NO 19 TAHUN 2002
TENTANG HAK CIPTA
PASAL 72
KETENTUAN PIDANA
SAKSI PELANGGARAN
Teknologi Pangan
ISBN : 978-602-5994-07-4
Desainer Grafis : Annisa Awalliyah
Perwajahan: Tim Layout CV. Berkah Prima
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kesempatan
kepada Penulis sehingga dapat menyelesaian buku yang berjudul TEKNOLOGI PANGAN.
Buku ini disusun berdasarkan pengalaman penulis mengajar dibidang teknologi pangan,
penelitian, pengabdian pada masyarakat dan membimbing mahasiswa yang meneliti bidang
teknologi pangan. Buku ini sangat tepat bagi pelajar, mahasiswa atau siapa saja yang
menekuni bidang makanan atau kajian utama Teknologi Hasil Pertanian.
Penulisan buku ini dimaksudkan untuk memberikan informasi ringkas, mudah, dan
pengenalan tentang teknologi pangan atau pengawetan makanan yang semakin berkembang
belakangan ini. Materi Teknologi Pangan atau Pengawetan Makanan cukup banyak, namun
Penulis berusaha menyajikan teknologi pangan yang umum dilakukan baik industri ataupun
melakukan sendiri. Buku ini juga dilengkapi resep-resep yang merupakan hasil penelitian
mahasiswa dibidang teknologi pangan, sehingga siapa saja yang ingin mengembangkan
dan ingin berusaha dibidang teknologi pangan dapat menjadikan buku ini sebagai acuan.
Dalam buku ini akan diawali dengan membahas mengenai prinsip teknologi pangan,
kerusakan makanan, kemudian pengawetan tertua dengan pengeringan, pengawetan pangan
dengan pangan semi basah, fermentasi, suhu tinggi, dan suhu rendah.
Semoga buku ini bermanfaat dan dapat menjadi bagian dari amal Penulis di bidang
ilmu yang bermanfaat dan diterima sebagai bagian ibadah kepada Nya. Kritik serta saran
Pembaca sangat Penulis nantikan untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Teknologi Pangan ........................................................................ 1
B. Pengertian Teknologi Pangan ...................................................... 1
C. Tujuan Teknologi Pangan ............................................................ 5
D. Manfaat teknologi pangan ............................................................ 5
BAB I PENDAHULUAN
A. Teknologi Pangan
Teknologi Pangan membahas berbagai teknik atau metode pengolahan dan
pengawetan pangan sesuai dengan sifat pangan dengan mempertahankan dan
meningkatkan mutu, kadar, dan nilai gizi pangan. Bidang keahlian teknologi pangan
memiliki kaitan yang sangat erat dengan aspek teknik dan teknologi (technology).
Pengertian ilmu pangan adalah ilmu dasar yang menggabungkan prinsip-prinsip ilmu
biologi, kimia, fisika, dan teknik, hal ini digunakan untuk mempelajari karakteristik bahan
pangan, mekanisme kerusakan dan pencegahan, serta dasar-dasar pengolahan pangan.
diperkirakan sayuran dan buah-buahan yang rusak sebelum dikonsumsi mencapai 30-40%.
Mengingat pentingnya peranan sayuran dan buah-buahan sebagai sumber vitamin dan
mineral maka untuk mengurangi jumlah yang rusak, diperlukan teknik penanganan pasca
panen yang sesuai, termasuk pengolahan dan pengawetan yang tepat.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati (hasil pertanian,
perikanan, dan peternakan) baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk
didalamnya adalah tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan
dalam penyiapan, pengolahan atau pembuatan makanan atau minuman.
Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Pangan segar
Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar dapat
dikonsumsi langsung atau tidak langsung, yakni dijadikan bahan baku pengolahan
pangan. Beberapa pangan segar yang biasa dikonsumsi langsung adalah buah-buahan,
susu, dan beberapa sayuran (timun, selada, terong, kacang panjang, dll)
2. Pangan olahan
Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan dengan cara
atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Contoh: roti, mie, nasi,
pisang goreng dan sebagainya. Pangan olahan dapat dibedakan menjadi pangan olahan
siap saji dan tidak siap saji.
a. Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah diolah dan
siap disajikan untuk sewaktu-waktu dikonsumsi di tempat usaha atau di luar
tempat usaha.
b. Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah
mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan
pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum, seperti tempe, nugget,
kornet, dan lain-lain.
3. Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok
tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan. Contoh
ekstrak tanaman mahkota dewa untuk diabetes melitus, susu rendah lemak untuk orang
yang menjalankan diet rendah lemak dan sebagainya. Pengawetan makanan adalah
cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan
mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Pengawetan makanan harus
memperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara
Fisik
Pengawetan makanan secara fisik merupakan yang paling bervariasi jenisnya,
antara lain:
1. Pemanasan, teknik ini dilakukan untuk bahan padat, namun ada beberapa bahan
makanan yang rentan panas, seperti vitamin.
2. Pendinginan, dilakukan dengan memasukkan bahan dan produk makanan ke lemari
pendingin, dapat diterapkan untuk daging, ikan, unggas, sayur-sayuran, buah-buahan
dan susu.
3. Pengasapan, perpaduan teknik pengasinan dan pengeringan, untuk pengawetan
jangka panjang, biasa diterapkan pada daging dan ikan.
4. Pengalengan, perpaduan kimia (penambahan bahan pengawet) dan fisika (ruang
hampa dalam kaleng).
5. Pembuatan acar, sering dilakukan pada sayur ataupun buah.
6. Pengentalan, dapat dilakukan untuk mengawetkan bahan cair.
7. Pengeringan, mencegah pembusukan makanan akibat mikroorganisme, biasanya
dilakukan untuk bahan padat yang mengandung protein dan karbohidrat.
8. Pembuatan tepung, teknik ini sangat banyak diterapkan pada bahan karbohidrat.
9. Iradiasi, untuk menghancurkan mikroorganisme dan menghambat perubahan
biokimia.
Biologi dan kimia
Pengawetan makanan secara biologi dan kimia, umumnya dilakukan dengan
penambahan bahan pengawet. Beberapa contoh yaitu :
1. Penambahan enzim, seperti papain dan bromelin.
2. Penambahan bahan kimia, misalnya asam sitrat, natrium benzoat, garam, dan gula.
3. Pengasinan, menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk.
4. Pemanisan, menambahkan gula dalam larutan dengan kadar yang cukup tinggi untuk
mencengah kerusakan makanan.
5. Pemberian bahan pengawet, biasanya diterapkan pada bahan yang cair atau
mengandung minyak.
Bahan pengawet makanan ada yang bersifat racun dan karsinogenik. Bahan
pengawet tradisional yang tidak berbahaya adalah garam seperti pada ikan asin dan telur
asin, gula seperti pada sirup karena larutan gula kental dapat mencegah pertumbuhan
mikroba. Kalsium propionat atau natrium propionat digunakan untuk menghambat
pertumbuhan kapang, asam sorbat menghambat pertumbuhan kapang dalam keju, sirup
dan buah kering.
misalnya ditunjukkan oleh perubahan bau yang pada mulanya aroma harum segar berubah
menjadi aroma amis, H2S, amoniak atau busuk. Kelainan tekstur, misalnya ditunjukan dengan
adanya perubahan pada tektur yang mulanya keras menjadi lunak dan berlendir. Kelainan rasa,
misalnya dapat ditunjukan pada rasa makanan yang pada mulanya manis, gurih, enak dapat
berubah menjadi asam atau pahit.
Bahan makanan dengan kandungan protein tinggi seperti daging, ikan, dan susu akan
cepat menjadi rusak yang ditandai dengan bau tidak enak, amoniak atau berbau busuk karena
terjadinya reaksi kimia yang menghasilkan amoniak yang berbau busuk. Begitu juga dengan
bahan makanan yang mengandung lemak misalnya minyak goreng akan cepat menjadi tengik
bila terkena sinar matahari. Kerusakan makanan juga dapat terjadi pada buah-buahan dan sayur-
sayuran. Pada buah, kerusakan dapat terjadi pada proses penyerbukan, pembuahan dan
pematangan yang terjadi dalam waktu yang cukup panjang, dimana sering terjadi pembusukan.
Kerusakan sayuran umumnya terjadi pembusukan pada batang dan daun yang disebabkan oleh
hama tanaman seperti serangga, ulat dan cuaca. Selain itu, kerusakan buah dan sayuran juga
sering terjadi selama penyimpanan dan pengiriman.
Makanan dan minuman olahan juga mudah mengalami kerusakan atau pembusukan.
Contoh kerusakan makanan yang dapat diamati, misalnya produk olahan susu sangat mudah
basi dan tidak tahan lama. Jus buah dalam gelas terbuka dalam suhu ruangan akan mudah bau
dan berubah rasa, kerupuk goreng yang diletakkan dalam kondisi terbuka akan cepat melempem
dan tengik, serta sari kedelai yang diletakkan dalam suhu ruang yang panas akan cepat basi.
Sementara itu kue-kue semi basah yang tersimpan rapat akan mudah berair dan basi, serta lauk
dan sayur bersantan yang disimpan dalam ruang terbuka akan cepat busuk. Semua contoh
tersebut menunjukkan adanya kerusakan pada produk makanan dan minuman.
Secara ekonomi makanan rusak tidak dapat dijual dan harus dimusnahkan. Apabila
makanan itu dikonsumsi, maka dapat menyebabkan keracunan, timbulnya penyakit bahkan
kematian. Penyebab utama kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor-faktor
berikut yaitu kerusakan mekanis, kerusakan fisik, petumbuhan mikroorganisme dan aktivitas
enzimenzim dalam bahan pangan; serangga, parasit, dan tikus; suhu termasuk suhu
pemanasan dan pendinginan; kadar air; udara; termasuk oksigen; sinar dan jangka waktu
penyimpanan.
A. Kerusakan Mekanis
Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis. Kerusakan ini
terjadi pada benturan antar bahan, waktu dipanen dengan alat, selama pengangkutan
(tertindih atau tertekan) maupun terjatuh atau terbanting, sehingga mengalami bentuk atau
cacat. Kerusakan mekanis juga terjadi akibat benturan selama penangkapan, dan persiapan
sebelum pengolahan. Kerusakan mekanis pada ikan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai
gizinya, tetapi cukup berpengaruh terhadap penampilan dan penerimaan konsumen. Ciri-
ciri umum kerusakan mekanis antara lain memar akibat tertindih atau tertekan, sobek,
terpotong, pecah, hancur.
B. Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik. Misalnya
terjadinya “case hardening” karena penyimpanan dalam gudang basah menyebabkan
bahan seperti tepung kering dapat menyerap air sehingga terjadi penggumpalan
(pengerasan) atau membatu. Dalam pendinginan terjadi kerusakan dingin (chilling
injuries) atau kerusakan beku (freezing injuries) dan “freezer burn” pada bahan yang
dibekukan. Sel-sel tenunan pada suhu pembekuan akan menjadi kristal es dan menyerap
air dari sel sekitarnya. Pada umumnya kerusakan fisik terjadi bersama-sama dengan bentuk
kerusakan lainnya.
Kerusakan fisik ini bisa juga diakibatkan oleh insekta atau rodentia dan kondisi
lingkungan seperti suhu, sinar matahari.
Tikus merupakan musuh besar bagi petani dan ancaman yang berbahaya bagi
hasil pertanian berupa biji-bijian baik itu sebelum dipanen ataupun setelah disimpan
di dalam gudang. Tikus tidak saja memakan bahan pangan, tetapi juga yang sangat
berbahaya adalah kotoran-kotoran yang dikeluarkan, seperti air kencing, bulu-
bulunya merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme berbahaya.
Tabel 2.1. Kerusakan Dingin Pada Sayuran dan Buah-Buahan yang Disimpan
Dibawah Suhu Terendah yang Aman
Tabel 2.2. Suhu Penyimpanan Beberapa Produk Makanan dan Minuman untuk
Menunda Kerusakan
Suhu Makanan
Minuman jus dalam botol, jamu, susu dalam karton, teh dalam
0 – 5°C gelas, yoghurt, asinan olahan, bakso segar, ikan segar, daging
(suhu kulkas) segar, sosis, bakso, otak-otak, sayuran, tahu, tempe, ayam,
bakpau, dan puding.Penyimpanan pada suhu kulkas diharapkan
makanan dan minuman tersebut lebih awet.
-18 – -20°C Daging beku, ayam beku, bakso beku, kentang, french fries,
(suhu beku nugget, sosis beku, dan sosis.Makanan yang disimpan pada
atau freezer) suhu freezer memiliki masa simpan satu tahun dalam keadaan
kemasan tertutup rapat.
Sumber: Yuyun A dan Delli G, 2011
C. Kerusakan Mikrobiologi
Kerusakan mikrobiologi pada pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
1. Tingkat pencemaran mikroba pada pangan, yaitu semakin tinggi tingkat pencemaran
mikroba maka pangan akan semakin mudah rusak.
2. Kecepatan pertumbuhan mikroba yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah
dijelaskan di atas, yaitu aw, pH, kandungan gizi, senyawa antimikroba, suhu, oksigen,
dan kelembaban.
3. Proses pengolahan yang telah diterapkan pada pangan, misalnya pencucian,
pemanasan, pendinginan, pengeringan, dan lain-lain.
Kerusakan yang diakibatkan karena hidupnya mikroorganisme seperti bakteri,
khamir atau ragi dan kapang disebut kerusakan mikrobiologis. Kerusakan mikrobiologis
terjadi akibat adanya reaksi metabolisme dalam bahan atau enzim yang terdapat di dalam
bahan secara alamiah oleh bakteri, ragi dan kapang. Akibat dari mikroorganisme ini
merupakan kerusakan yang sangat merugikan manusia, karena makanan yang disukai
manusia pada umumnya juga disukai oleh mikroorganisme. Makanan yang telah
dihinggapi mikroorganisme akan mengalami penguraian, sehingga nilai gizi dan
kelezatannya menurun, jika berlanjut akan terjadi pembusukan. Makanan dalam keadaan
tercemar dan busuk itu bila dikonsumsi dapat menyebabkan sakit hingga kematian bagi
orang yang memakannya.
lama dapat berubah menjadi asam. Suhu optimum pertumbuhan ragi adalah 20-38oC dan
pada suhu 100oC ragi dan sporanya dapat mati. Sedangkan jamur berbentuk mycelium
yang bersekat-sekat, hidup sebagai safrofit dan ada juga yang bersifat parasit. Ukuran dari
jamur lebih besar dari ragi dan bakteri. Jenis jamur dari Phytoptora tumbuh parasit pada
kentang, tomat, tembakau, karet dan lain-lain. Saproglegnia hidup saprofit dalam air dan
tanah basah, menjadi parasit pada ikan dan insekta. Jenis jamur yang terkenal adalah
Aspergillus dan Penicellum. Aspergillus merupakan jamur perusak penyebab penyakit
paru-paru, sedangkan Penicellum terkenal sebagai antibiotik yaitu penicillin. Aspergillus
flamus menghasilkan alfatoksin yang banyak tumbuh pada kacang-kacangan. Ragi
berkembang biak dengan bertunas dan jamur berkembang biak dengan membentuk spora.
hidup (suhu terbaik dimana pertumbuhan jamur dapat maksimal) adalah 20-35oC. Jamur
juga masih tumbuh dalam refrigerator, yaitu suhu antara 10-15oC. Jamur dan sporanya
dapat mati pada suhu 100oC, atau pada suhu 71-82oC dalam waktu yang cukup. Cahaya
matahari dapat menghambat pertumbuhan sebagian jamur, tetapi ada juga yang tumbuh
dalam cahaya terang. Bahan-bahan yang biasa diserang jamur, misalnya bahan-bahan yang
bergula. Bahan hewani dan bahan segar juga mudah ditumbuhi jamur.
Reaksi bakteri, ragi dan jamur di dalam bahan pangan dapat:
1. Mengubah komposisi bahan pangan
2. Menghasilkan enzim aktif yang dapat menghidrolisa pati
3. Memfermentasi gula menjadi alkohol
4. Merusak protein menjadi amoniak
5. Menghidrolisa lemak menjadi tengik
Beberapa dari jenis mikroba dapat membentuk lendir, busa, warna yang
menyimpang, asam, racun, dan lain-lain. Berdasarkan pada bau yang tercium selama
pembusukan minimal dapat diketahui kelompok jasad renik (mikro organisme) penyebab
pembusukan tersebut, seperti yang terlihat pada Tabel 2.3.
jika jumlah mikroba menjadi jutaan atau ratusan juta (106 – 108) sel atau lebih per 1
a) Busuk air pada sayuran yang disebabkan oleh pertumbuhan beberapa bakteri,
ditandai dengan tekstur yang lunak (berair).
b) Perubahan warna yang disebabkan oleh pertumbuhan kapang yang
membentuk spora berwarna hitam, hijau, abu-abu, biru, hijau, merah jambu, dan
lain-lain.
c) Bau alkohol, rasa asam, disebabkan oleh pertumbuhan kamir atau bakteri
asam laktat, misalnya pada sari buah.
sampai mendekati 0°C. Air lelehan es yang keluar akan sekaligus berfungsi untuk
mencuci lendir dan darah serta mikroorganisme dari permukaan ikan. Selain itu
proses pendinginan dengan menggunakan es dapat mempertahankan keadaan aerobik
di dalam palka. Persyaratan yang harus dipenuhi di dalam sistem penggunaan es
adalah: es harus dibuat dari air bersih (air minum), sisa es/lelehan es harus segera
dibuang, dan sebaiknya digunakan es dalam bentuk serpihan (flake ice) atau hancuran
(crushed ice).
Pendinginan ikan dengan es air garam dilakukan dengan membuat es yang
terbuat dari air laut atau air garam dengan konsentrasi garam 3%. Es air garam ini
bersifat lebih cepat mencair, tetapi mempunyai suhu yang lebih dingin dari es air biasa,
yaitu dapat mencapai suhu -1,1°C. Aplikasi penggunaan es dengan air garam ini sama
dengan penggunaan es dengan air saja, yaitu ditumpuk secara berlapis-lapis dengan
ikan. Pendingian ikan juga dapat dilakukan dengan air laut atau air garam
(konsentrasi garam 3%) yang ditambah dengan es (atau iced-sea water).
Kekurangan dari sistem ini adalah apabila tidak ada sirkulasi air garam, maka es
akan mengapung di bagian atas yang menyebabkan suhu bagian bawah bak
pendinginan menjadi lebih tinggi. Untuk itu diperlukan sistem pengadukan yang
baik. Dengan teknik ini akan terjadi pendinginan hingga suhu -1.7°C. Metode lain
yang dapat digunakan hádala penyimpanan ikan dalam air laut yang didinginkan
secara mekanis (Refrigerated Sea Water = RSW). Larutan garam yang digunakan
memiliki konsentrasi 8% yang mampu menghasilan suhu pendinginan -1 hingga -
2°C. Larutan garam tersebut diidinginkan dengan sistem pendinginan mekanik.
Dengan sistem ini, penanganan proses pendinginan menjadi lebih mudah dan praktis,
dan umumnya banyak digunakan pada kapal-kapal penangkap ikan. Walaupun
demikian, sistem ini juga memiliki kelemahan yaitu sirkulasinya memerlukan
pengawasan teliti, memerlukan tangki yang kedap air, secara reguler air garam juga
perlu diganti dan bila terlalu lama disimpan di dalam larutan garam, ikan lebih banyak
menyerap garam.
Sehat Rusak
Sehat Rusak
Gambar 2.4. Perubahan Warna Insang Dan Mata Pada Ikan
Penyimpanan susu segar yang terbaik adalah pada suhu 4,4°C. Penyimpanan
dilakukan dalam wadah yang tertutup rapat yang terbuat dari karton atau gelas
berwarna untuk mencegah penyerapan bau dari sekelilingnya, dan juga menghindari
kerusakan riboflavin oleh sinar matahari. Susu kaleng yang sudah dibuka harus
diperlakukan seperti susu segar.
Sehat Rusak
Gambar 2.5. Susu Kental Manis yang Sehat dan yang Rusak
sebaiknya susu disimpan dalam keadaan tertutup (rapat) dalam suhu normal
dengan jangka waktu tertentu.
e) Kualitas kandungan gizi pada susu yang telah dibuka dan didiamkan otomatis
akan sedikit berkurang dibanding dengan kualitas gizi pada saat susu
pertama kali dibuka, dikarenakan sudah ada kontaminasi dari udara luar
walaupun hanya sedikit. Proses bakteri merusak susu tidak terjadi begitu saja
melainkan ada penguraian terlebih dahulu, hal ini terjadi dalam hitungan jam
sampai akhirnya susu tersebut basi (rasanya jadi asam/pahit, teksturnya
menggumpal, ataupun pecah).
f) Apabila kemasan susu UHT telah dibuka, maka susu tersebut harus disimpan
pada refrigerator. Susu UHT harus dihindarkan dari penyimpanan pada suhu
tinggi (di atas 50°C) karena dapat terjadi gelasi yaitu pembentukan gel akibat
kerusakan protein.
g) Apabila memang harus disimpan dalam suhu ruang sebaiknya tidak melebihi
dari beberapa jam, kurang lebih 5-7 jam, dan itu pun tergantung dari kondisi
lingkungan atau ruangan itu sendiri dan susu sebaiknya dalam keadaan tertutup.
mempercepat terjadinya kebusukan pada telur. Oleh karena itu. dianjurkan untuk
mencuci telur yang tercemar oleh kotoran ayam menggunakan air bersih yang hangat.
Telur utuh sebaiknya didinginkan segera. Bila telur dibiarkan pada suhu kamar,
maka akan cepat terjadi penurunan mutu telur. Penyimpanan dingin dapat
menghambat perubahan mutu akibat menurunnya viskositas putih telur, melemahnya
membran kuning telur dan kantong udara membesar. Kerusakan mikroba dapat terjadi
terutama jika telur kotor. Bakteri dan kapang dapat masuk ke bagian dalam telur
melalui pori-pori kulit telur. Dengan cara mencuci sebelum telur didinginkan, dapat
menyebabkan hilangnya lapisan lilin alamiah dari telur yang merupakan pelindung.
Dalam menyimpan telur, sebaiknya bagian yang lebar di atas yaitu bagian dimana
kantong udara berada. Cara ini dimaksudkan untuk mencegah tekanan oleh berat isi
telur yang dapat mengakibatkan membran telur menjadi lepas. Untuk menghindarkan
telur menyerap bau dari sekelilingnya, sebaiknya telur disimpan dalam wadah yang
tertutup rapat. Penyimpanan telur untuk jangka waktu yang lama di dalam lemari
pendingin dapat dilakukan dengan cara mencelupkan ke dalam minyak mineral yang
tidak berbau, misalnya minyak parafin, dengan tujuan untuk menutup poripori. Cara
ini dapat membantu pengawetan mutu telur dengan mengurangi kehilangan CO2,
penguapan air dan penyerapan bau. Cara pengawetan yang lebih efektif adalah dengan
mencelupkan telur di dalam air panas selama 30 detik. Perlakuan ini disebut
”thermostabilization”. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah mikroba dan
menggumpalkan lapisan putih telur pada pemukaan dalam kulit telur sehingga pori-
pori telur tertutup. Dengan cara ini telur dapat disimpan selama lebih kurang delapan
bulan atau lebih dalam lemari pendingin.
Pada pengamatan pertumbuhan jamur (Gambar 2.7) pada roti yang telah
disimpan 9 hari pada suhu ruang dengan menggunakan kemasan. Roti ditumbuhi
jamur dengan penampakan warna hijau dan coklat. Sedangkan pada roti yang
dibiarkan terbuka tanpa kemasan yang disimpan pada suhu ruang maupun dalam
refrigerator (4C), tidak ditumbuhi jamur maupun kapang. Adapun roti yang dikemas
dengan plastik kemasan dan disimpan pada suhu ruang pada hari ke 5 mulai ditumbuhi
oleh kapang karena aw yang tinggi dan penguapan air tertahan kemasan.
Roti yang dikemas dengan plastik (suhu ruang dan refrigerator) tidak
mengalami kerusakan (staling) dibanding dengan roti yang tidak dikemas. Hal ini
dikarenakan kemasan plastik dapat menahan dehidrasi yang terjadi pada roti sehingga
kelembaban roti dapat dipertahankan. Sebagai tambahan, roti yang dikemas dengan
plastik dalam refrigerator tidak ditumbuhi kapang dan tahan lebih lama karena
kemasan plastik yang dikombinasikan dengan suhu refri mampu menghambat
pertumbuhan mikroba.
Contoh lain dari proses enzim yaitu pada peristiwa pemotongan ternak terjadi
pemberhentian sirkulasi darah yang membawa oksigen ke jaringan otot (daging). Peristiwa
ini dapat membatasi terjadinya metabolisme aerobik yang menghasilkan asam laktat.
Bahaya yang
Jenis Bahaya Tindakan Pencegahan
Terjadi
Bahaya Biologi Sakit
1. Menjaga sanitasi dan kebersihan
Tumbuhnya mikroba tipus,diare,
bahan, peratan, tempat kerja
patogen didalam bahan flu bahkan
hingga karyawan.
makanan, seperti kematian
2. Menjaga rantai dingin, pemanasan
Salmonella, Escherichia
yang tepat serta pengemasan yang
coli atau virus lainnya
baik dan benar.
A. Pengertian Pengeringan
Pengeringan merupakan metode pengawetan yang paling tua yang telah diterapkan
sejak zaman primitif, yaitu untuk mengawetkan daging dan ikan dengan menjemurnya di
bawah terik matahari. Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan bahan agar
dapat disimpan lebih lama, ringan, dan volumenya menjadi kecil sehingga biaya produksi
akan lebih hemat. Pengeringan didefenisikan sebagai metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas sehingga
tingkat kadar air kesetimbangan dan kondisi udara normal atau tingkat kadar air yang setara
dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis atau
kimiawi. Pengeringan menyangkut perpindahan massa (uap) dari bahan dan energi panas
ke bahan secara simultan.
Panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air dari bahan yang dikeringkan
menggunakan udara sebagai medium penghantar panas pada pengeringan. Pindah panas
tersebut sangat ditentukan oleh suhu udara pengering. Suhu udara pengering berhubungan
erat dengan mutu komuditi yang dikeringkan, semakin tinggi suhu pengeringan akan
mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi, kelebihan suhu udara pengering dapat
mengakibatkan kerusakan bahan baik secara fisik maupun kimia, terutama pada proses
pengeringan yang berlangsung lama. Pengeringan dengan tekanan vakum dan suhu rendah
akan menghasilkan bahan kering yang bermutu baik.
Didalam pengeringan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu temperatur
pengeringan, pindah panas, pindah massa, ikatan air, mekanisme pengeringan (metode
operasi), kondisi pengeringan, bentuk fisik bahan yang akan dikeringkan, skala produksi,
spesifikasi khusus, dan waktu pengeringan. Temperatur yang digunakan dalam
pengeringan bervariasi, tergantung pada kondisi bahan dan kandungan larutan pada
umpan, suhu media pemanasan, waktu pengeringan, dan temperatur akhir yang
diperbolehkan untuk bahan padat yang dihasilkan.
B. Prinsip Pengeringan
Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya
mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan,
maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Contohnya, akan terjadi
pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung dalam
bahan tersebut.
Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim yang terdapat dalam bahan
pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang biak dengan bantuan media kadar
air dalam bahan pangan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu
proses penghilangan atau pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pangan
sehingga terhindar dari pembusukan ataupun penurunan kualitas bahan pangan. Salah satu
cara sederhananya adalah dengan melalui proses pengeringan.
Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara
karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan
dengan tujuan mengawetkan. Pada pengawetan pangan, kandungan air bahan dikurangi
sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Proses pengeringan
dapat mengawetkan bahan pangan karena sebagian air dalam bahan pangan dihilangkan
sehingga mikroba pembusuk tidak dapat tumbuh pada kondisi jumlah air yang terbatas
(aktivitas air dari bahan pangan menurun). Demikian pula enzim yang dapat menstimulasi
reaksi-reaksi kimia dalam bahan pangan tidak dapat aktif tanpa air. Pengeringan dapat pula
diartikan sebagai suatu penerapan panas dalam kondisi terkendali untuk mengeluarkan
sebagian besar air dalam bahan pangan melalui evaporasi (pada pengeringan umum) dan
sublimasi (pada pengeringan beku).
Mikroba pada keadaan normal mengandung kira-kira 80% air. Air diperoleh dari
makanan dimana mereka tumbuh. Apabila air dikeluarkan dari bahan pangan, maka air
dalam bakteri juga akan keluar atau bakteri mengalami plasmolisis sehingga bakteri tidak
dapat berkembang biak. Bakteri dan khamir umumnya membutuhkan kadar air yang lebih
tinggi dari pada kapang (Gambar 3.1). Oleh karena itu, kapang sering dijumpai pada
makanan setengah kering, dimana bakteri dan khamir tidak dapat tumbuh. Misalnya
kapang yang tumbuh pada roti yang sudah basi, ikan asap, dendeng, makan semi basah dan
lain-lain.
Selama proses berlangsung terjadi pindah panas dan pindah massa. Pindah panas
menyebabkan fase air berubah menjadi fase uap. Panas yang diperlukan, dipindahkan
langsung ke bahan yang akan dikeringkang (konveksi) dapat dikontakan dengan udara
panas menurut cara yang berbeda-beda misalnya pengaliran atas, pengaliran tembus,
fluidisasi, penyeretan dan penghamburan. Sedangkan proses pengeringan dengan bahan
yang digerakkan dikelompokkan ke dalam operasi aliran searah, aliran berlawanan (lebih
hemat) dan aliran menyilang.
Gambar 3.1. Pengaruh Aktivitas Air, Kadar Air, Laju Reaksi Terhadap
Pertumbuhan Mikroba dan Reaksi-Reaksi Kimia Pada Bahan Pangan
Pindah massa yaitu pergerakan air dari bagian dalam ke permukaan secara difusi,
kemudian uap air dari permukaan ke udara kering (ada dua tahap). Tahap pertama, proses
terjadi disekitar permukaan yaitu terjadinya kenaikan laju pengering (tekanan uap air dan
suhu permukaan meningkat). Tahap kedua, laju pengeringan konstan karena kenaikan suhu
seluruh bahan menyebabkan terjadinya pergerakan air secara difusi dari bagian dalam ke
permukaan dan kemudian diuapkan dalam hal ini tekanan uap air konstan, laju difusi
konstan dan sama dengan laju penguapannya.
Saat kadar air bahan mencapai kadar air kritis laju pengeringan menurun. Ini karena
laju difusi air mulai menurun sehingga tekanan uap air permukaan menurun sampai terjadi
kesetimbangan dengan tekanan uap udara pengering. Pada tahap kedua tidak hanya pada
permukaan bahan, tapi juga ke dalam bahan hingga kadar air bahan mencapai kadar air
kesetimbangan. Perubahan kadar air pada proses pengeringan umumnya mengikuti proses
yaitu pemanasan (warming up), laju pengeringan konstan (kecepatan penghilangan air
dibatasi oleh kecepatan evaporasi air pada permukaan, berlangsung jika laju migrasi air
ke permukaan dipertahankan pada suatu tingkat tertentu sehingga permukaan bahan selalu
dalam keadan basah), laju pengeringan menurun (priode ini sering terbagi menjadi dua
bagian yaitu bagian permukaan bahan mulai mengering dan kecepatan migrasi air dalam
bahan mulai lebih rendah dibanding kecepatan evaporasi pada permukaan, sedangkan
bagian penguapan terjadi pada bagian dalam bahan dan uap berdifusi ke permukaan).
Besarnya kadar air kesetimbangan tergantung pada suhu dan kelembaban relatif
udara pengering. Semakin tinggi suhu dan semakin rendah kelembaban relatif udara,
besarnya kadar air kesetimbangan akan semakin kecil. Tapi suhu udara yang terlalu tinggi
bersama dengan kelembaban relatif yang rendah menyebabkan laju penguapan pada
permukaan bahan jauh lebih besar daripada laju difusi air kepermukaan. Akibatnya
permukaan akan mengeras atau membentuk kerak yang menghambat sampainya air dari
bagian dalam bahan kepermukaan, maka bagian dalam tetap basah pada akhir pengerigan.
Hal ini dapat diatasi dengan mengendalikan suhu dan kelembaban relatif udara pengering.
0,75-1,00 untuk tumbuh. Beberapa khamir atau ragi dan kapang tumbuh lambat pada
nilai aw 0,62 (Gambar 3.1).
Pengeringan bahan pangan bertujuan untuk melawan kebusukan oleh mikroba,
tetapi tidak dapat membunuh semua bakteri. Oleh karena itu, bahan pangan kering
biasanya tidak steril. Meskipun bakteri tumbuh pada bahan makanan kering, tetapi jika
bahan pangan tersebut dibasahkan kembali misalnya dengan perendaman, maka bakteri
akan tumbuh kembali kecuali bahan pangan tersebut langsung digunakan atau
didinginkan.
e. Terjadi penurunan mutu & untuk bahan pangan yang akan digunakan harus
dilakukan rehidratasi.
F. Jenis Pengeringan
Proses pengeringan bahan pangan dapat dilakukan dengan cara alami dan buatan.
Pengering alami menggunakan sinar matahari. Pengeringan alami, yaitu menggunakan
panas alami dari sinar matahari, caranya dengan dijemur atau diangin-anginkan.
Sedangkan pengering buatan, yaitu menggunakan panas selain sinar matahari, dilakukan
dalam suatu alat pengering.
Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis pengeringan tertua, dan
hingga saat ini termasuk cara pengeringan yang populer dikalangan petani terutama di
daerah tropis. Teknik pengeringan dilakukan secara langsung maupun tidak langsung
(dikering anginkan), dengan rak-rak maupun lantai semen atau tanah serta penampung
bahan lainnya (Gambar 3.2). Keuntungan dan kerugian dengan pengeringan sinar matahari
dibandingkan dengan pengering buatan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Pengeringan dengan pemanas buatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemanasan langsung, (misalnya menggunakan oven, pengering kabinet), pengeringan
vakum (vakum drying), dan freeze drying yaitu pembekuan disusul dengan pengeringan.
Vacum dryer merupakan suatu cara pengeringan bahan dalam ruang yang tekanannya
lebih rendah daripada tekanan udara atmosfer (Gambar 3.2). Pengeringan dapat dilakukan
dalam waktu yang lebih singkat walaupun pada suhu yang lebih rendah daripada
pengeringan atmosfer. Dengan tekanan uap air dalam udara yang lebih rendah, air pada
bahan akan menguap pada suhu yang lebih rendah. Pengeringan dengan tekanan vakum
dan suhu rendah akan menghasilkan sayuran kering yang bermutu baik. Keuntungan dalam
pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan air terjadi lebih
cepat pada tekanan rendah daripada tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam
pengeringan hampa udara pada umumnya secara konduksi, bisa juga secara pemancaran.
untuk mengeringkan bahan dengan tetap mempertahankan komposisi gizi di dalam bahan
tersebut, seperti vitamin, protein, lemak, enzim, dan karbohidrat (Gambar 3.2). Bahan-
bahan yang biasa digunakan dalam freeze dryer adalah daging, seafood, sayur-sayuran,
buah-buahan, konsentrat minuman ringan, obat-obatan, plasma darah dan moromi. Bahan
yang telah dikeringkan pada freeze dryer akan memiliki bentuk fisik yang sama dengan
bentuk awalnya. Penggunaan freeze dryer membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang
mahal, sehingga kurang efisien untuk pengeringan yang hanya berorientasi pada penurunan
kadar air. Struktur bahan pangan dipertahankan dengan baik pada kondisi ini. Suhu dan
tekanan yang sesuai harus dipersiapkan dalam alat pengering untuk menjamin terjadinya
proses sublimasi.
Proses pembekuan pada pengering beku akan menentukan hasil akhir produk yang
dikeringkan. Misalnya, laju pembekuan akan menentukan porositas produk kering beku
yang dihasilkan. Pembekuan cepat mempunyai pori lebih kecil, karena laju perpindahan
panas berlangsung cepat sehingga kristal es kecil tersusun secara merata dalam jaringan,
sebaliknya untuk pembekuan lambat. Pada proses ini terjadi sublimasi, terutama untuk
bahan yang sensitif terhadap panas. Keuntungan freeze drying yaitu volume bahan tidak
berubah, daya rehidrasi tinggi, menyerupai bahan asal. Pengeringan beku pada beberapa
jenis sayuran selain dapat mempertahankan kandungan tokoferol juga dapat
mempertahankan warna hijau klorofil.
Bahan dibekukan, lalu dikeringkan dengan tekanan rendah sehingga air pada bahan
yang berupa es langsung menjadi uap (sublimasi). Proses ini dilakukan pada suhu dan
tekanan dibawah titik triple. Untuk merubah fase es menjadi fase uap diperlukan panas
sebesar panas laten sublimasi yang diperoleh dari lingkungan atau sumber panas. Pada
proses pengeringan terjadi keseimbangan antara aliran uap (gerakan hidrodinamik akibat
perbedaan tekanan total) yang keluar dan panas yang masuk dari bahan. Jika tekanan total
dari vakum lebih kecil dari tekanan uap es, maka proses difusi kecil dibandingkan dengan
gerakan hidrodinamik. Tekanan uap air tidak boleh lebih besar dari tekanan keseimbangan
o
sublimasi uap es. Pada suhu 0 C tekanan keseimbangan = 46 mmHg, agar bahan berada
o
pada fase beku maka suhu harus dibawah 0 C.
Tabel 3.2 Kadar Air Maksimal Sebagai Pertanda Pangan Aman Terhadap
Pertumbuhan Mikroba.
Pada Tabel 3.3. menunjukkan kisaran nilai aktivitas air pada aneka pangan
semi basah atau IMF (intermediate moisture foods) yaitu pangan yang mempunyai
kadar air tinggi namun nilai aktivitas airnya relatif rendah (akibat pada formula
pangan tersebut terdapat garam atau gula dalam jumlah cukup tinggi) sehingga
pertumbuhan mikroba pada pangan tersebut dapat terhambat. Salah satu contoh jenis
pangan indigenus Indonesia yang tergolong pangan semi basah adalah dodol atau
jenang. Sedangkan madu merupakan contoh pangan semi basah yang alami karena
secara alamiah kandungan gula sederhana pada madu cukup tinggi tanpa adanya
perlakuan penambahan gula dari luar.
Batas kadar air yang tersisa dari proses pengeringan, yaitu sekitar 30-40%, dimana
aktivitas mikroorganisme dan enzim-enzim perusak dapat terhenti. Penyimpanan dari
produk yang telah dikeringkan harus dilakukan sebaik mungkin. Apabila cara
penyimpanan ikan setelah proses pengeringan tidak diperhatikan, maka kandungan air
dalam daging ikan akan bertambah dan dapat menyebabkan mikroorganisme aktif kembali.
Pengeringan dengan sinar matahari dalam proses pengawetan ikan merupakan cara yang
paling mudah dan banyak dilakukan oleh para nelayan. Karena proses pelaksanaannya
sederhana, tidak memerlukan banyak peralatan, dan hemat biaya.
1. Ikan Asin
Ikan asin merupakan salah satu produk dari proses pengawetan ikan. Di
Indonesia pembuatan ikan asin menempati urutan tertinggi dibanding proses-proses
pengawetan ikan lainnya. Sebagai sumber gizi, ikan asin merupakan salah satu dari
sembilan bahan pokok yang ditentukan oleh pemerintah. Daging ikan mengandung
air sekitar 80% yang menyebabkan proses pembusukan berlangsung sangat cepat.
Untuk mempercepat proses pengawetan ikan, ikan-ikan yang akan diawetkan
terlebih dahulu digarami untuk menghambat aktivitas mikroorganisme dan enzim-
enzim perusak daging ikan. Apabila proses penggaraman dilakukan secara optimal
serta selalu dijaga kebersihannya, maka mikroorganisme perusak akan mati.
Prinsip pengawetan ikan menjadi ikan asin meliputi proses penggaraman dan
pengeringan yang dalam pengolahan produk perikanan dapat meningkatkan daya
awet produk tersebut. Terdapat 3 cara pembuatan ikan asin, yaitu :
a. Cara penggaraman kering yang diikuti dengan pengeringan
b. Cara penggaraman basah (perendaman dalam air garam) diikuti dengan
pengeringan
c. Cara penggaraman yang dikombinasikan dengan fermentasi (pembuatan ikan
peda)
- Kalsium : 0,2%
- Fosfor : 0,3%
- Besi : 0,002 %
- Air : 35%
- Vitamin B1 : 0,01 mg/ 100 g ikan asin
- Kalori : 193 kalori/ 100 g ikan asin
Ikan asin bermutu baik, harus memenuhi syarat mutu berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) meliputi :
a. Bau, rasa, dan warna normal, serta tekstur yang baik
b. Kadar air paling tinggi 35%.
c. Kadar garam (NaCl) antara 10 – 20%
d. Tidak mengandung logam berbahaya (Pb, Cu, Hg, dan As)
e. Tidak terdapat serangga dan jamur
kembali dengan air yang bersih agar kadar garamnya berkurang dan kemudian
ditiriskan seperlunya.
i. Selanjutnya ikan-ikan itu diletakkan di atas tray/nampan yang berlubang-
lubang agar sirkulasi udaranya baik. Untuk ikan-ikan belahan dalam meletakkan
posisi kulitnya berada di bawah.
j. Ikan yang telah kering ditandai dengan tidak mudah dibengkokkan atau tidak
mudah menekuk, dan selanjutnya dilakukan proses pengemasan.
Ikan Segar
Penyayatan/Pembelahan
Pengeringan
Ikan Asin
2. Kerupuk Ikan
Kerupuk merupakan sejenis makanan kecil yang mengalami pengembangan
volume membentuk produk yang berongga dan mempunyai densitas rendah selama
penggorengan, terbuat dari bahan yang mengandung pati cukup tinggi. Didalam
proses pembuatan kerupuk, pati tersebut harus mengalami proses gelatinisasi akibat
adanya penambahan air serta perlakuan pemanasan terhadap adonan yang terbentuk.
Kerupuk dibedakan atas dua kelompok, yaitu kerupuk kasar dan kerupuk
halus. Kerupuk kasar dibuat dari bahan baku tepung dengan penambahan bumbu-
bumbu saja, sedangkan kerupuk halus dibuat dari bahan baku tepung dan biasanya
selain bumbu-bumbu juga ditambah bahan-bahan lain, seperti udang, ikan, telur, dan
lain sebagainya.
Kandungan nilai gizi kerupuk tergantung pada bahan baku dan bahan
tambahan yang digunakan. Pada umumnya produk-produk sejenis kerupuk banyak
mengandung karbohidrat karena bahan baku utamanya mempunyai kadar karbohidrat
yang relatif tinggi. Kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk kedele, dan kerupuk telur
banyak mengandung protein, hal ini disebabkan karena pada proses pembuatannya
menggunakan bahan tambahan yang berkadar protein cukup tinggi.
Mutu kerupuk ikan ditentukan oleh proporsi ikan dalam kerupuk. Semakin
banyak jumlah ikan yang ditambahkan semakin tinggi mutu kerupuk ikan. Tetapi
penambahan bahan bantu yang terlalu banyak akan mempengaruhi tekstur dan
penampakan kerupuk yang dihasilkan serta kerenyahannya. Di mana kerenyahan
ikan sangat ditentukan oleh kadar air, sedangkan daya kembang kerupuk saat
digoreng ditentukan oleh jumlah tepung tapioka yang ditambahkan. Sebagai contoh
untuk kerupuk ikan mutu I perbandingan tepung tapioka: ikan = 1: 1, mutu II
perbandingan tepung tapioka: ikan = 4: 3, dan mutu III perbandingan tepung tapioka:
ikan = 2: 1. Penambahan telur dalam adonan juga meningkatkan mutu kerupuk ikan.
Untuk lebih jelasnya syarat mutu kerupuk ikan menurut Departemen Perindustrian
yang merupakan kerupuk bersumber protein dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Kerupuk yang disukai oleh konsumen adalah kerupuk yang mempunyai rasa
lezat, gurih, dan renyah. Ada tiga tahap penting dalam pembuatan kerupuk, yaitu
pembuatan adonan, pencetakan adonan, dan pengeringan. Sedangkan proses yang
terpenting dalam pembuatan kerupuk adalah proses pengukusan dan penggorengan.
akan terbentuk jika pati dan air dipanaskan pada suhu tertentu, sedangkan suhu
terbentuknya gel disebut suhu awal gelatinisasi.
b. Tepung Terigu
Tepung terigu digunakan dalam pembuatan kerupuk khususnya pada saat
pembuatan adonan. Terigu berfungsi untuk memperoleh adonan yang liat dan
kokoh sehingga pada waktu kerupuk digoreng menghasilkan kerupuk dengan
tekstur yang khas. Keliatan adonan tersebut disebabkan adanya protein yang
disebut gliadin dan glutelin dalam biji gandum. Pencampuran gliadin dan
glutelin dalam air membentuk gluten yang bersifat liat sehingga berpengaruh
terhadap tekstur, bentuk, keempukan, dan kekokohan adonan.
c. Ikan
Rasa kerupuk ikan yang khas berasal dari ikan, demikian pula mutu dan
gizi kerupuk sangat ditentukan oleh perbandingan antara ikan dengan tepung
tapioka. Ikan dalam campuran kerupuk mempunyai arti penting dari segi gizi,
mengandung protein sekitar 18%, lemak 15 - 20%, dan mineral 1%. Ikan yang
umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan kerupuk ikan adalah ikan
jambal roti, ikan tongkol, ikan kakap, ikan gabus, ikan belida, dan ikan tenggiri.
d. Gula
Gula berfungsi selain untuk memberikan rasa dan flavour, juga berfungsi
untuk memperbaiki mutu kerupuk, penambahan nilai gizi, dan sebagai pengikat.
Pada umumnya gula yang digunakan adalah gula pasir, sedangkan gula lain yang
dapat digunakan adalah fruktosa, dekstrosa, sirup jagung, maltosa, dan laktosa.
e. Telur
Telur ditambahkan dalam pembuatan kerupuk ikan, karena telur bersifat
sebagai bahan pengemulsi dan pengikat komponen-komponen adonan serta
untuk meningkatkan nilai gizi, rasa dari kerupuk tersebut. Kerupuk yang
ditambahkan kuning telur akan menghasilkan kerupuk dengan rasa, kerenyahan
dan pengembangan volume yang baik.
f. Bumbu
Untuk memperbaiki atau menambah cita rasa maka ditambahkan
bumbu kedalam adonan kerupuk. Bumbu yang ditambahkan antara lain bawang
putih, garam, dan penyedap rasa. Penyedap rasa (MSG) dapat digunakan untuk
menggantikan rempah- rempah, tetapi harus diperhatikan jumlah yang
ditambahkan. Garam ditambahkan untuk menambah cita rasa dan aroma serta
memperkuat dalam menyatukan adonan. Garam diperdagangkan dalam bentuk
garam cetakan atau garam tepung. Penambahan garam yang berlebihan akan
menyebabkan warna kerupuk lebih tua dan tekstur agak kasar.
Sifat-Sifat Kerupuk
Kerupuk mentah yang dihasilkan bersifat kering dan mudah dipatahkan
(getas). Kerupuk mentah berbentuk bulat agak lonjong, dengan ketebalan (2 - 3 mm)
dan berat sekitar 2 gram per keping. Kerupuk mentah relatif tidak berbau meskipun
pada saat pembuatan adonan bau ikan sangat terasa. Hal ini disebabkan hilangnya
komponen- komponen penyedap bau/aroma selama proses pengukusan.
Penggorengan kerupuk bertujuan untuk menghasilkan kerupuk goreng yang
mengembang dan renyah. Pada proses penggorengan kerupuk mentah yang kering
mengalami pemanasan sehingga air yang terperangkap dalam struktur kerupuk
mentah menguap dan menghasilkan gelembung-gelembung gas ke permukaan
minyak seakan- akan minyak mendidih.
Proses penggorengan kerupuk dilakukan pada suhu 160oC. Proses
penggorengan kerupuk dimulai pada saat kerupuk mentah dimasukkan ke dalam
wajan penggorengan. Setelah 5-10 detik kerupuk mulai mengalami perubahan bentuk
dan pengembangan volume yang ditandai dengan bergeraknya kerupuk dengan cepat
ke permukaan minyak yang disertai gelembung-gelembung udara yang pecah
dipermukaan minyak.
Proses pengembangan kerupuk dimulai dengan bagian pinggir yang
menyebabkan bagian tepi melengkung, proses pengembangan kemudian diikuti
dengan bagian tengah, sehingga lengkungan berkurang dan menghasilkan
pengembangan yang merata. Penggorengan dianggap selesai apabila kerupuk tidak
mengalami perubahan bentuk dan pengembangan lagi serta tidak adanya gelembung-
gelembung udara kepermukaan minyak, setelah proses penggorengan selesai kerupuk
segera diangkat untuk mencegah kerupuk menjadi hangus.
Pengadukan dan
Pencampuran
pengulenan adonan
Pembentukan adonan
Pengukusan
Pendinginan
Pengirisan/perajangan
Peneringan
Kerupuk Ikan
Dari hasil Penelitian didapat resep terbaik dari produk Pemakaian Rebung
Pada Pembuatan Kerupuk Ikan
Tepung Kanji 250 gr
Rebung 250 gr
Ikan Lele 250 gr
Telur 1 butir
Garam 7,5 gr
Bawang Putih ½ siung
Baking Powder 1 gr
Air Panas 400 cc
Cara membuat:
a. Ikan dibersihkan lalu di fillet dagingnya untuk memisahkan tulang ikan dan
daging ikan, lalu buang kulit hitam pada ikan lele, setelah itu daging ikan
dihaluskan.
b. Rebung diiris, lalu direbus, setelah itu rebung dihaluskan.
c. Campurkan tepung, rebung yang sudah dihaluskan, ikan yang sudah dihaluskan,
garam, baking powder, bawang putih yang sudah dihaluskan, telur yang sudah
dikocok setengah mengembang, dicampur jadi satu lalu dimasukkan air panas,
aduk adonan sampai tercampur rata.
d. Setelah adonan tercampur rata, masukkan adonan menggunakan sendok laddle ke
dalam piring email.
e. Setelah itu kukus adonan selama 5 menit, cetak adonan menggunakan cetakan
bulat dengan diameter 7cm.
f. Setelah adonan kerupuk selesai dicetak lalu dijemur sampai kering
g. Setelah kerupuk kering lalu digoreng dan dikemas
Kualitas Produk
Bentuk : bulat dengan diameter 7cm dan mengembang
Aroma : memiliki aroma rebung
Warna : warna yang dihasilkan adalah putih kekuningan
Rasa : memiliki rasa ikan lele dan rebung yang gurih
Tekstur : tekstur renyah, kering dan berpori-pori
Resep Penelitian
Persentase (100%)
Nama Bahan
Udang Udang Udang
Ikan Patin
Rebon Jerbung Rebon
Tepung Tapioka 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr
Sumber Protein 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr
Telur 1 butir 1 butir 1 butir 1 butir
Bawang Putih 4 siung 4 siung 4 siung 4 siung
Merica ¼ sdt ¼ sdt ¼ sdt ¼ sdt
Garam ¼ sdt ¼ sdt ¼ sdt ¼ sdt
Minyak Goreng 250 gr 250 gr 250 gr 250 gr
Cara membuat:
a. Haluskan bumbu dan sumber protein.
b. Tepung tapioka yang telah diayak dimasukkan ke dalam waskom stainless
steel. Setelah itu, masukkan bumbu dan udang yang telah dihaluskan. Lalu
diaduk rata, kemudian masukkan telur. Aduk rata sampai bentuk adonan yang
liat.
c. Adonan kerupuk digiling dengan menggunakan rolling pin agar merata
ketebalannya. Setelah digiling kemudian dipotong sepanjang 5 x ½ cm dan
diletakkan diatas loyang yang telah ditaburi dengan tepung tapioka agar adonan
tidak lengket.
d. Adonan yang telah dipotong-potong dimasukkan ke dalam minyak yang telah
dipanaskan, kemudian aduk ± 20 menit sampai matang. Setelah matang, angkat
dan tiriskan minyak.
