PRAKTIKUM LIMNOLOGI
KUALITAS AIR
Oleh
Kelompok 10/Perikanan B
Ericka Damayanti 230110180108
Gannisa Agustina P 230110180109
M. Tio Pratama 230110180110
Tsaury Syidad Putra S 230110180111
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2018
KATA PENGANTAR
Kelompok 10
ii
DAFTAR ISI
BAB Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... vii
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan Praktikum............................................................................. 2
1.3 Manfaat Praktikum. .......................................................................... 2
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Check Dam Unpad ............................................. 3
2.2 Kualitas Air .................................................................................... 3
2.2.1 Kecerahan ...................................................................................... 3
2.2.2 Dissolved Oxygene (DO) ............................................................... 4
2.2.3 Karbondioksida .............................................................................. 6
2.2.4 pH .................................................................................................. 7
2.2.5 Alkalinitas ...................................................................................... 7
2.2.6 Biochemical Oxygene Demand (BOD) .......................................... 9
2.2.7 Total Ammonia Nitrogen (TAN) dan Ammonia Bebas (NH3) ..... 10
2.2.8 Produktivitas Primer ...................................................................... 10
iii
4.1 Hasil ............................................................................................... 23
4.1.1 Kecerahan ...................................................................................... 23
4.1.2 Dissolved Oxygene (DO) ............................................................... 23
4.1.3 Karbondioksida .............................................................................. 23
4.1.4 pH .................................................................................................. 23
4.1.5 Alkalinitas ...................................................................................... 23
4.1.6 Biochemical Oxygene Demand (BOD) .......................................... 23
4.1.7 Total Ammonia Nitrogen (TAN) dan Ammonia Bebas (NH3) ..... 24
4.1.8 Produktivitas Primer ...................................................................... 24
4.2 Pembahasan ................................................................................... 24
4.2.1 Kecerahan ...................................................................................... 25
4.2.2 Dissolved Oxygene (DO) ............................................................... 25
4.2.3 Karbondioksida .............................................................................. 26
4.2.4 pH .................................................................................................. 26
4.2.5 Alkalinitas ...................................................................................... 27
4.2.6 Biochemical Oxygene Demand (BOD) .......................................... 27
4.2.7 Total Ammonia Nitrogen (TAN) dan Ammonia Bebas (NH3) ..... 28
4.2.8 Produktivitas Primer ...................................................................... 28
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dalam praktikum limnologi ini praktikan akan mempelajari tentang kualitas kimia air di
kolam Check Dam Unpad.
9.2 Tujuan Praktikum
1. Untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi zona cahaya di Check Dam Unpad
dengan menggunakan secchi disk.
2. Untuk mengetahui kandungan karbondioksida yang terdapat di Check Dam Unpad.
3. Untuk mengetahui nilai pH di Check Dam Unpad dengan menggunakan pH meter.
4. Untuk mengetahui kandungan alkalinitas perairan di Check Dam Unpad.
5. Untuk mengetahui kandungan oksigen terlarut (DO) di Check Dam Unpad dengan
menggunakan metode winkler dan titrasi yodometrik.
6. Untuk mengetahui kandungan Biochemichal Oxygen Demand (BOD) di Check Dam
Unpad.
7. Untuk mengetahui Total Ammonia Nitrogen (TAN) dan Ammonia Bebas (NH3)di
Check Dam Unpad.
8. Untuk mengetahui Produktivitas Primer di Check Dam Unpad.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Cahaya berperan sebagai faktor pembatas utama dalam fotosintesis atau produktifitas
primer. Cahaya matahari yang mencapai permukaan perairan tersebut sebagian diserap
oleh air dan sebagian lagi direfleksikan kembali. Penetrasi cahaya ke dalam air sangat
dipengaruhi oleh: intensitas cahaya, sudut datang cahaya, kondisi permukaan air dan
bahan bahan yang terlarut dan tersuspensi di dalam air. Kecerahan adalah sebagian
cahaya yang diteruskan ke dalam air. Dengan mengetahui nilai kecerahan suatu
perairan, berarti dapat juga mengetahui sampai dimana adanya kemungkinan terjadi
proses asimilasi dalam perairan. Tingkat kecerahan yang tinggi ini sangat berguna bagi
fitoplankton untuk melakukan proses fotosintesis sehingga dapat berkembang dengan
baik. Kecerahan dapat ditentukan secara visualdengan menggunakan secchi disk
(Indaryanto dan Saifullah, 2015).
