Anda di halaman 1dari 17

FILUM HELMINTHES

PARASIT DAN PENYAKIT IKAN

Perikanan C / Kelompok 6

RIDHO JULIANTO 230110150164


FADHIILAH 230110150170
SRI ASTUTI P 230110150189
FARRAS FAISHAL 230110150199
MUHAMMAD DIKYAH F 230110150180
DHEA ZERIA SANTIKA 230110150213
DEAR FRANS LYANDRE S 230110150226

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas kuasa-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas pembuatan materi tentang Filum Helminthes ini tepat pada
waktunya. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada seluruh pihak yang telah
terlibat dalam pembuatan makalah ini serrta teman-teman di Fakutas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran yang telah mendukung dan mensuport
kami dalam menyelesaikan serangkaian tugas ini.
Saya selaku penyusun sadar bahwa manusia tidak pernah luput dari
kesalahan. Oleh karena itu saya berharap kritik serta saran yang membangun dari
pembaca demi perbaikan penyusunan makalah saya selanjutya.
Saya berharap dengan adanya makalah ini dapat menjadi sarana bagi kita
semua untuk membantu dalam belajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
dan bermanfaat bagi yang membacanya dan semoga karya tulis ini menjadi media
pembelajaran yang bermanfaat serta membantu dalam penanganan permasalahan
yang kami angkat dalam makalah ini.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih atas perhatiannya.

Jatinangor, Maret 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

_Toc476515961
BAB I
1.1 Pendahuluan..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2

BAB II
2.1 Tubelaria (Ichtyophaga)............................................................................3
2.1.1 Klasifikasi............................................................................. 3
2.1.2 Morfologi..............................................................................3
2.1.3 Siklus Hidup..........................................................................4
2.1.4 Inang Perantara yang diserang oleh Ichthyophaga sp....................4
2.1.5 Gejala Klinis..........................................................................4
2.1.6 Pengendalian.........................................................................5
2.2 Gyrodactylus cyprini.................................................................................6
2.2.1 Klasifikasi............................................................................. 7
2.2.2 Morfologi..............................................................................7
2.2.3 Siklus Hidup..........................................................................7
2.2.4 Gejala Klinis..........................................................................8
2.2.5 Pengendalian.........................................................................8
2.3 Dactylus cyprini.............................................................................................8
2.3.1 Klasifikasi............................................................................. 8
2.3.2 Morfologi..............................................................................9
2.3.3 Siklus Hidup..........................................................................9
2.3.4 Gejala Klinis........................................................................10
2.3.5 Pengendalian.......................................................................12

BAB III
3.1 Kesimpulan..............................................................................................13
3.2 Saran........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Penyakit pada organisme perairan didefinisikan sebagai sesuatu yang
dapat mengganggu proses kehidupan ikan sehingga pertumbuhan menjadi tidak
normal. Secara umum penyakit dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu penyakit
infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh organisme hidup seperti
parasit, jamur, bakteri, dan virus dan penyakit non infeksi disebabkan oleh faktor
non hidup seperti pakan, lingkungan, keturunan dan penanganan (Afrianto dan
Liviawaty 2003).
Parasit merupakan organisme yang hidup pada organisme lain yang
mengambil makanan dari tubuh organisme tersebut, sehingga organisme yang
tempatnya makan (inang) akan mengalami kerugian. Parasitisme adalah hubungan
dengan salah satu spesies parasit dimana inangnya sebagai habitat dan merupakan
tempat untuk memperoleh makanan atau nutrisi, tubuh inang adalah lingkungan
utama dari parasit sedangkan lingkungan sekitarnya merupakan lingkungan
keduanya (Kabata 1985). .
Penyakit akibat infeksi parasit menjadi ancaman utama keberhasilan
akuakultur. Pemeliharaan ikan dalam jumlah besar dan padat tebar tinggi pada
area yang terbatas, menyebabkan kondisi lingkungan tersebut sangat mendukung
perkembangan dan penyebaran penyakit infeksi. Kondisi dengan padat tebar
tinggi akan menyebabkan ikan mudah stress sehingga menyebabkan ikan menjadi
mudah terserang penyakit, selain itu kualitas air, volume air dan alirannya
berpengaruh terhadap berkembangnya suatu penyakit. Populasi yang tinggi akan
mempermudah penularan karena meningkatnya kemungkinan kontak antara ikan
yang sakit dengan ikan yang sehat ( Irianto 2005).
Infeksi yang terjadi pada ikan karena serangan parasit merupakan masalah
yang cukup serius dibanding dengan gangguan yang disebabkan oleh faktor lain.
Parasit bisa menjadi wabah bila diikuti oleh infeksi sekunder. Kolam yang tidak
terawat merupakan tempat yang baik bagi organisme penyebab infeksi penyakit

