Anda di halaman 1dari 16

Pengaruh Salinitas dalam Budidaya Udang Windu

(Penaeus monodon)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah

Mata Kuliah Fisika Kimia Perairan

Kelas B01

Dosen: Prof. Dr. Ir. Arief Prajitno, M. S

Disusun oleh :

1. Brian Jusuf Adhitama 185080507111006


2. Sri Wuryan Nurahmi 185080507111010

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka
melengkapi tugas yang telah diberikan oleh dosen pembimbing dalam
mata kuliah Fisika Kimia Perairan.

Apabila dalam penyampaiannya masih terdapat kekurangan, kami


mohon maaf. Oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca sangat
kami butuhkan dalam hal ini dengan harapan agar makalah ini dapat
menjadi makalah yang lebih baik.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, terima kasih atas


perhatiannya. Semoga makalah ini dapat memberikan, wawasan,
pelajaran serta manfaat bagi kami pada khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.

Malang, 02 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................i

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang...................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 1

1.3 Tujuan ................................................................................... 1

1.4 Manfaat ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3

2.1 Morfologi Udang Windu ................................................................ 3

2.2 Habitat Udang Windu ................................................................... 4

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Budidaya Udang Windu ................... 5

2.3.1 Suhu ..................................................................................... 5

2.3.2 Derajat Keasaman (pH) .......................................................... 6

2.3.3 Oksigen Terlarut (DO) ............................................................ 6

2.3.4 Amoniak ................................................................................ 6

2. 4 Pengaruh Salinitas dalam Budidaya Udang Windu ...................... 7

BAB III PENUTUP ................................................................................ 10

3.1 Kesimpulan ................................................................................ 10

3.2 Saran ......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 11


iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Morfologi Udang Windu….…………………………………………………4

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udang windu merupakan salah satu komoditas unggulan subsector
perikanan di Indonesia yang mempunyai harga yang relatif tinggi sehingga
dapat meningkatkan devisa negara. Permintaan pasar meningkat dengan
didukung sumberdaya alam yang cukup besar memberikan peluang
pengembangan budidaya udang windu. Berbagai upaya dilakukan dalam
meningkatkan produksi udang windu. Salah satunya penerapan sistem
budidaya udang windu secara intensif
Keberhasilan usaha budidaya sangat rentan terhadap kondisi
lingkungan seperti kualitas air. Pertumbuhan udang windu sangat
dipengaruhi beberapa factor fisika kimia air terutama salinitas. Salinitas
sebagai salah satu factor lingkungan penting bagi sintasan pertumbuhan
organisme ekosistem. Konsentrasi salinitas sangat berpengaruh terhadap
proses osmoregulasi yaitu upaya hewan untuk mengontrol keseimbangan
air dan ion antara tubuh dan lingkungannya. Jika kondisi salinitas
berfluktuasi maka semakin banyak energy yang dibutuhkan untuk
metabolisme.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa morfologi udang windu?
2. Apa habitat udang windu?
3. Apa faktor yang mempengaruhi budidaya udang windu?
4. Apa pengaruh salinitas dalam budidaya udang windu?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui klasifikasi dan morfologi udang windu
2. Untuk mengetahui habitat udang windu
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi budidaya udang
windu
4. Untuk mengetahui pengaruh salinitas dalam budidaya udang windu

1
1.4 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang udang windu
baik dari segi klasifikasi morfologi, factor lingkungan dan dapat
meningkatkan penguasaan mahasiswa dalam bidang budidaya, selain
informasi yang didapat untuk perkuliahan juga praktikum.
2. Bagi Bidang Perikanan
Diharapkan mampu dalam mengidentifikasi, menganalisis serta
menilai masalah-masalah lingkungan perairan yang dapat merugikan
budidaya udang windu.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Morfologi Udang Windu


Menurut Murtidjo (2003), ditinjau dari morfologinya, tubuh udang
windu terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian kepala hingga dada dan
abdomen yang meliputi bagian perut dan ekor. Bagian kepala hingga dada
disebut cephalotorax, dibungkus kulit kitin yang tebal atau carapace.
Bagian ini terdiri dari kepala dengan 5 segmen dan dada dengan 8
segmen. Bagian abdomen terdiri atas 6 segmen dan 1 telson.

Udang windu (Penaeus monodon) memiliki 19 pasang appendage.


Lima pasang terdapat pada kepala, masing-masing antenulla pertama dan
antenulla kedua yang berfungsi untuk penciuman dan keseimbangan,
mandibular untuk mengunyah, serta maxillula dan maxilla untuk
membantu makan dan bernafas. Tiga pasang appendage yang terakhir
merupakan kesatuan bagian mulut.

