gembong Tjitrosoepomo (2011), taksonomi Ulva sp adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Thallophyta

Classis : Chlorophyceae

Ordo : Ulotrichales

Familia : Ulvaceae

Genus :Ulva

Species : Ulva sp.

B. Habitat dan Distribusi


Ulva sp.memiliki aklimatisasi luas dan dapat tumbuh dengan baik di

berbagai suhu dan salinitas, tetapi karakteristik morfologi berubah dengan mudah

sebagai respons terhadap lingkungan. Ulva sp. banyak dijumpai di pantai berdasar

batu karang mati terutama pada rataan terumbu karang. Alga ini mudah terlepas dari

substratnya oleh ombak yang kuat dan arus yang deras. Pada pasang tinggi dengan

arus yang kuat alga ini dapat terlempar ke tepi pantai sehingga pada waktu surut

banyak yang mengering.

Ulva sp banyak dijumpai di pantai Kupang dan pulau – pulau Indonesia

bagian timur (Wang, dkk., 2010). Ulva tumbuh tersebar di daerah yang beriklim

empat hingga daerah tropis. Oleh karena itu, genus ini termasuk dalam golongan

alga yang kosmopolitan. Di Indonesia, daerah penyebarannya hampir pada seluruh

pantai yang ditumbuhi alga bentik, bahkan dapat pula ditemukan di muara-muara

sungai (Ulva reticulata).

C. Manfaat Selada laut (Ulva sp)

Secara umum, spesies Ulva sp.mengandung (dalam per 100 gram berat

bersih): air 18,7%, protein, 15-26%, lemak 0,1-0,7%, karbohidrat 46-51%, serat 2-

5% dan abu 16-23%, dan juga mengandung vitamin B1, B2, B12, C, dan E. Ulva

sp. tumbuh baik pada pH 7,5-9. Salinitasi yang baik untuk pertumbuhan Ulva

adalah 29-31,5%. Ulva hidup pada kisaran suhu 28-310C (Brotowidjaya dkk.,

1984).

Ulva memiliki vitamin yang baik dan profil mineral dan sangat kaya akan

asam askorbat. Vitamin C meningkatkan metabolisme lemak yang dapat


menyebabkan perubahan komposisi tubuh dan penumpukan gizi dalam ikan dan

dengan demikian mungkin dapat mengurangi karakas lemak dan meningkatkan

level protein (Brotowidjaya dkk., 1984). Beberapa tahun terakhir, spesies

Ulva menjadi makroalga penting, karena terdapat penelitian yang menyatakan

bahwa Ulva dapat digunakan sebagai bahan makanan untuk berbagai spesies ikan.

Penggabungan Ulva dalam pakan dengan level yang rendah diketahui dapat

menghasilkan peningkatan pertumbuhan, pemanfaatan pakan, aktivitas fisiologis,

tahan terhadap penyakit dan mengurangi respon stress (Brotowidjaya dkk., 1984).

Ulva yang telah dikeringkan dan digarami diperdagangkan dengan nama

"cachiyugo". Selain itu Ulva juga digunakan sebagai salad dan sup. Ulva memiliki

kandungan Fe yang sangat tinggi. Ulva banyak dikonsumsi sebagai bahan makanan

di China, Filipina, Chili dan Hindia Barat (Kadi, 2005).

D. Kandungan Bahan Aktif dari Selada laut (Ulva sp) Sebagai Antioksidan

Berdasarkan hasil uji fenolik dan flavonoid total ekstak Ulva lactuca

menunjukkan bahwa Selada Laut positif mengandung senyawa fenol dan

flavonoid. Besarnya kandungan senyawa bioaktif pada ekstrak tersebut adalah

4,59% (fenol) dan 0,59% (flavonoid). Menurut Septiana danAsnani (2012),

bahwa komponen fenolik dapat menghambat oksidasi lipid dengan

menyumbangkan atom hidrogen kepada radikal bebas.

Menurut pendapat dari Dewi et al.(2014),bahwa senyawa flavonoid

memiliki potensi sebagai antioksidan karena memiliki gugus hidroksil yang

terikat pada karbon cincin aromatik sehigga dapat menangkap radikal bebas yang
dihasilkan dari reaksi peroksidasi lemak. Senyawa flavonoid akan

menyumbangkan satu atom hidrogen untuk menstabilkan radikal peroksi lemak

(Arbi:2016).

8. Budidaya Alga Laut

Budidaya alga laut dapat dilakukan dalam tigametode penanaman

berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan, ketigabudidaya tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Metode Dasar (bottom method)

Penanaman dengan metode ini dilakukan dengan mengikat bibit

tanaman yang telah dipotong pada karang atau balok semen kemudian

disebar pada dasar perairan. Metode dasar merupakan metode

pembudidayaan alga laut dengan menggunakan bibit dengan berat tertentu.

2. Metode Lepas Dasar (off-bottom method)

Metode ini dapat dilakukan pada dasar perairan yang terdiri dari pasir,

sehingga mudah untuk menancapkan patok/pancang. Metode ini sulit

dilakukan pada dasar perairan yang berkarang. Bibit diikat dengan tali

rafia yang kemudian diikatkan pada tali plastik yang direntangkan pada

pokok kayu atau bambu. Jarak antara dasar perairan dengan bibit yang akan

dilakukan berkisar antara 20-30 cm. Bibit yang akan ditanam berukuran

100-150 gram, dengan jarak tanam 20-25 cm. Penanaman dapat pula

dilakukan dengan jaring yang berukuran yang berukuran 2,5 x 5 m2 dengan


lebar mata 25-30 cm dan direntangkan pada patok kemudian bibit alga laut

diikatkan pada simpul-simpulnya (Kamla, 2012).