Secchi disk telah lama digunakan sebagai alat ukur kecerahan perairan karena
kesederhanaannya. Meskipun para ilmuwantelah merancangberbagai cara yang rumit
untuk mengukur kejernihan air, namun mereka tidak menemukan perbedaan yang
signifikan dalam presisi antara Secchi pengukuran kedalaman dan teknik yang lebih
canggih (Green et al. 1996; Carlson 1995). Secchi disk dikembangkan oleh Angelo
Secchi, astrofisikawan dan penasihat ilmiah untuk Paus pada tanggal 20 April 1865,
Secchi menurunkan Secchi disk pertama berwarna putih dari kapal pesiar uap kepausan
dan diuji utilitas dalam serangkaian percobaan. Tetapi Secchi disk yang paling sering
digunakan saat ini adalah secchi disk yang dimodifikasi oleh George C. Whipple tahun
1899 yang terbuat dari logam, memiliki ukuran diameter 8 inchi dan diberi warna hitam
dan putih berbentuk kuadran (4 arsiran) pada permukaan disk tersebut. Davies - Colley
pada tahun 1988 mengembangkan Secchi disk berwarna seluruhnya hitam.
4
bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin,
2000). Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti
kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang
dan pasang surut.
Odum (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah
dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas.
Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi
antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya
kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis
semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan
dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organisme terhadap
oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan
oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan
dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat
menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap
perairan yang kekurangan oksigen terlarut (Wardoyo, 1978). Kandungan oksigen
terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh
senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup
mendukung kehidupan organisme (SWINGLE, 1968). Idealnya, kandungan oksigen
terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada
tingkat kejenuhan sebesar 70 % (HUET, 1970). Kementerian Lingkungan Hidup
menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata
bahari dan biota laut (Anonimous, 2004).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena
oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan
anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan khan biologis yang dilakukan oleh
organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah
untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien
yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik,
oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih
5
sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah
maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban
pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang
ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga. Sebagaimana
diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia
beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun. Disamping itu,
oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme
tertentu, seperti mikroorganisme, sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia
beracun rnenjadi senyawa lain yang Iebih sederhana dan tidak beracun. Karena
peranannya yang penting ini, air buangan industri dan limbah sebelum dibuang ke
lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya kadar oksigennya.
2.2.3 Karbondioksida
Karbondioksida (CO2), merupakan ga yang dubutuhkan oleh tumbuhan-
tumbuhan air renik maupun tingkat tinggi untuk melakukan proses fotosintesis.
Meskipun peranan karbondioksida sangat besar bagi kehidupan organisme air, namun
kandaungannya yang berlebihan sangat mengganggu, bahkan menjadi racun secara
langsung bagi biota akuatik.
Meskipun presentase karbondioksida di atmosfer relatif kecil, akan tetapi
keberadaan karbondioksida di perairan relatif banyak, karena karbondioksida memiliki
kelarutan yang relatif banyak. Karbondioksida dalam air meskipun sangat mudah larut
dalam air tetapi umumnya berad dalam keadaan terikat dengan air membentuk asam
karbonat (H2CO3). Keterikatan CO2 dalam air bentuk H2CO3 sangat dipengaruhi oleh
nilai pH air. Pada pH air yang rendah (pH = 4) karbondioksida berada dalam keadaan
terlarut, pada pH antara 7 – 10 semua karbondioksida dalam bentuk ion HCO3Î,
sedangkan pada pH sekitar 11 karbondioksida dijumpai dalam bentuk CO32-, sehingga
dalam keadaan bas akan menyebabkan peningkatan ion karbonat dan bikarbonat dalam
perairan. Karbondioksida dalam air berasal dari pengikatan langsung dari udara bebas,
dan melalui proses respirasi organisme. Karbondioksida dalm perairan sangat
dibutuhkan terutama oleh tumbuh-tumbuhan air terutama algae untuk fotosintesis. Ada
perbedaan mendasar antara fotosintesis yang berlangsung pada tumbuhan aquatik
dengan fotosintesis terestrial. Sumber karbondioksida yang dibutuhkan pada proses
fotosintesis tumbuham terestrial sepenuhnya langsung diambil dari atmosfr, sementara
proses fotosintesis dalam lingkungan aquatik tergantung pada sumber karbondioksida
yang terlarut dalam air. Ada jenis tumbuhan air yang dapat memanfaatkan
karbondioksida bebas yang terlarut dalam air secara langsung, seperti, tetapi karena pH
6
dalam perairan umumnya netral, maka jarang ditemukan karbondioksida dalam bentuk
bebas (Indrayanto & Saifullah, 2015).