Bagian dada Penaeus monodon memiliki tiga pasang maxilliped


yang berfungsi untuk berenang serta membantu mengonsumsi makanan.
Bagian badan memiliki lima pasang kaki renang yang berguna untuk
berenang serta sepasang urupoda untuk membantu melakukan gerakan
melompat dan naik turun.

Jenis kelamin ikan windu betina dapat diketahui dengan adanya


telikum di antara kaki jalan ke-4 dan ke-5. Telikum berupa garis yang tipis
dan akan melebar setelah terjadi fertilisasi. Sementara, jenis kelamin
udang windu jantan dapat diketahui dengan adanya petasma, yakni
tonjolan di antara kaki renang pertama. Dalam habitatnya, pertumbuhan
udnag windu betina lebih cepat dbandingkan dengan jantan. Demikina
juga, frekuensi pergantian kulit lebih banyak terjadi pada udang windu
betina dibandingkan dengan udang windu jantan.

3
Warna udang windu alam sangat bervariasi, mulai dari merah
sampai hijau kecoklatan. Udang yang dipelihara dan dibesarkan dalam
tambak memiliki warna lebih cerah yaitu hijau kebiruan. Warna tersebut
berhubungan erat dengan kandungan pigmen dalam makanan yang
dikonsumsi. Semakin tinggi oigmen karotenoid atau axantin dalam
makanannya, warna kulit udang semakin gelap.

Gambar 1. Morfologi Udang Windu

2.2 Habitat Udang Windu


Udang windu bersifat euryhaline dan dapat dipelihara di daerah
perairan pantai dengan kisaran salinitas 1-40 ppt. Udang windu dapat
hidup pada kisaran salinitas yang lebar dari 0,5–45 ppt. Kemampuan ini
memberi peluang petambak udang dapat mengembangkan komoditas ini
di perairan daratan inland water. Selama ini, usaha budidaya vaname
umumnya dilakukan di daerah perairan bersalinitas tinggi atau di tambak-
tambak pesisir pantai.
Menurut Suyanto dan Takarina (2009), habitat hidup udang windu
muda (stadia yuwana) adalah wilayah pantai berair payau pada daerah
hutan bakau yang berlumpur dengan campuran pasir subur. Menjelang
dewasa, udang yuwana akan berpindah ke arah laut dalam, tempat udang
tumbuh dewasa dan melakukan perkawinan untuk selanjutnya bertelur di
4
kedalaman laut 10 – 40 m. Jumlah telurnya dapat mecapai 500.000 –
1.000.000 butir, tergantung berat badan sang induk. Udang dapat
bertelur hampir sepanjang tahun tetapi puncaknya terjadi saat peralihan
musim, yaitu antara musim kemarau ke musim hujan dan dari musim
hujan ke musim kemarau. Perubahan iklim dengan perbedaan suhu,
intensitas sinar matahari, dan kadar garam yang berubah secara spesifik
menjadi perangsang bagi biota untuk berkembang biak di alam.
Para petambak lebih mengutamakan membesarkan udang windu
karena lebih tahan hidup di tambak hingga mencapai ukuran 30 gram
dalam waktu 4 bulan dan udang windu berharga tinggi karena banyaknya
permintaan untuk ekspor.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Budidaya Udang Windu


Faktor yang mempengaruhi budidaya udang windu yaitu kualitas air itu
sendiri, yaitu:

2.3.1 Suhu
Suhu merupakan salah satu factor abiotic penting yang
mempengaruhi aktivitas, konsumsi oksigen, laju metabolisme, sintasan
dan pertumbuhan organisme akuatik. Kisaran suhu 26 – 32 ℃
menunjukkan suhu air dengan kadar optimal yang dapat ditolerir oleh
udang windu. Suhu berpengaruh pada metabolisme udang, pada suhu
tinggi metabolisme udang akan dipacu, sedangkan pada suhu rendah
proses metabolisme diperlambat. Jika hal ini terus dibiarkan akan
menyebabkan terganggunya kesehatan udang. Suhu air yang tinggi
menyebabkan oksigen dalam air menguap, akibatnya udang akan
kekurangan oksigen. Suhu air dapat mempengaruhi sintasan,
pertumbuhan, reproduksi, tingkah laku, pergantian kulit dan metabolism.
Suhu di atas 32 ℃ akan menyebabkan stress pada udang dan suhu 35℃
merupakan suhu yang kritis.

5
2.3.2 Derajat Keasaman (pH)
Pertumbuhan udang optimal yaitu pada kisaran pH 6,5 hingga 9,0.
Kisaran p tersebut masih layak bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup
udang. Jika pH 6,4 dapat menyebabkan laju peertumbuhan udang akan
menurun sebesar 60% dan sebaiknya pH 9,0-9,5 akan menyebabkan
peningkatan kadar amoniak sehingga dapat membahayakan udang.
Derajat keasaman (pH) yang rendah akan menyebabkan keasaman
meningkat, jika itu terjadi maka kondisi perairan akan menyebabkan
kualits air sehingga dapat mengakibatkan menurunnya selera makan suatu
organisme.