Kualitas Produk
Bentuk : Hasil tebaik terdapat pada ikan lele dengan kategori seperti stik. Untuk
kualitas mengembang hasil terbaik terdapat pada udang jerbung dengan
kategori agak mengembang.
Aroma : Aroma terbaik terdapat pada ikan lele dengan kategori kurang harum.
Warna : Warna terbaik terdapat pada ikan lele dengan kategori kurang kuning
keemasan.
Rasa : kualitas rasa terbaik terdapat pada ikan lele dengan kategori kurang gurih.
Tekstur : Kualitas terbaik terdapat pada ikan lele dengan kategori kurang rapuh
Campurkan tepung,
bumbu dan protein, lalu
aduk rata dan tambahkan
telur
Kerupuk Pengolahan
Bentuk adonan, kemudian
kukus/rebus hingga
matang
Dinginkan adonan
Penyelesaian
Goreng dan simpan dalam
plastik kaca
dapat secara langsung dikonsumsi tanpa penyimpanan, lebih nyaman (convenience), dan
lebih hemat energi.
Pangan semi basah dengan kandungan air yang relatif rendah memiliki kandungan
nutrien dan densitas kalori yang tinggi. Pangan semi basah juga bersifat elastis, dapat
dibentuk dengan ukuran dan bentuk geometris yang seragam untuk memudahkan
pengemasan dan penyimpanan. Produk pangan semi basah juga dapat disimpan untuk
beberapa bulan. Walaupun kemasan yang tepat merupakan faktor dalam memperpanjang
umur simpan, adanya kemasan untuk produk pangan semi basah bukan merupakan
keharusan untuk beberapa katagori produk. Kemasan yang sangat kedap air bukan
merupakan keharusan, dan kehilangan integritas kemasan tidak menyebabkan bahaya
terhadap kesehatan terutama jika lingkungan berada pada kelembaban rata-rata (tidak
terlalu tinggi).
Keunggulan karakteristik pangan semi basah sesuai dengan kebutuhan konsumen
modern terhadap produk pangan dengan kandungan nutrient tinggi. Pangan semi basah
sangat diperlukan ketika suplay bahan pangan, kemampuan untuk mensuplay dan waktu
persiapan adalah menjadi faktor pembatas, misalnya pada keadaan darurat militer, ruang
angkasa, eksplorasi, dan pendakian gunung. Pangan semi basah sangat tepat
penggunaannya sebagai pangan darurat, baik saat bencana alam, ataupun keadaan darurat
lainnya.
Teknologi pangan semi basah dapat menjadi alternatif terhadap metode dengan
intensitas energi tinggi seperti pengeringan untuk pengawetan dan penyimpanan. Di
Negara yang memiliki iklim tropis terutama di negara berkembang, pendinginan adalah hal
yang mahal dan bahan pangan dapat membusuk dengan cepat, teknologi pangan semi basah
menjadi alternatif yang tepat.
Tabel 4.1 Klasifikasi Pangan Semi Basah Berdasarkan Bahan Dasar, Cara
Pengolahan dan Daya Awet\
E. Daya Awet
Istilah awet untuk suatu bahan itu sangat relatif tergantung dari jenis dan sifat
alamiah dari bahan itu sendiri. Suatu bahan dikatakan mempunyai keawetan atau daya awet
tinggi, apabila bahan tersebut belum mengalami kerusakan, baik secara fisik maupun kimia
dalam jangka waktu tertentu. Bahan olahan dapat menjadi lebih awet atau sebaliknya
tergantung dari usaha lain yang diberikan selama atau setelah pengolahan. Pangan semi
basah merupakan salah satu jenis bahan olahan yang mempunyai tingkat keawetan tertentu.
Keawetan pangan semi basah dipengaruhi oleh komposisi bahan sebagai penyusunnya,
aktivitas mikroba, metode atau teknologi pengolahan, sistem pengemasan, dan ada
tidaknya zat pengawet.
Aktivitas dan daya tahan mikroba sangat dipengaruhi oleh aktivitas air (aw) dari
bahan yang bersangkutan, yaitu yang dinyatakan sebagai jumlah air bebas yang dapat
dipergunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Aktivitas air tidak
menunjukkan jumlah absolut air dari bahan pangan, sehingga ada kemungkinan dua bahan
pangan yang mempunyai kandungan air sama, tetapi aw berbeda.
Daya awet pangan semi basah sangat dipengaruhi oleh mikroorganisme (Leistner
dan Rodel, 1976). Prinsip proses pengolahan pangan secara modern untuk pangan semi
basah adalah melakukan penurunan aw sampai pada tingkat dimana mikroorganisme
tidak dapat tumbuh tetapi masih tersedia cukup air dalam bahan pangan tersebut untuk
menjaga tingkat keenakannya.
Pada umumnya, melihat hubungan antara mikroorganisme dengan makanan,
kapang lebih toleran pada aw rendah bila dibandingkan dengan khamir, sedangkan
khamir lebih toleran dari pada bakteri (Gambar 3.1). Tabel 4.2 menunjukan berbagai
mikroorganisme yang toleran pada aw pangan semi basah yaitu antara 0,6 – 0,9. Beberapa
mikroba dapat menghasilkan toksin, seperti Staphylococcus, Penicillium, Aspergillus,
Emericella, Eurotium, dan sebagaian kecil merupakan mikroba patogen seperti Candida.
Walaupun demikian, pengendalian mikroba yang tidak diinginkan tidak hanya tergantung
pada penurunan aw saja, melainkan dipengaruhi pula oleh pH, suhu, dan bahan tambahan
makanan.
tumbuh pada pangan semi basah, misalnya wingko dan jenang. Pada saat penyimpanan
mendorong terjadinya ketengikan. Penggunaan bahan pengawet berupa garam sorbat
dapat mengurangi laju pertumbuhan kapang. Pendekatan serupa dapat dilakukan pada
pembuatan bika ambon. Pada saat penambanan bahan pengawet, harus dibatasi, karena
berhubungan erat dengan kesehatan konsumen dan juga penurunan pH dibawah 4,5. pH
dibawah 4,5 umumnya tidak dikehendaki pada pangan semi basah.
Menurut Karel (1976) penentuan adanya mikroba dalam pangan semi basah dapat
dilihat dengan adanya pertumbuhan tiga macam mikroba, yaitu Aspergillus niger,
Aspergillus glucus, dan Staphylococcus. Hal ini disebabkan tiga macam mikroba tersebut
yang paling tahan terhadap kondisi substrat. Para ahli juga melaporkan bahwa
Staphylococcus aureus dapat bertahan pada pangan semi basah.
Perubahan mutu pangan semi basah selain disebabkan serangan mikroba, juga
terjadi karena proses oksidasi seperti oksidasi lemak dan proses pencoklatan non enzimatis.
Beberapa jenis pangan semi basah banyak mengandung komponen lemak tidak jenuh,
sehingga sering menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi. Pencegahan terjadinya oksidasi
sering digunakan bahan antioksidan BHA atau BHT atau dilakukan pengepakan yang baik.
F. Humectan
Humectan adalah senyawa kimia yang bersifat higroskopis dan mampu
menurunkan aw dalam bahan pangan. Dengan demikian, aktivitas air dapat diatur dengan
menambahkan bermacam-macam humectan seperti garam, gula, alkohol polyhidrat, dan
yang lainnya. Menurut Sinskey (1976) ada tiga jenis mekanisme penggunaan humectan,
yakni (1) kemampuan menurunkan aw. (2) kemampuan mempertahankan kadar air. (3)
pengaruh terhadap pertumbuhan mikroba selain sifat aw dan kadar air.
Selain kemampuannya mengikat air dan menurunkan aw, humectan juga dapat
bersifat sebagai memperbaiki tekstur, cita-rasa dan nilai kalori. Dengan demikian,
humectan memberikan kemungkinan dirakitnya pangan semi basah yang bergizi tinggi.
Humectan mempunyai sifat mengikat air yang berbeda. Tabel 4.3 menunjukkan tingkat
kadar air dari beberapa jenis humectan pada beberapa tingkat aw.
Tabel 4.3 Kadar Air dari Beberapa Bahan Pada Suhu Kamar
Kadar Air (%db)
Jenis Bahan
aw 0.7 aw 0.8 aw 0.7
Kasein 15 19 26
Tepung kentang 28 20 28
Tepung susu 28 56 92
Glicerol 64 108 215
Sorbitol 46 67 135
Sukrosa 38 56 77
Polietil glikol 38 60 120
Tepung jagung 16.5 19.7 26.7
NaCl - 332 605
Sumber: Karel (1976)
warna. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa ini berpotensi untuk menekan reaksi
pencoklatan karena oksidasi fenol dengan cukup baik. Selain itu, senyawa ini merupakan
turunan sakarida yang sudah kehilangan karbonil, sehingga kehilangan potensinya untuk
mengalami reaksi Maillard. Oleh karena itu, penggunaan senyawa ini dalam pembuatan
pangan semi basah diharapkan juga dapat mengurangi atau menekan reaksi pencoklatan.
Juga Karaca et al. (2018) melaporkan bahwa penggunaan poliol dapat melindungi
terhadap pengaruh panas pada ensim α amilase dari Bacillus licheniformis. Masalah yang
masih dihadapi dalam penggunaan bahan-bahan tersebut sebagai humektan adalah
terjadinya perubahan cita rasa, tekstur maupun penampakan suatu produk. Dengan
demikian, penggunaan humektan harus selalu dikontrol.
Pada umumnya cara-cara pengawetan bahan pangan ditujukan untuk menghambat atau
membunuh mikroba. Sebaliknya, fermentasi adalah suatu cara pengawetan yang menggunakan
mikroba tertentu untuk menghasilkan asam atau komponen lainnya yang dapat menghambat
mikroba perusak. Oleh karena itu, fermentasi dapat berlangsung tanpa adanya oksigen. Energi
yang dihasilkan oleh proses fermentasi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan proses respirasi.
Fermentasi dapat diartikan sebagai proses pemecahan bahan-bahan organik oleh
mikroorganisme yang menghasilkan komponen-komponen yang diinginkan.
Fermentasi dapat berfungsi sebagai pembentuk cita rasa, memperbaiki tekstur,
mengawetkan produk, meningkatkan kualitas, dan sebagainya. Teknologi fermentasi
umumnya sederhana dan menggunakan biaya yang relatif murah. Proses fermentasi dapat
dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan mikroorganisme yang berperan dan produk-produk
yang dihasilkan, yaitu (1) fermentasi alkohol oleh khamir, pada umumnya dilakukan pada
bahan pangan yang mengandung karbohidrat dalam jumlah tinggi, seperti tape dan anggur (2)
fermentasi asam, umumnya dilakukan oleh bakteri dan dibedakan atas dua kelompok
berdasarkan asam yang terbentuk yaitu asam laktat dan asam asetat, seperti keju, yoghurt,
yakult, dan kefir (3) fermentasi menggunakan kapang, umumnya menggunakan bahan dari
kacang-kacangan misalnya pada tempe, kecap dan tauco.
B. Khamir
Khamir dipergunakan dalam fermentasi alkohol, dimana hasil utamanya adalah
etanol. Khamir penting dalam pembuatan minuman beralkohol seperti bir, anggur, dan
juga digunakan dalam pembuatan roti. Mikroorganisme fermentatif yang mengubah
karbohidrat menjadi alkohol, asam, dan CO2 pertumbuhannya cukup tinggi, sedangkan
mokroorganisme proteolitik yang menyebabkan kebusukan & mikroorganisme lipolitik
penyebab ketengikan pertumbuhannya terhambat.
1. Keuntungan fermentasi adalah:
a. Beberapa hasil fermentasi (asam dan alkohol) dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme beracun, contohnya: Clostridium botulinum (pH 4,6 tidak
dapat tumbuh dan tidak membentuk toksin).
b. Mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari nilai gizi bahan asalnya
(mikroorganisme bersifat katabolik, memecah senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana sehingga mudah dicerna dan mensintesis vitamin
kompleks, contoh vitamin B12, riboflavin, provitamin A)
c. Dapat terjadi pemecahan bahan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim,
contohnya selulosa dan hemiselulosa dipecah menjadi gula sederhana.
2. Kerugian dari fermentasi salah satunya adalah dapat menyebabkan keracunan
karena terbentuknya toksin seperti tempe bongkrek dapat menghasilkan racun.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi
a. Oksigen
Acetobacter bersifat aerobik (suka O2), ragi bersifat anaerobik (tidak suka O2),
S. Cerevisiae (ragi roti), S. Ellipsoideus (ragi anggur) tumbuh lebih baik dalam
keadaan aerobik tetapi melakukan fermentasi terhadap gula jauh lebih cepat
pada anaerobik.
b. Garam
Mikroorganisme pembentuk asam laktat (acar, sayur asin, sosis, dll) toleran
terhadap kadar garam 10-18%. Mikroorganisme proteolitik tidak toleran garam
2,5%, terutama kombinasi garam dan asam.
c. Produk-Produk Fermentasi Sayuran
Syarat: Asal cukup mengandung gula dan zat gizi lainnya untuk pertumbuhan
bakteri asam laktat.
1) Faktor-faktor lingkungan yang perlu diperhatikan adalah:
• anaerobik
• cukup kadar garam,
• suhu,
• tersedia bakteri asam laktat.
Yang memulai fermentasi adalah Lactobacillus mesenteroides dan diakhiri
oleh berbagai jenis Lactobacillus.
2) Roti
Mikroorganisme yang berperan adalah Saccharomyces cerevisiae. Adonan
roti terdiri atas campuran tepung terigu, air, garam, ragi, gula, telur.
Kondisi untuk fementasi yeast:
Fakultatif anaerob
• pH: 1,5 – 8,5
• aw: 0,6 – 0,9
• Suhu: 20 – 45°C
Contoh produk pangan hasil fermentasi yeast: roti, bir, dan wine.
Sacchamoryces sp sering digunakan pada fermentasi yeast, dan lain-lain.
C. Kapang
Jenis kapang digunakan dalam fermentasi bahan pangan seperti kecap, tempe,
dll. Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal dari Bahasa
Latin “fervere” yang berarti merebus (to boil). Arti kata dari Bahasa Latin tersebut
dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan ini
disebabkan adanya aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian.
Gelembung-gelembung karbondioksida dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap
kandungan gula. Fermentasi mempunyai arti yang berbeda bagi ahli biokimia dan
mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada bidang biokimia dihubungkan dengan
pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa organik
D. Yoghurt
Yoghurt merupakan produk fermentasi susu (Gambar 5.1). Starter atau bibit yang
digunakan adalah bakteri asam laktat (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophillus) dengan perbandingan yang sama. Bakteri asam laktat mampu
memproduksi asam laktat, maka produk yang terbentuk berupa susu yang menggumpal
dengan rasa asam dan cita rasa yang khas.
Yoghurt merupakan produk susu bergizi tinggi, kaya akan kalsium, rendah
lemak, bebas laktosa sehingga cocok untuk penderita laktosa intoleransi. Selain itu
kandungan gizi dalam yoghurt sangat baik untuk kesehatan terutama untuk menjaga
keasaman lambung dan dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen di usus. Untuk
meningkatkan mutu yoghurt sebagai minuman kesehatan, dapat ditambahkan bakteri
probiotik, misalnya bakteri probiotik Lactobacillus acidophilus yang telah teruji mampu
menurunkan kadar kolesterol.
Yoghurt merupakan produk susu terkoagulasi/semi solid yang diperoleh dari
fermentasi susu oleh bakteri asam laktat. Secara tradisional bakteri yang berperan
terutama dari jenis Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp.
bulgaricus. Kedua jenis bakteri ini bersimbiosa dimana S. thermophilus
memfermentasikan laktosa pada susu menjadi asam laktat, sehingga menyebabkan
protein susu menjadi terurai. Kondisi ini mendukung pertumbuhan L. bulgaricus yang
berkembang pesat saat pH telah turun sampai sekitar 4.5. Di sisi lain dalam
pertumbuhannya L. bulgaricus menghasilkan asam-asam amino dalam jumlah cukup,
khususnya histidin, yang dapat menstimulasi pertumbuhan dan produksi asam oleh S.
thermophilus.
boleh ditaruh dalam suhu ruangan, harus disimpan dalam suhu dingin/kulkas tetapi juga
tidak boleh diletakkan dalam freezer. Yoghurt tidak boleh disimpan dalam freezer karena
bahan dasar yoghurt yang berupa susu dapat pecah dan justru itu akan merusak yoghurt.
E. Tape
Tape merupakan makanan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Tape merupakan suatu hasil yang dibuat dari bahan-bahan yang bersumber
tinggi karbohidrat seperti ubi, singkong, dan beras ketan, dengan diberi ragi dalam
proses pembuatannya. Pada hakekatnya, semua makanan yang mengandung karbohidrat
dapat diolah menjadi tape. Namun yang umum dibuat tape sampai saat ini, adalah ubi
kayu dan beras ketan (putih atau hitam).
Proses pembuatan tape melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur
Saccharomyces cerevicae. Jamur ini memiliki kemampuan dalam mengubah
karbohidrat (fruktosa dan glukosa) menjadi alkohol dan karbondioksida. Selain
Saccharomyces cerevicae, dalam proses pembuatan tape ini terlibat pula
mikroorganisme lainnya, yaitu Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera.
Kedua mikroorganisme ini turut membantu dalam mengubah pati menjadi gula
sederhana (glukosa).
Berdasarkan bahan bakunya, ada berbagai jenis tape antara lain tape ketan, tape
singkong, tape beras, tape sorgum, tape pisang, tape ubi jalar, tape sukun. Nama-nama
tape ini disebut sesuai dengan bahan pembuat tape, seperti tape singkong dibuat dari
singkong. Tape mempunyai karakteristik, seperti cita rasa dan aroma yang khas yaitu
gabungan antara rasa manis, sedikit asam, dan cita rasa alkohol dan memiliki tekstur
yang lunak.
Tabel 5.1. Komposisi Gizi Dari Beberapa Tape Per 100 G Bahan
Zat Gizi Tape Singkong Tape Ketan Putih Tape Ketan Hitam
Energi (k kal) 173 172 166
Protein (g) 0,5 3 3,8
Lemak (g) 0,1 0,5 1
Karbohidrat (g) 42,5 37,5 34,4
Kalsium (mg) 30 6 8
Fosfor (mg) 30 35 106
Besi (mg) 0 0,5 1,6
Vitamin B1 (mg) 0,07 0,04 0,02
Air (g) 56,1 58,9 50,2
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI (2010)
Manfaat tape antara lain menghasilkan kalori dari karbohidrat dan gula dalam
berat yang sama. Air tape dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan cuka dapur yang
dapat mencairkan lemak, dapat digunakan untuk bahan pembuatan roti/kue, dan dapat
menimbulkan rasa hangat ketika dikonsumsi.
Ragi tape merupakan inokulum yang umum digunakan dalam proses pembuatan
tape. Ragi terbuat dari bahan dasar tepung beras yang dibentuk bulat pipih dengan
diameter 2-3 cm. Mikroba yang terdapat di dalam ragi tape dapat dibedakan menjadi
beberapa kelompok, yaitu:
1. Kapang, khamirdan bakteri amilolitik
2. Khamir nonamilolitik
3. Bakteri asam laktat
Ragi untuk tape merupakan populasi campuran genus, dimana terdapat spesies-
spesies genus Aspergillus, genus Saccharomyces, genus Candida, genus Hansenula,
sedangkan bakteri Acetobacter biasanya tidak ketinggalan. Genus tersebut hidup
bersama secara sinergetik. Aspergillus menyederhanakan amilum, sedangkan
Cita rasa tape singkong yang manis dan sedikit asam dibentuk melalui
serangkaian proses. Mula-mula pati dalam singkong dipecah oleh enzim menjadi dextrin
dan gula-gula sederhana. Gula-gula yang terbentuk ini selanjutnya dihidrolisis menjadi
alkohol. Pada fermentasi yang lebih lanjut, alkohol dioksidasi menjadi asam-asam
organik. Asam-asam organik dari alkohol membentuk ester, yang merupakan
pembentuk komponen cita rasa tape singkong.
Dalam proses pembuatan tape diharapkan kandungan asam sianida yang beracun
akan menurun. Kadar asam sianida (HCN) selama fermentasi menurun setelah
fermentasi berlangsung sekitar 3 hari, yang sebelumnya terjadi peningkatan.
Peningkatan kadar HCN selama fermentasi dapat terjadi karena kandungan linamarin
akan dipecah oleh enzim α- glukosidase dan hidroksinitrilliase yang dihasilkan oleh
mikroba dari ragi yang ditambahkan selama fermentasi, sehingga dapat melepas HCN.
HCN tersebut diduga akan berikatan dengan gugus karbonil dari heksosa yang
dihasilkan oleh pemecahan pati dan membentuk siahidrin..Setelah itu, kadar HCN akan
turun karena adanya aktivitas khamir yang memecah heksosa menjadi asam, sehingga
heksosa tersebut tidak lagi berperan sebagai pengikat. Kemungkinan yang lain adalah
adanya aktivitas enzim rhodanase dan mercaptopiruvat sulfur transferase yang akan
merubah CN menjadi SCN.
F. Tauco
Tauco merupakan suatu produk berbentuk semi-cair dari hasil fermentasi kedelai
sebagai bahan baku utama (Gambar 5.5). Pada pembuatan tauco, kedelai dicerna oleh
kombinasi aktivitas mikroba. Di Jepang, makanan yang sejenis dengan tauco disebut
miso, di China disebut chiang, di Korea disebut doenjang, dan di Thailand disebut
tauchieo.
Produk pangan asal kedelai ini diolah secara tradisional dan dikenal serta disukai
terutama karena cita rasanya. Pembuatan tauco melalui 2 tahap fermentasi, yaitu
fermentasi oleh kapang dan fermentasi dalam larutan garam. Bentuk produk tauco adalah
pasta (tauco basah) atau kering (tauco kering), mempunyai cita rasa yang spesifik yaitu
adanya aroma daging (meat flavoring agent) dan rasa yang asin. Karakteristik tauco yang
ada di Indonesia mirip dengan karakteristik miso di Jepang yang sudah dikenal dan
disukai di dunia.
Pembuatan Tauco
Pada prinsipnya, tauco dihasilkan dari proses fermentasi kapang. Kapang
merupakan salah satu jenis mikroba yang biasa disebut sebagai jamur. Kapang memiliki
ukuran yang paling besar, kehadirannya biasanya ditandai dengan tumbuhnya benang-
benang halus berwarna–warni, tergantung jenis kapangnya. Jenis kapang yang paling
umum digunakan dalam pembuatan tauco adalah kapang Aspergillus oryzae, Rhizopus
oryzae, dan Rhizopus oligosporus. Enzim-enzim pencernaan seperti amilase, protease,
dan lipase yang dilepaskan oleh kapang selama proses fermentasi, mengakibatkan
terjadinya pemecahan kandungan zat gizi dalam kedelai sehingga membentuk
komponen gizi yang lebih sederhana.
Protein kedelai diubah menjadi asam amino, lemak menjadi asam lemak, dan
karbohidrat dipecah menjadi asam-asam organik seperti asam laktat dan alkohol. Reaksi
antara asam organik dan alkohol menghasilkan ester-ester yang merupakan senyawa
pembentuk cita rasa dan aroma. Salah satunya adalah menghasilkan rasa umami. Oleh
karena itu tak heran jika penggunaan tauco dalam masakan bisa membuat cita rasa
masakan jadi lebih sedap. Warna tauco yang kecokelatan dihasilkan dari reaksi Mailard,
yaitu reaksi antara asam amino dan gula yang terbentuk selama fermentasi. Dalam
pembuatan tauco, biasanya ditambahkan tepung-tepungan seperti tepung beras, tepung
terigu, atau tepung ketan. Tujuannya adalah menambah sumber makanan yang dapat
merangsang pertumbuhan kapang dan menambah volume produk yang dihasilkan.
Proses pembuatan tauco dapat dilihat pada Gambar 5.6 dan Gambar 5.7.
Peranan tauco sebagai bahan pangan terutama karena kualitas aromanya, di
samping itu juga mengandung sejumlah besar asam amino dan komponen gizi lainnya.
Tauco sering digunakan sebagai penyedap rasa pada masakan sup dan sayur-sayuran,
juga digunakan pada berbagai masakan ikan dan daging sebagai penguat rasa dan aroma.
G. Tempe
Tempe merupakan produk fermentasi yang memiliki ketergantungan pada
berbagai faktor yang harus selalu diikuti dan dikontrol untuk mendapatkan hasil yang
optimal. Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia,
terbuat dari kedelai yang telah dimasak atau bahan lain seperti kacang, kara, benguk
ataupun kelapa. Sebagian besar tempe dibuat dari berbagai varietas kedelai ataupun
campuran dengan komoditi lain untuk mendapatkan zat gizi yang maksimal.
Tempe berwarna putih, diliputi oleh miselium yang diproduksi oleh kapang hasil
fermentasi dari kedelai tanpa kulit, perendaman, pemasakan dan kemudian dibungkus
sesuai selera. Tempe memiliki potensi besar untuk menjadi produk pangan unggulan.
