Anda di halaman 1dari 17

PARASIT DAN PENYAKIT IKAN

(Parasit Lernaea sp., Caligus sp., dan Cymothoa sp.)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan

KELOMPOK 2
Perikanan B

Rizky Fauzan Rifaldi 230110180075


Nenden Royani 230110180076
Muhammad Rama Sukmadhani 230110180079
Aldy Setiadi 230110180086
Salim Ibrahim 230110180099
Intan Ukhti Fitriana 230110180100
Naufal Zharif 230110180113
Akbar Hardayu 230110180114
Ari Setiawan 230110180115
Almarisa Rinaldi 230110180117
Tia Yulianti 230110180118
Bramantya Kemal Abdillah 230110180120

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2020
1. Lernaea sp.
Lernaea sp. Menurut Handajani (2005), merupakan salah satu ektoparasit
yang termasuk ke dalam phylum Arthopoda. Kordi (2004) menjelaskan bahwa
parasit Lernaea sp. sepintas mirip sebuah jarum yang menancap pada tubuli ikan,
sehingga sering disebut kutu jarum.
a. Klasifikasi

Gambar 1. Lernaea sp.


(Sumber: nas.er.usgs.gov)

Menurut Handajani (2005), Lernaea sp. di klasifikasikan sebagai


berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Class : Crustaceae
Ordo : Copepoda
Familia : Lernaeidae
Genus : Lernea
Spesies : Lernaea sp.

b. Morfologi
Lerneae sp. merupakan udang renik yang memiliki bentuk bulat memanjang
seperti cacing. Pada bagian kepalanya terdapat organ yang berbentuk seperti
jangkar, sehingga organisme ini disebut sebagai cacing jangkar (anchor worm),
organ ini berfungsi untuk menempel pada tubuh ikan. Lernaea sp. dapat
menyebabkan penyakit Lerneasis. Penyakit ini biasanyamenyerang pada saat
pembenihan atau pendederan.Ikan yang terserang penyakit ini mengalami luka
pada tubuhnyadan terlihat dengan jelas cacing jangkar yang menempel
dengankuatnya dibagian badan, sirip, insang dan mata.

Jangkar

Kantung telur

Gambar 2. Morfologi Lerneae sp. (Woo 2006)

Karakteristik Parasit ini termasuk crustacea (udang-udangan tingkat


rendah). Ciri parasit ini adalah jangkar yang menusuk pada kulit ikandengan
bagian ekor (perut) yang bergantung, dua kantong telur berwarna hijau. Jenis
parasit ini biasa disebut dengan cacing jangkar karena bentuk tubuhnya yaitu
bagian kepalanya seperti jangkar yang akan dibenamkan pada tubuh ikan
sehingga parasit ini akan terlihat menempel pada bagian tubuh ikan yang
terserangtersebut.Lerneae sp tumbuh optimum pada suhu 26o-28o C (Woo
2006).
Pada Lernaea betina, bagian posterior dari kaki renang yang terakhir
merupakan suatu bentukan pregenital (pregenital prominence) dan pembuka
bagi kantong telur yang tergantung (Hirschhorn 1989). Kantung telur relatif
pendek dengan panjang sekitar 1,80 mm dan lebar 0,24 mm. Setiap kantung
telur mengandung sekitar tiga puluh dua sampai lima puluh butir telur bulat
dengan dimensi sekitar 0,03-0,08 mm dan rata-rata 0,06 mm dan umumnya
terdapat 2 kantung telur (Amina 2009).
c. Siklus Hidup
Parasit ini dalam siklus hidupnya mengalami tiga kali perubahan tubuhnya
yaitu nauplius, copepodit dan bentuk dewasa. Dalam satu siklus hidupnya
membutuhkan waktu berkisar antara 21 – 25 hari. Individu dewasa dapat
terlihat secara kasat mata dan pada bagian bawah tubuhnya pada individu
betina mempunyai sepasang kantung telur. Kantung telur ini akan menetas dan
naupliusnya akan berenang keluar dari dalam kantung untuk mencari ikan
lainnya.
Siklus hidup Lernaea sp. dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Telur -telur menetas setelah 36 jam dikeluarkan dengan jumlah telur
dalam 2 kantong kurang lebih 700 butir.
2. Telur Pada stadium nauplius berukuran sangat kecil (0,1-0,12) dan
hidup dengan bebas.
3. Pada stadium copepodid akan berada di rongga mulut dan sekitar
insang ikan.
4. Pada stadium Cyclopodid mulai menempel pada tubuh ikan dan
kepala lernea betina mulai membenam dalam kulit badan ikan sampai
daging. pada stadium terakhir akan terjadi pembuahan antara
cyclopodid-cyclopodid betina dan jantan
5. Cyclopodid yang telah dibuahi telur-telurnya tinggal pada tubuh ikan
samapi mati. panjang pendeknya siklus hidup Lernaea sp. ini
tergantung pada suhu. untuk wilayah indonesia siklus hidupnya
berlangsung 15-23 hari pada suhu 25 oC-30 oC.

Gambar 3. Siklus Hidup Lernaea sp.


(Sumber: www.porink.com)
d. Gejala Klinis
Lernaea sp. menusukkan kepalanya ke jaringan kulit/lendir/daging ikan,
kemudian pada bagian yang ditusuk menjadi luka dan membengkak.
Ikan yang terserangdipermukaan tubuhnya terdapat garis seperti benang
putih, terdapat bercak merah yang menyebabkan lesi (Kismiyati dan Mahasri
2010).Gejala yang diakibatkan oleh parasit Lernaea sp. yang sudah menghujan
kedalam daging ikan tidak mungkin dapat keluar lagi ke tubuh ikan (host)
tersebut. ikan yang sudah terinfeksi Lernaea sp. akan memperlihatkan gejala
sebagai berikut:
1. Pada organ tubuh ikan yang diserangnya terdapat Lernea sp. yang
sepintas lalu nampak seperti cacing yang bergelantungan pada host.
bagian antarior dengan anchornya berada dalam daging host, sedangkan
posteriornya dengan 2 kantong telur berumbai lepas bebas.
2. Pertumbuhan ikan akan semakin menurun sehingga pada akhirnya ikan
akan lebih dipercepat kematiannya bila terjadi infeksi kedua (secondair
infection) seperti virus, bakteri atau cendawan.

Gambar 4. Ikan yang terkena parasite Lernaea sp.


(Sumber: www.natanimaux.com)

e. Cara Penanggulangan
Cara mencegah parasit ini yaitu dengan melakukan pengeringan kolam,
filter air sebelum dialirkan ke kolam atau menggunakan bahan kimia untuk
membasmi cacing jangkar pada stadium nauplius dan copepodid.
Upaya pengendalian terhadap serangan cacing jangkar dewasa sulit
dilakukan, karena cacing ini memiliki kulit khitin yang tahan terhadap
pengaruh senyawa kimia. Penggunaan gunting cukup efektif untuk
memberantas cacing jangkar dewasa. Guntinglah bagian tubuh cacing jangkar
yang menempel pada tubuh ikan dan segera dimusnahkan dengan cara
mengubur atau membakarnya, sedangkan bagian kepalanya dibiarkan tinggal
di dalam tubuh ikan.
Untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder, ikan direndam dalam
larutan Tetracyclin 250 mg per 500 liter air selama 2 – 3 jam. Proses
perendaman ini dapat diulangi selama 3 hari berturut-turut. Atau dapat
dilakukan dengan senyawa kimia berupa larutan Bromex 0,12 – 0,15 ppm.
Cacing jangkar pada stadium copepodid dapat dibunuh dengan merendam ikan
yang terserang ke dalam larutan Dipterex 0,25 ppm selama 4 – 6 jam.

2. Caligus sp.
Caligus sp.adalah ektoparasit yang termasuk kedalam golongan crustacea.
Caligus sp. memiliki warna yang transparan sehingga Caligus sp. cukup sulit
dilihat dengan mata telanjang (Afrianto dkk 2015). Beberapa jenis dari Caligus
sp. Menyerang beberapa ikan yang berbeda. Beberapa contoh Caligus sp. dan
ikaninangnya adalah Caligus elonganus dengan inang ikan bawal, Caligus
epidermecus menyerang bagian kulit  dengan inang ikan baronang dan ikan keru-
keru, Caligus patulus dengan inang ikan bandeng dan Caligus phipsoni
menyerang bagian dalam operkulum dan lembaran insang dengan inang ikan
kurau (Sidabalok 2012).

