Disusun oleh :
Kelompok 2 / Kelautan
Rd. Salsa Dewi Kusuma 230210180008
Muhammad Haiman A. 230210180064
Farhan Taufiq Rahman 230210180066
Nur Hayati 230210180067
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Kelas Kelautan
Asisten Laboratorium
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan praktikum dengan judul
Pengaruh Nikotin dan Alkohol Terhadap Laju Alir Darah Benih Ikan Mas (Cyprinus Caprio)
ini dengan baik.
Penyusunan laporan ini ditujukan untuk memenuhi syarat nilai praktikum mata kuliah
Eko-Fisiologi Hewan Laut di Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Laporan
ini dapat terselesaikan dengan baik oleh penyusun karena bantuan banyak pihak. Oleh sebab
itu, pada kesempatan kali ini penyusun ingin mengucapkan terimakasih kepada :
• Ibu Sri Astuty dan Bapak Walim Lili selaku dosen mata kuliah Eko-Fisiologi Hewan
Laut.
• Kang Adrian Cahyo dan dan Teh Irene Retno Cahya Prihastaningtyas selaku asisten
laboratorium mata kuliah Eko-Fisiologi Hewan Laut.
• Semua pihak yang ikut membantu penysun dalam pembuatan laporan ini.
Meskipun sudah terselesaikan, kami menyadari bahwa dalam laporan ini masih
banyak terdapat kekurangan. Sehingga sangat besar harapan kami bahwa semua pihak
khususnya pembaca bisa memberikan saran dan kritik membangun untuk meningkatkan
kualitas laporan ini kedepannya dan semoga bisa bermanfaat untuk semua pihak.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
No Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... v
I. PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................................................. 1
1.3 Manfaat ........................................................................................................... 1
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum hematokrit pada ikan mas adalah untuk menganalisa nilai
hematokrit pada ikan mas, dan mengetahui perhitungan nilai hematokrit pada ikan mas.
1.3 Manfaat
Manfaat praktikum ini yaitu praktikan dapat mengetahui kondisi sehat atau tidaknya
dari ikan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Ikan mas dikenal dengan berbagai sebutan yaitu dalam bahasa Inggris
disebut common carp. Masyarakat di Pulau Jawa menyebut ikan mas dengan sebutan ikan
2
mas-masan atau lauk mas sedangkan di daerah Sumatera, ikan mas dikenal dengan sebutan
ikan rayo atau ikan ameh (Khairuman et al., 2008).
Berdasarkan ilmu taksonomi hewan, klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984),
adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub oedo : Cyrinoidea
Famili : Cyprinidea
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio
3
Gambar 2. Sistem Peredaran Darah Ikan
(Sumber: Saktiyono, 2009)
Sistem peredaran darah mas mas terdiri atas jantung dan sinus venosus. Jantung ikan
terdiri atas dua ruangan, atrium dan ventrikel dan terletak di belakang insang. Sinus venosus
adalah struktur penghubung berupa rongga yang menerima darah dari vena dan terbuka di
ruang depan jantung. Diantara atrium dan ventrikel jantung terdapat klep untuk menjaga agar
aliran darah tetap searah. Peredaran darah ikan disebut sebagai peredaran darah tunggal
karena darah dari insang langsung beredar ke seluruh tubuh kemudian masuk ke jantung
(Fujaya, 2004).
4
Sel darah putih (leukosit) pada ikan lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan
jumlah sel darah putih yang ada pada manusia. Sel darah putih pada ikan memiliki tujuh
bentuk, yaitu tiga tipe eusinofil granulosit dan masing – masing satu tipe neutrofil granulosit,
limposit, monosit, dan trombosit (Fujaya 2004).
Plasma darah pada ikan terdiri atas protein yang memiliki variasi berat molekul dan
fungsi. Perbedaan ini tergantung individu dan lingkungan hidupnya, terutama tekanan
osmotik koloid, suhu, maupun pH. Selain itu, plasma darah juga merupakan perantara untuk
mentransfor copper, ion, iodine, dan lipid (Fujaya 2004).