Disamping banyak mengandung protein, tempe juga kaya akan zat-zat gizi lainnya seperti
vitamin B12, zat besi dan senyawa antioksidan. Tempe sudah merupakan makanan utama
dan menjadi alternatif pengganti daging di Indonesia.
Cara pembuatan tempe yang biasa dilakukan oleh para pengrajin tempe di
Indonesia yaitu kedelai setelah dilakukan sortasi (untuk memilih kedelai yang baik dan
bersih) dicuci sampai bersih, kemudian direbus yang waktu perebusannya berbeda-beda
tergantung dari banyaknya kedelai dan biasanya berkisar antara 60-90 menit (Gambar
5.8). Kedelai yang telah direbus tadi kemudian direndam semalam. Setelah perendaman,
kulit kedelai dikupas dan dicuci sampai bersih. Untuk tahap selanjutnya kedelai dapat
direbus atau dikukus lagi selama 45-60 menit, tetapi pada umumnya perebusan yang
kedua ini jarang dilakukan oleh para pengrajin tempe. Kedelai setelah didinginkan dan
ditiriskan diberi laru tempe, dicampur rata kemudian dibungkus dan dilakukan
pemeraman selama 36-48 jam.
Cara pembuatan tempe yang lain yaitu sama dengan cara pembuatan tempe yang
biasanya dilakukan pengrajin tempe/tradisional. Perbedaannya adalah terletak pada
tahap pengupasan kulit kedelai. Dimana pada cara tradisional kedelai direbus dan
direndam bersama kulitnya atau masih utuh. Sedangkan pada cara ini, sebelumnya
kedelai telah dikupas kulitnya (kupas kering) dengan menggunakan alat pengupasan
kedelai. Tahap- tahap selanjutnya sama dengan cara tradisional. Tempe yang dibuat
dengan cara ini warnanya (warna kedelai) lebih pucat bila dibandingkan dengan cara
lama. Hal ini disebabkan karena pada cara ini kedelai direbus dan direndam dalam
keadaan sudah terkupas kulitnya sehingga ada zat-zat yang larut.
Perendaman kedelai bertujuan untuk menimbulkan suasana asam yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan kapang, selain itu juga bertujuan untuk menghambat pertumbuhan
mikroba-mikroba lain yang tidak diinginkan. Untuk merendam kedelai dapat digunakan
air biasa atau air yang ditambah dengan asam sehingga mencapai pH antara 4-5. Asam-
asam yang dapat digunakan misalnya asam cuka atau asam laktat.
Pengupasan kulit kedelai dalam pembuatan tempe juga merupakan tahapan yang
sangat penting untuk memudahkan kapang dalam menembus kedelai. Untuk mengupas
kulit ini, selain dengan cara sederhana yaitu dengan cara diinjak-injak dapat pula
dilakukan pengupasan dengan menggunakan alat pengupasan kedelai.
Dari hasil penelitian didapat resep terbaik dari produk Tempe Kacang Tunggak
Kacang Tunggak 250 gr
Ragi Tempe 2 sdm
tepung Beras Gongseng 80 gr
Cara membuat:
a) Bahan dasar tempe kacang kedelai dan tempe kacang tunggak yang siap untuk
dipakai direbus terpisah hingga setengah matang.
b) Bahan dasar tempe kacang kedelai dan tempe kacang tunggak yang sudah
direbus kemudian direndam dengan air rebusan selama 1 malam.
c) Bahan dasar tempe yang selesai direndam, kemudian di kupas. Pengupasan
kulit dilakukan dengan cara tradisional dan juga dapat menggunakan mesin.
d) Setelah bahan dasar tempe selesai dikupas, selanjutnya dicuci sambil
dipisahkan kulitnya
e) Kemudian dilakukan pengukusan yang bertujuan untuk mempermudah
proses fermentasi dan memacu penyuburan kapang secara sempurna.
f) Setelah kacang kedelai dan kacang tunggak empuk dan matang, kemudian
kacang kedelai dan kacang tunggak ditiriskan dan didinginkan agar mikroba
pengganggu yang terkandung dalam air tidak menimbulkan gangguan terhadap
proses fermentasi tempe.
g) Bahan dasar tempe yang telah dingin taburi dengan ragi tempe, aduk semua
bahan hingga tercampur rata, agar proses fermentasi berjalan sempurna dan
maksimal.
h) Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan tempe yang telah dicampur
rata, dicetak dengan plastik. Permukaan plastik dilubangi kecil-kecil.
i) Setelah dicetak, bakal tempe disimpan selama 30 jam atau dua hari ditempat
yang aman yaitu diatas rak-rak yang sudah disediakan.
Kualitas Produk:
a) Bentuk : kedua tempe memiliki bentuk persegi yang rapi
b) Aroma : aroma tempe kacang kedelai lebih langu dari tempe kacang tunggak
c) Warna : warna tempe kacang tunggak lebih putih dari tempe kacang kedelai
d) Rasa : rasa tempe kacang tunggak lebih asam dari tempe kacang kedelai
e) Tekstur : tekstur dari kedua tempe padat
Kualitas Produk:
a) Bentuk : bentuk persegi
b) Aroma : memiliki aroma tempe
c) Warna : memiliki warna putih
d) Rasa : memiliki rasa gurih dan tidak berasa picung
e) Tekstur : teksturnya padat
Kualitas Produk:
a) Bentuk : bentuk persegi dan rapi
b) Aroma : tidak beralkohol dan langu
c) Warna : memiliki warna putih
d) Tekstur : tekstur padat dan tidak berderai
Tempe Pengolahan
Dinginkan diatas tampah
Bungkus dengan
plastik kaca/wadah
lain sesuai keinginan
Penyelesaian
Lakukan fermentasi
selama 2 hari 2 malam
Garam, asam, gula, dan Bahan Tambahan Pangan merupakan pelengkap dapur yang
digunakan oleh manusia sebagai peningkatan kualitas makanan. Bahan-bahan tersebut
dipergunakan juga sebagai salah satu metode pengawetan pangan yang pertama dan masih
dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Dalam pengawetan
makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan,
cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan. Teknologi pengawetan
makanan yang dikembangkan dalam skala industri digunakan untuk memperpanjang masa
simpan bahan makanan.
A. Garam
Di Indonesia, garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan
makanan, terutama ikan, telur, daging serta bahan pangan lainnya. Garam sudah
digunakan dahulu kala dalam pengawetan makanan. Penggunaannya kini telah meluas
bagi berbagai bahan pangan. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada
mikroorganisme pencemar tertentu. Garam akan terionisasi dan menarik sejumlah
molekul air, peristiwa ini disebut hidrasi ion. Jika konsentrasi garam makin besar, maka
makin banyak ion hidrat dan molekul air terjerat, sehingga menyebabkan aw (aktivitas
air) bahan pangan menurun. Aktivitas garam dalam menarik air ini erat kaitannya dengan
peristiwa plasmolisis, dimana air akan bergerak dari konsentrasi garam rendah ke
konsentrasi garam tinggi karena adanya perbedaan tekanan osmosis.
Garam dapat bertindak sebagi pengawet karena garam akan menarik air dari bahan
sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat berkembang biak karena menurunnya
aktivitas air. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora, akan
mudah terhambat pertumbuhannya, walapun dengan kadar garam yang rendah
sekalipun (yaitu lebih kurang 6%). Mikroorganisme patogenik, termasuk Clostridium
botulinum dapat dihambat oleh konsentrasi garam 10-12%. Tetapi banyak mikroba,
khususnya spesies Lactobacillus dan Leuconostoc dapat berkembang dengan cepatnya
apabila terdapat garam, dan diikuti pembentukan asam yang dapat menghambat mikroba
lainnya yang tak dikehendaki.
Ikan dimasukkan ke dalam keranjang atau ember, disusun berlapis- lapis dari dasar
sampai ke permukaan keranjang ganti berganti antara garam dan ikan. Konsentrasi
garam yang digunakan berkisar antara 30 dan 50% dari berat ikan. Penggaraman
dikerjakan beberapa hari lamanya.
Metode penggaraman basah pada prinsipnya menggunakan larutan garam
(Gambar 6.1). Garam kristal dibuat larutan terlebih dahulu, kemudian digunakan
untuk meggarami ikan. Kadar garam yang digunakan adalah 18-40%. Waktu
penggaraman juga bervariasi tergantung pada jenis dan ukuran ikan. Setelah
penggaraman selesai, ikan lalu dijemur. Pengeringan hanya bertujuan mengurangi
kadar airnya sebagian, supaya produk ikan asinnya menjadi kering.
b. Telur Asin
Telur asin adalah suatu hasil olahan telur dengan prinsip penggaraman.
Fungsi garam di sini sama dengan penggaraman ikan yaitu menarik air sampai kadar
air tertentu sehingga bakteri tidak dapat berkembang lagi. Garam yang digunakan
juga harus bersih dan ukuran kristal garamnya tidak terlalu halus.Telur bebek/ayam
yang akan digunakan harus bermutu baik karena akan mempengaruhi telur asin yang
dihasilkan. Dalam pembuatan telur asin biasa digunakan abu gosok, bubuk bata
merah yang dicampur dengan garam sebagai medium pengasin (Gambar 6.2)
B. Asam
Asam, mempunyai dua pengaruh anti mikroorganisme : pengaruhnya terhadap pH,
sifat keracunan yang khas dari asam-asam yang tidak terurai, yang beragam untuk asam-
asam yang berlainan. Pada pH yang sama, asam asetat lebih bersifat menghambat terhadap
mikroorganisme tertentu dari pada asam laktat.
Asam-asam benzoat, parahidroksi benzoat dan asam sorbat juga menunjukkan
pengaruh anti mikroorganisme yang berbeda-beda. Banyak produk asinan yang
mempunyai kestabilan mikroorganisme tersendiri akibat dari pengaruh pengawetan dari
asam itu sendiri. Salah satu asam yang penting yaitu asam asetat, telah dikembangkan dari
pengalaman bertahun-tahun bahwa kadar asam asetat minimum yang dibutuhkan untuk
menghasilkan daya awet yang memuaskan untuk produk produk acar adalah 3,6%
berdasarkan bahan-bahan mudah menguap dari produk. Adanya gula, garam, rempah-
rempah dan lain-lain, menurunkan kebutuhan akan asam, karena kadar air yang tersedia
dalam produk telah diturunkan dan bahan-bahan tersebut mempunyai sifat antu
mikroorganisme.
Asam, terutama asam asetat dan asam laktat terdapat dalam bahan pangan sebagai
asam yang ditambahkan atau sebagai hasil fermentasi dari komponen karbohidrat. Hasil
fermentasi yang penting diperoleh dari perubahan alkohol menjadi asam asetat oleh
spesies acetobacter. Asam mempunyai dua pengaruh yang berhubungan dengan aktivitas
anti mikroba. Yang pertama karena pengaruhnya terhadap pH, yang kedua karena sifat
meracun yang khas dimana sifat meracunnya berbeda-beda pada setiap jenis asam.
Jadi, pada pH yang asam, asam asetat lebih bersifat menghambat terhadap
mikroba tertentu daripada asam laktat, dan daya meracunnya lebih besar daripada asam
sitrat. Asam benzoat, asam parahidroksi dan asam sorbat memperlihatkan juga pengaruh
anti mikroba yang berlainan. Di samping sebagai bahan pengawet, asam juga
dipergunakan untuk menambah rasa asam, untuk mengurangi rasa manis, memperbaiki
sifat koloidal dari makanan yang mengandung pektin, memperbaiki tekstur dari jeli dan
jam, membantu ekstraksi pektin dan pigmen dari buah-buahan dan sayur-sayuran, dan
menaikkan keefektifan benzoat sebagai pengawet.
Sauerkraut merupakan hasil fermentasi asam laktat dari kol (Gambar 6.3).
Sauerkraut diproduksi di Jerman dan USA. Di Korea dan Cina, kol juga difermentasi dan
ditambahkan merica, lobak, bawang dan aneka bumbu untuk menghasilkan produk
Kimchi. Pembuatan sauerkraut sangat sederhana. Bahan bakunya hanya kol dan garam.
Sebaiknya digunakan kol putih karena dagingnya empuk, aromanya manis, dan
mengandung 5% sakarida.
Dalam pembuatan sauerkraut dilakukan penekanan dan pemberian garam pada
proses peragian dengan maksud agar cairan dalam kubis ke luar dan mencegah
pembusukan. Selain itu juga berpengaruh terhadap rasa dan kerenyahan sauerkraut
tersebut. Padatan dalam botol diusahakan terendam dalam cairan untuk menghindari
terjadinya perubahan warna atau kerusakan lainnya.
yang tidak diinginkan. Jika suhu < 10°C dan konsentrasi garam < 2%, bakteri gram
negatif akan tumbuh yang menyebabkan tekstur produk menjadi tidak sempurna.
C. Gula
Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk-produk
makanan. Beberapa diantaranya, yang biasanya dijumpai termasuk selai, jeli, sari buah
pekat, sirup buah-buahan beku dalam sirup, acar manis dan madu. Gula merupakan salah
satu bahan makanan yang penting dalam proses pengolahan pangan terutama dalam
pembuatan roti dan kue serta minuman segar. Dipasaran terdapat berbagai jenis gula yang
umum digunakan untuk pengolahan pangan, diantaranya:
1. Gula tebu
2. Gula kelapa
3. Gula aren
4. Gula invert yang terdiri dari glukosa dan fruktosa
5. Molase
6. Laktosa
7. Maltosa
Setiap jenis gula tersebut diatas mempunyai karakteristik masing-masing yang
merupakan dasar pertimbangan untuk digunakan sebagai campuran pada pembuatan
olahan makanan dan minuman. Fungsi gula dalam pengolahan makanan antara lain:
1. Memberikan rasa manis
2. Makanan khamir selama fermentasi roti
3. Membantu dalam pembentukan warna
4. Sebagai bahan pengawet
5. Menambah nilai nutrisi produk
Gula dapat mengikat air secara efisien, maka penambahan gula ke dalam sebuah
produk akan memberikan efek pengawetan karena air tidak lagi tersedia untuk
pertumbuhan organisme pembusuk. Pengawetan buah-buahan ataupun produk-produk
lainnya dengan gula (seperti selai) atau madu telah dipraktekkan selama lebih dari 2000
tahun. Gula merupakan bagian dasar yang penting pada berbagai makanan olahan.
Permen tanpa gula akan kehilangan volumenya hingga 60%, sedangkan berbagai jenis
cake akan kehilangan 15-30% volumenya tanpa adanya gula.
Bentuk khas dari jeli ditentukan oleh struktur gel dari gula-asam-pektin. Pektin
adalah asam poligalakturonat yang terdapat secara alami diantara sel-sel jaringan buah-
buahan sebagai hasil dari degradasi protopektin selama pematangan yang mengandung
kurang pektin, misalnya strawberry. Kondisi-kondisi optimum pembentukan gel dari jeli
adalah:
1. Pektin 0.75 – 1.5%
2. Gula 65 – 70%
3. Asam pH 3.2 – 3.4
Disamping hal tersebut di atas, pembentukan gel masih juga tergantung pada
keadaan lain seperti tipe pektin, jenis asam, mutu buah dan pemanasan, serta prosedur
pengisian. Hal-hal tersebut diatas dapat mempengaruhi hasil akhir, sifat fisik dan
ketahanan terhadap mikroba.
Kerusakan utama pada hasil jeli adalah sebagai berikut:
1. Terbentuknya kristal-kristal karena bahan terlarut terlalu banyak, gula tidak cukup
melarut sehingga membentuk kristal kimbal.
2. Gel besar dan kaku, disebabkan oleh kadar gula yang rendah atau pektin tidak cukup
3. Gel yang kurang padat dan menyerupai sirup, karena kadar gula yang terlalu tinggi
dan tidak seimbang dengan kandungan pektin.
4. Pengeluaran air dari gel karena kebanyakan asam.
Pemanasan jam dilakukan pada tekanan atmosfir yakni suhu sampai 106°C, agar
diperoleh sifat kepadatan 68%, atau terlampau tinggi (65°C), kecuali pada waktu
pengisian. Keuntungan dari cara pemanasan dalam keadaan vakum ialah:
1. Suhu yang rendah tidak akan merusak warna, flavor dan buahnya tetap utuh,
serta mencegah degradasi pektin.
1. Sirup.
Sirup buah-buahan biasanya mengandung gula dan asam, disamping bahan
pengawet kimia seperti SO2, asam benzoat atau garam-garamnya, dan kadang-
kadang juga gliserol (Gambar 6.5). Kadar gula sekitar 25-50% saja sudah cukup
untuk menghambat pertumbuhan mikroba bila sirup disimpan pada suhu kamar.
2. Sari Buah
Sari buah pekat dibuat dengan cara evaporasi dari suatu jenis sari buah-
buahan, dengan pH 2,5 – 4,0 sehingga mencapai kepadatan 70 Brix, dan
menyebabkan konsentrasi tersebut lebih tahan terhadap kerusakan mikroba. Pada
kepadatan yang rendah, kombinasi dengan cara pengawetan yang lain seperti
penggunaan zat pengawet (SO2 dan sebagainya), refrigerasi (pendinginan dan
pembekuan) atau pasteurisasi, dianggap perlu untuk menjaga kerusakan bahan
oleh mikroba.
3. Permen Jeli
Beberapa hasil penelitian permen jeli antara lain:
a. Permen Jeli Kulit Pisang Masak Sehari
Kualitas Permen Jeli Kulit Pisang Masak Sehari (Ria Safitri, 2013) Resep dasar
yang digunakan adalah Resep Permen Jeli Mangga.
Bubuk Agar dan bubuk jeli 25 gr
Puree Mangga 500 gr
Gula 500 gr
Garam 0,5 gr
Gula Kastor 100 gr
Air 60 gr
Cara membuat:
a. Kupas kulit mangga, blender mangga sampai halus, kemudian saring
b. Masukkan agar, puree mangga, gula, dan garam, masak sampai mendidih.
c. Kemudian setelah masak, dinginkan adonan sampai hangat-hangat kuku,
masukkan ke dalam cetakan, biarkan sampai adonan jeli dingin.
d. Setelah dingin jemur jeli dibawah panas matahari dengan ditutup kain.
Dan jemur jeli sampai kadar air berkurang.
e. Setelah agar kering, permen jeli dibalurkan dengan gula kastor.
Dari hasil penelitian didapat resep terbaik dari produk Analisa Kualitas
Permen Jeli Kulit Pisang Masak Sehari
Sari Kulit Pisang 400 gr
Glukomanan 150 gr
Gula 600 gr
Asam Sitrat 10 gr
Cara membuat
a. Pembuatan sari kulit pisang, dipillih buah pisang yang masak dan
segar dengan kematangan penuh dan memiliki sifat fisik tidak memar,
dan tidak rusak karena serangga. Dilakukan pencucian dan pengupasan,
kemudian diambil kulitnya. Dilakukan pemotongan kulit sebesar 0,5 cm,
kemudian dihancurkan dengan blender sehingga diperoleh bubur kulit
pisang. Dilakukan perebusan bubur kulit pisang selama 10 menit.
Kualitas Produk
Aroma : memiliki aroma kulit pisang
Warna : warna yang dihasilkan adalah warna coklat
Rasa : memiliki rasa manis
Tekstur : teksturnya kenyal
Cara membuat
1) Campurkan puree kulit buah naga dan gula yang telah ditentukan
perbandingannya dimasak hingga mendidih dalam panci bertangkai
2) Kemudian tambahkan asam sitrat sambil aduk terus dengan ladle
3) Masing-masing bahan gel seperti Gelatin, Glikomanan, dan CMC
ditimbang sebanyak 50 gr, tiap-tiap bahan pembentuk gel dilarutkan ke
dalam 60 ml air hangat dan dimasukkan dalam adonan sambil diaduk
dengan menggunakan ladle
4) Panaskan kembali adonan selama 15 menit kemudian angkat dari perapian
5) Lalu adonan dituang dalam cetakan permen persegi dan dibiarkan dingin
6) Setelah dingin adonan dimasukkan dan didiamkan selama 24 jam (proses
aging)
7) Kemudian keluarkan dari cetakan persegi, dan dipotong 1x1x1 cm
kemudian dibiarkan dalam suhu ruangan selama 1 jam
8) Setelah itu dijemur disinar matahari hingga agak kering
9) Setelah agak kering taburi gula pasir hingga merata
10) Jemur kembali sehingga diperoleh permen jeli yang sebenarnya
(penjemuran 3 hari)
Kualitas Produk
Bentuk : bentuk yang didapatkan seragam didapatkan pada percobaan
gelatin
Aroma : permen jeli yang tidak beraroma lebih disukai panelis,
terdapat pada percobaan gelatin
Warna : warna terbaik didapatpada percobaan CMC
Rasa : memiliki rasa manis dan yang terbaik terdapat pada
percobaan Glukomanan
c. Pengaruh Kadar Gula Terhadap Kualitas Permen Jeli Rumput Laut (Aan
Rahmadewi, 2014).
Resep dasar yang digunakan adalah Resep Permen Jeli Mangga. Dari hasil
penelitian didapat resep terbaik dari produk Permen Jeli Rumput Laut.
Resep Penelitian
No Nama Bahan
75 gr 100 gr 125 gr 150 gr
1 Rumput Laut 200 gr 200 gr 200 gr 200 gr
2 Gula Pasir 100 gr 75 gr 125 gr 150 gr
3 Air 1 liter 1 liter 1 liter 1 liter
4 HFS 400 gr 400 gr 400 gr 400 gr
5 Gelatin 20 gr 20 gr 20 gr 20 gr
6 Vanili 2 gr 2 gr 2 gr 2 gr
7 Tepung Gula 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr
8 Gula Tapioka 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr
9 Garam 1 gr 1 gr 1 gr 1 gr
Cara membuat
1) Rendam rumput laut selama 24 jam dengan pergantian air selama 1 x 3
jam
2) Haluskan rumput laut yang telah direndam sebanyak 200 gr dengan
menggunakan blender
3) Masak bubur rumput laut bersama dengan air sampai merata (± 10 menit)
4) Masukkan 400 gr glukosa cair (sirup glukosa) dan 100 gr sukrosa (gula
sukrosa) ke dalam adonan, aduk sampai larutan mengental, tambahkan
vanili dan terus dimasak sekitar 5 menit
5) Masukkan gelatin ke dalam adonan, yang sebelumnya dilarutkan
dengan air dan terus dimasak (± 5 menit)
6) Masukkan larutan ke dalam cetakan
7) Biarkan selama 1 jam pada suhu kamar. Setelah itu larutan dikeringkan
dibawah sinar matahari atau dengan pengering mekanis pada suhu 60°C
8) Setelah kering, permen jeli dipotong berbentuk persegi panjang lalu
dibalur dengan gula halus.
Kualitas Produk
Bentuk : bentuk yang didapatkan seragam, yaitu pada penambahan 125 gr
dan 150 gr
Aroma : memiliki aroma yang sangat harum, yaitu gula dan vanile pada
penambahan 150 gr
Warna : berwarna sangat bening, yaitu pada penambahan 150 gr
Rasa : memiliki rasa manis dan hasil terbaik terdapat pada penambahan
150 gr
Tekstur : tekstur terbaik terdapat pada penambahan 150 gr
Dari hasil penelitian didapat resep terbaik dari produk Permen Jeli Ekstrak
Wortel.
Lapisan Pertama
Agar Powder 9 gr
Agar Nutrijel 30 gr
Ekstrak Wortel 1000 cc
Gula 500 gr
Air 500 cc
Lapisan Kedua
Bubuk Agar 18 gr
Nutrijel 15 gr
Air 500 cc
Gula 250 gr
Asam Sitrat 0,25 gr
Natrium Benzoat 0,25 gr
Garam 0,50 gr
Putih Telur 60 gr
Cara membuat
1) Lapisan Pertama
➢ Bubuk agar, nutrijeli, gula, asam sitrat, dan natrium benzoat diaduk
rata agar tidak menggumpal, tambahkan ekstrak wortel dan masak
hingga mendidih.
➢ Setelah itu tuang adonan ke dalam loyang.
- Lapisan Kedua
➢ Bubuk agar, nutrijeli, gula, asam sitrat, dan natrium benzoat diaduk
rata agar tidak menggumpal, tambahkan ekstrak dan masak hingga
mendidih.
➢ Pada saat yang bersamaan kocok putih telur dalam bowl yang
kering hingga setengah, tambahkan gula pasir sebanyak 10 gr, kocok
kembali hingga putih telur mengembang dan kaku
➢ Tuang adonan permen jeli (b.1) ke dalam kocokan putih telur
perlahan sambil diaduk rata (gunakan mixer agar adonan lebih cepat
menyatu).
➢ Tuang adonan (b.3) diatas jeli lapisan pertama (a) dengan permukaan
jeli sudah terbentuk lapisan namun bagian dalam jeli belum keras
atau jeli lapisan pertama masih suam-suam kuku. Setelah itu
dinginkan permen jeli hingga keras.
Kualitas Produk
Bentuk : bentuk balok dan seragam
Aroma : memiliki aroma wortel
Warna : memiliki warna orange berlapis putih keorangean
Rasa : memiliki rasa manis
Tekstur : teksturnya kenyal dan kering
Kualitas Produk
Aroma : memiliki aroma tomat
Bentuk : berbentuk bunga, rapi dan seragam
Warna : warna yang dihasilkan adalah merah
Rasa : memiliki rasa manis, dan rasa tomat
Tekstur : tekstur dari permen jeli tomat adalah kenyal
f. Pembuatan Permen Jeli Dari Buah Labu Air (Indah Permatasari, 2015)
Resep dasar yang digunakan adalah Resep Permen Jeli Mentimun.