2.3.3 Oksigen Terlarut (DO)


Tingkat salinitas berbanding terbalik dengan nilai oksigen terlarut
(DO). Hal ini dibuktikan dengan semakin turunnya nilai oksigen terlarut
(DO) seiring meningkatnya salinitas media pemeliharaan. Semakin tinggi
salinitas media makin rendah kapasitas maksimum oksigen terlarut (DO)
dalam air. Konsentrasi oksigen terlarut udnag windu berkisar antara 3-8
ppm. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kandungan oksigen yang
terdapat pada media pemeliharaan masih optimal dan cukup baik dalam
mendukung pertumbuhan udang windu. Kandungan oksigen terlarut
dalam air dengan kisaran terendah adalah 3 ppm agar dapat mendukung
keberlangsungan kehidupan organisme perairan secara normal. Oksigen
terlarut dlam air sangat mendukung untuk kegiatan respirasi. Peran aerasi
sangat peting dalam menjaga kadar oksigen terlarut agar tetap optimal.

2.3.4 Amoniak
Kadar optimal amoniak pada udang windu yautu dibawah 0,1 ppm,
karena amoniak yang terlalu banyak tidak baik untuk perairan dan udang
windu nya sendiri. Melakukan pergantian air setiap harinya dapat
diterapkan untuk mempertahanakan kualitas aair selama waktu
pemeliharaan. Pergantian air dapat membuang sisa pakan dan

6
meningkatkan oksigen terlarut. Pergantian air juga dapat mengurangi
amoniak yang timbul.

2. 4 Pengaruh Salinitas dalam Budidaya Udang Windu


Menurut Tahe dan Nawang (2012), Salinitas sebagai salah satu
faktor lingkungan penting bagi sintasan dan pertumbuhan organisme
ekosistem pesisir telah banyak membuat peneliti menjadikannya sebagai
tema penelitian. Dalam kegiatan budidaya udang windu di perairan
daratan, perlu diperhatikan beberapa aspek lingkungan (media hidupnya).
Hal ini dikarenakan adanya perubahan media hidup vaname, yang semula
hidup di air laut kemudian dipelihara di air tawar. Salah satu parameter
yang sangat berubah adalah salinitas. Salinitas perairan sangat
mempengaruhi tekanan osmotik pada hewan yang hidup di perairan.
Meningkatnya tekanan osmotik sebanding dengan peningkatan salinitas.
Di Indonesia prospek untuk budidaya udang windu di tambak
salinitas rendah/air tawar sangat menjanjikan mengingat di beberapa
daerah, tambak yang berjarak 2-3 km dari pantai bersalinitas rendah
bahkan 0 ppt sangat luas. Selain itu, budidaya udang di air tawar
bertujuan untuk mencegah terjangkitnya penyakit terutama virus dan
bakteri penyebab kematian udang.
Menurut Syukri dan Ilham (2016), pertumbuhan udang windu pada
fase post larva sangat dipengaruhi beberapa faktor fisika kimia air
terutama salinitas. Konsentrasi salinitas sangat berpengaruh terhadap
proses osmoregulasi yaitu upaya hewan air untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya. Jika kondisi
salinitas berfluktuasi maka semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk
metabolisme. Media isoosmotik dengan salinitas 31 ppt merupakan media
terbaik bagi tingkat kerja osmotik.Salinitas adalah konsentrasi semua ion-
ion terlarut dalam air dan dinyatakan dalam gram/liter atau bagian per
seribu atau promil. Kisaran salinitas yang rendah dapat menurunkan
oksigen terlarut dalam air, selain itu dapat menyebabkan tipisnya kulit

