Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEBUTUHAN SARANA UTAMA, PENUNJANG DAN PELENGKAP PADA


PEMBENIHAN MODERN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Produksi Benih

Dosen: Dr. Ir. Agoes Soeprajitno, M.S.

Oleh:

Brian Jusuf Adhitama

185080507111006

B02 / 29

PROGAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
saya dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka melengkapi tugas yang
telah diberikan oleh dosen pengajar dalam mata kuliah Manajemen Produksi
Benih.

Apabila dalam penyampaiannya masih terdapat kekurangan, saya mohon


maaf sebesar-besarnya. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat
kami butuhkan agar makalah ini dapat menjadi lebih baik.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, terima kasih atas perhatiannya.


Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan, pelajaran serta manfaat bagi
kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Pacitan, 12 April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...............................................................................................3
1.2 Tujuan..............................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................4
2.1 BIologi Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)............................................4
2.1.1 Klasifikasi Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)...............................4
2.1.2 Morfologi.......................................................................................................4
2.1.3 Makan Dan Kebiasaan Makan...................................................................5
2.1.4 Reproduksi Dan Siklus HIdup..................................................................5
2.1.5 Habitat Dan Penyebaran............................................................................5
2.2 Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)..................................6
2.2.1 Seleksi Induk Matang Gonad....................................................................6
2.2.2 Pemijahan......................................................................................................6
2.2.3 Striping Dan Pembuahan...........................................................................6
2.2.4 Penetasan Telur...........................................................................................7
2.2.5 Pemeliharaan Larva dan Benih................................................................7
2.3 Alat, Bahan Dan Wadah Pada Pembenihan Ikan Patin..............................8
BAB 3 PENUTUP.........................................................................................................12
3.1 Kesimpulan........................................................................................................12
3.2 Saran....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................xii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Ikan patin (Pangasius hypopthalmus) merupakan ikan introduksi dari


Thailand. Domestikasi dari ikan patin sendiri sangat mudah dan cepat di perairan
Indonesia, sehingga budidayanya berkembang sangat pesat. Ikan patin
merupakan ikan air tawar yang memiliki warna putih keabu-abuan. Ikan ini
memiliki cita rasa yang khas dan mengandung protein cukup tinggi. Kandungan
protein daging ikan patin cukup tinggi yaitu 16,58%. Ikan patin dinilai lebih aman
untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan
daging ternak. Ikan patin tergolong dalam kelompok catfish dimana ikan ini tidak
memiliki sisik pada tubuhnya namun memiliki duri tajam di bagian siripnya.

Ikan patin memiliki kelebihan dimana dalam proses budidayana dapat


hidup dan berkembang pada perairan yang ekstrim, seperti perairan yang
memiliki pH dan kandungan oksigen yang sangat rendah. Hal tersebut membuat
budidaya ikan patin bisa dilakukan pada lahan-lahan marginal yang tidak
produktif untuk tanaman seperti lahan gambut dan rawa-rawa. Produksi ikan
patin semakin meningkat setiap tahunnya dan masih ditujukan untuk konsumsi
masayarakat. Seiring dengan kegiatan pembesaraanya yang semakin meningkat
di masyarakat, maka meingkat pula kebutuhan akan benih ikan patin. Untuk
memenuhi permintaan ikan patin yang terus meningkat, maka dilakukan
pengelolaan induk. Tujuan dari pengelolaan induk yaitu untuk mendapatkan
benih yang berkualitas dalam kuantitas yang memadai.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui sifat-sifat biologi ikan patin.
2. Untuk mengetahui pembenihan ikan patin.
3. Untuk mengetahui sarana dan prasarana dari pembenihan ikan patin.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIologi Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)

2.1.1 Klasifikasi Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)

Menurut Suhara (2019), klasifikasi ikan patin sebagai berikut:

Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Ordo : Ostraiophsy
Sub Ordo : Siluroidei
Famili : Schilbeidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius hypopthalmus

Gambar 1. Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)

2.1.2 Morfologi

Ikan patin mempunyai bentuk tubuh yang memanjang dengan warna


putih perak. Punggung ikan patin memiliki warna agak kebiruan. Kepala ikan
patin memiliki ukuran yang relatif kecil. Mulut ikan patin terletak di ujung kepala
sedikit kebawah. Ikan patin termasuk ke dalam golongan catfish dimana terdapat
dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Ikan ini tidak memiliki
sisik pada tubuhnya namun terdapat sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi
patil yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sirip dubur ikan patin
relative panjang dan terletak di atas lubang dubur terdiri dari 30-33 jari-jari lunak
sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada memiliki 12-13
jari-jari lunak. Ikan ini memiliki ukuran paling panjang 120 cm (Suhara, 2019).