Mentimun 1000 gr
Tepung jeli dan agar 25 gr
Gula pasir 500 gr
Garam 0,5 gr
Gula Kastor 100 gr
Natrium benzoat 0,25 gr
Asam sitrat 0,25 gr
Air 500 cc
Cara Membuat
1) Timun diblender, kemudian diambil sari buahnya
2) Campurkan tepung jeli, gula, garam, natrium benzoat, asam sitrat,
dengan 500cc air, campuran tersebut dimasak sampai mendidih, setelah
itu masukkan sari buah, dan panaskan hingga mendidih kembali.
3) Setelah itu diangkat dan dimasukkan panas-panas ke dalam wadah, tutup
dan biarkan dingin pada suhu ruang.
4) Setelah dingin cetak permen jeli dan jemur permen jeli hingga kering.
Dari hasil penelitian didapat resep terbaik dari produk Pembuatan Permen
Jeli Buah Labu Air
Agar Powder 9 gr
Agar Nutrijell 36 gr
Sari Labu Air 1000 ml
Gula Pasir 500 gr
Kualitas Produk
Bentuk berbentuk bunga dan rapi
Aroma : memiliki aroma labu air
Warna : warna permen jeli adalah kuning muda
Rasa : memiliki rasa manis dan rasa labu air
Tekstur : tekstur dari permen jeli adalah kenyal
Agar Powder 9 gr
Agar Nutrijell 30 gr
Natrium Benzoat 0,25 gr
Asam Sitrat 0,25 gr
Pepaya 1000 cc
Garam 0,5 gr
Gula Pasir 500 gr
Lapisan II
Agar Powder 18 gr
Agar Nutrijell 30 gr
Pepaya 500 cc
Asam Sitrat 0,25 gr
Gula 250 gr
Garam 0,5 gr
Natrium Benzoat 0,25 gr
Putih telur 60 gr
Cara membuat:
1) Lapisan Pertama
➢ Bubuk agar, nutrijell, gula, asam sitrat, dan natrium benzoat diaduk
rata agar tidak menggumpal, tambahkan pepaya yang telah diblender
dan masak hingga mendidih.
➢ Setelah itu tuang adonan ke dalam loyang. Sisihkan
2) Lapisan Kedua
➢ Bubuk agar, nutrijell, gula, asam sitrat dan natrium benzoat diaduk
merata agar tidak menggumpal, tambahkan pepaya yang telah
diblender dan masak hingga mendidih
➢ Pada saat yang bersamaan kocok putih telur di bowl yang kering
hingga setengah kembang, tambahkan gula pasir sebanyak 10 gr,
kocok kembali hingga putih telur mengembang dan kaku.
➢ Tuangkan adonan permen jeli (B1) ke dalam kocokan telur perlahan
sambil diaduk rata (menggunakan mixer agar adonan lebih
menyatu).
➢ Tuang adonan (B3) diatas jeli lapisan pertama (A2) dengan
permukaan jeli sudah membentuk lapisan namun bagian dalam jeli
belum keras atau jeli lapisan pertama masih suam-suam kuku.
Setelah itu dinginkan permen jeli hingga keras
Kualitas Produk
Bentuk : berbentuh bulan sabit
Aroma : memiliki aroma pepaya
Warna : warna yang dihasilkan adalah kuning keemasan
Rasa : memiliki rasa manis dan rasa pepaya
Tekstur : tekstur dari permen jeli pepaya adalah kenyal
Agar Powder 9 gr
Agar Nutrijell 30 gr
Sari Terong Belanda 500 cc
Asam Sitrat 0,25 gr
Gula 500 gr
Garam 0,50 gr
Natrium Benzoat 0,25 gr
Air 500 cc
Lapisan kedua
Bubuk Agar 18 gr
Agar Nutrijell 15 gr
Asam Sitrat 0,25 gr
Gula 250 gr
Garam 0,50 gr
Natrium Benzoat 0,25 gr
Air 500 cc
Putih telur 60 gr
Cara membuat
1) Lapisan pertama
➢ Bubuk agar, nutrijel, gula, asam sitrat dan natrium benzoat diaduk rata
agar tidak menggumpal, tambahkan sari buah terong belanda dan
masak hingga mendidih.
➢ Setelah itu tuang adonan ke dalam loyang.
2) Lapisan Kedua
➢ Bubuk Agar, nutrijeli, gula, asam sitrat dan natrium benzoat diaduk
rata agar tidak menggumpal, tambahkan ekstrak terong belanda dan
masak hingga mendidih.
➢ Pada saat yang bersamaan kocok putih telur dalam bowl yang kering
hingga setengah mengembang, tambahkan gula pasir sebanyak 10gr,
kocok kembali hingga putih telur mengembang dan kaku.
➢ Tuang adonan permen (b.1) ke dalam kocokan putih telur perlahan
sambil diaduk rata (gunakan mixer agar adonan lebih cepat menyatu).
Kualitas Produk
Bentuk : bentuk yang didapatkan seragam
Warna : warna yang didapatkan adalah warna anggur
Aroma : memiliki harum buah terong belanda
Rasa : memiliki rasa manis dan khas terong belanda
Tekstur : tekstur dari permen jeli terong belanda adalah kenyal
4. Manisan
Gula digunakan sebagai bahan pengawet. Kadar gula yang tinggi
menyebabkan air dalam bahan pangan akan terikat sehingga tidak dapat
dipergunakan oleh mikroba. Bahan pangan yang mempunyai gula tinggi berarti
mempunyai aw rendah dan cenderung untuk dirusak oleh ragi dan kapang, yaitu
kelompok mikroba yang mudah dibasmi dengan pemanasan.
Manisan buah, pada dasarnya dibuat dari buah dengan penambahan gula.
Manisan secara umum dibedakan atas manisan basah dan manisan kering.
Pembuatan manisan buah terjadi dengan peresapan sirup gula secara perlahan-
lahan ke dalam irisan buah sampai konsentrasi gula cukup tinggi untuk dapat
mencegah kerusakan. Pendidihan berulang dan perendaman dalam larutan gula
dengan konsentrasi yang lebih tinggi akan menyempurnakan hasil yang diperoleh.
Bahan kimia lain yang digunakan dalam pengolahan bahan pangan baik sebagai
pengawet, penyedap, pewarna, penstabil, pemanis dan sebagainya. Contohnya
antara lain: asam benzoat, asam sorbat, sulfurdioksida, asam sitrat, antioksidan,
vanili dan lain-lain.
Pepaya 500 gr
Gula Pasir 500 gr
Air 250 gr
Natrium benzoat 0,5 gr
Kapur sirih 5 gr
Cara membuat:
1) Buah dikupas, dan dibentuk bulat dengan moul, setelah itu dicuci bersih
dan ditiriskan.
2) Buah direndam lagi dengan air kapur sirih selama 30 menit, setelah itu
cuci kembali buah dengan air bersih supaya buah labu air tidak berasa
kapur sirih.
3) Larutkan gula dibuat dengan cara perebusan gula pasir sebanyan 1000 gr
dengan 1 liter air sampai mendidih, lalu diangkat dan disaring, setelah itu
larutkan gula dan masak lagi dengan menambahkan sitruzur, benzoate,
sampai mendidih dan menyerupai sirup gula. Buah dimasukkan ketika
larutan masih panas (diamkan selama 2 x 24 jam).
Dari hasil penelitian didapat resep terbaik dari produk Manisan Buah Labu
Air
Kayu manis 10 gr
Cara membuat
1) Buah dikupas, dan dibentuk bulat dengan moul, setelah itu dicuci bersih dan
ditiriskan.
2) Buah direndam lagi dengan air kapur sirih selama 30 menit, setelah itu cuci
kembali buah dengan air bersih supaya buah labu air tidak berasa kapur
sirih.
3) Larutkan gula dibuat dengan cara perebusan gula pasir sebanyan 1000 gr
dengan 1 liter air sampai mendidih, lalu diangkat dan disaring, setelah itu
larutkan gula dan masak lagi dengan menambahkan sitruzur, benzoate,
sampai mendidih dan menyerupai sirup gula. Buah dimasukkan ketika
larutan masih panas (diamkan selama 2 x 24 jam).
Kualitas Produk
Bentuk : bentuk bulat
Aroma : memiliki aroma labu air
Warna : memiliki warna putih
Rasa : memiliki rasa labu air dan manis
Tekstur : teksturnya kenyal
Dari hasil penelitian didapat resep terbaik dari produk Manisan Buah Tomat
Kapur Sirih 10 gr
Garam 30 gr
Cara membuat
1) Buah direndam lagi dengan air kapur sirih selama 2 jam, setelah itu cuci
kembali buah dengan air bersih supaya buah tidak berasa kapur sirih.
2) Larutkan gula 50%dimasak hingga kental, lalu dinginkan. Kemudian
masak larutan gula dengan tomat sampai buah menyusut.
3) Keluarkan kemudian susun diatas tampah, lalu jemur. Lakukan sebanyak
kali pengulangan dan jemur hingga kering.
Kualitas Produk
Bentuk : bentuk bulat
Aroma : memiliki aroma harum
Warna : memiliki warna kemerahan
Rasa : memiliki rasa tomat dan manis
Tekstur : teksturnya kenyal
5. Selai
Beberapa hasil penelitian pembuatan selai antara lain:
a. Pengaruh Gula Terhadap Kualitas Selai Embacang (Syafriani Buana, 2014)
Resep dasar yang digunakan adalah Resep Selai Nenas. Dari hasil penelitian
didapat resep terbaik dari produk Selai Ambacang
Resep Penelitian
Nama Bahan
Resep Standar 45% 55% 65%
Bubur Nenas 1000 gr - - -
Bubur Embacang - 1000 gr 1000 gr 1000 gr
Gula Pasir 350 gr 450 gr 550 gr 650 gr
Kayu Manis 2 gr 2 gr 2 gr 2 gr
Cengkeh 2 gr 2 gr 2 gr 2 gr
Garam 1 gr 1 gr 1 gr 1 gr
Pengental (Nutrijel) 3 gr 3 gr 3 gr 3 gr
Asan (Jeruk Peras) 50 gr 50 gr 50 gr 50 gr
Cara membuat
1) Kupas kulit buah embacang dan pisahkan daging buah dengan bijinya.
2) Buah yang sudah dikupas, dicuci bersih. Kemudian haluskan
menggunakan blender dengan kecepatan sedang.
3) Bubur embacang yang sudah dihaluskan kemudian disaring
menggunakan saringan agar tekstur menjadi halus pada hasil akhir
pengolahan.
4) Buah embacang yang telah dihaluskan kemudian ditimbang sesuai
takaran.
5) Campur embacang dengan bahan lain, panaskan dengan api kecil sambil
terus diadu hingga kental.
6) Selai yang sudah kental selanjutnya didinginkan dimasukkan ke dalam
gelas pudding plastik berwarna bening yang berukuran kecil dan
disajikan.
Kualitas Produk
Aroma : memiliki aroma embacang, hasil terbaik terdapat pada
penambahan 45%
Warna : memiliki warna kuning keemasan, hasil terbaik didapat pada
penambahan 65%
Rasa : memiliki rasa manis keasaman, hasil terbaik pada
penambahan 65%
Tekstur : tekstur lembut dan mudah dioles, hasil terbaik terdapat pada
penambahan 65%
Nenas 1000 gr
Gula Pasir 350 gr
Kayu manis Bubuk 2 gr
Natrium Benzoat 0,2 gr
Cara membuat
1) Timbang semua bahan baku dan bahan tambahan sesuai takarannya
2) Kupas kulit nenas dengan pisau yang tajam, pisahkan kulit, dan daging
buah. Kemudian buah nenas dicuci bersih dengan air yang mengalir.
3) Buah nenas dipotong-potong menjadi 4 bagian. Lalu daging nenas
diblender
4) Masukkan bubur buah ke dalam wajan, kemudian tambahkan gula
pasir dan kayu manis. Selama pemasakan bubur, buah nenas diaduk
secara perlahan-lahan hingga mendidih, tambahkan natrium benzoat
pada adonan bubur buah nenas dan diaduk hingga merata.
5) Masak adonan tersebut selama 30 menit. Menentukan tingkat
kematangan selai dilakukan dengan sendok. Caranya, sendok dicelupkan
ke dalam adonan kemudian diangkat. Apabila adonan meleleh tidak lama
setelah sendok diangkat dan terpisah menjadi dua maka adonan selai
sudah matang. Setelah itu angkat dari perapian.
6) Sterilkan terlebih dahulu wadah dan tutupnya sebelum digunakan untuk
mengemas selai nenas. Pensterilan dilakukan pada air mendidih selama
30 menit.
7) Masukkan selai nenas ke dalam botol gelas, lalu tutup rapat.
Dari hasil penelitian didapat resep terbaik dari produk Pembuatan Selai
Pepaya
Pepaya 1000 gr
Gula Pasir 350 gr
Kayu manis Bubuk 2 gr
Natrium Benzoat 0,2 gr
Cara membuat:
1) Timbang semua bahan baku dan bahan tambahan sesuai takarannya
2) Kupas kulit pepaya dengan pisau yang tajam, pisahkan kulit, daging
dan biji buah. Kemudian buah pepaya dicuci bersih dengan air yang
mengalir.
3) Buah pepaya dipotong-potong menjadi 4 bagian. Lalu daging pepaya
diblender
Kualitas Produk
Aroma : memiliki aroma pepaya
Warna : warna yang dihasilkan adalah kuning keemasan
Rasa : memiliki rasa manis dan rasa pepaya
Tekstur : tekstur dari selai pepaya adalah mengkilat dan halus
4) Panaskan salak yang sudah diblender, tambahkan gula pasir, dan kayu
manis pada api kecil sambil diaduk-aduk.
5) Tambahkan natrium benzoat ke dalam selai yang sedang dimasak.
6) Setelah selai masak, masukkan panas-panas ke dalam botol selai yang
sebelumnya telah disterilisasi.
7) Biarkan selai dingin, setelah itu ditutup dan disterilisasi dan simpan
Kualitas Produk
Aroma : memiliki aroma salak
Warna : warna yang dihasilkan adalah coklat muda
Rasa : memiliki rasa manis keasam-asaman
Tekstur : tekstur dari selai buah salak adalah mengkilat dan halus, mudah
dioles
Didihkan bubuk
agar, nutrijell,
gula,dan sari buah
Angkat dan
masukkan ke dalam
loyang
Didihkan bubuk
Permen Jelly Pengolahan agar, nutrijell, gula
dan ekstrak buah
Satukan adonan
permen dengan
putih telur
Cetak permen
sesuai selera
Jemur sampai
kering
Menyiapkan alat
Persiapan
dan bahan
Rendam buah
dengan kapur sirih
selama 2 jam
Manisan Pengolahan
Buat larutan gula
kemudian rendam
buah dengan air
gula hingga buah
menyusut
Masukkan manisan
Penyelesaian ke dalam plastik
kedap udara
1. Pewarna
Pewarna, yaitu Bahan Tambahan Pangan yang dapat memperbaiki atau
memberi warna pada pangan. Pewarna dari suatu produk makanan ataupun minuman
merupakan salah satu ciri khas yang sangat penting. Pewarna merupakan kriteria
dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara lain pewarna memberi petunjuk
mengenaai perubahan kimia dalam makanan. Pewarna, yaitu Bahan Tambahan
Pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan. Pewarna dari
suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu ciri khas yang sangat
penting. Pewarna merupakan kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan,
antara lain pewarna memberi petunjuk mengenaai perubahan kimia dalam makanan.
Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk memberi kesan menarik
bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi
perubahan warna selama proses pengolahan dan mengatasi perubahan warna selama
penyimpanan.
Pewarna makanan dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu pewarna
alami dan pewarna sintetis. Pewarna alami merupakan ekstrak (pigmen) dari tanaman
dan rempah-rempah (Gambar 6.7). Kekuatan warna pewarna alami lebih rendah
dibandingkan pewarna sintetis, selain itu tidak stabil dan peka terhadap oksidasi.
Pewarna sintetis terdiri dari bermacam-macam jenis serta mempunyai kekuatan
warna yang tinggi, sehingga dalam jumlah sedikti saja dapat mengimbangi pewarna
alami.
Produk yang sering menggunakan zat pewarna adalah minuman, produk
olahan susu, kembang gula, biskuit, roti, es krim, sosis, dan makanan kecil lainnya.
Konsentrasi yang digunakan tiap-tiap bahan berbeda-beda serta mempunyai batas
penggunaannya. Pemerintah telah mengatur penggunaan pewarna di dalam makanan,
serta batas penggunaannya.
Beberapa pewarna sintetis yang diizinkan di Indonesia antara lain:
carmoisin, amaranth, erithrosin, sunset yellow FCF, tartrazin, quineline yellow, fast
green FCF, brilliant blue FCF, indigo carmine dan violet GB. Batas masksimum
penggunaan diatur dalam SNI, sebagai contoh erithrosin maksimum ditambahkan
sebesar 300 mg/kg bahan. Akan tetapi masih banyak produsen makanan, terutama
pengusaha kecil, yang menggunakan bahan-bahan pewarna yang dilarang dan
berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang umumnya
mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, serta harganya
lebih murah dan produsen pangan belum mengetahui bahaya dari pewarna-pewarna
tersebut.
Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering ditemukan pada
makanan, terutama makanan jajanan, adalah Metanil Yellow (kuning metail) yang
berwarna kuning.dan Rhodamin B yang berwarna merah. Bahan pewarna kuning dan
merah tersebut sering digunakan dalam pembuatan berbagai macam makanan seperti
sirup, kue-kue, agar-agar, tahu, dan lain-lain. Kedua pewarna ini telah dibuktikan
dapat menyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelah
mengkonsumsi, oleh karena itu dilarang digunakan di dalam makanan walapun
dalam jumlah sedikit (K.A.Buckle, 2009).
Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetis adalah
dengan menggunakan pewarna alami (Gambar 6.7) seperti ekstrak daun pandan atau
daun suji, kunyit, kayu secang dan ekstrak buah-buahan yang pada umumnya lebih
aman. Akan tetapi penggunaan bahan pewarna alami juga ada batasannya sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan. Beberapa pewarna alami yang diizinkan
digunakan dalam pangan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Rl No.
722/Menkes/Per/IX/88 diantaranya adalah:
1) Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat digunakan untuk
mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), dan
yoghurt beraroma (150 mg/kg)
2) Beta-karoten, yaitu pewama alami berwarna merah-oranye yang dapat
digunakan untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), es krim (100
mg/kg), keju (600 mg/kg), lemak dan minyak makan (secukupnya)
3) Klorofil, yaitu pewarna alami berwarna hijau yang dapat digunakan untuk
mewarnai jem/jeli (200 mg/kg) atau keju (secukupnya)
4) Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning-oranye yang dapat
digunakan untuk mewarnai es krim dan sejenisnya (50 mg/kg), atau lemak dan
minyak ikan (secukupnya).
2. Pemanis Buatan
Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada
pangan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Pemanis buatan sering
ditambahkan ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula karena
memiliki kelebihan dibandingkan pemanis alami yaitu rasanya lebih manis,
membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis, tidak mengandung kalori
atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita
penyakit gula (diabetes) dan harganya lebih murah. Pemanis buatan yang paling
umum digunakan dalam pengolahan pangan di Indonesia adalah aspartame, sakarin
dan siklamat yang mempunyai tingkat kemanisan masing-masing 30 – 80 dan 300
kali gula alami, karena itu sering disebut sebagai “biang gula”. Batas penggunaan
maksimum adalah 11 mg/kg bahan. Penggunaan pemanis buatan dalam pangan diatur
melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan Keputusan
Kepala Badan POM No.UK.00.05.5.1.4547 Tahun 2004 tentang Persyaratan
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan.
3. Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat
proses degradasi bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi. Tetapi
tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet
dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.
Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya.
Suatu bahan mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak
efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang
berbeda-beda. Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan adalah garam, gula,
asam, benzoat, propionat, nitrit, nitrat, sorbat, dan sulfit.
1) Asam Propionat (Natrium Propionat atau Kalsium Propionat)
Sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Untuk bahan
tepung terigu, dosis maksimum yang digunakan adalah 0,32% atau 3,2 gram/kg
bahan; sedangkan untuk bahan dari keju, dosis maksimum sebesar 0,3% atau 3
gram/kg bahan.
2) Asam Sitrat (Citric Acid)
Merupakan senyawa intermedier dari asam organik yang berbentuk kristal atau
serbuk putih. Asam sitrat ini mudah larut dalam air, spriritus, dan ethanol, tidak
berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai
yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat juga terdapat dalam
sari buah-buahan seperti nenas, jeruk, lemon, markisa. Asam ini dipakai untuk
meningkatkan rasa asam (mengatur tingkat keasaman) pada berbagai pengolahan
minum, produk air susu, selai, jeli, dan lain-lain. Asam sitrat berfungsi sebagai
pengawet pada keju dan sirup, digunakan untuk mencegah proses kristalisasi
dalam madu, gula-gula (termasuk fondant), dan juga untuk mencegah pemucatan
berbagai makanan, misalnya buah-buahan kaleng dan ikan. Larutan asam sitrat
yang encer dapat digunakan untuk mencegah pembentukan bintik-bintik hitam
pada udang. Penggunaan maksimum dalam minuman adalah sebesar 3 gram/liter
sari buah.
3) Benzoat (Acidum Benzoicum atau Flores Benzoes atau Benzoic Acid)
Benzoat biasa diperdagangkan adalah garam natrium benzoat, dengan ciri-ciri
berbentuk serbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau, dan pada
pemanasan yang tinggi akan meleleh lalu terbakar. Benzoat (dalam bentuk asam,
atau garam kalium atau natrium benzoat) yaitu bahan yang digunakan untuk
mengawetkan minuman ringan dan kecap, serta sari buah, saus tomat, saus
sambal, jem dan jeli, manisan, agar.
4) Bleng
Merupakan larutan garam fosfat, berbentuk kristal, dan berwarna kekuning-
kuningan. Bleng banyak mengandung unsur boron dan beberapa mineral lainnya.
Penambahan bleng selain sebagai pengawet pada pengolahan bahan pangan
terutama kerupuk, juga untuk mengembangkan dan mengenyalkan bahan,
serta memberi aroma dan rasa yang khas. Penggunaannya sebagai pengawet
maksimal sebanyak 20 gram per 25 kg bahan. Bleng dapat dicampur langsung
dalam adonan setelah dilarutkan dalam air atau diendapkan terlebih dahulu
kemudian cairannya dicampurkan dalam adonan.
5) Natrium Metabisulfit
Natrium metabisulfit yang diperdagangkan berbentuk kristal. Pemakaiannya
dalam pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mencegah proses pencoklatan
pada buah sebelum diolah, menghilangkan bau dan rasa getir terutama pada ubi
kayu serta untuk mempertahankan warna agar tetap menarik. Natrium
metabisulfit dapat dilarutkan bersama-sama bahan atau diasapkan. Prinsip
pengasapan tersebut adalah mengalirkan gas SO2 ke dalam bahan sebelum
pengeringan. Pengasapan dilakukan selama +15 menit. Maksimum
penggunaannya sebanyak 2 gram/kg bahan. Natrium metabisulfit yang
berlebihan akan hilang sewaktu pengeringan.
Pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang
dilarang untuk digunakan dalam makanan dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya
boraks dan formalin. Boraks banyak digunakan dalam berbagai makanan seperti
baso, mie basah, pisang molen, lemper, buras, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit.
Selain bertujuan untuk mengawetkan, juga dapat membuat tekstur makanan lebih
kompak (kenyal), dan memperbaiki penampakan. Akan tetapi boraks sangat
berbahaya bagi kesehatan. Boraks bersifat sebagai antiseptik dan pembunuh kuman,
oleh karena itu banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk
bahan antiseptik pada kosmetik. Penggunaan boraks seringkali tidak disengaja karena
tanpa diketahui terkandung didalam bahan-bahan tambahan seperti pijer atau bleng
yang sering digunakan dalam pembuatan bakso, mie basah, lontong dan ketupat.
6. Antioksidan
Antioksidan adalah BTP yang digunakan untuk mencegah terjadinya
ketengikan pada makanan akibat proses oksidasi lemak atau minyak yang terdapat di
dalam makanan. Bahan-bahan yang sering ditambahkan antioksidan adalah lemak
dan minyak, mentega, margarin, daging olahan/awetan, ikan asin, dan lain-lain.
Bahan antioksidan yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya:
a. Alami (asam askorbat/vitamin C)
b. Sintetis Butil hidroksianisol (BHA) garam nitrat dan nitrit, natrium nitrit
c. Butil hidroksitoluen (BHT)
d. Propil galat
e. Tokoferol
Nilai gizi, dengan sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk maksud
teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.
7. Pengatur Keasaman
Pengatur keasaman (pengasaman, penetral), yaitu BTP yang dapat
mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman pangan. Fungsi
pengatur keasaman pada makanan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih
asam, lebih basa, atau menetralkan makanan. Pengatur keasaman mungkin
ditambahkan langsung ke dalam makanan, tetapi seringkali terdapat di dalam bahan-
bahan yang digunakan unuk membuat makanan. Beberapa pengatur keasaman yang
diizinkan untuk digunakan dalam makanan, diantaranya adalah :
9. Pengeras
Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya
pangan. Pengeras ditambahkan ke dalam makanan untuk membuat makanan menjadi
lebih keras atau mencegah makanan menjadi lebih lunak. Beberapa bahan pengeras
yang diizinkan untuk makanan diantaranya Kalsium glukonat, kalium klorida, kalium
sulfat.
10. Sekuestran
Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat ion logam pada makanan
sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstur makanan, atau mencegah
perubahan wama makanan. Beberapa bahan sekuestran yang diizinkan untuk
makanan diantaranya Asam fosfat, Isopropil sitrat, Kalsium dinatrium edetat
(EDTA), Monokalium fosfa.
11. Antikempal
Antikempal adalah Bahan Tambahan Pangan yang dapat mencegah
mengempal pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk. Codex
Alimentarius Commission (CAC) yang merupakan badan dunia yang dibentuk oleh
FAO dan WHO untuk menyusun standar, pedoman dan code of practice terkait
pangan, telah menetapkan bahwa BTP dikelompokkan menjadi 27 golongan yaitu:
antibuih, antikempal, antioksidan, pengkarbonasi, garam pengemulsi, gas untuk
kemasan, umektan, pelapis, pemanis, pembawa, pembentuk gel, pembuih, pengatur
atau yang tidak memenuhi persyaratan, tidak digunakan untuk menyembunyikan cara
kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan, tidak digunakan
untuk menyembunyikan kerusakan. Bahan Tambahan Pangan ada 2 kategori seperti:
a) GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik
misalnya gula (glukosa).
b) ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan
hariannya (daily intake) untuk melindungi kesehatan konsumen (Cahyadi, 2008).
b) Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut
c) Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera
d) Meningkatkan kualitas pangan, dan menghemat biaya.
g) Nitrofuranzon (nitrofuranzone)
h) Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)
Suhu tinggi baik diterapkan dalam pengawetan maupun pengolahan pangan. Memasak,
menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan yang menggunakan
panas. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak, lebih lezat, dan lebih
awet. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan pada
kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan
menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman karena pemanasan
menyebabkan racun-racun tertentu rusak, misalnya racun dari bakteri Clostridium botulinum.
Mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun disimpan dalam
wadah tertutup. Lamanya pemberian panas dan tingginya suhu pemanasan ditentukan oleh sifat
dan jenis bahan makanan serta tujuan dari prosesnya. Setiap jenis pangan memerlukan
pemanasan yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat di dalamnya. Pada
umumnya pengawetan dengan suhu tinggi tidak mencakup pemasakan, penggorengan, maupun
pemanggangan.
Pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi merupakan metoda pengolahan
yang telah lama digunakan orang dan paling populer digunakan di industri. Aplikasi panas pada
proses pengolahan pangan tentunya dimulai pada saat manusia menemukan api, yaitu ketika
manusia mulai memasak makanannya. Namun secara industri hal tersebut menjadi sangat
berkembang dengan ditemukannya proses pengalengan makanan yang dapat memperpanjang
umur simpan produk pangan beberapa bulan sampai tahunan.
Beberapa keuntungan dari proses pemanasan atau pemasakan ini adalah terbentuknya
tekstur dan cita rasa khas yang disukai; rusaknya atau hilangnya beberapa komponen anti gizi
(misalnya inhibitor tripsin pada produk kacang-kacangan); peningkatan ketersediaan beberapa
zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna protein dan kabohidrat; terbunuhnya
mikroorganisme sehingga meningkatkan keamanan dan keawetan pangan; menyebabkan
inaktifnya enzim-enzim perusak, sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan.
Pengawetan menggunakan suhu tinggi merupakan proses-proses komersial yang
menggunakan panas terkendali dengan baik, yaitu: sterilisasi, pasteurisasi, dan blansing. Dua
faktor yang harus diperhatikan dalam pengawetan dengan panas yaitu: (1) jumlah panas yang
diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba pembusuk dan patogen, (2) jumlah panas
yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan cita rasa makanan. Jumlah panas
yang diberikan dalam proses pengolahan pangan tidak boleh lebih dari jumlah minimal panas
yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba yang dimaksud. Dalam proses pemanasan ada
hubungan antara panas dan waktu, yaitu jika suhu yang digunakan rendah maka waktu
pemanasan harus lebih lama, sedangkan jika suhu tinggi waktu pemanasan singkat. Sebagai
contoh misalnya jumlah panas yang diterima bahan jika kita memanaskan selama 10 jam di
dalam air mendidih (1000C) kira-kira sama dengan memanaskan bahan tersebut selama 20
menit pada suhu 1210C.
Oleh karena itu spora bakteri tersebut harus dimusnahkan dengan pemanasan yang
cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu 121°C selama 15 menit
dengan menggunakan uap air bertekanan dalam autoklaf.
Proses perambatan panas melalui kemasan (misalnya kaleng dan gelas) dan
bahan pangan memerlukan waktu, maka dalam prakteknya pemanasan dalam autoklaf
akan membutuhkan waktu lebih lama dari 15 menit. Selama pemanasan dapat terjadi
perubahan-perubahan kualitas yang tidak diinginkan. Makanan tidak perlu dipanaskan
hingga steril sempurna agar aman dan memiliki daya tahan simpan yang cukup lama.
Semua makanan kaleng umumnya diberi perlakuan panas hingga tercapai keadaan steril
komersial. Biasanya daya tahan simpan makanan yang steril komersial adalah kira-kira
2 tahun. Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat pertumbuhan
mikroba, tetapi karena terjadi kerusakan pada sifat-sifat organoleptiknya akibat reaksi-
reaksi kimia.
Proses sterilisasi produk pangan juga harus memperhatikan faktor karakteristik
bahan pangan yang berkaitan dengan pH. Berdasarkan pada nilai pH-nya, produk
pangan dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar; yaitu (i) produk pangan
berasam tinggi (high acid foods) dengan < pH 4, (ii) produk pangan asam (acid foods)
dengan nilai pH 4 sampai 4.5, (iii) produk pangan berasam sedang dengan nilai pH 4,5
– 5 dan (iv) produk pangan berasam rendah (low acid foods) dengan nilai pH> 5. Bahan
pangan berasam tinggi seperti sari buah jeruk atau tomat, tidak memerlukan suhu yang
tinggi, sebab adanya asam yang bersifat mengawetkan. Jika kadar asam relative tinggi,
maka sterilisasi cukup dilakukan pada suhu 93,5oC selama 15 menit.
Pada produk steril komersial yang berasam rendah, terdapat resiko keamanan
pangan yang cukup tinggi. Pada kondisi penyimpanan normal tanpa pendinginan,
pangan berasam rendah yang belum mencapai kecukupan proses steril komersial akan
beresiko ditumbuhi mikroba. Selain itu spora yang tertinggal di dalam makanan
tersebut dapat bergerminasi kembali dan menyebabkan kebusukan atau kerusakan
makanan. Di lain pihak penggunaan suhu yang tinggi pada proses sterilisasi produk
pangan secara berlebihan, memungkinkan terjadinya kerusakan nilai gizi maupun aspek
organoleptik bahan pangan tersebut. Sehingga secara umum, proses sterilisasi
komersial perlu dikontrol dengan baik.
Spora bakteri umumnya tahan suhu tinggi dari sel vegetatifnya, maka sterilisasi
komersial bertujuan mematikan spora bakteri tersebut terutama spora bakteri pathogen
yang tahan panas. Kondisi proses sterilisasi komersial tersebut sangat tergantung pada
berbagai faktor, antara lain kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH,
jumlah mikroorganisme awal, dan lain-lain), jenis dan ketahanan panas
mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan, karakteristik pindah panas pada bahan
pangan dan wadah (kaleng), medium pemanas, dan kondisi penyimpanan setelah
sterilisasi.
Kemasan untuk produk pangan yang sudah mengalami sterilisasi sebaiknya
kondisinya kedap udara untuk mencegah terjadinya rekontaminasi. Dengan kondisi
kedap udara, maka akan terbatas jumlah oksigen (udara), sehingga mikroba yang
bersifat obligat aerob tidak dapat tumbuh pada produk tersebut. Walaupun demikian
perlu diperhatikan mikroba yang bersifat fakultatif atau obligat anaerob yang jika tidak
diperhatikan dengan seksama akan dapat menyebabkan pembusukan. Dari hal tersebut
dapat dikatakan bahwa produk pangan sudah steril komersial jika: a. suhu pemanasan
yang diberikan pada produk lebih dari 100oC; b. bebas dari bakteri patogen dan
pembentukan racun; c. bebas dari mikroorganisme yang dalam kondisi penyimpanan
dan penanganan normal dapat menyebabkan kebusukan; d. awet dan dapat disimpan
pada suhu kamar.
Produk pangan yang telah disterilisasi, proses pengemasannya akan mengalami
kondisi anaerobik. Hal ini akan memberikan keuntungan yaitu 1. spora bakteri
pembusuk umumnya tidak tahan panas sehingga lebih mudah dimusnahkan pada proses
pemanasan, dan 2. dapat mengurangi reaksi oksidasi yang mungkin terjadi baik selama
pemanasan maupun selama penyimpanan setelah diproses. Untuk mempertahankan
kondisi anaerobik ini, bahan pangan perlu dikemas dalam kemasan kedap udara
(hermetis) seperti kaleng, gelas, kantong plastik atau alumunium foil.
Metode proses sterilisasi ada tiga yaitu 1. Produk, dipanaskan terlebih dahulu,
dalam kondisi panas produk diisikan ke dalam wadah, ditutup dan didinginkan. Panas
dari produk digunakan untuk sterilisasi wadah atau kemasan yang digunakan. Saus dan
selai sering menggunakan metode ini; 2. Pengalengan konvensional, prosesnya yaitu
produk dimasukkan dalam kaleng, lalu ditutup dan setelah itu disterilisasi. Setelah
kecukupan panas tercapai, lalu didinginkan; 3. Aseptis yaitu proses dimana produk dan
kemasan disterilisasi secara terpisah, lalu diisikan ke dalam wadah steril pada ruangan
yang steril juga.
Lebih jelasnya, faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi produk antara lain:
jumlah dan jenis mikroba, ukuran container, reaksi atau pH bahan, jumlah kadar air
awal, kemudahan transfer panas, agitasi selama sterilisasi, volume dan komposisi
h. Komponen inhibitor
Ketahanan terhadap panas turun dengan adanya inhibitor misalnya: antibiotik, SO 2,
nitrit, dan lain-lain, inhibitor ditambahkan pada bahan makanan untuk mengurangi
penggunaan panas
i. Waktu dan suhu
Penambahan waktu pemanasan tidak selalu meningkatkan efek destruksi sel.
Semakin tinggi suhu pemanasan, semakin besar pengaruhnya terhadap destruksi
sel. Ukuran kontainer dan komposisinya (gelas, logam, plastik, dan lain-lain)
mempengaruhi efektivitas pemanasan
2. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses pengawetan yang dilakukan dengan pemanasan pada
suhu 65°C selama 30 menit. Nama ini diambil dari penemunya yaitu Louis Pasteur
seorang ahli mikrobiologi terkenal berkebangsaan Prancis. Louis Pasteur, yang
menemukan bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan pada minuman anggur
(wine) dapat diinaktifasikan dengan memberikan perlakuan panas pada suhu cukup
tinggi tetapi masih di bawah titik didih air. Proses pemanasan inilah yang kemudian
dikenal dengan proses pasteurisasi. Pasteurisasi kemudian berkembang dan
diaplikasikan secara luas pada susu dan sampai saat ini merupakan proses yang paling
populer di industri persusuan dunia
Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroba patogen
(penyebab penyakit; misalnya pada susu) atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat
merusak mutu (misalnya pada sari buah). Oleh karena itu harus diketahui terlebih
dahulu bahwa mikroba penyebab kebusukan yang utama adalah mikroorganisme yang
sensitif terhadap panas (misalnya khamir pada sari buah). Proses pasteurisasi yang
dilakukan pada suhu dan waktu tersebut, menyebabkan sebagian besar mikroba patogen
atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan
penyakit perut lainnya serta mikroba penyebab kebusukan telah mati, namun jenis
mikroba lainnya tetap hidup.
Pasteurisasi biasanya digunakan untuk susu, sari buah, anggur, makanan asam,
serta makanan lain yang tidak tahan suhu tinggi. Proses pasteurisasi tidak terlalu
merusak kandungan gizi serta mengubah aroma dan cita rasa. Tetapi karena tidak semua
jenis mikroba mati dengan proses ini, produk hasil pasteurisasi biasanya tidak memiliki
umur simpan yang lama. Misalkan susu yang dipasteurisasi tanpa pengemasan,
biasanya hanya tahan 1-2 hari dalam suhu kamar, sedangkan dalam suhu pendingin
hanya dapat bertahan hingga seminggu. Agar memperoleh hasil yang optimal,
pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara lain misalnya penyimpanan suhu rendah
dan modifikasi kemasan.
Proses pasteurisasi hanya mampu membunuh sebagian populasi mikroba,
namun proses pasteurisasi sering diaplikasikan terutama jika: 1. Dikhawatirkan bahwa
penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya kerusakan mutu
(misalnya pada susu). 2. Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh
mikroorganisme patogen (penyebab penyakit; misalnya pada susu) atau inaktivasi
enzim-enzim yang dapat merusak mutu (misalnya pada sari buah). 3. Diketahui bahwa
mikroorganisme penyebab kebusukan yang utama adalah mikroorganisme yang sensitif
terhadap panas (misalnya khamir/ragi pada sari buah); 4. Akan digunakan cara atau
metode pengawetan lainnya yang dikombinasikan dengan proses pasteurisasi, sehingga
sisa mikroorganisme yang masih ada setelah proses pasteurisasi dapat dikendalikan
dengan metode pengawetan tersebut (misalnya pasteurisasi dikombinasikan dengan
pendinginan, pengemasan yang rapat tertutup, penambahan gula dan/atau asam, dan
lainlain).
Jadi, secara umum tujuan utama pasteurisasi adalah untuk memusnahkan sel-
sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentukan toksin maupun pembusuk. Beberapa
mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi di antaranya adalah
bakteri penyebab penyakit seperti Mycobacterium tuberculosis (penyebab penyakit
TBC), Salmonella (penyebab kolera dan tifus) serta Shigella dysenteriae (penyebab
disentri). Di samping itu, pasteurisasi juga dapat memusnahkan bakteri-bakteri
pembusuk yang tidak berspora seperti Pseudomonas, Achromobater, Lactobacillus,
Leuconostoc, Proteus, Micrococcus dan Aerobacter serta kapang dan khamir.
Dengan demikian, secara umum proses pasteurisasi dapat mengawetkan produk
pangan dengan adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang
sensitif terhadap panas (terutama khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak
membentuk spora), tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahan/penurunan mutu gizi
dan organoleptik. Keampuhan proses pemanasan dan peningkatan daya awet yang
dihasilkan dari proses pasteurisasi ini dipengaruhi oleh karakteristik bahan pangan,
terutama nilai pH.
Pasteurisasi yang dilakukan pada susu dan sari buah menggunakan suhu di
bawah 1000C. Contohnya: pasterurisasi susu dilakukan pada suhu 61 – 63°C selama 30
menit, sedangkan pada sari buah dilakukan pada suhu 63 – 74°C selama 15 – 30 menit.
Proses pasteurisasi dilakukan dengan cara hot water bath. Wadah yang telah diisi
dengan bahan dan ditutup (sebagian atau rapat) dimasukkan ke dalam panci terbuka
yang diisi dengan air. Kemudian air dalam panci dipanaskan sampai suhu di bawah
100°C (71 – 85°C), sehingga aroma dan flavor tidak banyak berubah. Metode
pasteurisasi yang umum digunakan yaitu:
a HTST (High Temperature Short Time), yaitu pemanasan dengan suhu tinggi sekitar
750C dalam waktu 15 detik, menggunakan alat yang disebut Heat Plate Exchanger.
b LTLT (Low Temperature Long Time), yaitu pemanasan dengan suhu rendah sekitar
600C dalam waktu 30 menit.
c UHT (Ultra High Temperature), yaitu pemanasan dengan suhu tinggi 130°C selama
hanya 0,5 detik, dan pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi.
3. Blansir
Blansir adalah pemanasan pendahuluan yang biasanya dilakukan terhadap
buah-buahan dan sayur-sayuran pada suhu 82 – 93°C selama 3 – 5 menit. Blansir
berfungsi untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan
tersebut, di antaranya adalah enzim katalase dan peroksidase yang merupakan enzim-
enzim yang paling tahan panas di dalam sayur-sayuran.
Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang
akan dikalengkan atau dikeringkan. Di dalam pengalengan sayur-sayuran dan buah-
buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan blansing yaitu:
a. Membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam bahan.
b. Mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman, sehingga
mengurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum yang
baik dalam headspace kaleng.
c. Melayukan atau melunakkan jaringan tanaman, agar memudahkan pengisian bahan
ke dalam wadah.
d. Menghilangkan bau dan flavor yang tidak dikehendaki.
e. Menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran.
f. Memperbaiki warna produk, antara lain memantapkan warna hijau sayur-sayuran.
Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas (merebus)
atau dengan uap air (mengukus atau steam blanching). Merebus yaitu memasukkan
bahan ke dalam panci yang berisi air mendidih. Sayur-sayuran atau buah-buahan yang
akan diblansing dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke
dalam panci dengan suhu blansing biasanya 82 – 83°C selama 3 – 5 menit. Setelah
blansing cukup waktunya, keranjang kawat diangkat dari panci dan segera didinginkan
dengan air.
Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena warna bahan
akan menjadi kusam. Caranya adalah dengan mengisikan bahan ke dalam keranjang
kawat, kemudian dimasukkan ke dalam kukusan yang berisi air mendidih. Kukusan
ditutup dan langkah selanjutnya sama dengan cara perebusan.
Contoh produk pangan dengan pengolahan suhu tinggi antara lain saos, sirup dan
sarden. Cara pembuatan saos tomat sangat sederhana sehingga mudah diterapkan. Pada
prinsipnya pembuatan saos tomat adalah pengambilan sari buah tomat masak kemudian
diberi bumbu dan dimasak sampai mencapai ketentalan tertentu, dengan penambahan
bahan pengental antara lain ubi jalar kuning, CMC, tapioca atau maizena. Berikut resep
cara membuat saos tomat:
Bahan:
Buah tomat segar 1 kg
Gula pasir 250 gram
Cuka 25 cc
Garam halus 25 gram
Bunga pala 5 lembar
Cengkeh 5 buah
Kayu manis ½ jari
Merica 25 gram
Maizena 2 sdm
Bawang putih 1 siung
Bawang merah 2 siung
Peralatan:
Pisau
Panci pengukus
Wajan
Pengaduk kayu
Kompor
Baskom
Botol
Blender atau mesin giling
Saringan
Cara pembuatan:
1. Tomat dicuci dan dibersihkan dari sisa-sisa tangkainya
2. Kemudian dikukus selama 20 menit
3. Setelah dingin kulitnya dikupas dan daging tomat dihancurkan hingga halus dengan
menggunakan mesin penggiling atau blender
4. Bubur tomat yang dihasilkan kemudian disaring
5. Tambahkan gula pasir dan garam
Pada bahan pangan yang dikalengkan, perambatan panas yang terjadi dapat secara
konduksi dan konveksi, contohnya buah-buahan dalam kaleng yang diberi sirup,
perambatan panasnya terjadi secara konduksi pada buahnya dan konveksi pada sirupnya.
Di dalam makanan kaleng atau bahan yang dipanaskan terdapat tempat (titik) yang paling
lambat menerima panas yaitu yang disebut cold point. Pada bahan-bahan yang
merambatkan panas secara konduksi, cold point terdapat di tengah atau di pusat bahan
tersebut, sedangkan pada bahan-bahan yang merambatkan panas secara konveksi, cold
point terletak di bawah atau di atas pusat yaitu kira-kira seperempat bagian atas atau bawah
sumbu.
2. Autoklaf agitasi atau jenis horizontal, pada autoklaf jenis ini waktu pemanasan bisa
lebih singkat, karena itu terutama digunakan pada bahan yang bersifat cair atau semi-
cair. Kualitas bahan yang dihasilkan lebih baik. Head space mempengaruhi agitasi di
dalam kaleng, maka suhu dinding kaleng menjadi lebih rendah. Dengan demikian suhu
pengolahan dapat lebih tinggi dari 121°C, dan waktu pengolahan menjadi lebih singkat.
D. Pengalengan (Canning)
Proses pengalengan ditemukan oleh seorang ahli bernama Spallanzani pada tahun
1765. Dalam percobaannya ia membuktikan bahwa makanan yang dimasukkan dalam botol
terutup dengan gabus rapat-rapat dapat terhindar dari kebusukan apabila botol tersebut
dipanaskan cukup lama. Percobaan ini dilanjutkan oleh Nicolas Appert (1810) dari Perancis
yang dikenal sebagai Bapak industri pengalengan. Pengalengan baru populer setelah
penemuan Louis Pasteur (1860). Kemajuan pesat dalam industri pengalengan baru terjadi
setelah tahun 1900, setelah ditemukannya botol-botol dan kaleng-kaleng yang dapat ditutup
rapat serta cara-cara yang lebih baik untuk membunuh mikroba.
Pengalengan (canning) adalah suatu metode pengawetan bahan pangan yang siap
untuk dimakan dalam wadah yang tertutup rapat (hermetis) dan telah diberi perlakuan
dengan suhu tinggi untuk mencegah kerusakan. Prinsip pengalengan adalah membunuh
mikroba dengan menggunakan panas dan mencegah masuknya mikroba ke dalam wadah.
Jenis kemasan yang dapat dipakai untuk pengalengan makanan adalah kaleng, botol, dan
kemasan lentur. Kemasan yang paling banyak digunakan adalah kaleng dan botol.
Kaleng (tin–plate) adalah lembaran besi yang dilapisi dengan timah putih; pada
kebanyakan kaleng timah putihnya tidak kurang dari 0,25%. Kaleng merupakan wadah
yang tepat untuk sebagian besar bahan pangan. Bagian dalam dari kaleng kadang-kadang
diberi lagi suatu lapisan yang dikenal sebagai enamel untuk jenis-jenis makanan tertentu.
Fungsi utamanya adalah agar makanan dan kalengnya mempunyai penampakan
(appearance) yang menarik. Enamel harus mempunyai sifat: tidak beracun, bebas dari bau-
bauan dan flavor lain; tahan terhadap suhu pengolahan, tidak bereaksi dengan makanannya,
tahan terhadap keasaman dan tidak bereaksi dengan pigmen.
Sifat korosif bahan terhadap kaleng biasa dipengaruhi oleh adanya oksigen. Korosi
dipercepat jika pada kaleng terjadi penceratan atau lubang kecil dari lapisan timah putihnya.
Oleh karena itu penting sekali mengeluarkan udara dari dalam produk yang dikalengkan
dan menggantikannya dengan gas nitrogen (N2) atau divakumkan.
Keuntungan penggunaan tin-plate yaitu: kuat dan tegar, dapat dibentuk dengan
kecepatan tinggi menjadi kaleng dengan berbagai macam ukuran, memiliki ketahanan
terhadap karat jika disimpan dalam kondisi penyimpanan normal, memiliki kenampakan
yang menarik, tahan terhadap tekanan dan suhu pengolahan yang tinggi, serta mudah diberi
dekorasi.
Botol merupakan kemasan yang terbuat dari gelas, umumnya digunakan untuk
bahan makanan yang bersifat asam, yang hanya memerlukan perlakuan panas ringan atau
untuk bahan pangan yang bersifat sangat korosif seperti saus tomat dan acar. Ditinjau dari
sudut pengolahan, penggunaan botol memerlukan autoklaf tipe statis dengan kondisi
sebagai berikut:
1. Medium pindah panas yang digunakan harus berupa air yang super heated dengan uap,
sehingga suhu mencapai 115 – 126°C dan tekanan 20 – 30 psi agar tutup botol tidak
lepas.
2. Menaikkan suhu harus lebih lambat.
3. Proses termal harus menggunakan suhu yang lebih rendah dan waktu pemanasan yang
lebih lama.
4. Kecepatan pendinginan harus lebih lambat dan dikerjakan dalam autoklaf, dengan cara
menurunkan suhu dan tekanan secara berangsur-angsursampai mencapai suhu 65°C,
baru dipindahkan ke ruang pendingin.
untuk merapatkan penutupan kaleng. Hal ini dapat terjadi pada saat uap air mengembun
di dalam kaleng, maka tekanan di dalam head space menjadi turun, sehingga tekanan
atmosfer dari luar akan menekan tutup kaleng dan menjadi kuat.
4. Penghampaan (exhausting), bertujuan untuk mengurangi tekanan dari dalam kaleng
yang disebabkan oleh pengembangan pada waktu proses pemanasan. Dalam hal ini
udara, terutama oksigen, yang dapat mempercepat terjadinya korosi pada kaleng
dikeluarkan. Keuntungan lain dari exhausting adalah mencegah oksidasi makanan di
dalam kaleng dan mencegah pertumbuhan bakteri aerobik. Tanpa exhausting makanan
akan menjadi lunak (bubur) setelah pemanasan karena over pressure. Hal semacam itu
harus dihindari. Exhausting dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: (i)
melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam kondisi
panas, (ii) memanaskan kaleng beserta isinya sampai pada suhu 80-95°C dengan tutup
kaleng masih terbuka, atau (iii) secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan
sistem vakum.
5. Sterilisasi, bertujuan untuk membunuh semua mikroba yang masih terdapat di dalam
kaleng khususnya mikroba pembusuk dan mikroba yang berbahaya terhadap kesehatan
manusia. Kaleng yang sudah ditutup harus segera disterilisasi untuk mencegah
kontaminasi bakteri. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121°C selama 20 – 40 menit.
Setelah proses sterilisasi selesai, harus segera dilakukan pendinginan yang cepat untuk
mencegah pertumbuhan kembali bakteri thermofilik. Pendinginan dapat dilakukan di
dalam retort sebelum retort dibuka, atau di luar retort dengan cara menyemprotkan air.
Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah sangat diperlukan walaupun dalam
waktu yang singkat karena bertujuan untuk: mengurangi kontaminasi pada bahan pangan,
mengendalikan kerusakan oleh mikroba, serta mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme
sehingga kerusakan bahan pangan selama penyimpanan dapat diperkecil dalam bentuk belum
dipotong-potong.
Mikroba psikrofilik dapat tumbuh sampai suhu pembekuan air 0°C atau di bawahnya
dan pertumbuhan akan melambat pada suhu –10°C. Apabila air dalam bahan pangan telah
sempurna membeku maka mikroba tidak dapat berkembang biak. Tetapi pada beberapa bahan
pangan sebagian air belum membeku sampai suhu -9,5°C, hal ini disebabkan adanya
kandungan gula, garam atau zat-zat lainnya yang menurunkan titik beku. Meskipun suhu
pendinginan dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba, namun tidak dapat
digunakan untuk membunuh bakteri.
Pengaruh pendinginan terhadap bahan pangan yaitu penurunan suhu, hal ini akan
mengakibatkan penurunan proses kimia, proses mikrobiologi, proses biokimia yang
berhubungan dengan kerusakan atau pembusukan. Pada suhu di bawah 0°C air akan membeku
dan terpisah dari larutan membentuk es. Pengaruh pembekuan pada jaringan tergantung pada
kadar air dan komposisi sel. Pengaruh pembekuan pada suhu -12°C belum dapat diketahui
secara pasti, oleh sebab itu penyimpanan makanan beku pada suhu di bawah 18 0C akan
mencegah kerusakan mikrobiologis.
Pengolahan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan
proses metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan
sayuran tetap berlangsung setelah panen, sampai buah dan sayuran itu membusuk; dan
pertumbuhan bakteri di bawah suhu 10°C akan semakin lambat dengan semakin rendahnya
suhu. Proses metabolisme sendiri terganggu apabila terjadi perubahan suhu. Sehingga
penyimpanan suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan
pangan karena penurunan aktivitas respirasi dan aktivitas mikroorganisme. Lambatnya
pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi dasar dari proses pendinginan
dan pembekuan dalam pengawetan pangan. Proses pendinginan dan pembekuan tidak mampu
membunuh semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang
tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah
kebusukan pada bahan pangan tersebut.
Ketika pangan kembali disimpan dalam suhu normal, aktivitas mikroba akan kembali
normal. Oleh karena itu diperlukan perlakuan pada saat pengolahan makanan dengan
tujuan mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroba yang terdapat dalam pangan.
Perlakuan ini dapat dikombinasikan dengan prinsip pengawetan lain seperti penggunaan
suhu tinggi: blansing dan sterilisasi.
Pendinginan dan pembekuan dapat menyebabkan gangguan metabolisme. Hal ini
dikarenakan beberapa alasan: (1) Cold shock, penurunan suhu yang tiba-tiba akan
menyebabkan kematian bakteri terutama pada fase logaritmik saat usia bakteri masih
muda. (2) Pembekuan dapat menyebabkan pembentukan kristal es pada air didalam sel.
(3) Proses pendinginan di bawah titik beku dalam keadaan vakum secara bertingkat.
Metode ini akan menguapkan air di dalam sel tanpa melalui fase cair. Proses ini dinamakan
lyofilisasi.
B. Metode Pembekuan
1. Teknik-Teknik Pembekuan:
a. Pembekuan dalam udara dingin
Ada dua sistem yang dapat dipakai dalam pembekuan dengan metode ini
yaitu udara diam dan dengan hembusan udara. Pembekuan dengan udara diam
dilakukan dengan menempatkan bahan pangan yang dikemas atau yang lepas di
dalam ruangan pembekuan yang sesuai. Sementara itu, pembekuan dengan
hembusan udara dilakukan dengan menghembuskan udara dingin dengan
kecepatan sangat tinggi dengan bantuan kipas yang dipasang di dalam ruangan
pembekuan.
b. Pembekuan dengan kontak tidak langsung dengan zat pembeku
Suatu logam dicelupkan dalam larutan garam yang didinginkan,
kemudian bahan pangan dikontakkan dengan logam yang didinginkan dengan zat
pendingin (larutan garam). Bahan pangan juga dapat dikemas dalam kotak karton
dan ditempatkan pada sebuah plet logam yang diginginkan. Plat logam berupa
ban berjalan atau staesioner. Dan larutan pendingin dapat diam atau bergerak
secara turbulen.
c. Pembekuan dengan perendaman langsung
Pencelupan langsung bahan pangan dalam suatu zat pendingin cair
merupakan metode yang paling cepat. Produk-produk makanan dapat dibekukan
dengan cepat, karena adanya singgungan langsung antara bahan pangan dengan
zat pendingin yang sangat baik. Bahan pangan dapat dibekukan dalam sistem
cairan, dalam sistem semprotan dan dalam sistem kabut.
Nitrogen cair (titik didih -196°C) dan bahan pendingin bersuhu rendah lainnya
menjadi sangat penting akhir-akhir ini sehubungan dengan perannya dalam
pembekuan makanan secara cepat (rapid freezing), dimana teknik pembekuan lainnya
menghasilkan mutu yang rendah pada produk akhir. Perendaman langsung ke dalam
cairan nitrogen telah diganti dengan sistem penyemprotan langsung pada makanan
yang telah didinginkan terlebih dahulu oleh uap nitrogen yang bergerak berlawanan
dengan aliran makanan dalam terowongan berinsulator yang lurus atau berbentuk
spiral. Walaupun biaya operasi menggunakan nitrogen cair ini lebih tinggi, cara ini
mengurangi oksidasi permukaan makanan yang tidak dikemas dan hilangnya air dari
bahan pangan tersebut, dan keluwesan cara ini memungkinkan pembekuan untuk
berbagai jenis bahan pangan.
pembeku umumnya menunjukkan garis datar antara 0o dan -5°C berkaitan dengan
perubahan air menjadi es, kecuali jika kecepatan pembekuan sangat tinggi. Telah
ditunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melampaui daerah pembekuan ini
mempunyai pengaruh yang nyata pada mutu beberapa makanan beku. Umumya telah
diketahui bahwa pada tahapan ini terjadi kerusakan sel dan struktur yang ireversibel
yang mengakibatkan mutu menjadi jelek setelah pencairan, terjadi khususnya sebagai
hasil pembentukan kristal es yang besar.
pembeku umumnya menunjukkan garis datar antara 0o dan -5°C berkaitan dengan
perubahan air menjadi es, kecuali jika kecepatan pembekuan sangat tinggi. Telah
ditunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melampaui daerah pembekuan ini
mempunyai pengaruh yang nyata pada mutu beberapa makanan beku. Umunya telah
diketahui bahwa pada tahapan ini terjadi kerusakan sel dan struktur yang ireversibel
yang mengakibatkan mutu menjadi jelek setelah pencairan, hal ini terjadi sebagai hasil
pembentukan kristal es yang besar.
Suhu pertumbuhan minimum yang tertera dalam tabel di atas hanyalah angka
perkiraan dan secara eksperimental hanya berlaku untuk beberapa strain dari spesies
tertentu dan tidak dapat berlaku umum. Pada penyimpanan bahan makanan dalam
suhu beku, proses pembusukan oleh mikroorganisme masih dapat terjadi walau
sangat diperlambat. Proses kerusakan baru dapat dihentikan pada suhu di bawah -
18°C.
Suhu minimal hanya berlaku bila dalam keadaan lingkungan yang optimal.
Adanya perubahan sedikit saja pada nilai aw atau pH telah dapat menyebabkan
Buah-buahan yang akan disimpan pada suhu rendah harus yang bermutu baik
dan tidak memar. Sebelum didinginkan buah harus dicuci dan ditiriskan, jangan
disimpan dalam keadaan basah, karena akan merangsang pertumbuhan kapang, dan
pembusukan dapat cepat terjadi. Untuk mengurangi suatu kelayuan dan pengeringan,
buah dibungkus dalam kantong plastik yang berpori-pori agar tetap terjadi sirkulasi
udara. Suhu pendinginan yang digunakan tergantung pada jenis buah, biasanya suhu
pendinginan cocok untuk buah-buahan seperti strawberry, apel, dan mangga.
Pisang, advokat, nanas, dan semangka lebih baik tidak disimpan di dalam lemari
es, karena pada suhu di bawah 13,3°C akan terjadi chilling injury.
sangat mudah rusak. Jika disimpan pada suhu ruang (30°C), tidak sampai sehari
daging tersebut sudah akan rusak, dengan tanda-tanda kebusukan yang nyata. Oleh
sebab itu, diperlukan usaha untuk memperpanjang umur simpan daging, agar
penggunaannya dapat lebih luas dan lebih fleksibel.
Salah satu teknik untuk memperpanjang umur simpan daging adalah dengan
pembekuan. Tiga prinsip dasar pengawetan daging dengan pembekuan adalah
penghambatan: 1) kerusakan ”indogenus” atau autolisa oleh enzim, 2) kerusakan
kimiawi, dan 3) Pertumbuhan mikroba. Faktor-faktor intrinsik pada daging
mendukung laju pertumbuhan mikroorganisme yang cepat, yaitu karena: a)
Kandungan air untuk kebutuhan pertumbuhan mikroorganisme yang tinggi, dan b)
Kandungan lemaknya. Adanya lemak pada daging memberi kesempatan bagi jenis
lipolitik untuk tumbuh secara dominan sehingga menimbulkan tengik (rancid).
Kondisi lingkungan seperti tersedianya oksigen serta waktu dan suhu selama
penanganan dan penyimpanan merupakan faktor ekstrinsik yang juga berpengaruh
terhadap kerusakan daging dan produk olahannya.
Titik Kristis Pembekuan adalah suhu produk yang telah mencapai -18°C.
Pembekuan cepat umumnya memerlukan waktu pembekuan 30 menit, tergantung
ukuran, bentuk dan ketebalan produk. Pembekuan cepat berfungsi menjaga mutu
mikrobiologis dan memperlambat perubahan kimia.
Penanganan sebelum pembekuan yang salah misal daging terlalu lama
disimpan pada suhu lebih dari 10°C maka dapat menimbulkan kerusakan produk
seperti berlendir dan busuk. Akibat refreezing lambat maka terjadi penurunan mutu
produk, seperti:
a) Tekstur produk menjadi kering karena produk kehilangan air.
b) Terbentuk lapisan es pada permukaan produk.
c) Pada kemasan terbentuk lapisan (kristal es).
d) Produk menjadi pucat.
Mutu hygiene dan keamanan pangan, prinsip dasar pembekuan adalah bukan
dimaksudkan untuk membunuh mikroba, tetapi hanya menghambat pertumbuhannya
(walaupun tidak dipungkiri ada juga mikroba yang mati). Sehingga mutu hygiene
daging beku sangat tergantung dari mutu awal daging segarnya, dan kontaminasi
yang terjadi saat penanganan dan pengolahannya. Parasit, seperti cacing dan
larvanya, umumnya selama pembekuan mengalami kematian. Aspek negatif
keamanan pangan yang perlu diperhatikan adalah terbentuknya radikal bebas dan
peroksida akibat oksidasi lemak. Mutu teknologi. Produk daging beku mutu
teknologinya berbeda dengan mutu daging segar, baik menyangkut kemampuan
ekstraksi protein, kemampuan emulsi, maupun kemampuan mengikat air (WHC),
sehingga mutu produk olahan daging yang dibuat dari daging segar dan daging beku
sering berbeda jauh, terutama menyangkut tekstur, kekenyalan, dan juiciness. Hal ini
karena pada daging beku umumnya kandungan ATP sudah sangat sedikit, bahkan
tidak ada. Hal tersebut mengakibatkan struktur protein myofribrilnya menjadi tidak
mengembang dan sulit larut. Oleh sebab itu, agar tidak terlalu jauh dengan mutu
daging segar, pengolahan daging beku harus dibantu dengan Bahan Tambahan
Pangan seperti fosfat dan garam.
Thawing
Thawing sering kali menyebabkan perubahan atau penurunan mutu daging,
baik dari aspek mutu zat gizi, sensori, hygiene, keamanan pangan, maupun mutu
teknologi lebih signifikan dibandingkan perubahan mutu selama penyimpanan beku
sendiri. Oleh sebab itu, teknik thawing yang salah akan mengakibatkan penurunan
mutu yang berarti, dan sebaliknya thawing yang benar juga akan menjamin mutu
daging beku lebih stabil dan konsisten. Kesalahan thawing dapat mengakibatkan
kehilangan cairan daging yang terlalu banyak, sehingga rendemen turun, aroma dan
rasa daging jauh berkurang, struktur serat daging rusak sehingga mengakibatkan
penurunan mutu tekstur (menjadi liat misalnya), penurunan mutu teknologi, misalnya
dari segi kelarutan, dan daya emulsinya.
Prinsip thawing yang benar adalah thawing dilakukan seperti saat
pembekuannya. Daging atau produk pangan yang dibekukan dengan teknik lambat
harus dilakukan thawing dengan teknik lambat, daging yang dibekukan cepat dapat
dilakukan thawing dengan teknik cepat (namun yang terbaik adalah dengan thawing
lambat). Perlu juga diketahui bahwa jika pembekuannya dengan teknik lambat,
thawingnya juga harus dengan teknik lambat dengan kata lain thawingnya tidak boleh
cepat. Sebagai patokan mudahnya adalah, jika daging dibekukan pada suhu 0 s/d –
18°C, maka sebaiknya dilakukan thawing pada suhu chiller (0 s/d 5°C), sedangkan
daging yang dibekukan pada suhu -30 s/d -40°C dapat dilakukan thawing pada suhu
ruang AC atau dengan air mengalir, namun yang terbaik tentu saja dilakukan pada
suhu chiller.
untuk membersihkan perutnya. Dalam mencabut bulu digunakan air yang hangat agar
kulit tetap utuh. Jika mengunakan air yang terlalu panas dapat menyebabkan warna
kulit menjadi coklat dan mengering. Unggas dapat dibekukan dalam keadaan utuh
atau dipotong-potong. Sebaiknya, bagian yang berdaging dikemas bersama dan
bagian yang bertulang dikemas bersama pula. Masakan yang dibekukan lebih mudah
menghidangkannya karena cukup dengan memanaskan beberapa waktu saja, sudah
siap dihidangkan.
Perbedaan mutu masakan beku dengan masakan segar hanya sedikit sekali.
Umumnya ikan, daging dan unggas yang dimasak dengan sayuran dapat dibekukan
dengan hasil yang memuaskan. Untuk memperoleh flavor yang semaksimal
mungkin, maka masakan yang akan dibekukan harus segera didinginkan dan
dibekukan. Untuk mempercepat proses pendinginan, letakkan panci yang berisi air
es. Panci harus tetap tertutup agar flavor tidak hilang bersama uap. Segera
sesudah dingin, masakan dipindahkan segera ke wadah lain, diisi sampai penuh
tanpa disisakan ruang atas, ditutup, diberi etiket dan dibekukan.
Sayuran beku yang akan dikonsumsi perlu disegarkan kembali (thawing).
Cara yang terbaik adalah memasukkan langsung ke dalam air mendidih. Dengan
demikian flavor dan zat gizi lebih banyak yang tertahan. Jagung muda yang
bertongkol mempunyai kekecualian, yaitu harus disegarkan sampai suhu kamar
sebelum dimasak. Buah-buahan beku sebelum dihidangkan tidak perlu dimasak.
Sebaiknya buah-buahan tersebut tidak perlu dikeluarkan dari wadahnya sampai saat
menghidangkan tiba. Selama proses penyegaran (thawing) sebaiknya wadah dibalik
agar buah tetap tertutup sirup. Beberapa buah dihidangkan dalam keadaan setengah
beku, tetapi untuk jam, jeli dan preserve harus disegarkan secara sempurna agar
mudah diambil atau disedot. Penyegaran kembali di dalam lemari pendingin jauh
lebih baik dari pada di dalam suhu ruang.
Menyegarkan kembali daging, ikan dan unggas dapat dilakukan di dalam
lemari pendingin, suhu ruang, di depan kipas angin atau direndam di dalam air
mengalir bila ingin cepat. Menyegarkan kembali di dalam lemari pendingin adalah
cara yang paling baik karena daging tetap dalam keadaaan dingin sehingga
memperlambat pertumbuhan bakteri pembusuk pada permukaan bahan yang sedang
disegarkan. Untuk lebih mempercepat proses penyegaran kembali, dapat dilakukan
mula-mula di dalam lemari pendingin, lalu diikuti penyegaran kembali di dalam air
dingin yang mengalir tetapi bahan harus tetap dalam keadaan terbungkus rapat. Hal
yang perlu diperhatikan adalah memasak segera setelah bahan segar kembali sesudah
pembekuan. Penyegaran di luar lemari pendingin dapat menyebabkan terlalu banyak
kehilangan air dari jaringan.
Pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alami ikan.
Pembekuan menggunakan suhu yang lebih rendah, yaitu jauh dibawah titik beku
ikan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada ikan menjadi es,
tetapi pada waktu ikan beku dilelehkan kembali untuk digunakan, keadaan ikan harus
kembali seperti sebelum dibekukan. Kondisi beku menyebabkan bakteri dan enzim
terhambat kegiatannya, sehingga daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan ikan
yang hanya didinginkan. Pada suhu -12°C, kegiatan bakteri telah dapat dihentikan,
tetapi proses- proses enzimatis masih terus berjalan.
Kematian bakteri dalam keadaan beku disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1) Sebagian besar air di dalam tubuh ikan telah berubah menjadi es dan
persediaan cairan menjadi sangat terbatas. Dengan demikian bakteri akan
mengalami kesulitan untuk menyerap makanan, sehingga hidupnya terganggu
karena bakteri hanya dapat menyerap makanan dalam bentuk larutan.
2) Cairan di dalam sel bakteri yang ikut membeku mendesak dan memecah dinding
sel sehingga menyebabkan kematian bakteri.
3) Suhu rendah itu sendiri menyebabkan bakteri tidak tahan dan mati.
D. Proses Pembekuan
Tubuh ikan sebagian besar (60 – 80%) terdiri atas cairan yang terdapat di dalam
sel, jarinan dan ruangan-ruangan antar sel. Cairan itu berupa larutan koloid encer yang
mengandung berbagai macam garam (terutama kalium fosfat dasar) dan protein. Sebagian
besar cairan itu (± 67%) berupa air bebas (free water) dan selebihnya (± 5%) berupa air
terikat (bound water). Bound water adalah air yang terikat kuat secara kimia dengan
substansi lain dari tubuh ikan. Proses pembekuan berarti mengubah kandungan cairan itu
menjadi es. Ikan mulai membeku pada suhu antara -1oC sampai -2°C
Jika akan digunakan, ikan beku dicairkan terlebih dahulu. Dalam proses pencairan
kristal-kristal es di dalam daging mencair dan diserap kembali oleh daging. Sebagian kecil
cairan itu tidak diserap kembali. Cairan ini menetes atau mengalir keluar dari tubuh ikan
tersebut dan disebut dengan drip.
Pembekuan dapat dilakukan secara batch (setahap demi setahap, tiap tahap
merupakan proses yang lengkap), atau secara bersinambung (kontinyu) tergantung
pada rancangannya.
Dalam setiap proses dari persiapan pembekuan, terutama bila ikan harus
menunggu lama sebelum dibekukan, ikan harus didinginkan dengan berbagai cara
misalnya dengan es. Pendinginan ini perlu untuk menghambat pembusukan dan
menjaga agar ikan dalam keadaan baik waktu mulai dibekukan.
d. Precooling
Sebelum dibekukan, biasanya ikan didinginkan terlebih dahulu hingga
mencapai suhu yang mendekati titik beku. Hal ini perlu dilakukan untuk
mengurangi beban dari freezer dan mempercepat waktu pembekuan. Precooling
dapat dilakukan dengan es atau di dalam ruangan khusus yang disebut precooling
room. Suhu udara yang disarankan untuk precooling adalah tidak lebih rendah dari
-4°C.
Tahapan Prosedur
- Udang yang telah ditimbang dicuci kembali untuk
menghilangkan kotoran dan benda asing.
- Pencucian final dilakukan dua tahap, pertama menggunakan
Pencucian
air klorin dingin dengan konsentrasi 5 – 10 ppm lalu dicuci
Final
menggunkan air untuk mengurangi residu klorin.
- Suhu dari pencucian kurang dari 5°C.
- Pencucian dilakukan dengan hati – hati.
- Setelah dicuci udang disusun dalam inner pan/wadah.
- Penyusunan dilakukan dengan cepat untuk menghindari
Penyusunan &
penambahan suhu.
Pemberian Air
- Setelah udang disusun diisi dengan air dingin tanpa klorin.
- Pengisian air harus penuh
- Pembekuan dilakukan pada suhu optimum produk yaitu
18°C.
- Menggunakan sistem pembekuan cepat.
- Inner pan yang telah berisi susunan udang dimasukkan ke
Pembekuan
dalam contact plate freezer dan diisi dengan air dingin suhu
5°C.
- Pembekuan berlangsung selama 2,5 jam.
- Bahan pendingin yang digunakan adalah ammonia cair.
- Setelah pembekuan dikeluarkan dan langsung disiram
dengan air dingin untuk pelapisan.
- Penambahan air dingin dengan suhu 20°C.
- Pelapisan harus dilakukan dengan cepat
Pelapisan
- Setelah semua blok dilapisi dicelupkan pada air dengan suhu
(Glazing)
27 – 28°C.
- Produk yang telah dibungkus dengan plastik langsung
dideteksi dengan metal detector.
- Metal detector sebelum dioperasikan dicek terlebih dahulu.
- Produk sebelumnya dikemas dalam plastik HDPE kemudian
Pengemasan inner carton dan master carton.
- Pemisahan berdasarkan mutu dan ukuran.
Tahapan Prosedur
- Setelah produk dikemas, pemberian pita menggunakan
strapping band.
- Suhu ruangan untuk pengemasan maksimal 20°C.
- Produk disimpan dalam cold storage pada suhu -22°C.
Penyimpanan - Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan sistem FIFO
(first in first out).
2. Pembuatan Nugget Ayam Ras Petelur Afkir (Hari Affandi, 2016), resep dasar
yang digunakan adalah Resep Nugget Ayam seperti dibawah ini.
Ayam 500 gr Resep Butter
Tepung Roti 100 gr Tepung Terigu 100 gr
Tepung Tapioka 65 gr Telur 1 butir
Bawang Putih Halus 30 gr Pala Halus 2 gr
Bawang Merah Halus 30 gr Lada Halus 2 gr
Seledri Secukupnya Garam Halus ½ sdt
Pala Halus 2 gr
Garam Halus 1 sdt
Wortel 50 gr
Minyak Goreng 250 ml
Bawang Goreng 50 gr
Cara membuat:
a. Ayam ras petelur afkir yang telah digiling ditambahkan dengan garam, lalu
diaduk hingga rata.b. Campurkan semua bahan (wortel, seledri, pala halus,
tepung tapioka, tepung roti, bawang merah, bawang putih, bawang goreng)
hingga membentuk adonan yang tercampur rata.
b. Tuangkan adonan ke dalam loyang yang telah diolesi margarin dan dilapisi
dengan kertas roti, kemudian kukus selama 30 menit sampai matang.
c. Adonan dicetak dengan bentuk persegi empat panjang.
d. Adonan yang telah dibentuk dicelupkan ke dalam butter, kemudian dilumuri
dengan tepung roti.
e. Simpan dalam lemari pembeku (freezer).
Dari hasil penelitian didapat resep terbaik dari produk Pembuatan Nugget Ayam
Ras Petelur Afkir
Ayam Ras Petekur Afkir 250 gr
Tepung Roti 100 gr
Tepung Tapioka 65 gr
Bawang Putih Halus 30 gr
Bawang Goreng 50 gr
Seledri Secukupnya
Pala Halus 2 gr
Garam Halus 1 sdt
Wortel 50 gr
Minyak Goreng 250 ml
Cara membuat
a. Ayam ras petelur afkir yang telah digiling ditambahkan dengan garam, lalu
diaduk hingga rata.
b. Campurkan semua bahan (wortel, seledri, pala halus, tepung tapioka, tepung roti,
bawang merah, bawang putih, bawang goreng) hingga membentuk adonan yang
tercampur rata.
c. Tuangkan adonan ke dalam loyang yang telah diolesi margarin dan dilapisi
dengan kertas roti, kemudian kukus selama 30 menit sampai matang.
d. Adonan dicetak dengan bentuk persegi empat panjang.
e. Adonan yang telah dibentuk dicelupkan ke dalam butter, kemudian dilumuri
dengan tepung roti
f. Simpan dalam lemari pembeku (freezer)
Kualitas Produk
Aroma : memiliki aroma yang harum
Bentuk : persegi empat panjang dan rapi
Warna : warna yang dihasilkan adalah kuning keemasan
Rasa : memiliki rasa gurih
Tekstur: tekstur dari nugget adalah kenyal, berserat halus, renyah dan tidak
berminyak
3. Pembuatan Nugget Ampas Tahu (Rahmi Safitri, 2016), resep dasar yang
digunakan adalah Resep Nugget Ayam.
Hasil penelitian didapat resep terbaik dari produk Pembuatan Nugget Ampas Tahu
Ampas Tahu 500 gr
Tepung Tapioka 50 gr
Telur 2 butir
Bawang Putih 30 gr
Merica 2 gr
Garam 2 gr
Pala 2 gr
Wortel 50 gr
Tepung Terigu 100 gr
Tepung Roti 100 gr
Seledri 50 g
Bawang Goreng 50 g
Bawang Merah 30 gr
Minyak Goreng 500 ml
Cara membuat
a. Ampas tahu dibersihkan dari mata berwarna hitam yang terdapat pada kacang
kedeli yang kita lihat biasanya.
b. Ampas tahu dicuci dengan menggunakan air panas, ini bertujuan agar ampas
tahu yang didapat benar-benar bersih.
c. Peras ampas tahu menggunakan kain kasa sampai air tidak keluar lagi pada
saat diperas.
d. Haluskan wortel, lada, pala, lalu dicampur dengan tepung tapioka, dan masukkan
bawang putih, bawang merah yang sudah dihaluskan. Masukkan telur, dan
bawang goreng hingga membentuk adonan yang teraduk rata.
e. Tuangkan adonan ke dalam loyang yang telah diolesi margarin dan dilapisi kertas
roti. Kemudian dikukus selama 30 menit (sampai matang)
f. Adonan dicetak dengan bentuk dan ukuran sesuai selera
Kualitas Produk
Aroma : memiliki aroma sangat harum
Bentuk : berbentuk persegi panjang dengan ukuran (3 x 6 x 1,5 cm)
Warna : warna yang dihasilkan adalah kuning keemasan
Rasa : memiliki rasa gurih
Tekstur: teksturnya adalah kenyal
Bawang Putih 15 gr
Bawang Merah 15 gr
Bawang Goreng 25 gr
Seledri 5 gr
Pala Halus 1 gr
Garam 5 gr
Cara membuat:
a. Bersihkan daging ikan dan cuci bersih. Kemudian masukkan daging ikan dan
garam ke dalam mesin food procesor untuk dihaluskan.
b. Sebelum diparut, wortel dikupas kulitnya dan dicuci bersih dengan air mengalir
terlebih dahulu, lalu diparut menggunakan parutan secara berlawanan arah.
c. Haluskan semua bumbu, campurkan daging ikan, wortel, tepung tapioka,
tepung panir, bawang goreng, bumbu halus dan diaduk hingga menjadi adonan.