5
venosus. Vena coronaria yang datang dari dinding otot jantung, juga masuk dari sinus atrial
masuk kedalam atrium. Atau dengan kata lain bahwa kantung berdinding tipis ini berfungsi
untuk menampung darah dari vena hepatika yang membawa darah dari vena kardial anterior
dan posterior.
2. Atrium adalah ruang tunggal yang dindingnya relatif tipis, terletak anterior dari sinus
venosus. Darah dari atrium melalui lubang atrioventikular diteruskan ke dalam rongga
ventrikel. Lunang ini dijaga ke dalam ronga ventrikel. Lubang ini dijaga oleh klep atau katup
atioventikuler, supaya aliran darah tidak kembali ke rongga atrium.
3. Ventrikel adalah ruang berdinding tebal berotot, menerima darah hanya dari atrium saja
dan memompakan darah melalui aorta ventral ke insang. Ruang ini dibentuk oleh dua lapisan
otot yaitu lapisan otot luar disebut kortikal dan lapisan otot dalam disebut spongi. Bagian ini
menerima darah dari atrium ventrikel tumbuh memanjang dan berdindingg tebal, didalamnya
terdapat suatu seri klep semilunar.
6
Gambar 6. Saluran Darah Ikan
(Sumber: www.rebanas.com)
2.3. Hematokrit
Hematokrit adalah istilah yang menunjukan besarnya volume sel-sel eritrosit
seluruhnya didalam 100 mm3 darah dan dinyatakan dalam persen (%). Nilai hematokrit atau
“volume sel packed” adalah suatu istilah yang artinya prosentase berdasarkan volume dari
darah, yang terdiri dari sel-sel darah merah. Mengukur kadar hematokrit darah hewan uji
digunakan tabung mikrohematokrit yang berupa pipa kapiler berlapiskan EDTA (Etil Diamin
Tetra Acetat) yang berfungsi sebagai bahan anti pembekuan darah. Nilai hematokrit standar
adalah sekitar 45%, namun nilai ini dapat berbeda-beda tergantung spesies. Nilai hematokrit
biasanya dianggap sama manfaatnya dengan hitungan sel darah merah total. Darah ikan
tersusun atas cairan plasma dan sel-sel darah yang terdiri dari selsel darah merah (eritrosit),
sel-sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Volume darah dari ikan teleostei,
heleostei dan chondrostei adalah sekitar 3% dari bobot tubuh, sedangkan ikan chondrocthyes
memiliki darah sebanyak 6,6% dari berat tubuhnya (Affandi, 1999).
Menurut Dellman dan Brown (1989) menyatakan bahwa apabila terkena infeksi,
nafsu makan ikan akan menurun dan nilai hematokrit darah akan menurun. Pada kasus seperti
anemia mikrositik, jumlah dan ukuran sel darah merah berkurang, sehingga kadar hematokrit
juga rendah. Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran tubuh dan masa
pemijahan (Jawad et al. 2004). Kadar hematokrit ini bervariasi tergantung pada faktor nutrisi,
umur ikan, jenis kelamin, ukuran tubuh dan masa pemijahan. Nilai hematokrit sebesar 20%
berarti dalam darah mengandung 20% sel darah merah (Kuswardani, 2006).
Menurut Wedemeyer dan Yasutake (1977) jumlah eritrosit yang tinggi menandakan
bahwa ikan dalam keadaan stres. Menurut Lagler et al. (1977) konsentrasi hemoglobin dalam
darah berkorelasi kuat dengan jumlah eritrosit. Semakin rendah jumlah eritrosit, maka
7
semakin rendah pula konsentrasi hemoglobin didalam darah. Menurut Robert (1978) Seperti
halnya pada hematokrit, kadar eritrosit yang rendah menunjukkan terjadi anemia. Menurut
Salasia et al. (2001) menyatakan bahwa nilai hematokrit normal ikan mas antara 30-48%.
1. Metode Makrohematokrit
Pada metode makro, sebanyak 1 ml sampel darah (darah EDTA atau heparin)
dimasukkan dalam tabung Wintrobe yang berukuran panjang 110 mm dengan diameter 2.5-
3.0 mm dan berskala 0-10 mm. Tabung kemudian disentrifus selama 30 menit dengan
kecepatan 3.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit adalah nilai hematokrit yang dinyatakan dalam
%.