1
2

yang mungkin telah ada pada kolam atau juga berasal dari luar. Akan tetapi,
selama kolam terjaga dengan baik serta lingkungan yang selalu mendapat
perhatian, parasit dalam kolam maupun yang dari luar tidak akan mampu
menimbulkan infeksi (Irawan 2000).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
permasalahan yang akan dibahas adalah :
1. Kerugian apa saja yang dapat disebabkan oleh parasit
2. Bagaimana pengaruhnya didalam bidang perikanan
3. Bagaimana penanganan parasit helminthes yang tepat

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini diantaranya :
1. Memberikan informasi yang mudah dipahami oleh pembaca
2. Memberikan pembahasan dari topik helminthes sebagai parasit
3. Menjadikan makalah ini sebagai sarana presentasi mata kuliah parasit dan
penyakit pada ikan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tubelaria (Ichtyophaga)


Turbellaria adalah salah satu ordo dari filum platyhelmintes. Turbellaria ini
merupakan cacing yang berbulu getar atau memiliki silia, tidak memiliki rongga,
tidak memiliki anus, triplobastik yang hidup bebas di perairan jernih ataupun
daratan yang lembab, karena tubuh bagian ventral dan dorsal yang cukup tipis
atau pipih maka banyak yang menyebutnya flatworms (cacing pipih). Ada pula
yang hidup bersimbiosis dengan ganggang, serta bersimbiosis komensalisme di
rongga mantel Mollusca dan di insang Crustaceae. Beberapa jenis Turbellaria
hidup parasit di dalam usus Mollusca dan rongga tubuh Echinodermata.
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi Ichtyhophaga sp.
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Aves
Order : Accipitriformes
Family : Accipitridae
Genus : Ichthyophaga
Spesies : Ichthyophaga sp.
2.1.2 Morfologi
Ichtyhophaga sp. memiliki bentuk tubuh yang lonjong. Disekitar tubuh
Ichtyhophaga sp. terdapat bulu getar (cillia) yang digunakan sebagai alat untuk
berpindah tempat walaupun pergerakannya terkadang lambat. Didalam tubuh
Ichtyhophaga sp. terdapat vitellaria, oocyte, sperm, pharyngeal glands, dan
pharynx.

3
4

Gambar 1. Morfologi Ichtyophaga sp.

2.1.3 Siklus Hidup


Biasanya hidup di inang ikan bagian sirip ekor. Siklus hidupya pada fase
perifer tubuh diisi dengan sel besar: besar sel tahan api diisi dengan granulasi
baik. Sedikit lebih kecil tetapi lebih banyak sel pewarnaan yang kuat dengan
hematoksilin (vitellaria). Ovarium tidak terlihat, meskipun dalam satu cacing oosit
kecil adalah terlihat di parenkim lateral. Baik yang testis dilihat, namun di
pertengahan tubuh ventral 2 saluran baik terlihat menyatu untuk membentuk
lemah berotot, posterior diarahkan tabung yang diisi dengan bolus sperma sekitar
40 pm diameter.
2.1.4 Inang Perantara yang diserang oleh Ichthyophaga sp
Paravortex atau Ichthyophaga, dapat menyebabkan tang turbellarian,
penyakit yang cukup umum. Larva muncul titik-titik hitam kecil pada permukaan
ikan berwarna cerah, parasit tersebut menghisap darah inangnya. spesies ini akan
jatuh dari inang ke bagian bawah/dasar perairan untuk menjadi dewasa, untuk
mereproduksi membuat cacing berenang bebas yang menemukan inang baru.
Siklus berulang reproduksi dapat menghasilkan ikan terinfeksi berat.
2.1.5 Gejala Klinis
Pada ikan yang terinfeksi Ichtyhophaga sp. pada umumnya memiliki
gejala klinis sebagai berikut :
1. Terdapat titik-titik hitam kecil (larva) muncul di sisi dan sirip ikan yang
terinfeksi.
2. Pernafasan menjadi lebih cepat.
3. Nafsu makan menurun.
5

