Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN ANALISIS


KLOROFIL-A

Disusun Oleh :
Kelompok 13/ Kelas A
Zaza Zakiyya Toha 230110150012
Hana Septiani S 230110150033
Faizal Chandra 230110150055
Benedikta Prasiwi 230110150099

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Produktivitas primer merupakan laju penambatan energy yang dilakukan oleh
produsen. Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan Jumlah
energy cahaya yang diubah menjadi energy kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama
suatu periode waktu tertentu. Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas
primer kotor (gross primary productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini
disimpan sebagai bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan
yang sedang tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul
tersebut sebagai bahan bakar organic dalam respirasinya. Dengan demikian,
Produktivitas primer bersih (net primary productivity, NPP) sama dengan produktivitas
primer kotor dikurangi energy yang digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs):
Produktivitas primer suatu perairan dapat diukur dengan menggunakan
pendugaan berupa analisis klorofil-a. Konsentrasi klorofil- a suatu perairan sangat
tergantung pada ketersediaan nutrient dan intensitas cahaya matahari produktivitas
primer di suatu perairan adalah fitoplankton karena fitoplankton memiliki kandungan
klorofil a yang cukup besar.!ingginya konsentrasi klorofi la disebabkan karena
terjadinya pengkayaan nutrien pada lapisan permukaan perairan melalui berbagai prosss
dinamika massa air"diantaranya turn over (pada danau)" percampuran vertikal massa air
serta pola pergerakan masa air yang membawa massa air kaya nutrien dari perairan
sekitarnya.
1.2 Tujuan
Untuk menghitung konsentrasi kloroil-a dari sampel fitoplanktin yang diambil
dari satu perairan
1.3 Manfaat
Dapat menghitung konsentrasi klorofil a dari sampel fitoplankton yang diambil
dari suatu perairan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 klorofil-a
Klorofil-a adalah suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang mempunyai
peranan penting dalam berlangsungnya proses fotosintesis di perairan yang dapat
digunakan sebagai indikator banyak atau tidaknya ikan di suatu wilayah dari gambaran
siklus rantai makanan yang terjadi di lautan.
Konsentrasi klorofil-a pada suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan
nutrien dan intensitass cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas matahari cukup
tersedia,maka konsentrasi klorofil-a akan tinggi dan sebaliknya. Kajian Simon
Tubalawony (2007) dalam penelitian berjudul klorofil-a dan nutrien serta interelasinya
dengan dinamika massa air di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa-Sumbawa,
menyebutkan bahwa perairan di daerah tropis umunya memiliki konsentrasi klorofil-a
yang rendah karena keterbatasan nutrien dan kuatnya stratifikasi kolom perairan akibat
pemanasan permukaan perairan yang terjadi hampir sepanjang tahun. Namun
berdasarkan pola sebaran klorofil-a secara musiman dan spasial, di beberapa bagian
perairan dijumpai konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi yang disebabkan karena
terjadinya pengkayaan nutrien pada lapisan permukaan perairan melalui proses
dinamika massa air, di antaranya upwelling, percampuran vertikal serta pola pergerakan
massa air yang membawa massa air kaya nutrien dari perairan sekitarnya
Pengukuran klorofil sangat penting dilakukan karena kadar klorofil dalam suatu
volume air laut tertentu merupakan suatu ukuran bagi biomassa tumbuhan yang terdapat
dalam air laut tersebut. Klorofil dapat diukur dengan memanfaatkan sifatnya yang dapat
berpijar bila dirangsang dengan panjang gelombang cahaya tertentu atau mengekstraksi
klorofil dari tumbuhan dengan menggunakan aseton untuk menghitung produktivitas
primernya. Informasi mengenai klorofil-a fitoplankton di perairan Sungsang masih
sangat terbatas dan belum pernah diteliti sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut perlu
dilakukan penelitian mengenai kandungan klorofil-a serta hubungan dengan parameter
lingkungan diperairan Sungsang.
Kandungan pigmen fotosintesis (terutama klorofil-a) dalam air sampel
menggambarkan biomassa fitoplankton dalam suatu perairan. Klorofil-a merupakan
pigmen yang selalu ditemukan dalam fitoplankton serta semua organisme autotrof dan
merupakan pigmen yang terlibat langsung (pigmen aktif) dalam proses fotosintesis.