2.2.4 pH
Derajat keasamaan (pH) adalah algoritma negatif dari konsentrasi ion-ion
hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan dan merupakan indikator baik buruknya
suatu perairan (Sastrawijaya, 1991). Dalam air yang bersih, jumlah konsentrasi ion H+
dan OHÎ berada dalam keseimbangan atau dikenal dengan pH = 7. Organisme perairan
dapat hidup ideal dalam kisaran pH antara asam lemah sampai basa lemah. Sebagian
besar biota akuatik sensitive terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 -
8,5. Perairan asam akan kurang produktif dan dapat membunuh organisme akuatik.
Pada pH rendah (keasaman tinggi), kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sebagi
akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas naik dan selera makan akan
berkurang.atas dasar ini, maka usaha bubdidaya perairan akan berhasil baik dengan pH
6,5 – 9,0 dan kisaran optimal adalah pH 7,5 – 8,7.
Peningkatan ion hidrogen akan menyebabkan nilai pH turun dan disebut
seabagai larutan asam. Sebaliknya apabila ion hidrogen berkurang akan menyebabkan
nilai pH naik dan dikenal dengan larutan basa. Kondisi perairan yang bersifat asam kuat
atau basa kuat akan membahayakan kelangsungan hidup biota, karena akan
mengganggu proses metabolisme dan respirasi.
Derajat keasamaan air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks
pencemaran, dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan. Nilai pH mempunyai
pengaruh yang signifikan pada kandungan amonia, H2S, HCN, dan logam berat pada
ikan. Perairan dengan kondidi asam kuat menyebabkan logam berat seperti alumunium
memiliki mobilitas yang meningkat dan karena logam ini bersifat toksik maka dapat
mengancam kehidupan biota. Sedangkan keseimbangan amonium dan amoniak akan
terganggu apabila pH air terlalu basa. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan
konsentrasi ammonia di dalam air hingga 10 kali lipat dari semula. Pada kondisi pH
kurang dari 7,8 nitrogen dalam bentuk uniosasi ammonia sekitar 5% dari total ammonia,
sebaliknya pada pH 9. Jumlah unionisasi mencapai 50% dari total ammonia. Nilai pH
yang tinggi terjadi di perairan dengan kandungan alga tinggi, dimana proses
fototosintesis membutuhkan banyak CO2 (Indrayanto & Saifullah, 2015).
2.2.5 Alkalinitas
Alkalinitas adalah suatu parameter kimia perairan yang menunjukan jumlah ion
karbonat dan bikarbonat yang mengikat logam golongan alkali tanah pada perairan
7
tawar. Nilai ini menggambarkan kapasitas air untuk menetralkan asam, atau biasa juga
diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH.
Perairan.mengandung alkalinitas ≥20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif
stabil terhadap perubahan asam/basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil.
Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu,
dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas alami tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3.
Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme
akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam
natrium yang tinggi (Effendi, 2003).
Air dengan alkalinitas tinggi jarang dijumpai dalam akuakultur, penggunaan kolam
semen baru memang akan menyebabkan pH meningkat, sehingga untuk pengoprasian
kolam semen diperlukan tindakan pengisian air dan pengurasan berulang-ulang sebelum
kolam semen siap digunakan untuk budidaya. Lanjut dikatakan bahwa pemberian kapur
atau atau aliran air yang tidak baik setelah pemberian kapur dapat berakibat alkalinitas
air tinggi dan dapat bersifat fatal terhadap ikan.
Alkali ialah zat yang melepaskan ion hidroksil dalam air dan mempunyai pH lebih
besar dari 7, antara lain kapur (kalsium hidroksil) yang ditambahkan pada tanah untuk
menetralkan sifat asam yang berlebihan.
Tinggi atau rendahnya alkalinitas dalam suatu perairan tidak lepas dari pengaruh
parameter lain seperti pH, atau kesadahan. Di mana semakin tinggi alkalinitas, maka
kedua parameter tersebut akan mengikuti. konsentrasi total alkalinitas sangat erat
hubungannya dengan konsentrasi total kesadahan air. Umumnya total alkalinitas
mempunyai konsentrasi yang sama dengan konsentrasi total kesadahan. Selain
bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan
kekuatan ion. Unsur-unsur alkalinitas juga dapat bertindak sebagai buffer (penyangga)
pH.
8
Alkalinitas relatif sama jumlahnya dengan kesadahan dalam suatu perairan.