3. Metode Apung (floating method)/ Longline

Metode ini cocok untuk perairan dengan dasar perairan yang

berkarang dan pergerakan airnya di dominasi oleh ombak. Penanaman

menggunakan rakitrakit dari bambu sedang dengan ukuran tiap rakit

bervariasi tergantung dari ketersediaan material, tetapi umumnya 2,5x5 m2

untuk memudahkan pemeliharaan. Pada dasarnya metode ini sama dengan

metode lepas dasar hanya posisi tanaman terapung dipermukaan mengikuti

gerakan pasang surut. Untuk mempertahankan agar rakit tidak hanyut

digunakan pemberat dari batu atau jangkar. Untuk menghemat area,

beberapa rakit dapat dijadikan menjadi satu dan tiap rakit diberi jarak 1

meter untuk memudahkan dalam pemeliharaan. Bibit diikatkan pada tali

plastik dan atau pada masing-masing simpul jaring yang telah direntangkan pada

rakit tersebut dengan ukuran berkisar antara 100 - 150 gram (Kamla, 2012).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Antioksidan adalah Antioksidan dalam pengertian kimia adalah senyawa

pemberi elektron (electron donors) dan secara biologis antioksidan merupakan

senyawa yang mampu mengatasi dampak negatif oksidan dalam tubuh seperti

kerusakan elemen vital sel tubuh.

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita sebagai tenaga teknis kefarmasian
dapat mengetahui betapa pentingnya pemanfaatan biota laut dalam bidang kesehatan
khususnya sebagai Antioksidan.
DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, J.T., Zatnika, A., Purwato, H., Istini, S., 2008. Rumput Laut,
Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial.
Penebar Swadaya: Jakarta.

Arbi.,Basirowy. Widodo Farid Ma’ruf, Romadhon.2016. Aktivitas Senyawa


Bioaktif Selada laut (Ulva lactuca) sebagai Antioksidan pada Minyak
Ikan.Semarang. Jurnal Perikanan dan ilmu Kelautan 12(1) hal:15-17.

Armita, D., 2011. Analisis Perbandingan Kualitas Air di Daerah Budidaya Rumput
Laut dengan Daerah Tidak Ada Budidaya Rumput Laut, di Dusun Malelaya,
Desa Punaga, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar. [Skripsi].
Universitas Hasanuddin.

Atmadja, W.S., A. Kadi., Sulistijo., Rachmaniar., 1996. Pengenalan Jenis-Jenis


Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi. LIPI. Jakarta.

Edward, A., Sediadi., 2001. Pemantauan Kondisi Hidrologi di Perairan Raha Pulau
Muna, Sulawesi Tenggara dalam Kaitannya dengan Budidaya Rumput Laut.
Puslit Oseanografi.
Guiry, M.D., 2007. Seasonal Growth and Phenotypic Variation in Poryphyra
Linearis (Rhodophyta) populations on The West Coast of Ireland. Journal
of Phycology 43: 90-100.

Hadimarta, Fita, Trisyani, Ninis.,2013. Tingkat kematangan Gonad Populasi Lorjuk di


Pantai Timur Surabaya. Jurnal Ilmu Kelautan. 18(1);39-44.

Hartoko, Agus, Subiyanto., Umah Khaerol. 2013. Struktur Sedimen dan Sebaran Kerang
Pisau di Pantai Kejawan cirebon Jawa Barat. Journal of Management of Aquatic
Resources.2(3);65-73.

Indriani, H., Sumiarsih, E., 1991. Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya.

Kadi, A., Atmadja, W.S., 1988. Rumput Laut Jenis Algae. Reproduksi, Produksi,
Budidaya, dan Pasca Panen. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam
Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Kamla.,Y.2012.Tehnik Budidaya Rumput Laut. Dalam


www.damandiri.or.id/file/yusufkamlasiipbbab2.pdf Diakses 20 November 2019
pukul 10.00 WITA
Kartika, Profil Kimiawi dari Formulasi Ekstrak Meniran, Kunyit, dan Temulawak
Berdasarkan Aktivitas Antioksidan Terbaik.skripsi, (Bogor : Institut Pertanian
Bogor, 2010) hlm.13.

Nurjannah, Laiili Izzati, Azadatun.,2011. Aktifitas antioksidan dan Komponen Bioaktif


kerang Pisau (Sollen spp). Bogor. Jurnal Perikan dan Ilmu Kelautan 16(3) 120-
123.

Pakidi., Calvin. Hidayat. 2016. Potensi dan Pemanfaatan Bahan Aktif Alga Coklat
Sargassum sp.Marauke.Papua. jurnal Ilmu Perairan dan Pertanian 5(2) 491-
495.

Papalia, S., 2013. Studi Tentang Sebaran Jenis dan Kepadatan Makro Algae di
Perairan Pantai Liang, Kabupaten Maluku Tengah. Proseding Seminar
Nasional Tahunan X, tgl 31 Agustus 2013 Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.

Samsuari., 2006. Penelitian Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma


cottonii di Wilayah Perairan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi
Selatan. Institut Pertanian Bogor.

Suin, N.M., 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas Press. Padang.


Syahputra., 2005. Pertumbuhan dan kandungan Karaginan Budidaya Rumput Laut
Eucheuma cottoni pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda dan Perlakuan
Jarak Tanam di Teluk Lhok Seudu. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai