Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PADI HASIL TRANSGENIK

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Genetika Tumbuhan


Dosen pengampu : Umi Barokah, S.P., M.P.

Disusun oleh :
Diky Suhendra (AG822024)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MA’ARIF NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah swt, alhamdulillah
dengan rahmat Allah swt akhirnya makalah yang berjudul “Padi Hasil
Transgenik” dapat terselasaikan. Makalah ini berisi tentang perkembangan padi
dalam dunia rekayasa genetika. Dengan kemajuan teknologi rekayasa genetika
varietas padi semakin meningkat. Para ilmuwan telah menemukan padi hasil
rekayasa genetika yang disebut padi transgenik.
Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan dalam menyusun
makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaaan baik dalam materi maupun cara penyajian penulisannya.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan
dan kesempurnaan makalah ini. Semoga informasi yang terdapat dalam laporan
ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin....
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Kebumen, Oktober 2023

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang .................................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 3
3. Tujuan................................................................................................................ 3
4. Manfaat.............................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
A. REKAYASA GENETIKA PADI...................................................................... 4
1. Pengertian Rekayasa Genetika ..................................................................... 4
2. Padi sebagai Tanaman Hasil Rekayasa Genetika ......................................... 4
B. REKAYASA GENETIKA PADI EMAS ......................................................... 5
1. Sejarah Padi Emas (Golden Rice) ................................................................ 5
2. Padi Emas (Golden Rice) Hasil Rekayasa Genetika .................................... 6
3. Rekayasa Genetika Padi Emas (Golden Rice) .............................................. 7
4. Manfaat Padi Emas (Golden Rice) ............................................................... 9
5. Kerugian dari Padi Emas (Golden Rice) ...................................................... 10
C. REKAYASA GENETIKA PADI HIBRIDA .................................................... 11
1. Sejarah Padi Hibrida ..................................................................................... 11
2. Rekayasa Genetika Padi Hibrida .................................................................. 12
3. Prinsip Padi Hibrida ..................................................................................... 14
4. Keunggulan Tanaman Padi Hibrida ............................................................. 16
5. Kelemahan Tanaman Padi Hibrida ............................................................... 16
D. REKAYASA GENETIKA PADI AROMATIK PANDAN PUTRI ................. 17
1. Sejarah Padi Aromatik Pandan Putri ............................................................ 17
2. Padi Aromatik Pandan Putri Hasil Rekayasa Genetika ................................ 17
3. Kelebihan Padi Aromatik Pandan Putri ........................................................ 19
4. Kekurangan Padi Aromatik Pandan Putri..................................................... 20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................ 22
B. Kritik dan Saran ................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 23

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT.
yang memerlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti
yang diketahui saat ini banyak orang yang mati karena kelaparan.
Kejadian itu sering terjadi terutama di Indonesia yang disebabkan karena
kemalasan mereka untuk bekerja (pengangguran) dan kurang pedulinya
pemerintah terhadap rakyat-rakyat kecil. Manusia memerlukan kebutuhan
makanan pokok, yang mana di setiap negara memiliki makanan pokok
yang berbeda-beda. Tetapi makanan pokok yang cukup terkenal di
Indonesia adalah beras atau nasi. Yang mana awalnya nasi atau beras
berasal dari tumbuhan padi yang banyak ditanam dan dibudidayakan di
negara kita tercinta yaitu negara Indonesia.
Padi (Oryza sativa) adalah bahan baku pangan pokok yang vital
bagi rakyat Indonesia. Menanam padi sawah sudah mendarah daging bagi
sebagian besar petani di Indonesia. Mulanya kegiatan ini banyak
diusahakan di pulau Jawa. Namun saat ini hampir seluruh daerah di
Indonesia sudah tidak asing lagi dengan kegiatan menanam padi di sawah.
Dalam proses penanamannya para petani menemukan banyak kesulitan,
baik dari segi lahan pertanian, penggunaan pupuk dan cuaca musim yang
tidak teratur. Sebagaimana yang kita ketahui, Indonesia adalah negara
agraris yang mempunyai banyak lahan pertanian. Namun sayang
perkembangan saat ini banyak lahan pertanian yang dibuka untuk
perkampungan, penginapan, perindustrian dan lain sebagainya. Begitupun
penggunaan pupuk yang kurang maksimal membuat petani kebingungan
dalam melakukan penanaman padi disawah. Banyak pupuk yang sudah
tercampur dengan bahan-bahan kimia yang sangat berbahaya bagi
pertumbuhan dan perkembangan padi. Selain itu musim yang terjadi di
negara kita ini sudah tidak pasti, sehingga mengganggu terhadap
penanaman padi dan hasil panen.

4
Adanya kesulitan para petani lokal dalam penanaman padi, maka
pemerintah mencoba untuk memberikan alternatif guna memproduksi padi
bagi kehidupan rakyat Indonesia. Salah satu alternatif yang dikembangkan
oleh pemerintah adalah dengan melakukan rekayasa genetika terhadap
tanaman padi. Tujuan ini dilakukan oleh pemerintah agar padi yang
diproduksi lebih unggul dan berkualitas. Proses rekayasa genetika pada
padi ini sesuai dengan perkembangan IPTEK yang sedang merajarela.
Perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) ini adalah
sebuah fenomena dan fakta yang jelas serta pasti terjadi sebagai sebuah
proses yang berlangsung secara terus-menerus bagi kehidupan global yang
tidak mengenal istilah berhenti. Hal ini senada dengan pepatah yang
diungkapkan oleh Ibnu Khaldum dalam mukaddimahnya “Tidak ada
masyarakat yang tidak berubah” dengan demikian dalam merespon
perkembangan IPTEK, menghentikan jalannya perubahan adalah
pekerjaan yang mustahil untuk dilakukan.
Salah satu usaha pemerintah dalam mengembangkan rekayasa
genetika untuk tanaman padi adalah dengan melakukan transgenik. Padi
transgenik adalah tanaman padi yang telah direkayasa bentuk maupun
kualitasnya melalui penyisipan gen atau DNA padi. Adanya padi hasil
transgenik ini menimbulkan pro dan kontra dikalangan petani dan
masyarakat bawah. Mereka yang ekonominya berkecukupan mungkin
akan merasakan bagaimana apabila mereka harus membeli beras atau padi
hasil transgenik dengan harga yang sangat tinggi. Begitupun dengan
kandungan yang terdapat dalam padi hasil transgenik kemungkinan
terdapat kandungan kimia yang berbahaya untuk kesehatan tubuh. Disisi
lain kita mungkin akan menemukan dari padi transgenik ini adalah mudah
ditanam pada musim apa saja, waktu panen akan terasa singkat, dan
produksi padinya akan jauh lebih banyak dibandingkan produksi padi
biasa. Untuk memahami bagaimana perkembangan padi hasil transgenik
ini, penulis bermaksud memaparkan makalah yang berkaitan dengan padi
hasil transgenik.

5
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan rekayasa genetika padi?
2. Mengapa teknik transgenik digunakan untuk merekayasa tanaman
padi?
3. Bagaiamana proses rekayasa genetika padi transgenik (padi emas, padi
hibrida dan padi aromatik pandan putri)?
4. Apa keuntungan dan kerugian dari tanaman padi hasil transgenik (padi
emas, padi hibrida dan padi aromatik pandan putri)?
C. Tujuan
1. Mengetahui maksud dari rekayasa genetika padi.
2. Mengetahui teknik transgenik yang digunakan untuk merekayasa
tanaman padi.
3. Mengetahui proses rekayasa genetika padi transgenik (padi emas, padi
hibrida dan padi aromatik pandan putri).
4. Mengetahui keuntungan dan kerugian dari tanaman padi hasil
transgenik (padi emas, padi hibrida dan padi aromatik pandan putri).
D. Manfaat
1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai ilmu genetika
2. Dapat mengetahui dampak ilmu genetika dalam kehidupan

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. REKAYASA GENETIKA PADI


1. Pengertian dan Tujuan Rekayasa Genetika Padi
Salah satu usaha manusia dalam mengembangkan ilmu biologi adalah
dengan cara memanipulasi gen yang terdapat pada suatu organisme
dengan tujuan menghasilkan organisme jenis baru yang identik secara
genetika disebut rekayasa genetika. Pernyataan penulis ini senada dengan
penuturan yang dijelaskan oleh Buu dan MyMy (2012) yang mengatakan
bahwa rekayasa genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu
gen ke gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas
gen sehingga mampu menghasilkan produk.
Menurut Wijayanto (2013) mengatakan rekayasa genetika pada
tanaman padi mempunyai target dan tujuan antara lain untuk peningkatan
produksi, peningkatan mutu produk supaya tahan lama dalam
penyimpanan pascapanen, peningkatan kandunagn gizi, tahan terhadap
serangan hama dan penyakit tertentu (serangga, bakteri, jamur, atau virus),
tahan terhadap herbisida, sterilitas dan fertilitas serangga jantan (untuk
produksi benih hibrida), toleransi terhadap pendinginan, penundaan
kematangan buah, kualitas aroma dan nutrisi, perubahan pigmentasi.
Penulis memberikan pandangan terhadap apa yang dikatakan oleh
Wijayanto tentang target dan tujuan dari rekayasa genetika tanaman padi.
Memang benar tujuan dari rekayasa genetika adalah untuk menghasilkan
produk yang lebih unggul dari benih atau induk aslinya. Namun disisi lain
seharusnya para ilmuwan dan tokoh genetika memaparkan dan
menjelaskan dampak dari pemanfaatan rekayasa genetika yang berlebihan.
Salah satu contoh dari tanaman padi yang apabila dilakukan rekayasa
genetika secara berlebihan kemungkinan akan muncul individu-individu
yang kurang sehat akibat mengkonsumsi padi hasil rekayasa genetika
secara berlebihan.

7
2. Padi sebagai Tanaman Transgenik
Salah satu hasil dari adanya rekayasa genetika ialah adanya padi
transgenik (Buu dan MyMy, 2003). Adanya padi transgenik ini
dikembangkan karena kebutuhan padi yang semakin meningkat dikalang
penduduk di seluruh dunia terutama di benua Asia dan Afrika (Susanto
dkk, 2003). Padi transgenik sendiri ialah tanaman padi yang telah disisipi
atau memiliki gen asing dari spesies tanaman padi yang berbeda atau
makhluk hidup lainnya (Buu dan MyMy, 2003). Penulis menambahkan
penggabungan gen asing ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman
dengan sifat-sifat yang diinginkan.
Di Indonesia padi transgenik telah banyak dikembangkan. Contoh padi
hasil transgenik yaitu padi emas (golden rice), padi hibrida dan padi
aromatik pandan putri.
B. REKAYASA GENETIKA PADI EMAS
1. Sejarah Padi Emas (Golden Rice)
Padi emas atau beras emas (golden rice) merupakan salah satu varietas
padi hasil transgenik. Menurut Tang dkk (2012) mengatakan adanya
rekayasa pada padi emas berawal dari sebuah keprihatinan para ilmuwan
terhadap negara berkembang di Amerika Latin, Asia, Afrika, dan jutaan
anak yang terancam buta karena kekurangan vitamin A. Sebagaiamana
yang diketahui banyak orang vitamin A banyak terkandung dalam buah-
buahan dan sayuran yang berwarna merah, kuning dan orange misalnya
pepaya, tomat, dan wortel. Masyarakat miskin tidak mampu
mengkonsumsi buah dan sayuran tersebut secara rutin, hal ini dikarenakan
kondisi ekonomi mereka yang masih rendah. Buu and MyMy (2003)
menambahkan demi memenuhi kebutuhan vitamin A, maka munculah
pertanyaan bagaimana caranya menciptakan produk pangan massal yang
kaya vitamin A? Salah satu produk dari rekayasa genetika untuk
memenuhi kebutuhan vitamin A ialah adanya padi transgenik seperti padi
emas (golden rice). Menurut informasi dari Sharratt (2014) golden rice
(padi emas) ini dikembangkan oleh dua ilmuwan Eropa yaitu Ingo
Potrykus dan Peter Beyer.

8
Jacinda (2013) menambahkan nama Golden rice diberikan karena
butiran yang dihasilkan berwarna kuning menyerupai emas. Rekayasa
genetika merupakan teknik yang digunakan untuk produksi padi emas
(golden rice). Hal ini disebabkan karena tidak ada plasma nutfah padi yang
mampu untuk mensintesis karotenoid. Pendekatan transgenik dapat
dilakukan karena adanya perkembangan teknologi transformasi dengan
Agrobacterium dan ketersediaan informasi molekuler biosintesis
karotenoid yang lengkap pada bakteri dan tanaman. Penulis memberikan
pandangan bahwa padi emas atau sering disebut golden rice ini pertama
kali dikembangkan oleh beberapa ilmuwa Eropa dengan maksud
menghasilkan padi yang memiliki kandungan vitamin A.
2. Padi Emas (Golden Rice) Hasil Rekayasa Genetika
Perkembangan hasil rekayasa genetika pada tumbuhan salah satunya
adalah padi emas (golden rice). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
Badan Litbang Pertanian (2007) dapat diketahui bahwa istilah padi emas
(golden rice) diberikan kepada padi yang direkayasa secara genetik dengan
beras yang dihasilkan berwarna kuning-orange karena mengandung beta-
karotena (pro-vitamin A) pada bagian endospermanya. Tubuh manusia
mengubah beta-karotena tersebut menjadi vitamin A. Berdasarkan
informasi dari Sharratt (2014) beta-karotena adalah pigmen dengan warna
dominan merah-jingga yang ditemukan secara alami pada tumbuhan dan
buah-buahan. Menurut Jacinda (2013) adanya kandungan beta-karotena ini
menyebabkan warna beras dari padi tersebut tampak kuning-kejinggaan.
Hal ini berbeda dengan padi tipe liar (normal), endosperma padi tidak
menghasilkan beta-karotena dan akan berwarna putih hingga putih kusam.

Gambar 1. Golden rice (padi emas) hasil rekayasa genetika


(Sumber: http://winda-puspitasari.blogspot.com)

9
Penulis mendeskripsikan bahwa padi emas merupakan padi hasil
rekayasa genetika dengan memakai metode transgenik. Didalamnya
terdapat beta-karotena yang akan diubah dalam tubuh manusia menjadi
vitamin A.
3. Rekayasa Genetika Padi Emas (Golden Rice)
Endosperma padi tipe liar (normal) tidak akan menghasilkan beta-
karotena tetapi akan menghasilkan geranylgeranyl diphosphate (GGPP)
yang merupakan prekursor awal beta-karotena. Oleh karena itu perlu
menggunakan teknik genetika rekombinan dengan tujuan untuk
mengembangkan endosperma padi yang akan menghasilkan beta-karotena
(Tang dkk, 2012).
Seluruh beta-karotena jalur biosintesis 2 gen dari daffodil Narcissus
psuedonarcissus (phytoene synthase dan lycopene beta-cyclase) dan 1 gen
bakteri Erwina uredovora direkayasa dengan menjadikan endosperma padi
untuk mengubah GGPP menjadi beta-karotena. Hasil produk padi emas
(golden rice) 1,6 - 2,0 mg beta-karotena / g beras kering (Goledberg,
2001). Beta-karotena ini tidak beracun dan dapat disimpan oleh tubuh.
Tubuh mengubah beta-karotena menjadi vitamin A yang beracun pada
tingkat tinggi (Buu and MyMy, 2003).
Menurut Jacinda (2013) mengatakan beberapa ilmuwan Eropa
melaporkan bahwa di dalam biji padi terdapat bahan dasar (prekusor)
geranylgeranyl diphosphate (GGDP). Untuk mengkonversi geranylgeranyl
diphosphate ke beta-karotena terdapat empat enzim tambahan yang
diperlukan seperti sintase phytoene, phytoene desaturase, karoten
desaturase, dan lycopene cyclase. Enzim ini diidentifikasi dan gen mereka
diisolasi dari berbagai tanaman dan bakteri. Phytoene desaturase dan
desaturase carotene yang dielakkan dengan menggunakan enzim bakteri.
Desaturase karotena, yang memberikan hasil gabungan. Seluruh beta-
carotene jalur biosintesis (tiga gen pada tiga vektor) diubah menjadi
endosperm padi dengan Agrobacterium. Hasilnya adalah endosperms
kuning dan memperoleh nama Golden Rice (Ye et al., 2000 dalam Tang
dkk 2012).

10
Geranylgeranyl-PP
Phytoene synthase
Phyone + 2 pyrophosphate
Crt 1
Zeta-carotene
Crt 1
Lycopene
Lycopene cyclase

alfa-carotene beta-carotene
Gambar 2. Biosintesis beta-carotene
(Sumber: http://eri08tirtayasa.blogspot.com)
Menurut Sharratt (2014) secara sederhana dengan memasukkan 2 gen
yang mengkode enzim phytoene synthase (PSY) dan carotene desaturase
(CRT 1), siklus biosintesis beta karotin dapat kembali berfungsi untuk
menghasilkan provitamin A. Konsep inilah yang digunakan pada
pembuatan golden rice (padi emas). Buu dan MyMy (2003) mengatakan
phytoene synthase (PSY) telah diidentifikasi sebagai faktor yang
mempengaruhi kecepatan pembuatan provitamin A. Gen PSY yang berasal
dari padi memberikan hasil beta karotin terbanyak. Namun menurut
laporan Jacinda (2013) mengatakan bahwa padi tidak menghasilkan
phytoene karena terjadi penghambatan fungsi dari enzim phytoene
synthase (PHY) dalam mengubah GGDP menjadi phytoene. Meskipun
demikian, penghambatan fungsi enzim tersebut bisa dihilangkan dengan
cara mengintroduksi gen PHY dari tanaman daffodil (bunga
narsis/bakung) dengan menggunakan promoter spesifik untuk endosperma.
Selain PHY dan CRT 1, masih ada satu enzim lagi yang diperlukan untuk
mengubah lycopene menjadi beta-karoten yaitu lycopene cyclase (LYC)
yang juga berasal dari tanaman daffodil. Menurut Beyer 2002 (dalam Buu
dan MyMy 2003) mengatakan percobaan tentang padi emas (golden rice)
disempurnakan dengan teknik co-transformasi dari cDNA konstruksi
untuk mengubah jalur biosintesis beta-karotena dengan baik. Hal ini
dilakukan dengan menggunakan 2 gen dari daffodil Narcissus

11
psuedonarcissus (phytoene synthase dan cyclase lycopene) dan 1 gen dari
bakteri Erwinia uredovora (karoten desaturase). Dengan teknik tersebut
padi emas (golden rice) mampu menghasilkan 1,6-2,0 mg β-carotene / g
beras kering. Dengan faktor konversi dari 6 µg β-carotene 1 µg retinol,
200 g / hari beras akan menghasilkan 70 µg / hari retinol yang tidak cukup
untuk memenuhi tunjangan harian yang direkomendasikan dari retinol
(1000- 800 RE). Tang dkk (2012) mengatakan padi emas yang
dikembangkan telah berhasil menghasilkan 37 µg/g karotinoid yang
mengandung 31 µg/g beta karotin. Sehingga sebanyak 72 g padi emas
dapat memenuhi separuh angka kecukupan gizi yang dianggap sudah
cukup untuk menjaga kebutuhan vitamin A secara sehat. Karena konsumsi
beras di negara-negara berkembang adalah sekitar 100-200 g per anak,
maka asupan vitamin A dalam padi emas dinilai sangat sesuai.

Gambar 3 Perbedaan padi emas dengan padi normal


(Sumber: http://eri08tirtayasa.blogspot.com)
4. Manfaat Golden Rice (Padi Emas)
Jacinda (2013) mengatakan bahwa manfaat dari pembuatan beras emas
atau padi emas (golden rice) adalah mampu menyediakan rekomendasi
harian yang dianjurkan dari vitamin A dalam 100-200 gram beras,
sehingga dengan mengkomsumsi beras emas (golden rice) ini dapat
menyediakan kebutuhan vitamin A dan karbohidrat yang diperlukan oleh
tubuh. Sedangkan menurut informasi dari Badan Litbang Pertanian (2007)
mengatakan bahwa teknologi yang terlibat dalam pengembangan padi

12
emas diberikan secara gratis oleh para penciptanya (Ingo Potrykus, ETH-
Zurich dan Peter Beyer, Univ. Freibrug) yang menggunakan donasi untuk
ijin hak intelektual dari beberapa perusahaan swasta. Dengan demikian
tidak akan ada biaya ekstra guna memperoleh benih tersebut dari IRRI
untuk digunakan secara lokal. Petanipun bisa menyimpan benihnya untuk
digunakan bagi pertanaman berikutnya.
Penulis menyimpulkan bahwa beras dari padi emas boleh dikonsumsi
tetapi jangan berlebih-lebihan. Para petanipun dapat mengembangkan
produksi lahan mereka dengan menanam padi emas agar hasil panen yang
mereka dapatkan jauh lebih bbaik dibandingkan dengan padi biasa.
5. Kerugian dari Golden Rice
Menurut Tang dkk (2012) mengatakan tidak semua ahli biologi setuju
dengan adanya padi hasil transgenik berupa padi emas (golden rice). Hal
ini dikarenakan adanya kekhawatiran terhadap golden rice atau padi emas
dalam hal kesehatan seperti adanya zat penyebab alergi (alergen) berupa
protein yang dapat ditransfer ke bahan pangan, terjadi resistensi antibiotik
karena penggunaan marker gen dan terjadi outcrossing, yaitu
tercampurnya benih konvensional dengan benih hasil rekayasa genetika
yang mungkin secara tidak langsung menimbulkan dampak terhadap
keamanan pangan. Sharratt (2014) menambahkan terhadap lingkungan dan
perdagangan, padi emas (golden rice) dikhawatirkan merusak
keanekaragaman hayati, menimbulkan monopoli perdagangan karena yang
memproduksi PRG (dalam hal ini Golden rice) secara komersial adalah
perusahaan multinasional, menimbulkan masalah paten yang mengabaikan
masyarakat pemilik organisme yang digunakan di dalam proses rekayasa,
serta pencemaran ekosistem karena merugikan serangga nontarget
misalnya.
Penulis menambahkan meskipun padi emas dikatakan memiliki
manfaat tetapi kerugian pun bisa terjadi. Karena produksi padi emas lebih
cepat maka dikhawatirkan akan terjadi monopoli perdagangan padi. Selain
itu kemungkinan adanya penanaman padi emas ini akan menimbulkan

13
pencemaran tanah oleh limbah pertaniaan diakibatkan pupuk yang
digunakan mengandung pestisida yang berlebihan.
C. REKAYASA GENETIKA PADI HIBRIDA
1. Sejarah Padi Hibrida
Varietas padi hibrida ditemukan pertama kali di Cina pada tahun 1974
(Yuan 1994 dalam Cheng dkk 2007). Suwarno 2002 (dalam Imran, Ali
dan Suriany 2009) mengemukakan bahwa di Cina areal pertanaman padi
hibrida meningkat dengan cepat dari 9 juta ha pada tahun 1984 menjadi 16
juta ha atau sekitar 50% dari total areal pertanaman padi. Sebagai
perbandingan, Indonesia mempunyai sekitar 8,5 juta ha lahan sawah.
Sekitar 5 juta ha di antaranya sawah irigasi. Luas sawah tersebut terluas
ketiga di dunia setelah Cina dan India.
Hal ini berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Lakitan
(2007) yang menyatakan bahwa pengembangan padi hibrida dimulai
sekitar tahun 1970, saat ditemukan tanaman jantan steril dari populasi padi
liar (Oryza sativa f. Spontanea) di Hainan, Cina. Padi liar ini disebut
sebagai wild rice with abortive pollen atau disingkat padi WA. Padi WA
ini disilang dengan padi lain untuk menghasilkan jantan steril yang disebut
sebagai galur maintainer. Melalui proses persilangan yang diulang terus
menerus (backcross) dengan induk dari galur maintainer ini diperoleh
tanaman padi dengan karakter jantan steril yang stabil, yang disebut galur
padi cytoplasmic male sterile atau disingkat CMS. Tanaman padi CMS ini
digunakan sebagai salah satu induk untuk menghasilkan padi hibrida.
Meskipun terdapat perbedaan antara kedua pendapat para ahli, namun
menurut penulis tidak perlu dipersoalkan masalah yang berkaitan dengan
sejarah pengembangan padi hibrida. Yang terpenting ilmuwan-ilmuwan
biologi mencoba untuk mengembangkan teknik padi hibrida guna
mencukupi kehidupan pangan rakyat Indonesia dan negara-negara lain.
Selain itu skala usaha yang ekonomis bagi industri perbenihan padi hibrida
relatif tidak sulit untuk dipenuhi. Potensi pasar yang besar sangat
diperlukan bagi investasi dibidang agroindustri perbenihan padi hibrida.

14
2. Rekayasa Genetika Padi Hibrida
Imran dan Suriany (2009) mengatakan bahwa padi hibrida adalah
padi hasil turunan pertama dari persilangan antara induk mandul jantan
(GMJ = CMS = A) dan pemulih kesuburan (Restorer = R). Turunan
pertama tersebut memiliki sifat kedua tetuanya. Jika sifat-sifat tetua yang
saling mendukung bergabung akan dihasilkan turunan yang memiliki
gabungan sifat yang lebih baik dari kedua tetuanya. Sehingga pada
rekayasa genetika padi hibrida ini diharuskan selalu ada galur mandul
jantan, galur pelestari, dan galur pemulih kesuburan untuk setiap kali akan
memproduksi benih padi hibrida (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Susanto dkk (2003) mengatakan rekayasa genetika padi ini
pembentukannya bertujuan untuk mendapatkan varietas hibrida yang
mempunyai potensi hasil minimal satu ton lebih tinggi dibandingkan
dengan padi inbrida. Menurut Cheng dkk (2007) mengatakan padi hibrida
di rekayasa genetika pertama kali di Cina dengan menggunakan padi liar
yang disebut wild rice yang disilangkan dengan padi lain untuk
menghasilkan jantan steril yang disebut sebagai galur maintainer. Melalui
proses persilangan yang diulang terus menerus (backcross) dengan induk
dari galur maintainer ini diperoleh tanaman padi dengan karakter jantan
steril yang stabil yang disebut galur padi cytoplasmic male sterile atau
disingkat CMS. Benih yang dihasilkan merupakan benih hibrida F1 yang
mempunyai sifat superior (daya hasil tinggi), tetapi potensi hasil ini tidak
dapat diturunkan ke generasi berikutnya (F2 dan seterusnya).
Teknologi padi hibrida memerlukan pemanfaatan tiga galur, yaitu
CMS (Cytoplasmic Male Sterillity), galur pemulih kesuburan (restorer),
dan galur pelestari (maintainer), sehingga biasa disebut dengan teknik tiga
galur. Selanjutnya berkembang teknik hibrida dua galur yang
memanfaatkan galur Environment Genic Male Sterility (EGMS). Galur
EGMS dapat menjadi steril pada kondisi tertentu sehingga dapat
digunakan sebagai mandul jantan, tetapi dapat menjadi fertil pada kondisi
yang lain sehingga digunakan untuk memperbanyak galur EGMS tersebut.
Satu galur yang lain adalah tetua jantan (Susanto dkk, 2003).

15
Menurut Virmani et al.1997 dalam Susanto dkk (2003), teknik tiga
galur memerlukan dukungan komponen-komponen seperti: 1) Galur
mandul jantan (CMS = galur A) yang 100% mandul dan stabil
kemandulannya. 2) Galur pemulih kesuburan (restorer = galur R) dengan
daya pemulihan kesuburan yang tinggi serta daya gabung khususnya,
sehingga nilai heterosisnya tinggi. 3) Galur pelestari kemandulan tepung
sari (galur B) yang murni.
Wild-Abortive CMS (CMS-WA) adalah tipe pertama galur
kemandulan jantan yang digunakan dalam pemuliaan padi hibrida, dan
memiliki kualitas jenis utama dari CMS. Kombinasi padi hibrida utama di
China berasal dari beberapa CMS dan galur pemulih serta galur pelestari
banyak ditanam untuk beberapa waktu. CMS-WA dari jenis padi hibrida
yang populer ialah Shanyou 63 yang ditanam pada areal total 62 x 106 ha2
antara tahun 1984 dan 2003, menduduki areal terbesar untuk hibrida
tunggal 1987-2001 dan memiliki areal tahunan tertinggi lebih dari 6,67 x
106 ha2 pada tahun 1990 (Cheng dkk, 2007). Menurut Susanto dkk (2003)
mengatakan sejauh ini terdapat delapan jenis CMS telah digunakan secara
komersial untuk produksi beras dan CMS –WA adalah jenis padi hibrida
yang tetap mendominasi keunggulannya.

Gambar 4. Perbedaan padi hibrida dan padi inbrida


(Sumber: http://produksiana.wordpress.com)

16
Secara umum perbedaan antara padi Hibrida dan Inbrida menurut
Imran dan Suriany (2009) adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Perbedaan padi hibrida dan padi inbrida
No Varietas Hibrida Varietas Inbrida
1 Komposisi genetik heterozigot Komposisi genetik homozigot
homogen homogen
2 Produksi benih dihasilkan dari Produksi benih dihasilkan dari
persilangan 2 galur yang berbeda penyerbukan sendiri
3 Benih yang digunakan untuk Benih yang digunakan berupa
pertanaman konsumsi berupa benih turunan generasi lanjut
benih F1 atau bukan F1
4 Ada keunggulan yang disebabkan Tidak terdapat fenomena
Oleh fenomena heterosis heterosis
5 Tanaman lebih seragam Ketidakseragaman sangat
mungkin terjadi
(Sumber: Koleksi pribadi)
Penulis menyimpulkan bahwa dalam melakukan rekayasa genetika
padi hibrida ini menggunakan padi liar dengan persilangan backross.
Pemanfaatannya ada yang menggunakan tiga galur dan ada juga yang dua
galur. Adanya padi hibrida ini adalah hasil rekayasa genetika dari padi
inbrida.
3. Prinsip Padi Hibrida
Menurut Cheng dkk (2007) mengatakan prinsip padi hibrida adalah
memanfaatkan sifat heterosis (hybrid vigor) ketika dua tetua yang berbeda
dikawinkan. Benih yang dihasilkan (F1) ketika ditanam diharapkan akan
memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan dua tetuanya. Varietas
padi hibrida mutlak diperlukan tetua A yang memiliki sifat mandul jantan,
karena bunga padi sangat kecil dan banyak yang tidak mungkin dilakukan
kastrasi (membuang benang sari) satu persatu. Pada padi hibrida
diperlukan 3 tetua, yakni tetua A sebagai galur yang punya sifat mandul
jantan, sering disebut galur CMS (Cytoplasmic Male Sterility line) galur B
(maintainer line) yang berfungsi sebagai tetua yang ketika disilangkan

17
dengan tetua A bisa menghasilkan benih yang ketika ditanam tanamannya
adalah mandul jantan juga. Tanpa tetua B benih-benih tetua A tidak
mungkin bisa diproduksi. Tetua yang lain adalah tetua R (restorer) yakni
tetua yang akan disilangkan dengan tetua A untuk menghasilkan benih F1.
Ketiga tetua inilah yang dipakai sebagai modal untuk menghasilkan benih
F1 yang bagus. Namun untuk mendapatkan 3 tetua tersebut tentu saja
memerlukan waktu bertahun-tahun dan penelitian yang tidak mengenal
lelah.
Cheng dkk (2007) menambahkan tetua A dan B merupakan pasangan
yang tidak terpisahkan dan harus cocok secara genetik. Tetua A atau galur
CMS merupakan galur yang secara genetik membawa sifat mandul jantan
ditandai dengan tidak adanya kemampuan menghasilkan polen yang fertil.
Sifat ini di bawa oleh DNA faktor S (steril) yang terdapat pada sitoplasma,
ketika berinteraksi dengan DNA pada inti sel (rr) yang juga steril maka
ekspresi polen menjadi steril juga. Pada persilangan CMS (A) dan
maintainer (B), yang dipakai sebagai induk betina adalah galur A dengan
gen S pada sitoplasma. Polen yang digunakan dari galur B bersifat fertil,
namun gen S pada mitokondria B tidak terikat pada persilangan A x B.
Oleh karena itulah benih-benih yang dihasilkan dari persilangan A x B
ketika ditanam akan steril. Galur A dan B ini harus dicari dengan cara
mengeskplorasi plasma nutfah yang ada baik dari varietas lokal atau
introduksi, japonica/indica, varietas liar, dan sebagainya. Persilangan
dengan jarak genetik yang berbeda biasanya bisa menghasilkan tanaman
CMS. Untuk menghasilkan tanaman A dan B yang kembar biasanya
dilakukan silang balik berkali-kali. Hal ini perlu dilakukan agar ketika
dilakukan persilangan dengan restorer tidak banyak variasi genetik pada
tanaman CMS. Tanaman CMS harus seragam secara genetik. Dengan
persilangan silang balik berulang-ulang akan dihasilkan tanaman CMS dan
maintainer yang susunan genetik pada gen inti sama kecuali gen S pada
sitoplasma (Qian et al., 1994 dalam Cheng dkk 2007).

18
Tabel 2. Mekanisme kerja padi hibrida (China Office National Hybrid Rice Research and
Development)

Galur Fungsi Gen sitoplasma Gen inti Kondisi polen


A CMS S (rr) Steril
B Maintainer N (rr) Fertil
A/B F1 CMS (=CMS) S (rr) Steril
R Restorer N atau S (RR) Fertil
A/R F1 Hybrid S (Rr) Fertil
(Sumber: Cheng dkk 2007)
4. Keunggulan Tanaman Padi Hibrida
Berdasarkan informasi dari Badan Litbang Pertanian IRRI 2006 dalam
Imran dan Suriany (2009) mengatakan terdapat beberapa keunggulan dari
tanaman padi hibrida, seperti hasil yang lebih tinggi daripada hasil padi
unggul inbrida, vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap
gulma. Sedangkan menurut Susanto dkk (2003) mengatakan bahwa
keunggulan dari padi hibrida yaitu padi hibrida lebih responsif terhadap
perbaikan kondisi lingkungan dibandingkan dengan padi inbrida,
pengembangan padi hibrida menguntungkan secara ekonomi, dan
keunggulan dari aspek fisiologi seperti aktivitas perakaran yang lebih
luas, area fotosintesis yang lebih luas, intensitas respirasi yang lebih
rendah dan translokasi asimilat yang lebih tinggi.
Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa padi hibrida hasil
rekayasa genetika ini boleh dikonsumsi oleh masyarakat dan boleh
dikembangkan oleh para petani. Hanya saja saat mengkonsumsi atau
mengembangkannya hendaklah dilakukan secara kebutuhan dan tidak
boleh berlebih-lebihan.
5. Kelemahan Tanaman Padi Hibrida
Selain terdapat keunggulan, menurut Badan Litbang Pertanian IRRI
2006 dalam Imran dan Suriany (2009) padi hibrida juga memiliki
kelemahan, seperti harga benih yang mahal, petani harus membeli benih
baru setiap nanam, karena benih hasil panen sebelumnya tidak dapat
dipakai untuk pertanaman berikutnya. Sedangkan menurut Susanto dkk
(2003) mengatakan bahwa padi hibrida memiliki beberapa kekurangan

19
seperti standar heterosis tidak stabil pada lingkungan yang berbeda, galur-
galur CMS sangat peka terhadap hama dan penyakit daerah tropis,
produksi benih cukup rumit dan memerlukan areal penanaman dengan
syarat tumbuh tertentu.
Dengan demikian penulis mengajak pembaca untuk tidak
menggunakan padi hibrida secara berlebih-lebihan. Selain itu petanipun
hendaklah tidak terlalu banyak menanam padi hibrida dikarenakan akan
mengganngu terhadap lingkungan.
D. REKAYASA GENETIKA PADI AROMATIK PANDAN PUTRI
1. Sejarah Padi Aromatik Pandan Putri
Salah satu varietas unggul padi hasil karya anak bangsa yang telah
dikontribusikan untuk menambah keragaman varietas unggul padi nasional
adalah padi pandan putri. Menurut Wirawan (2010) menyatakan bahwa
varietas ini termasuk tanaman padi yang cocok untuk lahan basah, bersifat
aromatik (berbau harum) dan mudah beradaptasi di berbagai kondisi lahan.
Karena merupakan keturunan dari varietas pandan wangi yang menjadi
kebanggaan Kabupaten Cianjur, varietas baru ini kemudian diberi nama
pandan putri. Wirawan (2010) menambahkan berawal dari kondisi bahwa
varietas pandan wangi yang masih sangat sulit untuk bisa diproduksi
secara massif, maka Prof. Dr. Ismachin pemulia tanaman dari Pusat
Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) melakukan rekayasa genetika terhadap Pandanwangi
dengan menggunakan teknik radiasi.
Penulis menyimpulkan bahwa adanya pandan putri ini direkayasa
genetik dari pandan wangi. Padi pandan putri ini merupakan hasil karya
dari anak-anak bangsa Indonesia.
2. Padi Aromatik Pandan Putri Hasil Rekayasa Genetika
Menurut Sugihartati (2010) menyatakan sebagaimana yang kita
ketahui pandan wangi adalah beras kebanggaan masyarakat Cianjur yang
memiliki ciri khas tersendiri seperti baunya harum (aromatik), rasa nasinya
sangat pulen dan penampilan nasinya sangat putih. Pandan wangi
merupakan varietas javanica dengan karakteristrik berbiji bulat, berbulu