Ikan yang terinfeksi akan menggoreskan dirinya pada permukaan dan


berenang tidak menentu.
2.1.6 Pengendalian
Ada beberapa pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengobati serangan
parasit. Umumnya dilakukan dengan cara direndam (karena termasuk ektoparasit).
Bahan yang digunakan untuk perendaman ada beberapa macam, yang biasa
digunakan antara lain :
1. Methylene Blue
Pemberian dilakukan dengan perendaman dengan dosis 3 ppm selama 24
jam atau lebih, jika larutan yang tadinya berwarna biru berubah menjadi biru
terang, maka larutan perlu diganti dengan yang baru
2. Larutan ammonium
Perendaman dilakukan dengan larutan ammonium 1:2000 selama 5-15
menit.umunya dalam jangka waktu tadi kedua monogenia di atas sudah dapat
diberantas. Untuk mendapatkan larutan ammonium 1:2000, dilakukan dengan
membuat larutan dengan perbandingan ammonium dengan air 1:9. Kemudian dari
campuran tadi, diambil sekitar 5% untuk dicampurkan dengan 1 liter air sehingga
didapat larutan ammonium 1:2000
3. Formalin atau MGO
Menggunakan dosis 15-50 ppm atau dengan MGO 0,1 ppm selama 24
jam. Perendaman dilakukan 3x selama seminggu untuk memastikan ikan terbebas
dari parasit
4. Garam dapur
Garam merupakan yang paling mudah didapat dan cukup efektif.
Perendaman dilakukan dengan dosis 100-500 ppm dan dapat dilakukan dalam
jangka panjang, atau 1-2% selama 30 menit. Perendaman dapat dilakukan dengan
melarutkannya dalam air terlebih dahulu atau langsung ditebar di kolam.
Pengobatan lain yang dapat dilakukan antara lain ; perendaman dalam PK 4-5 mg
perliter; perendaman dengan larutan bromex (dimetil 1.2-dibromo-2.2-dichloro-
etilphospat) 0.1-1.2 ppm; dan perendaman dalam larutan neguvon 2-3.5% selama
15 detik atau 1% selama 2-3 menit. Selain dengan perendaman, perlakuan fisik
6

juga bisa dilakukan untuk pengobatan, namun utama sebagai tindak pencegahan.
Suhu air yang lebih dari 300oC dapat membunuh parasit di atas, namun perlu
pengawasan karena kenaikan suhu dapat meningkatkan resiko ikan stress.
Untuk mencegah serangan panyakit di kolam budidaya, perlu dilakukan
tindakan persiapan kolam yang matang, mulai dari pengeringan, pembalikan dasar
kolam dan pengapuran untuk memutus siklus hidup parasit. Pada kolam permanen
dapat dilakukan disenfektan dengan Methylene Blue dengan dosis 1gram/m3.
Kualitas harus selalu dikontrol agar dapat mendukung kehidupan ikan budidaya.
Padat tebar dan pakan diperhitungkan dalam budidaya, padat tebar yang lebih
tinggi menuntut penyediaan nutrisi yang mencukupi agar ikan dapat tumbuh
dengan optimal, namun padat tebar yang tinggi juga meningkatkan resiko ikan
stress jika kualitas air tidak dikontrol dengan teratur.

2.2 Gyrodactylus cyprini


Parasit ini merupakan organisme yang menyerang tubuh ikan bagian luar.
Gyrodactylus sp menginfeksi tubuh dan sirip ikan. Gyrodactylus sp merupakan
cacing parasit ikan yang menempel pada tubuh inang. Gyrodactylus sp
berkembangbiak dengan melahirkan anakan yang sudah mengandung anakan lagi.
Semua anakan hasil reproduksi ini mampu menginfeksi ikan tanpa adanya inang
perantara (Awik et al. 2007). Kabata (1985) menyatakan bahwa monogenea salah
satu parasit yang sebagian besar menyerang bagian luar tubuh ikan (ektoparasit)
jarang menyerang bagian dalam tubuh ikan (endoparasit) biasanya menyerang
kulit dan insang. Salah satu spesies dari kelas monogenea yang paling sering
muncul pada ikan air tawar adalah Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp.
Gyrodactylus sp. ini sering ditemukan menginfeksi ikan-ikan air tawar
seperti Ikan Mas (Cyprinus carpio), Betutu (Oxyeleotris marmorata) Nila
(Oreochromis niloticus) dan lainnya. Pada umumnya berkumpul atau bergerombol
di sekitar kulit dan sirip ikan, meskipun kadang-kadang juga ditemukan di insang
(secara umum Dactylogyrus lebih menyukai insang) (Dedi 2010).
7