Alkalinitas juga berpengaruh terhadap pH dalam suatu perairan. Dalam kondisi basa ion
bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat
asam sehingga keadaan pH menjadi netral.sebaliknya bila keadaan terlalu asam, ion
karbonat akan mengalami hidrolis menjadi ion bikarbonat dan melepaskan hidrogen
oksida yang bersifat basa, sehingga keadaan kembali netral. Perairan dengan nilai
alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena
biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang
tinggi (Achmad, 2004).
9
2.2.7 Total Ammonia Nitrogen (TAN) dan Ammonia Bebas (NH3)
Ammonia berasal dari kandungan nitrogen yang bersumber dari limbah rumah
tangga ataupun industri. Di lain pihak bisa berasal dari sisa pakan dan sisa feses (sisa
metabolisme protein oleh ikan) yang dihasilkan ikan itu sendiri dan bahan organik
lainnya. Ammonia di dalam air ada dalam bentuk molekul (non disosiasi/unionisasi) ada
dalam bentuk NH3 dan ada dalam bentuk ion ammonia (disosiasi) dalam bentuk NH4+.
Kedua bentuk ammonia tersebut sangat bergantung pada kondisi Ph dan suhu air.
Dinding sel tidak dapat ditembus oleh ion ammonia (NH4+), akan tetapi ammonia (NH3)
akan mudah didifusi melewati jaringan jika konsentrasinya tinggi dan berpotensi
menjadi racun bagi tubuh ikan. Sehingga kondisi normal ada dalam kondisi asam
seimbang pada hubungan air dengan jaringan. Jika keseimbangan dirubah, seperti nilai
pH di salah satu bagian turun akan mengudang terjadinya penambahan molekul
ammonia (Svobodova, at al, 1993).
Tingkat racun dari ammonia selain karena faktor Ph dan ammonia juga
dipengaruhi oleh kandungan oksigen di dalam air. Air dengan nilai Ph rendah maka
yang dominan adalah ammonium (NH4+), sebaliknya bila nilai Ph tinggi yang dominan
adalah ammonia (NH3). Tingkat racun dari ammonia dipengaruhi oleh keberadaan CO2
bebas di dalam air. Difusi CO2 di dalam insang akan menurunkan nilai pH, yang pada
akhirnya akan mengurangi rasio unionisasi ammonia. Ammonia akan berakibat akut
pada konsentrasi 1,0 – 1,5 mg/l.
10
gelap dan terang. Pada botol gelap akan terjadi konsumsi O2 karena aktivitas
respirasi, sedangkan botol terang terjadi produksi O2 karena aktivitas fotosintesis.
Produktivitas primer menurut Odum (1993) dapat dibagi dua yaitu:
1. Produktivitas primer kotor, adalah laju total dari fotosintesis termasuk bahan
organik yang dihabiskan dalam respirasi selama waktu pengukuran yang dikenai
juga sebagai fotosintesis total.
2. Produktivitas primer bersih, adalah laju penyimpanan bahan organik dalam
jaringan tiunbuhan setelah digunakan dalam respirasi oleh tumbuhan selama
waktu pengukuran,
Produktivitas inilah yang tersedia dan digunakan oleh tingkatan tropik diatasnya.
Istilah lainnya untuk Produktivitas primer bersih adalah "fotosintesis nyata".
Produktivitas primer kotor maupun bersih umumnya dinyatakan dalam jumlah gram
karbon (C) yang terikat persatuan luas atau volume air per interval waktu. Jadi
Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam jumlah gram karbon per m^ per tahun (g
C/mVtahun).
Adapun yang dimaksud dengan produktivitas primer dalam arti umum adalah
laju produksi zat organik melalui proses fotosintesis. Produsen primer yang terpenting
di dalam perairan adalah algae planktonik. Reaksi fotosintesis adalah reaksi yang sangat
rum it, tetapi secara keseluruhan dapat disederhanakan sebagai berikut:
C02 + H20 •(CH20) + 02
Dalam proses ini energi sinar disadap oleh pigmen fotosintetik terutama klorofil
dan adanya CO2, air dan zat-zat hara akan dihasilkan senyawa organik yang
mempunyai potensi energi kimiawi yang tinggi. Potensi energi ini kelak dapat
dipergunakan oleh tumbuhan untuk respirasi, pertumbuhan dan berbagai proses fisiologi
lainnya . Perairan dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan laju produktivitas
primemya. Produktivitas primer sebesar 15-50 g C/mV tahun digolongkan sebagai
perairan oligottx fik, produktivitas primer 50-150 g C/mV tahun digolongkan sebagai
perairan mesotrofik, Produktivitas primer sebesar 150-500 g C/m'/tahun digolongkan
perairan eutrofik.