Jumlah klorofil-a pada setiap individu fitoplankton tergantung pada jenis fitoplankton,
oleh karena itu komposisi jenis fitoplankton sangat berpengaruh terhadap kandungan
klorofil-a di perairan (Arifin, 2009). Dengan Demikian, nilai kosentrasi atau kandungan
klorofil-a pada fitoplankton dipengaruhi oleh faktor fisika- kimia perairan lainnya serta
faktor biologi. Sampai sejauh ini informasi mengenai hubungan kandungan klorofil-a
pada fitoplankton terhadap parameter fisika- kimia perairan di Teluk Tanjungpinang
Kepulauan Riau masih belum diketahui, sehingga perlu dilakukan penelitian di lokasi
tersebut.

2.2 Distribusi klorofil-a diperairan


Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil sangat terkait dengan kondisi
oseanografis suatu perairan, (Mann dan Lazier, 1991). Berdasarkan pola persebaran
klorofil-a secara musiman maupun spasial, dibeberapa bagian perairan dijumpai
kosentrasinya yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena terjadinya pengkayaan
nutrien pada lapisan permukaan perairan melalui berbagai proses dinamika massa air,
diantaranya upwelling atau turn over, percampuran vertikal massa air serta pola
pergerakkan massa air, yangmembawa massa air kaya nutrien dari perairan sekitarnya.
Klorofil-a dipermukaan perairan dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu
rendah, sedang dan tinggi dengan kandungan klorofil-a secara berturut-turut <0,07;
0,07-0,14 dan >0,14 mg/m3 (Hatta, 2001). Kandungan klorofil dengan kisaran 0,07
mg/m3 termasuk rendah, dimana klorofil tersebut sangat dipengaruhi oleh cahaya,
oksigen dan karbohidrat (Legendre 1983).
Sebaran konsentarsi klorofil-a tinggi di perairan dikatakan sebagai akibat dari
tingginya suplai nutrient yang berasal dari daratan melalui limpasan dari daratan dan
limpasan air sungai dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai karena
tidak adanya suplai nutrient dari daratan secara lasngung. Meskipun demikian beberapa
tempat masih ditemukan konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi meskipun jauh dari
darata. Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses sirkulasi massa air yang
memungkinkan yang memmungkinkan terangkutnya sejumlah nutrient dari tempat lain
dan terangkutnya nutrient dari lapisan dalam ke permukaan seperti yang terjadi pada
daerah up-welling (Hatta, 2002).
Menurut Krismono (2010), kadar klorofil-a juga dapat digunakan sebagai
biomonitoring kualitas dan kesuburan perairan (produktivitas perairan). Castro dan
Huber (2007) menyatakan, semua fitoplankton memiliki klorofil terutama sekali
klorofil-a. Klorofil berfungsi sebagai katalisator dan penyerap energi cahaya matahari
(Strickland, 1960 cit. Riyono, 2007). Dengan demikian proses produksi zat organik dari
zat anorganik dalam fotosintesis tidak akan terjadi apabila tidak ada klorofil. Semakin
tinggi kadar klorofil menandakan tingginya kelimpahan fitoplankton di perairan (Castro
dan Huber, 2007). Kelimpahan fitoplankton yang tinggi mengindikasikan tingginya
produktivitas primer di suatu perairan. Menurut Forever Green (2010), kandungan
klorofil fitoplankton dipengaruhi oleh spesies, kondisi tiap individu, waktu, dan
intensitas cahaya matahari. Selain itu juga dipengaruhikadar nitrat, fosfat, pengadukan
air, suhu, dan kualitas air.
2.3 Fotosintesis Fitoplankton
Reaksi fotosintesis dapat terjadi pada semua tumbuhan yang mengandung
pigmen klorofil, dan dengan adanya cahaya matahari. Cahaya matahari merupakan
faktor yang sangat penting bagi kehidupan fitoplankton. Proses fotosintesis hanya
mungkin dapat dilakukan oleh fitoplankton jika intensitas cahaya matahari mencukupi.
Ini berarti fitoplankton sangat membutuhkan cahaya matahari dalam proses hidupnya.