7
udang. Sedangkan kisaran salinitas tinggi dapat menyebabkan
terhambatnya proses molting sehingga pertumbuhan udang terhambat.
Berdasarkan uraian tersebut dilakukan penelitian tentang kisaran salinitas
untuk keberhasilan tingkat sintasan dan pertumbuhan larva udang windu,
sehingga dapat digunakan untuk proses pembenihan udang windu
khususnya stadia post larva.
Perlakuan salinitas 25 ppt dan 30 ppt cukup baik untuk proses
molting yang dapat memperlancar proses osmoregulasi (pertukaran
garamgaram air laut kedalam cairan tubuh udang). Keberadaan cairan ini
menyebabkan udang pada saat molting dapat dengan mudah merobek
cangkang yang lama. Faktor yang paling mempengaruhi tingkat kelulusan
hidup post larva udang windu yaitu kualitas air pada media pemeliharaan
dan kualitas pakan. Kualitas air yang baik pada media pemeliharaan
merupakan faktor yang mendukung proses metabolisme dalam proses
fisiologi dan mempercepat ganti kulit yang dapat memperlancar proses
osmoregulasi. Tingginya salinitas dapat menghambat proses moulting.
Salinitas yang tinggi (> 35) dapat menyebabkan pertumbuhan udang
terhambat karena proses molting itu sendiri sulit dilakukan sehingga
terjadinya proses kematian pada
larva udang windu. Kulit merupakan indicator dari pertumbuhan udang,
semakin cepat udang berganti kulit berarti pertumbuhan semakin cepat
pula.
Perlakuan 40 ppt menunjukkan pergerakan yang lambat dan
mengalami kematian ditandai dengan adanya bintik merah pada larva. Ini
disebabkan udang windu yang dapat tumbuh pada salinitas tinggi. Bakteri
yang menyerang yaitu jenis bakteri Vibrio sp. Lingkungan perairan yang
buruk cenderung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan pathogen
dan berpengaruh negative bagi udang karena dapat menyebabkan
munculnya penyakit. Salinitas merupakan salah satu sifa kualiyas air yang
sangat penting karena mempengaruhi kecepatan pertumbuhan post larva
udang. Konsumsi makanan dan efisiensi konversi pakan yang merupakan

8
komponen utama pada laju pertumbuhan dan sintasan dari udang panaeid
dipengaruhi oleh salinitas yang dapat menyebabkan pergerakan lambat.
Menurut Susilowati et al (2017), kemampuan tambak untuk
menghasilkan produksi perikanan selain dari teknologi yang digunakan
juga tidak terlepas dari tingkat kesuburan tambak. Potensi produksi hayati
perairan tambak sangat ditentukan oleh kesuburan perairannya.
Kesuburan perairan tambak merupakan cerminan hasil interaksi antara
komponen-komponen ekosistem yang ada di perairan tambak dan
ditunjukkan oleh kelimpahan serta keanekaragaman organisme
penyusunnya. Fitoplankton selain berfungsi dalam keseimbangan
ekosistem perairan budidaya dan berfungsi sebagai pakan alami dalam
usaha budidaya termasuk budidaya udang windu (P. monodon Fabricius)
serta penyumbang oksigen terbesar di perairan.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Udang windu merupakan hewan akuatik yang bersifat euryhaline.
Habitat udang windu muda adalah wilayah pantai berair payau pada
daerah hutan bakau yang berlumpur dengan campuran pasir subur. Faktor
yang mempengaruhi budidaya udang windu yaitu suhu, pH, DO, amoniak
dan salinitas. Kadar optimal pertumbuhan udang windu yaitu pada suhu
26 - 32℃. Semakin tinggi suhu, metabolisme akan semakin cepat. Kadar
optimal pH yaitu 6,5 – 9,0, jika pH rendah menyebabkan menurunnya
selera makan pada udang. Kadar optimal DO berkisar 3 – 8 ppm. Oksigen
terlarut sangat berpengaruh untuk kegiatan respirasi. Sedangkan kadar
optimal amoniak dibawah 0,1 ppm.

Salinitas merupakan salah satu factor kualitas air sangat


berpengaruh. Perlakuan salinitas 25 – 30 ppt cukup baik untuk
perkembangan udang windu. Karena, pada salinitas tersebut baik untuk
proses moulting dan memperlancar proses osmoregulasi. Tingginya
salinitas menghambat proses moulting dan pertumbuhan udang. Pada
salinitas yang tinggi juga dapat mempermudah pathogen dan munculnya
penyakit.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

10
DAFTAR PUSTAKA

Murtidjo, B. A. 2003. Benih Udang Windu Skala Kecil. Yogyakarta: Kanisius

Susilowati, T, T. Yuniarti dan F. Basuki. 2017. Penggunaan reservoir


terhadap performa udang windu (Penaeus monodon Fabricus) yang
dibudidayakan secara tradisional. Journal of Fisheries Science. 13
(1): 52-57.

Suyanto, R dan E. P. Takarina. 2009. Panduan Budidaya Udang Windu.


Jakarta: Penebar Swadaya.

Syukri, M dan M. Ilham. 2016. Pengaruh salinitas terhadap sintasan dan


pertumbuhan larva udang windu (Penaeus monodon). Jurnal
Galung Tropika. 5 (2): 88 – 96.

Tahe, S dan A. Nawang. 2012. Respons Yuwana Udang Vanname


(Litopenaeus vannamei) pada tingkat salinitas yang berbeda. Forum
Inovasi Teknologi Akuakultur. : 77–83

11
2

Anda mungkin juga menyukai