a. Klasifikasi

Fillum : Arthropoda
Kelas : Copepoda
Ordo :Siphonostomatoida
Sub ordo : Caligoida
Famillia : Caligidae
Genus : Caligus
Spesies : Caligus sp. Gambar 5. Caligus sp.

b. Morfologi

Gambar 6. Morfologi Caligus


(Sumber : https://www.flickr.com/photos/herrymazelan/2415409773/)

Gambar 7. Caligus jantan dan betina


(Sumber : fishpathology.com)
Parasit copepoda yang tergolong dalam family Caligidae ini dapat
dibedakan antara organisme jantan dan betina. Pada umumnya, organisme betina
lebih besar tubuhnya dibandingkan jantan. Caligus dewasa betina memiliki
untaian telur yang menonjol, kemudian telur tersebut akan melepaskan diri dan
berenang bebas dan akan menempel pada inang baru sampai menetas. Sepasang
kantung dengan untaian telur sampai sepanjang 2 cm dan membawa telur sekitar
700 butir (Kismiyati dan Mahasri 2010).

Gambar 8. Caligus epidemicus tampak Dorsal (Woo 2006)

Cephalothorax pada Caligus epidemicus lebar dan panjang, abdomen lebih


kecil dan memiliki tiga duri yang terletak di tengah antara batas atas lateral dan
garis tengah. Antena pertama terdiri dari dua segmen, segmen pertama dua kali
lebih panjang dari yang kedua, dilengkapi dengan 25 setae, segmen kedua
dilengkapi dengen setae pada daerah luar distal dan lima pada daerah distal.
Parasit ini dapat diamati secara kasat mata dengan panjang tubuh antara 2-3 mm,
pengamatan mengunakan mikroskop akan terlihat seperti kutu dengan dua titik
mata di kepala. Pada infeksi akut, kulit ikan akan tampak shimmer (Hewwit
1971).
Parasit Caligus sp. memiliki ciri-ciri, cephalothoraks pipih dorsoventral,
permukaan ventralnya cekung, dan permukaan dorsalnya cembung. Fungsi seperti
penghisap untuk menempel pada tubuh ikan sehingga mencegah parasit terlepas
dari inang karena arus air. Selain ciri-ciri tersebut di atas menurut Grabda (1991)
dan Dana (2004), Caligus sp. memiliki dua penghisap yang disebut lanule
terdapat pada lempeng depan, empat pasang kaki renang berkembang dengan baik
sehingga parasit dapat meninggalkan inang dan berenang untuk mencari inang
yang baru. Parasit Caligus sp menyerang untuk mendapatkan makanan yang
berasal dari cairan jaringan ikan setelah menembus kulit ikan dengan
menggunakan mandibula. Kemudian mandibula tersebut dikeluarkan dari organ
yang dihisap.
Caligus punctatus betina memiliki satu kantung telur. Organ genital
komplek, bentuk sedikit persegi panjang namun membulat di ujung. Abdomen
kecil, caudal ramus kecil dengan tiga setae panjang dan pendek.

Gambar 9. Caligus punctatus (Maran et al. 2009)