Jeluk air yang ditembus oleh cahaya dan jeluk tempat fotosintesis berlangsung
dipengaruhi oleh penyerapan cahaya dalam kolum air, panjang gelombang cahaya,
transparansi, pantulan dari permukaan air, letak lintang, dan musim. Intensitas cahaya
diatas 50 % dan dibawah 50 % kemelimpahan fitoplankton sangat sedikit. Hal ini akan
menyebabkan proses fotosintesis tidak berjalan dengan maksimal. Ada dua hal yang
yang mendukung fenomena ini yaitu, pada intensitas cahaya yang tinggi, fotosintesis
pada alga mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena intensitas cahaya yang
tinggi akan merusakkan klorofil, sehingga proses fotosintesis akan mengalami
gangguan dan tidak berjalan dengan baik. Begitu pula sebaliknya jika intensitas cahaya
sangat rendah, maka proses fotosintesisnya juga tidak berjalan dengan baik, karena
jumlah cahaya yang tidak mencukupi untuk melakukan proses fotosintesis (Castro dan
Huber 2000; Goldman dan Horne 1983; Lionard 2005; Nybakken 1993).
Menurut Lerman (1986), di perairan samudra intensitas cahaya (sinar biru) dapat
masuk sampai ke kedalaman 100 m. Perairan pantai atau paparan benua intensitas
cahaya dapat masuk sampai ke kedalaman 20 m. Sedangkan di estuari secara umum
adalah 1-6 m (Gambar 3). Akan tetapi hal ini juga sangat berkaitan erat dengan
turbiditas estuari tersebut. Semakin tinggi turbiditasnya maka penetrasi cahaya yang
masuk semakin sedikit, begitu juga sebaliknya. Setiap jenis fitoplankton memiliki
perbedaan intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis
(Cabrita et al, 1999; Castro dan Huber 2000; Lerman 1986; Nybakken 1993; Sumich
1999).
Kemampuan fitoplankton untuk mengubah zat anorganik menjadi zat organik
tidak lepas dari keberadaan cahaya matahari dan pigmen fotosintesis. Dilihat dari segi
fisiologis, spektrum cahaya terpenting untuk fotosintesis dan pertumbuhan fitoplankton
adalah cahaya biru. Absorbsi cahaya biru oleh fitoplankton lebih efektif dibandingkan
cahaya hijau, oleh karena itu rata-rata kecepatan proses fotosintesis dan pertumbuhan
fitoplankton lebih tinggi pada spektrum cahaya tersebut (Wallen and Geenn 1971, diacu
dalam Yentsch 1974).
Deflin (1969) menjelaskan bahwa klorofil adalah pigmen hijau dari tumbuhan
yang merupakan pigmen aktif yang paling penting dalam proses fotosintesis. Saat ini
sedikitnya ada delapan tipe klorofil yang telah diketahui: klorofil-a, b, c, d dan e;
bakterioklorofil a; bakterioklorofil b; dan clorobium chlorophyll/bakteriofiridin.
Klorofil-a dan b lebih dikenal dan terdapat dalam jumlah yang banyak, sedangkan
klorofil-c, d dan e hanya ditemukan dalam alga dan dengan kombinasi klorofil-a. Pada
sebagian besar grup tumbuhan laut terdapat pigmen-pigmen pelengkap sebagai alat
tambahan bagi klorofil-a dalam mengabsorbsi cahaya. Fungsi pigmen-pigmen ini
menangkap dan mengumpulkan energi cahaya dengan kisaran panjang gelombang yang
luas kemudian memindahkan energi tersebut ke klorofil-a untuk mengintroduksinya
kedalam “reaksi sinar”. Pigmen-pigmen tambahan ini mampu mengabsorbsi sinar-sinar
dalam spektral yang oleh klorofil-a tak mampu menyadapnya.
Klorofil-a mengabsorbsi cahaya secara maksimal pada panjang gelombang 430
nm dan 660 nm. Pigmen-pigmen pelengkap mempunyai kemampuan mengabsorbsi
cahaya secara maksimal pada panjang gelombang yang berbeda-beda. Pigmen-pigmen
tersebut antara lain: klorofil-b, -karoten, Xanthophyll, Fikoeritrin dan Fikosianin.
