Anda di halaman 1dari 233

Keanekar~gaman danM E LO N

Potens1 Sumber
Daya Genetik
Budi Setiadi Daryono
Sigit Dwi Maryanto

Keanekar~gaman danM E LO N
Potens1 Sumber
Daya Genetik

e Gadjah Mada University Press


Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon

Penulis:
Budi Setiadi Daryono
Sigit Dwi Maryanto

Korektor:
Evi

Desain sampul:
Pram's

Tata letak isi:


Sambayun

Digitalisasi oleh:
Ruslan

Diterbitkan dan dicetak oleh:


Gadjah Mada University Press
Anggota IKAPI
Anggota APPTI

ISBN: 978-602-386-187-3

Redaksi:
JI. Grafika No. 1, Bulaksumur
Yogyakarta,55281
Telp./Fax.: (0274) 561037
ugmpress.ugm.ac.id I gmupress@ugm.ac.id

Digitalisasi : Mei 2018

Hak Digital© 2018 Gadjah Mada University Press

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari


penerbit, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik
cetak, photoprint, microfilm, dan sebagainya.
PRAKATA

Alhamd ulillahirabbil 'alamin


Segala puji dan syukur kami panjatkan atas ke hadirat Allah Swt. yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dimudahkan
dan dilancarkan dalam pembuatan buku ini. Shalawat dan salam tidak
lupa kami curahkan kepada junjungan kita, Rasulullah Muhammad Saw.
Di bumi tempat kita berpijak, terdapat keanekaragaman hayati
yang selayaknya kita jaga karena keanekaragaman hayati memiliki
peranan yang sangat penting demi keberlangsungan hidup manusia.
Setiap negara dianugerahi keanekaragaman hayati, namun tidak semua
negara mendapatkan berkah berupa sumber daya hayati dalam jumlah
yang sama. Oleh karena itu, setiap negara perlu melakukan kerja sama
untuk melakukan proses konservasi yang efektif serta pendayagunaan
biodiversitas dunia agar tidak ada sumber daya hayati yang terbengkalai
dan akhimya menjadi ancaman bagi kehidupan di bumi.
Keanekaragaman hayati dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu
keanekaragaman genetik, spesies, dan ekosistem. Beberapa tahun
belakangan ini, masalah biodiversitas memberikan cara pandang
tersendiri bagi para peneliti di seluruh dunia. Mereka menganggap
serius mengenai pengembangan biodiversitas jangka panjang. Sumber
daya genetik tumbuhan menjadi sumber daya hayati dunia terpenting
selama kurun waktu 2-3 dekade terakhir dan terdapat kemajuan yang
pesat dalam proses konservasinya. Oleh karena itu, sumber daya genetik
tumbuhan membutuhkan perhatian yang lebih.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya,
termasuk di dalamnya sumber daya di bidang pertanian. Selain itu,

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis sehingga cocok untuk
budidaya salah satu tanaman hortikultura, yaitu melon. Buah melon
mempunyai beberapa keunggulannya, di antaranya memiliki rasa yang
manis, dapat dikonsumsi sebagai buah pencuci mulut karena mudah
disajikan, tidak mengandung lemak dan kolesterol, sedikit mengandung
sodium, serta memiliki kandungan vitamin A dan C. Keunggulan itulah
yang menjadikan buah melon menjadi favorit masyarakat. Banyaknya
masyarakat yang mengonsumsi buah melon, mendorong para petani
melon a tau pelaku agribisnis untuk mengembangkan dan meningkatkan
produksi buah melon. Namun disayangkan, melon yang dikembangkan
umumnya dari benih melon impor bukan lokal. Hal ini membuat
ketergantungan terhadap benih melon impor yang memiliki harga lebih
mahal dibandingkan dengan melon lokal Indonesia.
Ketergantungan akan benih impor inilah yang kemudian memacu
penulis untuk menyusun buku ini. Buku ini menjelaskan bahwa melon
lokal hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim Peneliti Laboratorium
Genetika dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Biologi Universitas Gadjah
Mada memiliki keunggulan yang dapat bersaing dengan melon impor.
Apabila kultivar-kultivar melon lokal lebih digemari oleh masyarakat,
maka ketahanan benih kita akan menjadi lebih baik sehingga dapat
berdampak positif terhadap ketahanan pangan.
Buku ini ditujukan untuk akademisi yang meliputi para peneliti,
pengajar, dan mahasiswa tingkat Sarjana (Strata 1) Perguruan dan Sekolah
Tinggi, tingkat Magister Pascasarjana (Strata 2) Perguruan dan Sekolah
Tinggi, tingkat doktoral Pascasarjana (Strata 3) Perguruan dan Sekolah
Tinggi, dan sekolah sejenisnya terutama di bidang Biologi dan Pertanian.
Buku ini diharapkan mampu memberikan wawasan/informasi, khususnya
mengenai penelitian di bidang genetika dan pemuliaan tanaman melon.
Selain itu, buku ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada para
peneliti, mahasiswa, dan pengajar untuk menciptakan inovasi kultivar
tanaman baru yang lebih unggul melalui beberapa tahapan dalam
pemuliaan tanaman.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya buku ini, yaitu:

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


1. Ganies Riza Aristya, S.Si., M.Sc., Dr. Niken Satuti Nur Handayani,
M.Sc., dan Ora. Tuty Arisuryanti, M.Sc., Ph .D . yang senantiasa
memberikan bantuan pikiran dan masukan bagi penulis.
2. Tim peneliti (Gama Melon pada khususnya) Laboratorium Genetika
dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada
atas kontribusinya dalam penelitian dan pengembangan, khususnya
kultivar melon di bidang genetika, serta bantuan tenaga dan pikiran
bagi penulis.
3. Eka Wasi' al-Mughni, S.Si. yang telah memberikan bantuan tenaga
pikiran dan masukan bagi penulis.
4. Badan Penerbit dan Publikasi UGM yang telah menyediakan apresiasi
melalui intensif penulisan buku karya UGM.
5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempumaan.


Untuk itu, masukan dan kritikan sangat penulis harapkan untuk penulisan
yang lebih baik lagi ke depannya. Semoga buku ini memberikan ilmu yang
bermanfaat bagi yang membacanya.

Yogyakarta, Oktober 2016

Penulis

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


DAFTAR ISI

PRAKATA................................................................................................ V

DAFTAR ISI..... ....................................................................................... ix


DAFTAR TABEL ............................... .......... .......................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............... ..... ........................................... ..... ......... xii
BAB 1 SEKILAS TENTANG MELON ....................................... 1
A. Mengenal Melon. ................................................................ 1
B. Kandungan Gizi dalam Melon......................................... 14
C. Prospek Ekonomi Melon................................................... 15
D. Sentra Produsen Melon.... ....... .......................................... 18

BAB 2 MENGENAL KULTIVAR MELON BARU HASIL


PEMULIAAN FAKULTAS BIOLOGI UGM.............. 39
A. Kultivar Melon Komersial..... ............................................ 39
B. Kultivar Melon Hasil Pemuliaan Fakultas Biologi
UGM ..................................................................................... 40
BAB 3 MANAJEMEN MUTU BENIH MELON ..................... 60
A. Industri Perbenihan............................................................ 60
B. Prinsip Enam Tepat Benih ............ ..... ................................ 61
C. Industri Perbenihan DI Indonesia.. .. ................................ 67
BAB 4 MENANAM MELON......................................................... 76
A. Aspek Agriklimat dan Genetik.. ....... .......... ..... ................. 76
B. Mendapatkan Benih Melon.............................. ................. 81
C. Perakitan Melon Unggul ................................................... 97

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


BAB 5 BUDIDAYA TAN AMAN MELON ................................ 101
A. Prapenanaman ............................... ..... ................................ 101
B. Menyemai Benih Melon..................................................... 106
C. Tata Cara Penanaman ........................................................ 108

BAB 6 PEMELIHARAAN TAN AMAN .................................... 114


A. Fase Pembenihan ................................................................ 114
B. Fase Vegetatif ...................................................................... 115
C. Fase Generatif ..................................................................... 121
BAB 7 HAMA DAN PENYAKIT ................................................. 131
A. Hama .................................................................................... 131
B. Penyakit................................................................................ 134
BAB 8 PAN EN.. .................................................................................. 150
A. Waktu Panen ....................................................................... 150
B. Kriteria Panen ..................................................................... 150
C. Cara Panen... ....... .. ... ..... ... ... .... ... .. ... .. ... ... .. .. ... .. ... .. ... ... ... .... .. 153
D. Perlakuan Pascapanen ....................................................... 156
E. Pemasaran Melon............................................................... 160
BAB 9 KEANEKARAGAMAN GENETIK, UPAYA
KONSERVASI, DAN PEMANFAATAN SUMBER
DAYA GENETIK TAN AMAN ........................................ 165
A. Keanekaragaman Genetik ................. .......... ..... ................. 165
B. Upaya Konservasi. .............................................................. 188
C. Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Tanaman ............... 193
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 198
PROFIL PENULIS ................................................................................ 214

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Aspek keuangan ............................................................................ 16


Tabel 4.1. Perbedaan sifat kualitatif dan kuantitatif.. ..... ........ .................... .... 86
Tabel 4.2. Contoh karakterisasi pada kultivar Gama Melon Parfum ............. 87
Tabel 6.1. Kebutuhan pupuk untuk budidaya melon (Anonim3, 2016) ......... 118

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Tipe melon berdasarkan kulit buahnya ................................. 4


Gambar 1.2. Morfologi tanaman melon..................................................... 7
Gambar 1.3. Morfologi batang tanaman melon ...... .. ........ .......... .......... .... 9
Gambar 1.4. Morfologi daun tanaman melon............................................ 10
Gambar 1.5. Morfologi bunga tanaman melon.......................................... 11
Gambar 1.6. Variasi tipe bentuk buah melon ............................................. 12
Gambar 1.7. Variasi alur (neti) pada permukaan buah melon
secara skematis ...................................................................... 12
Gambar 1.8. Variasi wama biji melon ....................................................... 14
Gambar 1.9. Peta geografis Kabupaten Kebumen ..................................... 19
Gambar 1.10. Luas areal persawahan berdasarkan penggunaannya di
Kebumen ............................................................................... 19
Gambar 1.11. Area pertanian di sekitar gumuk pasir Kabupaten
Kebumen, Jawa Tengah......................................................... 20
Gambar 1.12. Sketsa (layout) pemanfaatan areal sekitar gumuk pasir ........ 21
Gambar 1. 13. Area persawahan untuk budidaya melon di Kebumen,
Jawa Tengah .......................................................................... 21
Gambar 1.14. Pengolahan dan persiapan lahan ........................................... 22
Gambar 1.15. Perawatan dan pemeliharaan tanaman melon di area
gumuk pasir Kebumen, Jawa Tengah.................................... 22
Gambar 1.16. Penentuan umur panen melon di gumuk pasir Kebumen, Jawa
Tengah ................................................................................... 23
Gambar 1.17. Panen melon di lahan persawahan (kiri) dan di gumuk
pasir (kanan).......................................................................... 24

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Gambar 1.18. Peta penggunaan sawah di Sleman .. ........ .......... .......... ......... 25
Gambar 1.19. Budidaya melon di Kecamatan Berbah, Sleman, DIY .......... 25
Gambar 1.20. Budidaya melon di Kecamatan Prambanan, Sleman,
DIY ........................................................................................ 26
Gambar 1.21. Budidaya melon di Cangkringan, Sleman, DIY .................... 26
Gambar 1.22. Peta perubahan lahan persawahan di Kabupaten Bantul....... 27
Gambar 1.23. Budidaya melon di kawasan Pantai Selatan Kabupaten Bantul
28
Gambar 1.24. Budidaya melon di Pantai Baru Srandakan, Bantul,
DIY ........................................................................................ 28
Gambar 1.25. Peta wilayah Kabupaten Gunungkidul, DIY ......................... 29
Gambar 1.26. Metode budidaya melon tradisional (A), semi modern
(B), modern (C) ..................................................................... 30
Gambar 1.27. Metode penanaman melon di lahan karst Kabupaten
Gunungkidul, DIY ................................................................. 31
Gambar 1.28. Panen raya melon di lahan karst Kabupaten
Gunungkidul, DIY................................................................. 32
Gambar 1.29. Peta penggunaan lahan Kabupaten Kulon Progo, DIY ......... 33
Gambar 1.30. Budidaya melon di Pantai Trisik, Kulon Progo, DIY ........... 34
Gambar 1.31. Peta geografis Kabupaten Purworejo .................................... 35
Gambar 1.32. Budidaya melon di Depoksari, Ngombol,
Kabupaten Purworejo ............................................................ 35
Gambar 1.33. Peta geografis Kabupaten Magetan, Jawa Tengah ................ 36
Gambar 1.34. Budidaya melon kotak di Desa Jabung, Magetan,
Jawa Timur............................................................................ 37
Gambar 1.35. Budidaya melon di Parang, Magetan, Jawa Timur............... 37
Gambar 1.36. Peta geografis Kabupaten Ngawi, Jawa Timur ..................... 38
Gambar 1.37. Budidaya melon di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur ............. 38
Gambar 2.1. Berbagai macam melon kultivar komersial... .......... .......... .... 40
Gambar 2.2. Skema persilangan 11 F1B dan d' Andes ................................. 41
Gambar 2.3. Buah melon kultivar Melodi Gama 1.... ........ .......... .......... .... 42
Gambar 2.4. Diagram persilangan (F 1) ~ Andes dan r!; PI 371795
serta persilangan (F 2) ~ FlB dan r!; FlB .............................. 43

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Gambar 2.5. Diagram persilangan antara ~ TC 4 dengan cl F2B5
menghasilkan kultivar Gama Melon Basket ...... .......... ......... 44
Gambar 2.6. Buah kultivar Gama Melon Basket....................................... 45
Gambar 2.7. Silsilah kultivar Melodi Gama 2 berasal dari
pengembangan TC 1 ••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••• 46
Gambar 2.8. Buah melon kultivar Melodi Gama 2 .................................... 46
Gambar 2.9. Buah melon kultivar Melodi Gama 3 .................................... 47
Gambar 2.10. Silsilah perakitan melon kultivar TACAPA .......................... 49
Gambar 2.11. Silsilah melon kultivar TACAPA .......................................... 50
Gambar 2.12. Buah melon kultivar TACAPA Silver ................................... 50
Gambar 2.13. TACAPA Green Black ........................................................... 51
Gambar 2.14. Buah melon kultivar GMP .................................................... 52
Gambar 2.15. Kultivar Gama Melon Parfum.......... ........ .......... .......... ......... 52
Gambar 2.16. Kultivar Gama Melon Parfum setelah dipotong secara
membujur dan melintang .. .......... ........ .......... .......... .......... .... 53
Gambar 2.17. Perakitan melon kultivar Hikadi ........................................... 54
Gambar 2.18. Kultivar Hikadi .. .......... .......... .......... ........ .......... .......... ......... 55
Gambar 2.19. Silsilah perakitan kultivar Hikapel.. ...................................... 56
Gambar 2.20. Buah melon kultivar Hikapel .... .. ........ .......... .......... .......... .... 56
Gambar 2.21. Grading wama buah melon kultivar Hikapel yang siap
mencapai waktu panen ......................................................... 57
Gambar 2.22. Buah melon kultivar Granat.................................................. 58
Gambar 2.23 Silsilah kultivar Melodi Gama 4 .... .. ........ .......... .......... ......... 59
Gambar 2.24. Buah kultivar Melodi Gama 4............................................... 59
Gambar4.1. Tahapan yang dilakukan dalam proses pemuliaan
tanaman ................................................................................. 82
Gambar4.2. Koleksi berbagai kultivar melon ........................................... 84
Gambar4.3. Contoh indukan basil seleksi secara konvensional .. .. .. .. .. .. .. . 89
Gambar4.4. Selesi karakter menggunakan penanda genetik untuk
gen pengkode volatil ............................................................. 89
Gambar4.5. Diagram jenis penyerbukan ...... .. ........ .......... .......... .......... .... 92
Gambar4.6. Perbedaan hibridisasi konvensional dengan
transformasi genetik ..... ... .. ... .. ... .. ... .. ... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ... . 93

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Gambar 4.7. Peningkatan kualitas tanaman dengan mutasi....................... 95
Gambar4.8. Skema tahapan fusi protoplasma........................................... 96
Gambar 4.9. Contoh rekayasa genetika ..................................................... 97
Gambar 4.10. Proses penyerbukan pada melon ........................................... 98
Gambar 5.1. Pembuatan media tanam ....................................................... 103
Gambar 5.2. Laban yang sudah dibersihkan dari gulma ............................ 104
Gambar 5.3. Penyiapan lahan untuk budidaya melon ................................ 104
Gambar 5.4. Pemberian kapur dan pemupukan dasar................................ 105
Gambar 5.5. Pemasangan mulsa pada bedengan yang akan
digunakan untuk menanam melon ........................................ 106
Gambar 5.6. Proses pengecambahan benih melon ..................................... 108
Gambar 5.7. Benih melon telah berkecambah dan siap dilakukan
persemaian ke poly bag .......................................................... 108
Gambar 5.8. Benih yang siap ditanam di lahan ......................................... 110
Gambar 5.9. Jarak tanam untuk melon ...................................................... 111
Gambar 5.10. Penanaman benih melon di lahan PIAT UGM ...................... 112
Gambar 5.11. Pemasangan ajir (tiang bambu) untuk menyokong
tanaman melon ...................................................................... 113
Gambar 6.1. Strategi pemangkasan daun ................................................... 119
Gambar 6.2. Pemangkasan cabang lateral pada tanaman melon ............... 119
Gambar 6.3. Pemangkasan daun melon ..................................................... 120
Gambar 6.4. Penyemprotan fungsida pada fase vegetatif tanaman
melon ..................................................................................... 120
Gambar 6.5. Proses perambatan melon pada bambu penyangga ............... 121
Gambar 6.6. Perkembangan buah melon ................................................... 125
Gambar 6. 7. Pengairan lahan melon .......................................................... 126
Gambar 6.8. Bentuk buah yang layak untuk diseleksi.. ............................. 127
Gambar 6.9. Seleksi buah yang dibuang .................................................... 127
Gambar 6.10. Posisi pengambilan sampel untuk pengukuran brix
pada buah melon ................................................................... 129
Gambar 6.11. Peningkatan kadar gula (brix) buah melon mendekati
panen ..................................................................................... 130
Gambar 7.1. Berbagai macam hama yang menyebabkan kerusakan
pada daun dan buah melon .................................................... 133

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Gambar 7.2. Infeksi CMV.......................................................................... 135
Gambar 7.3. Gejala ToLCV pada tanaman melon ..................................... 139
Gambar 7.4. Gejala Begomovirus pada tanaman melon ............................ 140
Gambar 7.5. Tahapan infeksi powdery mildew pada melon ...................... 142
Gambar 7.6. Spora powdery mildew pada permukaan daun melon
dilihat dengan scanning electron microscope ....................... 144
Gambar 7.7. Siklus hidup powdery mildew ............................................... 147
Gambar8.1. Penampakan garis melingkar pada bagian atas buah
tanda matang ......................................................................... 151
Gambar8.2. Penampang melon yang siap panen ...................................... 152
Gambar8.3. Penampang buah melon yang terlihat retakan pada
bagian atas buah .................................................................... 152
Gambar8.4. Penampang buah melon yang sudah sangat matang ............. 153
Gambar8.5. Pemotongan tangkai buah melon berbentuk T ...................... 154
Gambar8.6. Panen buah melon di lahan ................................................... 155
Gambar 8.7. Pengumpulan buah melon basil panen .................................. 155
Gambar8.8. Hasil panen buah melon dikumpulkan pada suatu tempat yang
bersih ..................................................................................... 156
Gambar8.9. Penyortiran melon berdasarkan kondisi fisiknya .................. 157
Gambar 8.10. Penyimpanan melon harus di tempat yang bersih dan terhindar
dari berbagai binatang ........................................................... 158
Gambar 8.11. Pengangkutan buah melon yang dilapisi jerami ................... 159
Gambar 8.12. Pengemasan melon Hikapel .................................................. 159
Gambar 8.13. Pengemasan melon pada kotak karton .................................. 160
Gambar 8.14. Penjualan melon ke Superindo, Yogyakarta .......................... 161
Gambar 8.15. Pemasaran melon Hikapel di Superindo, Jalan Kaliurang
Yogyakarta ............................................................................ 162
Gambar 8.16. Pemasaran melon Hikapel di Mirota Kampus,
Yogyakarta ............................................................................ 163
Gambar 8.17. Pemasaran melon Hikapel di PlazaAgro .............................. 164
Gambar 9.1. Diagram silsilah perakitan TACAPA Green Black (GB)
dan Silver .............................................................................. 181

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


SEKILAS
TENTANG MELON

A. MENGENAL MELON
1. Asal Usul Melon
Melon merupakan buah yang telah dikenal dan digemari oleh
masyarakat. Melon merupakan buah yang populer di dunia. Menurut
asal usulnya, melon berasal dari Afrika Utara. Namun, ada beberapa
yang menyebutkan melon berasal dari kawasan Mediterania. Tanaman ini
kemudian menyebar secara luas ke Timur Tengah dan Eropa (Denmark,
Belanda, serta Jerman). Dari Eropa, melon dibawa ke Amerika pada abad
ke-14 dan ditanam secara luas di daerah Colorado, California, dan Texas.
Tanaman melon kemudian menyebar ke segala penjuru dunia, terutama
pada daerah subtropis dan tropis, termasuk Indonesia (Setiadi & Parimin,
1999).
Di Eropa, melon mulai dikenal sejak awal tahun Masehi. Jenis
melon yang pertama kali dikembangkan di Eropa yaitu Cucumis melo var
Reticulatus, merupakan jenis melon liar yang berasal dari Asia dan Afrika.
Jenis melon ini populer dengan sebutan "musk melon". Di Amerika Serikat,
melon mulai populer tahun 1540. Jenis melon yang banyak dikembangkan
di Amerika yaitu Cucumis melo var Cantelupensis yang didatangkan dari
Eropa. Jenis melon ini dikenal sebagai Canteloupe atau Cantaloupe. Pada
tahun 1871, dihasilkan jenis melon baru, yaitu Cucumis melo var Inodorus
yang dikenal sebagai Casaba-Melon (Robinson and Walters, 1999).

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Sebelum tahun 1980, melon di Indonesia merupakan buah impor.
Namun, setelah itu, banyak perusahaan agribisnis yang mencoba
membudidayakannya di daerah Cisarua (Bogor) dan Kalianda (Lampung)
dengan kultivar melon dari Amerika, Taiwan, Jepang, Cina, Prancis,
Denmark, Belanda, dan Jerman (Prihatman, 2000). Perkembangan
selanjutnya, daerah sentra melon di wilayah Bogor adalah di daerah
Cisarua, Cibinong, dan Darmaga. Kemudian, petani mengembangkan
penanamannya ke wilayah Sukabumi, yaitu di daerah Cicurug dan
Jampang. Pada tahun 1990, sentra budidaya melon telah tersebar di
beberapa wilayah di Indonesia, yaitu Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta,
Jawa Tengah (Sukoharjo, Purwodadi, Surakarta, Sragen, Karanganyar,
serta Klaten), dan Jawa Timur (Malang, Ngawi, Walikukun, Kedung Galar,
Ngrambe, Pacitan, serta Madiun). Daerah-daerah tersebut merupakan
pemasok buah melon terbesar dibandingkan daerah asal pertama melon
di Indonesia (Setiadi & Parimin, 1999).

a. Pengelompokan Jenis-Jenis Melon


Menurut Purseglove (1968) dalam Weihong (1996), melon dibagi
menjadi empat tipe, yaitu cantalaoupe, muskmelon, casaba (winter melon),
dan oriental melon. Sementara itu, Trehane et al. (1995) mendeskripsikan
melon menjadi 7 kelompok kultivar utama, yaitu:
1) Cantalupensis; kelompok ini terdiri dari muskmelon dan melon
Persia. Buah dari kelompok ini berukuran sedang, memiliki jaring,
dan permukaan kasar atau bersisik. Kelompok ini bersifat sangat
aromatik dengan daging musky.
2) Inodorus; kelompok ini terdiri dari winter melon, honeydew, crenshaw,
dan casaba melon. Ukurannya besar dengan permukaan halus atau
berkerut. Daging buahnya berwama hijau keputihan, memiliki aroma
wangi, dan dagingnya renyah.
3) Chito; kelompok ini terdiri dari mangga, jeruk a tau lemon, melon apel,
jeruk sayur, dan anggur persik. Ciri dari kelompok melon ini adalah
mempunyai buah yang kecil, berwama kuning atau oranye, dengan
daging buah berwama putih, aroma kurang wangi.
4) Dudaim; kelompok ini terdiri dari dudaim, delima, dan stink melon.
Buah dari kelompok ini berukuran kecil dan flatened . Buah dari

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


tanaman melon ini dimanfaatkan aromanya (parfum), bukan sebagai
buah untuk dimakan. Baru-baru ini, buah delima menjadi lebih umum
daripada dua lainnya dalam kelompok ini.
5) Conomon; kelompok ini memiliki rasa manis atau acar, memiliki
ukuran kecil dengan permukaan putih halus, dan memiliki daging
buah berwama hijau atau putih. Buah ini digunakan untuk membuat
preservasi (hiasan) dan dimakan seperti apel.
6) Flexuosus; kelompok ini merupakan kumpulan melon tertua dan
ada beberapa yang sekarang sudah punah. Kelompok ini terdiri dari
snake melon atau serpent snake, dan mentimun Armenia. Buah melon
dari kelompok ini berbentuk panjang dan tipis, penampilannya
melengkung atau seperti digulung, dan dikonsumsi seperti mentimun.
7) Momordica; kelompok ini terdiri dari snap melon. Buah melonnya
sangat halus dengan wama oranye putih atau pucat. Daging buah
melon ini berasa seperti bertepung.

b. Tipe-Tipe Melon
Untuk memudahkan sistem pengelompokan, para ahli
mengklasifikasikan melon menjadi dua tipe, yaitu tipe netted melon dan
winter melon.
1) Tipe Netted Melon
a) Ciri-ciri: kulit buah keras, kasar, berurat dan bergambar seperti jala
(net); aroma relatif lebih harum dibanding dengan winter melon;
buah lebih cepat masak antara 75-90 hari; dan tahan lama untuk
disimpan.
b) Kultivar: (1) Cucumis melo var. reticulatus, buah kecil, berurat
seperti jala, dan harum; (2) Cucumis melo var. cantalupensis, buah
besar, kulit bersisik, dan harum.
2) Tipe Winter Melon
a) Ciri-ciri: kulit buah halus, mengkilat, dan aroma buah tidak
harum; buah lambat untuk masak antara 90-120 hari; mudah
rusak dan tidak tahan lama untuk disimpan. Tipe melon ini sering
digunakan sebagai tanaman hias.
b) Kultivar: (1) Cucumis melo var. inodorous, kulit buah halus, buah
memanjang dengan diameter 2,5-7,5 cm; (2) Cucumis melo var.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


flexuosus, permukaan buah halus, buah panjang antara 35-70 cm;
(3) Cucumis melo var. dudain, ukuran kecil-kecil, sering untuk
tanaman hias; (4) Cucumis melo var. chito, ukuran buah sebesar
jeruk lemon, sering digunakan sebagai tanaman hias.

A B

Gambar 1.1. Tipe melon berdasarkan kulit buahnya


A) Netted melon dan B) Winter melon (tanpa net)
Sumber: Maryanto, 2011
Tanaman melon dapat dikelompokkan berdasarkan ciri dan sifat
tertentu. Berdasarkan ciri fisik dan asal usulnya, melon dikelompokkan
dalam tiga subkelompok, yaitu Musk-melon, Cantaloupe-melon, dan Casaba-
melon (Setiadi & Parimin, 2001). Sedangkan, kultivar melon yang telah
berhasil dikembangkan di Indonesia antara lain kelompok melon dengan
daging buah hijau putih, seperti Autumn Sweet, Ten Me, Darling, Golden,
Prize, Sun, Silver Ball, Honey World, Silver World, Milky Way, Melody, Honey
Dew, Jade Dew, Jade, Beauty, Delicate, dan Sky Rocket. Selain itu, juga melon
dengan daging buah merah jingga, seperti New Century, Snow Charm, Link
Flavor, Autumn Flavor, Sunrise, Sun Lady, dan Red Queen.
Melon dengan ukuran buah mini seperti Golden Yellow, Silver Light,
dan Jade, serta melon untuk olahan seperti Silver Charm dan White Sky juga
telah berhasil dikembangkan. Sedangkan, hibrida melon seperti Action
434, A-Plus, Master AS-875, Ovation-744, Bianglala, Sakata 144, Eagle, Sky
Rocket Rocky (SRR), Laurent, Swing Jepang, Harvest 6, Silver Dragon, Golden
Dragon, Emerald Sweet, Emerald Jewel, Japonica, Sweet Star, Aroma 519, Select
Rocket, dan Super Salmon dapat dikembangkan di Indonesia (Setiadi &
Parimin, 1999).

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


c. Beberapa Kultivar Melon di Indonesia
Beberapa kultivar yang telah dikembangkan di Indonesia di
antaranya sebagai berikut:
1) Sky Rocket
Jenis melon ini paling banyak ditanam petani. Kultivar ini paling
cocok dengan iklim Indonesia. Karakter kultivar Sky Rocket di
antaranya rasa buah manis, daging tebal, dan tahan penyakit.
2) Action 434
Jenis melon ini telah beredar di Indonesia sejak tahun 1993.
Penampilannya mirip sky rocket yaitu memiliki ciri-ciri net (jaring)
mudah terbentuk dan tebal merata, berat buah rata-rata 2-4
kg, berdaging manis, umur panen 60 hari, dan tahan terhadap
penyimpanan. Tanaman ini juga tahan terhadap penyakit layu, downy
mildew, powdery mildew, serta lalat buah.
3) Eagle
Kultivar Eagle menarik konsumen karena kulitnya kuning keemasan.
Ciri-ciri lain yang dimiliki kultivar ini yaitu bobot sekitar 3 kg, wama
dagingnya putih dengan tingkat kemanisan 15%-17% (brix), tahan
fusarium, dan umur panen 80 hari setelah tanam.
4) New Action
Kultivar ini masih termasuk baru sehingga belum banyak di pasaran.
Ciri kultivar New Action di antaranya buah telah manis saat berumur
50 hari setelah tanam. Jaringnya pun telah terbentuk sempuma saat
umur 50 hari setelah tanam sehingga apabila terserang hama dan
penyakit, tanaman mati pada umur itu. Buahnya dapat dipanen
dan dipasarkan. Umur panen sebenamya 60-65 hari setelah tanam.
5) Super Salmon
Kultivar Super Salmon memiliki ciri kulitnya halus, mulus, dan
berwarna krem, berat per buahnya 1,5-2 kg, bentuk oval, warna
daging buah oranye, lembut, manis, dan aroma kuat khas melon,
serta umur panen 60-65 hari setelah tanam.
6) Aroma 519
Kultivar Aroma 519 ini memiliki ciri mirip sky rocket, net mudah
terbentuk, daging buah tebal, merata, serta aroma sangat kuat dan

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


harum sehingga diberi nama Aroma, sangat manis, dan warna
kuning kehijauan. Kultivar ini tahan terhadap downy mildew dan
powdery mildew.
7) Early Dew
Kultivar Early Dew memiliki ciri-ciri dapat dipanen pada umur 60
hari setelah tanam, pembentukan buah mudah, hasil panen tinggi
dengan bobot buah 2,5-3,0 kg, rasa sangat manis dengan tingkat
kemanisan brix 14%, serta toleran terhadap penyakit downy mildew
dan fusarium.
8) Emerald Jewel
Kultivar Emerald Jewel memiliki ciri sama dengan sky rocket. Bedanya,
ukurannya bisa sangat besar (>3,5 kg), bahkan bobotnya bisa
mencapai 5,5 kg atau rata-rata 3-4 kg, warna daging buah putih,
rasanya manis dengan tingkat kemanisan brix 14%-15%. Melon ini
memiliki masa panen pada 70 hari setelah tanam.
9) Golden Melon
Kultivar Golden Melon memiliki ukuran buah yang sangat kecil (<l
kg) sehingga dijuluki "Si Mungil". Kulit buahnya berwarna kuning
sehingga tampak eksklusif di antara melon biasa. Daging buah
berwarna putih kekuningan dan rasanya manis (brix 14%-15%).
10) Dorado
Kultivar Dorado memiliki ciri di antaranya kulit buah berwarna
kuning keemasan, ukurannya besar (2-2,5kg)/buah, wama daging
putih, tebal, sangat lembut, berair, tingkat kemanisan buah mencapai
brix 13%, aroma tidak tajam, daya simpannya lama (mencapai 20
hari), dan kuat diangkut. Kultivar ini memiliki masa panen 65-70
hari setelah tanam.

2. Ciri-Ciri Morfologi dan Klasifikasi Tanaman Melon


Melon termasuk dalam divisi Spermatophyta yaitu tumbuhan yang
dapat menghasilkan biji, subdivisi Angiospermae yaitu mempunyai bakal
biji (ovulum) tertutup karena dilindungi oleh sporofil (karpela) dan memiliki
bunga yang tersusun atas alat kelamin betina (putik), alat kelamin jantan
(benang sari), dan perhiasan bunga. Tanaman melon dimasukkan ke

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


dalam kelas Dicotyledoneae karena mempunyai embrio dengan dua
kotiledon, bagian-bagian bunganya kelipatan empat atau lima, dan
berakar tunggang. Tanaman melon termasuk subkelas Sympetalae, yaitu
mempunyai ciri khas berupa bagian-bagian perhiasan bunga yang saling
berlekatan. Tanaman melon dimasukkan ke dalam ordo Cucurbitales dan
Famili Cucurbitaceae karena termasuk ke dalam keluarga labu-labuan
yang mempunyai sulur seperti labu, blewah, semangka, dan mentimun
(Stuessy, 1990).
Habitus atau perawakan tanaman melon adalah herbaceous atau
berbatang basah, memiliki akar tunggang, batang tumbuh merambat,
bercabang banyak, daun berlekuk atau bercangap, dan perhiasan bunga
berlekatan (connate antara daun mahkota). Buah memiliki ukuran, bentuk,
wama, dan kekerasan kulit yang beragam pada beberapa tipe dan kultivar
melon. Morfologi tanaman melon dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2. Morfologi tanaman melon


a: batang, b: tangkai daun, c: daun, d: sulur, e: bunga, f: buah
Sumber: Listyawan, 2009

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Tanaman melon diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Subclassis : Sympetalae
Order : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Spesies : Cucumis melo L.
(Tjitrosoepomo, 1989)

a. Akar
Tanaman melon memiliki akar tunggang yang terdiri atas akar primer
(akar pokok) dan akar sekunder (akar lateral). Dari akar lateral inilah
keluar serabut-serabut akar. Perkembangan akar sekunder dipengaruhi
oleh struktur korteks akar. Akar tanaman melon menyebar, tetapi
dangkal. Akar cabang dan rambut akar banyak terdapat di permukaan
tanah dan semakin ke dalam jumlahnya semakin berkurang. Tanaman
melon membentuk ujung akar yang dapat menembus ke dalam tanah
sedalam 45-90 cm. Akar horizontal cepat berkembang di dalam tanah
dan menyebar dengan kedalaman 20-30 cm (Robinson and Walters, 1999).

b. Batang
Batang tanaman melon bersifat herbaceous dengan bentuk persegi lima
dan berlekuk 3-7 lekukan. Batangnya memiliki trikoma yang relatif tajam
dan terdapat buku (nodus) tempat melekatnya tangkai daun. Dari satu
batang utama yang dipelihara akan muncul cabang sekunder pada ketiak
daun. Cabang sekunder ini sebagai tempat keluamya bunga tanaman
melon (Robinson and Walters, 1999).
Tanaman melon yang tumbuh liar biasanya memiliki percabangan
yang sangat banyak. Namun, untuk tanaman melon yang dibudidayakan,
jumlah cabangnya dibatasi. Hal ini disebabkan jumlah cabang yang terlalu
banyak akan mengurangi kualitas dan kuantitas buah yang dihasilkan

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


(Robinson and Walters, 1999). Morfologi batang tanaman melon dapat
dilihat pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3. Morfologi batang tanaman melon


Keterangan: a = lekukan batang, b = trikoma
Sumber: Listyawan, 2009

c. Daun
Daun tanaman melon berwarna hijau, bercangap atau menjari
bersudut lima, berlekuk 3-7 lekukan, dan bergaris tengah 8-15 cm. Bentuk
daun pada beberapa kultivar hampir membulat, permukaan daun berbulu
kasar. Susunan daun berselang-seling sederhana. Tanaman ini mempunyai
sulur yang terdapat pada ketiak daun (Tjahjadi, 1987). Morfologi daun
tanaman melon dapat dilihat pada Gambar 1.4.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 1.4. Morfologi daun tanaman melon
Sumber: Listyawan, 2009

d. Bungo
Tanaman melon memiliki bunga bersimetri radial, berumah satu (satu
tanaman mempunyai bunga jantan dan betina), bagi bunga yang sempuma
(satu bunga mempunyai benang sari dan putik) bersifat tetrasiklik, dan
memiliki lima bagian bunga. Bagian ujung daun-daun mahkota tersusun
seperti katup. Pada bunga jantan, benang sari berjumlah lima, berlekatan
satu sama lain (jarang bebas); kepala sari beruang dua, dengan ruang sari
terlipat menghadap keluar, kepala sari saling berlekatan. Pada bunga
betina, tangkai kepala putik dengan kepala putik yang berbagi tiga seperti
garpu. Baka! buah tenggelam; kebanyakan beruang tiga dan setiap ruang
terdapat dua tembuni yang membengkok keluar dengan kebanyakan
sejumlah besar bakal biji (ada kalanya hanya satu pada spesies tertentu),
masing-masing dengan dua selaput kulit biji (Tjitrosoepomo, 1989).
Bunga melon berwama kuning dan kebanyakan bersifat uniseksual
(satu bunga hanya mempunyai satu kelamin). Oleh sebab itu, dalam
penyerbukan memerlukan bantuan organisme lain. Penyerbukan yang
biasa terjadi adalah penyerbukan silang, sedangkan untuk penyerbukan
sendiri jarang terjadi. Lebah madu merupakan hewan yang mempunyai
peranan penting dalam membantu proses penyerbukan pada bunga

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


tanaman melon (Tjahjadi, 1987). Morfologi bunga tanaman melon dapat
dilihat pada Gambar 1.5.

Bunga betina Bungajantan Bunga sempurna

Gambar 1.5. Morfologi bunga tanaman melon


Keterangan: a= petala connate (Sympetalae), b = putik, c = sepala, d = ovarium
Sumber: Listyawan, 2009

e. Buah
Buah memiliki ukuran, bentuk, warna, dan kekerasan kulit yang
beragam pada beberapa tipe dan kultivar melon (Rubatzky dan Yamaguchi,
1999). Buah melon merupakan buah buni, jarang seperti buah kendaga, biji
tanpa endosperm. Bentuk buah melon bervariasi, antara lain bulat, bulat
telur, jorong, berbentuk buah pear, dan lonjong seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 1.6. Kulit buah melon memiliki ketebalan 1-2 mm, bersifat
keras dan liat. Kulit buah dapat berwarna hijau, hijau tua, hijau muda,
hijau keabuan, atau kuning. Kulitnya tersusun dari epidermis yang
umumnya memiliki net (jaring), lapisan mesodermis dengan ketebalan 1
mm, dan lapisan endodermis yang berbatasan langsung dengan daging
buah. Di antara rongga buah terdapat sekumpulan biji melon yang

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


berbalut dalam plasenta berwarna putih dengan tipe plasentasi parietal
(Tjitrosoepomo, 1989).

. . .~ .....

2 4

5 6

Gambar 1.6. Variasi tipe bentuk buah melon


Keterangan: 1 = globular (bulat), 2 =flattened, 3 = oblate, 4 = elliptical, 5 = pyriform (pear-
like), 6 = ovate (bulat telur), 7 = acorn, 8 = elongated
Sumber: IPGRI, 2003

Jaring (net) di permukaan kulit melon juga berbeda-beda dan dapat


menjadi petunjuk penting untuk karakterisasi. Ada buah melon yang tidak
memiliki net dan ada yang memiliki net dengan intensitas kerapatan yang
beragam, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.7.

0
1 3 5 7 9

Gambar 1.7. Variasi alur (neti) pada permukaan buah melon secara skematis
Keterangan: 1 = tidak ada net atau sangat lemah, 3 = net lemah, 5 = net sedang, 7 =
net kuat, 9 = net sangat kuat
Sumber: Hindarwati, 2006

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Menurut IPGRI (2003), ukuran buah melon digolongkan menjadi
9, yaitu sangat kecil (<100 g), sangat kecil-kecil (±200 g), kecil (±450 g),
kecil-sedang (±800 g), sedang (±1.200 g), sedang-besar (±1.600 g), besar
(±2.000 g), besar-sangat besar (±2.600 g), dan sangat besar (>3.000 g). Wama
daging buah juga bervariasi, antara lain putih, krem, hijau muda, hijau,
jingga muda, jingga, salmon (pink-red), atau wama spesifik lainnya. Daging
buah melon memiliki tingkat kemanisan yang berbeda-beda tergantung
kultivamya. Rasa buah melon dapat sangat manis (brix >13), manis (brix
11-13), kurang manis (brix 9-10), atau hambar (tidak ada rasa brix <9).
Rongga dalam buah dapat berukuran kecil (<l kg), sedang (1-1,5 kg),
besar (1,5-3,5 kg), dan sangat besar (>3,5 kg). Tekstur daging buah ada
yang keras, renyah, kenyal, empur, lembut, berserat, atau masir. Buah
melon ada yang beraroma harum dan tidak harum. Terbentuknya absisi
buah dapat terjadi saat buah masak atau setelah buah masak.

f. Biji
Biji melon umumnya berwama cokelat muda, panjangnya rata-rata
0,9 mm, dan diameter 0,4 mm. Satu buah melon biasanya terdapat 500-600
biji (Prajnanta, 2004; Alaydrus, 2008). Menurut IPGRI (2003), bentuk biji
ditentukan oleh perbandingan panjang dan lebar biji. Biji berbentuk
membulat (panjang/lebar < 2), elips (panjang/lebar antara 2,1-2,5), oval
(panjang/lebar > 2,5), segitiga (triangular), tipe pionet, a tau bentuk spesifik
lainnya. Berdasarkan ukurannya, biji melon dapat berukuran sangat
kecil (<5 mm), kecil (5-8 mm), sedang (9-12 mm), besar (13-16 mm), dan
sangat besar (>16 mm). Wama biji juga bervariasi, antara lain putih, putih
kekuningan, kuning krem, kuning, cokelat muda, atau cokelat seperti
yang ditunjukkan Gambar 1.8. Jumlah biji per buah digolongkan menjadi
rendah (<10), sedang (10-100), dan tinggi (>100).

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


a b C d e

Gambar 1.8. Variasi wama biji melon


Keterangan: a = putih, b = putih kekuningan, c = kuning krem, d = kuning, e =
cokelat
Sumber: Huda, 2009

B. KANDUNGAN GIZI DALAM MELON


Melon merupakan buah yang kaya serat, mineral, beta-karoten, dan
vitamin C sehingga baik untuk diet. Melon mengandung sodium rendah,
potassium sebagai nutrisi esensial, dan tidak mengandung lemak. Jenis
gula yang dominan pada buah melon adalah sukrosa. Zat adenosin
pada buah melon dapat berfungsi sebagai zat antikoagulan yang dapat
menghentikan penggumpalan keping sel darah. Kandungan vitamin
C melon lebih tinggi daripada semangka (Daryono dkk., 2016). Melon
yang berdaging buah kuning dan jingga, mengandung f3-karoten dan
provitamin A (Weihong, 1996).
Daging buah melon mengandung 92,1% air; 1,5% protein; 0,3%
lemak; 6,2% karbohidrat; 0,5% serat; 0,4% abu, dan vitamin A 357 IU.
Buah melon ini menjadi salah satu buah sumber energi karena dalam 100
gram berat yang dapat dimakan mengandung kalori (21 kal), karbohidrat
(5,1 gram), protein (0,6 gram), lemak (0,1 gram), dan beberapa vitamin
serta mineral lain yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh (Ashari, 1995).
Vitamin merupakan senyawa organik yang diperlukan dalam jumlah
kecil, namun memiliki peran penting bagi kelangsungan pertumbuhan,
energi, fungsi saraf, dan memelihara kesehatan tubuh (Poedjiadi dan

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Supriyanti, 2006). Vitamin dibedakan menjadi dua golongan, yaitu vitamin
yang mampu larut dalam lemak dan larut dalam air (Almatsier, 2004).
Vitamin A, D, E, K merupakan vitamin yang mampu larut dalam lemak
sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap oleh tubuh, sedangkan
vitamin B kompleks dan C larut dalam air (Winamo, 2008).
Vitamin A banyak terdapat dalam makanan berwarna kuning-
oranye (dalam hal ini, beberapa buah melon memiliki daging buah yang
berwarna kuning-orange), sayuran dengan warna daun hijau tua, dan
dalam bentuk retinol pada makanan yang berasal dari hewan (Robinson,
1995). Karotenoid yang paling tersebar luas yakni f3-karoten. Senyawa ini
merupakan prekursor vitamin A yang berperan dalam pertumbuhan dan
pemeliharaan tulang serta jaringan epitel, meningkatkan kekebalan, dan
memerangi radikal bebas (antioksidan) (Prawirokusumo, 1991).
Vitamin C digolongkan sebagai vitamin yang larut dalam air. Vitamin
ini mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk oksidasi (bentuk dehydro) dan
reduksi. Vitamin C bentuk reduksi banyak ditemukan dalam makanan,
sedangkan bentuk dehydro dapat terus teroksidasi menjadi diketogulonic
acid yang inaktif dan terjadi apabila diberi pemanasan (Prawirokusumo,
1991 ). Vitamin C berperan menghambat reaksi oksidasi dalam tubuh yang
berlebih dengan bertindak sebagai inhibitor. Sumber vitamin C adalah
sayuran berwarna hijau dan buah-buahan (Poedjiadi dan Supriyanti,
2006).

C. PROSPEK EKONOMI MELON


Laju pertambahan jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke
tahun semakin tinggi. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010,
laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49% dengan jumlah
penduduk pada tahun 2010 sebesar 237.556.363 jiwa (BPS, 2010) .
Pertumbuhan penduduk yang cukup besar ini mengakibatkan permintaan
dan kebutuhan pangan, termasuk produk-produk hasil pertanian seperti
produk hortikultura, semakin meningkat. Berdasarkan hasil sensus
terhadap produk-produk hortikultura di Indonesia, diketahui bahwa
jumlah produk hortikultura dari tahun ke tahun tetap dan cenderung

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


mengalami penurunan. Hal ini dapat mengancam ketahanan pangan
nasional di masa yang akan datang.
Menurut Badan Informasi Daerah Provinsi DIY tahun 2002 dalam
Alaydrus (2008), melon merupakan komoditas penghasil devisa ke-5 dari
kelompok buah-buahan. Dari aspek volume, ekspor melon menduduki
peringkat ke-6. Volume ekspor melon Indonesia tahun 2002 mencapai
334,11 ton senilai US $173,852. Negara tujuan ekspor melon di antaranya
Singapura, Malaysia, Jepang, Korea, dan Hongkong. Kebutuhan melon
Indonesia akan mencapai sekitar 1,34-1,50 kg/kapita/tahun.
Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu tanamanhortikultura
dari familia Cucurbitaceae yang potensial untuk dikembangkan dan dapat
menjadi produk unggulan hortikultura. Permintaan konsumsi buah melon
setiap tahunnya selalu meningkat sehingga memerlukan pasokan yang
cukup besar dan berkesinambungan. Buah hams ada setiap saat dalam
jumlah yang cukup, berkualitas, dan disukai konsumen sehingga bisa
dijadikan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi
tinggi. Hal ini akan mendorong petani untuk melakukan budidaya melon
di berbagai daerah.
Ada 3 hal penting yang ada dalam business plan, yaitu modal,
penjualan, dan keuntungan yang diperoleh. Tabel 1.1 merupakan salah
satu contoh rencana bisnis untuk budidaya tanaman melon dengan
beberapa rincian alat dan bahan yang digunakan untuk budidaya.
Tabet 1.1. Aspek keuangan

No Rincian Harga Satuan


Satuan Jumlah (Rp)
(Rp)

1 Sewa tanah 1 musim tanam 1 1.000.000 1.000.000


2 Pembukaan/pembersihan lahan 1 350.000 350.000
3 Pembentukan bedengan 100 7.000 700.000
4 Tenaga pengapuran 20 7.000 140.000
5 Tenaga pemupukan organik 45 7.000 315.000
6 Tenaga pemupukan non organik
60 5000 300.000
dan pasang mulsa
7 Pembelian benih melon 10 pcs 200.000 2.000.000

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Tabel 1.1. Aspek keuangan (lanjutan)
No Rincian Harga Satuan
Satuan Jumlah (Rp)
(Rp)

8 Pembelian mulsa php 10 rol 120.000 1.200.000


9 Pupuk kandang 20 ton 150.000 3.000.000
10 ZA 600kg 1.500 9.000.000
11 Urea 400kg 1.500 600.000
12 TSP 400kg 1.500 600.000
13 KC! 700kg 1.500 1.050.000
14 Borate 20kg 5.000 100.000
15 Kapur Pertanian 2.000 kg 500 1.000.000
16 Polybag 5kg 10.000 50.000
17 Plastik transparan 50m 2.000 100.000
18 Tenaga kerja semai 75HKW 5.000 375.000
19 Tenaga kerja penanaman 75HKW 5.000 375.000
20 Karbofuran 30kg 5.000 150.000
21 Insektisida semprot 15 liter 50.000 750.000
22 Fungisida 25kg 80.000 2.000.000
23 Pupuk daun 10kg 10.000 100.000
24 Perekat perata 10 liter 10.000 100.000
25 Pemupukan NPK/KNO 3 80kg 3.000 240.000
26 Tenaga pemeliharaan tanaman 40HKW 5.000 200.000
27 Pembelian bambu penyangga 1.000 2.000 2.000.000
28 Panen lOHKW 10.000 100.000
29 Lain-lain (belanja peralatan) 1 900.000 900.000
30 Biaya tak terduga 5% 1.289.750
Total 27.084.750

r
Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon

17
Penerimaan
1. Dalam luas lahan per 1.000 m 2, ada 60 bedeng. Tiap bedeng, rata-rata
100 tanaman sehingga total buah = 60 x 100 buah = 6.000 buah.
2. Jika diperhitungkan tingkat kerusakan tanaman (loss) 5% maka hasil
yang hilang sebesar = 5% x 6.000 buah = 300 buah melon, sehingga
produksi bersih melon menjadi 6.000 buah - 300 buah = 5.700 buah.
3. Total berat buah = jumlah buah x rata-rata berat per buah
= 5.700 buah x 2 kg
= 11.400 kg
4. Hasil penjualan =berat total buah x harga per kilogram
= 11.400 buah x Rp5.000,00
= Rp57.000.000,00
5. Keuntungan = Rp57.000.000,00 - Rp27.084.750,00
= Rp29.915.250,00
6. Parameter kelayakan usaha
Rasio biaya dan pendapatan (Benefit Cost Ratio/BCR)
= Rp29.915.000,00 : Rp27.084.750,00
= 1,10%

D. SENTRA PRODUSEN MELON


Budidaya melon telah banyak dilakukan di wilayah Jawa Barat, Jawa
Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan berbagai wilayah
di Indonesia. Berikut ini beberapa sentra produsen melon di Indonesia:

1. Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah


Kabupaten Kebumen merupakan wilayah tingkat dua di Provinsi
Jawa Tengah yang memiliki kawasan pertanian di sepanjang pantai
selatan Pulau Jawa. Luas wilayah Kabupaten Kebumen adalah 128.111,50
ha atau 1.281,115 km 2 • Dari luas wilayah tersebut, 39.760 ha merupakan
persawahan yang terdiri atas irigasi teknis, irigasi setengah teknis,
irigasi sederhana PU, irigasi desa, sawah tadah hujan, dan pasang
surut. Sedangkan sisanya, areal seluas 88.343,50 ha merupakan tanah
kering yang dimanfaatkan sebagai lahan bangunan, tegalan atau kebun,

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


penggembalaan, tambak, kolam, tanah kayu-kayuan, dan lahan tidur.
Gambar 1.9. dan Gambar 1.10 berikut ini merupakan gambaran Kabupaten
Kebumen dan luas persawahannya.

KABUPATEN KEBUMEN]
-~ .....__....,
-- -F
.-
= -=-
-~ -€"
-.- _,._

SAMUDRA INDONESIA
Gambar 1.9. Peta geografis Kabupaten Kebumen
Sumber: Daryono dkk., 2014

Luas tanah sawah berdasarkan penggunaanya (Ha)

■ Irigasi Teknis
■ lrigasi setengah teknis
20020 ■ Irigasi sederhana PU
■ Irigasi desa
1053 ■ Tadah hujan dan pasang surut
2293
3669

Gambar 1.10. Luas areal persawahan berdasarkan penggunaannya di Kebumen


Sumber: Daryono dkk., 2014

Salah satu kecamatan di Kebumen yang memiliki areal pertanian


luas adalah Kecamatan Buluspesantren. Buluspesantren memiliki luas
areal 48.770 km2 dengan 21 desa, 13.101 rumah tangga, dan populasinya

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


sebesar 53.087. Salah satu potensi untuk penanaman melon adalah di
areal pertanian di Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesatren, yaitu areal
sekitar gumuk pasir (Daryono dkk., 2014).

Gambar 1.11. Area pertanian di sekitar gumuk pasir Kabupaten Kebumen, Jawa
Tengah
Sumber: Foto Maryanto, 2013

Gambar 1. 11 merupakan kondisi sekitar lahan yang akan digunakan


sebagai tempat penanaman tanaman melon. Aktivitas pertanian di
areal sekitar gumuk pasir dilakukan di luar kawasan sempadan pantai.
Mengacu pada pengelolaan areal di sekitar gumuk pasir di India,
pemanfaatan areal sekitar gumuk pasir di Pantai Bocor (Desa Setrojenar,
Kecamatan Buluspesatren, Kabupaten Kebumen) perlu dioptimalkan.
Di daerah Tamil Nadu di India terdapat areal sekitar gumuk pasir yang
dimanfaatkan sebagai areal pertanian padi (Sekhsaria, 2008).
Gambar 1.12 menunjukkan peta/setting pemanfaatan areal di sekitar
gumuk pasir. Urutan dari arah pantai adalah gumuk pasir, vegetasi
cassuaria, vegetasi palem, kemudian pertanian padi dan pemukiman.

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


~~'
~
' .

Gambar 1.12. Sketsa (layout) pemanfaatan areal sekitar gumuk pasir


Sumber: Sekhsaria, 2008

Budidaya melon di Kabupaten Kebumen dilakukan di kawasan


pantai di dekat lokasi gumuk pasir dan kawasan persawahan. Walaupun
dengan kondisi tanah berpasir, melon yang dihasilkan sama dengan melon
yang dilakukan budidaya di lahan persawahan.

Gambar 1.13. Area persawahan untuk budidaya melon di Kebumen, Jawa Tengah
Sumber: Poto Maryanto, 2013

Pada Gambar 1.13, staf dosen Laboratorium Genetika dan Pemuliaan


Tanaman, Fakultas Biologi UGM, melakukan pendampingan terhadap

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


budidaya melon di sekitar gumuk pasir. Kondisi lahan yang sangat
kering diperlukan perlakuan yang berbeda dibandingkan dengan lahan
persawahan. Pengolahan lahan yang tepat sangat menunjang keberhasilan
budidaya melon di lahan pantai.

Gambar 1.14. Pengolahan dan persiapan lahan


Sumber: Poto Maryanto, 2013

Gambar 1.14 merupakan contoh lahan yang telah diolah dengan


dibuat bedengan yang ditutupi dengan mulsa. Selain pengolahan lahan
yang tepat, perawatan dan pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan,
pemberian pestisida, dan pengairan juga hams tepat sehingga tanaman
melon dapat tumbuh dengan baik.

Gambar 1.15. Perawatan dan pemeliharaan tanaman melon di area gumuk pasir
Kebumen, Jawa Tengah
Sumber: Poto Maryanto, 2013

Pada Gambar 1.15. perawatan dan pemeliharaan dilakukan seperti


pada umumnya, yaitu dengan pengairan, pemupukan, penyemprotan
fungisida dan insektisida dengan kadar yang rendah, serta pencabutan
gulma. Hal tersebut dilakukan agar tanaman melon dapat tumbuh dengan

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


baik. Selain itu, perlu dipasang lanjaran berupa bambu pada masing-
masing lokasi tanaman melon ditanam. Tujuan dilakukan pemasangan
lanjaran bambu tersebut adalah untuk merambatkan melon dengan
cara mengikat tanaman melon yang telah berumur 2 minggu di lanjaran
tersebut. Sehingga tanaman melon dapat tumbuh vertikal dan buah yang
nantinya terbentuk tidak menempel pada mulsa.
Penentuan umur panen melon dapat dilakukan dengan melihat
kondisi buah melon yang tumbuh. Apabila buah melon sudah memiliki
rasa manis dan memiliki karakteristik fenotipe yang sesuai untuk
persyaratan dipanen maka dapat diperkirakan berapa lama (hari) lagi
tanaman melon dapat dipanen. Setiap kultivar mempunyai cara berbeda
dalam menentukannya, karena memiliki karakter fenotipe yang berbeda
pula, misalnya kultivar lokal seperti Tacapa dan Hikapel. Penentuan umur
tanaman melon di lahan pasir juga hams tepat. Melon di lahan berpasir
biasanya lebih cepat matang dibandingkan melon yang ditanam di lahan
persawahan.

Gambar 1.16. Penentuan umur panen melon di gumuk pasir Kebumen, Jawa
Tengah
Sumber: Foto Maryanto, 2013

Pada Gambar 1.16., tampak staf dosen Laboratorium Genetika dan


Pemuliaan Tanaman Fakultas Biologi UGM melakukan peninjauan dan
menentukan umur panen tanaman melon di Kebumen. Selain itu, ia juga
memberikan pengarahan petani melon mengenai hal tersebut sehingga
tidak terjadi kesalahan pada saat melakukan pemanenan.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 1.17. Panen melon di lahan persawahan (kiri) dan di gumuk pasir (kanan)
Sumber: Poto Maryanto, 2013

Pada Gambar 1.17. terlihat pemanenan didampingi oleh tim peneliti


Gama Melon dari Fakultas Biologi UGM. Meskipun telah memasuki tahap
pemanenan, masih tetap dilakukan pengawasan.

2. Kabupaten Sleman, Daerah lstimewa Yogyakarta


Kabupaten Sleman merupakan wilayah tingkat 2 di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 ha a tau 574,82
km2 atau sekitar 18% dari luas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang
3.185,80 km 2, dengan jarak terjauh utara-selatan 32 km, timur-barat 35
km. Secara administratif, Sleman terdiri dari 17 wilayah kecamatan, 86
desa, dan 1.212 dusun. Hampir setengah dari luas wilayahnya merupakan
tanah pertanian yang subur dengan didukung irigasi teknis di bagian
barat dan selatan. Keadaan jenis tanahnya dibedakan atas sawah, tegal,
pekarangan, hutan, dan lain-lain. Perkembangan penggunaan tanah
selama 5 tahun terakhir menunjukkan jenis tanah sawah turun rata-rata
per tahun sebesar 0,96%, tegalan naik 0,82%, pekarangan naik 0,31 %, dan
lain-lain turun 1,57% (BPKP, 2015).

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


OIIIHUl"•TIN1: tCAl ,UI
Tll~l•fJ·)QOI

I O I I I • ••
~

...-:.,:,~
lwN•-fUI' •

,....
.....
........ ~
~ ..
1[ MPEl

5LEIYI Al'l
..,......,.,
-
KUt,D.NDOO&iO

"""'""" -
MIHQ:;/0 IVll.A II
....,.....
,. -
--
,,,,.,__,.cw_, __
,..,..._
"""'"" """"' o.-..... ,.__. _ _ __

_., HO . .

- P@MIIMIAM

GUHUNG•.GUI..

Gambar 1.18. Peta penggunaan sawah di Sleman


Sumber: Anonim1 (2016) http://www.repository.ugm.ac.id

Dengan kondisi lahan persawahan yang semakin berkurang, maka


melon merupakan salah satu altematif tanaman yang dapat dimanfaatkan
petani, karena melon merupakan komoditas kompetitif dan relatif stabil
harganya. Beberapa wilayah di Sleman yang membudidayakan melon
yaitu Kecamatan Berbah, Kecamatan Gamping, Kecamatan Moyudan,
Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Prambanan, dan Kecamatan Godean.

Gambar 1.19. Budidaya melon di Kecamatan Berbah, Sleman, DIY


Sumber: Foto Maryanto, 2013

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Berdasarkan Gambar 1.19., dapat dilihat bahwa tanaman melon yang
telah tumbuh (±2 minggu setelah tanam) mulai dirambatkan dengan cara
diikat di lanjaran bambu. Budidaya tanaman melon di Kecamatan Berbah,
Sleman, DIY dapat menghasilkan produksi buah melon yang baik.

Gambar 1.20. Budidaya melon di Kecamatan Prambanan, Sleman, DIY


Sumber: Foto Setyani, 2016

Gambar 1.20. merupakan dokumentasi salah satu kegiatan


para petani melon di Kecamatan Prambanan, Sleman, DIY pada saat
penanaman melon yang sebelumnya ditumbuhkan di polybag kecil (±7
hari ditanam di polybag).

Gambar 1.21. Budidaya melon di Cangkringan, Sleman, DIY


Sumber: jitunews,com

Pada Gambar 1.21., budidaya melon menggunakan metode yang


sama pada lokasi-lokasi sebelumnya, yaitu dengan melakukan pengikatan
tanaman melon di lanjaran yang terbuat dari bambu sehingga tanaman

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


dapat tumbuh vertikal dengan baik. Tentunya juga diharapkan dapat
menghasilkan buah melon dengan kualitas yang baik.

3. Kabupaten Bantul, Daerah lstimewa Yogyakarta


Kabupaten Bantul merupakan wilayah tingkat 2 dari Daerah
Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah Kabupaten Bantul 508,85 km 2 (15,90%
dari luas wilayah Provinsi DIY) dengan topografi sebagai dataran rendah
40% dan lebih dari separonya (60%) merupakan daerah perbukitan yang
kurang subur. Bagian barat dari Kabupaten Bantul merupakan daerah
landai yang kurang serta perbukitan yang membujur dari utara ke selatan
seluas 89,86 km2 (17,73% dari seluruh wilayah); bagian tengah merupakan
daerah datar dan landai yang subur dan merupakan daerah persawahan
seluas 210.94 km 2 (41,62%); bagian timur merupakan daerah yang landai,
miring, dan terjal yang keadaannya masih lebih baik daripada daerah
bagian barat, seluas 206,05 km2 (40,65%); bagian selatan merupakan bagian
dari daerah bagian tengah dengan keadaan alamnya yang berpasir dan
sedikit berlagun, terbentang di Pantai Selatan dari Kecamatan Srandakan,
Sanden, dan Kretek (Anonim2, 2016).

Gambar 1.22. Peta perubahan lahan persawahan di Kabupaten Bantul


Sumber: http://www.kewilayahan.bantulkab.go.id

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Petani di Bantu! banyak yang membudidayakan melon, terutama di
wilayah kawasan Pantai Selatan, Pulau Jawa.

Gambar 1.23. Budidaya melon di kawasan Pantai Selatan Kabupaten Bantul


Sumber: Poto Prasetyo, 2013

Gambar 1.24. Budidaya melon di Pantai Baru Srandakan, Bantul, DIY


Sumber: Poto Maryanto, 2013

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 1.23. dan Gambar 1.24. merupakan dokumentasi dari
budidaya tanaman melon di area pantai Kabupaten Bantu!, Yogyakarta.
Bedengan yang telah dibuat, dipasang lanjaran di sekitar lubang yang
akan ditanami oleh tanaman melon yang telah disemai.

4. Kabupaten Gunungkidul, Daerah lstimewa Yogyakarta


Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang ada di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan ibu kota Wonosari. Luas
wilayah Kabupaten Gunungkidul 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63% dari
luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota Wonosari terletak
di sebelah tenggara kota Yogyakarta (ibu kota Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta), dengan jarak ±39 km. Wilayah Kabupaten Gunungkidul
dibagi menjadi 18 kecamatan dan 144 desa (BPKP, 2015).
\ ., "-A-.,tt..(NUIUO PE.TA PENGGUNAAH LAHAN
~ .. ,11 .. , , .. 1' r~-._.. ,...... ui KABUPAf N GU.NUHCKJOUL
H\lOC.h.,,A■H ...,.,oo..ua._..H
-
\/_ ___../
,..
0
.-.
.
_,.,,,.
~ ..__·., I

.. , .. a.,,n1
-•lO.\IA\111\
~- ~ -
:z.l
-----
---

R.E NCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL 2010.2030

Gambar 1.25. Peta wilayah Kabupaten Gunungkidul, DIY


Sumber: http://www.bappeda.gunungkidulkab.go.id

Sebagian besar wilayah kabupaten Gunungkidul berupa karst


sehingga tidak subur dan sangat sulit untuk pertanian. Namun, Fakultas
Biologi UGM berhasil mengubah wilayah Desa Kemadang, Kecamatan

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Tanjungsari, Gunungkidul sebagai sentra budidaya melon. Pengolahan
lahan sangat penting dilakukan untuk dapat menjadikan kawasan yang
tandus menjadi lahan budidaya melon. Pengolahan lahan tandus pertama
kali dilakukan dengan pemberian pupuk dasar, yaitu pupuk organik,
pupuk kandang (kotoran sapi dan kambing), dan kompos dengan
tujuan untuk memperkaya unsur hara pada lahan tersebut. Lahan juga
diperlakukan dengan pemberian air secara teratur dengan menggunakan
air berasal dari sumur bor. Lahan juga dilindungi dari terpaan angin laut
dengan menggunakan barrier alami berupa tanaman pelindung seperti
cemara udang, rumput gajah, pandanus, dan sebagainya.

Gambar 1.26. Metode budidaya melon tradisional (A), semi modern (B), modern (C)
Sumber: Poto Maryanto, 2013

Berdasarkan Gambar 1.26., budidaya melon di Desa Kemadang,


Kabupaten Gunungkidul dilakukan dengan 3 metode. Pertama, metode
tradisional, merupakan metode penanaman dengan memperlakukan
lahan menggunakan pupuk organik tanpa pupuk kimia, menggunakan
musuh alami serangga untuk membasmi hama (tanpa pestisida), tanpa
pembuatan bedengan, tanpa menggunakan mulsa, dan perambatan

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


tanaman melon menggunakan ranting dan kayu yang diperoleh dari
lingkungan sekitar. Kedua, metode semi modern, yaitu kombinasi metode
penanaman antara metode tradisional dengan metode modern. Ketiga,
metode modern, yaitu penanaman melon menggunakan cara-cara modern
seperti halnya budidaya yang dilakukan di lahan pertanian lainnya.
Metode yang dilakukan yaitu dengan menggunakan pupuk kimia,
pestisida, pembuatan bedengan, penggunaan mulsa, dan penggunaan
bilah bambu sebagai media perambatan (Daryono and Maryanto, 2014).

Gambar 1.27. Metode penanaman melon di lahan karst Kabupaten Gunungkidul,


DIY
Keterangan: a = lahan tandus, b = lahan dibajak agar tanah menjadi gembur, c =
pembuatan bedengan dan pemberian mulsa, d = benih melon yang siap ditanam
di lahan, e = penanaman benih melon ke lahan, f = tanaman melon yang mampu
tumbuh dan beradaptasi dengan kondisi lahan berkapur
Sumber: Foto Maryanto, 2013

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 1.28. Panen raya melon di lahan karst Kabupaten Gunungkidul, DIY
Sumber: Poto Maryanto, 2013

S. Kabupaten Kulon Progo, Daerah lstimewa Yogyakarta


Luas wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah 58.627,54 ha. Secara
administratif, wilayah ini terbagi menjadi 12 kecamatan yang meliputi
88 desa dan 930 dusun. Penggunaan tanah di Kabupaten Kulon Progo,
meliputi sawah 10.732,04 ha (18,30%); tegalan 7.145,42 ha (12,19%); kebun
campur 31.131,81 ha (53,20%); perkampungan seluas 3.337,73 ha (5,69%);
hutan 1.025 ha (1,75%); perkebunan rakyat 486 ha (0,80%); tanah tandus
1.225 ha (2,09%); waduk 197 ha (0,34%); tambak 50 ha (0,09%); dan tanah
lain-lain seluas 3.315 ha (5,65%) (BPKP, 2016).

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


.,,..
Legenda
_ _ ,...., ab. M<1gelans
ft ~•.t.lllJI" ••AtMf/1> Ht ....'f
<.l t '-ffl ...-.v.YI. '" ~, ...... ~~

-~w,...,..
--- ~n~, ~

Kab. Purwore!o

Kab.Sleman

Sam udra Hindia

Gambar 1.29. Peta penggunaan lahan Kabupaten Kulon Progo, DIY


Sumber: http://studio-kulonprogo.blogspot.eo.id/2013/01/peta-tata-guna-lahan.html

Sentra budidaya melon di Kabupaten Kulon Progo terletak di


kawasan pesisir selatan, antara lain pesisir Pantai Trisik, Pantai Glagah,
dan Pantai Congot.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 1.30. Budidaya melon di Pantai Trisik, Kulon Progo, DIY
Sumber: Poto Maryanto, 2013

6. Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah


Bagian selatan wilayah Kabupaten Purworejo merupakan dataran
rendah. Bagian utara berupa pegunungan, bagian dari Pegunungan
Serayu. Di perbatasan dengan DIY, membujur Pegunungan Menoreh.
Wilayah Purworejo yang menjadi sentra budidaya melon berada di pesisir
Pantai Selatan.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Kabupaten
Magelang
Skala 1 : 180 000
0__,!;.8 3.:.,..;.4 7.~ Km

LEGENDA

---~ ----·
......
- -- Sumber :
PemerinlahKabupalenPurworejo
6A0AN PERENCANAAN DAERAH

WahyuMard,yanto
09405241039

PENDIDIKAN GEDGRAFl
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGY AKARTA
20'2

Gambar 1.31. Peta geografis Kabupaten Purworejo


Sumber: http://mardyblog.blogspot.eo.id/2012_08_01_archive.html

Gambar 1.32. Budidaya melon di Depoksari, Ngombol, Kabupaten Purworejo


Sumber: Foto Wiko, 2016

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


7. Kabupaten Magetan, Jawa Timur
Kabupaten Magetan memiliki wilayah seluas 688,85 km 2 • Secara
administratif, wilayah ini terbagi dalam 18 kecamatan, 208 desa, dan 27
kelurahan (235 desa/kelurahan). Kabupaten Magetan terletak di kaki
Gunung Lawu sebelah timur yang membentang dari selatan ke utara.
Oleh karena itu, Kabupaten Magetan dikenal dengan sebutan Green Belt
Lawu atau lingkar hijau Lawu (Anonim4, 2014).

Gambar 1.33. Peta geografis Kabupaten Magetan, Jawa Tengah


Sumber: http://www.magetankab.go.id/detail/90/geografis

Salah satu daerah budidaya melon di Magetan adalah Desa Jabung,


Kecamatan Panekan, Magetan, Jawa Timur. Petani melon di Desa Jabung
juga telah berhasil membuat melon berbentuk kotak. Daerah lainnya
yaitu Parang, Magetan, yang membudidayakan melon jenis Action 434
dan Glamour Sakata yang dilakukan oleh petani melon bemama Wamo.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 1.34. Budidaya melon kotak di Desa Jabung, Magetan, Jawa Timur
Sumber: Foto Agriansyah, 2013

Gambar 1.35. Budidaya melon di Parang, Magetan, Jawa Timur


Sumber: Foto Agriansyah, 2013

8. Kabupaten Ngawi, Jawa Timur


Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur
yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah
Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km 2, yang sekitar 40 persen atau 506,6
km 2 berupa lahan sawah. Secara administrasi, wilayah ini terbagi ke
dalam 17 kecamatan dan 217 desa, di mana 4 dari 217 desa tersebut adalah
kelurahan. Pada tahun 2004, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda),
wilayah Kabupaten Ngawi terbagi ke dalam 19 kecamatan. Namun,
karena prasarana administrasi di kedua kecamatan baru belum terbentuk,
maka dalam publikasi ini masih menggunakan Perda yang lama. Secara
geografis, Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7°21' -7°31' Lintang

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Selatan dan 110°10'-111°40' Bujur Timur. Topografi wilayah ini berupa
dataran tinggi dan tanah datar. Tercatat, empat kecamatan terletak pada
dataran tinggi, yaitu Sine, Ngrambe, Jogorogo, dan Kendal yang terletak
di kaki Gunung Lawu (BPKP, 2016).
., _ ,.euP.o1,-
•• •, PETA KABUPATEN NGAWI
S ka la 1 : 500.000
•·
__ .,. -.,__. _
o"'"'

-._
• K AeV•",.EN 80Jo,.,~G"
• - ~- • 0-f'


Q.....;:;~

~\ ~q°",._,,,
. ~

\. \-... \(::.. ..
____ •·· ....,··
.... ,.eu""',-t.1'

Gambar 1.36. Peta geografis Kabupaten Ngawi, Jawa Timur


Sumber: http://www.ngawikab.go.id/home/wp-content/uploads/Peta-Ngawi.gif

Gambar 1.37. Budidaya melon di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur


Sumber: Foto Aristya, 2010

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


MENGENAL KULTIVAR
MELON BARU HASIL
PEMULIAAN FAKULTAS
BIOLOGI UGM

A. KULTIVAR MELON KOMERSIAL


Mayoritas kultivar melon yang telah berhasil dikembangkan di
Indonesia merupakan produk melon impor. Kultivar yang dikembangkan
oleh sebagian besar petani Indonesia, yaitu melon dengan daging buah
berwarna hijau-putih dan kuning-jingga. Benih melon tersebut berasal
dari berbagai negara, antara lain Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, Taiwan,
dan Thailand.
Beberapa kultivar melon yang dikembangkan di Indonesia antara
lain kelompok melon dengan daging buah hijau putih, seperti Autumn
Sweet, Ten Me, Darling, Golden, Prize, Sun, Silver Ball, Honey World, Silver
World, Milky Way, Melody, Honey Dew, Jade Dew, Jade, Beauty, Delicate, dan
Sky Rocket. Selain itu, ada juga melon dengan daging buah merah-jingga,
seperti New Century, Snow Charm, Link Flavor, Autumn Flavor, Sunrise, Sun
Lady, dan Red Queen.
Melon dengan ukuran buah mini seperti Golden Yellow, Silver Light,
dan Jade, serta melon untuk olahan seperti seperti Silver Charm dan White
Sky juga telah berhasil dikembangkan. Sedangkan, hibrida-hibrida melon
seperti Action 434, A-Plus, Master AS-875, Ovation-744, Bianglala, Sakata
144, Eagle, Sky Rocket Rocky (SRR), Laurent, Swing Jepang, Harvest 6, Silver
Dragon, Golden Dragon, Emerald Sweet, Emerald Jewel, Japonica, Sweet Star,
Aroma 519, Select Rocket, dan Super Salmon dapat dikembangkan di
Indonesia (Setiadi & Parimin, 1999).

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Gambar 2.1. Berbagai macam melon kultivar komersial
Sumber: Daryono, 2010

B. KULTIVAR MELON HASIL PEMULIAAN FAKULTAS BIOLOGI


UGM
Usaha untuk mengurangi ketergantungan terhadap benih melon
impor telah banyak dilakukan pemulia tanaman di Indonesia. Salah
satunya adalah yang telah dilakukan oleh Tim Peneliti dari Laboratorium
Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah
Mada yang telah menghasilkan 10 kultivar melon unggulan, seperti
berikut:

1. Melodi Gama 1
Melon generasi pertama hasil pemuliaan tim peneliti Laboratorium
Genetika, Fakultas Biologi, UGM, ini perakitannya dimulai dengan
dilakukan persilangan test cross. Uji silang (test cross) antara induk jantan
F 1B dengan induk betina Andes menghasilkan melon berkode TC 4
(Alaydrus, 2008). Induk jantan F1B diperoleh dari persilangan antara PI
371705 dengan Andes. Test cross dilakukan dengan mengawin-balikkan
keturunan F1 dengan salah satu induknya yang resesif ganda (Crowder,
1986).

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Melon Melodi Gama 1 (MG 1) merupakan hasil pengembangan
melalui seleksi kultivar TC 4 untuk memperoleh galur murni. MG 1
memiliki kenampakan buah yang berbentuk bulat dengan kulit buah
tebal dan renyah, berwarna jingga, serta berdaging buah halus. Daging
buahnya manis dan memiliki aroma andes, yaitu aroma khas melon, serta
bentuk buah globular dengan kondisi net yang jelas dan rapat sehingga
melon ini berpotensi untuk dikembangkan pemulia tanaman dan petani
(Daryono dan Maryanto, 2011).
Daging buah yang berwarna jingga ini mengandung banyak
B-karoten dan pro-vitamin A. Fukino et al. (2004) melaporkan bahwa
warna jingga pada daging buah melon dikontrol oleh single dominant
gene, sedangkan Perin et al. (1999) melaporkan bahwa daging buah jingga
bersifat dominan dan daging buah hijau bersifat resesif. Sehingga, dari
persilangan tersebut dapat dilaporkan bahwa Andes bersifat resesif ganda.

cS Andes

A B C D

Gambar 2.2. Skema persilangan ~F1B dan cSAndes


Keterangan: A = hasil test cross kode kultivar TC4, B = hasil test cross kode kultivar
TC, C = hasil test cross kode kultivar TC 01 D = hasil terst cross kode kultivar TC1
Sumber: Alaydrus, 2008

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 2.3. Buah melon kultivar Melodi Gama 1
Sumber: Maryanto dan Daryono, 2011

2. Gama Melon Basket


Melon generasi pertama yang dihasilkan oleh Laboratorium Genetika,
Fakultas Biologi, UGM, yaitu Gama Melon Basket (GMB). Kultivar Gama
Melon Basket dihasilkan dari persilangan ~TC 4 dan o'F 2B5 • Induk F2B5
diperoleh dari persilangan berikut: persilangan pertama (F 1) dimulai
dari melon ~ Andes dan o' PI 371795 menghasilkan F1B. Selanjutnya,
dilakukan persilangan (F2) antara ~ F1B dan o' F1B menghasilkan enam
variasi fenotipe buah, yaitu F2B1, F2B2, F2B3' F2B4, F2BS' dan F2B6 •
Dari keenam buah melon yang dihasilkan dengan variasi fenotipe
yang berbeda-beda, F2B5 memiliki karakter paling unik dan berpotensi
dikembangkan, serta dipilih menjadi induk. Buah F2B5 mempunyai ciri
bentuk buah bulat, wama daging orange, rasanya manis agak gembur,
kulit buah keras berjaring halus merata, dan terdapat garis bujur teratur
(Alaydrus, 2008).

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


~ Andes rJ PI 371795

o
Gambar 2.4. Diagram persilangan (F 1) 'i2 Andes dan PI 371795 serta persilangan
o
(F 2) 'j2 FIB dan FIB
Sumber: Alaydrus, 2008

Dari Gambar 2.4. dapat diketahui bahwa induk TC4 berasal dari test
cross antara Andes dengan F1B. Induk ~ F1B disilangkan dengan b' Andes,
menghasilkan empat variasi fenotipe buah, yaitu TC4, TC, TC 1, dan TCO.
Dari keempat hasil test cross, melon TC 4 memiliki karakter yang potensial
untuk dikembangkan. Karakter fenotipe TC4 adalah bentuk buah bulat;
kulit buah agak tebal dan keras; kulit buah berwama hijau, dan berjaring
halus; wama daging buah jingga; rasa manis dan memiliki aroma seperti
Andes (Alaydrus, 2008). Melon TC 4 dan F2B5 kemudian digunakan
sebagai parental untuk menghasilkan kultivar TCB5 yang selanjutnya
dikembangkan menjadi kultivar Gama Melon Basket (Huda, 2009).

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gama Melon Basket
Gambar 2.5. Diagram persilangan antara ~ TC4 dengan r3 F2B5 menghasilkan
kultivar Gama Melon Basket
Sumber: Maryanto, 2011

Pada Gambar 2.5. dapat dilihat morfologi buah melon kultivar Gama
Melon Basket yang memiliki ciri khas bentuk buah bulat, berat buah
2,0-2,5 kg, wama kulit hijau keabuan, alur jaring rapat halus, dan memiliki
sepuluh garis lurus berwama hijau tua sehingga tampak seperti blewah
(Cucumis melo var. Cantalupensis). Wama daging buah jingga, rasa manis,
dan beraroma harum (Huda, 2009).

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


A B

Gambar 2.6. Buah kultivar Gama Melon Basket


Keterangan: A = buah melon yang dibelah secara membujur, B = buah melon utuh
Sumber: Maryanto, 2011

3. Melodi Gama 2
Melodi Gama 2 (MG 2) termasuk melon generasi pertama pemuliaan
oleh Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Biologi
UGM. MG 2 merupakan segregasi dari hasil uji silang (test cross) antara
induk jantan F1B dengan induk betina Andes yang menghasilkan melon
berkode Te 1 (Alaydrus, 2008). Melon Melodi Gama 2 merupakan hasil
pengembangan melalui seleksi kultivar Te 1 untuk memperoleh galur
murni. MG 2 memiliki kenampakan yaitu buah yang berbentuk bulat
dengan kulit buah agak tebal dan keras, berwarna hijau, serta berdaging
halus. Berat buah MG 2 yaitu 1,7-2,0 kg, rasa manis (brix 10), memiliki
net yang jelas dan rapat. Keunggulan lain dari kultivar ini yaitu tahan
terhadap serangan penyakit powdery mildew (jamur tepung) dan virus
Kyuri Green Motle Mozaic virus (KGMMV).

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


r3 Andes

Gambar 2.7. Silsilah kultivar Melodi Gama 2 berasal dari pengembangan TC1
Sumber: Alaydrus, 2008

A B
Gambar 2.8. Buah melon kultivar Melodi Gama 2
Keterangan: A = buah utuh, B = buah dibelah secara membujur
Sumber: Maryanto dan Daryono, 2011

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


4. Melodi Gama 3
Melodi Gama 3 (MG 3) merupakan hasil perakitan antara melon
kultivar Melodi Gama 1 (MG 1) dengan melon La-3 yang diperoleh dari
penggaluran kultivar komersial Ladika. MG 3 memiliki karakter yang
khas dibanding melon kultivar lain, di antaranya mempunyai bentuk
buah yang umumnya globular, kulit buah ketika masak berwama kuning
emas, dan memiliki daging buah berwama jingga (Daryono dkk., 2012).
Melon MG 3 memiliki karakter fenotipe buah yaitu berat 2,0-2,5 kg, wama
daging buah orange, net/jaring jelas dan kuat, dan memiliki rasa manis,
sehingga melon tersebut dapat dikembangkan sebagai komoditi melon
unggulan. Kultivar MG 3 toleran terhadap kondisi cuaca ekstrem, yaitu
sangat kering a tau musim hujan. Melon ini juga toleran terhadap penyakit
tanaman akibat Begomovirus (Daryono dkk, 2013).

A B
Gambar 2.9. Buah melon kultivar Melodi Gama 3
Keterangan: A = buah utuh, B = buah dibelah secara membujur
Sumber: Daryono dkk., 2012

S. TACAPA
Melon kultivar TACAPA merupakan hasil Testcross melon ~ ACT-3 X
F1PI. Melon ACT-3 diperoleh dari penggaluran salah satu melon komersial
yang memiliki ciri daging buah hijau, bentuk buah bulat dengan net halus,
namun tidak memiliki ketahanan terhadap jamur tepung. Sedangkan,

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


F1 PI merupakan hasil persilangan dari ~ PI 371795 x r!; ACT-3. Silsilah
perakitan melon kultivar TACAPA dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Kultivar PI 371795 memiliki bentuk lonjong tanpa net, daging buah
berwama oranye, gembur, kulit buah tipis, kurang manis, dan resisten
jamur tepung. Melon kultivar TACAPA memiliki sifat unggul hasil
penggabungan sifat dari induknya, yaitu bentuk buah bulat sedikit lonjong
dengan net halus, daging buah berwama hijau kekuningan, rasa manis,
dan resisten terhadap jamur tepung (Daryono dan Qurrohman, 2009).
TACAPA ini memiliki ketahanan terhadap powdery mildew yang
diatur oleh gen dominan tunggal, namun sifat ketahanan terhadap powdery
mildew masih mengalami segregasi pada keturunan Fr Keunggulan lain
dari melon TACAPA ini adalah kualitas buah yang cukup baik. Melon
TACAPA memiliki buah dengan kulit tebal, daging buah manis, buah
tidak mudah pecah, dan memiliki daya simpan >20 hari (lebih lama
dari kultivar komersial lain). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
melon kultivar TACAPA memiliki berat, kandungan vitamin C, dan brix
yang lebih tinggi dibandingkan dengan empat kultivar melon komersial
pembandingnya, yaitu Sumo, Angel, Monami Red, dan DA013 STAR
(Iswandari, 2008).
Pada pengembangan TACAPA, dilakukan persilangan back cross
melon kultivar TACAPA dengan induk PI 371795 dan induk Action 434,
sehingga dihasilkan dua populasi hasil persilangan, yaitu populasi melon
TACAPA X PI 371795 dan TACAPA X Action 434 (Agriansyah, 2013).

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


• 11,

Gambar 2.10. Silsilah perakitan melon kultivar TACAPA


Sumber: Qurrohman, 2011

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


c3
X X

TACAPA D Pl3 71795


TACAPA D ACT-3

.,
'·•·•~.
.- '.I
'(

• :0 -

TACAPAGB TACAPA SIL VER

Gambar 2.11. Silsilah melon kultivar TACAPA


Sumber: Agriansyah, 2013

Dari persilangan tersebut dihasilkan dua variasi melon kultivar


TACAPA, yaitu TACAPA Silver dan TACAPA Green Black (Gambar 2.10).

A B
Gambar 2.12. Buah melon kultivar TACAPA Silver
Keterangan: A= buah utuh, B = buah dibelah secara melintang
Sumber: Foto Wina, 2015

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


A B
Gambar 2.13. TACAPA Green Black
Keterangan: A= buah utuh, B = buah dibelah secara melintang
Sumber: Foto Wina, 2015

6. Gama Melon Parfum


Kultivar Gama Melon Parfum (GMP) merupakan kultivar hasil
persilangan indukan melon ~ NO3 dan cl MRs. lndukan melon ~ NO3
berasal dari Turmenistan (Asia Tengah) yang memiliki karakter ukuran
kecil, aroma harum, wama kulit buah orange, tidak memiliki lobus dan
garis bujur, dan rasa pahit. Sedangkan, cl MRs berasal dari Jepang yang
memiliki karakter ukuran sedang, aroma tidak harum, wama kulit buah
hijau, rasa manis, memiliki lobus, dan garis bujur (Maryanto et al., 2013).
Karakter fenotipe kultivar Gama Melon Parfum antara lain aroma
buah sangat harum seperti parfum, berat buah 300-500 gram; bentuk buah
bulat (oblate) namun ada tonjolan bekas putik di bagian bawah dari buah;
keliling buah ±18 cm; diameter horizontal 6 cm; diameter vertikal 6 cm;
wama kulit buah kuning kecokelatan dengan omamen unik membentuk
garis membujur; wama daging buah putih; net tidak ada; rasa pahit; lama
penyimpanan 10 hari; dan jumlah biji 100-200 buah (Maryanto, 2014).
Kultivar Gama Melon Parfum pada satu tanaman menghasilkan
8-10 buah dengan ukuran sebesar bola tenis. Karakter khas buah ini yaitu
memiliki lobus dan turbin. Lobus merupakan daerah yang dibatasi dua
garis lobus yang terdapat pada sisi kulit buah (Gambar 2.14.), sedangkan
turbin merupakan sisa putik bunga yang membentuk tonjolan di ujung
buah.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 2.14. Buah melon kultivar GMP
Sumber: Maryanto, 2014

Muda ua

Pangkal

Ujung

Samping

Gambar 2.15. Kultivar Gama Melon Parfum


Keterangan: 1 = turbin, 2 = garis bujur, 3 = lobus, 4 = pola wama kulit buah
Sumber: Maryanto, 2014

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Muda Tua

Potongan membujur

,;'!~~~ '
'
Potongan melintang tampak ujung

Potongan melintang tampak pangkal


Gambar 2.16. Kultivar Gama Melon Parfum setelah dipotong secara membujur dan
melintang
Keterangan: 1 = kulit (epidermis), 2 = daging buah (mesodermis), 3 = plasenta biji
(endodermis)
Sumber: Maryanto, 2014

7. Hikadi
Kultivar Hikadi merupakan kultivar hasil persilangan antara indukan
melon ~ GMP dan cJ La-3. Kultivar Hikadi memiliki karakter buah yang
berbentuk bulat dengan kulit buah agak tebal dan keras, berwama oranye

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


putih, rasa manis, daya simpan >15 hari, ukuran buah kecil (sebesar buah
apel), berat buah 300-500 gram, aroma sangat harum dan dalam satu
tanaman dapat menghasilkan 4-8 buah, serta umur panen 58-65 hari.
Daging buahnya manis berwama jingga/orange serta bentuk buah yang
menarik sehingga melon ini berpotensi dikembangkan untuk komoditas
ekspor (Daryono dkk., 2015).

¥ Ga ma .e lcm Parlum d'1 ~l-3

Hikat.li
Gambar 2.17. Perakitan melon kultivar Hikadi
Sumber: Daryono dkk., 2015

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


A B
Gambar 2.18. Kultivar Hikadi
Keterangan: A= tanaman melon, B = buah kultivar Hikadi
Sumber: Foto Maryanto, 2013

Berdasarkan Gambar 2.18., terdapat kultivar Hikadi pada saat masih


di tanaman dengan kondisi yang belum matang. Hal ini dapat dilihat
dari wama buah yang masih hijau (Gambar 2.18. A). Gambar 2.18. B
merupakan kultivar Hikadi yang telah masak, terlihat dari wama kulit
buah yang kuning.

8. Hikapel
Kultivar Hikadi Apel (Hikapel) merupakan kultivar hasil persilangan
antara antara indukan melon ~ Hikadi dan r!; SL-3. Kultivar Hikapel
memiliki karakter khas, yaitu bentuk buah dan ukurannya yang mirip
dengan buah apel. Berat buah sekitar 500 gram atau disebut sebagai melon
in hand. Melon ini memiliki rasa manis, daging buah berwama orange,
daging renyah, kulit buah halus tanpa net, berwama hijau kelabu ketika
masih muda dan kuning keputihan ketika sudah tua. Melon ini berbuah
2-4 buah dalam satu tanaman dengan umur panen antara 58-65 hari
setelah tanam (Daryono dkk., 2015).

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


T
.'.f. GMP' d'1 La-3

Hikaoel

Gambar 2.19. Silsilah perakitan kultivar Hikapel


Sumber: Daryono dan Supriyadi, 2012

Gambar 2.20. Buah melon kultivar Hikapel


Keterangan: A = terdapat 2 buah dalam satu tanaman, B = ukuran melon kultivar
Hikapel sebesar telapak tangan (melon in hand)
Sumber: Foto Daryono, 2015

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Melon kultivar Hikapel memiliki cara pemanenan yang berbeda
dengan kultivar melon pada umumnya. Pemanenan ini membutuhkan
kejelian mengenai wama buah yang layak untuk dipanen. Terdapat enam
wama buah yang digunakan sebagai acuan panen, seperti yang ada pada
Gambar 2.21.

II IV V VI
Gambar 2.21. Grading warna buah melon kultivar Hikapel yang siap mencapai
waktupanen
Sumber: Al-Mughni, 2015

Berdasarkan Gambar 2.21., wama buah melon kultivar Hikapel yang


siap untuk dipanen adalah pada tahap wama ke-III atau IV, setelah muncul
semburat kuning pada permukaan buah. Hal ini juga perlu diwaspadai
oleh para petani melon (yang melakukan pemanenan) terhadap beberapa
faktor yang dapat memengaruhi wama pada permukaan buah melon
Hikapel. Misalnya, adanya cahaya yang dapat menjadikan wama kulit
buah melon Hikapel seakan telah muncul semburat kuning, padahal
belum waktunya untuk dipanen.

9. Melon Granat
Kultivar Melon Granat merupakan kultivar hasil persilangan antara
indukan melon ~ La-3 dan cl GMP. Kultivar ini memiliki bentuk mirip
dengan granat. Berat buah sekitar 500 gram atau disebut sebagai melon
in hand. Melon ini memiliki rasa manis, daging buah berwama oranye,
daging renyah, kulit buah halus tanpa net, berwama hijau kelabu ketika
masih muda, dan kuning keputihan ketika sudah tua. Melon ini berbuah
2-4 buah dalam satu tanaman dengan umur panen antara 58-65 hari
setelah tanam.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


A B

C
Gambar 2.22. Buah melon kultivar Granat
Keterangan: A = kondisi buah saat belum matang, B = buah sudah matang, C =
kondisi buah dibelah secara horizontal
Sumber: Daryono, 2014

10.Melodi Gama 4
Kultivar Melodi Gama 4 merupakan hasil persilangan antara indukan
betina ~ Gama Melon Basket dengan indukan d' kultivar Melodi Gama
3. Karakter morfologi dari kultivar Melodi Gama 4 yaitu buah berukuran
besar dengan berat 2,0-2,5 kg, bentuk buah globular, terdapat garis-garis
berjumlah 10 di kulit buah mirip induknya Gama Melon basket, namun
nettnya lebih jelas dan tebal mirip induknya Melodi Gama 3, rasa buahnya
manis dengan brix 11-12, dan wama daging buah orange.

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


X

~ GMB IJ MG3

Fl MG4

Gambar 2.23 Silsilah kultivar Melodi Gama 4


Sumber: Poto Daryono dan Maryanto, 2014

Gambar 2.24. Buah kultivar Melodi Gama 4


Sumber: Poto Daryono, 2014

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


MANAJEMEN MUTU
BENIH MELON

A. INDUSTRIPERBENIHAN
Industri benih merupakan syarat penting bagi pertanian tangguh
yang berorientasi pasar. Industri benih merupakan tahap akhir
perkembangan perbenihan dan termasuk dalam kelompok agribisnis.
Disebut industri, menurut Sadjad (1997), karena prosesnya berawal dari
produk yang belum siap pakai dan berakhir menjadi produk siap pakai
yang berupa benih suatu kultivar tanaman melon. Selanjutnya, dinyatakan
sebagai industri hilir, industri benih menghadapi permintaan benih
berkualitas yang bersumber dari permintaan pasar untuk suatu komoditas
dengan syarat-syarat tertentu.
Dalam pertanian maju, benih memegang peranan penting sebagai
sistem penyalur (delivery system) atau pembawa teknologi baru (carrier
of new technology). Beberapa teknologi baru (kultivar baru) disampaikan
ke petani melalui benih bermutu. Kualitas benih kultivar unggul harus
diketahui, baik sebagai komponen kunci di dalam paket input yang
dibutuhkan untuk memperbaiki produksi tanaman maupun sebagai
katalis untuk mengeksploitasi teknologi baru dalam produksi tanaman
melon (Agrawal, 1980).
Untuk memenuhi permintaan, benih tidak dapat diproduksi secara
mendadak atau secara langsung, tetapi memerlukan perencanaan yang
baik. Perencanaan dan penanganan yang kurang baik dapat merugikan
produksi benih, dalam hal ini benih melon. Pemuliaan tanaman yang aktif
dan produktif merupakan dasar untuk industri benih melon. Kultivar
melon baru yang dilepas harus sampai ke petani dengan sifat-sifat yang

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


unggul (produksi tinggi, resisten terhadap hama serta penyakit utama, dan
lain-lain). Keaslian kultivar atau klon dapat dijamin melalui pengawasan
mutu yang ketat dan merupakan komponen industri benih (Anwar, 2005).

B. PRINSIP ENAM TEPAT BENIH


Permasalahan dalam bidang industri perbenihan haruslah
dapat diatasi dengan segera, karena hal tersebut akan memengaruhi
produktivitas hasil pertanian. Salah satu cara untuk memperbaiki
permasalahan dalam bidang perbenihan adalah dengan menerapkan
prinsip enam tepat benih yaitu tepat kultivar, tepat jumlah, tepat mutu,
tepat waktu, tepat lokasi, dan tepat harga (Anonim 5, 2011).

1. Prinsip Tepat Kultivar


Seiring dengan kemajuan pertanian tanaman pangan, maka semakin
besar pula tuntutan terhadap ketersediaan benih melon kultivar unggul
bermutu sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan produksi
tanaman pangan. Untuk mencapai maksud tersebut, maka program-
program pengembangan perbenihan diarahkan pada optimalisasi sistem
perbenihan.
Menurut Anonim 5 (2011), berikut adalah beberapa value chain
components yang seharusnya dapat menjadi acuan dalam Prinsip Tepat
Kultivar:

a. Pengembangan Kultivar
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, meningkat pula
ke bu tuhan pangan nasional. Dukungan penyediaan benih melon kultivar
unggul bermutu bagi petani melon merupakan bagian yang pen ting dalam
mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman melon. Dalam
melaksanakan upaya tersebut diperlukan peran pihak-pihak terkait, baik
yang berhubungan dengan legislasi maupun teknis di Pusat dan Daerah.
Untuk melancarkan dan mensinergikan pelaksanaan kegiatan dan
memantau serta mengevaluasi perkembangan pelaksanaan program-
program pengembangan perbenihan dalam upaya penyediaan, produksi,

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


dan distribusi benih melon kultivar unggul bermutu diperlukan adanya
koordinasi, pengawalan, monitoring dan evaluasi, serta pelaporan secara
intensif dan terpadu.

b. Produksi Benih
Penggunaan benih melon kultivar unggul bermutu merupakan salah
satu faktor dalam mencapai keberhasilan peningkatan produktivitas
dan produksi tanaman pangan, dalam hal ini melon. Sementara itu,
peningkatan produksi pangan belum diimbangi oleh produksi pangan
yang lebih rendah dari laju peningkatan kebutuhannya. Untuk itu, benih
melon kultivar unggul bermutu harus tersedia secara berkesinambungan
mulai dari pengadaan Benih Penjenis, perbanyakan Benih Dasar,
Benih Pokok, sampai pada Benih Sebar. Upaya yang dilakukan untuk
peningkatan produksi ditempuh melalui sistem ekstensifikasi dan
intensifikasi. Guna tercapainya tujuan tersebut, tentunya ditunjang dengan
keberadaan institusi perbenihan yang salah satunya adalah Penangkar
Benih yang sampai saat ini penumbuhannya belum optimal.

c. See Processing
Guna melindungi para konsumen benih, dalam hal ini petani,
maka benih melon yang beredar hams memenuhi standar minimal yang
telah ditetapkan. Sebelum disalurkan, untuk mengetahui mutu benih
tersebut, terlebih dahulu harus diuji di laboratorium. Dengan demikian,
laboratorium uji merupakan instalasi yang mempunyai andil cukup
penting dalam menentukan mutu benih melon.
Sehubungan dengan hal tersebut, mulai dari peralatan sampai
sumber daya manusianya dalam, hal ini analis, hendaknya harus benar-
benar dipersiapkan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Hal
ini perlu memperhatikan sarana dan prasarana yang lengkap serta
terkalibrasi dengan baik, oleh karena peralatan yang tidak memadai, akan
menyebabkan hasil uji yang tidak sempuma. Demikian juga sumber daya
yang tidak memenuhi kualifikasi tertentu akan dapat memengaruhi hasil
ujinya (Copeland and McDonald, 2001).

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


d. Pasar don Pemasaran Benih
Dalam upaya tetap terjaminnya mutu benih melon yang beredar
di pasaran sampai ke tangan petani atau konsumen pengguna benih
melon, maka kegiatan pengawasan mutu tidak hanya berhenti sampai
pada pengadaan benih dan pelabelan saja, tetapi mutu benih tetap diawasi
sampai peredarannya di pasaran. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
kemungkinan terjadinya pemalsuan dan masih diperdagangkannya benih
yang sudah kadaluwarsa atau menjelang a tau habis masa berlakunya label.
Apabila pengawas benih menemukan benih yang labelnya sudah
kedaluwarsa maka harus segera menghentikan penjualan/peredarannya.
Perlu dilakukan kegiatan pengecekan mutu benih melon atau pengawasan
terhadap benih-benih yang beredar di pasaran dengan tujuan menjaga
agar benih melon yang diperdagangkan selalu memenuhi standar mutu
dan ketentuan lain yang berlaku. Pengecekan mutu benih terutama
dilakukan pada kelompok benih yang mutunya diragukan.
Sehubungan dengan hal tersebut, untuk meningkatkan pengawasan
terhadap peredaran benih serta untuk mendapatkan data-data yang
lebih akurat perlu adanya bimbingan terhadap para pengawas benih di
daerah serta optimalisasi dan keseriusan para pengawas benih dalam
kegiatan pengawasan mutu benih melon yang beredar di pasaran.

2. Prinsip Tepat Jumlah


Penyediaan benih melon yang bermutu harus mengikuti prinsip
tepat jumlah. Maksudnya adalah ketersediaan benih haruslah sesuai
dengan luas tanam yang ada. Adanya ketidakseimbangan antara stok
dan kebutuhan, umumnya dapat memicu maraknya peredaran benih
palsu atau benih kualitas rendah. Benih seperti ini sangat merugikan
petani dan menghilangkan kepercayaan petani terhadap benih bermutu
(Anonim 5, 2011).

3. Prinsip Tepat Mutu


Benih melon yang bermutu tentunya mempunyai kelebihan
dibandingkan benih asalan. Keterangan mutu dicantumkan pada label
yang tertera pada kemasan benih. Artinya, jika lingkungan mendukung

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


maka potensi produksinya menyamai seperti tertera pada labelnya.
Prinsip tepat mutu juga dijadikan pedoman untuk menentukan jumlah
benih melon yang diperlukan dalam luasan areal pertanaman (Anonim5,
2011).

4. Prinsip Tepat Waktu


Prinsip tepat waktu adalah benih tersedia pada saat musim tanam
tiba. Stok benih melon yang banyak tidak berarti bila saat dibutuhkan
ketersediaan tidak ada. Hal-hal semacam ini dapat disebabkan transportasi
yang terhambat (Anonim5, 2011 ). Adapun value chain marketing (subsistem
perbenihan) meliputi:

o. Pengembongon don Peleposon Kultivor


Yaitu, suatu usaha agar kultivar yang diproduksi memiliki sifat sama
seperti pada saat kultivar ini diciptakan oleh pemulia tanaman melon.
Perubahan sifat genetik memengaruhi kepekaan benih melon terhadap
hama penyakit dan ekologis, respons terhadap pemupukan, sehingga
memengaruhi kualitas dan hasil panen buah melon.

b. Produksi don Sertifikosi Benih


Yaitu, sama dengan produksi benih, tetapi harus memenuhi
persyaratan yang ditentukan BPSB yang telah memberi persyaratan untuk
kelas benih tertentu (Wirawan dan Wahyuni, 2002).

c. Pengolohon don Penyimponon Benih


Pertama, pengolahan. Proses pengolahan benih tidak sama dengan
proses pengolahan biji. Setelah proses berlangsung, benih harus tetap
"hidup" dan memenuhi persyaratan yang ditentukan BPSB (misal: batas
maksimal k.a, persentase viabilitas, kemurnian benih, kesehatan benih)
(Justice dan Bass, 1990).
Kedua, penyimpanan. Penyimpanan dilakukan untuk benih melon
yang tidak langsung dipakai (karena kelebihan memang harus disimpan
dulu sebelum ditanam). Untuk menghambat deteriorasi (kemunduran),

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


hams disimpan dengan metode tertentu agar benih melon tidak
mengalami kerusakan/penurunan mutu (Justice dan Bass, 1990).

d. Pasar don Pemasaran


Jalur produsen benih melon ke konsumen (petani) harus diatur
sedemikian rupa sehingga sampai ke petani tepat waktu dan kondisi tetap
prima (sesuai saat selesai proses). Dalam upaya menjamin ketersediaan
benih melon bermutu dari kultivar unggul serta meningkatkan
penggunaannya oleh petani, maka program pengembangan perbenihan
dari hulu sampai hilir harus lebih terarah, terpadu, dan berkesinambungan.
Hal ini penting artinya, mengingat sistem produksi benih melon yang
melibatkan berbagai institusi. Dalam hal ini, pelaksanaan program
pengembangan perbenihan perlu mempertimbangkan potensi,
permasalahan, dan kendala yang dihadapi serta sumber daya yang
mendukung (Sadjad, 1997).
Secara umum, rangkaian kegiatan dalam pengembangan perbenihan
meliputi optimalisasi dukungan penelitian dalam produksi dan distribusi
benih sumber dan benih sebar, pengendalian mutu melalui sertifikasi
benih, dan optimalisasi fungsi kelembagaan perbenihan (Sadjad, 1997).
Menurut Sadjad (1997), beberapa saran yang dapat dilakukan oleh
para industri perbenihan di Indonesia agar dapat memenuhi prinsip
tepat waktu, baik dalam produksi maupun pemasarannya sehingga dapat
diterima oleh konsumen, di antaranya sebagai berikut:
Pertama, diperlukan tenaga terampil dan berpengalaman. Hal ini
dikarenakan pekerjaan pengadaan benih bergenetik unggul merupakan
pekerjaan yang bersifat spesifik dan teknologinya memerlukan tenaga
terampil dan berpengalaman di bidangnya, mengingat waktu yang
dibutuhkan untuk riset cukup lama jangka waktunya.
Kedua, pada proses produksi benih, khususnya jenis tanaman hutan
dan jenis tanaman endemik tertentu memerlukan kualifikasi pengalaman
dan kemampuan teknis penyediaan benih tertentu. Ketiga, proses produksi
benih sangat ditentukan oleh musim, di mana pada saat musim tanam
yang jatuh pada musim hujan, benih sudah harus tersedia dan siap salur.
Apabila produksi benih tidak tepat waktu maka keberhasilan tanaman
akan berkurang.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Keempat, pada saat akan dilakukan sertifikasi yang dilakukan dengan
segera agar kondisi benih tidak cepat rusak. Kelima, diperlukan jalur yang
pasti dalam pendistribusian benih kepada petani, yakni harus diatur
sedemikian rupa sehingga sampai ke petani tepat waktu dan kondisi tetap
prima (sesuai saat selesai proses).
Demikian beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh para
industri perbenihan di Indoneia. Selain itu, dalam hal ini tidak luput juga
dari campur tangan pemerintah sebagai penentu kebijakan. Oleh karena
itu, diperlukan juga koordinasi dari pemerintah kepada para industri
perbenihan di Indonesia (Sadjad, 1997).
Dengan demikian, untuk menjamin ketersediaan benih melon
yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi dan tepat waktu,
serta harga yang terjangkau oleh masyarakat luas, maka pengelolaan
terhadap sumber-sumber benih yang telah ada perlu dilakukan secara
terus-menerus. Usaha dilakukan agar dapat berdaya guna dan berhasil
guna, serta diperlukan adanya dukungan-dukungan baik bagi industri
perbenihan itu sendiri maupun para petani.

S. Prinsip Tepat Lokasi


Prinsip tepat lokasi adalah ketersediaan benih pada areal-areal
pertanaman. Semakin luas areal pertanaman, sepatutnya ketersediaan
benih juga cukup (Anonim5, 2011).

6. Prinsip Tepat Harga


Benih sebagai sarana produksi yang membawa sifat-sifat kultivar
tanaman, berperan penting dalam menentukan tingkat hasil yang akan
diperoleh. Benih melon kultivar unggul umumnya dirakit untuk memiliki
sifat-sifat yang menguntungkan, antara lain daya hasil tinggi, tahan
terhadap hama penyakit, umur panen yang singkat, serta mutu dan
produksi hasil panen yang sesuai dengan keinginan konsumen.
Salah satu kendala penggunaan benih melon bermutu di kalangan
petani melon (terutama petani kecil) adalah harga yang tidak terjangkau.
Masalah harga benih melon bermutu bersertifikat yang diproduksi oleh
industri perbenihan modern, harganya lebih mahal daripada benih lokal

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


dan benih yang tidak bersertifikat. Kita ketahui bahwa untuk memperoleh
benih yang berkualitas unggul/bermutu hams melalui proses yang
bertahap dan tidak mudah untuk direalisasikan.
Tahapan dalam memperoleh benih unggul selain memakan
waktu yang cukup lama juga memerlukan biaya yang besar, mulai dari
pengembangan kultivar, pengujian lapangan, pengujian laboratorium,
hingga sertifikasi benih. Itulah sebabnya, benih yang berkualitas unggul
dan bersertifikat mempunyai nilai jual/harga lebih mahal dibandingkan
harga benih lokal yang kurang bermutu atau tidak bersertifikat (Wirawan
dan Wahyuni, 2002).
Selain itu, tentu tidak dapat disamakan antara harga benih jagung
yang akan digunakan sebagai benih dengan jagung yang digunakan
sebagai pangan atau pakan. Prinsip tepat harga ini dapat terganggu jika
stok/ketersediaan yang kurang atau penyediaan yang tidak tepat waktu.
Kondisi ini menyebabkan petani tidak dapat membeli benih bermutu,
sehingga target penggunaan benih bermutu tidak tercapai dan akhirnya
berdampak pada produksi dan produktivitas. Sebagian besar petani
di Indonesia masih kecil/gurem, yang luas tanah dan permodalannya
kecil, skala produksi dan skala ekonomi yang juga kecil. Jadi, bagaimana
para petani ini dapat menggunakan benih bermutu yang bersertifikat,
mengingat benih merupakan salah satu faktor produksi dalam usaha tani
(Wirawan dan Wahyuni, 2002)?

C. INDUSTRI PERBENIHAN DI INDONESIA


Sektor industri sebagaimana yang dimaksud dalam APBN adalah
usaha industri yang berciri ekonomi masyarakat sebagai penggerak
ekonomi melalui pemerataan pembangunan, menetapkan program
penghapusan kemiskinan serta memperluas kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha. Dengan demikian, usaha pengembangan sektor
agroindustri dapat mempercepat pengentasan kemiskinan yang dirasakan
masyarakat Indonesia saat ini (Sadjad, 1997).
Dampak langsung dari pengembangan agroindustri adalah
kebutuhan benih yang sangat tinggi dan secara konvensional kebutuhan
tersebut sulit dipenuhi secara cepat. Di negara maju, aplikasi teknologi

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


baru seperti penggunaan benih sintetik telah dirasakan manfaatnya.
Industri benih merupakan syarat penting bagi pertanian yang
berorentasi pasar. Industri merupakan tahap akhir perkembangan
perbenihan dan termasuk dalam kelompok agribisnis. Menurut Sadjad
(1997), disebut industri karena prosesnya berawal dari produk yang belum
siap pakai dan berakhir menjadi produk siap pakai, berupa benih suatu
kultivar tanaman.
Industri perbenihan dan perbenihan swasta nasional adalah seluruh
kegiatan dalam menghasilkan benih unggul baru berproduktivitas
dan berkualitas tinggi dengan daya saing tinggi, memperbanyaknya,
mengedarkannya, dan memasarkannya. Semua kegiatan ini dilakukan
baik dalam satu kelembagaan usaha ataupun bagiannya, seperti
penangkar benih dan lain-lain, yang memanfaatkan potensi sumber daya
hayati nasional secara bijak dan lestari. Membangun industri perbenihan
dan perbenihan swasta nasional merupakan upaya mendasar dalam
pembangunan sektor pertanian keseluruhan. Sebab, benih kultivar unggul
bermutu merupakan penentu batas atas produktivitas dan kualitas produk
suatu usaha tani, baik usaha tani besar maupun kecil. Membangun
industri perbenihan dan perbenihan swasta nasional merupakan landasan
yang baik bagi proses produksi dan industri pangan serta industri lainnya
yang berbasis produk pertanian (Sadjad, 1997).

1. Pengelompokan lndustri Benih


Industri benih dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu berdasarkan
teknologi yang digunakan dan berdasarkan dasar usahanya.

a. Berdasarkan Teknologi yang Digunakan


Berdasarkan teknologi yang digunakan, industri benih dapat dibagi
lagi menjadi lima tingkat, yaitu:
1) Industri benih tingkat satu. Teknologi yang digunakan
sederhana; pembersihan benih hanya menggunakan tampah.
2) Industri benih tingkat dua. Industri menggunakan mesin pembersih
seperti air screen diner.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


3) Industri benih tingkat tiga. Industri ini melaksanakan pemilahan benih
yang sudah bersih. Setelah dibersihkan, benih dipilah berdasarkan
besar, panjang, lebar, tebal, atau berat butiran. Industri benih ini
menghasilkan benih yang prima.
4) Industri benih tingkat empat. Selain produksinya seperti industri
tingkat tiga, industri ini selalu berhubungan dengan kegiatan lembaga
penelitian dan pengembangan.
5) Industri benih tingkat lima. Industri ini memiliki kemampuan
untuk memproduksi benih hasil litbang sendiri. Kegiatan penelitian
dan pengembangan di sini,selain memproduksi hibrida yang selalu
diperbaharui, juga melakukan penelitian dan pengembangan
bioteknologi. Industri benih tingkat lima menerapkan teknologi sangat
canggih dan memiliki kemampuan dalam mengusahakan rekayasa
genetik sehingga benih yang dihasilkan memiliki keunggulan yang
sangat spesifik. Industri benih tingkat lima tidak memerlukan lembaga
sertifikasi eksternal karena program sertifikasinya diakreditasi
sehingga kebenaran informasi mutunya tepercaya (Sadjad 1997).

b. Berdasarkan Dasar Usaha


Berdasarkan dasar usahanya, industri benih dapat dibagi menjadi
3, yaitu:
1) Usaha perbenihan kecil (UPK), yaitu usaha benih yang dikelola
oleh rakyat, relatif kecil, serta pemasarannya terbatas pada daerah
setempat. Kelompok ini mungkin dapat disamakan dengan industri
benih tingkat satu.
2) Usaha perbenihan besar (UPB), yaitu usaha benih yang dilakukan
oleh perusahaan atau koperasi dengan skala yang relatif besar dan
jangkauan pemasaran lebih luas (Direktorat bina perbenihan, 1998).
3) Usaha perbenihan "ortodoks". Kelompok ini biasa digolongkan pada
industri benih tingkat IV, seperti untuk benih kapas, rosella, kenap,
yute, linum, wijen, bunga matahari, jarak, ketumbar, jinten, adas, dan
jambu mete asal teknologinya disesuaikan.

UPK dan UPB biasanya dilakukan oleh lembaga penelitian,


sedangkan untuk usaha ketiga biasa dilakukan oleh pengusaha, baik

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


pemerintah maupun swasta. Industri perbenihan dan perbenihan nasional
merupakan salah satu industri hulu di sektor pertanian praproduksi, yang
sangat menentukan keberhasilan sektor pertanian secara keseluruhan,
termasuk industri pascapanen, seperti industri pangan dan lain-lain.
Yang dimaksud dengan industri perbenihan dan perbenihan nasional
adalah seluruh kegiatan dalam menghasilkan benih/benih unggul baru
berproduktivitas dan berkualitas tinggi dengan daya saing tinggi,
memperbanyaknya, mengedarkannya, dan memasarkannya, baik dalam
satu kelembagaan usaha ataupun bagiannya, seperti penangkar benih
dan lain-lain, yang memanfaatkan potensi sumber daya hayati nasional
secara bijak dan lestari.
Membangun industri perbenihan dan perbenihan nasional
merupakan upaya mendasar dalam pembangunan sektor pertanian
keseluruhan. Sebab, benih dan benih kultivar unggul bermutu merupakan
penentu batas atas produktivitas dan kualitas produk suatu usaha tani,
baik usaha tani besar maupun kecil. Membangun industri perbenihan
dan perbenihan nasional merupakan landasan yang baik bagi proses
produksi dan industri pangan serta industri lainnya yang berbasis produk
pertanian.
Produk industri perbenihan dan perbenihan yang unggul
dan berkualitas tinggi serta murah akan menjamin keuntungan dan
memperkecil risiko bagi petani produsen, baik usaha tani kecil ataupun
besar (komoditi pangan dan komoditi lainnya). Bagi petani tanaman
pangan, penggunaan benih/benih unggul yang spesifik wilayah dari
produk industri benih, akan memberikan jaminan keuntungan bagi
usaha taninya. Dengan demikian, upaya tersebut dapat meningkatkan
taraf hid up dan kesejahteraan para petani serta membantu mengentaskan
kemiskinan di desa-desa.
Namun demikian, khusus untuk komoditi tanaman, sekalipun UU
No. 29 Th. 2000 tentang PVT telah diundangkan 7 (tujuh) tahun yang lalu
dan Kantor Pusat Perlindungan Kultivar Tanaman telah bertugas selama
kurang lebih 4 tahun terakhir, kenyataan menunjukkan jumlah kultivar
unggul yang diusulkan untuk dilindungi di Kantor Pusat PVT relatif
sedikit, sekalipun dalam tahun yang sedang berjalan ini menunjukkan
peningkatan. Sebagian besar kultivar yang akan dilindungi tersebut

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


berasal dari industri benih multinasional. Industri perbenihan nasional
tampaknya belum bangkit seperti yang diharapkan. Demikian juga
kultivar melon unggul produk kelembagaan penelitian milik pemerintah
yang masih sedikit untuk diajukan agar dilindungi (Sadjad, 1997).
Kondisi tersebut tidak menguntungkan bagi pembangunan
pertanian, khususnya para petani produsen melon, serta menghambat
upaya pengentasan kemiskinan di kalangan petani produsen usaha tani
kecil. Oleh karena itu, pembangunan dan pengembangan usaha industri
perbenihan dan perbenihan swasta nasional tingkat menengah dan
kecil perlu dipacu. Sementara itu, impor benih cenderung meningkat
dan industri benih multinasional berupaya mendominasi pasar benih
dalam negeri. Belum bangkitnya industri perbenihan dan perbenihan
swasta nasional perlu dicari kendalanya. Demikian juga penyebab masih
sedikitnya produk pemuliaan lembaga penelitian pemerintah yang
didaftarkan untuk dilindungi.

2. Permasalahan Pelaku lndustri Perbenihan Melon


Permasalahan pelaku industri perbenihan melon dapat digolongkan
menjadi 4 kategori yaitu sebagai berikut:

a. Umum
Terdapat kerancuan persepsi mengenai sertifikat benih, OECD
Scheme, dan ISTA Rules yang menghambat perkembangan industri benih.
Beberapa prinsip sertifikat benih tidak diterapkan dan reproducibility hasil
ujilaboratorium belum mendapatkan perhatian yang memadai. Tidak
terdapat pemilihan antara mekanisme produksi benih komersial dengan
produksi benih untuk rescue programs (misal antisipasi kekeringan atau
penanggulangan eksplosi hama). Akibatnya, penerapan sertifikat benih
belum mampu memberikan jaminan mutu sebagaimana mestinya. Hal
tersebut dikarenakan beberapa hal berikut:
1) Belum terdapat kebijakan yang jelas mengenai pemilihan peranan
antara sektor swasta dengan pemerintah dengan perbenihan.
Pemerintah bersaing dengan swasta dalam produksi dan distribusi

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


benih komersial. Padahal, partisipasi swasta juga ingin ditingkatkan.
Inisiasi upaya perbaikan dari kelemahan ini pun mulai tampak.
2) lmplementasi kebijakan pembangunan pertanian masih sangat
terfokus pada peningkatan kualitas produk. Komitmen terhadap
kebijakan yang terkait dengan peningkatan mutu produk pertanian
baru mulai tampak jelas dalam beberapa tahun terakhir.
3) Perlindungan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) masih
lemah, sehingga perlindungan kultivar tanaman belum efektif.
Akibatnya, partisipasi swasta dalam penelitian (pemuliaan) dan dalam
industri benih sangat terbatas.
4) Beberapa peraturan perundangan terlalu ketat dan tidak practicable,
bahkan terkadang kontradiktif. Sebagai contoh, dalam Undang-
U ndang no.12/1992, semua benih bina (kultivar unggul) yang
diperdagangkan harus disertifikasi tanpa memperhatikan skala,
komersialisasinya; sertifikat benih (berdasarkan OECD Scheme)
merupakan satu-satunya mekanisme pengawasan mutu dalam
produksi dan distribusi benih. Padahal, telah terbit PP No. 15/1991,
Keppres 12/1992, SK Mentan 303/1994 tentang standardisasi yang
membuka peluang penerapan manajemen mutu.

b. R & D: Plasma Nutfah dan Pelepasan Kultivar


Perlindungan dan pengelolaan (terutama karakterisasi, dokumentasi,
dan konservasi) plasma nutfah masih lemah. Itulah sebabnya, ketersediaan
plasma nutfah untuk pemuliaan menjadi lebih terbatas.
Pengembangan kultivar oleh lembaga penelitian milik pemerintah
belum banyak berorientasi pasar, sehingga volume permintaan benih dari
banyak kultivar tidak feasible secara komersial karena kultivarnya kurang
sesuai dengan preferensi pasar. DUS (distinctness, uniformity, stability) test
belum diterapkan dalam evaluasi kultivar. Padahal, tanpa DUS, kultivar
akan sulit diidentifikasi secara objektif sehingga akan menimbulkan
masalah dalam sertifikat benih melon dan dalam perlindungan kultivar
tanaman (Sedgley and Griffin, 1989).
Penyusunan dan revisi berkala terhadap daftar kultivar komersial
atau kultivar yang layak untuk diperdagangkan belum dilaksanakan
secara efektif. Sertifikasi benih melon diterapkan terhadap semua kultivar

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


(komersial dan non-komersial) tanpa memperhatikan kelayakannya,
sehingga menimbulkan inefisiensi (Sedgley and Griffin, 1989).
Kegiatan produksi dan penyimpanan BS (breeder seed) dari kultivar
yang telah dilepas sangat lemah dan fasilitas sangat tidak memadai
sehingga kontinuitas ketersediaan BS bagi produsen benih tidak terjamin
(Sedgley and Griffin, 1989).
Mekanisme pengendalian mutu dalam produksi dan distribusi
BS belum mengikuti jalur formal (sertifikasi benih berdasarkan OECD
Scheme, ISTA Rules, atau sistem mutu ISO seri 9000), sehingga belum
mampu menunjukkan jaminan mutu.

c. Produksi don Pemosoron


Benih bersertifikat masih efisiensi produksi rendah. Nisbah antara
volume benih lulus uji lab dengan luas tanaman lulus inspeksi lapangan
sangat rendah dan beragam. Untuk FS, SS, dan ES kedelai di Jawa pada
MK 93 dan MH 93/94 berkisar antara 23-1.500 kg/ha. Sedangkan, untuk
padi MK 97 dan MH 97/98 berkisar antara 1,10-5,82 ton/ha, sehingga
belum memadai untuk menghadapi persaingan sehat dalam bisnis.
Penyebab rendahnya efisiensi adalah produktivitas (seed yield)
rendah, pembatalan kontrak sepihak oleh penangkar karena harga calon
benih tidak menarik. Selain itu, penjualan sebagai calon benih untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah (khusus kasus di BBi, BBU) dan
pengendalian mutu tidak efektif (tingkat ketidaklulusan menjadi tinggi).
Pada tahun 2000, total produksi benih padi (ES) diperkirakan
mencapai 38% dari kebutuhan (lebih dari 90.000 ton/tahun). Dan, hanya
sekitar 8 kultivar yang penyerapan pasamya (annual seed sale) lebih dari
1.800 ton/tahun (PT,SHS, 1999).

d. Pengowoson don Pengendolion Mutu


Beberapa prinsip dari sertifikasi berdasarkan OECD Scheme, seperti
evaluasi kelayakan kultivar untuk sertifikasi, penentuan kelas benih,
verifikasi kultivar dalam produksi benih melon (BS, FS, SS, dan ES), dan
sealing belum diterapkan secara lugas.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Beberapa prinsip dalam pengujian mutu benih melon berdasarkan
ISTA Rules, seperti standarisasi metode (validitas, reproducibility), sealing,
standarisasi alat, laboratorium acuan yang terakreditasi, dan efisiensi
pengujian belum mendapatkan perhatian yang memadai.
Penerapan sertifikasi benih tanpa memperhatikan feasibility-nya,
dan tanpa dikaitkan dengan kaidah-kaidah komersialisasi. Efisiensi
pengendalian mutu internal masih rendah seperti terlihat dalam tingkat
kelulusan inspeksi lapangan dan kelulusan uji lab yang rendah. Untuk
benih padi (kelas ES), kelulusan inspeksi lapangan berkisar antara 78-86%
dan kelulusan uji lab antara 73-99%.
Penerapan sistem standardisasi nasional dalam produksi benih, misal
sertifikasi sistem mutu berdasarkan ISO seri 9000, belum diterapkan secara
lugas. Sebagai contoh, LSM dan lab. uji belum diakreditasi, kompetensi
personel dan mutu produk belum teruji, sehingga jaminan mutu belum
dapat diharapkan.

3. Solusi Permasalahan lndustri Perbenihan Melon


Motivasi dan sosialisasi kepada tenaga-tenaga senior untuk bergerak
di bidang industri perbenihan swasta nasional perlu dilakukan secara
intensif. Selain itu, perlu juga investasi permodalan yang besar untuk
menumbuhkan industri perbenihan atau perbenihan melon nasional
tingkat menengah dan kecil. Perlu dikembangkan pula participatory plant
breeding untuk menunjang pengembangan industri perbenihan atau
perbenihan melon oleh perguruan tinggi dan kelembagaan penelitian
milik negara yang memiliki tenaga-tenaga senior pemuliaan.
Selain hal-hal yang diuraikan tadi, perlu pula ditekankan bahwa
sejalan dengan pengembangan industri perbenihan atau perbenihan
swasta nasional, industri tersebut lebih didorong menghasilkan kultivar
melon yang sesuai dengan daya dukung wilayah spesifik (Interaksi
Genotipe x Lingkungan atau G x E harus diperhatikan). Kultivar melon
unggul spesifik wilayah akan memiliki daya saing yang tinggi di pasar
dalam negeri dibanding benih melon impor dan akan lebih terjangkau
oleh para petani produsen. Satu hal yang perlu dicermati secara saksama
adalah mengenai keanggotaan Negara Republik Indonesia dalam
organisasi dunia UPOV.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Banyak keuntungan yang bisa diraih dari keanggotaan UPOV dan
juga kerugian yang perlu diwaspadai bila Indonesia menjadi anggota
UPOV. Sejak awal penyusunan RUU PVT, telah digariskan agar undang-
undang yang tersusun in conformity dengan perundangan UPOV, namun
tetap mendahulukan kepentingan negara dan bangsa. Salah satu pasal
dalam UU No. 29 Th. 2000 tentang PVT, yaitu Pasal 7 dengan seluruh
ayat-ayatnya, menyebutkan bahwa kultivar lokal milik masyarakat sebagai
milik negara dan dilindungi. Namun, peraturan UPOV tidak menghendaki
adanya pasal tersebut. Keanggotaan Indonesia dalam organisasi UPOV
sebaiknya menunggu sampai produk industri perbenihan atau perbenihan
melon swasta nasional mampu bersaing di pasar, terutama di pasar dalam
negeri. Untuk sampai ke titik tersebut, perlu dilakukan pengkajian aspek
sosial, ekonomi, dan peraturan perundangan yang sesuai. Perlu waktu
untuk sampai ke sana dan hams dikaji secara saksama.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


MENANAM MELON

A. ASPEK AGRIKLIMAT DAN GENETIK


Potensi Indonesia untuk menjadikan melon sebagai produk unggulan
tidak mustahil untuk dicapai. Indonesia yang memiliki iklim tropis sangat
cocok untuk budidaya melon, karena tanaman ini memerlukan beberapa
syarat tumbuh. Berikut ini beberapa syarat tumbuh bagi tanaman melon.

1. Suhu
Suhu memengaruhi pertumbuhan dan reproduksi tanaman.
Perubahan suhu dari dingin atau panas berpengaruh besar terhadap
kemampuan fotosintesis, translokasi, respirasi, dan transpirasi. Jika suhu
terlalu rendah atau tinggi, pertumbuhan menjadi lambat atau terhenti
sama sekali.
Tanaman yang tumbuh pada lingkungan tropik mendapatkan jumlah
penyinaran tinggi hampir sepanjang hari sehingga menyebabkan suhu
daun, perbedaan suhu internal tanaman, dan perbedaan antara suhu
udara dan suhu daun meningkat. Perbedaan antara suhu udara dan
daun mempunyai pengaruh besar terhadap transpirasi dan timbulnya
kekurangan air. Sedangkan, suhu daun yang tinggi akan merusak proses-
proses metabolisme sehingga berakibat pada kematian.
Jumlah penyinaran yang diserap oleh daun dapat menjadi penentu
bagi kegiatan metabolisme, bahkan kemampuan pertumbuhan tanaman
itu sendiri. Suhu udara di daerah tropis, terutama dipengaruhi oleh
penyinaran matahari sehingga mempunyai dua dampak, yaitu perubahan
suhu udara harian lebih besar daripada perubahan suhu udara tahunan
dan suhu udara penyinaran matahari cenderung seragam untuk daerah

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


yang luas. Sementara itu, ketinggian tempat memengaruhi perubahan
keseragaman panas. Suhu udara di dataran rendah daerah tropis pada
umumnya 25-30°C dengan kisaran harian 10°C (Wirahma, 2008).
Rata-rata suhu untuk tanaman melon yang dikehendaki berkisar
antara 25-30°C, sedangkan suhu optimal untuk pembungaan adalah 25°C.
Suhu optimal untuk perkecambahan benih melon pada kisaran suhu 28-
300C. Tanaman melon tidak dapat tumbuh dan berproduksi optimal bila
suhunya kurang dari 18°C. Suhu optimal untuk pertumbuhan vegetatif
adalah 20-25°C pada siang hari dan 18°C pada malam hari. Sementara
itu, benih melon idealnya disimpan dalam suhu 16°C. Benih melon yang
disimpan dalam suhu tersebut akan bertahan lebih lama dan kualitasnya
dapat tetap terjaga (Umboh, 1997).
Rasa melon yang manis akan tercapai apabila selisih antara suhu
siang dan malam hari (amplitudo harian) di lokasi penanaman tinggi (>600
m). Suhu yang tinggi pada siang hari akan meningkatkan laju fotosintesis,
sedangkan suhu malam hari yang rendah akan menurunkan laju respirasi
sehingga cadangan yang disimpan dalam buah tetap tinggi. Timbunan
cadangan ini akan diubah menjadi zat gula sehingga melon menjadi lebih
manis dan ukuran buahnya menjadi lebih besar (Maryanto, 2011 ).

2. Air dan Unsur Hara


Air merupakan komponen utama yang menyusun 60-90% dari berat
daun pada tumbuhan. Kandungan air pada setiap tanaman berbeda,
tergantung pada habitat dan jenis spesies tanaman tersebut. Pada tanaman
herba, terkandung lebih banyak air daripada tanaman perdu. Tanaman
yang berdaun tebal mempunyai kadar air antara 85-90%, tanaman hidrofit
85-98%, dan tanaman mesofil mempunyai kadar air antara 100-300%.
Kuantitas air yang dibutuhkan tanaman berbeda-beda sesuai dengan
jenis dan lingkungan tempat tanaman itu hidup. Pada tanaman, air
berfungsi sebagai media reaksi enzimatis, berperan dalam fotosintesis,
serta menjaga turgiditas sel dan kelembapan tanaman.
Kandungan air dalam tanah juga memengaruhi kelarutan unsur
hara dan menjaga suhu tanah. Unsur hara merupakan salah satu penentu
pertumbuhan suatu tanaman. Unsur hara terbagi menjadi dua, yaitu
unsur esensial dan non-esensial. Unsur esensial merupakan unsur yang

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


sangat dibutuhkan oleh tanaman, unsur yang tidak dapat digantikan oleh
unsur lain dan merupakan unsur yang harus ada untuk pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Tanpa adanya unsur esensial, proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak akan berlangsung
dengan baik, Sedangkan, unsur non-esensial merupakan unsur yang
dibutuhkan oleh tanaman, namun apabila unsur tersebut tidak tersedia,
tidak menyebabkan terganggu proses pertumbuhan dan perkembangan
tanaman tersebut.
Unsur dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur makro dan mikro.
Unsur makro di antaranya C, H, N, 0, S, P, K, Mg, dan Ca. Sedangkan,
unsur mikro di antaranya Fe, Mn, Zn, B, Cl, Cu, dan Mo (Wirahma, 2008).

3. Ketinggian Tempat
Di Indonesia, melon dapat tumbuh baik di lahan dengan ketinggian
antara 300-1.000 m dpl. Tanaman melon masih dapat berproduksi dengan
baik pada ketinggian 0-100 m dpl. Sedangkan, pada ketinggian lebih dari
900 m dpl, tanaman melon tidak dapat berproduksi secara optimal.
Melon yang ditanam di dataran menengah mempunyai umur panen
yang lebih panjang daripada melon yang ditanam di dataran rendah.
Namun, melon yang ditanam di dataran menengah mempunyai tekstur
buah yang lebih bagus dan rasa buah yang lebih manis dibandingkan
melon yang ditanam di dataran rendah. Melon yang ditanam di dataran
menengah mempunyai daging buah yang tebal dengan sedikit rongga,
meskipun ukuran buahnya tidak sebesar melon yang ditanam di dataran
rendah. Sebaliknya, melon yang ditanam di dataran rendah berukuran
besar, tetapi bila dibelah rongga buah cukup besar dengan daging lebih
tipis dan tingkat kemanisan lebih rendah dibandingkan melon yang
ditanam di dataran menengah (Astuti, 2008).

4. Curah Hujan
Curah hujan yang diperlukan untuk tanaman melon adalah 2.000-
3.000 mm/tahun. Curah hujan yang tinggi dapat merusak tanaman secara
langsung dan dapat menjadikan kondisi lingkungan yang menguntungkan
bagi perkembangan patogen. Selain itu, curah hujan yang terus-menerus

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


pada saat tanaman melon menjelang panen akan mengurangi kadar gula
dalam buah, sehingga melon yang semula rasanya manis akan kehilangan
rasa manisnya (Wirahma, 2008).

S. lntensitas Cahaya
Intensitas cahaya yang terbaik untuk tanaman melon adalah daerah
dengan ketinggian maksimal 300 m dpl. Itulah sebabnya, tanaman
hortikultura lebih cocok ditanam di daerah pegunungan, terrnasuk melon.
Tanaman melon membutuhkan penyinaran selama kurang lebih 10 jam
dalam satu hari. Jika persyaratan ini terpenuhi maka buah yang dihasilkan
akan utuh dan rasanya sempuma. Oleh karena itu, daerah dataran tinggi
yang cenderung banyak awan biasanya akan menghasilkan buah melon
yang mempunyai kualitas kurang baik (Wirahma, 2008).
Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Daun dan
batang tanaman yang tumbuh ditempat gelap akan tampak kuning pucat.
Tumbuhan yang kekurangan cahaya menyebabkan batang tumbuh lebih
panjang, lembek dan kurus, serta daun timbul tidak normal. Besamya
cahaya yang tertangkap pada proses fotosintesis menunjukkan biomassa,
sedangkan besarnya bobot kering mencerminkan biomassa dalam
jaringan. Peningkatan intensitas cahaya dapat menyebabkan bobot kering
tajuk menurun. Dengan meningkatnya intensitas cahaya, suhu lingkungan
tanaman akan meningkat. Akibatnya, respirasi tanaman meningkat
sehingga hasil fotosintesis bersih (biomassa) dalam jaringan tanaman
kecil (Widiastuti dkk., 2004).
Lama penyinaran dan besamya intensitas cahaya sangat berperan
dalam proses fotosintesis. Pada periode pemasakan buah, sinar matahari
akan memengaruhi kandungan gula buah melon. Semakin rendah
intensitas cahaya, tingkat kemanisan buah melon cenderung berkurang.
Di samping itu, sinar matahari dapat mengurangi penyebaran patogen
yang umumnya muncul pada saat kelembapan tinggi.
Apabila tanaman melon pada awal pertumbuhan kurang
mendapatkan sinar matahari maka batangnya akan tumbuh memanjang,
lunak, mudah roboh, dan buah yang terbentuk sering rontok. Apabila
tanaman melon kekurangan sinar matahari pada saat berbuah maka
buahnya kecil dan rasa manisnya akan berkurang (Wirahma, 2008).

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


6. Kelembapan Udara
Tanaman melon membutuhkan kelembapan udara sekitar 70-80%.
Apabila kelembapan udara terlalu tinggi maka dapat mengundang
berbagai macam hama dan penyakit yang akan mengurangi mutu buah.
Bahkan, beberapa penyakit yang bisa mematikan tanaman melon bisa
timbul karena kelembapan yang terlalu tinggi. Kelembapan yang terlalu
tinggi tersebut dapat dikurangi dengan memperlebar jarak tanam.
Apabila kelembapan udara cukup rendah maka akan memacu dan
memperkuat pertumbuhan tanaman, meningkatkan kadar gula, dan
aroma buah akan lebih harum (Sutarya dan Grubben, 1995). Selain itu,
kelembapan udara yang rendah akan mengurangi munculnya sebagian
besar penyakit daun. Penyakit daun tersebut dapat menyebabkan
kerontokan daun dan buah menjadi lebih mudah rusak akibat terbakar
sinar matahari (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

7. pHTanah
Derajat keasaman (pH) tanah yang ideal bagi tanaman melon
adalah 6,0-7,0. Meskipun demikian, tanaman melon masih toleran pada
tanah dengan pH 5,6-7,2. Untuk pertanian intensif, petani yang telah
memiliki alat ukur pH tanah sebaiknya melakukan pengukuran pH tanah
setelah pembuatan bedengan. Pengukuran ini dimaksudkan agar dapat
ditentukan kepastian lahan apakah perlu dikapur atau tidak. Bila pH tanah
berada pada kisaran 5,8-7,2 maka lahan tidak perlu dikapur. Sebaliknya,
bila pH tanah <5,8 maka perlu dilakukan pengapuran. Kapur pertanian
yang sering dianjurkan untuk digunakan adalah Dolomit {CaMg(CO)2}
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Pengapuran bertujuan untuk meningkatkan pH tanah dari tanah
masam (pH < 6) agar mencapai tingkat kemasaman yang netral (pH =
7). Kemasaman tanah yang mendekati netral memudahkan unsur-unsur
hara di dalam tanah untuk diserap oleh tanaman. Selain itu, penyakit-
penyakit yang terbawa tanah akan lebih terkendalikan. Pengapuran
juga bermanfaat untuk menambah hara kalsium yang diperlukan dalam
pembentukan dinding sel tanaman.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman juga dipengaruhi
oleh faktor faktor internal (genetik) yang memengaruhi pertumbuhan
tanaman, yaitu sifat hereditas dan hormon.
Sifat hereditas adalah seluruh informasi yang berkaitan dengan
aktivitas pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang terdapat pada
komponen genetik sel. Komponen utama penyimpan informasi genetik
tersebut yaitu nukleus, namun ada juga yang terdapat pada sitoplasma
dan disebut sebagai materi genetik ekstanuklear. Selain nukleus, beberapa
organel sel pada tumbuhan yang menyimpan informasi genetik antara
lain kloroplas dan mitokondria.
Hormon adalah senyawa kimia yang disintesis di tempat tertentu
pada tanaman, yang selanjutnya ditranslokasikan ke tempat tertentu
secara khusus. Pada konsentrasi rendah, hormon mampu mengatur
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hormon juga dapat memacu
pertumbuhan, tetapi ada juga yang dapat menghambat pertumbuhan.
Hormon-hormon pada tumbuhan adalah auksin, giberilin, etilen,
sitokinin, dan asam absisat.

B. MENDAPATKAN BENIH MELON


Untuk mendapatkan benih melon, perhatikan bagan berikut ini.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


KOLEKSI PLASMA
NUTFAH

KARAKTERISASI

SELEKSI

PERLUASAN KEANEKARAGAMAN GENETIK


• Hibridisasi
• Mutasi
• Fusi Protoplas
• Rekayasa Genetika

SELEKSI SETELAH PERLUASAN


KEANEKARAGAMAN GENETIK

EVALUASI & PENGUJIAN

PELEPASAN KULTIVAR &


PERBANYAKAN

Gambar 4.1. Tahapan yang dilakukan dalam proses pemuliaan tanaman


Sumber: Daryono dan Genesiska, 2010

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Pemuliaan tanaman merupakan upaya memperoleh kultivar unggul.
Dalam proses pemuliaan tanaman, diperlukan strategi yang disusun
secara sistematis yang berisi tahapan proses pemuliaan tanaman melon
agar lebih optimal. Pada Gambar 4.1. disebutkan tentang tahapan dalam
pemuliaan tanaman. Tahapan ini juga dilakukan pada pemuliaan tanaman
melon yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Koleksi
Pada tahap awal, pemulia tanaman mengumpulkan (koleksi)
berbagai kultivar tanaman yang berasal dari kultivar-kultivar tanaman
lokal, kultivar introduksi dan hasil seleksi dari negara lain, kultivar dari
pusat asal (center of origin), serta kultivar baru produk rekayasa genetika
(misalnya mutasi) (Crowder, 1986). Sedangkan, untuk pemuliaan
tanaman melon, dilakukan koleksi benih berbagai kultivar yang berasal
dari beberapa negara, di antaranya India, Jepang, Turki, Taiwan, RRC,
Thailand, Malaysia, dan Indonesia sendiri.
Koleksi benih juga dapat diambil dari kultivar lokal serta introduksi.
Tahap koleksi dilakukan sebagai upaya penyediaan bank plasma nutfah
yang bertujuan sebagai sumber gen donor dalam program pemuliaan
tanaman.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Gambar 4.2. Koleksi berbagai kultivar melon
Sumber: Foto Daryono, 2010

2. Karakterisasi
Karakterisasi merupakan tahapan dalam mengidentifikasi
karakteristik genotipe dan fenotipe dari kultivar tanaman (parental
maupun anakan) yang dikoleksi. Dalam proses karakterisasi, dilakukan
berbagai pendekatan untuk mengidentifikasi beberapa kultivar tanaman,
misalnya menggunakan klasifikasi numerik, kimiawi, atau molekuler
yang bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman genetik tanaman
yang dikoleksi. Dengan berbagai gen yang dapat identifikasi dan dapat
diketahui karakternya, maka dapat diketahui sifat-sifat unggul, asli,
maupun ketahanan tanaman terhadap penyakit sehingga dapat dilakukan
pengembangan dan peningkatan kultivar tanaman yang diinginkan.
Karakterisasi ini dideskripsikan dan dituangkan dalam database untuk
dijadikan data bank plasma nutfah yang akan menunjang tahapan
selanjutnya (Genesiska dkk., 2010).

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Pada tahap karakterisasi ini, ditemukan karakter yang unggul pada
tanaman koleksi. Sebagai contoh, karakter unggul yang dipilih untuk
dilakukan perakitan misalnya betina dengan karakter sifat tahan terhadap
virus KGMMV-YM, daging buah berwama oranye, gembur, kulit buah
tipis, dan rasa kurang manis. Sedangkan, induk jantan memiliki karakter
sifat rentan terhadap virus KGMMV-YM, daging buah berwama hijau
keputihan, namun memiliki keunggulan rasanya yang sangat manis,
kulit buah tebal, berjaring (net) kasar, dan memiliki aroma khas melon
(Alaydrus, 2008) . Keunggulan dan kelemahan dari masing-masing
indukan tersebut kemudian dilakukan perakitan agar nantinya benar-
benar diperoleh kultivar baru dengan sifat unggul.
Dalam karakterisasi perlu diperhatikan mengenai sifat fenotipiknya.
Menurut Crowder (1986), sifat fenotipe adalah kenampakan luar atau
sifat dari suatu individu yang dapat diamati atau dapat diukur. Fenotipe
organisme sangat ditentukan oleh hasil interaksi protein-protein di dalam
sel. Setiap protein tersusun dari sejumlah asam amino dengan urutan
tertentu, dan setiap asam amino pembentukannya dikode oleh urutan
basa nitrogen di dalam molekul DNA. Rangkaian proses ini, mulai dari
DNA hingga terbentuknya asam amino, dikenal sebagai dogma sentral
biologi molekuler (Campbell dkk., 2000).
Fenotipe dapat diketahui berdasarkan sifat kuantitatif dan kualitatif.
Sifat kualitatif adalah sifat yang tampak dan tidak dapat diukur dengan
satuan ukuran tertentu. Sifat kualitatif ragamnya tidak konsisten dan
terdapat kelas-kelas fenotipe yang perbedaannya jelas. Sifat kualitatif
juga dikontrol oleh gen tunggal. Sedangkan, karakter fenotipe kuantitatif
adalah karakter fenotipe yang dapat diukur dengan jelas dan ragamnya
kontinu. Karakter kuantitatif dikontrol oleh beberapa gen (poligen) dan
setiap gennya memberi pengaruh kecil. Poligen merupakan gen yang
masing-masing menunjukkan sedikit pengaruh pada penampakan
fenotipe dari suatu sifat, tetapi dapat melengkapi satu dengan yang lain
untuk menghasilkan perubahan-perubahan kuantitatif yang dapat diamati
(Crowder, 1986).
Karakter kualitatif merupakan karakter yang berkaitan dengan
struktur, di antaranya mengenai bentuk dan susunan, rasa, wama, serta
bau. Karakter kualitatif sering digunakan sebagai dasar utama pembedaan

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


atau pengelompokan dalam taksonomi. Contoh dari karakter kualitatif
antara lain tipe plasentasi, bentuk daun, serta bentuk dan susunan bunga.
Sedangkan, karakter kuantitatif merupakan karakter yang berkaitan
dengan pengukuran atau pembobotan, di antaranya berat, ukuran,
panjang, lebar, dan tinggi. Karakter kuantitatif tidak digunakan sebagai
dasar utama dalam pembedaan atau pengelompokan pada taksonomi.
Contoh dari karakter kuantitatif antara lain berat buah, tingkat kemanisan
buah, panjang dan lebar daun, dan sebagainya (Crowder, 1986). Sifat
kualitatif dan kuantitatif dapat dibedakan seperti tercantum pada Tabel
4.1.
Tabet 4.1. Perbedaan sifat kualitatif dan kuantitatif

No. Kriteria Kualitatif Kuantitatif

1. Sebaran Tegas Konsisten

2. Penilaian Pengamatan visual Pengamatan pengukuran

3. Gen pengendali Satu atau dua Banyak atau poligenik

4. Pengaruh lingkungan Sedikit Mudah terpengaruh

5. Cara pemilihan Secara visual Berdasarkan analisis data

Sumber: Mangoendidjojo, 2010

Dalam pemuliaan tanaman, penilaian secara visual ataupun dengan


pengukuran, semuanya didasarkan pada yang tampak. Perwujudan yang
tampak tersebut disebut sebagai fenotipe yang merupakan penampilan
suatu genotipe tertentu pada suatu lingkungan tertentu tempat tanaman
tersebut tumbuh. Fenotipe sangat tergantung pada faktor genotipe dan
pengaruh lingkungan. Pemyataan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
P=GxE
Keterangan: P adalah fenotipe
G adalah genotipe
E adalah lingkungan
Apabila fenotipe hanya ditentukan oleh genotipe, berarti lingkungan
tidak berpengaruh sama sekali, seratus persen fenotipe dikendalikan oleh
faktor genetik. Sebaliknya, apabila fenotipe lebih banyak ditentukan oleh

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


faktor lingkungannya, dikatakan bahwa peranan faktor genetik tidak besar
(Mangoendidjojo, 2010). Perhatikan Tabel 4.2. berikut ini.
Tabet 4.2. Contoh karakterisasi pada kultivar Gama Melon Parfum

No. Karakter Kultivar Gama Melon Parfum


1 Bentuk Oblate
2 Warna kulit buah saat muda Hijau
3 Warna kulit buah saat tua Oranye kecokelatan
4 Skor net 0 (tidak ada)
5 Pola warna permukaan kulit Membujur seperti batik
6 Garis bujur Ada 6-10

7 Keberadaan lobus Ada

8 Jumlah lobus 6-10

9 Turbin Ada

10 Bentuk turbin 1/8-1/2 lingkaran


11 Bentuk rongga potongan membujur Pear
12 Bentuk rongga potongan melintang Lingkaran
13 Warna daging Putih
14 Tekstur daging Renyah
15 Kandungan air Sedikit
16 Rasa Pahit
17 Aroma Sangat harum
18 Warnabiji Putih
Sumber: Maryanto, 2014

3. Seleksi
Seleksi merupakan pemilihan kultivar tanaman yang nantinya
akan dijadikan parental untuk dilakukan persilangan tanaman. Kultivar
tanaman yang terpilih diambil dari data deskriptif yang dilakukan
berdasarkan tahap koleksi dan karakterisasi dari koleksi plasma nutfah.
Sehingga, parental yang akan disilangkan jelas karena diketahui gen-

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


gen pembawa sifatnya, baik genotipe maupun fenotipe (Daryono dan
Genesiska, 2010).
Metode seleksi penggunaan masing-masing kultivar ditentukan oleh
berbagai hal, seperti model reproduksi (klonal, penyerbukan sendiri,
atau silang), heritabilitas sifat yang menjadi target pemuliaan, serta
ketersediaan biaya dan fasilitas, serta jenis kultivar yang akan dibuat.
Kriteria saat seleksi tanaman diperlukan untuk menghasilkan keturunan
yang baik. Kriteria untuk tanaman yang dapat diperbanyak secara kultur
jaringan merupakan tanaman yang relatif mudah proses seleksinya.
Keturunan pertama hasil persilangan dapat langsung diseleksi. Pilihlah
keturunan yang menunjukkan sifat-sifat terbaik sesuai yang diinginkan
(Genesiska dkk., 2010).
Seleksi galur mumi dapat diterapkan terhadap tanaman dengan
semua model reproduksi. Teknik modifikasi seleksi galur mumi yang
sekarang banyak dipakai adalah tanaman berbiji tunggal (single seed
descent, SSD) karena dapat menghemat tempat dan tenaga kerja. Untuk
tanaman menggunakan penyerbukan silang, seleksi berbasis nilai
pemuliaan (breeding value) dianggap yang paling efektif. Sedangkan,
metode seleksi timbal-balik yang berulang (recurrent reciprocal selection)
adalah program seleksi jangka panjang yang banyak diterapkan
perusahaan-perusahaan besar benih untuk memperbaiki gene pool. Dua
atau lebih gene pool perlu dimiliki dalam suatu program pembuatan
kultivar hibrida (Daryono dan Genesiska, 2010).
Penggunaan penanda genetik sangat membantu dalam mempercepat
proses seleksi. Penanda genetik adalah suatu marka molekuler yang dapat
menggambarkan sifat tertentu sehingga dapat berfungsi pada proses
seleksi tanaman. Pemuliaan konvensional seleksi dilakukan berdasarkan
pengamatan langsung terhadap sifat yang diamati (Gambar 4.3.). Aplikasi
pemuliaan tanaman dengan penanda genetik dilakukan dengan melihat
hubungan antara alel penanda dan sifat yang diamati.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


X
Gambar 4.3. Contoh indukan hasil seleksi secara konvensional
Keterangan: kiri= ~NO3 dan kanan = o'MR5
Sumber: Maryanto, 2013

176bp

Gambar 4.4. Selesi karakter menggunakan penanda genetik untuk gen pengkode
volatil
Sumber: Maryanto, 2014

Pada Gambar 4.4. menunjukkan bahwa penanda genetik untuk


gen pengkode senyawa volatil pada kultivar Gama Melon Parfum,
terdeteksi dengan panjang 176 bp. Dengan munculnya pita DNA tersebut,
menunjukkan hasil positif bagi keberadaan gen CmCyp pada melon

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


kultivar Gama Melon Parfum, sehingga secara genetik membedakan
dengan kultivar melon lainnya (Maryanto, 2014).

4. Perluasan Keragaman Genetik


Ada empat cara perluasan keragaman genetik, yaitu dengan
hibridisasi, mutasi, fusi protoplas, dan rekayasa genetik.

a. Hibridisasi
Hibridisasi merupakan perkawinan silang pada tanaman, baik pada
individu yang sama maupun berbeda dengan tujuan untuk memperoleh
organisme dengan sifat-sifat yang diinginkan. Hibridisasi dapat dilakukan
dengan proses polinasi, yaitu peristiwa jatuhnya serbuk sari (polen) ke
kepala putik (stigma). Hibridisasi buatan merupakan kegiatan dengan
sengaja menjatuhkan serbuk sari (polen) ke kepala putik (stigma) .
Hibridisasi buatan disebut sebagai usaha pemuliaan tanaman. Hibridisasi
buatan bertujuan untuk menggabungkan berbagai sifat yang diinginkan
dalam satu kultivar tanaman tertentu. Adanya hibridisasi buatan dapat
memunculkan keragaman baru saat hibridisasi itu menghasilkan
segregasi.
Secara umum, teknik hibridisasi dapat digolongkan menjadi
hibridisasi buatan pada tanaman menyerbuk sendiri, hibridisasi buatan
pada tanaman menyerbuk silang, dan hibridisasi buatan pada tanaman
menyerbuk silang atau sebagian (Supartopo, 2006).

1) Penyerbukan Berdasarkan Jatuhnya Benang Sari ke Putik


Berdasarkan faktor pengaruh jatuhnya benang sari ke
putik, penyerbukan dibagi menjadi empat (Lukman, 2002) . Pertama,
penyerbukan dengan bantuan hewan atau zoidiogami. Penyerbukan ini
biasa terjadi pada bunga mawar, melati, durian, dan sebagainya. Hewan
yang biasa membantu penyerbukan adalah serangga, siput, burung, dan
kelelawar. Ciri-ciri bunganya adalah warna mahkota bunga mencolok
dan besar, bunga berbau khas dan memiliki kelenjar madu, serbuk sari
bunga lengket, serta kepala putik agak tersembunyi.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Kedua, penyerbukan dengan bantuan air atau hidrogami. Penyerbukan
ini biasanya terjadi pada tanaman air seperti hydrilla. Ketiga, penyerbukan
dengan bantuan angin atau anemogami. Penyerbukan ini biasanya terjadi
pada padi, jagung, gandum, dan rerumputan. Ciri-ciri tanamannya adalah
mahkota bunga berukuran kecil dan tidak berwama; serbuk sari kering,
ringan, dan banyak; tidak berbau dan tidak berkelenjar madu; serta kepala
putik terjulur keluar.
Keempat, penyerbukan dengan bantuan manusia atau antropogami,
yaitu peristiwa jatuhnya benang sari ke putik dilakukan oleh manusia.

2) Penyerbukan Berdasarkan Asal Serbuk Sari


Berdasarkan asal serbuk sari, penyerbukan dibagi menjadi empat.
Pertama, penyerbukan sendiri atau autogami, yaitu jika serbuk sari jatuh
di kepala putik pada bunga itu sendiri. Kedua, penyerbukan tetangga atau
serumah atau geitonogami, yaitu jika serbuk sari jatuh di kepala putik
pada bunga lain, tetapi masih pada satu tanaman.
Ketiga, penyerbukan silang atau alogami, yaitu jika serbuk sari jatuh
di kepala putik pada bunga yang berbeda tanaman, tetapi masih satu
jenis tanaman. Keempat, penyerbukan bastar, yaitu jika serbuk sari jatuh
di kepala putik pada bunga lain yang berbeda jenis tanamannya, dan
hanya dapat dilakukan pada tumbuhan yang masih dekat hubungan
kekerabatannya. Sebagai contoh, serbuk sari cabai jatuh pada putik tomat
atau sebaliknya.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


P.en:,.•erbukan
Penyerbukan Ba.a.tu
Peo.yabukan Penyabukan .ail1.11.g (bed.a jenh)
Seo.di.ri Tetangga (satu. jenh)

Gambar 4.5. Diagram jenis penyerbukan


Sumber: ikhlasberamal.com

3) Jenis-Jenis Persilangan pada Hibridisasi


Hibridisasi meliputi berbagai jenis persilangan, di antaranya resiprokal,
backcross, dan testcross. Tujuan dilakukan berbagai jenis persilangan adalah
untuk memperoleh tanaman dengan sifat yang diinginkan.
Pertama, persilangan resiprokal. Persilangan ini dilakukan dengan
membolak-balikkan individu jantan dengan betina, misalnya melon
kultivar NO3 diambil bunga betinanya (~ ) disilangkan dengan melon
kultivar MRs diambil bunga jantannya (c3" ). Lalu, dilakukan pula
persilangan sebaliknya, yaitu melon kultivar NO3 diambil bunga jantannya
(c3") disilangkan dengan melon kultivar MRs diambil bunga betinanya (~ )-
Contoh:
~ NO 3 x 6 MRs resiprokal dengan ~ MRs x 6 NO 3
Kedua, persilangan backcross (silang balik). Persilangan ini merupakan
persilangan antara Fl dengan salah satu induknya (induk betina (~ ) atau
induk jantan (c3")).

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Contoh:
~ NO 3 l6 MR5 maka ~ F, x 6 NO 3 atau ~ NO3 x 6 MR5

F,
Ketiga, persilangan testcross (uji silang). Persilangan ini merupakan
persilangan testcross (uji silang), yaitu persilangan antara suatu individu
yang genotipenya belum diketahui dengan individu yang telah diketahui
bergenotipe homozigot resesif. Tujuannya untuk mengetahui apakah
genotif suatu individu tersebut homozigot atau heterozigot.

Hibridisasi Konvensional varietas baru banyak


gen non target terbawa

tetua membawa 1
gen target dan
gen lainnya hibridisasi
varietas komersial

Transformasi Genetik varietas baru dengan


1 gen target
gen target

penyisipan 1 gen •

transformasi
varietas komersial

Gambar 4.6. Perbedaan hibridisasi konvensional dengan transformasi genetik


Sumber: nahason-bastin.blogspot.com

b. Mutasi
Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada organisme yang
bersifat menurun (hereditas), dan hasil perubahan tersebut disebut mu tan.
Mutasi memberi alam variabilitas yang diwariskan dan merupakan kunci
keberhasilan seleksi alam. Manfaat mutasi dalam pemuliaan tanaman
adalah meningkatkan keragaman/variabilitas genetik tanaman, sehingga
pemilihan/seleksi untuk sifat-sifat baik lebih mudah dilakukan.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Mutasi dapat terjadi secara alami dan buatan/induksi. Penyebab
mutasi alami belum diketahui secara pasti. Radiasi gelombang pendek
seperti ultraviolet, sinar radioaktif, neutron, sinar kosmis dapat menjadi
penyebab mutasi alam. Mutasi buatan dapat dilakukan dengan dua cara.
Pertama, zat kimia mutagenik, seperti colchisin, mustard nitrogen, ethyl
metanesulfonat (EMS), etilinimin, diefoksibutan, dan etilinoksida. Zat kimia
mutagenik yang banyak digunakan untuk menimbulkan mutasi adalah
colchisin dan EMS. Kedua, radiasi gelombang pendek, seperti a, f3, y, sinar
X, dan neutron. Radiasi yang banyak digunakan untuk menimbulkan
mutasi adalah sinar X.
Mutasi yang terjadi di alam ada yang menguntungkan dan ada yang
merugikan. Sebagian besar mutasi yang terjadi merugikan, tetapi 1/1.000
diperkirakan bermanfaat, seperti mutan yang tahan terhadap hama dan
penyakit. Fenotipe hasil mutasi dikelompokkan ke dalam lima kelas, yaitu
mutasi morfologi, mutasi letal, mutasi kondisional, mutasi biokimia, dan
mutasi resisten.
1) Mutasi morfologi; perubahan yang terjadi dapat dilihat langsung
pada organ mahluk hidup, seperti warna mata putih pada lalat buah
(Drosophila melanogaster), tanaman kerdil pada kacang polong (Pisum
sativum), dan lain-lain.
2) Mutasi letal; perubahan yang terjadi pada mahluk hid up bersifat mati
(lethal), seperti tidak adanya khlorofil pada organ fotosintesis tanaman
jagung, kedelai, dan lain-lain.
3) Mutasi kondisional; perubahan yang terjadi baru tampak pada
kondisi tertentu (kondisi restriktif), sedangkan pada kondisi lain
mengekspresikan normal (kondisi permisif). Dijumpai pada lalat buah
(Drosophila melanogaster) dominant lethal peka terhadap suhu. Individu
(H+/H) fenotipenya normal pada suhu 20°C (kondisi permisif), tetapi
lalat buah tersebut mati bila suhu dinaikkan 30°C (kondisi restriktif).
4) Mutasi biokimia; perubahan terjadi pada organisme yang menyebabkan
hilangnya fungsi biokimia dari sel. Contoh pada cendawan/fungi
tertentu terdapat mutan yang yang baru akan hidup bila ditambah
adenine. Mutan biokimia sering bersifat auksotrofik. Artinya,
untuk pertumbuhan mikroorganisme memerlukan tambahan
nutrisi kompleks. Sedangkan, kebanyakan mikroorganisme bersifat

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


prototropik. Artinya, mikroorganisme tersebut dapat mandiri untuk
nutrisinya.
5) Mutasi resisten; perubahan yang terjadi pada sel atau organisme
bersifat resisten terhadap inhibitor, patogen tertentu. Mutan jenis ini
banyak dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman untuk mendapatkan
kultivar unggul baru yang tahan terhadap hama dan penyakit tertentu.

Gambar 4.7. Peningkatan kualitas tanaman dengan mutasi


Keterangan: kiri stroberi mutan dan kanan stroberi lokal
Sumber: sites.google.com

c. Fusi Protoplas
Fusi protoplas dapat dilakukan dengan cara menggabungkan seluruh
genom dari spesies yang sama (intraspesies), atau antarspesies dari genus
yang sama (interspesies), atau antargenus dari satu famili (intergenus).
Penggunaan fusi protoplas memungkinkan diperolehnya hibrida dengan
tingkat heterosigositas yang tinggi walaupun tingkat keberhasilannya
sangat ditentukan oleh genotipenya. Teknologi fusi protoplas juga dapat
dilakukan untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu seperti sifat ketahanan
terhadap hama dan penyakit serta cekaman abiotik (Indriarto, 2002).
Dengan demikian, tanaman hasil fusi dapat berupa tanaman
dengan sifat gabungan dari kedua tetuanya, termasuk sifat yang tidak
diharapkan terutama yang berasal dari spesies liar. Oleh karena itu, untuk
menghilangkan sifat yang tidak diinginkan tersebut, perlu dilakukan
silang balik (back cross) dengan tanaman tetua. Kemajuan pesat dalam
penelitian produksi hibrida somatik dan hibrida dalam transfer DNA

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


tidak terlepas dari teknik isolasi, kultur, dan regenerasi protoplas menjadi
tanaman. Untuk menunjang keberhasilan teknik kultur dibutuhkan
keahlian dan pengetahuan tentang teknik kultur protoplasma guna
mendukung teknik pencarian kultivar baru berbagai jenis tanaman
(Indriarto, 2002).

cybnd
Gambar 4.8. Skema tahapan fusi protoplasma
Sumber: Indriarto, 2007

d. Rekayasa Genetika
Rekayasa genetika adalah suatu usaha memanipulasi sifat genetik
suatu makhluk hidup untuk menghasilkan makhluk hidup yang memiliki
sifat yang diinginkan. Rekayasa genetika dapat dilakukan dengan
menambah, mengurangi, atau menggabungkan dua materi genetik
(DNA) yang berasal dari dua organisme berbeda. Hasil penggabungan
dua materi genetik yang berasal dari dua organisme berbeda disebut
DNA rekombinan.
Di bidang pertanian telah dilakukan rekayasa genetik untuk
menghasilkan tanaman unggul yang dapat meningkatkan produktivitas
pangan. Beberapa perusahaan bioteknologi di Eropa dan Amerika
Serikat telah mengembangkan kultivar kapas yang membawa gen bakteri
yang membuat tanaman tersebut resisten terhadap herbisida (pestisida

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


pembasmi gulma). Dengan demikian, ketika disemprot dengan herbisida,
hanya gulma di sekitar tanaman kapas yang mati. Contoh lain, sejumlah
tanaman pangan telah direkayasa agar resisten terhadap hama serangga.
Menumbuhkan tanaman yang kebal terhadap hama serangga akan
menurunkan penggunaan insektisida kimiawi pada tanaman tersebut.

Gambar 4.9. Contoh rekayasa genetika


Sumber: smukarromah20.wordpress.com

C. PERAKITAN MELON UNGGUL


Pada perakitan melon unggul, dipilih dua indukan dengan karakter
terbaik sesuai yang diinginkan. Benang sari bunga melon berperan sebagai
induk jantan, sedangkan putik dari tanaman melon kultivar lain sebagai
induk betina. Induk betina diusahakan memilih bunga yang masih kuncup
untuk memastikan belum terjadinya pembuahan pada bunga tersebut.
Seluruh kelopak bunga betina dilepas satu per satu secara perlahan,

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


agar benang sari tidak menempel pada putik. Kemudian, dengan hati-
hati, tangkai benang sari dilepas atau dikastrasi. Kemudian, benang sari
disemprotkan ke putik melon tersebut.
Perakitan juga dapat dilakukan dengan bantuan kuas yang telah
dibasahi dengan alkohol (Daryono dkk., 2012). Pada Gambar 4.10.,
menunjukkan teknik penyerbukan yang dilakukan antara bunga betina
dengan bunga jantan.

a b C

d e

Gambar 4.10. Proses penyerbukan pada melon


Keterangan: a) bunga hermaprodit b) bunga hermaprodit yang sudah dihilangkan
mahkota bunganya dan masih terlihat benang sarinya c) penyerbukan antara bunga
@ dengan bunga hermaprodit yang sudah dihilangkan benang sarinya d) buah yang

tumbuh membesar setelah lima hari penyerbukan


Sumber: Daryono dkk., 2012

Setelah selesai dirakit, hasil rakitan ditutup dengan plastik untuk


menghindari penyerbukan ulang oleh polinator. Selain itu, penutupan
berfungsi untuk menghindari pembusukan pada calon buah. Sekitar
tiga puluh hari setelah pembuahan, buah melon hasil penyilangan sudah
dapat dipanen.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Buah melon yang terbentuk (F1) masih dimungkinkan terjadi segregasi
sehingga tidak semua F1 yang dihasilkan sesuai karakter yang diinginkan.
Untuk memperoleh kultivar yang unggul, perlu dilakukan seleksi
terhadap F1 yang dihasilkan. Proses seleksi ini dilakukan dengan cara
karakterisasi fenotipik terhadap seluruh F1 yang dihasilkan. Karakterisasi
juga dapat dilakukan secara molekuler dengan menggunakan penanda
genetik apabila marka molekuler dari suatu sifat tertentu tersebut sudah
ada, misalnya marka molekuler respons ketahanan tanaman melon
terhadap penyakit jamur tepung (powdery mildew).
Untuk F1 yang dapat dilepas sebagai kultivar komersial disyaratkan
memiliki tingkat segregasi yang rendah, sebaliknya tingkat keseragaman
(uniformity) hams tinggi yaitu sekitar 95% . Tingkat keseragaman
(uniformity) diperoleh dari hasil karakterisasi fenotipik melon tersebut.
Suatu kultivar diharapkan mempunyai sifat BUSS, yaitu baru,
unik, stabil, dan seragam. Menurut Aryawati dan Sobir (2013), pada
UU No. 29 Tahun 2000 tentang PVT menyatakan bahwa suatu kultivar
dianggap "Baru" apabila pada saat penerimaan permohonan hak PVT,
bahan perbanyakan atau hasil panen dari kultivar tersebut belum pernah
diperdagangkan lebih dari satu tahun atau telah diperdagangkan di luar
negeri tidak lebih dari empat tahun untuk tanaman semusim dan enam
tahun untuk tanaman tahunan (Pasal 2 Ayat 2).
Suatu kultivar dapat dikatakan "Unik" jika memiliki perbedaan yang
konsisten dan jelas dengan kultivar yang lain (UPOV, 2012). Menurut
UU No. 29 Tahun 2000 tentang PVT, suatu kultivar dianggap unik jika
kultivar tersebut dapat dibedakan secara jelas dengan kultivar lain yang
keberadaannya sudah dikenal luas pada saat penerimaan permohonan
hak PVT (Pasal 2 Ayat 3). Setiap kultivar mempunyai keunikan masing-
masing sehingga dapat dibedakan antara satu dengan yang lain (Aryawati
dan Sobir, 2013).
Suatu kultivar dapat dikatakan "Seragam" apabila suatu populasi
ditetapkan standar diterima minimal 95%, untuk ukuran sampel 25
tanaman jika terdapat 3 jenis off-type dapat dikatakan seragam (UPOV
2012) . Menurut UU No. 29 Tahun 2000 tentang PVT, suatu kultivar
dianggap "Seragam" apabila sifat-sifat utama a tau penting pada kultivar
tersebut terbukti seragam, meskipun bervariasi, sebagai akibat dari cara

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


tanam dan lingkungan yang berbeda-beda (Pasal 2 Ayat 4). Pengalaman
menunjukkan, untuk berbagai jenis kultivar jika suatu kultivar terbukti
"Seragam" dapat dikatakan "Stabil" (UPOV, 2012).

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


BUDIDAYA
TANAMAN MELON

A. PRAPENANAMAN

1. Tahap Persiapan Pengolahan Lahan


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengolahan
media tanam atau lahan untuk tanaman buah melon, yaitu:

a. Pengukuran pH Tanah
Pengukuran pH tanah dilakukan untuk mengetahui derajat keasaman
tanah. Kadar pH yang diperlukan tanaman melon, yaitu pH netral (7,0).
Pengukuran pH tanah ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.
Tanah yang akan diukur dibasahi terlebih dahulu. Pengambilan sampel
dilakukan di sepuluh titik yang berbeda, kemudian dihitung pH rata-rata.

b. Analisis Tanah
Berdasarkan fakta di lapangan, tanaman melon dapat ditanam
pada berbagai jenis tanah terutama tanah andosol, latosol, regosol, dan
grumosol. N amun, kekurangan dari sifat-sifat tanah tersebut harus dapat
dimanipulasi dengan pengapuran, penambahan bahan organik, maupun
pemupukan.

c. Penetapan Waktu don Jadwal Tanam


Penetapan waktu tanam berkaitan dengan perkiraan waktu panen
suatu kultivar melon yang ditanam dan waktu panen kultivar melon

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


lainnya. Misalnya, waktu tanam melon pada bulan Maret adalah kultivar
MG 3, bulan April kultivar GMB, bulan Mei kultivar TACAPA, dan
seterusnya sehingga petani perlu menjadwal waktu tanaman kultivar
melon yang dikehendaki konsumen.

d. Penetapan Luas Areal Penanaman


Penetapan luas penanaman berkaitan erat dengan pemilikan modal,
luas lahan yang tersedia, musim, dan permintaan pasar. Tanaman melon
yang diusahakan di lahan terbuka di musim hujan akan rusak terserang
penyakit karena terguyur hujan secara terus-menerus. Oleh karena
itu, penanaman melon di musim hujan lebih diarahkan dengan sistem
hidroponik. Salah satu hidroponik yang biasa digunakan adalah sistem
hidroponik NTF di greenhouse.

e. Pengaturan Jumlah Produksi


Pengaturan jumlah produksi berkaitan erat dengan perkiraan
harga pada saat panen dan permintaan pasar. Cara penanaman melon
dilakukan secara bertahap, Misalnya, penanaman pertama 20% di lokasi
A, kedua 40% di lokasi B, dan ketiga 40% di lokasi C. Interval penanaman
berkisar dua minggu. Pengaturan ini lazim dilakukan pada agribisnis
melon dengan sistem hidroponik. Untuk menjaga keberlangsungan dan
konsistensi produksi, biasanya interval tanamnya berselang 1-2 minggu.

2. Tahap Pembuatan Media Semai


Melon termasuk tanaman yang tidak terlalu mengharuskan media
semai khusus untuk pembenihannya. Media yang digunakan dalam
persemaian adalah arang sekam, coco peat, dan kompos sapi. Cara
pembuatannya, dengan mencampur arang sekam, coco peat, dan kompos
sapi dengan perbandingan 0,5 : 2,0 : 1,0. Untuk mendapatkan hasil
benih melon yang kekar dan sehat, perlu ditambahkan nutrisi dengan
memberikan NPK 500 gr/m 3 atau pupuk kandang yang telah matang
dengan perbandingan media semai : pupuk kandang adalah 2 : 1.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Gambar 5.1. Pembuatan media tanam
Sumber: Foto Maryanto, 2013

3. Tahap Pengolahan Lahan

a. Pengolahan Tanah
Sebelum diolah, lahan yang akan ditanami melon harus dibersihkan
dari sisa tanaman dan gulma. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan
pencangkulan atau menggunakan traktor. Tanah yang sudah diolah akan
berbentuk bongkahan-bongkahan. Bongkahan-bongkahan tersebut perlu
dihaluskan dan dibiarkan selama 4-5 hari.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 5.2. Lahan yang sudah dibersihkan dari gulma
Sumber: Poto Maryanto, 2013

Untuk merangsang perkembangan akar dan meningkatkan


pertumbuhan tanaman di lapangan, lahan yang sudah diolah hams dibuat
bedengan. Bedengan dibuat dengan panjang maksimum 15 meter, tinggi
40-60 cm (sesuai dengan tinggi air di lahan, semakin tinggi air maka
semakin tinggi bedengan), lebar 120 cm, dan lebar parit 60 cm.

Gambar 5.3. Penyiapan lahan untuk budidaya melon


Sumber: Poto Maryanto, 2013

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


b. Pemupukan Dasar dan Pengapuran
Pemberian pupuk dasar atau pengapuran dilakukan seminggu
sebelum tanam. Pupuk dasar yang diberikan bisa berupa pupuk kandang
dengan dosis 15-20 ton/ha dan pupuk ZA dengan dosis 375 kg/ha, SP-36
dosis 250 kg/ha, dan KCl dosis 375 kg/ha. Pemberian kapur pertanian
(dolomit) dilakukan bila perlu, dengan dosis yang disesuaikan derajat
keasaman (pH) tanah setempat. Dosis rata-rata kapur adalah 2 ton/ha
untuk tanah persawahan. Cara aplikasinya dengan menaburkan kapur
halus ke bedengan, kemudian diaduk agar merata dengan tanah.

Gambar 5.4. Pemberian kapur dan pemupukan dasar


Sumber: Poto Maryanto, 2013

c. Pemasangan Mulsa
Pemasangan mulsa dilakukan paling lambat dua hari sebelum tanam.
Mulsa yang digunakan berupa plastik hitam perak dengan lebar 120 cm.
Sisi plastik yang berwama perak menghadap ke atas, sedangkan yang
berwama hitam menghadap ke bawah (menempel ke tanah).

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Pemasangan dilakukan pada saat terik matahari agar mulsa memuai/
mengembang sehingga menutup bedengan dengan rapat. Sebelum mulsa
dipasang, bedengan disiram hingga basah. Untuk mengaitkan sisi-sisi
mulsa dengan bedengan, gunakan pasak penjepit dari bambu atau kayu.
Setelah mulsa terpasang, dilakukan pembuatan lubang tanam pada
mulsa. Lubang dapat dibuat dengan kaleng susu kental manis bekas
berdiameter 10 cm yang dipanaskan. Satu bedengan berisi dua baris
tanaman, dengan jarak antarbaris 60 cm dan dalam baris 40-50 cm. Jarak
antar bedengan d ibuat selebar 100-110 cm.

Gambar 5.5. Pemasangan mulsa pada bedengan yang akan digunakan untuk
menanam melon
Sumber: Foto Maryanto, 2013

B. MENYEMAI BENIH MELON

1. Waktu dan Cara Penyemaian


Pada tahap awal penyemaian, benih yang akan disemai terlebih dulu
direndam di dalam air selama 2-4 jam. Kemudian, benih disemaikan

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


ke dalam plastik yang sudah diisi dengan campuran tanah dan pupuk
kandang dengan takaran 5 : 1. Selanjutnya, benih ditanam dengan posisi
tegak lurus serta ujung calon akar harus menghadap ke bawah. Tutup
dengan menggunakan campuran tanah dan abu sekam (takaran 2 : 1).
Untuk merangsang pertumbuhan kecambah benih, ciptakan suasana
hangat (suhu 37°C), yaitu dengan menutup permukaan dari persemaian
tersebut menggunakan kain/koran bekas yang dibasahi dan diberi lampu
5 watt. Jika kecambah sudah muncul di permukaan media tanam semai,
kain/koran bekas yang dibasahi bisa segera dibuka (biasanya pada hari
ke-3 sampai ke-4).

2. Pembuatan Media Semai


Pembuatan media tanam semai dapat dilakukan dengan
mencampurkan pupuk kandang, tanah, dan pasir dengan takaran 1 :
1 : 1. Pemeliharaan persemaian dilakukan saat benih yang disemai di
dalam polybag akan tumbuh dan menjadi kecambah. Pada saat ini, harus
dilakukan perawatan supaya menjadi benih melon yang kokoh dan sehat.

3. Waktu dan Cara Penyiraman


Benih disiram setiap hari menggunakan tangki semprot. Jika daun
sejati sudah muncul, baru dilakukan penyiraman dengan menggunakan
gembor/tangki semprotan air. Saat musim panas, tanah di dalam polybag
akan kering. Dengan demikian, penyiraman harus dilaksanakan pada
sorehari.

4. Pemupukan pada Persemaian


Pada tahap awal persemaian benih, dilakukan pemberian pupuk urea
karena memiliki kandungan unsur nitrogen yang tinggi. Ketika benih
sudah berusia 7 sampai 9 hari sesudah sebar, beri pupuk dengan takaran
1-1,5 gram per liter air. Pemberian cukup dilakukan satu kali. Pupuk akar
tidak dibutuhkan sebab media semai sudah cukup subur.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


A B

Gambar 5.6. Proses pengecambahan benih melon


Keterangan: A) benih disemai di atas nampan lalu ditutup koran bekas, B) benih
melon diinkubasi dengan lampu 5 watt, C) kecambah dipindah ke polybag

C. TATA CARA PENANAMAN


Pada benih yang sudah muncul tunas (Gambar 5.7.), dilakukan
penyemaian pada polybag yang telah diisi media sebelumnya dengan
posisi calon akar menghadap ke bawah. Benih melon yang telah berdaun
4-5 helai atau telah berusia 10-12 hari telah siap dipindahkan ke lahan.
Persemaian diletakkan berderet agar terkena sinar matahari penuh sejak
terbit sampai matahari tenggelam.

Gambar 5.7. Benih melon telah berkecambah dan siap dilakukan persemaian ke
polybag
Sumber: Maryanto, 2013

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Benih melon yang akan ditanam perlu disortir/seleksi berdasarkan
ukuran/vigor yang lebih bagus ditanam. Hal ini bertujuan memudahkan
dalam perawatan dan perlakuan terhadap tanaman setelah besar. Benih
telah siap dipindah ke lahan apabila sudah berumur 8-10 hari dan
memiliki daun antara 4-5 helai. Posisi penanaman benih tidak boleh
terlalu dalam, kemudian lubang di bumbun dengan tanah hingga
menu tu pi seluruh lubang tanam agar udara panas yang berada di bawah
mulsa tidak keluar melalui lubang tanam. Sebab, apabila udara panas
itu keluar akan mengenai batang melon, akan menyebabkan luka pada
batang. Sebelum benih melon ditanam, lubang tanam diberi wing grand.
Benih melon yang berada dalam polybag (Gambar 5.8.) kemudian
dipindahkan ke lahan dengan satu lubang berisi satu tanaman. Setelah
itu, disiram agar tidak layu karena kekeringan. Penanaman sebaiknya
dilakukan pada sore hari saat matahari tidak terlalu terik. Kepadatan
tanaman disarankan 2,5-3,0 tanaman/m 2 • Tanaman dapat diatur secara
berbeda jarak tanam sesuai dengan preferensi.
Jarak antarbedengan adalah 100-110 cm. Pada bedengan yang
terdiri dua baris tanaman, jarak antarbaris adalah 50-60 cm dan jarak
antartanaman dalam satu baris adalah 40-50 cm. Untuk bedengan yang
hanya berisi satu baris tanaman, jarak antartanaman adalah 30-40 cm
(Gambar 5.9.).

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Gambar 5.8. Benih yang siap ditanam di lahan
Sumber: Poto Maryanto. 2013

Berdasarkan Gambar 5 .8., benih melon yang sebelumnya


dikecambahkan kemudian disemai di dalam polybag kecil. Selanjutnya,
apabila sudah berumur ±7 hari (sudah muncul dua daun pucuk seperti
pada Gambar 5.8.) pada benih semai maka benih tersebut siap untuk
ditanam di lahan.

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


A

Jarak taaam aatllk I bede■gaa terdiri 2 baris taaamaa

1 ,~10 I
Jarak taaam aatllk I bede■gaa terdiri I baris ta■amaa

Gambar 5.9. Jarak tanam untuk melon


Sumber: Daryono dkk., 2014

Gambar 5.9. menunjukkan sketsa dari jarak bedengan yang


digunakan untuk penanaman melon di lahan. Ada ukuran jarak tertentu
antarbedeng dan antarsatu tanaman dengan tanaman melon yang lain
dalam satu bedeng sehingga tanaman melon dapat tumbuh dengan baik.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 5.10. Penanaman benih melon di lahan PIAT UGM
Sumber: Foto Maryanto, 2013

Tanaman harus ditopang dengan ajir atau tongkat dari bilah bambu
untuk menghasilkan buah melon yang bagus. Pemasangan bambu
juga berfungsi agar buah yang dihasilkan tidak bersentuhan dengan
permukaan tanah. Selain itu, agar terjadi penetrasi sinar matahari ke
seluruh bagian tanaman.
Pemasangan ajir hendaknya dilakukan sebelum tanaman tumbuh
besar. Biasanya, dilakukan sebelum umur tanaman 3 hari, terhitung sejak
pertama ditanam. Hal ini dimaksudkan agar ajir yang ditancapkan tidak
melukai akar tanaman. Sebaiknya, ajir yang digunakan berukuran 1,5
meter. Ajir tersebut ditancapkan pada lubang tanam secara menyerong,
ujung atasnya condong ke arah dalam bedengan, sehingga ajir tersebut
saling bersilangan. Kemudian, disiapkan bilah bambu yang lebih panjang
dan diletakkan secara horizontal di antara silangan ajir tersebut yang
diikat dengan tali rafia.

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 5.11. Pemasangan ajir (tiang bambu) untuk menyokong tanaman melon
Sumber: Poto Maryanto, 2013

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


PEMELIHARAAN
TANAMAN

A. FASE PEMBENIHAN
Tanaman melon untuk budidaya biasanya diperbanyak secara
generatif dari biji atau benih. Budidaya melon seluas satu hektar
diperlukan benih tanaman sekitar 16.000-20.000 pohon atau setara dengan
500-700 gram benih melon.
Sebelum ditanam, benih harus dikecambahkan terlebih dahulu.
Saat pengecambahan, sebaiknya benih bisa ditambahkan fungisida ke
dalam air rendaman sesuai dosis agar terhindar dari jamur yang dapat
menyebabkan benih gaga! berkecambah. Berikut beberapa hal penting
pada pemeliharaan fase pengecambahan:
1. Menjaga agar kondisi tanah tetap lembap. Tempat persemaian
sebaiknya dilindungi dengan atap plastik bening atau sungkup. Hal
ini diperlukan agar benih yang tumbuh terlindungi dari terik matahari
yang berlebihan dan kucuran air hujan langsung.
2. Tempat persemaian harus aman dari gangguan binatang seperti tikus,
ayam, dan sebagainya.
3. Penyiraman benih dilakukan secara teratur, tetapi tidak boleh terlalu
basah.
4. Proses penyemaian biasanya berlangsung 10-14 hari atau ditandai
dengan tumbuhnya 2-3 helai daun. Pada fase ini, benih sudah siap
dipindahkan ke lokasi penanaman.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


B. FASE VEGETATIF
Fase vegetatif tanaman merupakan fase berkembangnya bagian
vegetatif dari suatu tanaman. Bagian vegetatif dari tanaman adalah
akar, batang, dan daun. Fase ini berhubungan dengan tiga proses yang
meliputi pembelahan sel, pemanjangan sel, dan diferensiasi. Pada proses
pembelahan sel, diperlukan karbohidrat dalam jumlah besar, karena
dinding sel terbentuk dari selulosa dan protoplasmanya tersusun dari
glukosa. Pembelahan sel terjadi dalam jaringan merismatis pada titik
tumbuh batang, daun, ujung akar, dan kambium. Pada tanaman melon,
pembelahan sel dapat dilihat dari terbentuknya tunas pada ujung batang
dan akar.
Fase pemanjangan sel terjadi pada saat terjadi pembesaran sel.
Proses ini membutuhkan pemberian air yang cukup, hormon untuk
merentangkan dinding sel, dan ketersediaan glukosa yang cukup. Fase
diferensiasi merupakan proses berkembangnya sel-sel meristematik
menjadi dua atau lebih, macam sel/jaringan/organ tanaman yang secara
kualitatif berbeda satu dengan lainnya. Fase diferensiasi merupakan
proses hidup yang menyangkut transformasi sel tertentu ke sel-sel yang
lain menurut spesialisasinya (baik spesialisasi dalam hal proses biokimia,
fisiologi, maupun struktural), misalnya pada pembentukan jaringan xilem
dan floem.
Proses diferensiasi mempunyai tiga syarat. Pertama, hasil asimilasi
yang tersedia dalam keadaan berlebihan sehingga dapat dimanfaatkan
pada kebanyakan kegiatan metabolisme. Kedua, suhu yang sesuai. Ketiga,
sistem enzim yang tepat untuk menjadi perantara proses diferensiasi.
Fase vegetatif ini sendiri berlangsung selama periode tertentu. Setiap
tanaman memiliki periode fase vegetatif yang berbeda-beda. Selama
fase vegetatif berjalan pada periode tertentu, maka tanaman juga akan
berangsur-angsur masuk dan berganti ke fase generatif. Dalam satu daur
pertumbuhan tanaman, fase vegetatif dan fase generatif saling bergantian.
Namun, pada tanaman melon, siklus hanya berlangsung satu kali, yaitu
diawali fase vegetatif dan diakhiri fase generatif, kemudian tanaman
melon akan mati setelah buah matang atau dipanen. Tanaman melon

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


merupakan tanaman monokarpik, yaitu tanaman yang hanya mampu
melaksanakan siklus hidupnya 1 kali.
Pertumbuhan vegetatif berawal sejak masa pembenihan dan
perkecambahan tanaman. Setelah masa penyiangan, pertumbuhan
vegetatif baru akan berjalan secara maksimal. Pertumbuhan dimulai dari
tumbuhnya akar sejati yang sudah kuat dan berkembang terus ke dalam
tanah.
Batang juga akan terus bertambah besar dan tinggi. Pada tanaman
berkambium, tanaman ini juga akan tumbuh melebar dan menjadi
semakin keras. Pada daun sendiri akan terus bertambah sampai nanti
memasuki fase generatifnya.

1. Pola Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif


Setiap tanaman memiliki pola pertumbuhan vegetatif dan generatif
yang berbeda-beda. Hal ini terbagi dalam tiga hal, yaitu:
a. Fase vegetatifberlangsung sampai waktu tertentu, kemudian berangsur
diganti fase generatif. Pada tanaman ini, fase vegetatif terlihat jelas dan
berbeda dari fase generatif. Fase vegetatif akan berjalan sesuai dengan
waktunya. Jika sudah selesai, akan berangsur-angsur masuk ke fase
pertumbuhan generatifnya. Contoh dari tanaman yang mengalami hal
ini adalah melon, padi, jagung, kacang tanah, brokoli, dan sebagainya.
b. Fase vegetatif dominan dibandingkan dengan fase generatif. Pada
tanaman yang mengalami hal ini, fase vegetatif berlangsung lebih
lama daripada fase generatif. Contoh tanaman yang mengalami fase
vegetatif dominan atas fase generatif adalah kubis, bawang merah,
dan sebagainya.
c. Fase generatif berjalan hampir bersamaan dengan fase vegetatif.
Pada tanaman yang mengalami hal ini, fase generatif hampir berjalan
bersamaan dengan fase vegetatif. Namun, masih tetap fase vegetatif
yang terlebih dahulu. Contoh tanaman yang mengalami hal seperti
ini adalah talas, cabai, tomat, kentang, dan sebagainya.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


2. Pemeliharaan Tanaman Melon pada Fase Vegetatif
Lahan seharusnya disiram atau dialiri air sebelum tanaman melon
dipindahkan ke lahan budidaya. Penyiraman tanaman harus diperhatikan
sampai 2-3 penyiraman dalam 10 hari pertama dari sekitar 1 liter/
tanaman, baik dengan tangan atau melalui sistem irigasi. Dalam hal ini,
penyiraman yang seragam sangatlah penting. Selanjutnya, air ini hanya
diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif yang baik. Pada
musim hujan, drainase/sistem pengairan harus berfungsi dengan baik.
Lahan tidak boleh dibiarkan tergenang air. Sebab, tanaman melon tidak
menghendaki tanah yang terlalu basah.
Seminggu sebelum berbunga, tingkat kelembapan tanah harus
dikurangi secara bertahap (tanpa membiarkan tanaman layu). Pengeringan
ini mengontrol bentuk buah. Awalnya, sebagian besar ovarium tumbuh
ke arah vertikal, selanjutnya lebih ke arah horisontal. Pembatasan air
selama perkembangan ovarium dimaksudkan agar bentuk ovarium dapat
dikendalikan; tidak terlalu memanjang.
Pemupukan susulan diperlukan sejak tanaman berumur satu minggu.
Pupuk yang diberikan sebaiknya berbentuk cair. Jika menggunakan
pupuk padat, bisa dilarutkan terlebih dahulu. Pupuk yang digunakan
bisa pupuk cair organik atau pupuk kimia buatan. Pupuk susulan dengan
pupuk kimia buatan diberikan sebanyak 6 kali. Pupuk dilarutkan dalam
air, kemudian disiramkan pada tanaman. Dosis pemupukan 200-250 ml/
tanaman. Berikut tabel kebutuhan pupuk untuk budidaya melon:

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Tabet 6.1. Kebutuhan pupuk untuk budidaya melon (Anonim3, 2016)

Periode Umur Jenis Pupuk Jumlah Pengenceran


Tanaman (kg/ha)
1 7hari NPK (16:16:16) 100

NPK (16:16:16) 30
2 14 hari
Boron 5
NPK (16: 16:16) 36
3 21 hari
Superphos 20

4 28 hari NPK (16:16:16) 36 4.000 liter air

NPK (16:16:16) 100

5 42 hari Superphos 100


KNO3 20

NPK (16:16:16) 36
6 50 hari
KNO3 30

Setiap minggu, sebanyak 1-2 kali dilakukan penyemprotan insektisida


dengan dosis yang lebih rendah (merek Dencis, Proclin, dan Methindo) dan
fungisida (merek Daconyl, Detaint, Saromil, dan Menzet) untuk mencegah
hama serta penyakit. Tanaman yang sudah tumbuh batang panjang mulai
dililitkan pada bambu penyangga yang telah dipasang agar tanaman
melon tumbuh vertikal. Cabang lateral yang telah mengeluarkan daun
7-8 helai, dipotong hingga tersisa 2 daun. Pemotongan cabang lateral
dilakukan terus pada cabang-cabang berikutnya sampai cabang lateral
pada ruas ke-20 atau 25.
Batang utama tiap tumbuhan tumbuh secara vertikal. Cabang
lateral dari semua nodus dipangkas dan disisakan untuk penyerbukan.
Daun yang lebih rendah harus dipangkas untuk membantu ventilasi dan
penetrasi. Sisakan 7 daun bawah cabang lateral yang akan dibuahkan.
Pemangkasan tanaman seharusnya dihentikan sebelum penyerbukan
jika mungkin pada daun ke-10 hingga 12 di atas dua cabang lateral
pembuahan. Tujuannya untuk menghilangkan sumber utama kompetisi
nutrisi untuk pengembangan buah.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Strategi Pemoto11ga. Ta■amaa

Ujung tanamu, 4iaklwi P•••


10 nodus setelalo buu b,lua
y ang te..rseleksi. Potoag se.mua
uba.ng lateral, aamua Waka.a
cabang u tama

16
Peny ububn bwaga terletak
pada cabang lateral 4-5
diantara nodu.1 9 •aa16
budanrkan i•••al poliaui.
Pilih 2 buah daa potoag buu
y aug lain
9

Potoug cabang lateral •ari


nodus 1-8. Perla 7 uaa
pe..rta.ma d..ari bawala

Gambar 6.1. Strategi pemangkasan daun


Sumber: Daryono dan Maryanto, 2016

Gambar 6.2. Pemangkasan cabang lateral pada tanaman melon


Sumber: Foto Maryanto, 2012

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 6.3. Pemangkasan daun melon
Sumber: Poto Maryanto, 2013

Gambar 6.4. Penyemprotan fungsida pada fase vegetatif tanaman melon


Sumber: Foto Maryanto, 2012

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 6.5. Proses perambatan melon pada bambu penyangga
Sumber: Poto Maryanto, 2012

C. FASE GENERATIF
Fase pertumbuhan generatif adalah pertumbuhan organ generatif
yang dimulai dengan terbentuknya primordia bunga hingga buah masak.
Fase pertumbuhan pada tanaman ditentukan oleh faktor genetik dan
lingkungan, tempat tumbuh tanaman, sehingga terdapat perbedaan masa
dan fase antarjenis, kultivar, dan lingkungan yang berbeda. Pertumbuhan
generatif merupakan pertumbuhan yang meliputi pembentukan bunga,
buah, dan biji.

1. Pembentukan Bunga
Proses pembentukan bunga dimulai dari pembelahan sel-sel
meristem ranting dan dahan melalui pembelahan meiosis menjadi sel
meristem generatif. Perubahan ini terjadi akibat masuknya bermacam-
macam hormon dan zat lain ke dalam sel meristem.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Perubahan dari meristem vegetatif menjadi meristem generatif ini
membawa perubahan besar terhadap kehidupan tanaman, antara lain
aktivitas respirasi meningkat, asimilasi meningkat sehingga menyebabkan
kecepatan pengangkutan air, makanan, dan hara ke arah bunga meningkat.
Pada tanaman melon, pembentukan bunga mulai terlihat pada minggu
ke-3 setelah tanam. Bunga yang terbentuk terlebih dahulu adalah bunga
jantan. Sedangkan, bunga betina atau bunga sempuma mulai terbentuk
pada minggu ke-4 setelah tanam.

2. Penyerbukan
Penyerbukan adalah pemberian benang sari dari anther atau kepala
sari ke stigma atau kepala putik bunga, yang biasanya terjadi dengan
berbagai macam bentuk. Ada yang dibantu oleh angin, serangga, atau
manusia. Jumlah dan ukuran benang sari sangat berbeda menurut jenis
tanaman. Benang sari merupakan sel berisi dua inti, yaitu inti tabung dan
inti generatif.
Tanaman disebut menyerbuk sendiri apabila benang sari menyerbuk
putik dari pohon lain (dari tanaman sejenis). Beberapa menit setelah
menyentuh putik, biasanya salah satu atau beberapa benang sari
membentuk tabung yang memungkinkan pengangkutan sperma zat
tumbuh, enzim, dan sebagainya, dari benang sari ke dalam kantong
embrio. Pada proses penyerbukan akan terjadi fertilisasi atau pembuahan,
yaitu proses bertemunya sel telur dengan sel sperma yang kemudian
tumbuh menjadi embrio dan inti endosperma.

3. Pembentukan Biji
Proses penyerbukan selain membentuk embrio dan endosperma
juga mengakibatkan terbentuknya biji dan buah. Sel telur yang telah
dibuahi melalui proses penyerbukan baru membelah ketika embrio sudah
terbentuk. Inti endosperma kemudian menjadi aktif dan membentuk
endosperm, yaitu cadangan makanan untuk embrio yang mulai tumbuh.
Pada saat biji sudah masak, endosperma mulai berkurang dan akhimya
terkumpul pada kotiledon. Pada jenis tanaman tertentu, seperti kelapa,

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


endosperma tetap merupakan cadangan makanan dalam biji tua, dan
digunakan ketika biji berkecambah.

4. Pembentukan Buah
Setiap buah akan berbeda dan sangat beraneka macam ukuran,
bentuk, warna, struktur, dan sebagainya. Namun, cara pembentukan
buah pada umumnya sama, yaitu sebagai perkembangan dan pembesaran
dari pistil. Kegagalan dari penyerbukan biasanya menyebabkan
gugumya bunga. Bila penyerbukan berhasil maka hormon auksin yang
terdapat pada benang sari diteruskan ke bakal buah dan menyebabkan
perkembangan buah. Auksin yang terdapat dalam pistil juga menjadi aktif
dan membantu dalam pembentukan buah.
Perkembangan buah melibatkan proses pertumbuhan yang sangat
kompleks. Sel telur yang dibuahi berkembang menjadi embrio, inti
endosperma menjadi endosperma, dan sebagainya. Perkembangan
selanjutnya adalah sebagai akibat dari pembelahan dan pembesaran
sel, seperti juga halnya di dalam meristem. Air, karbohidrat, protein,
unsur hara, hormon, dan sebagainya hams diangkut ke dalam buah dari
bagian-bagian tanaman lain. Oleh karena itu, selama perkembangan buah,
pertumbuhan vegetatif tanaman sangat terhambat atau terhenti sehingga
cadangan makanan di bagian tanaman seperti batang dan akar menjadi
berkurang atau sedikit.
Setelah buah mencapai ukuran optimal, pemasakan buah terjadi
dengan terbentuknya gas etilen yang mempercepat proses pemasakan
buah. Dalam dunia perdagangan, gas etilen banyak dipergunakan untuk
pemasakan buah, misalnya penyemprotan buah kopi dengan ethrel
untuk menyeragamkan pemasakan buah. Adapun faktor-faktor yang
memengaruhi pembungaan antara lain sebagai berikut:
a. Intensitas cahaya matahari. Pembungaan dari banyak jenis tanaman
dirangsang oleh intensitas cahaya.
b. Kualitas cahaya, terutama bagian sinar jingga sampai merah, adalah
yang terbanyak memengaruhi pembungaan.
c. Panjang/lamanya hari. Jenis tanaman yang dirangsang pembungaan
oleh hari pendek (tanaman hari pendek) dan ada yang dirangsang
oleh hari panjang (tanaman hari panjang).

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


d. Metabolisme karbohidrat dan nitrogen. Walaupun pembungaan
terutama dirangsang oleh hormon, namun perbandingan antara C dan
N tampaknya juga memengaruhi pembungaan. Dalam batas tertentu,
perbandingan C dan N yang rendah merangsang pertumbuhan
vegetatif, sedangnkan perbandingan C dan N yang tinggi merangsang
pembungaan pada tanaman tertentu.

S. Pemeliharaan Tanaman Melon pada Fase Generatif

a. Perkembangan Buah
Setelah penyerbukan, buah berkembang melewati periode
pembelahan sel yang cepat dan pembesaran untuk jangka waktu 5-6
hari. Sebagian besar pertumbuhan ke arah vertikal. Selama periode ini,
tingkat kelembapan tanah yang rendah harus terus dipertahankan selama
berbunga untuk mencegah pembelahan sel yang berlebihan, yang dapat
mengakibatkan ukuran buah terlalu besar (>3,5 kg).
Sekitar 5-6 hari setelah penyerbukan, pembelahan sel berhenti dan
hanya terjadi pembesaran sel. Pada tahap ini, irigasi dapat membantu
pembesaran buah dengan cepat. Pembesaran terus terjadi selama sekitar
35 hari setelah penyerbukan, tetapi pada tingkat yang menurun dan sekitar
20 hari setelah penyerbukan, pembesaran buah lebih lambat.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


a) b)

c) d)

Gambar 6.6. Perkembangan buah melon


Keterangan: a) umur 1 minggu HSP b) umur 2 minggu HSP c) umur 3 minggu HSP
d) umur 4 minggu HSP (HSP: Hari Setelah Penyerbukan)
Sumber: Foto Maryanto, 2010

b. Pengairan
Pengelolaan air selama periode pembesaran buah dimulai 5 hari
setelah penyilangan, bertujuan untuk memberikan tingkat kelembapan
tanah yang tinggi selama lima hari. Sekitar 10 hari setelah penyilangan
irigasi, harus berhenti agar tingkat kelembapan tanah menurun sebelum
terbentuk net. Kelembapan juga harus diturunkan pada siang hari untuk
meningkatkan proses pengerasan kulit.
Pada fase pembesaran buah, penting diperhatikan mengenai suhu
udara yang tidak dibiarkan turun dibawah 15°C sampai 18°C. Kelembapan
tinggi harus dipertahankan di greenhouse dengan meminimalkan ventilasi

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


a tau dengan pengkabutan. Suhu tinggi dan kelembapan dapat mencegah
terjadinya pengerasan kulit dini yang mengakibatkan ukuran buah kecil
dan net berkualitas rendah atau dapat menyebabkan buah pecah.

Gambar 6.7. Pengairan lahan melon


Sumber: Poto Maryanto, 2010

c. Seleksi Buah
Pemilihan dua buah yang dipertahankan tiap tanaman hams
dilakukan ketika ukuran buah di lateral pertama mirip dengan ukuran
telur ayam. Pada tahap ini, mengalihkan energi tanaman yang berharga
dalam perkembangan buah di cabang lateral yang akan dibuang. Buah
yang ditahan sehamsnya diserbuki pada periode sependek mungkin dan
dilakukan secara bertumt-tumt. Hal ini memastikan kematangan buah
pada saat panen. Buah yang dipilih hams berbentuk oval. Panjang vertikal
hams 1,2-1,3 kali lebar horizontal. Hal ini memastikan bahwa semua buah
akan berakhir bentuk bulat yang sama pada saat kematangan.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Bemtmk Baah Saat
Proses Seleksi

-- -

Gambar 6.8. Bentuk buah yang layak untuk diseleksi


Sumber: Daryono dkk., 2014

Gambar 6.9. Seleksi buah yang dibuang


Sumber: Maryanto, 2013

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


d. Pemeliharaan Pembentukan Net
Netting adalah pembentukan sel gabus untuk menyembuhkan
retak di kulit. Pola dan kualitas net dikendalikan oleh manajemen air.
Perawatan harus dilakukan untuk menyediakan air yang cukup hanya
untuk mendorong proses pembentukan net. Penyiraman berlebih dapat
menyebabkan retakan dalam yang besar atau pembelahan buah jika
kondisi suhu rendah.
Pada sekitar 10 hari setelah berbunga, tingkat pembesaran sel dan
buah mulai melambat. Proses ini pertama terjadi di dekat permukaan
buah dan secara progresif menuju pusat. Pada saat bersamaan, kulit mulai
mengeras. Proses ini dipercepat oleh suhu tinggi dan kelembapan tanah
yang rendah.
Proses pembentukan net dimulai sekitar 15-17 hari setelah
penyilangan dan meluas untuk jangka waktu sekitar 10 hari. Net yang
dihasilkan dari keretakan pada kulit disebabkan oleh pembesaran sel
yang lebih cepat menuju pusat buah daripada di permukaan. Pembesaran
sel awalnya lebih besar terjadi di sumbu vertikal daripada horisontal.
Sedangkan, retakan vertikal biasanya terjadi pertama, diikuti oleh retak
horisontal.
Pada awal proses perkembangan net, kelembapan tanah dan
kelembapan udara harus ditingkatkan untuk mendorong retakan lebih
lanjut dari kulit. Hal ini dapat dicapai dengan penyiraman di lahan dan/
atau mengairi area sekitar bedeng untuk meningkatkan kelembapan.
Pemeliharaan kondisi lembap mencegah pengerasan kulit lebih lanjut yang
dapat mengakibatkan retakan yang sangat dalam. Hal ini juga mendorong
pemulihan dari luka dengan formasi net yang lebih baik.

e. Pemeliharaan Tanaman Melon Mendekati Maso Panen


Pada penyelesaian pembentukan net, yaitu pada saat tanaman
melon berumur 25 hari setelah penyerbukan, maka tingkat kelembapan
tanah harus secara bertahap diturunkan dengan mengurangi irigasi.
Jumlah air yang sedikit diperlukan untuk penyelesaian pembentukan net
sampai panen. Kebutuhan air dapat diukur dari penampilan tanaman.
Air tanah yang berlebihan dapat mendorong tanaman menjadi kuat serta

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


pertumbuhan buah semakin meningkat, sehingga berakibat penampilan
buah menjadi tidak baik dan cepat busuk. Buah melon dapat terlihat
seperti bentuk labu dengan celah vertikal memancar dari batang, bentuk
buah memanjang, dan mengurangi kualitas buah.

Posisi
Pea1ak11.ran
Brix

Gambar 6.10. Posisi pengambilan sampel untuk pengukuran brix pada buah melon
Sumber: Sketsa Daryono dan Maryanto, 2016

Selama periode awal, sekitar 30 hari setelah penyerbukan, kadar


gula (brix) buah meningkat dengan cepat seperti yang ditunjukkan dalam
diagram. Daun dapat menjadi pucat saat mendekati kematangan buah.
Sedangkan, daun pada node pertama pada lateral berbuah mungkin
menjadi kuning karena kehilangan magnesium yang dipergunakan untuk
kematangan buah. Kematangan buah akan mencapai sekitar 50-55 hari
setelah penyerbukan, tergantung pada suhu.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Peaiagkataa Kadar Bro: pada B■ah l\leloa

10
i Fructose
Glucose
Sucrose
Total Sugars
15

8
- Aefractom tar

l 6
l
c
8 4

Cl
J

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 O
oa·ys after polllnallon

Gambar 6.11. Peningkatan kadar gula (brix) buah melon mendekati panen
Sumber: Daryono dkk., 2014

Buah harus memiliki total padatan terlarut (termasuk kadar glukosa),


tingkat minimal 13° brix yang diukur dengan refraktometer. Pada saat
mendekati panen, tingkat brix akan meningkat sekitar 1° setiap hari. Brix
sebaiknya diukur pada interval mendekati waktu panen dari sampel buah
tiap tanaman. Sepotong jaringan buah diambil dari dekat rongga benih
dan dikeluarkan dari sampel jaringan buah. Jus dari ini digunakan untuk
mengukur tingkat brix.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


HAMA DAN PENYAKIT

Dalam budidaya tanaman melon (Cucumis melo L.) dijumpai banyak


kendala, terutama hama dan penyakit, sehingga diperlukan perawatan
dan pemeliharaan yang optimal. Hama dan penyakit merupakan kendala
yang paling serius dalam menurunkan hasil produksi buah, termasuk
pada tanaman melon. Terdapat banyak hama dan penyakit yang
dapat menyerang tanaman melon dan terkadang tidak hanya sekadar
menurunkan kualitas serta hasil produksi, namun dapat mematikan.
Hama dan penyakit yang menyerang tanaman melon dapat berasal dari
hewan, terutama serangga, jamur, dan virus. Hama dan penyakit yang
sering menyerang tanaman melon dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. HAMA

1. Lalat Buah (Dacus cucurbitae)


Hama ini bersifat polifag karena juga menyerang tanaman lain seperti
belimbing, semangka, dan cabai. Serangan lalat buah berawal sejak lalat
betina dewasa menusuk melon untuk meletakkan telurnya di dalam buah.
Empat hari kemudian, telur menetas menjadi larva yang memakan buah
melon.

2. Kumbang Daun (Aulocorphora femoralis Motschulsky)


Hama kumbang daun juga sering disebut sebagai oteng-oteng. Pada
stadia larva, hama oteng-oteng menyerang jaringan perakaran. Hama ini
juga merusak daun dan dapat sebagai vektor penyakit layu bakteri. Pada

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


daun yang terluka bekas hama kumbang daun ini, terdapat keratan berupa
guratan-guratan konsentris.
Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan pembajakan tanah.
Tanah yang sudah dibajak dibiarkan kering 3-5 hari sehingga dapat
mematikan telur atau pupa yang berada di dalam tanah. Tanaman yang
layu segera dicabut dan dibakar sehingga larva kumbang daun mati.
Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan sterilisasi benih
menggunakan basamid (dozomet) dosis 40 g/m 2 (Alaydrus, 2008).

3. Kumbang Mentimun (Cucumber beetle)


Menurut Jett (2005), ada dua jenis kumbang mentimun (Cucumber
beetle) yang menyerang anggota Cucurbitaceae, yaitu spotted cucumber
beetle (Diabrotica undecimpuntata Howardii) dan Stripped cucumber Beetle
(Acalymma vttata) . Spotted cucumber beetle memiliki 12 bintik (spot)
memiliki tiga belang berwarna hitam pada bagian perutnya.

4. Kutu Aphids (Aphis gossypii Glover)


Menurut Jett (2005), aphid yang menyerang melon memiliki sayap
berwarna hijau pada saat masih muda dan berwarna sedikit kehitaman
pada saat dewasa. Aphids menyerang melon dengan cara menghisap
cairan tumbuhan atau hasil fotosintesis sehingga tanaman menjadi lemah.
Daun tanaman menggulung dan pucuk tanaman menjadi kering akibat
cairan daun yang dihisap oleh aphids.
Hama ini mengeluarkan cairan yang mengandung madu dan terlihat
mengkilap. Aphids juga dapat menjadi vektor bagi beberapa virus seperti
papaya ringspot virus (PRSV), zucchini yellow mosaic virus (ZYMV), dan
cucumber mosaic virus (CMV) (Alaydrus, 2008).

S. Thrip (Thrips parvispinus Karny)


Hama ini menyerang saat fase pembenihan sampai tanaman
dewasa. Nimfa thirps berwarna kekuning-kuningan dan thirps dewasa
berwarna cokelat kehitaman. Thrips berkembang biak sangat cepat secara
partenogenesis (mampu melahirkan keturunan meskipun tidak kawin).
Serangan dilakukan di musim kemarau. Gejala adanya serangan oleh

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


hama ini antara lain daun-daun muda atau tunas-tunas baru menjadi
keriting dan bercaknya kekuningan, tanaman keriting dan kerdil, serta
tidak dapat membentuk buah secara normal. Jika gejala ini timbul pada
tanaman melon, harus diwaspadai. Sebab, ini artinya tanaman tersebut
telah tertular virus yang dibawa hama thirps.

Gambar 7.1. Berbagai macam hama yang menyebabkan kerusakan pada daun dan
buahmelon
Sumber: Listiyawan, 2009

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


B. PENVAKIT

1. Penya kit Akibat Virus


Penamaan virus tumbuhan umumnya didasarkan pada gejala yang
paling mencolok yang timbul. Sebagai contoh, virus yang menyebabkan
gejala mosaik pada tembakau disebut mosaik tembakau (tobacco mosaic
virus), sedangkan penyakitnya sendiri disebut mosaik tembakau (tobacco
mosaic). Virus lain yang menyebabkan gejala bercak cincin (ringspot) pada
tomat disebut tomato ringspot virus, sedangkan penyakitnya disebut tomato
ringspot (bercak cincin tomat) (Agrios, 1995).
Menurut Daryono (2006), virus juga dapat menyebabkan penyakit
pada tanaman anggota Cucurbitaceae. Jenis virus yang banyak ditemukan
di perkebunan melon antara lain Cucumber mosaic virus (CMV), Zucchini
yellow mosaic virus (ZYMV), Water melon mosaic virus (WMV), dan Papaya
ringspot virus strain semangka (PRSVW). Beberapa virus yang menyerang
tanaman melon dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Cucumber Mosaic Virus (CMV)


Cucumber mosaic virus (CMV) memiliki host tumbuhan yang tersebar
luas dan telah banyak diketahui di seluruh dunia. Host CMV yang paling
banyak adalah tanaman hortikultura termasuk melon. CMV disebarkan
oleh lebih dari 80 jenis aphid yang tersebar di seluruh dunia, seperti lucerne
blue green aphid (Acyrthosiphon kondoi), cowpea aphid (Aphis craccivora),
foxglove aphid (Aulacorthum solani), ornate aphid (Myzus ornatus), green peach
aphid (Myzus persicae), cabbage aphid (Brevicoryne brassicae), sowthistle green
aphid (Hypermyzus lactucae), dan sowthistle brown aphid (Uroleocon sonchi).
Penyebaran virus oleh aphid ini biasanya terjadi dalam jarak dekat.
Aphid menginfeksi hanya dalam waktu beberapa menit hingga beberapa
jam. Sehingga, besamya populasi aphid tidak hanya dapat menurunkan
hasil produksi tanaman sebagai hama, tetapi juga sebagai penyebar CMV.
CMV mampu menginfeksi benih biji sehingga CMV juga dapat tersebar
melalui benih (Cercauskas, 2004).

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


UJFf.tfliUH•I
Gambar 7.2. Infeksi CMV
Keterangan: A) partikel Cucumber mosaic virus B) daun yang terserang CMV
Sumber: Cina, 1988 dan www.apsnet.org

CMV menginfeksi tanaman sejak awal pertumbuhan. Gejala dari


serangan virus ini adalah adanya bintik putih yang tersebar di permukaan
daun dan terkadang disertai benjolan-benjolan kecil, sedangkan floem dan
xilem terlihat cerah dan bergaris. Virus ini dapat menyebabkan hambatan
pertumbuhan dan keguguran bunga serta buah yang ditunjukkan dengan
adanya bercak-bercak. Hal inilah yang menyebabkan menurunnya daya
jual buah (Cerkauskas, 2004).
Dalam beberapa kasus, serangan CMV ini menyebabkan adanya
gejala daun yang mengecil dan tidak mampu tumbuh lebar. Di sisi
lain, nekrotik berbentuk bintik kecil atau lingkaran kecil tumbuh di
permukaan daun. Kemudian, nekrotik berkembang menjadi garis-garis
pada permukaan daun, yang akibatnya daun akan mati walaupun masih
berupa daun muda. Buah yang terserang akan keriput, permukaan tidak

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


halus, warna pucat hingga kuning, dan kadang-kadang disertai luka
berbentuk cekungan (Cerkauskas, 2004).
Infeksi dimulai ketika virus memasuki benih. Aphids kemudian
menyebarkan virus dari tanaman terinfeksi ke tanaman yang sehat.
Aphids dapat menyebarkan virus pada jarak 500 meter, meskipun
biasanya jaraknya dapat lebih dekat. Benih yang terinfeksi biasanya
sangat rendah persentasenya. Namun, ketika menyerang tanaman, aphids
dapat menyebarkan infeksi secara luas dari tanaman ke tanaman lainnya.
Hasilnya dengan cepat meningkatkan jumlah tanaman yang terinfeksi.
Biji yang dipanen dari tanaman yang terinfeksi akan membawa virus,
kemudian mulai menginfeksi tanaman yang baru (Mork, 2007).

b. Kyuri Green Mottle Mosaic Virus (KGMMV)


Kyuri green mottle mosaic virus (KGMMV) merupakan virus tumbuhan
yang pertama kali ditemukan di Jepang dan Korea pada tahun 1967.
KGMMV dimasukkan dalam genus Tobamovirus. Pada tahun 2000,
berdasarkan analisis phylogenetic, ditemukan strain baru dari KGMMV,
KGMMV isolat melon, yaitu KGMMV-YM yang telah ditemukan di
Indonesia. Partikel virus ini berukuran 300 X 18 nm.
Genom virus KGMMV-YM tersusun atas sequence 6512 nukleotida.
Susunan asam amino KGMMV-YM mempunyai kemiripan dengan
susunan asam amino yang menyusun KGMMV-Cl dan KGMMV-Y.
Kemiripan asam amino KGMMV-YM dengan KGMMV-Y yang terdiri dari
shorter and longer RNA, movement protein, dan coat protein berturut-turut
adalah 93%, 89%, 91%, dan 85%. Kemiripan asam amino KGMMV-YM
dengan KGMMV-Cl yang terdiri dari shorter and longer RNA, movement
protein, dan coat protein berturut-turut adalah 94%, 91 %, 95%, dan 94%.
(Daryono et al, 2005).
Struktur dari KGMMV adalah virion yang terdiri dari kapsid tanpa
mantel, yang tersusun helikal simetri memanjang. Kapsif KGMMV
berbentuk tongkat, lurus dengan panjang 300 nm dan diameter 15 nm.
KGMMV terdiri atas 95% protein dari keseluruhan beratnya. Massa
protein selubung (Capsid Protein) yang menyusun KGMMV adalah 17182
Da.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Gejala serangan KGMMV yang terlihat pada tanaman melon adalah
adanya mosaik wama hijau terang sebagai akibat terjadinya pengurangan
klorofil, tidak normalnya bentuk kloroplas, dan kerusakan histologi sel
daun seperti palisade dan vakuola sel. Gejala mosaik akibat klorosis
biasanya dimulai dari sepanjang tulang daun ke seluruh bagian daun
(Akins, 2006).
Tumbuhan yang mengalami infeksi virus ini mempunyai tulang daun
lebih jemih daripada biasanya atau disebut sebagai veinclearing, bentuk
daun sering melengkung, dan pertumbuhan daun muda terhambat. Jika
diamati dengan mikroskop akan terlihat bagian daun yang mengalami
klorotik lebih tipis daripada bagian yang masih berwama hijau tua. Hal
ini disebabkan kurang berkembangnya jaringan tiang (palisade). Gejala
tipe mosaik dapat berupa belang (mottling), garis (streak), bentuk cincin
(ringspot), veinclearing, veinbanding, dan daun mengalami bercak klorosis
(chlorotic spotting) (Agrios, 1996; Semangun, 2001).
Gejala mosaik pada melon yang terserang KGMMV-YM merupakan
indikasi bahwa virus sudah menyebar ke seluruh bagian tanaman
(sistemik). Gejala sistemik dapat menurunkan fotosintesis sebagai akibat
penurunan efisiensi kloroplas. Di samping itu, gejala sistemik ini akan
memengaruhi penumpukan pati pada daun, akibat terjadinya hambatan
pemindahan fotosintat dari daun ke bagian tanaman yang lain. Umumnya,
virus menyebabkan penurunan fotosintesis melalui penurunan jumlah
klorofil, penurunan efisiensi klorofil, dan penurunan pertumbuhan daun
(Agrios, 1996).

c. Begomovirus
Begomovirus dilaporkan berasal dari tanaman cabai, kemudian
menyebar ke tanaman pertanian lain. Penyakit daun kuning yang
disebabkan oleh Cucurbit yellow stunting disorder virus yang ditransmisikan
oleh Bemisia tabaci banyak ditemukan di Texas bagian selatan. Penyakit
tersebut disebabkan oleh Begomovirus Famili Geminiviridae. Begomovirus
telah menyebar dan menginfeksi tanaman pertanian pada beberapa
wilayah di dunia (Park & Crosby, 2006).
Begomovirus merupakan genus terbesar dari famili Geminiviridae
(Brown et al., 2001). Sejak tahun 2000 telah ditemukan gejala yang

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


ditimbulkan oleh Geminivirus yang tersebar luas pada tanaman melon di
Guatemala. Kejadian infeksi virus tersebut mencapai 70% sampai 80% di
area pertanian (Brown et al., 2001).
Virus ini menginfeksi tanaman melon melalui vektomya, yaitu kutu
kebul tipe B (Bemisia tabaci biotype B). Selain melon, Begomovirus juga
menginfeksi banyak tanaman lain seperti semangka, tomat, kacang, dan
tembakau (Wartig et al., 1997). Chang et al. (2010) menjelaskan bahwa
Geminivirus dibagi menjadi empat genus, yaitu Mastrevirus, Curtovirus,
Topocuvirus, dan Begomovirus. Begomovirus adalah genus terbesar dari
famili tersebut. Terdapat lebih dari 180 spesies yang telah teridentifikasi
(Fauquet et al., 2008).
Di India, banyak terdapat tanaman pertanian yang terinfeksi
Begomovirus. Setidaknya, 16 jenis tanaman telah dilaporkan terinfeksi
Begomovirus. Salah satu dari 16 jenis tersebut adalah tanaman mentimun
(Cucumis sativus L.) yaitu jenis tanaman dari famili Cucurbitaceae. Infeksi
Begomovirus tersebut didukung oleh kondisi iklim tropis di India. Iklim
tersebut cocok untuk pertumbuhan mikrobia seperti jamur dan virus
(Borah & Dasgupta, 2012).
Gejala yang ditimbulkan akibat infeksi Begomovirus di antaranya
daun berkerut dan menebal, terbentuk mosaik, buah mengeras dan retak,
serta tanaman menjadi kerdil (Julijantono, 2012). Chang et al. (2010) juga
menjelaskan bahwa gejala yang timbul akibat infeksi (ToLCV) pada
melon adalah timbulnya mosaik, daun keriting, dan terjadi pengerutan
daun (Gambar 7.3.) . Gejala tersebut banyak muncul pada saat pergantian
musim atau kondisi cuaca yang sering berubah. Akibat gejala tersebut,
pertumbuhan tanaman melon menjadi tidak optimum dan petani
mengalami penurunan produksi.
Petani melon menyebut gejala infeksi Begomovirus dengan istilah puret
a tau perung. Gejala serupa sering muncul pada tanaman cabai dan petani
menyebutnya dengan istilah penyakit keriting. Gambar 7.4. menunjukkan
gejala yang timbul akibat infeksi Begomovirus pada tanaman melon MG 3.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Gambar 7.3. Gejala ToLCV pada tanaman melon
Keterangan: a) infeksi di lapangan b) infeksi di green house
Sumber: Chang et al., 2010

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 7.4. Gejala Begomovirus pada tanaman melon
Keterangan: A) daun tanaman melon menunjukkan mosaik, keriting, dan menebal
B) buah melon tampak berkerut dan terdapat bercak pecah C) tanaman melon
tampak kerdil
Sumber: Sidiq, 2014

2. Penyakit Akibat Jamur dan Bakteri


a. Layu Fusarium (Fusarium Wilt)
Menurut Delahaut and Newenhouse (1998), penyakit layu fusarium
dapat menyerang cucumber, muskmelon, dan water melon. Setiap host hanya
rentan pada strain tertentu dari jamur yang menyebabkan penyakit layu
fusarium. Sebagai contoh, Fusarium oxysporum f.sp. melonis menyerang
melon, Fusarium oxysporum f.sp. cucumerinum menyerang mentimun, dan
Fusarium oxysporum f.sp. niveum dapat menyerang semangka.

b. Layu Bakteri (Bacterial Wilt)


Menurut Delahaut and Newenhouse (1998), Erwinia tracheiphila
menyebabkan penyakit layu pada famili Cucurbitaceae seperti mentimun,
semangka, dan melon. Erwinia tracheiphila ditransfer saat kumbang makan
dan selanjutnya bakteri akan masuk ke sistem pembuluh dan akan
menghambat transportasi air dan hara ke seluruh tubuh. Gejala pada
tanaman yang terserang penyakit ini antara lain daun dan cabang layu;
terjadi pengerutan pada daun; wama daun menguning, mengering, dan

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


akhimya mati; daun tanaman layu satu per satu, meskipun wamanya
tetap hijau; kemudian tanaman layu secara keseluruhan.

c. Jamur Tepung (Powdery Mildew)


Powdery mildew merupakan salah satu penyakit yang menyerang
tanaman melon (Cucumis melo L.) di seluruh dunia. Penyakit ini dapat
menyerang hampir seluruh tanaman dalam satu lahan. Agen penyebab
powdery mildew yang telah berhasil diidentifikasi ada dua, yaitu Podosphaera
xanthii (Castag.) Braun et Shishkoff (sebelumnya dinamakan Sphaerotheca
fuliginea Schlecht ex Fr. Poll.) dan Golovinomyces cichoracearum (DC.)
Heluta (sebelumnya dinamakan Erysiphe cichoracearum DC ex Merat.)
(Kuzuya et al., 2006). Kedua spesies jamur tersebut berbeda dalam tingkat
virulensinya saat menyerang tanaman melon dan berbeda dalam tingkat
sensitivitasnya terhadap fungisida (Davis et al., 2006; McGrath, 2001).
P. xanthii merupakan penyebab utama penyakit powdery mildew di
negara Jepang. P. xanthii mempunyai tujuh race (ras fisiologi) yang telah
berhasil diidentifikasi. Identifikasi race tersebut didasarkan pada respons
dari delapan jenis tanaman melon yang berbeda, antara lain Vendrantais,
PMR 45, WMR 29, Edisto 47, PI 414723, PMR 5, PI 124112, dan MR-1
(Kuzuya et al., 2006).
Powdery mildew terlihat seperti tepung putih yang tumbuh pada
daun sehingga menyebabkan daun menjadi layu dan mati. Gejala awal
pada daun yang sakit adalah terbentuk bercak-bercak kecil seperti tepung
berwama putih dan putih kelabu pada sisi bawah daun, selanjutnya pada
kedua sisi daun terlihat tertutup oleh lapisan tepung (Semangun, 2001).
Pada bagian yang terserang, jamur Podosphaera xanthii membentuk
lapisan putih seperti beledu tepung yang terdiri dari miselium, konidiofor,
dan konidium jamur. Serangan yang sudah parah menyebabkan daun
menggulung, kerdil, bentuknya lebih sempit daripada daun sehat, keras
dan rapuh, daun rontok, hingga akhimya mati (Maryanto, 2009).
Podosphaera xanthii diketahui dapat menginfeksi 60 genus tanaman
dan semua anggota Cucurbitales dapat terserang. Powdery mildew yang
menyerang anggota Cucurbitales dapat mengakibatkan kerusakan organ
foliar (pengangkutan). Podosphaera xanthii dapat menyerang daun, petiola,
dan batang dengan ditandai adanya wama putih. Podosphaera xanthii

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


terdiri dari miselium dan spora, serta pada kotak spora berwama cokelat.
Pada bagian atas daun yang terinfeksi akan terlihat beberapa kotak spora
sehingga menyebabkan daun menjadi kuning (chlorotic), cokelat, dan layu
(Kuzuya et al., 2006).
Powdery mildew yang disebabkan Podosphaera xanthii menyebabkan
terjadinya pengguguran daun lebih cepat sehingga organ tanaman
menjadi untuk fotosintesisi menjadi berkurang. Powdery mildew tidak
menyerang buah dari tanaman anggota Cucurbitales, tetapi secara tidak
langsung buah akan mengalami kekurangan unsur hara sehingga ukuran
buah menjadi lebih kecil. Powdery mildew merupakan penyakit polisiklik
sehingga dapat terjadi siklus infeksi pada seluruh musim tanam (Kuzuya
et al., 2006).

E D
Gambar 7.5. Tahapan infeksi powdery mildew pada melon
Keterangan: A) infeksi powdery mildew berawal hanya pada satu titik B) infeksi
banyak titik pada permukaan daun C) infeksi menyebar luas pada permukaan
daun D) seluruh permukaan daun tertutup powdery mildew E) daun yang terinfeksi
mengering
Sumber: Maryanto. 2009

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


1) Klasiflkasi Jamur
Jamur Podosphaera xanthii diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Mycota
Divisi : Ascomycota
Kelas : Ascomycetes
Subkelas : Hymenoascomycetidae
Kelompok : Pyrenomycetes
Ordo : Erysiphales
Famili : Erysiphaceae
Genus : Podosphaera
Spesies : Podosphaera xanthii
(Keller, 2006)
Sedangkan jamur Golovinomyces cichoracearum diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Mycota
Divisi : Ascomycota
Kelas : Ascomycetes
Subkelas : Hymenoascomycetidae
Kelompok : Pyrenomycetes
Ordo : Erysiphales
Famili : Erysiphaceae
Genus : Golovinomyces
Spesies : Golovinomyces cichoracearum
(Keller, 2006)

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Gambar 7.6. Spora powdery mildew pada permukaan daun melon dilihat dengan
scanning electron microscope
Sumber: Horlock & McGrath, 2004

Ciri kingdom Fungi adalah anggotanya mempunyai inti sejati,


mempunyai spora untuk berkembang biak, tidak mempunyai klorofil,
berkembang biak secara seksual maupun aseksual, umumnya berupa
filamen, struktur somatiknya bercabang, dan dikelilingi oleh dinding sel
yang mengandung selulosa, khitin ataupun keduanya. Divisi Ascomycota
dicirikan dengan adanya struktur menyerupai kantung yang di dalamnya
mengandung askospora dan memiliki miselium bersekat.
Ciri subkelas Hymenoascomycetidae adalah anggotanya
memproduksi askus dalam suatu lapisan fertil yang disebut Hymenium.
Kelompok Pyrenomycetes dicirikan dengan adanya askus yang berbentuk
bulat atau gada dan bersifat unitunicate (terdiri dari satu lapis sel).
Sedangkan, ordo Erysiphales dicirikan dengan adanya miselium hyalin
yang biasanya tumbuh superfisial pada tanaman inang dan melekat
dengan menggunakan haustorium. Famili Erysiphaceae merupakan satu-
satunya famili anggota ordo Erysiphales. Oleh karena itu, anggota famili
Erysiphaceae menunjukkan karakteristik yang sama seperti karakteristik
yang dimiliki ordo Erysiphales (Keller, 2006). Pembagian genus anggota

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


famili Erysiphaceae tersebut didasarkan pada tipe appendage dan jumlah
askus pada askokarp (Dametty, 2006).