20
dan tahan rontok. Pandan wangi mengandung kadar amilosa 7-20% dan
amilopektin 80-93% yang menyebabkan padi varietas ini bertekstur pulen
(Litbang, 2006 dalam Sugihartati 2010). Wirawan (2010) menambahkan
dengan kombinasi dari keragaman sifat khas tersebut kemudian membuat
pandan wangi banyak dicari dan harganya menjadi sangat mahal. Agar
pandan wangi mudah diproduksi maka seorang Prof. Dr. Ismachin (2001)
mencoba melakukan rekayasa genetika dengan teknik radiasi.
Lebih lanjut Wirawan (2010) mengatakan sebagaimana
karakteristiknya radiasi gamma bisa menyebabkan perubahan sifat
keturunan apabila ditembakkan pada bebijian tanaman. Interaksi antara
sinar gamma dengan kromosom bisa menyebabkan struktur kromosom
rusak, putus atau berpindah pasangan. Perubahan yang terjadi dapat
mempengaruhi sifat tanaman yang diradiasi. Sifat baru yang muncul bisa
beragam, bisa lebih bagus atau sebaliknya. Pengamatan dilakukan
terhadap perkembangan tanaman dari sejak proses penyemaian, masa
pertumbuhan hingga waktu panen. Pada saat inilah akan terlihat perubahan
yang terjadi pada tanaman dan hanya terhadap sifat yang baik yang
dilakukan pengamatan selanjutnya hingga diperoleh sifat tanaman yang
diinginkan.
Dalam pengamatannya, Ismachin (2001) dalam Wirawan 2010
menjelaskan langkah pertama pengujian adalah melakukan iradiasi
terhadap biji dengan dosis tertentu. Pada generasi pertama biasanya
tanaman akan rusak. Kemudian generasi kedua diseleksi terhadap wereng.
Tahap berikutnya kembali dilakukan proses seleksi. Begitu seterusnya
sehingga mendapatkan turunan terbaik. Radiasi gamma (iradiasi) terhadap
pandan wangi dilakukan tahun 2001. Teknik dengan menggunakan radiasi
gamma dilakukan karena bisa mengubah sifat keturunan bila ditembakkan
ke bebijian tanaman. Interaksi gamma dan kromosom menyebabkan
struktur kromosom rusak, putus atau berpindah pasangan. Perubahan yang
terjadi dapat mempengaruhi sifat tanaman yang diradiasi. Sifat baru yang
muncul bisa lebih bagus atau sebaliknya. Ismachin lebih lanjut
menjelaskan setelah dilakukan pengujian akan menghasilkan galur mutan

21
harapan. Pada galur mutan itu kemudian dilakukan uji multilokasi di 17
kecamatan di Cianjur antara tahun 2008 dan 2009. Hasilnya menunjukkan
galur mutan itu bisa beradaptasi baik di seluruh wilayah uji. Sifat positif
lain adalah masa panen pendek, hanya sekitar empat bulan, tekstur, aroma,
dan rasa nasinya tak berubah tetap sama seperti induknya. Uji multilokasi
juga dilengkapi uji fisik galur, kandungan protein, amilosa, dan uji rasa.
Hasilnya diajukan keTim Penilai dan Pelepasan Varietas (P2V) tanaman.
Akhirnya, iradiasi dinyatakan berhasil dan lolos uji pelepasan. Kemudian
dengan surat keputusan Menteri Pertanian tertanggal 28 Juni 2010 dengan
nomor 2366/Kpts/SR-120/6/2010 galur mutan dengan kode PW
67 ‐ a ‐ PsJ itu ditetapkan sebagai varietas unggul dan diberi nama pandan
putri. Dengan hadirnya pandan putri diharapkan beras beraroma wangi dan
pulen akan lebih mudah ditemukan di pasaran dan lebih banyak lagi
masyarakat yang bisa mengkonsumsi. Satu lagi kontribusi BATAN untuk
disumbangkan bagi bangsa varietas unggul pandan putri untuk melengkapi
15 varietas unggul hasil litbang BATAN sebelumnya.
Menurut Seno dkk (2011) mengatakan aroma varietas pandan wangi
yang sangat populer di masyarakat merupakan donor aroma yang
potensial. Pada introduksi aroma baik secara rekayasa genetika,
persilangan konventional, maupun persilangan terarah diperlukan mark
spesifik aromatik yang dapat mengidentifikasi varietas pandan wangi dan
progeni persilangannya dari sampel varietas non aromatik. Dengan
demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa tanaman padi pandan putri
yang merupakan hasil rekayasa genetika dengan menggunakan teknik
radiasi gamma menyebabkan struktur kromosom rusakatau putus atau bisa
juga pindah silang menyebabkan gen pembawa aromanya menjadi lebih
harum dibandingkan padi pandan wangi.
3. Kelebihan Padi Aromatik Pandan Putri
Sebagai sebuah varietas unggulan hasil rekayasa nuklir, pandan putri
diharapkan mampu meningkatkan kekuatan pada sektor pertanian.
Terlebih lagi varietas ini bisa ditanam di manapun, tidak seperti varietas
pendahulunya, Pandan Wangi yang hanya bisa tumbuh di wilayah tertentu.