4
2.1.3 Makan Dan Kebiasaan Makan

Pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan oleh


ikan. Pertumbuhan ikan dapat dirangsang dengan pemberian pakan yang
memiliki jumlah dan mutu yang cukup serta sesuai dengan kondisi ikan dan
perairan. Menurut Djariah (2001), ikan patin membutuhkan energi yang berasal
dari makanan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Ikan patin
merupakan ikan omnivore (pemakan segala), namun cenderung ke arah
karnivora. Makan utama ikan patin di alam yaitu berupa udang renik, insekta dan
moluska. Makanan pelengkap ikan patin dapar berupa rotifera, ikan kecil dan
daun-daunan (Susanto dan Amri, 2002).

2.1.4 Reproduksi Dan Siklus HIdup

Ikan patin mengalami kematangan gonad pertama kali ketika ikan sudah
berumur 3 tahun untuk ikan patin betina dan 1-2 tahun untuk ikan patin jantan.
Ikan patin memiliki sifat bergerombol. Sifat tersebut tampaknya berpengaruh
terhadap kematangan gonad. Proses perkawinan ikan atau pemijahan
merupakan proses menyatunya sperma dan sel telur yang terjadi diluar tubuh.
Ikan patin betina dewasa dapat menghasilkan telur sebanyak 4500-12500 butir
telur/kilogram berat badannya. Secara alami, ikan patin berkembangbiak mulai
dari telur, menetas menjadi burayak (ukuran dibawah 1 cm), lalu menjadi kebul
ukuran (1-3 cm) hingga menjadi putihan (3-5 cm). Ikan patin melewati 6 fase
kehidupan, yaitu telur (jangka waktu 28 jam), larva (1-2 hari), benih, konsumsi,
calon induk dan induk (Rukmana dan Yudirachman, 2016)

2.1.5 Habitat Dan Penyebaran

Ikan patin banyak dijumpai pada habitat atau lingkungan hidup berupa
perairan tawar, seperti waduk, sungai-sungai besar dan muara-muara sungai.
Ikan patin lebih banyak menetap di dasar perairan. Sebaran ikan patin di
Indonesia mmeliputi wilayah di pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Ikan patin
dan kerabatnya dapat dijumpai juga di wilayah seperti Thailand, Vietnam, Cina,
Kamboja, Myanmar, Laos, India, Taiwan, Malaysia dan Semenanjung Indocina.

Ikan patin mampu tumbuh normal dengan kondisi perairan seperti kondisi
lingkungan aslinya di alam. Ikan patin membutuhkan oksigen (O2) yang baik
berkisar 2-5 ppm. Kandungan karbondioksida (CO2) tidak lebih dari 12,0 ppm.
Derajat keasaman (pH) berkisar 7,2-7,5. Kandungan amonia (NH 3) pada

5
toleransi ikan patin yaitu 1 ppm. Keadaan optimal suhu air antara 28 o-29o C. Ikan
patin lebih menyukai suhu perairan yang memiliki fluktuasi rendah. Ikan ini akan
merasa terganggu ika suhu pada perairan menurun secara drastic dan akan
mengganggu aktivitas ikan (Djariah, 2001)

2.2 Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)


2.2.1 Seleksi Induk Matang Gonad

Sebelum dilakukannya seleksi induk, kita harus memilih induk betina dan
induk jantan yang sudah matang gonad atau siap dipijahkan. Penangkapan induk
dilakukan hati-hati menggunakan jaring untuk menghindari stress pada induk
yang akan diambil.