11
12
BAB III
BAHAN DAN METODE
13
2. Larutan NaOH 0,1 N Menetralkan sampel air
3. Air Check Dam Unpad Sampel air yang akan diuji
4. Larutan HCl 0,1 N Indikator praktikum
5. Larutan Indikator Methyl Indikator praktikum
Red/Orange
6. Larutan MnSO4 Mengikat oksigen dalam sampel air
7. Larutan Pereaksi O2 (O2- Mengikat oksigen dalam sampel air
regeant)
8. Larutan H2SO4 pekat Mengikat oksigen dalam sampel air
9. Aquades Membersihkan peralatan laboratorium
yang habis dipakai agar steril
10. Air mineral Mengalirkan air pada prob ph meter
11. Larutan Indikator Amylum Menentukan titik akhir dari titrasi
12. Larutan Na2S2O3 0,01 N Indikator perubah warna pada titrasi
13. Larutan Signette Indikator praktikum
14. Larutan Nessler Indikator praktikum
15. Larutan standar NH4-N 5 μg/l Indikator praktikum
14
Alat secchi disk disiapkan dan ditentukan titik pengukuran
Keping secchi dimasukkan ke dalam perairan sampai keping secchi tidak terlihat untuk
pertama kali
Keping secchi dimasukkan kembali sampai tidak terlihat, kemudian diangkat perlahan
sampai keping secchi terlihat untuk pertama kali
15
Kabel dielpaskan dari DO meter.
Angka yang tercantum pada DO meter dan angka suhu di bawahnya dicatat.
Gambar 3.2 Prosedur Dissolved Oxygene (DO) Perairan Metode Winkler
16
Sample air danau diambil lalu dimasukkan ke dalam botol winkler.
3.3.3 Karbondioksida
17
3 tetes larutan indikator phenolptealin ditambahkan ke dalam 50 ml air dalam
labu erlenmeyer.
Larutan NaOH 0,1 N dtitrasi hingga warna berubah menjadi merah muda
(pink).
18
Sample air danau diambil lalu dimasukkan ke dalam botol winkler.
Sampel air yang diambil dari perairan disaring dengan menggunakan kertas saring
bebas abu.
Sebanyak 300 ml sampel air hasil saringan dimasukkan kedalam gelas ukur,
kemudian diencerkan/ditambahkan dengan akuadest yang telah jenuh dengan oksigen
hingga 600ml (pengenceran 2x), kemudian dikocok agar homogeny.
Sampel air hasil pengenceran tersebut (point 2) dimasukkan kedalam dua buah botol
winkler hingga penuh/luber dan tutup kedua botol tersebut dengan hati hati (jangan
terjadi gelembung udara).
Salah satu botol winkler (point 3) dianalisis kandungan oksigennya (DO-nol) dengan
metode yodometrik (lihat prosedur analisis oksigen terlarut). Dan botol wingkler
yang kedua disimpan pada inkubator dengan suhu 20 celsius selama 5 hari, setelah 5
hari, dianalisis kandungan oksigennya (DO-5) dengan prosedur yang sama.
19
3.3.7 Total Ammonia Nitrogen (TAN) dan Ammonia Bebas (NH3)
Sampel air (inlet, midlet, & outlet) diambil sebanyak 500 ml lalu masing-masing
dimasukkan ke dalam botol sampel.
Ketiga sampel tersebut disimpan untuk dianalisis di laboratorium, diukur suhu air dan
angka pH perairannya.
Sebanyak 25 ml sampek air yang telah disaring lalu dimasukkan ke dalam tabung
reaksi.
20
Isi 3 buah botol bekas (IB, DB, LB) dengan sampel air sampai penuh, lalu tutup
ketiganya (jangan ada gelembung udara).
Lalu tutup mulut botol dan kocok. Biarkan mengendap (jika endapan warna putih
tidak usah dilanjutkan karena kandungan oksigen sama dengan nol) diamkan
selama 15 menit.
Jika endapan coklat, tambahkan 2 mL larutan H2SO4 pekat, tutup lalu kocok.
Diamkan 5-15 menit hingga endapan larutan sempurna warnanya kembali seperti
semula.
Ambil botol yang sudah direndam selama 4 jam (botol DB dan LB) di analisis
kandungan oksigennya dengan cara yang sams seperti pada sampel yang terdapat
di botol IB.