c. Siklus Hidup

Caligus epidimicus memiliki daur hidup yang panjang, terdiri dari 2


nauplius, satu copepodid, enam chalimus dan satu pre adult dan adult. Daur hidup
Caligus epidemicus dimulai dari telur, setelah 28 jam telur dalam kantung
telurakan menetas menjadi nauplius yang terdiri dari 2 instar, nauplius hidup
bebas dan bersifat fototaksis negative. Setelah 6 jam nauplius pertama akan
moulting dan menjadi nauplius ke 2. Kemudian setelah 14,5 jam berkembang
menjadi Copepodid infektif. Copepodid bersifat lebih aktif dari pda nauplius,
copepodid berenang bebas dalam air kemudian berkembang menjadi stadia
Chalimus I yang ditandai dengan berkembangnya antenna dalam 2 hari yang
mengalami maoulting dan terdiri dari 6 instar, pada stadia Chalimus 6 akan
menunjukan perkembangan organ reproduksi. Stadia Chalimus ke 6 menuju pra
dewasa membutuhkan waktu 8 hari, kemudian berkembang lagi menjadi stadia
pra dewasa yang berada pada inang dan setelah 5 hari menjadi organism dewasa
(Lin and Ho, 1993). Daur Hidup Caligus Punctatus dimulai dari telur, 2 instar
nauplius, berkembang menjadi Copepodid, kemudian berkembang menjadi stadia
Chalimus yang terdiri dari instar, dan akhirnya menjadi organism dewasa (Kim,
1993)
Caligus merupakan ektoparasit ikan yang memiliki mulut dan mampu
berenang pada stadia dewasa (Noble dan Noble, 1989). Parasit jenis ini memiliki
beberapa tahapan dalam siklus hidupnya, namun pada tahap dewasa akan hidup
sebagai parasit pada ikan. Caligus dewasa betina memiliki untaian yang menonjol,
kemudian telur tersebut akan melepaskan diri dan berenang bebas dan akan
menempel pada inang baru sampai menetas.
Siklus hidup Copepoda terdiri dari 1 – 5 stadia bebas (Nauplius) dan stadia
parasit (Copepodid), I stadia pra dewasa dan stadia dewasa. Stadia Copepodid
yang dapat menginfeksi inang disebut dengan larva chalimus (Mollers dkk.,
1986).
Tahapan siklus hidup : Telur > Nauplii bebas > copepodid infektif > Challimus 1-
3 mm parasitik sessil > pre adult bergerak > adult
(bergerak) ± 10 mm > Telur

Gambar 10. Daur hidup Caligus sp.


(Sumber : fao.com)
Gambar 11. Daur Hidup Caligus epidemicus lebih detail (Lin and Ho 1993)

d. Gejala Klinis

Crustacea yang hidup sebagai parasit pada ikan, termasuk kopepoda jenis
Caligus sp., dan isopoda jenis Aega sp. Caligus sp. Menyerang ikan muda yang
berukuran 3-5 cm, sedangkan Aega sp. Banyak ditemukan pada ikan kakap yang
dipelihara di dalam keramba. Tanda-tanda klinis pada ikan yang terserang
penyakit ini, yaitu nafsu makan berkurang, tingkat pertumbuhannya lambat, dan
mudah mengalami kematian.
Parasit ini sering, ditemukan baik pada induk ikan maupun di tambak.
Penempelan ektoparasit ini dapat menimbulkan luka dan akan lebih parah lagi
karena ikan yang terinfeksi dengan parasit sering menggosok-gosokkan tubuhnya
kedinding bak atau substrat keras lainnya. Timbulnya luka akan diikuti dengan
infeksi bakteri.
Caligus sp.berukuran cukup besar sehingga dapat diamati dengan tanpa
bantuan mikroskop.Perlakuan ikan terserang parasit cukup mudah dengan
merendamnya dalam air tawar selama beberapa menit. Perlakuan dengan
formalin200-250 ppm juga cukup efektif. Penggunaan bahan seperti tricovolon
(dyvon 95 SP) hingga 2 ppm akan dapat memattikan parasit.
Parasit jenis ini memiliki beberapa tahapan dalam siklus hidupnya, namun
pada tahap dewasa akan hidup sebagai parasit pada ikan. Caligus dewasa betina
memiliki untaian yang menonjol, kemudian telur tersebut akan melepaskan diri
dan berenang bebas dan akan menempel pada inang baru sampai menetas. Pada
ikan tertentu misalnya ikan nila, caligus ditemukan tidak hanya menyerang pada
kulit, tetapi sudah sampai menyerang insang. Serangan Caligus pada ikan pada
tingkat parah dapat menyebabkan luka atau borok, biasanya bentuk lukanya
dangkal, muncul ulserasi dengan otot yang terekspos keluar. Pada ikan yang
terserang biasanya akan berenang dengan bersandar satu sama lain.
Penempelannya dapat menimbulkan luka, dan luka akan semakin parah karena
ikan yang terinfeksi sering menggosok-gosokkan tubuhnya ke dinding bak atau
substrat keras di sekitar wadah pemeliharaan. Timbulnya luka akibat parasit ini
akan diikuti oleh infeksi bakteri. Parasit ini dapat diamati secara kasat mata
dengan panjang tubuh antara 2-3 mm, pengamatan mengunakan mikroskop akan
terlihat seperti kutu dengan dua titik mata di kepala. Pada infeksi akut, kulit ikan
akan tampak shimmer.