2. Metode Mikrohematokrit
Pada metode mikro, sampel darah (darah kapiler, darah EDTA, darah heparin atau
darah amonium-kalium-oksalat) dimasukkan dalam tabung kapiler yang mempunyai ukuran
panjang 75 mm dengan diameter 1 mm. Tabung kapiler yang digunakan ada 2 macam, yaitu
yang berisi heparin (bertanda merah) untuk sampel darah kapiler (langsung), dan yang tanpa
antikoagulan (bertanda biru) untuk darah EDTA/heparin/amonium-kalium oksalat. Prosedur
pemeriksaannya, adalah sampel darah dimasukkan ke dalam tabung kapiler sampai 2/3
volume tabung. Salah satu ujung tabung ditutup dengan dempul (clay) lalu disentrifugasi
selama 5 menit dengan kecepatan 15.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit diukur dengan alat
pembaca hematokrit, nilainya dinyatakan dalam persen (%). Metode mikrohematokrit lebih
banyak digunakan karena selain waktunya cukup singkat, sampel darah yang dibutuhkan juga
sedikit dan dapat dipergunakan untuk sampel tanpa antikoagulan yang dapat diperoleh secara
langsung (Affandi, 1999).
8
apbila terjadi kelainan bentuk (poikilositosis) maka akan terjadi trapped plasma (plasma yang
terperangkap) sehingga nilai hematokrit akan meningkat (Bond, 1979).
Ukuran eritrosit mempengaruhi nilai hematokrit yaitu faktor pada pengukuran
hematokrit adalah ukuran sel darah merah dimana dapat mempengaruhi viskositas darah.
Viskositas yang tinggi maka nilai hematokrit juga akan tinggi (Kuswardani, 2006). Diameter
tabung yang bervariasi dapat menyebabkan kesalahan pembacaan sehingga tabung untuk
pengukuran hematokrit distandarkan dari Inggris dengan diameter tabung 2.5 mm. Semakin
besar diameter tabung maka nilai hasil hematokrit akan rendah (Sir john, 1991).
9
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.2.1 Alat
Berikut ini adalah alat yang digunakan saat praktikum:
Tabel 1. Alat praktikum
No Nama Alat Fungsi
1. Timbangan Untuk menimbang bobot tubuh ikan
2. Diseccting Kit Untuk membedah ikan yang diuji
3. Penjepit arteri Untuk menampung sel darah
4. Pipa kapiler heparinized Untuk menampung sampel darah ikan
5. Sentrifuge hematokrit Untuk pemisah antara eritrosit dan plasma darah
6. Lilin malam Untuk menyumbat ujung pipa yang berisi darah
7. Hematokrit reading chart Untuk papan pembaca nilai hematokrit (%)
3.2.2 Bahan
Berikut ini adalah bahan yang digunakan saat praktikum:
Tabel 2. Bahan praktikum
No Nama Bahan Fungsi
1. Ikan mas Sebagai objek percobaan yang diuji atau diamati
10
1. Alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu.
2. Ikan mas ditimbang bobot tubuhnya.
3. Ikan mas dipegang dengan mulutnya menghadap tubuh lalu ditusuk pada bagian kepala
hingga ikan pingsan.
4. Ikan dibedah untuk melihat bagian jantungnya.
5. Aorta ventralis dijepit beberapa menit hingga sinus venosus terisi banyak darah.
6. Jantung ditusuk dengan pipa kapiler sebanyak ¾ bagian.
7. Ujung pipa heparin ditutup dengan ditancapkan pada lilin malam.
8. Pipa heparin dimasukkan kedalam sentrifugasi hematokrit dengan seimbang selama 2
menit dengan kecepatan 3.000 rpm hingga terpisah antara eritrosit dan plasma darah.