Tuangkan adonan ke dalam loyang yang sudah diolesi margarin dan dilapisi
kertas roti, kemudian dikukus 30 menit sampai matang.
d. Adonan yang telah matang diiarkan dingin dan kemudian dicetak dengan
cetakan cookies berbentuk bintang.
e. Campurkan tepung terigu, telur, pala, lada, garam dan aduk hingga rata. Adonan
yang sudah dicetak lalu dicelupkan ke dalam butter.
f. Adonan yang sudah diberi butter digulingkan keatas tepung roti hingga tertutup
semua permukaanya dengan sedikit ditekan-tekan, supaya tepung lebih lengket.
g. Adonan dimasukkan ke dalam kotak atau bungkus rapi dengan plastik.
Kemudian masukkan ke dalam freezer.
Hasil penelitian didapat resep terbaik dari produk Penggunaan Lokan Dalam
Pembuatan Nugget
Daging Lokan 250 gr
Tepung Tapioka 25 gr
Tepung Panir 50 gr
Bawang Merah 15 gr
Seledri 5 gr
Pala Halus 1 gr
Cara membuat
a. Bersihkan lokan dari kotoran dengan membelah dua badan lokan menggunakan
pisau dan cuci bersih. Kemudian masukkan daging lokan dan garam ke dalam
mesin food procesor untuk dihaluskan.
b. Sebelum diparut, wortel dikupas kulitnya dan dicuci bersih dengan air mengalir
terlebih dahulu, lalu diparut menggunakan parutan secara berlawanan arah.
c. Haluskan semua bumbu, campurkan daging lokan, wortel, tepung tapioka,
tepung panir, bawang goreng, bumbu halus dan diaduk hingga menjadi adonan.
Tuangkan adonan ke dalam loyang yang sudah diolesi margarin dan dilapisi
kertas roti, kemudian dikukus 30 menit sampai matang.
d. Adonan yang telah matang diiarkan dingin dan kemudian dicetak dengan
cetakan cookies berbentuk bintang.
e. Campurkan tepung terigu, telur, pala, lada, garam dan aduk hingga rata. Adonan
yang sudah dicetak lalu dicelupkan ke dalam butter.
f. Adonan yang sudah diberi butter digulingkan keatas tepung roti hingga tertutup
semua permukaanya dengan sedikit ditekan-tekan, supaya tepung lebih lengket.
Kualitas Produk
Bentuk : berbentuk bintang dan rapi
Aroma : memiliki aroma lokan
Warna : warna yang dihasilkan adalah kuning keemasan dan bagian dalam abu-abu
kecoklatan
Rasa : memiliki rasa gurih dan khas lokan
Tekstur: tekstur dari nugget adalah kenyal
Cara membuat
a. Sebelum dikukus tempe ditimbang dahulu sesuai dengan resep, lalu tempe
dipotong kecil-kecil, kemudian tempe dikukus ± 30 menit. Selanjutnya tempe
dimasukkan ke dalam mesin food processor untuk dihancurkan hingga halus.
b. Rumput laut dicuci terlebih dahulu, lalu direndam dengan air selama ±4 jam.
Setelah kembang, rumput laut dimasukkan ke dalam food processor untuk
dihancurkan hingga halus.
c. Sebelum diparut, wortel dikupas kulitnya dan dicuci terlebih dahulu, lalu
diparut penggunakan parutan.
d. Bawang bombay dan bawang putih dikupas kulitnya kemudian
dihaluskan.
e. Telur yang dipakai bagian putihnya saja.
f. Semua bahan dicampur (tempe, rumput laut, wortel, bumbu halus dan putih
telur, lada, dan garam) lalu diaduk hingga adonan homogen.
g. Setelah adonan tercampur rata, adonan ditipiskan menggunakan rolling pin
dengan ketebalan 1 cm. Bekukan adonan pada freezer selama 30 menit lalu
adonan dicetak menggunakan cetakan cookies.
h. Campurkan tepung terigu, tepung maizena, susu krim, bawang bombay,
bawang putih, garam dan air aduk hingga rata.
i. Adonan yang dicetak lalu dicelupkan ke dalam butter. Kemudian gulingkan
diatas tepung roti hingga tertutup semua permukaannya ditekan-tekan supaya
tepung lebih lengket. Simpan di freezer.
Kualitas Produk
Aroma : memiliki aroma harum pada penambahan 50%
Warna : warna terbaik adalah kuning keemasan pada penambahan 100%
Rasa : rasa langu tidak terasa pada penambahan 100%
Tekstur : tekstur kenyal terbaik terdapat pada penambahan 100%
Dari hasil diatas didapat bahwa resep terbaik terdapat pada penambahan 100%.
6. Penggantian Wortel dengan Jagung pada Pembuatan Nugget Ikan (Mirna Misluna,
2015)
Resep dasar yang digunakan adalah Resep Nugget Ikan. Dari hasil penelitian didapat
resep terbaik dari Produk Penggantian Wortel dengan Jagung Pada Pembuatan
Nugget Ikan yaitu:
Daging Ikan 500 gr Resep Butter
Jagung 50 gr Tepung Terigu 100 gr
Tepung Roti 100 gr Telur 1 butir
Tepung Kanji 65 gr Tepung Roti 100 gr
Bawang Putih Halus 30 gr Lada Halus 2 gr
Bawang Merah Halus 30 gr Garam Halus ½ sdt
Bawang Goreng 75 gr
Seledri 20 gr
Pala Halus 3 gr
Garam 1 ½ sdt
Minyak Goreng 250 cc
Cara membuat
a. Daging giling ditambahkan garam kemudian diaduk rata.
b. Campurkan semua bahan yang sudah dihaluskan dengan ikan hingga
adonan tercampur rata.
c. Tuangkan adonan ke dalam loyang yang telah diolesi margarine dan dilapisi
dengan kertas roti, kemudian dukukus selama 30 menit sampai matang.
d. Adonan dicetak dengan bentuk persegi panjang dan rapi.
e. Adonan yang telah dibentuk dicelupkan ke terigu lalu celupkan dalam telur,
kemudian dilumuri dengan tepung roti.
f. Setelah itu keluarkan dan goreng dalam minyak panas hingga kuning
keemasan. Angkat dan sajikan.
Kualitas Produk
Bentuk : bentuk persegi panjang dan seragam
Aroma : memiliki aroma harum
Warna : memiliki warna kuning keemasan pada bagian luar dan krem pada bagian
dalam
Kualitas Produk
Bentuk : bentuk persegi panjang dan seragam
Aroma : memiliki aroma harum
Warna : memiliki warna kuning keemasan
Rasa : memiliki rasa gurih
Tekstur: teksturnya kenyal
Dari hasil Penelitian didapat resep terbaik dari produk Pembuatan Bakso dari Pensi
Pensi 250 gr
Es Batu 35 – 40 gr
Garam 6,25 gr
Gula Pasir 2,5 gr
Daun Bawang 1 batang
Tepung Tapioka 25 – 37,5 gr
Putih Telur 11,25 – 18,75 gr
Bawang Putih 3,75 gr
Merica 1,25 gr
Cara membuat
a. Bersihkan pensi menggunakan air dingin. Haluskan pensi dengan es batu
menggunakan food processor, sisihkan
b. Tambahkan tepung tapioka, bawang putih halus, gula garam dan merica, ke
dalam pensi yang telah dihaluskan, kemudian haluskan lagi hingga adonan
tercampur rata
c. Masukkan putih telur ke dalam adonan sambil diaduk hingga kalis
d. Adonan dibentuk menjadi bulatan yang rapi. Pembentukan dilakukan
menggunakan dua buah sendok dengan cara dipindah-pindahkan sehingga
menjadi bulat
e. Masukkan bakso yang telah dibentuk ke dalam air mendidih dan rebus
hingga bakso mengapung dipermukaan air. Angkat dan tiriskan
Kualitas Produk
Bentuk : bentuk yang didapatkan seragam, yaitu berbentuk bulat
Aroma : memiliki aroma pensi
Rasa : memiliki rasa gurih dan khas pensi
Tekstur : tekstur dari bakso pensi adalah kenyal dan berserat halus
9. Pembuatan Bakso Daging Ayam Ras Telur Afkir (Dia Roris, 2015)
Resep dasar yang digunakan adalah Resep Bakso Daging.
Daging Sapi 250 gr
Es Batu 30 gr
Garam 7 gr
Gula Pasir 5 gr
Tepung Tapioka 25 gr
Tepung Terigu 15 gr
Putih Telur 20 gr
Bawang Putih 8 gr
Merica 1 gr
Cara membuat
a. Bersihkan daging menggunakan air dingin, kemudian potong daging menjadi
½ cm x ½ cm
b. Haluskan daging bersama serutan es, gula, dan garam menggunakan food
processor, sisihkan
c. Tambahkan tepung tapioka, tepung terigu, putih telur, bawang putih halus, dan
merica ke dalam daging yang telah dihaluskan, kemudian diaduk hingga adonan
tercampur rata
d. Siapkan air rebusan yang telah mendidih
e. Adonan dibentuk menjadi bulatan berdiameter 2 cm. Pembentukan dilakukan
dengan cara dikepal-kepal dan dan ditekan hingga muncul bulatan bakso diantara
ibu jari dan telunjuk, kemudian diambil menggunakan sendok.
f. Masukkan bakso yang telah dibentuk ke dalam air mendidih dan direbus hingga
bakso mengapung dipermukaan air.
Dari hasil Penelitian didapat resep terbaik dari produk Pembuatan Bakso Daging
Ayam Ras Telur Afkir
Daging Sapi 65,5 gr
Es Batu 30 gr
Gula Pasir 5 gr
Tepung Tapioka 25 gr
Putih Telur 20 gr
Merica 1 gr
Cara membuat
a. Bersihkan daging menggunakan air dingin, kemudian potong daging menjadi ½
cm x ½ cm
b. Haluskan daging ayam dengan menggunakan food processor, sisihkan
c. Haluskan daging bersama serutan es, gula, dan garam menggunakan food
processor, sisihkan
d. Tambahkan ayam yang telah dihaluskan, tepung tapioka, tepung terigu, putih
telur, bawang putih halus, dan merica ke dalam daging yang telah dihaluskan,
kemudian diaduk hingga adonan tercampur rata
e. Siapkan air rebusan yang telah mendidih
f. Adonan dibentuk menjadi bulatan berdiameter 2 cm. Pembentukan dilakukan
dengan cara dikepal-kepal dan dan ditekan hingga muncul bulatan bakso diantara
ibu jari dan telunjuk, kemudian diambil menggunakan sendok.
g. Masukkan bakso yang telah dibentuk ke dalam air mendidih dan direbus hingga
bakso mengapung dipermukaan air.
Kualitas Produk
Bentuk : bentuk yang didapatkan seragam, yaitu berbentuk bulat dengan diameter 2
cm
Aroma : memiliki aroma ayam
Warna : memiliki warna putih keabu-abuan
Rasa : memiliki rasa gurih dan rasa ayam
Tekstur : tekstur dari bakso daging jamur tiram adalah kenyal dan berserat halus
10. Penggunaan Jamur Tiram Pada Pembuatan Bakso Daging Sapi (Hangga Permana,
2015)
Resep dasar yang digunakan adalah Resep Bakso Daging. Dari hasil penelitian, resep
terbaik dari produk Penggunaan Jamur Tiram Pada Pembuatan Bakso Daging Sapi
adalah:
Daging Sapi 65,5 gr
Es Batu 30 gr
Garam 7 gr
Tepung Tapioka 25 gr
Putih Telur 20 gr
Bawang Putih 8 gr
Cara membuat:
a. Bersihkan daging menggunakan air dingin, kemudian potong daging menjadi
½cm x ½ cm
b. Bersihkan jamur tiram dan kukus hingga matang
c. Haluskan jamur tiram dengan menggunakan food processor, sisihkan
d. Haluskan daging bersama serutan es, gula, dan garam menggunakan food
processor, sisihkan
e. Tambahkan jamur tiram yang telah dihaluskan, tepung tapioka, tepung terigu,
putih telur, bawang putih halus, dan merica ke dalam daging yang telah
dihaluskan, kemudian diaduk hingga adonan tercampur rata
f. Siapkan air rebusan yang telah mendidih
g. Adonan dibentuk menjadi bulatan berdiameter 2 cm. Pembentukan dilakukan
dengan cara dikepal-kepal dan dan ditekan hingga muncul bulatan bakso diantara
ibu jari dan telunjuk, kemudian diambil menggunakan sendok.
h. Masukkan bakso yang telah dibentuk ke dalam air mendidih dan direbus hingga
bakso mengapung dipermukaan air.
Kualitas Produk
Bentuk : bentuk yang didapatkan seragam dan berbentuk bulat
Aroma : memiliki aroma jamur tiram
Warna : memiliki warna coklat muda
Rasa : memiliki rasa gurih dan rasa jamur tiram
Tekstur: tekstur dari bakso daging jamur tiram adalah kenyal dan berserat halus
11. Pengaruh Substitusi Jantung Pisang Terhadap Kualitas Bakso Daging Sapi (Faisal
Rahman Syukri, 2014)
Resep dasar yang digunakan adalah Resep Bakso Daging. Dari hasil penelitian
didapat resep terbaik dari produk Substitusi Jantung Pisang Terhadap Kualitas
Bakso Daging Sapi
Resep Penelitian
No Komponen
Kontrol 15% 30% 45%
1 Daging Sapi 250 gr 212,5 gr 175 gr 137,5 gr
2 Jantung Pisang - 37,5 gr 75 gr 112,5 gr
3 Es Batu 30 gr 30 gr 30 gr 30 gr
4 Garam 7 gr 7 gr 7 gr 7 gr
5 Gula Pasir 5 gr 5 gr 5 gr 5 gr
6 Tepung Tapioka 25 gr 25 gr 25 gr 25 gr
7 Tepung Terigu 15 gr 15 gr 15 gr 15 gr
8 Putih Telur 20 gr 20 gr 20 gr 20 gr
9 Bawang Putih 8 gr 8 gr 8 gr 8 gr
10 Merica 1 gr 1 gr 1 gr 1 gr
Cara membuat
a. Bersihkan daging menggunakan air dingin, kemudian potong-potong daging
menjadi ½ cm x ½ cm.
b. Bersihkan jantung pisang dan kukus hingga matang.
c. Haluskan jantung pisang dengan menggunakan food processor, sisihkan.
d. Haluskan daging bersama serutan es, gula, dan garam menggunakan mesin food
processor, sisihkan.
e. Tambahkan jantung pisang yang telas dihaluskan, tepung tapioka, tepung terigu,
putih telur, bawang putih halus, dan merica, ke dalam daging yang telash
dihaluskan, kemudian diaduk hingga adonan tercampur rata.
f. Siapkan air rebusan yang telah mendidih.
g. Adonan dibentuk menjadi bulatan berdiameter 2cm. Pembentukan dilakukan
dengan cara dikepalkepal dan ditekan hingga muncul bulatan bakso diantara ibu
jari dan telunjuk, kemudian diambil menggunakan sendok.
h. Masukkan bakso yang telah dibentuk ke dalam air mendidih dan rebus hingga
bakso mengapung dipermukaan air.
i. Angkat dan tiriskan.
Kualitas produk bakso substitusi jantung pisang yang terbaik adalah bakso dengan
subtitusi sebesar 15%, dengan rincian sebagai berikut:
Bentuk : bentuk bakso adalah bulat
Warna : warna yang dihasilkan adalah abu-abu
Rasa : memiliki rasa gurih
Tekstur : teksturnya kenyal
Penyelesaian
Masukkan ke dalam
plastik atau wadah,
simpan di freezer
Penyelesaian
Masukkan ke dalam
plastik atau wadah,
simpan di freezer
DAFTAR PUSTAKA
Aan Rahmadewi. Faridah A. dan Rahmi Holinesti. 2014. Pengaruh Kadar Gula Terhadap
Kualitas Permen Jelly Rumput Laut. Skripsi. UNP. Padang.
Almatsier, Sunita. 2013. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Bell LN, Labuza TP. 2000. Moisture Sorption: Practical Aspect of Isoterm Measurement and
Use. Minnesota. USA: American Association Cereal Chemist.
Buckle KA, RA Edward, GH Fleet, dan M Wooton. 2009. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
Burows IE, Barker D. 1976. Intermediate Moisture Food. Di dalam R Davies, GG Birch, KJ
Parker. Intermediate Moisture Food. London: Applied Science Publisher.
Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara.
Jakarta.
Cahyo Saparinto dan Diana Hidayati. 2009. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius. Yogyakarta.
Cecep Dani Sucipto. 2016. Keamanan Pangan untuk Kesehatan Manusia. Gosyen Publishing.
Daulay, D. 1990. Fermentasi Asam Laktat dalam Pengolahan Pangan. PAU. IPB. Bogor
Dauley. 2002. Quality Assurance in Food Processing: Practical Guide. New York: Chapman
and Hall.
Dia Roris. 2015. Pembuatan Bakso Daging Ayam Ras Telur Afkir. Proyek Akhir. UNP.
Padang
Faisal Rahman Syukri, Faridah. A. Rahmi Holinesti. 2014. Pengaruh Substitusi Jantung Pisang
Terhadap Kualitas Bakso Daging Sapi. Skripsi. UNP. Padang
Faridah A, Rahmi Holinesti dan Firdaus. 2014. Uji Organoleptik Nugget Tempe Dengan
Penambahan Wortel dan Rumput Laut. Prosiding Seminar Nasional. UPI Bandung.
Fillows. P. 2009. Food Processing Technology. Principles And Practice 3rd Edition. CRC.
Press. Washington DC
Fitri Yuliani. 2013. Pembuatan Manisan Labu Air. Proyek Akhir. UNP. Padang. Frazier WC.
2001. Food Microbiology. CRC Press. New York.
Gaman, P. P-K. B. Sherrington. 1994. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi.
Gajahmada Press. Yogyakarta.
García, L., Cova, A., Sandoval, A. J., Müller, A. J., and Carrasquel, L. M. 2012. Glass
transition temperatures of cassava starch-whey protein concentrate systems at low
and intermediate water content. Carbohydrate Polymers, 87(2): 1375–1382.
Hallsworth JE. 2018. Stress-free microbes lack vitality. Fungal Biology. 122: 379-385
Hangga Permana, 2015. Penggunaan Jamur Tiram Pada Pembuatan Bakso Daging Sapi.
Proyek Akhir. UNP. Padang.
Hari Affandi. 2016. Pembuatan Nugget Ayam Ras Petelur Afkir. Proyek Akhir. UNP.
Padang.
Heldman D.R. and R.P. Singh. 1981. Food Process Engineering. 2nd Edition The AVI
Publishing Co, Inc Westport, Connecticu, USA.
Henderson, S.M. and R.L. Perry. 1997. Agricultural Process Enginering. 4 Edition The AVI
Publishing Co, Inc Westport, Connecticu, USA.
Hilda Niza. 2013. Penambahan Jagung Pada Pembuatan Tempe. Proyek Akhir. UNP.
Padang.
Huang Y, Wilson M, Chapman B, and Hocking A.D. 2010. Evaluation of the efficacy of four
weak acids as antifungal preservatives in low-acid intermediate moisture model food
systems. Food Microbiology 27 : 33–36
Hung-chia Chang and Hua-han Chen. 2013. Association Between Textural Profiles and Surface
Electromyographic (Semg) Behaviors of Microwavable Cassava Cuttlefish Crackers
with Various Expansion Ratios Food. Research International 53: 334–341
Indah Permatasari. 2015. Pembuatan Permen Jelly Dari Buah Labu Air. Proyek Akhir. UNP.
Padang.
Karaca A.C, Erdem I.G., and Mehmet M.Ak. 2018. Effects of Polyols on Gelation Kinetics,
Gel Hardness, and Drying Properties of Alginates Subjected to Internal Gelation. LWT
- Food Science and Technology 92: 297–303
Karel M. 1976. Technology and Application of New Intermediate Moisture Food. Di dalam
Davies R, Birch GG, Parker KJ. Intermediate Moisture Food. London: Applied
Science Publishers Ltd.
Labora Elsa Putri Pakpahan. 2016. Permen Jeli Terong Belanda. Proyek Akhir. UNP.
Padang.
Labuza T P. 2000. Moisture Sorption: Practical Aspects of Isotherm Measurement and Use.
American Association Cereal Chemist, Minnesota, USA.
Leistner L, and Rodel W. 1976. The Stability of Intermediate Moisture Foods With Respect to
Microorganisms. Di dalam Davies R, Birch GG, Parker KJ. Intermediate Mositure
Food. London: Applied Science Publishers Ltd.
Lorenzo C. Peyer, Emanuele Zannini, Elke K. Arendt. 2016. Lactic Acid Bacteria as Sensory
Biomodulators for Fermented Cerealbased Beverages. Trends in Food Science &
Technology 54: 17-25
Marysha Aprilian. 2015. Pembuatan Permen Jeli dari Ekstrak Wortel. Proyek Akhir. UNP.
Padang.
Mira Andriyani. 2015. Nugget Kacang Merah. Proyek Akhir. UNP. Padang.
Mirna Misluna. 2015. Penggantian Wortel Dengan Jagung Pada Pembuatan Nugget Ikan.
Proyek Akhir. UNP. Padang.
Muchtadi.Tien R., dan Sugiono. 2013. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan
Gizi, IPB. Bogor.
Murialis. 2016. Pembuatan Permen Jeli Pepaya. Proyek Akhir. UNP. Padang.
Nelda Safitri. 2015. Pembuatan Selai Buah Salak. Proyek Akhir. UNP. Padang.
Nova Riyafni. 2015. Pemakaian Rebung Pada Pembuatan Kerupuk Ikan. Proyek Akhir. UNP
Padang.
Novlysia Murni. 2015. Pembuatan Selai Pepaya. Proyek Akhi. UNP. Padang.
Ozturk O.K, and Takhar P.S. 2018. Water Transport in Starchy Foods: Experimental and
Mathematical Aspects. Trends in Food Science and Technology. 78: 11–24
Purnomo H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. UI- Press. Jakarta.
Rahmi Safitri. 2009. Pembuatan Nugget Ampas Tahu. Proyek Akhir UNP Padang.
Refnita. 2015. Kualitas Manisan dari Tomat. Proyek Akhir. UNP. Padang.
Renshaw R.C, Georgios A. Dimitrakis, Robinson J.P, and Kingman SW. 2019. The
Relationship of Dielectric Response and Water Activity in Food. Journal of Food
Engineering. 244: 80–90
Rezi Sagita. 2015. Pembuatan Permen Jelly dari Tomat. Proyek Akhir. UNP. Padang.
Ria Safitri, Liswarti Yusuf dan Fariah, A. 2013. Analisa Kualitas Permen Jelly Kulit Pisang
Masak Sehari. Skripsi. UNP. Padang.
Robertson GL. 2010. Food Packaging and Shelf Life: A Pratical Guide. CRC Press. Florida.
Sloan AE, Labuza TP. 1975. Investigating Alternative Humectants for Use in Food. Food
Product Development. USA.
Siti Ihdina. 2016. Pembuatan Bakso dari Pensi. Proyek Akhir. UNP
Soekarto TS. 1979. Pangan Semi Basah, Keamanan dan Potensinya dalam Perbaikan
Gizi Masyarakat. Bogor: Seminar Teknologi Pangan IV, 15-17 Mei 1979.
Sutrisno Koswara. 2009. Pengolahan Pangan dengan Suhu Rendah. Ebook Pangan
(http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/PENGOLAHAN- PANGAN-
DENGAN-SUHU-RENDAH.pdf) di akses 23 Agustus 2018
Syafriani Buana. Faridah A, dan Rahmi, 2014. Pengaruh Gula Terhadap Kualitas Selai
Embacang. Skripsi. UNP Padang.
Tassou, S.A., Lewis, J.S., Ge, Y.T., Hadawey, A., and Chaer, I. 2010. A Review of Emerging
Technologies for Food Refrigeration Applications. Appl. Therm. Eng. 30: 263–276.
Tranggono dkk. 1990. Bahan Tambahan Pangan (Food Additive). PAU Pangan dan Gizi. UGM.
Yogyakarta.
Triyani Ananda. 2016. Penggunaan Lokan Dalam Pembuatan Nugget. Proyek Akhir. UNP.
Winarno F.G., Srikandi Fardiaz, Dedi Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT
Gramedia. Jakarta.
Yeni Zulfiri. 2015. Analisa Perbedaan Kualitas Tempe Kacang Kedelai Dengan Tempe
Kacang Tunggak. Skripsi. UNP Padang.
Yuyun A dan Delli G. 2011. Cerdas Mengemas Produk Makanan & Minuman. Agro Media
Pustaka. Jakarta.
Zeuthen P and Leif Bùgh-Sùrensen. 2000. Food Preservation Techniques. CRC. Press.
Washington DC.
GLOSARI