2) Reproduksi Jamur Tepung


Jamur tepung dapat melakukan reproduksi dengan dua cara.
Pertama, secara aseksual. Pemberian nama jamur tepung disebabkan
penampakannya yang berwama putih seperti tepung pada permukaan
daun. Massa putih seperti tepung tersebut sebenamya adalah konidia
aseksual yang diproduksi oleh jamur tepung. Konidia merupakan spora
aseksual yang diproduksi melalui proses mitosis. Konidia biasanya
diproduksi dalam rantai pendek pada konidiofor yang tegak di permukaan
daun. Konidia memiliki dinding yang tipis dan tidak berwama. Konidia
tersebut akan disebarkan dari satu tanaman ke tanaman lain secara cepat
(Silverside, 2001).
Konidia akan berkecambah dengan cepat setelah jatuh pada tanaman
inang yang sesuai. Perkecambahan konidia didukung oleh temperatur
lingkungan yang berkisar antara 31 °C. Kandungan air yang tinggi
dalam konidia jamur tepung menjelaskan kemampuannya yang dapat
berkecambah pada kelembapan rendah, yaitu 76%. Satu per satu konidia
akan terlepas dari rangkaian rantai, kemudian berkecambah membentuk
germ tube (tabung perkecambahan). Germ tube tersebut akan tumbuh
membentuk miselium. Germ tube juga akan membentuk appresorium
dalam melakukan kontak dengan kutikula tanaman inang. Setelah itu,
hifa yang menyerupai pasak kecil akan tumbuh dari apresorium serta
melakukan penetrasi ke dalam kutikula dan dinding sel epidermis untuk
membentuk haustorium di dalamnya (Vashista, 1984).
Kedua, secara seksual. Jamur tepung memiliki tubuh buah seksual
yang disebut kleistotesium. Hal ini berdasarkan pada definisi bahwa
kleistotesium merupakan tubuh buah (askokarp) yang sama sekali
tertutup dan di dalamnya terdapat askus. Masing-masing kleistotesium
terdiri dari satu atau lebih aski yang didalamnya terdapat dua hingga
delapan askospora. Pada kleistotesium tersebut tidak terdapat porus
(ostiol) sebagai tempat di mana spora dikeluarkan. Untuk membebaskan
spora, dinding kleistotesium akan pecah dan membuka terlebih dahulu.
Akan tetapi, mekanisme pembebasan spora dari kleistotesium tidaklah

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


cukup seperti itu. Ada yang menjelaskan bahwa pembebasan spora
dipengaruhi oleh pengaturan internal dari askus seperti yang terjadi pada
peritesium. Secara morfologis, kleistotesium merupakan tubuh buah yang
sederhana. Dan, tubuh buah yang sederhana inilah yang dimiliki oleh
Erysiphales (Silverside, 2001).

3) Siklus Hldup Jamur Tepung


Jamur tepung tidaklah seperti kebanyakan jamur patogen lain. Spora
jamur tepung tidak memerlukan air untuk berkecambah. Spora tersebut
akan terhambat oleh adanya hujan atau air yang disemprotkan pada
daun. Kelembapan yang tinggi akan memacu produksi spora, sedangkan
kelembapan yang rendah memacu pemasakan dan pemencaran spora.
Pada greenhouse, tingkat fluktuasi kelembapan terjadi dengan baik,
yaitu hangat pada siang hari dan dingin pada malam hari. Hal inilah
yang memacu perkembangan jamur tepung. Dengan demikian, jamur
tepung tersebut akan menyerang tanaman baru yang tumbuh subur dan
memungkinkan terjadinya siklus penyakit yang berganda (Maryanto,
2009).
Jamur tepung akan menyerang tanaman yang sedang mengalami
masa pertumbuhan. Dan, pada saat tanaman lain baru ditumbuhkan,
infeksi jamur tepung akan berlanjut pada tanaman yang baru tersebut.
Dengan demikian, sekali saja infeksi jamur tepung terjadi, infeksi jamur
tepung tersebut akan terus berlanjut dan menyebar tanpa menghiraukan
kondisi cuaca. Pada lingkungan yang terbuka dengan variasi berbagai
macam parasit alami, mungkin dapat membantu dalam membatasi
serangan jamur tepung yang begitu hebat (CASFS, 2003). Siklus hidup
jamur tepung dapat dijelaskan melalui Gambar 7.7.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Ja.mur sela.ma pada kondisi
/ ialeksipw
mu.sim dingin dorman tuau aeh.iagga
~
s eluruluaya
tertutup jamur
asku.s menga.aduag
askusporus

,-rk•mba■a••
ukuaponu
,q..,
dilepu pada
muaimHmi ~... u
\ aporula
jamur
11.rada pada
......1ca••
tuau Hll.lum u tuauua
teriafekai daua
kleisto~i• .,pro uksi
sda daun, tunu pads
irmwim pa J

jamur pada daua ua


I
ko nidia dmoo u koapora
..---- .... tuau memproclului m"nginf.,ksi j ariagaa
koawa yaq aka■
teraebar olela ugia

Gambar 7.7. Siklus hidup powdery mildew


Sumber: DPI, 2007

Pada Gambar 7.7. dapat diketahui bahwa terdapat dua fase dalam
siklus hidup jamur tepung, yaitu fase seksual dan aseksual. Masing-
masing fase tersebut telah dijelaskan sebelumnya. Pada fase seksual, jamur
tepung memproduksi kleistotesium pada daun atau tangkai tanaman
inang yang terinfeksi. Kemudian, beberapa sel pada dinding kleistotesium
berkecambah membentuk appendages untuk melekatkan diri pada daun
atau tangkai tanaman inang. Selanjutnya, kleistotesium mengeluarkan
askospora yang kemudian dipencarkan menuju tanaman inang yang lain.
Apabila askospora telah jatuh pada daun atau tangkai tanaman inang
yang sesuai maka spora tersebut membentuk germ tube.
Tahap berikutnya adalah terbentuknya miselium pada permukaan
daun atau tangkai. Kemudian, dari miselium tersebut, terbentuk
haustorium yang tumbuh ke dalam jaringan epidermis tanaman inang.
Selanjutnya, terbentuklah serangkaian konidia sebagai fase aseksualnya.
Konidia tersebut tersusun superfisial pada satu tangkai yang disebut
konidiofor. Konidia tersebut juga disebarkan menuju tanaman inang yang

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


lain. Setelah konidia jatuh pada tanaman inang yang sesuai, konidia akan
mengalami perkecambahan dan pertumbuhan sebagaimana askospora.
Dari kedua fase tersebut, terbentuklah satu rangkaian siklus dari jamur
tepung (DPI, 2007).

4) Syarat lklim bagi Jamur Tepung


Powdery mildew merupakan penyakit yang dapat menyerang
tanaman pada daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Powdery mildew
memerlukan suhu yang tinggi dan kelembapan relatif rendah sebagai
syarat utama pertumbuhannya. Kondisi demikian dapat dijumpai di
greenhouse sehingga menjadi tempat yang kondusif bagi penyebaran
penyakit powdery mildew (Davis et al. 2001).
Menurut Davis et al. (2006), pada musim panas, Podosphaera xanthii
penyebab penyakit powdery mildew, dapat berkembang dengan cepat
karena intensitas matahari cukup tinggi sehingga kelembapannya
rendah. Waktu yang diperlukan untuk melakukan infeksi hanya 3-7 hari.
Selanjutnya, konidia dapat berkembang dengan relatif singkat. Kondisi
yang kering juga mendukung kolonisasi, sporulasi, dan persebaran dari
Podosphaera xanthii.
Hujan dan kondisi basah pada permukaan daun tidak mendukung
perkembangan powdery mildew, tetapi menjadi katalis untuk penyakit
yang disebabkan jamur lainnya. Temperatur optimum yang diperlukan
untuk perkembangan powdery mildew, yaitu 20-27°C dan temperatur
efektif untuk perkembangan powdery mildew adalah 10-32°C, sedangkan
pada temperatur 38°C perkembangan powdery mildew akan berhenti
atau mengalami kematian. Dengan demikian, terdapat hubungan antara
pengaruh temperatur, kelembapan relatif, cahaya, dan angin terhadap
perkembangan serta persebaran penyakit powdery mildew (Davis et al.
2001).

5) Jamur Tepung di Indonesia


Penyakit powdery mildew pertama kali ditemukan di India. Penyakit
yang sama ditemukan di Srilangka, Indonesia, dan Filipina. Penyakit ini
sangat cepat berkembang pada daerah dengan tingkat kelembapan tinggi

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


(Maia, 2012). Hampir seluruh daerah yang melakukan budidaya melon
pernah mengalami serangan powdery mildew.
Pulau Jawa memiliki daerah terbanyak budidaya melon, antara
lain Bogor, Sumedang, dan Cirebon (untuk wilayah Jawa Barat); Banten,
Purwokerto, Kebumen, Purworejo, Pemalang, Kendal, dan Sragen (untuk
wilayah Jawa Tengah); Sleman, Bantul, dan Kulonprogo (untuk wilayah
DIY); serta Ngawi, Magetan, Madiun, Kediri, Jombang, Malang, dan
Mojokerto (untuk wilayah Jawa Timur). Di Indonesia, kerugian akibat
penyakit powdery mildew dapat mencapai 30-90%, sedangkan 80% di
Amerika Serikat (Semangun 1991).
Pengendalian penyakit powdery mildew dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara. Pertama, pemberian fungisida kelompok Qol
(azoxystrobin dan pyraclostrobin) (Prastiyanto, 2014). Kedua, pengendalian
secara manual, yaitu mencabut dan membakar tanaman yang terinfeksi
powdery mildew, kemudian melakukan pemuliaan tanaman resisten
powdery mildew (Daryono dan Huda, 2013).
Kultivar melon hasil pemuliaan Laboratorium Genetika, Fakultas
Biologi UGM yang resisten terhadap powdery mildew, antara lain TACAPA
GB, TACAPA Silver, MG 1, MG 2, MG 3, MG 4, dan Gama Melon Basket.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


PANEN

A. WAKTU PANEN
Buah melon siap untuk dipanen pada umur 55-75 hari setelah
tanam. Panen dapat dilakukan ketika buah melon menunjukkan tanda-
tanda kematangan. Kematangan buah dicapai sekitar 30-35 hari setelah
berbunga, namun dapat dipengaruhi oleh suhu. Ciri-ciri melon siap
panen untuk jenis reticalatus atau mempunyai nett, antara lain serat jala
pada permukaan kulit tampak jelas dan kasar, permukaan kulit sekitar
tangkai terlihat retak-retak, warna kulit hijau kekuningan dan sudah
mengeluarkan aroma.
Buah melon sebaiknya dipetik pada tingkat kematangan 90%
atau sekitar 3-7 hari sebelum matang penuh. Hal ini berguna untuk
memberikan waktu lebih pada distribusi. Pemanenan sebaiknya pada
pagi hari sekitar pukul 8-11 dan dilakukan secara bertahap. Buah yang
dipetik haruslah yang benar-benar telah siap dipanen.

B. KRITERIA PANEN
Buah melon yang dapat dipanen hams memiliki beberapa kriteria.
Berikut ini beberapa di antaranya:
1. Ukuran buah sesuai dengan ukuran normal atau telah mencapai
maksimal.
2. Umur buah sudah 30-35 hari dari berbunga atau 55-57 hari setelah
tanam.
3. warna buah mulai berubah dan tangkai buah retak.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


4. Net pada permukaan kulit lebih jelas atau net sudah terbentuk
sempurna.
5. Daun dekat buah sudah mengering.
6. Aroma buah mulai muncul.

Gambar 8.1. Penampakan garis melingkar pada bagian atas buah tanda matang
Sumber: Poto Daryono dan Maryanto, 2016

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 8.2. Penampang melon yang siap panen
Sumber: Poto Daryono dan Maryanto, 2016

Gambar 8.3. Penampang buah melon yang terlihat retakan pada bagian atas buah
Sumber: Foto Daryono dan Maryanto, 2016

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 8.4. Penampang buah melon yang sudah sangat matang
Sumber: Poto Daryono dan Maryanto, 2016

C. CARA PANEN
Berikut ini cara panen yang dilakukan pada buah melon:
1. Tangkai buah melon dipotong dengan pisau, sisakan minimal 2,0 cm
untuk memperpanjang masa simpan buah.
2. Tangkai dipotong berbentuk huruf "T" dengan tujuan agar tangkai
buah utuh. Kedua sisi atasnya merupakan tangkai daun yang telah
dipotong daunnya. Agar mencapai tujuan tersebut, pemetikan
dilakukan dengan memotong tangkai buah menggunakan pisau atau
gunting. Jadi, bagian yang dipotong adalah yang mengarah pada daun,
bukan pada buah.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 8.5. Pemotongan tangkai buah melon berbentuk T
Sumber: Poto www.infoagribisnis.com

3. Pemanenan dilakukan secara bertahap dengan mengutamakan buah


yang benar-benar telah siap dipanen.
4. Buah yang telah dipanen dikumpulkan di suatu tern pat untuk disortir.
Kerusakan buah akibat terbentur atau cacat fisik lainnya, sebaiknya
dihindari karena akan mengurangi harga jual, terutama di gerai, toko,
pasar, maupun swalayan.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 8.6. Panen buah melon di lahan
Sumber: Foto Maryanto, 2013

Gambar 8.7. Pengumpulan buah melon hasil panen


Sumber: Foto Maryanto, 2013

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 8.8. Hasil panen buah melon dikumpulkan pada suatu tempat yang bersih
Sumber: Foto Maryanto, 2013

D. PERLAKUAN PASCAPANEN
Pascapanen merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan
setelah melon dipanen. Kesalahan penanganan dalam pascapanen akan
memengaruhi kualitas buah melon. Beberapa tahapan pascapanen antara
lain:

1. Tahap Pengumpulan
Buah-buah melon yang telah dipanen dikumpulkan pada suatu
tempat untuk segera disortir. Pada saat panen, kerusakan buah akibat
terbentur atau cacat fisik lainnya sebaiknya dihindari, karena akan
mengurangi harga jual terutama untuk penjualan di pasar swalayan.

2. Tahap Penyortiran dan Penggolongan (Grading)


Melon yang telah dipanen, diangkut dan dikumpulkan di suatu
tempat, kemudian disortasi. Buah yang sehat dan utuh dipisahkan dari

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


buah yang cacat fisik atau terserang hama penyakit. Buah melon yang
berkualitas baik kemudian digolongkan berdasarkan tiga kelas, yaitu:
a. kelas Ml, yaitu melon berbobot 1,5 kg atau lebih dan jaring berbentuk
sempurna;
b. kelas M2, yaitu melon berbobot 1-1,5 kg dan jaringnya terbentuk hanya
70% saja;
c. kelas M3, yaitu bobot buahnya bervariasi dengan jaring sedikit atau
tidak berbentuk sama sekali. Hal ini terjadi karena tanaman belum
saatnya dipanen, tapi telah mati terlebih dahulu akibat serangan hama.

Gambar 8.9. Penyortiran melon berdasarkan kondisi fisiknya


Sumber: Foto Maryanto, 2009

3. Tahap Penyimpanan
Buah melon yang sudah dipetik dan yang belum terangkut, dapat
disimpan dalam gudang penyimpanan. Buah ditata secara rapi dengan
dilapisi jerami kering. Tempat penyimpanan buah hams bersih, kering,
dan bebas dari hama seperti kecoa atau tikus. Melon yang sudah terlalu

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


masak jangan disatukan dengan buah yang setengah masak (mengkal). Jika
ada buah yang mulai busuk hams dijauhkan dari tempat penyimpanan.

Gambar 8.10. Penyimpanan melon harus di tempat yang bersih dan terhindar dari
berbagai binatang
Sumber: Foto Maryanto, 2010

4. Tahap Pengemasan dan Pengangkutan


Kemasan untuk melon dapat dibuat dari kayu biasa dan banyak
memiliki lubang angin. Cara menyusunnya, bagian dasar kotak diberi
jerami kering yang cukup tebal, begitu juga buah melonnya. Lapisi bagian
atas buah melon dengan jerami. Sebelum kotak ditutup, buah melon diberi
lapisan jerami lagi.

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 8.11. Pengangkutan buah melon yang dilapisi jerami
Sumber: Foto Agriansyah, 2013

Gambar 8.12. Pengemasan melon Hikapel


Sumber: Foto Retnaningati, 2015

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Selain kotak, pengemasan bisa juga menggunakan rajutan benang
yang mirip jala, kemudian dimasukkan dalam kemasan karton. Dalam
karton masih dilapisi dengan jerami kering a tau kertas hancuran. Kemasan
seperti ini akan lebih terjamin kondisi buahnya dibanding menggunakan
kotak dari kayu atau cara tradisional.

Gambar 8.13. Pengemasan melon pada kotak karton


Sumber: www.omtani.com

Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut buah melon yang


akan dibawa ke pasar tergantung jarak yang ditempuh. Buah yang akan
diekspor biasanya dipak secara khusus dengan peti kemas yang terbuat
dari kayu, karton, atau kotak plastik. Di kargo pesawat, peti kemas melon
dimasukkan ke dalam kontainer berpendingin agar buah tetap segar pada
saat sampai ke tempat tujuan.

E. PEMASARAN MELON
Pemasaran melon hasil penelitian Laboratorium Genetika dan
pemuliaan Tanaman, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada
dilakukan oleh PT Gama Multi Usaha Mandiri bekerja sama dengan

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


berbagai supermarket di Yogyakarta, antara lain Superindo, Mirota
Kampus, dan Plaza Agro.

Gambar 8.14. Penjualan melon ke Superindo, Yogyakarta


Keterangan: A) Cabang Jalan Sudirman, B) Cabang Jalan Sultan Agung
Sumber: Foto Daryono, 2015

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


A

Gambar 8.15. Pemasaran melon Hikapel di Superindo, Jalan Kaliurang Yogyakarta


Keterangan: A) bersama pihak Superindo, B) mengenalkan ke konsumen langsung
Sumber: Foto Daryono, 2015

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


Gambar 8.16. Pemasaran melon Hikapel di Mirota Kampus, Yogyakarta
Sumber: Foto Daryono, 2015

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


A

Gambar 8.17. Pemasaran melon Hikapel di Plaza Agro


Keterangan: A) Plaza Agro Fakultas Petemakan UGM, B) buah melon kultivar
Hikapel menarik pengunjung Plaza Agro
Sumber: Foto Rabbani, 2015

Keanekaragaman clan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


KEANEKARAGAMAN
GENETIK, UPAYA
KONSERVASI, DAN
PEMANFAATAN
SUMBER DAYA GENETIK
TANAMAN

A. KEANEKARAGAMAN GENETIK
Keanekaragaman hayati dapat didefinisikan sebagai variasi yang
ada di dalam spesies hewan dan tumbuhan, baik materi genetik maupun
ekosistem di mana spesies tersebut ditemukan. Keanekaragaman dibagi
menjadi tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman genetik (variasi di dalam
gen dan genotipe), keanekaragaman spesies (kekayaan spesies/species
richness), dan keanekaragaman ekosistem (komunitas dari spesies dan
lingkungannya).
Saat ini, keanekaragaman hayati (biodiversitas) dipandang sebagai
hal yang berguna bagi umat manusia. Bahkan, keanekaragaman
(diversitas) merupakan sesuatu hal yang esensial bagi perkembangan
yang berkelanjutan bagi aktivitas manusia. Keanekaragaman hayati
memungkinkan suatu sistem sosial dan ekonomi untuk berkembang
sehingga mampu mengatasi isu terkait kelaparan dan kemiskinan
dunia, serta mampu mempertahankan keanekaragaman budaya (cultural
diversity) dari suatu negara ke seluruh dunia (Shiva, 1994).
Sumber daya hayati di setiap negara merupakan sesuatu hal yang
penting. Namun, tidak semua negara memperoleh berkah berupa

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


sumber daya hayati dalam jumlah sama. Oleh karena itu, diperlukan
kerja sama antara negara di dalam proses konservasi yang efektif serta
pendayagunaan biodiversitas dunia.
Dalam kurun waktu beberapa tahun yang lalu, timbul suatu
kesadaran bahwa cara pandang biodiversitas secara menyeluruh (holistic
view of biodiversity), termasuk di dalamnya biodiversitas agrikultur
(agricultural biodiversity), serta suatu keterkaitan antara konservasi dengan
penggunaan dan perkembangan jangka panjang merupakan sesuatu hal
yang penting untuk dikaji (Arora, 1997).
Dimulai dengan adanya tim ad hoe "Working Group of Expert
on Biological Diversity" pada bulan Juni1987 oleh the United Nations
Environment Programme (UNEP). Proses ini kemudian berlanjut pada
terbentuknya organisasi United National Conference on Environment and
Development (UNCED) pada bulan Juni 1992 di Rio de Janeiro, Brasil. Di
dalam UNCED, dibahas Convention on Biological Diversity (CBD) dan plan
Agenda 21 yang merupakan dasar dari proses diskusi dan implementasi
aturan/hukum (policy) pada tahun-tahun berikutnya.
Sebagai tindak lanjut dari perkembangan yang ada, Food and
Agriculture Organization of the United Nations (FAO) mengadakan
International Technical Conference (ITC) pada bulan Juli 1996 di Leipzig,
Jerman, yang berfokus pada biodiversitas agrikultur. Konferensi ini
membuahkan suatu informasi berharga, baik pada tataran global,
regional, maupun nasional, terkait keseluruhan status dari konservasi,
pendayagunaan, pemantauan, dan manajemen sumber daya genetik dari
tanaman pangan dan agrikultur (PGRFA/Plant Genetic Resources for Food
and Agriculture). Konverensi ini mengasilkan 20 butir Global Plan of Action
for the Conservation and Sustainable Utilization of Plant Genetic Resources for
Food and Agriculture (GPA), yang disetujui oleh lebih dari 150 negara yang
turut berpartisipasi di dalam konferensi (FAO, 1996a, b).
Sebagai bentuk respons dari CBD dan GPA, diadakan beberapa
pertemuan dan aktivitas yang sedang dan akan dilakukan di masa
mendatang terkait PGR (Plant Genetic Resources) pada tataran global,
regional, dan nasional. Semua aktivitas tersebut sangat tergantung
pada langkah terbaik kita di dalam merencanakan, mengintegrasi, dan

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


mengoordinasi aktivitas yang terkait dengan konservasi dan penggunaan
biodiversitas.
Sumber daya genetik tumbuhan merupakan sumber daya hayati
dunia terpenting. Selama 2-3 dekade terakhir, sumber daya genetik
mengalami kemajuan yang pesat dalam proses konservasinya (Frankel
& Bennet, 1970; Hawkes, 1975; Holden & Williams, 1984; Plucknett et al.,
1987; Watanabe et al., 1998; Rao et al., 1999). Meski demikian, sesungguhnya
konservasi sumber daya genetik tumbuhan membutuhkan perhatian yang
lebih dari apa yang sudah diperoleh pada saat ini.
Pada beberapa tahun yang lalu, sudah dilakukan beberapa usaha,
antara lain pengembangan mutu metode konservasi in situ yang
memungkinkan adanya konservasi dinamis pada populasi tumbuhan
(Jarvis, 1999; Sthapit & Jarvis, 1999). Metode ini secara khusus
memperhatikan pemeliharaan yang efektif dari kerabat tanaman pangan
yang ada di alam (wild-type) . Hal ini sejalan dengan adanya pemahaman
bahwa metode konservasi in situ dan ex situ merupakan suatu kesatuan
yang saling melengkapi. Di samping hal tersebut, pemilihan metode
yang akan digunakan (ex/in situ) bergantung pada spesies yang akan
dikonservasi serta faktor-faktor yang berpengaruh, seperti distribusi,
ekologi, dan kelimpahan dari sumber daya (spesies) tersebut.
Perkembangan arah di bidang agrikultur pada dekade lalu adalah
pelepasan dan penanaman kultivar yang dikembangkan (improved cultivar)
pada tanaman pertanian primer dan sekunder (main and minor crop species).
Kultivar-kultvar ini cenderung seragam dan merupakan keturunan dari
sejumlah kecil galur istimewa (elite lines) yang sering digunakan dalam
produksi, yang selanjutnya berimplikasi pada terjadinya penurunan di
dalam basis genetik dari tanaman pangan dan hortikultura.
Proses penanaman dalam skala besar tanaman pangan dan
hortikultura yang secara genetik seragam menimbulkan peningkatan
dalam kerentanan genetik (genetic vulnerability). Beberapa tanaman pangan
dan hortikultura seringkali menimbulkan konsekuensi yang serius. Salah
satu contoh yang cukup terkenal adalah Irish potato famine pada tahun
1840-an, yaitu ketika kultivar kentang yang ditanaman secara genetik
seragam dan tidak memiliki ketahanan terhadap penyakit akibat jamur
(leaf blight disease). Kasus yang sama, terjadi pada penyakit bercak cokelat

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


pada padi (rice brown spot disease) di daerah Bengal, 1943, yang ditambah
dengan bencana angin taifun yang menyebabkan kelaparan di India. Pada
tahun 1970, penyakit corn leaf blight menyerang tanaman jagung hingga
menurunkan produksi jagung sekitar 25% di beberapa negara bagian
sebelah selatan Amerika Serikat. Meski demikian, di dalam beberapa kasus
yang lain, pemuliaan tanaman memiliki akses pada keanekaragaman
genetik dan mampu memproduksi kultivar yang resisten dalam waktu
relatif singkat.
Kerentanan akibat keseragaman genetik di dalam tanaman pangan
hingga sekarang masih berlanjut dan merupakan suatu born waktu di
masa depan. Salah satu contoh adalah beberapa tanaman tradisional
penting yang ada di Oceania yang memiliki potensi besar terancam
kerentanan genetik akibat adanya penurunan basis genetik. Pada
tahun 1993, taro leaf blight menghancurkan sekitar 95% tanaman taro di
Samoa yang merupakan tanaman pangan utama. Tanaman anggur di
California terserang oleh biotipe baru dari phylloxera, kerabat aphid yang
mengganggu sistem perakaran dari anggur. Sekitar 70% tanaman anggur
di Napa dan Sonata merupakan hasil grafting dengan tumbuhan stok
yang rentan dan terjadinya persebaran penyakit sangat mungkin terjadi.
Penanaman satu jenis tanaman melon yang terus berlanjut juga
memiliki kemungkinan kerentanan terhadap jenis penyakit tertentu.
Misalnya, di Indonesia terdapat jenis melon komersial yang senantiasa
dibudidayakan oleh petani sepanjang tahun, contohnya melon Action 434
berdaging buah hijau. Melon tersebut diketahui rentan terhadap jamur
tepung sehingga terjadi ketergantungan penggunaan pestisida dalam
jumlah besar saat dibudidayakan. Apabila terjadi serangan penyakit maka
kemungkinan terjadinya ledakan penyakit sangat besar dan menyebabkan
tingkat kegagalan panen massal yang tinggi. Oleh karena itu, perlu
dikembangkan kultivar-kultivar melon yang setipe namun memiliki
keunggulan sifat ketahanan terhadap penyakit yang sama.
Suatu jenis penyakit seperti jamur atau virus juga akan terus
berkembang dan beradaptasi terhadap perubahan inang sehingga tetap
mampu melakukan infeksi. Oleh karena itu, pengembangan kultivar-
kultivar baru yang lebih tahan penyakit tidak boleh berhenti agar dapat

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


mengimbangi kecepatan perubahan sifat dan daya infeksi penyakit
tersebut.
Dengan melihat contoh di atas, dapat dilihat betapa pentingnya
perluasan basis genetik dari tanaman pangan yang membutuhkan akses
pada keanekaragaman genetik skala besar. Meskipun dalam beberapa
survei (Brown, 1983; Chang, 1994; Smale, 1997) mengindikasi bahwa basis
genetik dari beberapa tanaman pangan sudah mengalami peningkatan
selama beberapa tahun terakhir.
Program pemuliaan tanaman dilakukan dengan cara memasukkan
hanya sebagian kecil dari keanekaragaman genetik yang tersedia dan
introduksi kultivar baru serta hasil pengembangannya tetap dilanjutkan
untuk menggantikan kultivar indigenous yang mengandung plasma
nutfah yang berpotensi untuk digunakan. Dalam hal ini, keanekaragaman
genetik dapat dipandang sebagai suatu bentuk pertahanan terhadap
permasalahan yang ditimbulkan akibat kerentanan genetik. Petani
tradisional sudah memahami konsep keanekaragaman genetik dengan
membuat suatu pengelompokan tanaman berbasis genetik, yaitu landraces
yang merupakan hasil proses panjang seleksi dari beberapa generasi.
Dan, metode ini dapat diterapkan pula dalam kultivar modern sehingga
menjadi berjangka panjang (sustainable) (Martin et al., 1991; Chang, 1994;
Kannenberg & Falk, 1995).
Konservasi yang efektif dari sumber daya genetik tumbuhan
membutuhkan dasar teknis dan keilmuan modern. Pemahaman yang baik
terkait metode konservasi manakah yang tepat dan akan digunakan pada
suatu spesies yang dibutuhkan? Pada dasarnya, program konservasi yang
efektif membutuhkan pemahaman yang jelas terhadap keanekaragaman
genetik yang ada di dalam spesies yang dikaji strukturnya dan
distribusinya di alam dan di lokasi konservasi, baik ex situ maupun in situ
(Allard, 1988; Hamrick & Godt, 1990; Hamrick et al., 1992).
Pada tulisan ini, kami deskripsikan beberapa faktor yang
memengaruhi distribusi dari keanekaragaman genetik dan bagaimana
alur dari informasi terkait keanekaragaman genetik tersebut sehingga
dibutuhkan dalam konservasi dan penggunaan sumber daya genetik
tumbuhan, termasuk tanaman melon. Penekanan utama di dalam tulisan
ini adalah pada tanaman pangan dan hortikultura serta kerabatnya yang

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


ada di alam, meski beberapa informasi yang terkait diperoleh dari spesies
tumbuhan lainnya.

1. Jangkauan dan Distribusi dari Keanekaragaman Genetik


Keanekaragaman genetik seringkali dipandang sebagai jumlah
dari variasi genetik antarindividu di dalam kultivar atau populasi dari
suatu spesies (Brown, 1983). Keanekaragaman genetik merupakan
hasil dari perbedaan genetik yang banyak dari individu. Perbedaan ini
kemungkinan dapat berupa perbedaan di dalam sekuen DNA, karakter
biokimiawi (struktur protein atau kelengkapan isozim), kelengkapan
fisiologis (resistensi stres abiotik atau laju pertumbuhan), atau karakter
morfologis seperti warna bunga atau bentuk bunga dan buah tumbuhan.
Empat komponen dari keanekaragaman genetik antara lain jumlah
dari bentuk yang berbeda (alleles/alel) yang dapat ditemukan di dalam
populasi yang berbeda, distribusinya, efek yang ditimbulkan dari ekspresi/
performanya, dan perbedaan secara keseluruhan antarpopulasi yang
berbeda.
Variasi yang muncul dari keanekaragaman genetik muncul dari
mutasi dan rekombinasi. Seleksi, genetic drift, dan gene flow terjadi pada
alel yang ada di dalam populasi berbeda sehingga menimbulkan variasi
di dalam keanekaragaman yang terdapat di dalamnya. Proses seleksi
dapat terjadi, baik secara alami ataupun buatan, seperti banyaknya variasi
yang muncul di dalam tanaman pangan dan hortikultura seperti melon
(Suneson, 1960; Frankel, 1977; Nevo et al., 1984; Brown, 1988; Hamrick et
al., 1992).
Sebagai tanaman budidaya, variasi pada tanaman melon sering
muncul karena proses persilangan yang dilakukan oleh manusia.
Persilangan antara kultivar yang berbeda memungkinkan terjadinya
perpaduan sifat baru yang berbeda dengan tetuanya, atau proses transfer
gen-gen tertentu yang diinginkan. Sebagai contoh, pada melon TACAPA
yang memiliki sifat ketahanan terhadap jamur tepung dari tetuanya yaitu
PI 371795, namun juga memiliki sifat daya simpan buah yang bagus seperti
tetua yang lainnya, yaitu melon ACT-3. Sifat lain seperti aroma yang
kuat juga dapat diperoleh melalui perkawinan silangan, seperti melon

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


HIKAPEL yang memperoleh aroma kuat dari tetuanya, yaitu Gama Melon
Parfum (GMP) (Maryanto dkk., 2014).
Sudah menjadi pandangan umum bahwa variasi genetik di dalam
tumbuhan terstruktur di dalam ruang dan waktu (Loveless & Hamrick,
1984). Deskripsi dari jangkauan dan distribusi dari aspek-aspek yang
berbeda keanekaragaman genetik di dalam suatu spesies dan bagaimana
proses strukturisasinya, merupakan prasyarat utama dalam rangka
menentukan sesuatu yang akan dikonservasi, di mana, dan bagaimana
cara mengkonservasinya. Hingga saat ini, hampir semua usaha konservasi,
baik in situ maupun ex situ, dilakukan dengan sedikit informasi terkait
dengan keanekaragaman genetik dari objek yang dikonservasi dan solusi
akan permasalahan tersebut sangat diperlukan.
Pengembangan dari deskripsi yang lebih baik tidak hanya
mendeskripsikan variasi yang teramati tetapi juga mengidentifikasi faktor
utama yang kemungkinan memengaruhi struktur genetik dari populasi
suatu tumbuhan dan menentukan efek yang ditimbulkan oleh faktor
tersebut, yaitu jumlah dari variasi di dalam populasi dan distribusi dari
alel di dalamnya. Beberapa faktor tersebut antara lain faktor klimatik,
edafik, biotik, dan beberapa faktor yang spesifik pada tingkat populasi
(ukuran populasi, seleksi) atau pada tingkat spesies (ploidi, sistem
pemuliaan, dan linkage).
Keanekeragaman genetik merupakan dasar untuk pertahanan hidup
(survival) dan adaptasi, yang memungkinkan adanya keberlanjutan serta
kemajuan dari proses adaptasi. Dari sudut pandang evolusi, hingga pada
suatu waktu, keberlangsungan hidup manusia juga bergantung pada
keanekaragaman genetik. Survival dan adaptasi dapat dipandang sebagai
konsep waktu, ruang, dan fitness (kecocokan/kesesuaian). Fitness termasuk
di dalamnya adaptasi, stabilitas genetik, dan variabilitas.
Proses kepunahan dapat disebabkan oleh tekanan (stress) biotik
dan abiotik. Tekanan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kompetisi, predasi, parasitisme, penyakit, akibat proses isolasi, perubahan
habitat akibat perubahan geologis dan klimatis yang lambat, bencana
alam, atau aktivitas manusia. Dari berbagai ancaman yang disebutkan
tersebut, sangat jelas bahwa keanekaragaman genetik di dalam sumber

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


daya genetik tumbuhan, termasuk tanaman melon, perlu untuk dipahami
dengan baik.

2. Faktor Ekogeografis
Perbedaan geografis di dalam distribusi dari keanekaragaman
genetik merupakan sesuatu yang umum ditemukan. Suatu populasi dapat
saja berbeda akibat semua aspek yang terkait dengan keanekaragaman dan
memperlihatkan variasi di dalam jumlah alel, identitas dari alel tersebut,
dan efek yang ditimbulkan oleh alel tersebut di dalam karakteristik
populasi. Sistem pemuliaan dari spesies sangat berguna dalam rangka
menentukan perbedaan yang ada antara dua populasi yang berasal dari
lokasi geografis yang berbeda. Outbreeders (hasil kawin silang) seringkali
memperlihatkan perubahan secara gradual antarpopulasi dan seringkali
diwujudkan sebagai perubahan di dalam frekuensi alel akibat perbedaan
ketinggian (clinal nature). Sebagai contoh, pada sorghum di Afrika.
Sebaliknya, spesies self-pollinated (hasil kawin sendiri) memperlihakan
perbedaan yang lebih besar antarpopulasi, seringkali disertai perbedaan
yang cukup nyata pada alel di dalam populasi yang berbeda.
Variasi geografis di dalam distribusinya mustahil untuk dipisahkan
dari variasi yang ditentukan oleh ekologi. Lokasi geografis yang berbeda
hampir selalu berbeda terkait dengan beberapa karakteristik ekologis
yang cukup signifikan (latitude, altitude, temperatur, dan kelembapan).
Oleh sebab itu, faktor geografis dan ekologis dapat dipandang sebagai
satu kesatuan, yaitu faktor ekogeografis.
Secara umum, di dalam kondisi alami, terdapat hubungan yang dekat
antara karakter-karakter morfologis dan fisiologis dari tumbuhan maupun
habitat yang merupakan lokasi pada saat karakter-karakter tersebut
berevolusi dan terekspresi. Oleh sebab itu, habitat dapat pula didefinisikan
menurut karakteristik tumbuhan yang hidup di dalamnya. Variasi genetik
yang adaptif, yang pada umumnya kuantitatif dan responsif, meski
perbedaan habitat yang terjadi cukup kecil, seringkali memperlihatkan
reaksi dengan sensitivitas yang besar. Sudah cukup banyak penelitian
yang memperlihatkan adanya asosiasi antara karakteristik suatu populasi
dan lingkungan tempat populasi tersebut ditemukan. Penelitian oleh grup
riset Nevo juga menekankan peranan faktor ekologis dalam menentukan

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


jangkauan dan distribusi keanekaragaman genetik di dalam kerabat dekat
(wild-type) dari tanaman pangan. Meski demikian, bukan berarti hal ini
selalu berlaku secara umum. Ada pula perbedaan karakter morfologis
atau fisiologis yang disebabkan oleh plastisitas, yang memungkinkan
genetik populasi relatif mirip/sama meskipun berada di dalam lingkungan
berbeda.
Dalam aplikasinya, diferensiasi ekotipik dalam tanaman pangan
memengaruhi banyak karakter, antara lain laju perkembangan relatif,
resistensi terhadap faktor biotik dan abiotik, respons edafik, respons
terhadap kesuburan tanah, adaptasi terhadap penanaman, irigasi,
metode pemanenan, serta perbedaan kualitas. Hal yang terpenting
untuk dipahami adalah fakta bahwa ras tanaman pangan lokal (local crop
races), termasuk tanaman melon, merupakan konsekuensi dari periode
panjang interaksi antara lingkungan dan sistem genetik. Karakteristik
yang menonjol adalah adaptasi klimatik dan edafik.
Sejalan dengan sistem pemuliaan, yang merupakan salah satu faktor
sangat berpengaruh terhadap komposisi genetik di dalam populasi,
beberapa tekanan ekologis (ecological pressures) memengaruhi distribusi
dari variabilitas intrapopulasi dan akumulasi dari perbedaan genetik
antara dua populasi. Seleksi terhadap adaptasi ekologis juga teridentifikasi
sebagai suatu kekuatan utama dalam akumulasi beberapa perbedaan
pada dua populasi gandum. Pada awalnya, dua populasi gandum
tersebut merupakan dua populasi identik yang ditumbuhkan pada dua
lokasi berbeda di Prancis. Setelah 10 tahun, populasi di daerah selatan
berbunga lebih awal daripada daerah utara. Kelengkapan di dalam
resistensi penyakit juga mengalami perubahan sebagai bentuk respons
dari perbedaan penyakit yang ada di setiap lokasi yang berbeda.
Melon merupakan salah satu jenis tanaman yang sudah lama
mengalami pengembangan dan adaptasi dengan perpindahan
penanamannya yang jauh berbeda dengan habitat aslinya. Sebagai contoh,
di Indonesia yang beriklim tropis, sedangkan kebanyakan jenis melon
berasal dari daerah lebih kering seperti di Asia Tengah dan Afrika Utara.
Sehingga, tanaman harus mengalami perubahan agar mampu bertahan
dengan kondisi lingkungan yang baru. Jenis penyakit di daerah kering
Asia Tengah tentunya berbeda dengan jenis-jenis penyakit di daerah tropis

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


yang lembap, seperti di Indonesia. Bisa saja, suatu jenis melon di habitat
awalnya tahan terhadap berbagai jenis penyakit, namun setelah ditanam
di Indonesia muncul banyak gejala penyakit. Namun demikian, terdapat
jenis tanaman tertentu yang tetap tahan terhadap penyakit. Berkaitan
dengan hal tersebut, maka sangat penting dilakukan seleksi awal sifat
ketahanan penyakit atau ketahanan terhadap faktor lingkungan lain di
tempat yang berbeda sebelum dilakukan proses budidaya lebih lanjut.
Perakitan kultivar-kultivar melon baru akan lebih baik dan efisien
bila dilakukan di daerah tersebut atau setidaknya memiliki kondisi
ekologis yang menyerupai, sehingga hasil perakitan yang baru segera
dapat diamati adaptasinya terhadap kondisi ekologis setempat. Sebagai
contoh, suatu jenis tanaman melon yang dikembangkan oleh salah satu
perusahaan Jepang yang umumnya ditanam di New Zeland memiliki
hasil bagus dan optimal. Akan tetapi, setelah dilakukan uji penanaman di
Indonesia menunjukkan hasil yang kurang memuaskan dan tidak mampu
bersaing dengan jenis melon yang dirakit/dikembangkan di Indonesia
seperti kultivar TACAPA yang memiliki performa pertumbuhan tanaman
maupun buahnya lebih baik (Setyani, 2016).
Dalam tanaman pangan, faktor geografis yang mencerminkan
perbedaan sosial dan politik, kemungkinan merupakan faktor yang cukup
signifikan, serupa dengan faktor ekologis dalam hal penentuan distribusi
keanekaragaman genetik. Dalam beberapa studi, melalui genebank, negara
asal merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan distribusi
keanekaragaman genetik.
Spagnoletti Zeuli & Qualset (1987) mampu mengidentifikasi
aksesi yang berasal dari Italia namun dikoleksi di Mesir, berdasarkan
pada analisis keanekaragaman koleksi dunia dari durum wheat. Hal
ini mencerminkan adanya kecenderungan suatu materi (spesies) yang
mengalami sirkulasi di dalam suatu negara hingga pada jangkauan
lebih luas, yaitu lebih dari dua negara yang berbeda. Pada materi yang
alami, gambaran yang tampak kemungkinan berbeda. Tingkat dari
keanekaragaman allozim pada populasi liar suatu spesies tidak selalu
berkorelasi dengan batas-batas suatu negara (Levin, 1977; Yeh & O'Malley,
1980; Wendel & Parks, 1985).

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Karakteristik dari tanaman pangan adalah produk dari ribuan
tahun manajemen manusia. Sehingga, tidaklah mengherankan jika faktor
sosio-ekonomi teridentifikasi sebagai faktor yang sangat signifikan di
dalam jangkauan dan distribusi dari keanekaragaman tanaman pangan,
seperti kentang di Andes, jagung di Amerika Selatan (Quiros et al., 1990)
dan Meksiko (Loutte et al., 1997), serta padi di Vietnam. Komunitas yang
berbeda atau bagian dari komunitas yang berbeda seringkali menjaga
beberapa jumlah keanekaragaman yang berbeda dan tipe dari materi
(spesies) yang berbeda. Komunitas yang berbeda memelihara tipe yang
berbeda, seperti materi taro di Tiongkok. Kelompok menengah ke atas
memelihara lebih banyak keanekaragaman tanaman pangan dibandingkan
kelompok bawah di dalam beberapa komunitas di Nepalese (Rana et
al., 2000). Komunitas lokal seringkali dilanjutkan dengan memelihara
keanekaragaman yang cukup besar sebagai salah satu elemen penting
di dalam kesehariannya. Colombo (1997) melaporkan bahwa indeks
keanekaragaman yang besar ditemukan di dalam marka molekuler RAPD
dan AFLP pada satu lahan cassava di Brasil, bahkan hampir sama dengan
koleksi dunia cassava di Centro Internacional de Agricoltura Tropical (CIAT),
Colombia.
Jumlah keanekaragaman genetik yang ditemukan di daerah yang
secara geografis dan ekologis dipandang sebagai daerah marginal untuk
tanaman pangan atau spesies lainnya, termasuk tanaman melon, adalah
sangat rendah/tereduksi. Hal ini disebabkan ukuran populasi yang
kecil, gene flow yang tereduksi, faktor historis, dan sudah diobservasi
pada Limnathes alba, tomat (Rick et al. 1977), serta taro (Yen & Wheeler,
1968; Yen). Beberapa populasi juga memiliki gen khusus yang mampu
memberikan resistensi terhadap cekaman atau penyakit. Aksesi padi dari
area pegunungan di Nepal memiliki toleransi terbesar terhadap dingin,
meski jumlah kultivar yang mampu ditumbuhkan dalam komunitas
pegunungan tersebut lebih sedikit dibandingkan komunitas yang tinggal
di ketinggian sedang, yang menghadapi cekaman dingin lebih ringan
(Sthapit & Witcombe, 1998).