9. Pipa kapiler diletakkan di Hematokrit Reading Chart untuk diukur nilai hematokritnya.
10. Alat dan bahan dibersihkan kembali seperti semula.
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
air tawar dikatakan sehat apabila kadar hematokritnya berkisar antara 22-30%. Apabila
hematokrit ikan kurang dari 22% dinyatakan terjadinya anemia, sama halnya apabila nilai
hematokrit lebih besar dari 60% menandakan bahwa ikan dalam keadaan stress (Tsuzuki,
et al dalam Winarni, 1997). Kadar hematokrit ini bervariasi tergantung pada faktor
nutrisi, umur ikan, jenis kelamin, ukuran tubuh dan masa pemijahan (Kuswardani, 2006).
Menurut Yanto, et al. (2015) hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam
darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah
merah dan 60% plasma dan sel darah putih. Oleh karena itu diketahuinya nilai hematokrit
pada kelompok 2 yakni 5%, artinya banyaknya eritrosit pada ikan mas tersebut sebanyak 5%
dan sisanya 95% yaitu plasma darah dan sel darah putih (leukosit).
2.5
2 2 2
2
1.5
1 1
1
0.5
0
0
1-5 6-10 11- 16-20 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45
% % 15% % % % % % %
Nilai Hematokrit (%)
Pada grafik hasil pengamatan nilai hematokrit yang didapatkan oleh kelompok 1
sampai kelompok 16, didapatkan satu ikan yang memiliki kadar hematokrit sebanyak 5%,
tiga ikan yang memiliki kadar hematokrit sebanyak 6-10%, tiga ikan yang memiliki kadar
hematokrit sebanyak 11-15%, dua ikan yang memiliki kadar hematokrit sebanyak 16-20%,
dua ikan yang memiliki kadar hematokrit sebanyak 21-25%, satu ikan yang memiliki kadar
hematokrit sebanyak 26-30%, tiga ikan yang memiliki kadar hematokrit sebanyak 31 - 35%
dan dua ikan yang memiliki kadar hematokrit sebanyak 41-45%
13
Berdasarkan data angkatan yang didapatkan dari grafik distribusi nilai hematokrit ikan
mas paling tinggi yaitu 41% - 45% dengan jumlah ikan sebanyak dua ekor ikan mas.
Sementara nilai hematokrit paling kecil yaitu dengan rentang antara 2% - 20% didapatkan
pada sembilan ekor ikan mas.
Dengan banyaknya ikan dengan nilai hematokrit yang kecil, dapat diketahui ikan mas
tersebut memiliki kondisi anemia, bahkan tidak dalam keadaan sehat. Hasil ini dapat
dikarenakan terlalu lamanya praktikan menemukan letak jantung atau salah memotong bagian
tubuh sehingga ikan mengalami kehabisan darah atau darahnya membeku, yang
mengakibatkan darah yang masuk kedalam pipa tabung kapiler sedikit dan menunjukkan nilai
hematokrit yang didapat kecil.
Diketahui pula tiga ikan pada percobaan tersebut kondisinya normal atau sehat,
karena kadar hematokritnya berkisar 22-30. Menurut Bond (1979), nilai hematokrit pada ikan
mas normal berkisar antara 20-30%. Korelasi antara jumlah eritrosit, hemogobin dan
hematokrit berhubungan dengan status kesehatan, nutrisi dan pertumbuhan ikan. Ikan dengan
pertumbuhan yang baik ditandai dengan jumlah eritrosit, hemoglobin dan hematokrit yang
normal. Hemoglobin yang terkandung dalam eritrosit berperan dalam mengikat oksigen yang
diperlukan bagi metabolisme seluler semua sel hidup (Ganong, 2005).
Sedangkan pada lima ikan dengan nilai hematokrit lebih dari 30% dapat disebabkan
karena ikan mengalami stress. Ikan dapat stress apabila dia melakukan metabolisme secara
berlebih (Sulmartini et al., 2009).