2.2.1 Klasifikasi
Menurut Gusrina (2008), klasifikasi Gyrodactylus sp. adalah sebagai
berikut:
Phylum : Vermes
Class : Trematoda
Ordo : Monogenea
Famili : Gyrodactylidae
Genus : Gyrodactylus
Spesies : Gyrodactylus cyprini.

Gambar 2. Gyrodactylus sp.


(Sumber : http://www.google.com/imgres)

2.2.2 Morfologi
Monogenea merupakan cacing pipih, bentuk tubuhnya fusiform, haptor di
bagian posterior dan siklus kait sentral sepasang dan sejumlah kait marginal.
Gyrodactylus memiliki badan yang berbentuk bulat dan panjang dan memilki
ukuran 0,2 0,5 mm. Pada ujung anterior terdapat dua cuping. Setiap cuping
memiliki kepala dan memiliki usus bercabang dua dimana ujungnya tidak
bersatu.Parasit ini tidak memiliki vitelaria atau bersatu dengan ovari.
Gyrodactylus sp. tidak memiliki titik mata, dan pada ujung kepalanya terdapat 2
buah tonjolan.
2.2.3 Siklus Hidup
Merupakan ekto-parasit, bersifat obligat parasitik dan berkembang biak
dengan beranak. Siklus Gyrodactylus sp. dari larva hingga menjadi dewasa
membutuhkan waktu kira-kira 60 jam. Itu terjadi pada suhu 25 27 oC. Penularan
8

terjadi secara horizontal, pada saat anak cacing lahir dari induknya Menginfeksi
semua jenis ikan air tawar, terutama ukuran benih dan organ target meliputi
seluruh permukaan tubuh ikan, terutama kulit dan sirip.
2.2.4 Gejala Klinis
Ciri ikan yang terserang monogenea adalah produksi lendir pada bagian
epidermis akan meningkat, kulit terlihat lebih pucat dari normalnya, frekuensi
pernapasan terus meningkat karena insang tidak dapat berfungsi secara sempurna,
kehilangan berat badan (kurus), melompat-lompat ke permukaan air dan terjadi
kerusakan berat pada insang. Nafsu makan menurun, lemah, tubuh berwarna
gelap, pertumbuhan lambat. Peradangan pada kulit disertai warna kemerahan pada
lokasi penempelan cacing Menggosok-gosokkan badannya pada benda di
sekitarnya. Infeksi berat dapat mematikan 30-100% dalam tempo beberapa
minggu; terutama sebagai akibat infeksi sekunder oleh bakteri dan cendawan.
2.2.5 Pengendalian
Mempertahankan kualitas air terutama stabilisasi suhu air > 29C,
mengurangi kadar bahan organik terlarut, meningkatkan frekuensi pergantian air.
Adapun untuk ikan yang terserang Gyrodactylus dengan tingkat prevalensi dan
intensitas yang rendah, pengobatan dapat dilakukan dengan perendaman beberapa
jenis desinfektan, antara lain: Larutan garam dapur pada konsentrasi 500-10.000
ppm (tergantung jenis dan umur ikan) selama 24 jam, Larutan Kalium
Permanganate (PK) pada dosis 4 ppm selama 12 jam serta Larutan formalin pada
dosis 25-50 ppm selama 24 jam atau lebih (Dirjen Kelautan dan Perikanan 2010).