22
Hasil uji lapangan di 20 titik, varietas padi pandan putri mengalami
peningkatan 10-20%, terlebih usia panennya hanya sekitar 120 hari.
Deputi Pendayagunaan Hasil Litbang dan Pemasyarakatan Iptek Nuklir
Batan Dr Taswanda Taryo menjelaskan, pandan putri memiliki kualitas,
ciri, fisik, rasa, dan wangi yang sama dengan pandan wangi, induknya.
Namun pandan putri memiliki umur tanam lebih singkat,antara 115 dan
130 hari, sedangkan pandan wangi lebih lama, berkisar 185 hari. Produksi
pandan putri juga lebih besar, potensi hasilnya mencapai 8 ton gabah
kering giling (GKG) per hektare, sedangkan pandan wangi hanya antara 3
ton dan 4 ton GKG per hektare (Wirawan, 2010).
Wirawan (2010) menambahkan setelah memakan waktu lebih dari satu
dasawarsa penelitian, akhirnya dihasilkan varietas pandan putri yang
secara fisik sama dengan pandan wangi tetapi memiliki beberapa
keunggulan. Umur padi pandan putri lebih singkat dua bulan dibandingkan
pandan wangi. Potensi hasilnya yang 8 ton/ha gabah kering giling sedikit
lebih tinggi daripada pandan wangi yang 7,4 ton/ha GKG. Dengan
hadirnya pandan putri diharapkan beras beraroma wangi dan pulen akan
lebih mudah ditemukan di pasaran dan lebih banyak lagi masyarakat yang
bisa mengkonsumsi. Satu lagi kontribusi BATAN untuk disumbangkan
bagi bangsa Varietas unggul Pandanputri untuk melengkapi 15 varietas
unggul hasil litbang BATAN sebelumnya.
Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa adanya padi pandan
putri produksi beras yang enak, pulen dan berkualitas akan mudah
didapatkan oleh masyarakat dan para petani akan mampu
memproduksinya.
4. Kekurangan Padi Aromatik Pandan Putri
Wirawan (2010) mengatakan selain memiliki kelebihan padi aromatik
pandan putri memiliki kekurangan seperti varietas pandan putri ini rentan
terhadap wereng batang cokelat biotipe 1, 2, dan 3 terhadap sundep/beluk
dan rentan penyakit tungro. Selain itu seperti pandan wangi, ukuran malai
pandan putri besar sehingga bulir padinya sulit dirontokkan. Akibatnya,
butuh mesin khusus untuk merontokkannya. Penulis menambahkan selain

23
kekurangan yang disebutkan diatas, karena padi pandan putri ini memakai
teknik radiasi gamma kemungkinan akan berdampak yang kurang baik
bagi kesehatan tubuh, selain itu dapat pula menimbulkan pencemaran
lingkungan.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Rekayasa genetika ialah usaha manusia dalam mengembangkan ilmu
biologi dengan cara memanipulasi gen yang terdapat pada suatu
organisme dengan tujuan menghasilkan organisme jenis baru yang
identik secara genetika.
2. Padi transgenik ialah tanaman padi yang telah disisipi atau memiliki
gen asing dari spesies tanaman padi yang berbeda atau makhluk hidup
lainnya.
3. Padi emas (golden rice) diberikan kepada padi yang direkayasa secara
genetik dengan beras yang dihasilkan berwarna kuning-orange karena
mengandung beta (β) karotena (pro-vitamin A) pada bagian
endospermanya.
4. Padi hibrida direkayasa genetika dengan menggunakan padi liar yang
disebut wild rice yang disilangkan dengan padi lain untuk
menghasilkan jantan steril yang disebut sebagai galur maintainer.
5. Padi aromatik direkayasa genetik dengan memakai radiasi gamma
yang dapat menyebabkan perubahan sifat keturunan apabila
ditembakkan pada bebijian tanaman.
6. Padi transgenik memiliki kelebihan dan kekurangan baik dari
mengkonsumsinya maupun memproduksinya.
B. Kritik dan Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun
dari pembaca sangat dibutuhkan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 2007. Informasi Ringkas Teknologi Padi. IRRI Rice
Knowledge Bank.
Buu and MyMy. 2003. Golden Rice: Genetically Modified to Reduce Vitamin A
Deficiency, Benefit or Hazard? Nutrion Bytes, 9 (2).

Cheeng Shi-Hua, Jie-Yun Zhuang, Ye-Yang Fan, Jing-Hong Du, and Li-Yong

Cao. 2007. Progres in Research and Development on hybrid Rice: A Super-


domesticate in China. Annals of Botany 100:959-966.

Imran Ali dan Suriany. 2009. Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida SI-8-
SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Buletin Plasma Nutfah. Vol. 15.
No. 2.

Jacinda, Vicky. 2013. Tugas Biologi Produk Bioteknologi Industri Golden Rice.
Malang: Universitas Brawijaya (makalah yang tidak dipublikasikan).

Lakitan, Benyamin. 2007. Padi Hibrida: Apakah ini jawabannya? Jurnal


Nasional, 4 Juli.
Seno Djarot Sesongko Hami, Akhmad Endang ZH, Tri Joko Santoso, Bram
Kusbiantoro, Zainal Alim Mas’ud. 2011. Identifikasi Gen Aroma Pada
Progeni-Progeni Backcross Antara Varietas Ciherang dengan Pandan Wangi.
0853-4217. Vol 16 No 2 Hlm: 136-141.

Sharratt, Lucy. 2014. “Golden Rice” GM Vitamin - A Rice. CBAN Suite 206, 180
Metcalfe Street Ottawa, Ontario, Canada, K2P 1P5.

Sugihartati. 2010. Aplikasi Marka Aromatik Bradbury dan RM 223 Untuk


Identifikasi Hasil Persilangan Ciherang- Mentik Wangi dan Ciherang-
Pandan wangi. Bogor: IPB (Makalah yang tidak dipublikasikan).

Susanto U, A.A. Daradjat, dan B. Suprihatno. 2003. Perkembangan Pemuliaaan


Padi Sawah di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 22 (3).

Tang Guangwen, Yuming Hu, Shi-an Yin, Yin Wang, Gerard E Dallal, Michael A

26
Grusak, and Robert M Russel. 2012. β-Carotene in Golden Rice is as good as
β-carotene in oil at providing vitamin A to children1-4. Am J Clin Nutr
2012;96:658-64. Printed in USA.

Wijayanto, Teguh. 2013. Prospek Penerapan Bioteknologi dalam Pemanfaatan


dan Pengembangan Biodiversitas Padi Lokal Sulawesi Tenggara. 2087-7706
Vol. 3 No.1 Hal 41-47.

Wirawan, Arswendo. 2010. Beras Hasil Radiasi Gamma. Suara Merdeka, hal.19

27

Anda mungkin juga menyukai