Pernyataan Kuswardani (2006) mengungkapkan bahwa kadar hematokrit ini dapat
bervariasi tergantung pada ukuran tubuh, faktor nutrisi, umur, jenis kelamin, dan masa
pemijahan. Selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Wintrobe (1974) faktor yang
mempengaruhi lainnya ialah jumlah eritrosit, apabila jumlah eritrosit dalam keadaan banyak,
maka nilai hematokrit akan meningkat. Ukuran eritrosit pun berpengaruh pada viskositas
darah. Semakin tinggi viskositas darah maka akan semakin tinggi nilai hematokrit. Kelainan
bentuk pada eritrosit juga berpengaruh; apabila terjadi kelainan bentuk (poikilositosis) maka
akan terjadi trapped plasma (plasma terperangkap) sehingga nilai hematokrit akan meningkat
(Widmann, 1989).
14
45
40
30
25
20
40 50 60 70 80 90 100 110 120 130
Bobot Ikan (gram)
Berdasarkan grafik diatas didapatkan bahwa bobot ikan mas tidak mempengaruhi nilai
hematokrit pada ikan mas dengan hasil yang menunjukkan bahwa nilai hematokrit berbeda-
beda pada tiap kelompok, yakni rendah, normal dan tinggi.
Grafik data angkatan hubungan antara bobot ikan dengan nilai hematokrit
menggunakan nilai koefisien determinasi (R square) yang dapat mempredisksi seberapa besar
kontribusi pengaruh variabel x terhadap variabel y. Jika nilai R2 mendekati 1 maka sampel
tersebut semakin mendekati benar, jika nila R2 mendekati 0 maka sampel tersebut semakin
mendekati salah. Nilai R2 = 0,2 dam R2 = 0,3 artinya sampel tidak berpengaruh.
Grafik regresi pada Gambar 7, menunjukkan bahwa bobot ikan pada rentang 120
gram memiliki rata – rata nilai hematokrit R2= 0.0032 yang cukup banyak didapatkan pada
saat pengamatan. Nilai regresi sebanyak 0,0032 menunjukkan bahwa bobot tubuh pada ikan
mas tidak mempengaruhi nilai hematokritnya.
Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Kuswardani (2006) yakni kadar
hematokrit ini bervariasi tergantung pada faktor nutrisi, umur ikan, jenis kelamin, ukuran
tubuh dan masa pemijahan. Kadar hematokrit ikan bervariasi tergantung pada factor nutrisi,
umur ikan, jenis kelamin, dan masa pemijahan.
15
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan mengenai hematokrit pada ikan mas
didapatkan bahwa ikan yang memiliki nilai hematokrit rendah dengan kisaran 2% - 20%
terdapat pada 9 ekor ikan mas, normal dengan kisaran 20% - 35% terdapat pada 6 ekor ikan
mas, dan tinggi dengan kisaran 41% - 45% terdapt pada 2 ekor ikan mas.
Nilai hematokrit rendah dikarenakan ikan yang mengalami anemia, sedangkan nilai
hematokrit yang tinggi dikarenakan ikan yang mengalami stress. Hal ini juga bisa disebabkan
karena kesalahan praktikan dalam pengujian ikan. Dari praktikum ini pula dapat diketahui
bahwa bobot ikan tidak mempengaruhi nilai hematokrit.
5.2 Saran
Ketika proses praktikum sebaiknya digunakan ikan dengan bobot yang lebih besar,
agar didapatkan kadar darah yang lebih banyak sehingga mudah dalam pengambilan sampel.
Dalam pengambilan sampel sebaiknya darah langsung di masukkan ke dalam pipa kapiler
agar darah tidak membeku. Pada saat proses penutupan tabung heparin menggunakan lilin
malam harus lebih padat sehingga saat disentifugasi darah tidak berceceran agar praktikum
yang dilaksanakan tidak terhambat dengan kendala.
16
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja
Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Bond, C. E. 1979. Biology of Fishes. Saunders College Publishing. Philadelphia. 514 hlm.
Dellman, H.D. dan Brown, E.M. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner. Penerjemah: Hartono,
judul buku asli: Veterinary Histology. Penerbit UI Press. Jakarta.
Fujaya dan Yushita. 2004. Fisiologi Ikan. Dasar Pengembangan Teknologi
Perikanan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Ganong, W. F. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke – 22. Jakarta:
Kedokteran ECG.
Ghufron, M. N. dan Risnawati, R. S. 2010. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar Ruz Media.