Gambar 12 Caligus sp. menempel di ikan


Gambar 13 dan 14. Caligus sp. menyebabkan luka pada ikan
e. Cara Penanggulangan

Untuk ikan yang terserang crustacea dapat menggunakan larutan garam


(NaCl) atau larutan garam amoniak (NH4Cl). Selain itu bisa dilakukan
perendaman dengan larutan bromex (dichlofention) 0,1-0,2 ppm selama 5 jam
dengan menggunakan peti-peti yang diisi air dan dilengkapi aerator.
Perlakuan ikan terserang parasit cukup mudah, yaitu hanya merendamnya
dalam air tawar selama beberapa menit. Perlakuan dengan formalin 200-250 ppm
juga cukup efektif. Penggunaan bahan seperti Triclorvon (Dyvon 95 SP) hiingga 2
ppm dapat mematikan parasit.
Penanganan parasit yang menyerang ikan dapat dilakukan pula dengan
menggunakan bahan kimia (formalin, methyelene blue dan acriflavine).
Penanganan dilakukan dengan melakukan treatment npada ikan yang terserang
penyakit, yaitu dengan cara merendam ikan yang sakit dengan larutan formalin
dengan dosis 5 ppm untuk indukan, methyelene blue atau acriflavine dengan dosis
3-5 ppm ubtuk larva dan benih selama beberapa meenit pada bak treatment,
setelah selesai dilakukan perendaman terhadap ikan yang sakit, ikan dipindahkan
ke bak lain yang bersih dan terbebas dari parasit.
Penanggulangan secara umum dari penyakit yang ditimbulkan akibat
Caligus ini adalah dengan melakukan tindakan pengendalian mikroorganisme
patogen dengan hanya membeli benih dengan status Specific Pathogen Free serta
menerapkan program biosekuriti dan protokol Cara Budidaya Ikan yang Baik
(CBIB) di seluruh fasilitas produksi budidaya. Status kesehatan ikan juga dapat
ditingkatkan dengan memperkuat sistem imun melalui pemberian
immunostimulan, probiotik, vaksin dan peningkatan kualitas lingkungan
pemeliharaan.
Kajian distribusi parasit juga sangat penting dilakukan pada spesies ikan
laut yang bernilai ekonomis tinggi karena selain dapat menyebabkan penyakit dan
mempengaruhi sistem reproduksi ikan juga tidak menutup kemungkinan dapat
menyebarkan penyakit tersebut pada manusia yang mengkonsumsi ikan yang telah
terinfeksi (Aloo, 2002). Pencegahan serangan parasit dapat dilakukan dengan
kegiatan monitoring atau mendiagnosis adanya gejala atau tanda-tanda serangan
infeksi. Bila ditemukan adanya gejala serangan penyakit, tindakan pengobatan
dapat dilakukan dengan cara perendaman (Djarijah 2001).
Ikan laut yang terserang penyakit yang disebabkan oleh caligus dapat diobati
dengan :
 Organofosfat: 15-300 mg/L, 15 – 60 menit
 Pyretrum : 0,01 ppm ; 10 – 20 menit
 Carbaryl : 0,20 – 0,25
 Formalin : 0,125 – 0,250 ml/L 60 menit
 Air Tawar : 3 – 15 menit, stress angkat.

3. Cymothoa sp.

Cymothoa sp. Merupakan salah satu parasite yang termasuk kedalam ordo
isopoda. Isopoda adalah salah satu ordo dari sub filum Crustacea yang paling
beragam dan hidup di lingkungan yang luas. Habitat Isopoda ada di darat, perairan
laut, dan air tawar, meskipun paling sering ditemukan di perairan laut dangkal.

a. Klasifikasi

Adapun klasifikasi Cymothoa sp. menurut Shciodte & meiner (1884)


dalam Prihartanto (2014) sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Isopoda
Family : Cymothoidae
Genus : Cymothoa
Spesies :Cymothoa sp.
Gambar 15. Cymothoa sp.
Sumber: http://www.flickriver.com/
photos/birdernaturalist/20164365231/