21
Gambar 3.9 Prosedur Pengukuran Produktivitas Primer Perairan
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Kecerahan (cm)
Stasiun 07.00 WIB 09.00 WIB 11.00 WIB
I 25,6 20,65 19
II 21,6 26,6 26,3
III 23,6 22,6 41,5
23
24
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada pengambilan data pukul 07.00 WIB
stasiun I memiliki nilai kecerahan yang paling tinggi dari pada stasiun II dan III.
Hal itu menunjukkan bahwa kawasan perairan yang diuji di stasiun I terdapat
proses asimilasi dan fotosintesis yang lebih baik dibandingkan pada stasiun II dan
III.
Adapun hasil yang didapatkan pada pengambilan data pukul 09.00 WIB
stasiun II memiliki nilai kecerahan yang paling tinggi dari pada stasiun I dan III.
Hal itu menunjukkan bahwa kawasan perairan yang diuji di stasiun II terdapat
proses asimilasi dan fotosintesis yang lebih baik dibandingkan pada stasiun I dan
III.
Sementara hasil yang didapatkan pada pengambilan data pukul 11.00 WIB
stasiun III memiliki nilai kecerahan yang paling tinggi dari pada stasiun I dan II.
Hal itu menunjukkan bahwa kawasan perairan yang diuji di stasiun III terdapat
proses asimilasi dan fotosintesis yang lebih baik dibandingkan pada stasiun I dan
II.
Terdapat perbedaan hasil pengujian berdasarkan waktu pengujian. Pada saat
pengambilan data pukul 07.00 WIB, stasiun I merupakan stasiun dengan nilai
kecerahan tertinggi. Pada saat pengambilan data pukul 09.00 WIB, stasiun II
memiliki nilai kecerahan tertiggi. Akan tetapi pada saat pengambilan data pukul
11.00 WIB, stasiun III yang memiliki nilai kecerahan yang paling tinggi. Setiap
stasiun menjadi kawasan dengan nilai kecerahan yang tertinggi pada waktu yang
berbeda-beda menunjukkan bahwa waktu tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap nila kecerahan.
4.2.1 Kecerahan
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada pengambilan data pukul 07.00 WIB
stasiun I memiliki kadar oksigen yang lebih besar dari pada stasiun II dan III.
Dengan demikian menunjukan bahwa kawasan perairan yang diuji di stasiun I
memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan pada stasiun II dan III.
Adapun hasil yang didapatkan pada pengambilan data pukul 09.00 WIB
stasiun III memiliki kadar oksigen yang lebih besar dari pada stasiun I dan II. Hal
itu menunjukkan bahwa kawasan perairan yang diuji di stasiun III memiliki suhu
yang lebih rendah dibandingkan pada stasiun I dan II.
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada pengambilan data pukul 11.00 WIB
stasiun I memiliki kadar oksigen yang lebih besar dari pada stasiun II dan III.
Dengan demikian menunjukan bahwa kawasan perairan yang diuji di stasiun I
memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan pada stasiun II dan III.
Kadar oksigen pada kawasan perairan Cekdam Arboretum menyusut seiring
bertambahnya waktu. Pada pukul 07.00 WIB memiliki rata-rata kadar oksigen
sebesar 10, 24, pada pukul 09.00 WIB memiliki rata-rata kadar oksigen sebesar
9,53, dan pada pukul 11.00 WIB memiliki rata-rata kadar oksigen sebesar 7,96.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap kadar
oksigen suatu wilayah perairan.
25
itu menunjukkan bahwa kawasan perairan yang diuji di stasiun III memiliki suhu
yang lebih rendah dibandingkan pada stasiun I dan II.
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada pengambilan data pukul 11.00 WIB
stasiun I memiliki kadar oksigen yang lebih besar dari pada stasiun II dan III.
Dengan demikian menunjukan bahwa kawasan perairan yang diuji di stasiun I
memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan pada stasiun II dan III.
Kadar oksigen pada kawasan perairan Cekdam Arboretum menyusut seiring
bertambahnya waktu. Pada pukul 07.00 WIB memiliki rata-rata kadar oksigen
sebesar 10, 24, pada pukul 09.00 WIB memiliki rata-rata kadar oksigen sebesar
9,53, dan pada pukul 11.00 WIB memiliki rata-rata kadar oksigen sebesar 7,96.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap kadar
oksigen suatu wilayah perairan.