2.3 Dactylus cyprini


2.3.1 Klasifikasi
Klasifikasi dari parasit Dactylogyrus sp. menurut Gusrina (2008) adalah
sebagai berikut:
Filum : Vermes
Sub filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Monogenea
9

Famili : Dactylogyridae
Sub family : Dactylogyrinae
Genus : Dactylogyrus
Spesies : Dactylogyrus cyprini

Gambar 3. Dactylogyrus cyprini

2.3.2 Morfologi
Tubuhnya pipih, mempunyai satu pasang anchor pada ophisaptor dengan
buah duri tepi dan 2 buah duri tepi dekat anchor. Anchor kaitnya mengarah ke
dorsal dan mempunyai 1-2 buah penghubung (bar). Mempunyai 2 pasang titik
mata, kadang-kadang terdiri atas butir pigmen. Kepala berlobus empat buah,
usunya bersatu di bagian posterior. Cacingnya bersifat hemaprodit dan ovipar
(bertelur) dan merupakan ektoparasit.
Pada bagian posterior Dactylogyrus sp juga terdapat ophisthaptor yang
dikelilingi oleh 14 kait marginal. Serta terdapat kait besar dari khitin yang terletak
di tengah-tengah ophisthaptor (Kabata 1985). Pada bagian anterior terdapat
prohaptor yaitu alat menghisap bercabang empat dan memiliki ujung kelenjar
yang dapat mengeluarkan semacam cairan kental yang berfungsi untuk
penempelan maupun pergerakan pada permukaan tubuh inang (Duijn 1967).
2.3.3 Siklus Hidup
Parasit Dactylogyrus sp mempunyai siklus hidup langsung yang
melibatkan satu inang. Parasit ini merupakan ektoparasit pada insang ikan. Telur-
telur yang dilepaskan akan menjadi larva cilia yang yang dinamakan penetasan
oncomiracidium. Oncomiracidium mempunyai haptor dan dapat menyerang
10

sampai menyentuh inang. Hal ini sesuai dengan pendapat Anshary (2004) yang
menyatakan sebagian besar parasit monogenea seperti Dactylogyrus sp bersifat
ovivarus (bertelur) dimana telur yang menetas menjadi larfa yang berenang bebas
yang dinamakan oncomiracidium. Dactylogyrus sp memiliki siklus hidup dengan
tipe monoxen. Yaitu parasit yang hidup pada tubuh inang dan akan langsung
menyerang inangnya. Tipe parasit jenis ini memberikan pengaruh yang buruk
terhadap inangnya. Siklus Hidup Monoxen pada Dactylogyrus sp dapat dilihat
pada gambar sebagai berikut:

Ikan Inang Akhir

Parasit Stadium Larva Parasit stadium larva

Ikan Inang Akhir

Gambar 4. Siklus hidup Dactylogyrus sp.

2.3.4 Gejala Klinis


Damarjati (2008) menyatakan bahwa beberapa gejala klinis akibat infeksi
parasit yang dapat digunakan sebagai presumtif diagnosa antara lain :
1. Ikan tampak lemah, tidak nafsu makan, pertumbuhan lambat, tingkah laku
dan berenang tidak normal disertai produksi lendir yang berlebihan.
2. Ikan sering terlihat mengumpul di sekitar air masuk, karena pada daerah
ini kualitas air terutama kadar oksigen lebih tinggi.
3. Sering mengapung dipermukaan air.
4. Insang tampak pucat dan membengkak, sehingga operculum terbuka.
Kerusakan pada insang menyebabkan sulit bernafas, sehingga tampak
megap-megap seperti gejala kekurangan oksigen. Insang ikan rusak, luka
dan timbul perdarahan serta berlebihan lendir (stadium awal). Dalam
11

keadaan serius filamen insang akan rusak dan operkulum ikan tidak
tertutup dengan sempurna mengakibatkan kesulitan bernafas.
5. Secara mikroskopis terlihat ada nekrosis pada insang yang berwarna
kekuningan atau putih, selain itu juga terjadi proliferasi di kartilago hialin
pada lamella sekunder. Penyebabnya bisa karena tertular dari ikan yang
terinfeksi, kolam tempat pemeliharaan ikan yang menggunakan sumber air
tanah dan kurang bersih.
Ikan akan telihat menjadi kurus dari biasanya dan kulitnya tidak akan
bening lagi serta sering terlihat ikan menggosok-gosokkan badannya ke dasar atau
pematang kolam. Gambar Dactylogyrus yang menyerang ikan dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :

Gambar 5. Bagian tubuh ikan yang diserang Dactylogyrus sp.