2.2.2 Pemijahan

Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang sulit memijah secara alami
jika tidak berada di habitat aslinya. Maka perlu dilakukan pemijahan dengan
sistem induced breeding (kawin suntik). Kematangan gonad pada ikan patin
sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pemijahan dengan sistem
induced breeding. Faktor lain yang mempengaruhi proses pemijahan yaitu
kualitas air, penyediaan makanan yang berkualitas dan kuantitas yang
mencukupi, serta kecermatan dalam penanganan atau pelaksanaan penyuntikan

Keberhasilan dalam suatu proses pemijahan dipengaruhi oleh faktor


matangnya telur secara bersamaan. Hal tersebut dapat diupayakan dengan
melakukan penyuntikan hormon yang bertujuan untuk merangsang kematangan
gonad ikan. Penyuntikan dilakukan secara intra muscular (bagian daging dekat
sirip punggung). Penyuntikan dilakukan menggunakan HGC dan ovaprim.
Pemberian HGC ini bertujuan untuk menyamakan kematangan gonad atau telur.
Pemberian ovaprim bertujuan untuk merangsang produksi sperma,
memaksimalkan potensi reproduksi dan merangsang proses pengeluaran telur
(Fariedah et al, 2018).

2.2.3 Striping Dan Pembuahan

Induk yang sudah dilakukan penyuntikan disimpan di dalam bak


penampungan intuk menunggu waktu striping. Waktu ovulasi terjadi 11-12 jam
setelah penyuntikan kedua (kisaran suhu 27o-31oC). Hal itu ditandai dengan
keluarnya telur bila dilakukan pengurutan pada bagian perut ke arah lubang

6
genital. Jika yang keluar hanya cairan ovarium saja maka induk tersebut
dilepaskan kembali ke tempat penyimpanan. Telur dan sperma dikeluarkan
dengan cara pengurutan kemudian di tamping pada mangkuk. Pembuahan
buatan dimulai dengan cara mencampurkan telur dengan sperma yang telah
diencerkan dengan larutan sodium chloirda 0,9%, ditambahkan air bersih
kemudian diaduk dengan bulu ayam selama 3 menit secara perlahan-lahan
sampai tercampur merata, selanjutnya telur ditetaskan dalam akuarium atau
corong penetasan (Slembrouck et al, 2005)

2.2.4 Penetasan Telur

Telur yang sudah dibuahi ditetaskan pada akuarium atau corong


penetasan yang sudah disiapkan untuk penetasan telur. Telur ditebar merata di
dasar akuarium dan diusahakan jangan ada telur yang menumpuk, karena telur
tersebut akan busuk dan menyebabkan menurunnya kualitas media atau air
sehingga dapat mengakibatkan kegagalan penetasan.

Pemberian aerasi yang cukup sangat dibutuhkan pada proses penetasan.


Kandungan oksigen terlarut dan suhu perlu diperhatikan agar proses penetasan
telur berjalan secara optimal. Pada suhu 29 o-30oC biasanya telur mulai menetas
setelah inkubasi 18-24 jam. Larva hasil penetasan dapat dipindahkan ke wadah
yang lain atau tetap pada wadah yang sama dengan melakukan penggantian air.
Proses ini perlu dilakukan karena pada saat penetasan terdapat sisa cangkang
telur yang dapat membusuk dan menyebabkan bahan beracun bagi larva.
Proses pemindahan larva atau pergantian air harus dilakukan secara hati-hati
karena larva masih kritis (Sunarma, 2007)

2.2.5 Pemeliharaan Larva dan Benih

Larva ikan patin memiliki sifat kanibal yang cukup tinggi, sehingga perlu
memperhatikan waktu pemberian pakan agar tidak terjadi kanibalisme. Pakan
pertama dapat diberikan sekitar 24 jam setelah menetas dengan kisaran suhu
29o-30oC. Pakan yang digunakan yaitu berupa naupili Artemia. Pemberian pakan
Artemia dilakukan dalam waktu 4-5 jam sekali. Pakan diberikan secara adlibitum
atau secukupnya dengan memperhatikan nafsu makan ikan. Pakan nantinya
diganti menggunakan cacing sutra pada hari ketujuh dengan memperhatikan
bukaan mulut larva. Pemeliharaan larva di akuarium dapat dilakukan sampai
umur minimal 10-14 hari sebelum dipindahkan ke bak pendederan. Sedangkan

7
pemindahan benih dari bak ke kolam biasanya dilakukan setelah pemeliharaan
3-4 minggu. Pertimbangan pemindahan pemeliharaan dapat disesuaikan dengan
kebutuhan.

2.3 Alat, Bahan Dan Wadah Pada Pembenihan Ikan Patin

Kebutuhan Alat

No Alat Perikanan Jumlah Gambar

1. Hapa Jaring dan Penampung 6 buah

2. Scope net/ seser halus 5 buah

3. Pompa 1 unit

4. Pipa 1 unit

5. Hi-blow, Kapasitas 100 watt 1 unit

6. Alat Suntik, 3 ml 5 buah

7. Baskom 5 buah

8
8. Timbangan 1 buah

9. Tabung Oksigen Dengan 1 buah


Regulator

10 Termometer 3 buah
.

11 pH meter 1 unit
.