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


3. Sistem Pemuliaan
Sistem pemuliaan suatu spesies sangat berpengaruh terhadap
distribusi alel. Sistem perkawinan, morfologi bunga, dan pola reprodruksi
(mode of reproduction), berpengaruh secara signifikan terhadap jangkauan
dan distribusi dari keanekaragaman genetik (Loveless & Hamrick, 1984).
Efek yang ditimbulkan pun diekspresikan, baik melalui parameter
geografis maupun faktor-faktor yang dipengaruhi oleh kontrol genetik.
Meski merupakan suatu aturan utama di dalam sistem pemuliaan,
pengetahuan mengenai hal tersebut pada seringkali terbatas pada
generalisasi bahwa spesies tersebut hanya suatu bentuk outbreeder atau
inbreeder saja. Spesies liar seringkali memiliki sistem pemuliaan yang
berbeda dari kerabatnya, yaitu tanaman pangan. Oleh karena itu, timbul
permasalahan yang berbeda, terkait dengan pemeliharaan dan regenarasi
di dalam genebank.
Informasi terhadap sistem pemuliaan suatu spesies dapat memberikan
gambaran mengenai distribusi genotipe di populasi alaminya. Proses
outcrossing membantu populasi tumbuhan untuk memelihara tingkat
keanekaragaman genetik yang tinggi. Hutan konifer merupakan suatu
spesies outbreeding, polinasi dengan memanfaatkan angin, dan sangat
bervariasi. Keturunan hasil penyerbukan sendiri (selfed progeny) pada
hampir semua spesies outbreeding sering memperlihatkan pola depresi
inbreeding, antara lain penurunan jumlah biji, kemampuan germinasi,
survival, dan pertumbuhan (Perry & Knowles, 1990).
Sebagai suatu tren yang umum, spesies inbreeding dan outbreeding
kemungkinan tidak hanya berbeda pada semua tingkatan dari
keanekaragaman genetik (Miller & Tanksley, 1990), namun juga berbeda
dalam jumlah, baik di dalam maupun antarvarian keanekaragaman
genetik dalam populasi (Schoen & Brown, 1991 ). Inbreeder memperlihatkan
variasi populasi yang lebih besar dan lebih bervariabel di dalam struktur
variasi genetiknya. Hal semacam ini perlu diperhatikan, terutama untuk
pengembangan koleksi plasma nutfah dan pemeliharaan keanekaragaman
genetik dari sumber daya genetik tumbuhan.
Meski demikian, seringkali korelasi antara sistem pemuliaan dengan
keanekaragaman genetik mungkin tidak terlalu kuat. Kondisi seperti ini
dapat disebabkan oleh parameter lain yang bervariasi dan perlu disadari

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


keberadaannya. Selain itu, diperlukan pula pengumpulan informasi
terhadap kerabat liar dari tanaman pangan sebagai bagian dari riset ketika
informasi tersebut terbatas atau membutuhkan pembaharuan.

4. Nilai Penting dari Peristiwa Bottlenecks


Ketika suatu spesies outbreeding melalui suatu bottleneck (populasi
baru dibangun dengan jumlah keturunan yang sedikit), keanekaragaman
genetik menurun secara proporsional terhadap tingkat cekaman bottleneck
(Chakraborty, 1977; Maruyama & Fuerst, 1984). Semakin kecil populasi
dan semakin lama populasi tersebut berukuran kecil, semakin besar
keanekaragaman genetik yang akan hilang. Meski semua komponen dari
keanekaragaman genetik terpengaruh oleh ukuran populasi yang kecil,
bottleneck diduga memiliki efek yang lebih besar terhadap keanekaragaman
alel daripada terhadap heterozigositas (Nei et al., 1975).
Hilangnya heterozigositas umumnya terjadi apabila proses
pemulihan dari suatu populasi kecil menjadi populasi besar berjalan
dengan lambat atau mengalami delay untuk beberapa generasi. Tingkat
heterozigositas yang rendah dalam satu atau lebih loci di dalam populasi
atau spesies dapat diinterpretasikan sebagai hasil dari proses hilangnya
keanekaragaman genetik dari bottleneck yang telah terjadi sebelumnya.
Seorang ilmuwan dapat menggunakan hilangnya heterozigot ataupun
jumlah dari alel ini untuk melakukan perkiraan tentang proses bottleneck
yang terjadi di masa lampau dari suatu populasi alami. Meski demikian,
karena besamya variasi di antara loci yang dijadikan sampel, loci dalam
jumlah besar perlu untuk disampling guna mendeteksi adanya perbedaan
di dalam variasi yang dimiliki antara populasi. Terlebih lagi, random linkage
di dalam populasi dan perbedaan dalam tingkat inbreeding di antara
populasi akan meningkatkan variasi sampel.
Alel-alel yang terancam hilang di dalam proses bottleneck adalah
alel-alel yang memiliki frekuensi alel awal yang rendah, yang akan
berkontribusi sedikit terhadap heterozigositas rata-rata. Dengan demikian,
konsekuensi awal utama dari bottleneck adalah hilangnya alel-alel langka
dibanding hilangnya heterozigositas rata-rata. Pengukuran rerata dari
variasi genetik berguna dalam mendeteksi efek dari ukuran populasi
yang kecil, meski individual loci mungkin akan menyimpang dari dugaan

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


pengukuran. Di dalam populasi kecil, probabilitas dari proses inbreeding
meningkat. Di dalam populasi terbatas yang mengalami perkawinan
acak (random mating), probabilitas dari proses selfing adalah 1/N, dengan
N adalah ukuran populasi. Di dalam populasi outcrossing, dengan tidak
adanya self-incompatibility, akan terjadi pula beberapa kejadian selfing,
meski di dalam pola perkawinan acak (Crow & Denniston, 1988).

S. Keanekaragaman Intra dan lnterpopulasi


Pemisahan antara keanekaragaman genetik intra dan interpopulasi
merupakan faktor yang penting untuk disadari di hampir semua upaya
konservasi, terutama dalam kasus konservasi in situ. Pengukuran variasi
genetik di dalam ruang, sangat dipengaruhi oleh korelasi antar subdivisi
yang digunakan di dalam sampling, terutama jika dengan memperhatikan
variasi dalam frekuensi gen antarpopulasi. Umumnya, varian dari
frekuensi gen distandarisasi dengan memperoleh rerata dari frekuensi
gen. Di dalam model isolasi dengan menggunakan jarak (disebut dengan
stepping stone model), pada status stasioner dari korelasi di antara frekuensi
gen dari dua populasi akan eksponensial terhadap jarak geografis antara
kedua populasi tersebut. Sebuah metode sudah dikembangkan untuk
menghitung koefisien identitas dari dua gen dalam stepping stone model
dengan partial selfing, yang seringkali terjadi pada spesies outbreeding.
Bagian yang berbeda di dalam subsampel ataupun subdivisi
merupakan hasil dari proses adaptasi terhadap relung (niches) lingkungan
yang berbeda (Crow & Denniston, 1988). Pola migrasi memperlihatkan
struktur spasial. Migrasi tergantung dari jarak di antara subdivisi yang
diperoleh dari korelasi antara populasi yang bersebelahan (neighbouring
population).

6. Penelitian Diperlukan dalam Jangkauan dan Distribusi


Keanekaragaman Genetik
Penelitian yang berkelanjutan diperlukan terutama pada banyak
aspek yang berpengaruh pada jangkauan dan distribusi keanekaragaman
genetik. Terkait dengan spesies tumbuhan yang bermanfaat, diperlukan
eksplorasi terhadap sistem manajemen harian dari petani dan faktor
ekogeografis yang berinteraksi sehingga mampu menetukan struktur

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


populasi. Apakah keanekaragaman yang ditemukan di dalam tanaman
pangan, termasuk tanaman melon, masih dapat dijelaskan di dalam konteks
faktor ekogeografis dan proses domestikasi, atau faktor sosio-ekonomi,
kultur, dan politis? Penelitian juga diperlukan dalam hal distribusi variasi
alel intra dan interpopulasi, khususnya dengan memperhatikan asosiasi
multialel dan pengaruh dari linkage disequilibrium dalam menentukan
nilai penting dari asosiasi linkage dan alelik pada tanaman pangan yang
berbeda. Isu lain yang terkait dengan strategi manajemen konservasi
adalah jangkauan dan efek dari introgresi (penyilangan) antara tanaman
pangan dengan kerabat liarnya (wild-type) (Harris & Hillman, 1989; Jarvis
& Hodgkin, 1999).
Penelitian juga diperlukan pada distribusi dari variasi alel intra
dan interpopulasi, pola geografis dari variasi, serta asosiasi alel secara
genomik di dalam tanaman pangan dan spesies yang dikaji, termasuk
tanaman melon. Apakah semuanya itu sejalan dengan penelitian di dalam
sistem pemuliaan? Beberapa penelitian akan memberikan informasi
berharga terkait dengan manajemen plasma nutfah, termasuk di dalamnya
klasifikasi aksesi berdasar komposisi aleliknya dan pendeteksian
pengulangan (redundancy) di dalam koleksi.

7. Analisis Molekuler Keanekaragaman


Metode molekuler menjadi bagian penting dalam penelitian terkait
jangkauan dan distribusi keanekaragaman genetik dalam analisis sistem
pemuliaan, bottleneck, dan berbagai faktor kunci yang berpengaruh pola
keanekaragaman genetik. Penelitian kemungkinan akan menggunakan
RFLPs, RAPDs, AFLPs, atau SSRs. Pemahaman akan perbedaan
keunggulan dan kekurangan yang ditawarkan oleh setiap metode
merupakan hal yang penting. Setiap metode akan mencerminkan aspek
yang berbeda dari keanekaragaman genetik (Karp & Edward, 1995).
Hasil yang diperoleh dari marka molekuler kemungkinan sangat
berbeda dengan hasil yang diperoleh dari marka biokimiawi, misalnya
isozim atau karakter agromorfologis. Dendrogram yang diturunkan dari
kluster, variasi isozim, dan RAPD loci pada ketimun dan melon tampak
tidak sama, meski perbedaan yang ada konsisten terhadap silsilah dan
informasi lain yang terkait dengan tiap aksesi dan spesies.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Koefisien variasi yang lebih rendah diperoleh dari estimasi perbedaan
genetik ketika menggunakan RAPD dibandingkan dengan isozim.
Perbedaan/ketidaksesuaian yang ditimbulkan dari penggunaan marka
yang berbeda kemungkinan berhubungan dengan cakupan karakteristik
genom yang mampu dianalisis oleh suatu sistem marka dan efisiensi
dalam mendeteksi variasi di dalam populasi (Staub et al., 1997). Sebagai
contoh, perbandingan dari matriks similaritas genetik memperlihatkan
bahwa jika perbandingan melibatkan aksesi kultivar kedelai dan kedelai
liar, lalu estimasi berdasarkan RFLPs, AFLPs, dan SSRs akan berkorelasi
tinggi, mengindikasi adanya kongruensi antara metode yang digunakan.
Meski hasil korelasi dari marka RAPD lebih rendah daripada metode
lainnya, hal ini kemungkinan disebabkan RAPDs menghasilkan estimasi
yang lebih tinggi pada similaritas interspesifik. Jika perbandingan
hanya menggunakan kultivar kedelai saja, maka korelasi keseluruhan
antarsistem marka menjadi lebih rendah. Di dalam Glycine max, estimasi
similaritas yang dihasilkan dari RAPD dan AFLP memperlihatkan korelasi
yang lebih baik.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Tacapa GB Tacapa Stiver

Gambar 9.1. Diagram silsilah perakitan TACAPA Green Black (GB) dan Silver
Sumber: Qurrohman, 2009

Penelitian terhadap populasi liar Beta maritima di Inggris,


menggunakan marka molekuler, memberikan petunjuk telah terjadi
proses gene flow yang signifikan. Sedangkan, menurut hasil analisis isozim,
memberikan hasil bahwa proses gene flow yang terjadi tidak signifikan/
kecil (Raybould et al., 1996). Hal ini diinterpretasikan oleh peneliti
tersebut sebagai petunjuk adanya proses seleksi dari suatu karakter yang
berasosiasi dengan marka isozim yang digunakan. Gene flow dan introgresi
(masuknya individu dari populasi asing ke populasi baru) dari tanaman
pangan, kemungkinan akan menimbulkan konsekuensi penting terhadap
konservasi populasi tumbuhan liar, meski gene flow dari tanaman pangan
ke tumbuhan liar tidak menimbulkan penurunan dalam keanekaragaman

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


genetik dari tumbuhan liar. Hal ini ditunjukkan di dalam studi yang
terkait gene flow dengan menggunakan isozim pada kultivar beets (sugar
beet, red beet, dan Swiss chard: Beta vulgaris spp. vulgaris) dan takson liar,
sea beet (B. vulgaris spp. maritima) (Bartsch et al., 1999).
Metode yang digunakan dalam menganalisis keanekaragaman
genetik bervariasi dalam tiga hal. Pertama, langkah kerja yang digunakan
untuk menyelesaikan perbedaan genetik. Kedua, tipe data yang dihasilkan.
Ketiga, tingkat taksonomi yang tepat untuk penggunaan metode tersebut.
Penggunaan metode yang berbeda dapat memberikan hasil yang berbeda
(Nesbitt et al., 1995) menunjukkan bahwa karakter atau cakupan dari
variasi yang mampu dideteksi oleh tiap marka kemungkinan berbeda-
beda (Hodgkin et al., 2001).
Penelitian sebelumnya pernah mengkaji berbagai metode yang
tersedia dan mendeskripsikan kelebihan serta kekurangan dari tiap
marka untuk manajemen sumber daya genetik tumbuhan. Mereka juga
mendiskusikan penggunaan parameter-parameter yang berbeda dalam
keanekaragaman genetik dan perbedaan yang mungkin muncul dari
penggunaan berbagai metode altematif. Perbedaan dalam karakteristik
keanekaragaman yang ditimbulkan dari penggunaan marka yang berbeda,
kemungkinan berhubungan dengan cakupan karakteristik genom
yang mampu dianalisis oleh suatu sistem marka dan efisiensi di dalam
mendeteksi variasi di dalam populasi (Staub et al., 1997).
Dalam beberapa dekade terakhir, berbagai variasi sistem marka
molekuler sudah dikembangkan dan digunakan, namun penggunaan
RAPD masih populer untuk digunakan meski sistem marka ini memiliki
kelemahan (Karp et al., 1997). Jumlah dan sifat alami dari aksesi
yang digunakan bervariasi sehingga pemilihan metode yang akan
digunakan menimbulkan beberapa dilema. Pertama, sangat sukar untuk
membandingkan dan menentukan metode yang terbaik untuk suatu
kegunaan tertentu. Kedua, sukar dalam memperoleh gambaran yang jelas
terkait keefektifan marka molekuler dalam memahami jangkauan dan
distribusi dari keanekaragaman di dalam lengkang gena tanaman pangan
(Hodgkin & Rao, 2001).
Meskipun mahal, metode mikrosatelit memiliki beberapa keuntungan
yang nyata untuk spesies tanaman pangan, antara lain mudah digunakan,

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


tingkat variasi sederhana yang diturunkan lebih tinggi, time consuming
untuk pengembangan tanaman pangan, dan generic marker yang sesuai
belum teridentifikasi untuk setiap tanaman pangan. Studi perbandingan
dari setiap marka yang berbeda sangat dibutuhkan untuk menentukan
metode terbaik untuk setiap spesies tanaman pangan, tumbuhan liar,
atau situasi tertentu. Pada intinya, masih dibutuhkan pengembangan
metodologi guna mempelajari dan mendata keanekaragaman genetik di
dalam populasi (Hodgkin et al., 2001 ).
Metode molekuler merupakan perangkat yang sangat berguna
dalam memperkirakan kejadian seperti gene flow, genetic drift, dan derajat
outbreeding. Sedangkan, sistem marka yang lain mungkin berguna dalam
penelitian terkait variasi adaptif. Informasi yang diperoleh dari marka
yang berbeda akan memberikan informasi berharga untuk manajemen
plasma nutfah, termasuk di dalamnya klasifikasi aksesi berdasar komposisi
aleliknya dan pendeteksian pengulangan (redundancy) di dalam koleksi.

8. Peranan Data Keanekaragaman Genetik


Data dari jangkauan, struktur, dan distribusi keanekaragaman
genetik dibutuhkan untuk beberapa tujuan. Hampir dari semua data
tersebut memiliki konsekuensi yang signifikan, baik secara langsung
maupun tidak terhadap konservasi dan penggunaan keanekaragaman
genetik.

9. Taksonomi
Taksonomi menyediakan data untuk beberapa aspek dalam
manajemen sumber daya genetik. Data tersebut akan membantu kita
dalam membedakan prioritas konservasi beberapa spesies yang terkait
dengan tanaman pangan. Selain itu, memberikan batasan yang jelas
kelompok manakah yang dipandang sebagai kelompok tanaman pangan.
Komunikasi antarpelaku konservasi juga akan menjadi jelas dan tidak
ambigu, sehingga mempermudah proses pertukaran materi (spesies)
dan mempermudah dalam pengenalan identitas dari suatu spesies
berdasarkan kesamaan pemahaman akan spesies tersebut.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Taksonomi mencerminkan akumulasi di dalam genom antarorganisme
yang berbeda hingga pada suatu titik dikenali sebagai taksa yang berbeda.
Dalam taksonomi tanaman pangan, hal ini mengalami kesulitan hingga
pada suatu titik disarankan adanya prosedur lain yang cocok untuk
digunakan (Hanelt, 1988).
Dasar dari spesiasi adalah keanekaragaman genetik, adaptasi,
dan fiksasi dari beberapa gen. Sedangkan, taksonomi tradisional lebih
mengedepankan basis karakter morfologis. Dalam taksonomi tanaman
pangan, data yang diperoleh dari teknik molekuler memberikan
pemahaman yang baru dalam hubungan kekerabatan (phylogeny) dan
taksonomi dari banyak kelompok tumbuhan.
Penelitian taksonomi klasik menggunakan dasar perbandingan dari
banyak karakter morfologis. N amun, informasi genetik akan memperkaya
pengetahuan kita terkait hubungan di antara beberapa spesies. Pasang
kromosom dalam hibrida poliploid menunjukkan perbandingan dari
kemampuan sinaptik sebagian, ataupun keseluruhan dari Mendellian
loci di dalam genom. Penelitian di dalam keanekaragaman genetik,
jarak genetik, dan divergensi menggunakan teknik seperti rasio lengan,
pengecatan diferensial, elektroforesis, reaksi imunokemikal, dan baru-
baru ini, pengukuran kandungan DNA, hibridisasi DNA, dan studi
RFLP, memungkinkan perbandingan sejumlah kecil dari jumlah total
DNA (sekuen spesifik, misalnya amplikon PCR), berdasarkan similaritas
sekuen DNA. Berbagai metode di atas menunjukkan adanya hubungan
yang sangat mendasar antara menggunakan basis similaritas sekuen
dan divergensi, serta menyediakan analisis yang lebih mendetail dalam
hubungan taksonomis.
Terdapat tiga fitur yang ada dalam teknik molekuler hingga
dipandang sangat berguna di dalam studi sistematika. Pertama, teknik
molekuler memungkinkan analisis sejumlah karakter yang bersifat
independen. Sebaliknya, analisis morfologis menyediakan sedikit
karakter yang seringkali memiliki homologi yang masih diperdebatkan/
meragukan. Kedua, pengamatan morfologi mudah terbiaskan oleh adanya
fenomena konvergensi. Sebaliknnya, hampir sebagian besar DNA region
lebih sedikit terjadi konvergensi dan meski terjadi konvergensi. Konsep
dasar terkait konvergensi secara molekuler sudah memiliki pemahaman

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


yang cukup baik sehingga dapat dikatakan pendekatan molekuler dalam
hal ini lebih objektif. Ketiga, marka molekuler relatif tidak dipengaruhi/
tergantung oleh lingkungan.
Keuntungan yang lebih besar adalah adanya peluang di dalam
DNA dari suatu organela untuk dipelajari jalur keturunan maternal dan
patemalnya secara terpisah. Sebagai contoh, chloroplast DNA (cpDNA)
restriction fragment analysis mampu menyediakan sejumlah karakter
molekuler independen yang seringkali mendifinisikan secara mantap
garis keturunan monofiletik (monophyletic lineages) dan memperlihatkan
variasi intraspesifik yang rendah. Asumsi terakhir di atas sudah dikaji dan
dapat disimpulkan bahwa variasi intraspesifik cpDNA bukanlah kejadian
langkah dan terhitung relatif umum terjadi (Harris & Ingram, 1991).
Adanya kemungkinan variasi intraspesifk cpDNA berefek pada
rekonstruksi filogenetik, masih membutuhkan penahaman yang lebih
lengkap. Hal ini memberikan rujukan bahwa data cpDNA harus
digunakan bersamaan dengan informasi yang mencukupi dalam derajat
intraindividual dan variasi intraspesifik, serta pola dari transmisi
plastida. Ada pula pertanyaan lain yang cukup serius, yaitu terkait
dengan pola penurunan, yang dapat memunculkan permasalahan dalam
hal interpretasi. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri, penggunaan
DNA nukleus dan organela dalam studi taksonomi dapat menyediakan
pemahaman baru yang menarik dalam beberapa famili tumbuhan dan
beberapa tanaman pangan yang penting. Di dalam Brassicineae, hubungan
antarspesies dipandang sebagai sesuatu yang berbeda setelah memperoleh
pencerahan dari pendekatan molekuler, sekaligus mendukung hasil dari
eksperimen interspecies crossing.
Tidaklah mengherankan jika ditemukan sejumlah laporan yang
menyatakan adanya perbedaan antara analisis DNA dan morfologi di
dalam estimasi dari filogeni tumbuhan. Ketidaksesuaian yang muncul
ini kemungkinan sebagai akibat dari permasalahan prosedur atau atribut
biologis dari organisme. Permasalahan dapat muncul baik dari aspek
morfologis maupun molekuler dari objek yang dipelajari. Permasalahan
ini memerlukan pemahaman yang lebih baik guna menciptakan terobosan
baru, yaitu sintesis antara DNA dan morfologi untuk penyempumaan ke
depan dan sebagai solusi dari berbagai permasalahan taksonomis. Sintesis

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


ini akan rnernberikan peningkatan pernaharnan rnengenai kornponen dari
keanekaragarnan.
Metode apa pun yang akan digunakan, rnernbutuhkan tarnbahan
dan substansi dalarn kerja taksonorni pada banyak farnili dari turnbuhan
yang berrnanfaat. Pada tahun terakhir ini, telah terjadi penurunan
yang nyata dari jurnlah taksonornis. Pada saat yang bersarnaan, banyak
diternukan farnili turnbuhan berrnanfaat yang penting, narnun dari sisi
taksonorni rnasih sangat sedikit inforrnasi yang dapat digali, khususnya
genera turnbuhan tropis seperti Solanum dengan 1.500 spesies, barnbu
dengan sekitar 1.250 spesies. Tanpa pengetahuan terkait taksonorni, tugas
yang rnudah seperti penentuan spesies, kelornpok, atau tipe yang akan
dikonservasi akan rnenjadi sesuatu yang rnustahil untuk dilakukan.

1O.Asal dan Evolusi


Pernaharnan rnengenai asal-usul dan evolusi dari tanarnan pangan
sangat rnernbantu dalarn rnengkoleksi dan rnenggunakan suatu tanarnan
pangan dan kerabat turnbuhan liarnya. Lebih penting lagi adalah
penggunaan secara efektif lengkang gena (gene pool) sekunder dan tersier
(Harlan & de Wet, 1971) yang telah dibuat. Inforrnasi dari studi taksonorni,
survei ekogeografis, dan dari hasil kerja dalarn sistern pernuliaan, akan
rnenyediakan perspektif yang penting pada asal-usul serta evolusi dari
spesies target.
Beberapa penulis rnengusulkan bahwa dua turnbuhan yang terisolasi
oleh barrier krornosorn (chromosomal barrier) akibat hibridisasi, akan
rnenghasilkan spesies diploid baru fertil yang terisolasi reproduksi
secara parsial dari kedua induknya. Mode dari spesiasi hibrid dikenal
dengan istilah spesiasi rekornbinasional oleh Grant (1981), yang telah
dibuat rnodelnya secara genetik (Stebbins, 1957) serta sudah diuji secara
eksperirnental oleh Stebbins (1957) dan peneliti lainnya. Jangkauan dari
mode dari spesiasi seperti ini rnasih belurn jelas. Inforrnasi genetik yang
rnendetail untuk rnernbenarkan a tau rnenolak hiotesis ini seringkali rnasih
kurang rnencukupi.
Sejauh ini, sernua pendekatan sudah dilakukan untuk rnendeteksi
adanya kekurangan genetik. Satu-satunya kekurangan genetic additivity
di dalarn spesies hibrid, pada urnurnnya tidak dapat didernonstrasikan,

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


terutama untuk karakter morfologis yang bersifat kuantitatif. Data
molekuler untuk filogenetik serta studi dari distribusi geografis dari
marka molekuler membuktikan kebenaran pemyataan Stebbins bahwa
hibridisasi adalah sesuatu yang tersebar, baik secara geografis dan
filogenetis. Namun begitu, masih belum jelas bahwa kejadian hibridisasi
yang tercatat di dalam beberapa kelompok tumbuhan, termasuk tanaman
melon, merupakan konsekuensi insidental di dalam sejarah evolusi dari
garis-garis ketrurunan kelompok tumbuhan tertentu.
Adapun beberapa contoh kasus yang memperlihatkan ketika suatu
hibridisasi intraspesifik menjadi hal yang esensial bagi perkembangan
tanaman pangan, termasuk gandum tetraploid (Triticum dicoccoides), baik
yang terjadi pada tanaman liar maupun pada kultivar hexaploid (Triticum
aestivum). Brassica napus merupakan contoh lain dari species amphidiploid
(diperoleh dari hasil persilangan B. rapa dan B. oleracea) yang hanya dapat
ditemukan pada spesies kultivar.
Bukti dari isozim juga digunakan dalam studi asal-usul dan evolusi
dari tanaman pangan. Isozim digunakan untuk mendeteksi hibridisasi
pada tahap diploid dikarenakan allozim yang ada di setiap spesies
parental dapat ditemukan pada keturunannya. Namun, isozim merupakan
karakter yang diturunkan secara biparental dan dengan menggunakan
marka genetik yang mampu memperlihatkan kedua genom nuklear yang
diturunkan secara biparental dan secara uniparental, atau klon genom
sitoplasmik yang dapat diturunkan seperti DNA kloroplas (cpDNA) dan
DNA mitokondria (mtDNA). Untuk melihat moyang hibrid dari suatu
takson, diperlukan pengombinasian alel-alel yang dimiliki oleh kedua
parentalnya, dan keturunannya harus memiliki cpDNA yang sama dengan
salah satu dari parentalnya.
Pembelajaran di dalam asal-usul dan evolusi dari tanaman
pangan menyediakan pemahaman bahwa pola yang teramati pada
keanekaragaman genetik mencerminkan suatu proses domestikasi.
Studi pola domestikasi pada kacang (Phaseolus sp.) menunjukkan adanya
beberapa kelompok keanekaragaman yang dapat dibedakan berdasarkan
lokasi geografis yang memperlihatkan hubungan kompleks dan sejumlah
bukti yang memperlihatkan sudah terjadi proses gene flow di antara
kelompok. Informasi semacam ini memberi kesempatan kepada para

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


pekerja konservasi dengan konsep dasarnya untuk mengembangkan
strategi pengkoleksian dan mampu membantu proses identifikasi materi
(spesies) yang berpeluang memiliki nilai paling berharga dalam program
kemajuan tanaman pangan, termasuk tanaman melon.
Studi yang lebih mendetail terkait domestikasi dapat pula menbantu
pemahaman dalam mengamati pola dari keanekaragaman. Gen-gen
yang berasosiasi dengan karakter domestikasi, seperti ukuran biji dan
karakteristik penyebaran biji, sangat terkait dengan keadaan yang khusus
dan akan bervariasi di dalam tanaman pangan yang sudah didomestikasi.
Jadi, akan ditemukan area di dalam genom yang tampak seragam dengan
tingkat keanekaragaman yang rendah. Variasi dan distribusi alel-alel
di dalam loci yang dekat dengan area ini akan tampak berbeda jika
dibandingkan dengan area lainnya di dalam genom, seperti yang terjadi
di dalam pearl millet.
Pola keanekaragaman dari suatu spesies dapat pula mencerminkan
telah terjadi proses domestikasi, terutama jika disertai adanya
pengembangan suatu tipe karakter morfologis yang lebih/kurang di
dalam kompleksitasnya yang sejalan dengan proses domestikasi (misalnya
serealia tipe musim semi dan dingin atau beberapa tipe dari sayuran
Brassica oleracea atau Lactuca sativa).

B. UPAYA KONSERVASI

1. Penyeleksian Terkait Apa yang Akan Dikonservasi


Informasi dari taksonomi serta studi dalam evolusi dan domestikasi
menyediakan konsep dasar dalam mendukung proses konservasi. Dalam
setiap bagian dari studi, analisis pola variasi menyediakan elemen yang
penting. Studi keanekaragaman genetik memberikan kontribusi langsung
dalam menyeleksi apa yang akan dikonservasi dan memastikan sumber
daya akan diatur dan dimanfaatkan dengan baik.
Dengan mengukur range dari keanekaragaman genetik yang
tersedia, baik intra maupun interpopulasi dari suatu spesies, kita dapat
menyesuaikan apa yang akan dikoleksi, evaluasi, dan strategi pemuliaan

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


untuk memperoleh variasi maksimum dari populasi liar apa pun yang
tersedia (Morikawa & Leggett, 1990) dan tanaman pangan termasuk
tanaman melon.
Untuk spesies inbreeding dan outbreeding, strategi sampling dapat
dilakukan dengan memulai survei keanekaragaman populasi sebelum
membuat keputusan mengenai populasi representatif yang akan
digunakan dalam koleksi plasma nutfah atau lokasi terkait dengan
aktivitas konservasi in situ yang akan dilakukan. Dalam populasi
inbreeding, survei sangat diperlukan karena keanekaragaman tidak
selalu terdistribusi secara merata dan sering terdapat populasi tertentu
yang cukup signifikan di dalam jumlah keanekaragamannya. Di dalam
spesies outbreeding, penekanan yang dilakukan lebih pada pengumpulan
berbagai macam tipe yang dapat ditemukan hingga mencapai cakupan
luas (Schoen & Brown, 1993). Sebagai contoh, populasi Avena di Canary
Islands (Morikawa & Leggett, 1990), mandarin liar, Citrus tachibana (Mak.)
Tanaka, di Jepang, dan mangga di Indonesia.
Tentu saja, studi dalam jangkauan dan distribusi dari keanekaragaman
genetik perlu dikombinasikan dengan informasi lain jika kita menyadari
nilai penting dari informasi lain tersebut. Keanekaragaman genetik
perlu digabungkan/diintegrasikan dengan informasi terkait habitat,
derajat kepunahan/ancaman, goegrafi fisik, dan manusia . Sebagai
contoh, kolonisasi manusia yang terjadi seperti di pinggir jalan besar
cenderung menurunkan keanekaragaman Avena barbata di sekitamya dan
Phaseolus vulgaris. Namun, untuk beberapa spesies, informasi semacam
ini relatif kurang lengkap. Dalam beberapa kasus, informasi tentang
keanekaragaman genetik dapat pula diperoleh secara langsung dari survei
isozim dan sumber-sumber lainnya, yang mungkin cukup berguna dalam
memandu proses pengoleksian plasma nutfah.
Pendekatan yang lain kemungkinan dibutuhkan dalam pemgumpulan
data keanekaragaman genetik pada tanaman pangan, pakan temak, dan
kerabat liamya. Untuk pakan temak dan tumbuhan kerabat liar, informasi
ekologis mungkin jauh lebih berguna daripada tanaman pangan dan
analisis pola keanekaragaman menggunakan isozim dan marka molekuler.
Sebaliknya, pada tanaman pangan, informasi sosio-ekonomi dan kultural
mungkin sama pemtingnya dengan data ekologis dan beberapa langkah

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


awal penelitian. Terkait keanekaragaman, dapat dilakukan dengan
landasan jumlah dari kultivar yang digunakan dan diketahui oleh para
petani dan karakter-karakter agromorfologi yang dapat diamati (Loutte
et al., 1997).
Jangkauan sejauh mana variasi yang sudah dimiliki dalam koleksi
atau yang sudah ditemukan di area yang dilindungi, merupakan hal
utama yang perlu dibahas dalam perencanaan misi baru pengoleksian
keanekaragaman genetik atau aktivitas konservasi lainnya. Analisis
data yang berasal dari studi karakterisasi dari genebank bersama dengan
data dari survei ekogeografis, termasuk informasi dalam variasi yang
teramati, akan memberikan sumbangsih yang besar. Pengombinasian
data survei ekogeografis dan data karaktersitik kemungkinan akan sangat
membantu perencanaan program pengoleksian dan manajemen plasma
nutfah, sehingga mampu menguraikan kompleksitas permasalahan yang
dihadapi, dan mengembangkan strategi yang lebih baik.
Sebagai catatan awal, penggunaan teknik molekuler dalam
mempelajari keanekeragaman genetik dalam tahun-tahun ini sudah
memberikan kontribusi yang besar untuk pemahaman yang lebih baik
dalam jangkauan dan distribusi keanekaragaman genetik dalam sejumlah
spesies tumbuhan yang penting. Metode ini dipadukan dengan survei
ekogeografis mampu menyediakan informasi distribusi spesies serta
keanekaragaman infraspesifik, sehingga memungkinkan proses sampling
yang efektif pada lokasi tertentu.
Sebagai contoh, variasi genetik intra dan interpopulasi alami 11
Pterocarpus macrocarpus dari beberapa habitat hutan yang berbeda di
Thailand, diteliti menggunakan isozim dan ditemukan perbedaan yang
besar. Untuk konservasi ex situ, diperlukan sampel dari beberapa pohon
dari setiap populasi, sedangkan untuk konservasi in situ, diperlukan
informasi mengenai range distribusi dari spesies hingga mencapai batas
negara. Penelitian menggunakan RFLP memperlihatkan bahwa peluang
untuk menambahkan 1 gen tambahan di dalam koleksi tomat memiliki
peluang 20 kali lipat dengan memasukkan 1 aksesi dari Lycopersicon
peruvianum, kerabat liar tomat (Miller & Tanksley, 1990).
Studi tentang populasi kelapa di Sri Lanka, konservasi dilakukan
dengan mengambil sampel yang besar dari beberapa populasi karena

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


melalui pendekatan molekuler, diketahui bahwa keanekragaman
intrapopulasi yang ditemukan sangatlah tinggi. Populasi kelapa di
South Pacific memiliki kira-kira 60% keanekaragaman yang teramati
merupakan intrapopulasi, namun tingkatannya bervariasi antarpopulasi
(interpopulasi). Hingga akhimya, peneliti lebih memfokuskan penelitian
pada populasi di daerah selatan.
Metode molekuler yang digunakan untuk menganalisis
keanekaragaman juga merupakan hal yang penting karena mereka
mampu memperbaiki strategi investigasi yang sudah ada. Perkembangan
di bidang paleobotani seperti ekstraksi dari fosil/herbarium akan
membantu kita dalam memperkirakan pola dari keanekaragaman genetik
dan hubungan filogenetik. Metode dapat digunakan di lapangan dengan
mengambil sampel untuk menentukan keanekaragaman maksimum
(maximum diversity) dari keanekaragaman intrapopulasi. Hal ini sangat
berguna bagi tumbuhan perennial dan tumbuhan lain yang tidak mampu
menghasilkan biji yang viable. Sejumlah metode molekuler saat ini dapat
dilakukan hanya dengan mengambil bagian kecil dari daun saja yang
kemudian dilanjutkan analisis dengan marka molekuler.
Perdebatan yang tersisa antara lain terkait dengan nilai penting
dari informasi keanekaragaman genetik yang diperoleh dari karakter
agromorfologis, isozim, ataupun marka molekuler. Perdebatan yang
lain juga terkait mengenai penggunaan marka molekuler yang berbeda
(Powell et al., 1996; Karp et al., 1998) dan meningkatnya ketertarikan dalam
penggunaan marka molekuler untuk menggali informasi tentang pola
keanekaragaman adaptif.

2. Mengatur Plasma Nutfah yang Sudah Dikonservasi


Informasi dari studi keanekaragaman genetik dan penggunaan
prosedur analisis keanekaragaman genetik seyogyanya mampu
berkontribusi dalam manajemen konservasi in situ dan ex situ plasma
nutfah. Sejauh ini, kerja nyata dalam konservasi in situ tanaman pangan
dan kerabat liarnya dapat dikatakan masih relatif sedikit. Dengan
pengecualian, pada studi yang ekstensif pada gandum liar oleh Nevo
dan koleganya.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Dengan memanfaatkan karakter morfologis, isozim, dan marka
molekuler, Nevo dan koleganya mampu menunjukkan bahwa
keanekaragaman yang bervariasi dipengaruhi oleh tipe tanah, kelembapan
udara, dan faktor lingkungan lainnya. Mereka juga mampu menunjukkan
bahwa pola dari variasi dapat berubah setiap waktu dan akan mengubah
jumlah dan tipe dari alel-alel yang tersedia.
Penelitian semacam ini memang dapat memberikan dasar bagi
pengembangan berbagai tipe dari prosedur monitoring untuk konservasi
in situ. Namun, sejauh pengetahuan kami, masih diperlukan pengujian
dan deskripsi di dalam pustaka.

3. Rasionalisasi dari Koleksi


Data keanekaragaman genetik menyediakan informasi yang berguna
untuk mengevaluasi apakah terdapat celah/gap dalam rentang variasi
dari suatu spesies atau adakah pengulangan/redundancy dalam koleksi.
Frekuensi kejadian terkait duplikat dari suatu aksesi sudah sering
disuarakan oleh lembaga (FAO, 1996a, b). Lembaga ini mendiskusikan
berbagai isu terkait dengan genebank biji. Marka molekuler kemungkinan
akan sering digunakan dalam rangka mendeteksi keberadaan duplikat
aksesi. RAPD digunakan untuk menganalisis pengelompokan morfologis
dari salah satu tipe kubis "Golden Acre" dan menyimpulkan bahwa hanya
ada empat kelompok aksesi yang terbentuk dan yang menyebabkan
hilangnya total variasi di dalam kelompok hanya sebesar 4,6% saja.
Duplikat di dalam genebank biji mungkin tidak menimbulkan
penambahan biaya yang cukup banyak. Namun, apabila tumbuhan
yang dikonservasi berwujud tumbuhan hidup, baik pohon maupun
ditumbuhkan di dalam pot, maka keberadaan duplikat akan menyebabkan
tambahan biaya yang cukup signifikan. Selain itu, beberapa tumbuhan
seringkali mengalami cekaman biotik atau abiotik di dalam lokasi
konservasi. Hal ini menyebabkan adanya ketentuan di dalam pembatasan
jumlah aksesi pada genebank lapangan (field genebanks) . Oleh karena
itu, pembatasan jumlah memerlukan beberapa pertimbangan rasional
berdasarkan pada prinsip-prnsip ilmu pengetahuan (scientific principles) .
Langkah utama dalam mengurangi keberadaan duplikat di dalam
aksesi adalah pengamatan kemiripan morfologi. Verifikasi dari kemiripan

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


morfologi selanjutnya dilakukan dengan marka molekuler yang tepat,
yang mampu mendeteksi persamaan atau perbedaan (Connolly et al.,
1994). Sebagai contoh, pada koleksi sweet potato, menggunakan marka
RAPD. Pengamatan beberapa sifat ketahanan terhadap penyakit seringkali
menimbulkan permasalahan tersendiri, karena penyakit tidak selalu
menyerang setiap waktu. Sebagai contoh, tanaman dengan morfologi
sama dan susah dibedakan ketika penyakit belum menyerang, tetapi dapat
dibedakan morfologinya berupa sifat ketahanan baru ketika penyakit
sudah menyerang. Hal ini tentunya menjadikan waktu yang lebih lama
untuk proses seleksi kultivar unggul yang akan dikembangkan.
Penggunaan marka RAPD dan SCAR pada melon dapat digunakan
untuk deteksi dini sifat ketahanan terhadap jamur tepung (Fatkhurohman,
2012; Agriansyah, 2014) sehingga dapat meminimalkan waktu penentuan
kultivar unggul yang akan digunakan untuk pengembangan plasma nutfah
melon. Pengembangan yang lebih maju adalah dengan menggunakan
marka microsatellites DNA amplification fingerprinting (OAF) yang berguna
dalam mendeteksi duplikat atau untuk mengidentifikasi koleksi utama
(core collection). Data OAF juga berguna untuk seleksi parental dalam
program pemuliaan untuk memastikan basis genetik yang luas.

C. PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN


1. Regenerasi dari Plasma Nutfah
Meski dalam kondisi optimal, aksesi yang disimpan dalam ex
situstorage (tempat penyimpanan) perlu untuk diregenerasi setelah
beberapa tahun. Keanekaragaman genetik perlu dipertahankan selama
proses regenerasi plasma nutfah. Hal ini akan jauh lebih rumit dan
sukar dilakukan pada spesies outcrossing daripada pada inbreeders .
Selain menjadi faktor penting dalam menentukan distribusi alel dan
keanekaragaman di alam, sistem perkawinan juga berpengaruh pada
pemeliharaan keanekaragaman di dalam koleksi. Spesies outbreeding
memiliki tingkat keanekaragaman yang lebih tinggi dan lebih rendah
di dalam populasi yang secara genetik berbeda daripada inbreeders
(Hamrick & Godt, 1990). Informasi terkait dengan derajat outcrossing

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


yang terjadi, berguna untuk menentukan strategi regenerasi yang sesuai,
yang selanjutnya akan berpengaruh pada jumlah tumbuhan yang perlu
ditanam untuk proses regenerasi dan derajat isolasi yang diperlukan
antaraksesi. Informasi dalam persilangan interspesifik juga diperlukan
untuk menentukan persyaratan isolasi.
Hingga saat ini, regenerasi plasma nutfah kurang mendapatkan
perhatian meskipun hal ini merupakan sesuatu yang penting. Informasi
terkait objek regenerasi relatif sedikit, bahkan terkadang informasi yang
tersedia justru tersebar. Ada beberapa pertanyaan terkait regenerasi
plasma nutfah yang menekankan adanya kesulitan dalam menciptakan
suatu prosedur regenerasi yang dapat berlaku umum. Ada beberapa
pertanyaan yang perlu dijawab sebelum proses regenerasi ex situ
direalisasikan. Pertanyaan-pertanyaan ini terkait dengan kestabilan
genetik, hilangnya keanekaragaman genetik, dan ketersediaan data dari
penelitian dengan beragam spesies. Oleh sebab itu, diperlukan dukungan
dalam penelitian-penelitian supaya mampu menghasilkan informasi
penting (ukuran populasi, persyaratan isolasi, genetic drift, dan lain-lain)
serta teknik regenerasi supaya dapat menformulasikan strategi regenerasi
dan konservasi yang lebih baik (Rao, 1991).
Reproduksi biologis dari tanaman pangan dan kerabat liarnya juga
dapat memberikan dukungan dalam manajemen konservasi. Survei dalam
sistem perkawinan dan penelitian terkait aspek sistem perkawinan, seperti
mekanisme sterilitas dan sistem inkompatibel, akan berpengaruh pada
batasan sumber daya genetik yang perlu dikoleksi atau dalam pembuatan
seed storage yang pada akhirnya mendukung perkembangan konservasi
in situ atau ex situ plasma nutfah yang lebih efektif.