Cacing dari ordo Dactylogyridea menyerang ikan air tawar, seperti ikan
mas (cyprinus carpio), ikan nila (oreochromis sp), ikan patin (pangasius sp) dan
ikan air laut, seperti pada ikan kerapu (Epinephelus). Penyakit yang disebabkan
oleh Dactylogyrus sp. Disebut penyakit dactylogiriasis menyerang kulit dan
insang pada ikan. Cacing ini akan memakan lapisan superfisial kulit dan insang.
Sehingga akan memgakibatkan kulit mengalami iritasi, luka (borok), berwarna
pucat, bintik-bintik merah di bagian tubuh tertentu dan pada insang akan terjadi
perubahan ditandai dengan perubahan warna gelap atau pucat,jaringan kapiler
menjadi padat, produksi lendir berlebihan dan pada lembaran insang terdapat
pembengkakan lalu mengkerut,dan terdapat tumbuhan semacam kapas dan nodula
di antara lembarannya. Pada serangan penyakit yang serius, insang mengalami
kerusakan dan tidak berfungsi lagi. Ikan mengalami kesulitan bernapas dan
12

mempunyai reaksi lambat. Gejala infeksi pada ikan antara lain, pernafasan ikan
meningkat, produksi lendir berlebih (Gusrina 2008).
2.3.5 Pengendalian
Penanggulanggan penyakit Dactylogyriasis dilakukan dengan pemberian
pakan yang cukup terutama ikan-ikan yang berukuran kecil atau benih (1,5-5 cm),
segera pindahkan keluar kolam atau dimatikan ikan menunjukan infeksi berat,
kolam dikeringkan bila mungkin estela 2-3 hari, dasar kolam di beri kapur (CaO)
dengan dosis 25 kg/ha. Bila tanpa pengeringan 2,5 ton/ha atau dengan CaCl2
dengan dosis 0,5 ton/ha. Dapat juga dilakukan metode desinfeksi dengan
menambahkan methylene blue ke air kolam dengan dosis 1 gram/m 3. Padat
penebaran ikan juga perlu diperhatikan, agar tidak terlalu padat. Pengobatan yang
efektif untuk cacing Dactylogyrus sp adalah dengan pemberian formaldehide dan
yang tidak kalah penting adalah selalu membersihkan kolam atau aquarium serta
memeriksa sirkulasi air, sirkulasi udara dan kepadatan kolam (Damarjati 2008).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi yang telah dipaparkan dalam makalah ini maka
kesimpulannya adalah:
1. Untuk mencegah serangan panyakit di kolam budidaya, perlu dilakukan
tindakan persiapan kolam yang matang, mulai dari pengeringan,
pembalikan dasar kolam dan pengapuran untuk memutus siklus hidup
parasit.
2. Ikan yang terserang Gyrodactylus dengan tingkat prevalensi dan intensitas
yang rendah, pengobatan dapat dilakukan dengan perendaman beberapa
jenis desinfektan, antara lain: Larutan garam dapur pada konsentrasi 500-
10.000 ppm (tergantung jenis dan umur ikan) selama 24 jam.
3. Penanggulanggan penyakit Dactylogyriasis dilakukan dengan pemberian
pakan yang cukup terutama ikan-ikan yang berukuran kecil atau benih
(1,5-5 cm), segera pindahkan keluar kolam atau dimatikan ikan
menunjukan infeksi berat, kolam dikeringkan bila mungkin estela 2-3 hari,
dasar kolam di beri kapur (CaO) dengan dosis 25 kg/ha.

3.2 Saran
Penyusunan makalah ini tak lepas dari sumber dan referensi yang dapat
kami jangkau seperti buku, jurnal tertulis dan media internet sepertijurnal dan
website. Untuk itu kami akan merasa terbantu apabila dapat diberi masukan
barang kali masih terdapat ada kesalahan olah kata, format penulisan dan
sebagainya agar kami semua dapat membuat karya yang bisa lebih baik lagi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Awik. 2007. Pengaruh Salinitas terhadap Pertumbuhan Populasi Gyrodactylus


fernandoi Pada Benih Lele Dumbo (Clarias sp.). (Skripsi). Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Duijn, Van C.J.1967. Disease of Fishes. 2nd Edition. Life Books: London.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in the Tropic. London :
Taylor dan Prancis.

14

Anda mungkin juga menyukai