12 DO meter 1 unit
.

13 Mikroskop 1 unit
.

Kebutuhan Bahan

No Bahan Perikanan Jumlah Gambar

1. Induk Jantan, 2-3 kg 20 ekor

2. Induk Betina, 2-3 kg 40 ekor

3. Ovaprim 20 botol

9
4. Artemia 25 kaleng

5. Obat-obatan 1 paket

6. Pakan Induk 1500 kg

7. Pakan Benih 100 kg

8. Larutan NaCl 0,9% 20 botol

9. Cacing Sutra Secukupnya

10 Bulu Ayam Secukupnya


.

11 Garam 100 kg
.

10
Kebutuhan Wadah

No Wadah Perikanan Jumlah Gambar


.

1. Kolam Induk, 200-400 m2 2 buah

2. Akuariuam, 100 x 60 x 60 cm 20 buah

3. Rak Akuarium 2 buah

4. Corong Penetasan 3 buah

5. Rak Corong 1 buah

6. Bak Pendederan 10 buah

7. Kolam Pendederan 5 buah

11
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Ikan patin (Pangasius hypopthalmus) merupakan ikan introduksi dari
Thailand.
b. Ikan patin (Pangasius hypopthalmus) termasuk ikan omnivore namun
cenderung ke karnivora dan termasuk ke dalam keluarga catfish.
c. Usia indukan ikan patin untuk betina sekitar 3 tahun dan untuk jantan
sekitar 1-2 tahun.
d. Indukan ikan patin betina dewasa dapat menghasilkan 4500-12500 butir
telur/kilogram berat tubuhnya.
e. Ikan patin membutuhkan oksigen (O2) yang baik berkisar 2-5 ppm.
f. Kandungan karbondioksida (CO2) tidak lebih dari 12,0 ppm.
g. Derajat keasaman (pH) berkisar 7,2-7,5.
h. Kandungan amonia (NH3) pada toleransi ikan patin yaitu 1 ppm.
i. Suhu air yang optimal antara 28o-29o C.
j. Penyuntikan HGC dan ovaprim secara intra muscular pada ikan patin
bertujuan untuk mempercepat kematangan gonad dan merangsang
pengeluaran sperma dan telur.

3.2 Saran

Saran saya, dengan diketahui sifat-sifat seksualitas ikan diatas


pembudidaya harus mengerti tentang proses reproduksi dan sifat-sifat biologi
ikan patin. Dengan mengetahui sifat-sifat biologi ikan patin pembudidaya dapat
menentukan alat dan bahan apa saja yang perlu digunakan. Hal tersebut dapat
meningkatkan nilai produksi dari usaha pembenihan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Djariah, A.S. 2001. Budi Daya Ikan Patin . Kanisius. Yogyakarta. 87 hal.
Fariedah, F., Inalya, I., Rani, Y., A’yunin, Q., & Evi, T. (2018). Penggunaan Tanah Liat
untuk Keberhasilan Pemijahan Ikan Patin Siam (Pangasianodon
hypophthalmus). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 10(2), 91-94.

Rukmana RH dan Yudirachman HH. 2016. Sukses Budidaya Ikan Patin Secara Intensif.
Yogyakarta. Lily Publisher

Slembrouck, J., Komarudin, O. M. A. N., & Legendre, M. (2005). Petunjuk teknis


pembenihan ikan patin Indonesia, Pangasius djambal. Badan Riset Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.

Suhara, A. (2019). TEKNIK BUDIDAYA PEMBESARAN DAN PEMILIHAN BIBIT IKAN


PATIN (STUDI KASUS DI LAHAN LUAS DESA MEKAR MULYA, KEC. TELUK
JAMBE BARAT, KAB. KARAWANG). JURNAL BUANA PENGABDIAN, 1(2), 1-8.

Sunarma, A. 2007. Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius


hypopthalmus). BBPBAT. Sukabumi. 13 Hal

Susanto, H. Dan Khairul Amri. 2002. Budidaya Ikan Patin . Penebar Swadaya. Jakarta.
90 hal

xii

Anda mungkin juga menyukai