b. Morfologi

Parasit dari isopoda ini biasanya bersifat hermaprodit pada tipe cymothoid.
Awal hdiupnya adalah jantan namun berubah menjadi betina. Pada seluruh fase
hidupnya ia bersifat parasit dan erupa parasit ektoparasit. Bagian tubuh terdiri dari
Cephalon, Peraeon, dan Pleion.
Cymothoa sp. betina berukuran 8-29 milimeter (0,3-1,1) panjang dan 4-14
mm (0,16-0,55 dalam) lebarnya maksimal. Jantan sekitar 7,5-15 mm (0,3-0,6)
panjang dan 3-7 mm (0,12-0,28 dalam) lebar. Cymothoa sp. menempelkan dirinya
pada lidah ikan. Parasit ini mulai menghisap darah melalui cakar pada kaki-kaki
depannya. Sejalan dengan pertumbuhannya, makin sedikit darah yang dapat
mencapai lidah dan mengalami atropi. Itulah saat dimana kutu ini menggantikan
lidah dengan menempelkan tubuhnya pada otot-otot ikan yang akan
menggunakannya seperti layaknya lidah yg normal.

Gambar 16. Bagian tubuh Cymothoa sp.

Bentuk tubuh cirolanid like. Dactyl pada pereopod lebih panjang


dibandingkan dengan propi. Maxilliped menyusut menjadi palp kecil pada article
ke 2. Maxilla 1 dan 2 kuat dan membengkok. Chepalon bergabung ke pereonite I,
basal article tidak lebar. Lapisan coxal anterior tidak mencapai batas masing-
masing pereonite. Pleon lebih sempit dan bergabung ke pereon.
Pleonitememanjang dan melebar pada bagian posterior. Pleonites 1-5 dilengkapi
dengan medial elevation, pleonites 4-5 paling lebar dan 5 terpanjang. Pleotelson
lebih lebar, dan pada bagian posterior cekung. Uropod kecil dan panjang tapi tidak
melebihi bagian pleotelson (Brusca and Iverson, 1985).

c. Siklus Hidup Cymothoa sp.

Tidak banyak yang diketahui mengenai siklus hidup Cymothoa sp. Spesies
ini menunjukkan reproduksi seksual. Kemungkinan spesies yang masih muda
menempel di insang ikan dan menjadi jantan. Begitu dewasa, mereka menjadi
betina dan perkawinan kemungkinan terjadi di insang. Jika tidak ada betina,
dengan adanya sepasang jantan, satu jantan dapat menjadi betina setelah
panjangnya membesar menjadi 10 mm. Spesies betina lalu memasuki mulut ikan
dan menempel di lidahnya (Matt Clarke 2015).

d. Gejala Klinis

Parasit ini menghisap darah melalui cakarnya di depan, sehingga lidah


ikan mengalami atrofi akibat kekurangan darah. Cymothoa exigua kemudian
menggantikan lidah ikan dengan menempelkan tubuhnya sendiri ke otot potongan
lidah. Ikan yang menjadi inang kemudian mampu menggunakan parasit tersebut
seperti lidah biasa. Tampaknya parasit ini tidak mengakibatkan kerusakan lain
bagi ikan yang menjadi inangnya. Begitu C. exigua menjadi lidah pengganti,
beberapa parasit menghisap darah inangnya, sementara banyak parasit lainnya
yang memakan ingus inangnya. Parasit ini sejauh ini merupakan satu-satuna
parasit yang menjadi organ pengganti. Terdapat banyak spesies Cymothoa, namun
hanya C. exigua yang menggantikan lidah inangnya.
Parasit ini menghisap darah melalui cakarnya di depan, sehingga lidah
ikan mengalami atrofi (pengecilan atau penyusutan jaringan otot atau jaringan
saraf) akibat kekurangan darah (Matt Clarke 2015). Tampaknya parasit ini tidak
mengakibatkan kerusakan lain bagi ikan yang menjadi inangya. Menurunnya berat
badan, penebalan lengkung insang dan insang filamen, pengurangan luas
permukaan insang dan kapasitas ikan berenang menjadi berkurang juga salah satu
efek yang diberikan oleh Cymothoa (Alzubaidy, et al. 2014).

e. Cara Penanggulangan

Satu-satunya cara yang paling ampuh adalah harus sering


memeriksaikondisi kolam atau tempat lainnya yang dipakai untuk budidaya ikan
karenaCymothoa sp. ini ukurannya yang dapat dilihat oleh mata telanjang
sehinggabisa kita musnahkanterlebih dahulu sebelum menyerang ikan dalam
kolam tersebut.

Anda mungkin juga menyukai