4.2.3 Karbondioksida
Pada stasiun I kadar karbondioksida cenderung meningkat dari waktu ke
waktu. Pada pukul 07.00 WIB terdapat 8,8 mg/L Karbondioksida pada stasiun I,
pada pukul 09.00 WIB terdapat 17,6 mg/L kandungan karbondioksida, dan pada
pukul 11.00 WIB terdapat 57,2 mg/L kadar karbondioksida pada wilayah stasiun
I.
Adapun pada stasiun II kadar karbondioksida mengalami kondisi yang naik
turun. Pada pukul 07.00 WIB terdapat sebanyak 26,4 mg/L kadar karbondioksida,
pada pukul 09.00 WIB terdapat 44 mg/L kandungan karbondioksida, dan pada
pukul 11.00 WIB terdapat 35,2 mg/L kandungan karbondioksida.
Sementara pada stasiun III kadar karbondioksida cenderung menurun dari
waktu ke waktu. Pada pukul 07.00 dan 09.00 WIB terdapat kadar karbondioksida
yang sama yaitu 22 mg/L karbondioksida dan pada pukul 11.00 WIB terdapat
15,2 mg/L kadar karbondioksida.
4.2.4 pH
Nilai pH perairan cenderung semakin asam dari waktu ke waktu pada semua
stasiun, kecuali stasiun III yang mengalami kenaikan dan penurunan nilai pH dari
waktu ke waktu. Pada stasiun III mula-mula pada pukul 07.00 WIB yaitu sebesar
26
9,19 lalu mengalami kenaikan pada pukul 09.00 WIB menjadi sebesar 9,3 lalu
mengalami penurunan kembali pada pukul 11.00 WIB menjadi 7,5.
Sementara pada stasiun I dan II nilai pH dari waktu ke waktu mengalami
penurunan. Pada stasiun I, pada pukul 07.00 WIB sebesar 9,2 lalu mengalami
penurunan pada pukul 09.00 WIB menjadi sebesar 9,04 lalu mengalami
penurunan kembali pada pukul 11.00 WIB menjadi 7,49. Adapun pada stasiun II,
pada pukul 07.00 WIB sebesar 9,3 lalu mengalami penurunan pada pukul 09.00
WIB menjadi sebesar 9,29 lalu mengalami penurunan kembali pada pukul 11.00
WIB menjadi 7,2.
4.2.5 Alkalinitas
Kadar alkalinitas pada perairan stasiun I cenderung meningkat dari waktu ke
waktu. Pada pukul 07.00 WB tingkat alkalinitasnya sebesar 20 meq/L lalu pada
pukul 09.00 WIB menjadi 65 meq/L dan pada pukul 11.00 WIB naik kembali
menjadi 110 meq/L.
Adapun kadar alkalinitas pada perairan stasiun II cenderung mengalami
kenaikan dan penurunan. Pada pukul 07.00 WB tingkat alkalinitasnya sebesar 70
meq/L lalu pada pukul 09.00 WIB menjadi 100 meq/L dan pada pukul 11.00 WIB
naik kembali menjadi 54,75 meq/L.
Sementara kadar alkalinitas pada perairan stasiun III cenderung meningkat
dari waktu ke waktu. Pada pukul 07.00 WB tingkat alkalinitasnya sebesar 90
meq/L lalu pada pukul 09.00 WIB menjadi 180 meq/L dan pada pukul 11.00 WIB
naik kembali menjadi 76 meq/L.
27
Pada stasiun II mengalami penurunan lalu kenaikan. Pada pukul 07.00 WB
tingkat alkalinitasnya sebesar 42,2 mg/L lalu pada pukul 09.00 WIB mengalami
penurunan menjadi 35,6 mg/L dan pada pukul 11.00 WIB kenaikan menjadi
40,56 mg/L.
Sementara pada stasiun I mengalami kenaikan lalu penurunan. Pada pukul
07.00 WB tingkat alkalinitasnya sebesar 20,25 mg/L lalu pada pukul 09.00 WIB
mengalami kenaikan menjadi 6,1 mg/L dan pada pukul 11.00 WIB penurunan
menjadi 61,5 mg/L
4.2.8 Produktivitas Primer Hasil yang didapatkan dari pengujian dari setiap
stasiun sangat bervariasi. Pada stasiun I didapatkan bahwa nilai produktivitas
primer pada pukul 07.00 WIB sebesar 1,215 mgC/m2. Pada pukul 09.00 WIB nilai
produktivitas primer sebesar 2,28 mgC/m2. Pada pukul 11.00 WB nilai
prioduktivitas primer sebesar 8,499 mgC/m2.