2. Pengembangan dalam Penggunaan Plasma Nutfah


a. Karakterisasi don Evaluasi
Kemudahan akses ke dalam koleksi bergantung pada informasi
yang tersedia dalam koleksi tersebut. Identitas yang akurat dan data
karakter merupakan prasyarat utama. Akan tetapi, pengguna data,
terutama pemulia tanaman, membutuhkan evaluasi dari aksesi. Evaluasi
merupakan proses yang kompleks dan banyak sekali terdapat hal-hal yang
perlu dibenahi di hampir keseluruhan koleksi. Seringkali ditemukan suatu

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


aksesi yang terdiri dari lebih dari ribuan dan dengan beranekaragam sifat
seperti resistensi terhadap cekaman biotik atau abiotik yang kesemuanya
sangat sukar untuk diukur/dibuat suatu patokan. Penyempurnaan
prosedur evaluasi dan penggunaan desain plot yang ditingkatkan (Narain,
1990) dapat memudahkan pemeriksaan aksesi yang berjumlah banyak
dalam replikasi tunggal berkontrol plot.
Data karakterisasi dan evaluasi menyediakan sumber informasi yang
efektif dalam studi keanekaragaman genetik. Informasi ini berguna dalam
memahami pola variasi dalam tanaman pangan dan mengidentifikasi
kelompok aksesi dengan keanekaragaman yang tinggi atau memiliki
karakteristik yang sama. Analisis dalam variasi karakter agromorfologis
dari wijen (sesame), membantu pengembangan koleksi utama (core
collection) di India dan Tiongkok.
Di Tiongkok, terdapat asosiasi yang sangat ekstrem dari variasi
dengan zona agro-ekologis dan pola keanekaagaman kurang berkembang
untuk wijen India (Indian sesame). Weltzien dan koleganya (Weltzien,
1989) juga menggunakan variasi agromorfologis dalam mengidentifikasi
pola variasi dari landraces barley dari Syria yang menunjukkan bahwa
kesediaan kelembapan (moisture availability) berperan dalam distribusi
variasi di dalam pertanian Syria.

b. Koleksi Utama (Core Collection)


Meski data ID, karakterisasi, dan evaluasi dari plasma nutfah
tersedia, jumlah aksesi yang besar mempersulit pemilihan objek yang
bemilai tinggi, yang selanjutnya dapat dikerjakan/dieksploitasi. Salah
satu untuk mengatasi hal ini adalah dengan pembuatan koleksi utama.
Suatu koleksi utama terdiri dari aksesi, dengan duplikasi yang ringan/
sedikit, keanekaragaman genetik dari tanaman pangan dan kerabat liamya
(Frankel & Brown, 1984; Brown, 1989a, b). Jadi, sekitar 10% dari koleksi
akan berjumlah sekitar 2000-3000 aksesi yang akan berguna bagi pemulia
untuk mulai mencari variasi baru a tau karakter spesifik ataupun penelitian
terkait keanekaragaman.
Konsep dari koleksi utama tampak menjanjikan bagi para pengguna
sumber daya genetik. Pemulia tanaman akan lebih terbantu dengan
adanya aksesi dalam mencari karakter baru a tau dalam mengombinasikan

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


karakter ataupun untuk mengevaluasi keseluruhan koleksi. Dengan
adanya koleksi utama, dapat menghemat pembiayaan di dalam
pembuatan aksesi, terutama tanaman pangan.
Baru-baru ini, sudah banyak publikasi terkait dengan pembangunan
koleksi utama (Johnson & Hodgkin, 1999). Lebih dari 60 koleksi sudah
teridentifikasi pada survei terbaru (C. Spillane, 200, komunikasi pribadi)
tanaman pangan dan kerabat liarnya. Tugas selanjutnya yang perlu
untuk segera dikerjakan adalah optimalisasi prosedur yang digunakan
dalam pengembangan koleksi utama. Termasuk di dalamnya, sejauh
mana data ekogeografis mampu menyediakan basis yang cukup untuk
pengembangan koleksi utama, metode smapling yang perlu digunakan
(sehingga karakter yang menarik/unik dengan frekuensi alel yang
rendah tetap dapat terwakili), nilai penting dari struktur genetik dari
tanaman pangan atau spesies yang sedang dipelajari, dan bagaimana
suatu prosedur perlu dimodifikasi untuk tanaman pangan dengan sistem
pemuliaan yang berbeda atau untuk tumbuhan hasil klon.
Konservasi dari sumber daya genetik tanaman pangan dapat saja
sukar untuk dijual, namun memiliki nilai investasi yang tinggi (Smith
& Schultes, 1990). Diperlukan keterlibatan dari semua praktisi yang
tertarik dengan sumber daya genetik tumbuhan untuk lebih terlibat di
dalam semua aspek dari keanekaragaman genetik, untuk mempelajari,
memahami, meningkatkan, mengonservasi, dan menggunakannya. Untuk
melakukan hal tersebut, maka diperlukan penelitian, studi lapangan, dan
analisis terhadap pemahaman terkait dengan jangkauan dan distribusi
dari keanekaragaman spesies dan ekosistem.
Berbagai upaya konservasi hams dilakukan yang mengarah pada
hasil akhir berupa konservasi yang terintegrasi; adanya keseimbangan
antara metode ex situ dan in situ. Diperlukan pula keterlibatan dari
lembaga-lembaga internasional maupun perusahaan swasta untuk
terlibat dalam keseluruhan aspek sumber daya genetik tumbuhan.
Keanekaragaman genetik perlu dipahami dalam tiga tingkatan, yaitu
pada tingkat spesies, tingkat genus, dan tingkat ekosistem. Selain
itu, berbagai interaksi yang memengaruhi keanekaragaman alel dan
perbedaan di dalam frekuensi alel inter atau intrapopulasi perlu dipahami.
Kita perlu melakukan survei keanekaragaman genetik terlebih dahulu

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


dengan berbagai metode pengukuran sebelum mengidentifikasi area
dan spesies yang akan dikonservasi in situ atau ex situ. Penggunaan yang
tepat dari sistematik, biologi konservasi, dan ekologi landskap perlu
dilakukan untuk memandu konservasi, inventarisasi, studi/penelitian,
dan penggunaan keanekaragaman.
Masih terdapat pertanyaan-pertanyaan yang belum terpecahkan dari
jangkauan dan distribusi keanekaragaman genetik pada spesies tumbuhan
yang bermanfaat. Sampai sejauh mana dan melalui cara apa suatu faktor-
faktor ekologis berpengaruh terhadap distribusi keanekaragaman dari
tanaman pangan, pakan temak, dan kerabat liamya? Bagaimana manusia
mampu memodifikasi suatu properti biologis dari suatu spesies dengan
tetap memperhatikan elemen-elemen yang lain dari keanekaragaman?
Kombinasi apa yang terbaik yang dapat digunakan dari karakter
molekuler, biokimiawi, dan agromorfologis dalam memahami pola
keanekaragaman?
Dengan sebatas menggunakan pendekatan sistematik saja, semua
pertanyaan tersebut akan mengalami hambatan dan tidak pula sebatas
menggunakan berbagai akumulasi data yang berkelanjutan tetapi acak.
Hal ini membutuhkan kerjasama antara ilmuwan, pusat-pusat penelitian,
dan negara. Dengan adanya pencerahan melalui pendekatan metode
molekuler untuk mempelajari keanekaragaman genetik tumbuhan,
diperlukan pula pemanfaatan informasi dari variasi molekuler untuk
manajemen sumber daya genetik.
Terdapat tiga elemen utama yang sangat berpengaruh pada
keanekaragaman genetik dan pengelompokannya. Pertama, integritas
genetik dari populasi yang berevolusi atau taksa. Kedua, lingkungan
dan ekosistem yang menyokong keanekaragaman dan strukturnya.
Ketiga, keterkaitannya dengan ekosistem. Nah, kunci dari konservasi
genetik adalah memelihara dan menyatukan tiga elemen utama ini.
Oleh karena itu, untuk mencapai hal ini, kita perlu meningkatkan akses
terhadap pengetahuan yang ada, sebanyak mungkin yang bisa dilakukan,
memelihara kontinuitas dan integritas genetik, serta mengintegrasi dan
mengoordinasikan berbagai upaya konservasi, termasuk konservasi
tanaman melon yang secara langsung memberikan keuntungan ekonomis
kepada masyarakat.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, R. L. 1980. Seed Technology . New Delhi: Oxford & IBH.


Agriansyah, A. 2013. "Perakitan clan Pemetaan Gen Ketahanan terhadap
Powdery Mildew dengan Penanda Sequence Characterized
Amplified Region pada Melon (Cucumis melo L.) Kultivar
TACAPA". Tesis . Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (tidak
dipublikasikan).
Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Alaydrus, Y. 2008 . "Pemuliaan clan Pewarisan Sifat Ketahanan terhadap
Kyuri Green Mottle Mosaic Virus (KGMMV) pada Melon (Cucumis
sativus L.)". Tesis S2. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada
(tidak dipublikasikan).
Allard, R.W. 1988. "Genetic Changes Associated with The Evolution of
Adaptedness in Cultivated Plants and Their Wild Prjujuogenitors".
].Heredity. 79: 225-238.
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Al-Mughni, E.W. 2015. "Kestabilan Karakter Fenotipe clan Deteksi Gen
Ketahanan terhadap Penya kit J amur Tepung pad a Melon (Cucumis
melo L. 'Hikapel') dengan Sequence Characterized Amplified Region".
Skripsi. Fakultas Biologi UGM (tidak dipublikasikan).
Anwar, A. 2005. "Pengantar Produksi Benih". Diktat. Fakultas Pertanian
Universitas Andalas Padang.
Arora, R. K. 1997. "Biodiversity Convention, Global Plan of Action and the
National Programmes. In: Hossain, M.G., Arora, R.K. & Mathur,
P.N. (eds) Plant Genetic Resources-Bangladesh Perspective".
Proceedings of a National Workshop on Plant Genetic Resources .

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Bangladesh Agricultural Research Council. BARC-IPGRI, Dhaka,
Bangladesh, 26-29 August 1997. Pp: 28-35.
Aryawati, P.A. Sobir. 2013. "Simulasi Uji BUSS (Baru, Unik, Seragam Stabil)
Enam Varietas Nenas (Ananas comosus L. Merr.) ". Buletin Agrohorti.
1 (4): 83-93.
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: Universitas Indonesia
Press (UI Press) .
Astuti. 2008. Budidaya Melon. Jakarta: Agro Media.
Bartsch, A., J. Kumpula, and A. Colpaert. 1999. "Applicability of Remote
Sensing to Small Scale Vegetation and Reindeer Pasture Inventory:
a Study from Northern Finland". Nordia Geographical Publications .
28: 103-113.
Bidwell, R. G. S. 1979. Plant Physiology Second Edition. New York: Macmillan
Publishing Co Inc.
Borah, B. K. and Dasgupta, I. 2012. "Begomovirus Research in India: A
Critical Appraisal and The Way Ahead". Review. ]. Biosci. Indian
Academy of Science . 37(4).
Brown, A . H. D. 1988. The genetic diversity of germplasm collections. In:
Fraleigh, B. (ed) Proceedings of a Workshop on the Genetic Evaluation
of Plant Genetic Resources, Toronto, Canada (pp: 9-11). Research
Branch, Agriculture Canada, Toronto.
_ _ _ _ . 1989. "Core Collections: A Practical Approach to Genetic
Resources Management". Genome. 31: 818-824.
_ _ _ _ . 1989. The Case for Core Collections. The Use of Plant Genetic
Resources. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
Brown, J. K., Idris A.M., D. Rogan, M. H . Hussein, and M. Palmieri. 2001.
"Melon Chlorotic Leaf Curl Virus, a New Begomovirus Associated
with Bemisia Tabaci Infestations in Guatemala". Plant Disease. 85:
1027-1030.
Brown, W L. 1983 . "Genetic Diversity and Genetic Vulnerability - An
Appraisal". Econ. Bot. 3 7 (1): 4-12.
Campbell, N. A., B. Reece J., and L. G. Mitchell. 2000. Biologi Edisi Kelima
]ilid I. Jakarta: Erlangga. Hal. 316-331.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Cercaucas, R . 2004. "Cucumber Mosaic Virus Aphid-Transmittes
Cucumovirus". Pepper Diseases . Fact sheet. AVRDC-The World of
Vegetable Center. Vol 4: 593.
Chakraborty, R. and S. Chakraborty. 1982. "Food Habit of Bandicoot Rat,
Bandicota indica (Bechstein) in the Fields of West Bengal During
Rainy Season". Rodent Newsl. 6(4): 27.
Chang, H-H., H-M. Ku, W-S. Tsai, R-C. Chein, F-J. Jan. 2010. "Identification
and Characterization of a Mechanical Transmissible Begomovirus
Causing Leaf Curl on Oriental Melon". Eur.]. Plant. Pathol. 127:
219-228.
Chang, T. T. 1994. The Biodiversity Crisis in Asian Crop Production and
Remedial Measures. In: Peng, C.I. & Chou, C.H. (eds) Biodiversity
and Terrestrial Ecosystems . Taipei: Institute of Botany, Academia
Sinica, Monograph Series No. 14: 25-41.
Chen, Y. K. 2003 . "Occurence od Cucumber Mosaic Virus in Ornamental
Plants and Perspective of Transgenic Control". Thesis. Wageningen
University, The Netherlands (Unpublished).
China, Y. C. Y. 1988. "A Study Cucumber Mosaic Virus of Pepper in Thailand".
ARC Training. Pp: 1-6.
Connolly, H. C. Jr., Hewins R.H., Ash R.D., Zanda B., Lofgen G.E., and
Bourot-Denise M. 1994. "Carbon and the Formation of Reduced
Chondrules". Nature. 371: 136-139.
Copeland, L. 0. & M. B. McDonald. 2001. Principles of Seed Science &
Technology. London: Kluwer Academic Publ.
Crow, J. F. and C. Denniston. 1988. Inbreeding and Variance Effective
Population Numbers. Evolution. 42: 482-495.
Crowder, L. V. 1986. Genetika Tumbuhan (terjemahan). Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. hal 366-367, 406-442.
Darnetty. 2006. Pengantar Mikologi . Cetakan Pertama. Padang: Andalas
University Press. Hal. 98.
Daryono, B. S., K. Wakui, and K. T. Natsuaki. 2005. "Isolation and
Characterization of Molecular Markers Linked to CMV-B2
Resistance Gene in Melon". Jpn.]. Phywpathol. 71 (3): 278.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Daryono, B. S. 2006. Random Amplified Polymorphic DNA marker Linked
to Gene Encoding Resistance to Powdery Mildew (Unpublished).
Yogyakarta: Faculty of Biology Gadjah Mada University. Hal.
1-3.
Daryono, B. S. clan G. R. Aristya. 2009. "Laporan Akhir Penelitian
Pengembangan Melon (Cucumis melo L.) Kultivar Melodi Gama-
1". Laporan Akhir. Fakultas Biologi Universitas Gadjah.
Daryono, B. S., S. D. Hayuningtyas, & S. D. Maryanto. 2012. "Perakitan
Melon (Cucumis melo L.) Kultivar Melodi Gama 3 dalam Rangka
Penguatan Industri Pertanian Nasional". Proceeding National
Seminar & Call for Paper EP UNNES.
Daryono, B. S. clan Supriyadi. 2012. Proposal Hibah Inkubasi: Produksi
Benih Gama Melon Parfum dalam Rangka Penguatan Industri Benih
Nasional. Yogyakarta: Laboratorium Genetika, Fakultas Biologi
UGM. Hal. 1-25.
Daryono, B. S., R. Hadi, Y. Sidiq, & S. D. Maryanto. 2013. "Phenotypic
Characters Stability of Melodi Gama-3 Melon (Cucumis melo L.)
Cultivar in Rainy Season Based on Multilocation Test". IPTEK
Journal of Proceeding Series . Vol. 1, pp: 550-553.
Daryono, B. S., S. Nissa, S. D. Maryanto, & G. R. Aristya. 2013 . "Analisis
Kandungan Nutrisi Melon (Cucumis melo L.) Kultivar Melodi
Gama 1 clan Kultivar Komersial pada Multimusim clan Multilokasi".
Journal GAKI.
Daryono, B. S., A. R. Ibrohim, S. D. Maryanto. 2015. "Aplikasi Teknologi
Budidaya Melon pada Lahan Pantai Desa Kemadang Kecamatan
Tanjungsari Kabupaten Gunungkidul D.I. Yogyakarta". Biogenesis
Journal. Vol 3 (1), 39-46. ISSN 2301-1616.
Daryono, B. S. clan S. D. Maryanto. 2015. "Application oflntegrated-Farming
Concept: Cultivation of Melon (Cucumis melo L.) in the Karst-
Coastal Area, Gunungkidul, D.I. Yogyakarta, Indonesia as Green-
Agriculture Model". Health and The Environment Journal. Vol. 6 (1).
Daryono, B. S., Y. Sidiq Purnomo, clan S. D. Maryanto. 2016. "Pengembangan
Sentra Budidaya Melon di Pantai Bocor Kabupaten Kebumen
melalui Implementasi Education for Sustainable Development".
Jumal Bioeksperimen. Vol (2) No 1. ISSN 2460-1365.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


------------. 2014. Perubahan Iklim dan Pemanfaatan SIG di Kawasan Pesisir.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Davis, A. R., A. Levi, T. Wehner, and M. Pitrat. 2006. "PI 525088-PMR,
a Melon Race 1 Powdery Mildew Resistant Watermelon Line".
Journal: Hort Science. Vol. 41, No. 7. Pp: 1527-1528.
Davis, P.H. and V. H. Heywood. 1973. Principles of Angiosperm Taxonomy.
New York: Robert E. Krieger Publishing Company Huntington.
Pp: 116-119.
Davis, R. M., W. D. Gubler, and S. T. Koike . 2001. "Powdery Mildew on
Vegetables" . Pest Notes. Agriculture and Natural Resources,
University of California (Publication) 7406. p. 2.
Delahaut, K. A. and Newenhouse. 1998. Growing Pumpkins and Other Vine
Crops in Wisconsin a Guide for Fresh-Market Growers. Cooperative
Extension Publishing. University of Wisconsin-Extension.
DPI. 2007. Powdery Mildew Life Cycle and Wine Grape Infection. Queensland:
Dept. Primary Industries & Fisheries.
FAO. 1996. "Global Plan of Action for the Conservation and Sustainable
Utilization of Plant Genetic Resources for Food and Agriculture".
FAO, Rome.
_ _ _ _ . 1996. "Report on the State of the World's Plant Genetic
Resources-International Technical Conference on Plant Genetic
Resources, Leipzig, Germany". FAO, Rome.
Fauquet, C. M., R. W. Briddon, J. K. Brown, E. Moriones, J. Stanley., and
M. Zerbini, et al. 2008. "Geminivirus Strain Demarcation and
Nomenclature". Archives of Virology . 153: 783-821.
Frankel, 0 . H. & E. Bennett. 1970. "Genetic Resources in Plants -Their
Exploration and Conservation". IBP Handbook. No. 11. Blackwell,
Oxford and Edinburgh.
Frankel, 0. H.&] . G. Hawkes. 1975. Crop Genetic Resources for Today and
Tomorrow . Cambridge: Cambridge Universiry Press. Pp: 492.
Frankel, 0 . H. 1977. Natural Variation and Its Conservation. In: Muhammed,
A, Aksel, R & Von Borstel, R.C. (eds) Genetic Diversity in Plants.
New York: Plenum Press. Pp: 21-44.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Frankel, 0 . H. and A. H . D. Brown. 1984. Plant Genetic Resources Today:
A Critical Appraisal. In Crop Genetic Resources: Conservation
& Evaluation (J.H.W. Holden and J.T. Williams, eds.) . London:
George Alien & Unwin Ltd. Pp: 249-257.
Fukino, N., M. Kunisiha, and S. Matsumoto. 2004. "Characterization of
Recombinant Inbred Lines Derived from Crosses in Melon
(Cucumis melo L.) PMAR No. 5 Haruke No. 3". Jurnal: Breesing
Science No. 54. Pp: 141-145.
Genesiska, S. D. Maryanto, Aziz M. D. 2010. "Penerapan Strategi Pemuliaan
Tanaman sebagai Upaya Peningkatan Usaha Agribisnis Benih
Holtikultura untuk Menghadapi ACFTA''. Makalah Lomba Karya
Tulis Mahasiswa Tingkat Nasional. Hal. 1-10.
Goldsworty, P. R. clan N. M. Fisher. 1984. The Physiology of Tropical Field Crops
(terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 17,
51-69.
Hamrick, J. L. & M. J. W. Godt. 1990. "Allozyme Diversity in Plant Species".
In: A. H . D. Brown, M. T. Clegg, A. L. Kahler, & B. S. Weir.
(eds) Plant Population Genetics, Breeding and Genetic Resources .
Sunderland: Sinauer Associates Inc. Pp: 43-63.
Hamrick, J. L., M. J. W. Godt, & S. L. Sherman-Broyles. 1992. "Factors
Influencing Levels of Genetic Diversity in Woody Plant Species".
New Forests. 6: 95-124.
Hanelt, P. 1988. "Taxonomy as A Tool for Studying Plant Genetic Resources".
Kulturpflanze . 36: 169-187.
Harlan, J. R. &J. M. J. de Wet. 1971. "Towards a Rational Classification of
Cultivated Plants". Taxon. 20: 509-517.
Harris, D. R. & G. C . Hillman. 1989. Foraging and Farming - The Evolution of
Plant Exploitation. One World Archaeology. London: Unwin Hyman.
Hindarwati. 2006. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan,
Keseragaman, dan Kestabilan: Melon (Cucumis melo L.) . Jakarta:
Departemen Pertanian Republik Indonesia, Pusat Perlindungan
Kultivar Tanaman. Hal. 8.
Hodgkin, T., R. Roviglioni, M. C. de Vicente, &N. Dudnik. 2001. "Molecular
Methods in The Conservation and Use of Plant Genetic Resources".
Acta Horticulturae . 546: 107-118.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Holden, J. H. W &J. T. Williams. 1984. Crop Genetic Resources: Conservation
and Evaluation. London: George Allen and Unwin.
Horlock, C . and M. T. McGrath . 2004. Powdery Mildew of Melons
(Watermelon, Rockmelon, and Honeydew). NY USA: Department of
Plant Pathology, Cornell University.
Huda, I. N. 2009. "Perakitan clan Perbandingan Karakter Fenotipe Buah
Melon (Cucumis melo L.) Kultivar Gama Melon Basket dengan
Kultivar Melon Komersial". Seminar. Fakultas Biologi, UGM,
Yogyakarta. Hal. 8-15.
Huda, I. N . clan B. S. Daryono. 2013. "Analisis Variasi Genetik Melon
(Cucumis melo L.) Kultivar Gama Melon Basket dengan Metode
Random Amplified Polymorphic DNA. Jurnal Biogenesis . UIN
Alaudin. Vol. 1, No. 1, Juni 2013, Hal. 41-50.
lndrianto, A. 2002. Bahan Ajar Kultur Jaringan Tumbuhan. Yogyakarta:
Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Biologi Universitas Gadjah
Mada.
IPGRI. 2003. Minimum Descriptors for Cucurbita spp., Cucumber, Melon, and
Watermelon. European Cooperative Programme for Riset Genetic
Resource. Pp: 9.
lswandari, A. 2008. "Perbandingan Morfologi clan Pertumbuhan antara
Tanaman Melon (Cucumis melo L.) Hasil Test Cross dengan
Kultivar Tahan Powdery Mildew dengan clan Tanpa Fungisida".
Skripsi. Universitas Gadjah Mada (tidak dipublikasikan).
J., Schoen D. clan Brown AHD. 1991. "lntraspecific Variation in Population
Gene Diversity and Effective Population Size Correlates with
Mating System in Plants". Proc NatlAcad Sci. USA. 88: 4494-4497.
Jarvis, D. I. & T. Hodgkin. 1999. "Wild Relatives and Crop Cultivars:
Detecting Natural lntrogression and Farmer Selection of New
Genetic Combinations in Agroecosystems". Mo!. Ecol. 8: 159-173.
Jarvis, D. I. 1999. "Strengthening the Scientific Basis of in Situ Conservation
of Agricultural Biodiversity on-Farm". Botanica Lithuanica Suppl.
2: 79-90.
Jett, W L. 2005. High Tunnel Melon and Watermelon Production. State Vegetable
Crops Specialist Department of Horticulture. Columbia: University of
Missouri.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Johnson, R. C. and T. Hodgkin. 1999. Core Collections for Today and Tomorrow.
IPGRI. Rome.
Julijantono, I. 2012. "Identifikasi Penyebab Penyakit, Vektor, clan Marka
Molekuler Terpa ut Gen Ketahanan Melon terhadap Begomovirus".
Disertasi. Yogyakarta (tidak terpublikasi).
Justice, 0. L. & L. N. Bass. 1990. Prinsip & Praktik Penyimpanan Benih
(terjemahan R. Roesli). Jakarta: Rajawali Pers.
Kannenberg, L. W & D. E. Falk. 1995. "Models for Activation of Plant
Genetic Resources for Crop Breeding Programs". Can. J of Pl. Sci.
75(1): 45-53.
Karp, A. & K. J. Edwards. 1995. "Molecular Techniques in the Analysis of
the Extent and Distribution of Genetic Diversity". IPGRI Workshop
on Molecular Genetic Tools in Plant Genetic Resources, 9-11 October,
Rome, IPGRI.
Keller, N. 2006. This is Not Just Plant Pathogenic Fungi .
Kuzuya, M. K., Yashiro, K. Tomita, and H . Ezura. 2006. "Powdery Mildew
(Podosphaera xanthii) Resistanse in Melon is Categorized into Two
Types Based on Inhibition of the Infection Processes". Journal of
Experimental Botany, Vol. 57 (9): 2093-2100.
Levin, S. R. 1977. The Semantics of Metaphor. Baltimore . London: Johns
Hopkins University Press.
Loutte, D., A. Charrier, and J. Berthaud. 1997. "In situ Conservation of Maize
in Mexico: Genetic Diversity and Maize Seed Management in A
Traditional Community". Economic Botany. 51: 20-38.
Loveless, M. D. &J. L. Hamrick. 1984. "Ecological Determinants of Genetic
Structure in Plant Populations". Ann. Rev. Ecol. Syst. 15: 65-96.
Lukman, W 2002. "Teknik Kastrasi pada Persilangan Buatan Tanaman Lada
secara Konvensional". Buletin Teknik Pertanian, Vol. 7 (2).
Maia, G. S. 2012. "Isolation, Identification, and Characterization of Cucurbit
Powdery Mildew in North Central Florida". Thesis. University of
Florida, US (unpublished) .
Mangoendidjojo, W 2010. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Yogyakarta.
Kanisius. Hal. 30-34.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Martin, J. M., T. K. Blake, & E. A. Hockett. 1991. "Diversity Among
North American Spring Barley Cultivars Based on Coefficients of
Parentage". Crop Sci . 31: 1131-1137.
Maruyama, T. and P.A. Fuerst. 1984. "Population Bottlenecks and Non-
Equilibrium Models in Population Genetics. I. Allele Numbers
when Populations Evolve from Zero Variability". Genetics. 108:
745-763.
Maryanto, S. D. 2011. "Perbandingan Karakter Fenotipik Melon (Cucumis
melo L.) Kultivar Melodi Gama 1, Gama Melon Basket, clan
Kultivar Komersial pada Uji Multilokasi clan Multimusim". Skripsi.
Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada (tidak dipublikasikan) .

- - - -. 2014. "Karakter Morfologis clan Gen Pengkode Senyawa Volatil


pada Tanaman Melon (Cucumis melo L.) Kultivar Gama Melon
Parfum". Tes is. Universitas Gadjah Mada (tidak dipublikasikan).
Maryanto, S. D. clan B. S. Daryono. 2011. "The Comparison of Melon
(Cucumis melo L.) Phenothypic Characters among Melodi
Gama- I, Gama Melon Basket, and Commercial Cultivars Using
Multilocation and Multiseason Test in Indonesia". Proceeding in
Pasific Science Congress XXII; 14-1 7 J uni 2011, Kuala Lumpur,
Malaysia. Pp: 164.
Maryanto, S. D., R. E. Ranis, B. S. Daryono. 2013. "Stability Phenotypic
Characters and The Scent of cv. Gama Melon Parfum". IPTEK
Journal of Proceeding Series, Vol. 1, pp: 523-528.
McGrath, M. 2001. "Fungicide Resistance in Cucurbit Powdery Mildew
Experiences and Challenges" . Joumal: Plant Dis. 85: 236-245.
Miller, J. C. and S. D. Tanksley. 1990. "RFLP Analysis of Phylogenetic
Relationships and Genetic Variation in the Genus Lycopersicon".
Theoretical and Applied Genetics, 80: 437-448.
Morikawa, T. & J. M. Leggett. 1990. "Isozyme Polymorphism in Natural
Populations of Avena canariensis from the Canary Islands".
Heredity, 64: 403-411 .
Mork, I. 2007 . "Cucumber Mozaic Virus of Lupins" . Agriculture Notes .
Departemen Primary Industri. State of Victoria. AG 0398.
Mugnisyah, W Q. & A. Setiawan. 1990. Pengantar Produksi Benih. Jakarta:
Rajawali Pers.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Narain, P. 1990. Statistical Genetics . New Delhi, India: John Wiley. Pp: 599.
Nei, M., Maruyama T., & Chakraborty R. 1975. "The Bottleneck Effect and
Genetic Variability in Populations". Evolution. 29: 1-10.
Nesbitt, K. A., B. M. Potts, R. E. Vaillancourt, A. K. West, &J.B. Reid. 1995.
"Partitioning and Distribution of RAPD Variation in a Forest Tree
Species, Eucalyptus Globulus (Myrtaceae) ". Heredity . 74: 628-63 7.
Nevo, E., A. Beiles, & R. Ben-Shlomo. 1984. "The Evolutionary Significance
of Genetic Diversity: Ecological, Demographic, and Life History
Correlates". Leet. Notes Biomath. 53: 13-21.
Park, S. 0 . and K. M. Crosby. 2006. "Construction ofRAPD a Marker-Based
Linkage Map in Ananas Melon". Cucurbit Genetics Cooperative
Report. 28-29: 22-25.
Perin, C., C. Dogimon, N. Giovinazzo, D. Besomes, L.Guitton, L. Hagen,
and M. Pitra. 1999. "Genetic Control and Linkages of Some Fruits
Characters in Melon". Cucurbit Genetic Cooperative Report. 22:
16-18.
Perry, D. J. and P. Knowles. 1990. "Evidence of High Self-Fertilization in
Natural Populations of Eastern White Cedar (Thuja occidentalis)".
Can.]. Bot. 68: 663-668.
Poedjiadi, A clan F. M. T. Supriyanti. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:
Universitas Indonesia. Hal. 397,409.
Powell, W., M. Morgante, C. Andre, M. Hanafey, J. Vogel, S. Tingey, & A.
Rafalski. 1996. "The Comparison of RFLP, RAPD, AFLP, and SSR
(Microsatellite) Markers for Germplasm Analysis". Mo!. Breed. 2:
225-238.
Prajnanta, F. 2004. Pemeliharaan secara Intensif dan Kiat Sukses Beragrobisnis
Melon. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Hal. 1-5, 8-12.
Prastiyanto, M. E. 2014. "Resistensi Podosphaera xanthii Penyebab Powdery
Mildew pada Tanaman Melon (Cucumis melo L.) terhadap Fungisida
Azoxystrobin clan Pyraclostrobin". Tesis . Fakultas Biologi, UGM,
Yogyakarta (tidak dipublikasikan).
Prawirokusumo, S. 1991. Biokimia Nutrisi (Vitamin). Yogyakarta: BPFE. Hal.
82-89.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Prihatman, K. 2000. Melon (Cucumis melo L.) . Jakarta: Kantor Deputi
Menegristek Bidang Pendayagunaan clan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan clan Teknologi.
Quiros, C., S. B. Brush, D. S. Douches, K. S. Zimmerer, and G. Huestis.
1990. "Biochemical and Folk Assessment of Variability of Andean
Cultivated Potatoes". Economic Botany. Vol 44, pp: 254-266.
Qurrohman, M. T. 2011. "Analisis Keterpautan Gen Ketahanan terhadap
Powdery Mildew pada Tanaman Melon (Cucucmis melo L.) Hasil
Test Cross dengan Penanda Sequence Characterized Amplified
Region (SCAR)". Tesis. Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Rana, R. B., P. Chaudhary, D. Gauchan, S. P. Khatiwada, B. R. Sthapit,
A. Subedi, M. P. Upadhyay, and D. I. Jarvis. 2000. "In Situ Crop
Conservation: Findings of Agro-Ecological, Crop-Diversity and
Socioeconomic Baseline Survey ofKachorwa Ecosite, Bara, Nepal".
NP Working Paper No 1/2000. NARC/LIBIRD, NEPAL/IPGRI,
ROME, ITALY.
Rao, V., P. Quek, B. Mai, & Z. Ming-De. 1999. Role of IPGRI in Promoting
Research on PGR Conservation and Use, and GPA Implementation,
with a Focus on Asia and the Pacific. In: Z. Ming-De, Z. Zongwen,
& V. Rao. (ed) Proceedings of a National Workshop on Conservation
and Utilization of Plant Genetic Resources in China. Beijing, 25-27
October 1999 (in press) IPGRI Office for East Asia, Beijing.
Raybould, A. F., R. J. Mogg, and R. T. Clarke. 1996. "The Genetic Structure
of Sea Beet (Beta vulgaris ssp. maritima) Populations; RFLPs and
Isozymes Show Different Patterns of Gene Flow". Heredity. 77:
245-250.
Reece, R. J. 2004. Analysis of Genes and Genomes . London: John Wiley and
Sons, Ltd. Pp: 103-105.
Rick, C. M., J. F. Fobes, &M. Holle. 1977. "Genetic vVariation inLycopersicon
pimpinellifolium: Evidence of Evolutionary Chane in Mating
Systems". Plant Syst Evol. 127: 139-170.
Robinson, R. W & D.S. Decker-Walters. 1999. Cucurbits. New York: CAB
International.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Penerbit
ITB.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Rubatzky, V. E., clan M. Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia 3 Prinsip, Produksi,
dan Gizi. Bandung: Penerbit 1TB. Hal. 69-71.
Sadjad, S. 1997. Membangun Industri Benih dalam Era Agribisnis Indonesia
(Developing Seed Industry in the Agribusiness Era in Indonesia) .
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sedgley, M. & A. R. Griffin. 1989. Sexual Reproduction of Tree Crops. New
York: Academic Press.
Sekhsaria, P. 2008. Sand in My Hand. India: The CMP Team.
Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia .
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 449.
_ _ _ _ . 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan . Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. Hal. 197-198, 203-205.
Setiadi clan Parimin, 1999. Bertanam Melon. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal.
10-25.
Setyani, E. 2013 . "Adaptasi clan Kestabilan Karakter Fenotipe Melon
(Cucumis melo L. 'Sweet Melon Indonesia') Hasil Budidaya di
Dusun Jamusan, Sleman, DIY". Seminar. Fakultas Biologi UGM,
Yogyakarta.
Shiva, V. 1994. "Agriculture and Food Production". UNESCO/Environmental
Education Dossiers, No. 9 (May): 2-3.
Sidiq, Y. 2013 . "ldentifikasi clan Pengembangan Penanda Molekuler Sequence
Characterized Amplified Region Terpaut Gen Ketahanan terhadap
Begomovirus pada Melon (Cucumis melo L.) ". Tesis. Fakultas
Biologi, Universitas Gadjah Mada (tidak dipublikasikan).
Silverside, A. J. 2001. Profile of The Order Erysiphales (Fungi Ascomycota) .
University of Paisley.
Smale, M. 1997. "The Green Revolution and Wheat Genetic Diversity; Some
Unfounded Assumptions". World Development. 25: 1259-1269.
Smith, N. J. H. & R. E. Schultes. 1990. "Deforestation and Shrinking Crop
Gene Pools in Amazonia". Envl. Cons . 17(3): 227-234.
Staub, J. E., J. Box, V. Meglic, T. Horejsi, & J. D. McCreight. 1997 .
"Comparison oflsozyme and Random Amplified Polymorphic DNA
Data for Determining lntraspecific Variation in Cucumis". Genet.
Reso. Crop Evol. 44: 257-269.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Sthapit, B. R. & D. Jarvis. 1999. On-Farm Conservation of Crop Genetic
Resources Through Use. In: B, Mal, P. N. Mathur, & V. Rao (eds)
Proceedings of South Asia Network on Plant Genetic Resources
(SANPGR), Proceedings of Fourth Meeting, Kathmandu, Nepal 1-3
September 1998. New Delhi: IPGRI South Asia Office. Pp: 151-166.
Sthapit, B. R. and J. R. Witcombe. 1998. "Inheritance of Tolerance to Chilling
Stress in Rice during Germination and Plumule Greening". Crop
Science . 38(3): 660-665 .
Stuessy, T. F. 1990. Host Range and Geographical Distribution of The Powdery
Mildew.
Suneson, C. A. 1960. "Genetic Diversity - A Protection Against Diseases
and Insects". Agron. ]. 52: 319-321.
Supartopo. 2006. "Teknik Persilangan Padi (Oryza sativa) untuk Perakitan
Varietas Unggul Baru". Buletin Teknik Pertanian, Vol. 11 (2).
Sutarya, Rand G. Grubben. 1995 . Pedoman Bertanam Sayuran Dataran
Rendah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 140-141.
Tjahjadi, N. 1987. Melon: Kiat Khusus Untuk Hasil Optimal. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius. Hal. 19-21.
Tjitrosoepomo, G. 1989. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Yoggyakarta:
Gadjah Mada University Press. Hal. 3 79-380.
Umboh, A. H. 1997. Petunjuk Penggunaan Mulsa . Jakarta: Penebar Swadaya.
Hal. 37-41.
UPOV. 2012. Guidelines for The Conduct of Tests for Distinctness, Uniformity,
and Stability . France(FR): UPOV International.
Vashista, B. R. 1984. Botany for Degree Students, Part 2: Fungi. New Delhi: S.
Chand Company. Pp: 210-211, 254-257 .
Wahyuni, N. 1995. "Perbanyakan Tanaman Melon (Cucumis melo L) melalui
Teknik Kultur Jaringan". Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian UNEJ,
Jember (tidak dipublikasikan).
Wartig, L., A. Kheyr-Pour, E. Noris, F. de Kouchkovsky, F. Jouanneau, B.
Gronenborn, I.Jupin. 1997. "Genetic Analysis of The Monopartite
Tomato Yellow Leaf Curl Gemini virus. Roles of Vl, V2, and C2
ORFs in Viral Pathogenesis". Virology, 228: 132-140.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Wat, D. L., N. J. H. Smith, J. T. Williams, & N. M. Anishetty. 1987. Genebanks
and World's Food . Princeton: Princeton University Press.
Watanabe, K.N ., V. Ramanatha Rao, & M. lwanaga. 1998. "International
Trends on The Conservation and Use of Plant Genetic Resources".
PI.Biotechnology, 15(3): 115-122.
Weihong, G. M. 1996. "Comparison of Staking and Nonstaking on Melon
and Muskmelon (Cucumis melo L.) Production". ARC Training.
Weltzien, H . C. 1989. "Some Effects of Composted Organic Materials on
Plant Health". Agriculture, Ecosystems and Environment. 27: 439-
446.
Wendel, J. F. and C.R. Parks. 1985. "Genetic Diversity and Population
Structure in Cameliajaponica L. (Theaceae)". Am] Bot. 72: 52-65.
Widiastuti, L., Tohari, & E. Sulistyaningsih. 2004. "Pengaruh lntensitas
Cahaya clan Kadar Daminosida terhadap lklim Mikro clan
Pertumbuhan Tanaman Krisan dalam Pot". Jumal Ilmu Pertanian,
Vol. 11 No. 2, 2004: 35-42.
Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogar: M-Brioo Press.
Wirahma, S. 2008 . "Evaluasi Kebutuhan Agroklimat Tanaman Melon
(Cucumis melo L.) clan Potensi Pengembangannya di Jawa Barat".
Skripsi. Fakultas Matematika clan Ilmu Pengetahuan Alam, lnstitut
Pertanian Bogar, Jawa Barat (tidak dipublikasikan).
Wirawan, B & S. Wahyuni. 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Yeh, F. C. and D. O'Malley. 1980. Enzyme Variations in Natural Populations
of Douglas-fir, Pseudotsuga menziesii (Mirb.). I. Genetic Variation
Patterns in Coastal Populations". Silvae Genetica. 29: 83-92.
Yen, D. E. and J.M. Wheeler. 1968. "Introduction of Taro into the Pacific:
The Indications of Chromosome Numbers". Ethnology . 7: 259-67.
Zeuli, Spagnoletti P. L. and C. 0. Qualset. 1987. "Gegrafical Diversity for
Quantitative Spike Characters in A World Collection of Durum
Wheat". Crop Science. 27: 235-241.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


Sumber Website
Anonim 1• 2016. "Peta Penggunaan Sawah di Sleman". http://www.repository.
ugm.ac.id.
Anonim 2• 2016 . "Profil Kabupaten Bantul". Diakses dari https: //www.
bantulkab.go.id/profil/sekilas_ kabupaten_ bantul.html.
Anonim3 • 2016. "Kebutuhan Pupuk untuk Budidaya Melon".http: // www.
infotani.com.
Anonim4. 2014. "Profit Kabupaten Magetan". Diakses dari https: //www.
magetankab.go.id/profil/sekilas _ kabupaten_ magetan.html
Anonim 5• 2011. Diakses melalui: http://dokumen.tips/documents/76402533-
upaya-industri-perbenihan-dalam-pemenuhan-prinsip-enam-
tepat-benih.html.
BPKP. 2015 . "Profil Kabupaten Sleman". Diakses dari http://www.bpkp.go.id/
diy/konten/830/Profil-Kabupaten-Sleman.
BPKP. 2015 . "Profil Kabupaten Sleman". Diakses dari http://www.bpkp.go.id/
diy/konten/830/Profil-Kabupaten-Gunungkidul.
BPS. 2013. "Jumlah Penduduk di Indonesia". Diakses dari http://www.bps.
go.id/.
BPS. 2013. "Kondisi Geografis, Jumlah Penduduk clan Persebaran Kabupaten
Kebumen". http://www.bps.kebumen.go.id/.
BPS. 2013 . "Produksi Melon di Indonesia". Diakses dari http: //www.bps.
go.id/.
BPS. 2010. "Data mengenai Hasil Pertanian di Indonesia". http: //
dds.bps.go.id / tab_sub / view.php?tabel= 1&daftar= 1&id_
subyek=55&notab= 15. Diakses tanggal 7 September 2010.
CASFS. 2003. "Fungal Pathogen: Erysiphe cichoracearum" . http: //www.gis.
ucsc.edu//.
DPI. 2007. "Powdery Mildew Life Cycle and Wine Grape Infection". Dept.
Primary Industries & Fisheries. Queensland. http://www.dpi.qld.
gov.au/cps/rde/xchg/dpi/.htm. Diakses tanggal 10 November 2007 .
Horlock, C. and M. T. McGrath. 2004. "Powdery Mildew of Melons
(Watermelon, Rockmelon and Honeydew)". Department of Plant
Pathology, Cornell University, NY, USA.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


http: //www2.dpi.qld.gov.au/horticulture/ 11644.html. Diakses tanggal 22
Januari 2008.
IPGRI. 2003. "Minimum Descriptors for Cucurbita spp., Cucumber, Melon,
and Watermelon. European Cooperative Programme for Riset
Genetic Resource". p.9.http: //www. ecpgr-cgisr.org. Diakses 14
Februari 2010.
Keller, N. 2006. "This is Not Just Plant Pathogenic Fungi" .
http: // plant path o log ta mu. e du / P L PA / projects / 1 /
thisisplantpathogenicfungi.html. Diakses tanggal 10 November
2007.
Mangoendidjojo, W. 2010. "Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman". Hal. 30-
34. Yogyakarta: Kanisius. http: //www.books.google.co.id. Diakses
tanggal 2 Oktober 2010.
Prihatman, K. 2000. "Melon (Cucumis melo L.)". Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan clan Pemasyarakatan Ilnrn Pengetahuan
clan Teknologi, Jakarta. http: //www.ristek.go.id. Diakses 2 7 Januari
2009.
Silverside, A. J. 2001. "Profile of The Order Erysiphales (Fungi Ascomycota)".
University of Paisley. http: //www.biol.paisley.ac.uk/bioref/fungi .
html. Diakses tanggal 4 Januari 2008.
Stuessy, T. F. 1990. "Host Range and Geographical Distribution of The
Powdery Mildew". http: //socrates.berkeley.edu/-schmid/pubs/
pubsG-to1999.html. Diakses tanggal 4 Januari 2008.

Keanekaragaman dan Potensi $umber Daya Genetik Melon


PROFIL PENULIS

Budi Setiadi Daryono, merupakan staf pengajar di


Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas
Biologi Universitas Gadjah Mada. Tahun 1995, ia
menyelesaikan pendidikan sarjana di bidang Biologi
(Genetika Tanaman dan Kultur Jaringan) di Universitas
Gadjah Mada, tahun 2002 menyelesaikan Master of
Agriculture Sciences di bidang Genetika dan Pemuliaan
Tanaman di Tokyo University of Agriculture (TUA)
Jepang, dan pada tahun 2005 menyelesaikan program Ph.D nya di
universitas yang sama di bidang Genetika Molekuler dan Pemuliaan
Tanaman.
Penulis telah melakukan beberapa penelitian tentang genetika
melon (Cucumis melo L.), yaitu tetraploid tanaman melon menggunakan
kolkhisin, analisis karakter fenotipe, dan stabilitas ploidi tanaman melon
diploid dan tetraploid hasil budidaya di lapangan.
Pada tahun 2001, penulis juga menerima Young Scientist Award dari
International Society for Horticultural Sciences (ISHS) pada International
Symposium on Cucurbits, 2001. Selanjutnya, pada tahun 2007 dan 2008, ia
menerima Best Presenter Awards dan Science and Technology Awards dari
Indonesia Toray Science Foundation.
Beberapa buku yang telah ditulis, antara lain Peningkatan Usaha
Agribisnis Benih Hortikultura dengan Penerapan Strategi Pemuliaan Tanaman
untuk menghadapi CAFTA (2010), Pertanian Terpadu untuk Mendukung
Kedaulatan Pangan Nasional (BPFE, Yogyakarta, 2010), Perubahan Iklim

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon


dan Pemanfaatan SIG di Kawasan Pesisir (2014), dan Karakterisasi Kromosom
Tumbuhan dan Hewan (Gadjah Mada University Press, 2015).

Sigit Dwi Maryanto, merupakan staf peneliti di Plant


and Production Biotechnology, PT SMART, Tok. Tahun
2011, ia menyelesaikan pendidikan sarjana di bidang
Biologi (Genetika Tanaman) di Universitas Gadjah
Mada. Pada tahun 2014, ia menyelesaikan Master of
Science di bidang Biologi (Genetika Molekuler &
Bioteknologi) di universitas yang sama.
Penulis telah aktif melakukan penelitian tentang
tanaman melon sejak tahun 2008, yaitu mengenai karakterisasi fenotipik
tanaman melon, karakterisasi molekuler tanaman melon, dan pemuliaan
tanaman melon. Penulis juga telah memperoleh beasiswa dari Lembaga
Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan RI yang
dipergunakan untuk meneliti tanaman melon sebagai bahan baku parfum
alami.
Pada tahun 2014, ia juga pernah menulis buku dengan judul Kajian
Gumuk Pasir Ditinjau dari Konservasi Biologi serta Budidaya Tanaman Melon
Ramah Lingkungan Sekitar Gumuk Pasir Pantai Kebumen dalam Buku
Perubahan Iklim dan Pemanfaatan SIG di Kawasan Pesisir (Gadjah Mada
University Press, 2014).

Keanekaragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik Melon

Anda mungkin juga menyukai