Hastuti, S. dan Subandiyono. 2015. Kondisi Kesehatan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus,
Burch) yang Dipelihara dengan Teknologi Biofloc. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Jawad, L.A., M.A. Al-Mukhtar and H.K. Ahmed. 2004. The Relationship between
Haematocrit and Some Biological Parameters of the Indian Shad, Tenualosa ilisha
(Family Clupeidae). Animal Biodiversity and Conservation, 27(2):47-52.
Khairuman, K. Amri, dan T. Sihombing. 2008. Budidaya Lele Dumbo di Kolam Terpal.
Depok: PT. Agromedia Pustaka.
Kuswardani, Y. 2006. Pengaruh Pemberian Resin Lebah Terhadap Gambaran Darah Maskoki
Carassius Auratus Yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Skripsi. Bogor:
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Lagler, K. F., J. E. Bardach., R. R. Miller., D. R. M. Passino. 1977. Ichtiology. John Wiley &
Sons, Inc. United State of America.
Menegristek. 2000. Budidaya Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Bidang Pendayagunaan dan
Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Proyek Pengembangan Ekonomi
Masyarakat Pedesaan, Bappenas. Kemal Prihatman (Ed.)
Nurjanah. 2009. Analisis Prospek Budidaya Tambak di Kabupaten Brebes. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Roberts, R.J. 1978. The Bacteriology of Teleostei in Fish Pathology. Ballier Tindall London.
205-308 hlm.
17
Rudiyanti, Siti., Astri Ekasari. 2009. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus
Carpio Linn) pada Berbagai Konsentrasi pestisida Regent 0,3G. Jurnal Saintek
Perikanan. Vol. 5 No. 1. Hal 49-54.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jakarta: Binacipta.
Salasia, S.I.O., Sulanjari, D., Ratnawati, A. 2001. Studi Hematologi Ikan Air Tawar. Jurnal
Biologi. 2:710-723.
Saktiyono. 2009. Biologi 2. Jakarta: Erlangga.
Sir John. V, D. 1999. Hematologi. Jakarta.
Sulmartini, L., Dewi, N. K., Wahyu, T., Thomas, V., Widiyanto dan Juni, T. 2009. Respon
Daya Cerna dan Respirasi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio) Pasca Transportasi
dengan Menggunakan Daun Bandotan (Ageratum conizoides) sebagai Bahan Anti
Metabolik. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol. 1 (1): 79 – 85.
Vonti, O. 2008. Gambaran Darah Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Strain Sinyonya yang
Berasal dari Daerah Ciampea-Bogor. Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor. 60 Hal.
Winarni, D. 1997. Diktat Teknik Fermentasi. Surabaya: Program D3 Teknik Kimia FTI-ITS.
Widmann, F. K. 1989. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC.
Wintrobe, M.M., 1974. Blood Coagulation: Clinical Hematology. M.M. Wintrobe (Ed). Lea
& Febiger. Philadelphia.
Yanto, H., Hastiadi Hasan, dan Sunarto. 2015. Studi Hematologi untuk Diagnosa Penyakit
Ikan Secara Dini Di Sentra Produksi Budidaya Ikan Air Tawar Sungai Kapuas Kota
Pontianak. Pontianak: Universitas Muhammadiyah Pontianak.
18
LAMPIRAN
19
Lampiran 1. Alat yang digunakan
20
Lampiran 2. Bahan yang di gunakan
Ikan mas
(Sumber: Dokumentasi
pribadi)
21
Lampiran 3. Prosedur Praktikum
Aorta Ventralis dijepit hingga sinus venosus terisi penuh oleh darah
22
Lampiran 4. Kegiatan Praktikum
3. Ikan dibedah
23
5. Ditusuk Aorta ventralis menggunakan pipa
kapiler heparinized hingga terisi ¾ bagian oleh
darah
24
Lampiran 5. Data Angkatan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilaksanakan oleh kelompok 2 dan shift 1 serta
shift 2 mengenai Hematokrit Ikan Mas (Cyprinus Caprio) didapatkan hasil seperti berikut:
25
1
2