Adapun hasil pada stasiun II didapatkan bahwa nilai produktivitas primer
pada pukul 07.00 WIB sebesar -1,03 mgC/m2. Pada pukul 09.00 WIB nilai
28
produktivitas primer sebesar 6,0825 mgC/m2. Pada pukul 11.00 WB nilai
prioduktivitas primer sebesar 0,93475 mgC/m2.
Pada stasiun III didapatkan bahwa nilai produktivitas primer pada pukul
07.00 WIB sebesar 3,625 mgC/m2. Pada pukul 09.00 WIB nilai produktivitas
primer sebesar -1,63 mgC/m2. Pada pukul 11.00 WB nilai prioduktivitas primer
sebesar -1,8 mgC/m
29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah praktikan lakukan menunjukkan bahwa hasil
analisis pada perairan Check Dam Unpad memiliki kebasaan yang cukup tinggi. Hal
itu dapat dikatakan karen perairan meiliki nilai pH yang tinggi dengan hasil pH terkecil
sebesar 7,2 (stasiun II pukul 11.00 WIB) dan nilai pH tertinggi sebesar 9,3 (stasiun II
pukul 07.00 WIB dan stasiun III pukul 09.00 WIB). Serta nilai alkalinitas yang tinggi
pula, dengan nilai terkecil sebesar 20 meq/L (stasiun I pukul 07.00 WIB) dan nilai
terbesar dengan nilai sebesar 180 (stasiun III pukul 09.00 WIB). Dengan demikian
perairan Check Dam memiliki kemungkian tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik
karen nilai kesadahan yang cukup tinggi atau kadar garam natrium yang cukup tinggi.
Dengan nilai pH yang dimiliki berkisar 7-10, keadaan karbondioksida pada
perairan Check Dam berbentuk dalam wujud ion HCO3I. Dengan nilai pH yang
berkisar 7-10 juga, memiliki potensi usaha budidaya perairan yang akan berhasil.
5.2 Saran
Kegiatan praktikum sebaiknya akan lebih efektif dan efisien jika dilakukan oleh
kelompok kecil supaya setiap individu bisa langsung praktek dan merasakan kerja di
lapangan, karena jika pembagian tugas saat di lapangan bersama kelompok besar, tidak
semua individu ikut membantu dan merasakan praktikumnya itu sendiri. Penambahan
waktu pada tugas juga perlu diperhatikan, karena membuat laporan akhir praktikum
dengan waktu yang singkat (1 minggu) bagi penulis tidak cukup. Pembuatan seperti
official account di line juga bisa dimanfaatkan oleh asisten laboratorium, karena selain
membantu aslabnya itu sendiri, penulis beserta yang lain juga bisa lebih mudah
berinteraksi dengan aslabnya jika ada kesulitan, serta lebih mudah mendapatkan
informasi mengenai tugas pendahuluan, praktikum, laporan akhir praktikum, maupun
ujian akhir praktikum tanpa harus menunggu dari koordinator kelas.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
33
Penggaris Tabung E
spectrofotometer biuret
PraktikumPenggunaan alat
Mengukur suhu dengan Thermometer
Spectrofotometer
Penetesan Methyl Orange pada sampel Penetesan HCl pada sampel
Lampiran 4. Perhitungan
Kecerahan
SD 1 = 57 cm
SD 2 = 26 cm
SD1 + SD2
SD (m) = 2
(57 +26)
= 2
83
= 2
= 41,5 cm
= 0.415 m
= 14,9 mg/l O2
Karbondioksida
1000
Mg/l CO2.bebas = × (ml NaOH terpakai) × 0,1 × 44
50
= 50 × 0,15 × 0,1 × 44
Alkalinitas
1000
Meg/l CaCO3 = × (ml HCl terpakai) × 0,1 × 50
50
1000
= × 0,76 × 0,1 × 50
50
= 76 meg/l CaCO3
= 14,4 mg/l
8000 × 3 ml × 0,02 N
Mg/l O2 = 150-2
50 ×( )
150
= 9,79 mg/l
= 1,3 mg/l
= 12,3 mg/l × 5
= 61,5 mg/l
Suhu = 27℃
Absorbansi = 0,083
Suhu = 29℃
Absorbansi = 0,11
Suhu = 29℃
Absorbansi = 0,126
Produktivitas Primer
DO pada botol IB
= 12,65 – 12,20
= 0,40
Gross Primary Productiity =LB – DB
= 7,85 – 12,20
= -4,357
Net Primary Productifity = (LB – DB) – (IB – DB)
= 0,40 – (-4,357)
= 4,757