Namun demikian, hanya klorofil-a yang mampu melakukan fotosintesis. Klorofil-a
mampu mengubah sinar matahari menjadi energi kimiawi sehingga fotosintesis
menghasilkan bahan organik. Sedangkan pigmen pelengkap, meskipun mampu
menangkap sinar matahari, namun energi tersebut harus ditransfer terlebih dahulu ke
klorofil-a, dan barulah energi tersebut dirubah oleh klorofil-a menjadi energi kimiawi
sehingga berguna bagi fotosintesis (Basmi 1999).
2.4 Metode Spektofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang
gelombang spesifik dengan mengguankan monokromator prisma atau kisi difraksi
dengan detector Fototube. Dalam analisis cara spektrofotometri terdapat tiga daerah
panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200-380 nm),
daerah Visible (380-700 nm), daerah Inframerah (700-3000 nm).
Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan hokum Lambert-Beer, bila cahaya
monokromatik (I0),melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut
diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan (It). Transmitans
adalah perbandingan intensitas cahaya yang di transmisikan ketika melewati sampel (It)
dengan intensitas cahaya mula-mula sebelum melewati sampel (Io). Persyaratan hokum
Lambert-Beer antara lain : Radiasi yang digunakan harus monokromatik, rnergi radiasi
yang di absorpsi oleh sampel tidak menimbulkan reaksi kimia, sampel (larutan) yang
mengabsorpsi harus homogeny, tidak terjadi flouresensi atau phosphoresensi, dan
indeks refraksi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi, jadi larutan harus pekat (tidak
encer). Spektrofotometri terdiri dari beberapa jenis berdasarkan sumber cahaya yang
digunakan. Diantaranya adalah sebagai berikut :
 Spektrofotometri Vis (Visible)
Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energy dalah cahaya
tampak (Visible). Cahaya visible termasuk spectrum elektromagnetik yang dapat
ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380-750 nm.
Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia, maka sinar tersebut
termasuk kedalam sinar tampak (Visible).
 Spektrofotometri UV (Ultra Violet)
Berbeda dengan spektrofotometri Visible, pada spektrofometri UV berdasarkan
interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang gelombang 190-380 nm.
Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu deuterium. Deuterium disebut juga heavy
hydrogen yang merupakan isotop hydrogen yang stabil terdapat berlimpah dilaut dan
didaratan karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata manusia maka senyawa yang
dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna
bening dan transparan.
 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible.
Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya
visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber
sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi dengan
monokromator. Untuk sistem spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan
paling populer digunakan. Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk
sample berwarna juga untuk sample tak berwarna. Spektroskopi ultraviolet-visible atau
spektrofotometri ultraviolet-visible (UV-Vis atau UV / Vis) melibatkan spektroskopi
dari foton dalam daerah UV-terlihat. Ini berarti menggunakan cahaya dalam terlihat
dan berdekatan (dekat ultraviolet (UV) dan dekat dengan inframerah (NIR)) kisaran.
Penyerapan dalam rentang yang terlihat secara langsung mempengaruhi warna bahan
kimia yang terlibat. Di wilayah ini dari spektrum elektromagnetik, molekul mengalami
transisi elektronik. Teknik ini melengkapi fluoresensi spektroskopi, di fluoresensi
berkaitan dengan transisi dari ground state ke eksited state. Penyerapan sinar uv dan
sinar tampak oleh molekul, melalui 3 proses yaitu :
a. Penyerapan oleh transisi electron ikatan dan electron anti ikatan.
b. Penyerapan oleh transisi electron d dan f dari molekul kompleks
c. Penyerapan oleh perpindahan muatan.
• Spektrofotometri IR (Infra Red)
Spektrofotometri ini berdasar kepada penyerapan panjang gelombang Inframerah.
Cahaya Inframerah, terbagi menjadi inframerah dekat, pertengahan dan jauh.
Inframerah pada spektrofotometri adalah adalah inframerah jauh dan pertengahan yang
mempunyai panjang gelombang 2.5-1000 mikrometer. Hasil analisa biasanya berupa
signalkromatogram hubungan intensitas IR terhadap panjang gelombang. Untuk
identifikasi, signal sampel akan dibandingkan dengan signal standard.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Praktikum Produktvitas Periaran mengenai pendugaan produktivitas primer
dengan analisis klorofil-a dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya
Periaran, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Praktikum
berlangsung pada hari Senin, 04 Desember 2017 pukul 09.50 – selesai.
3.2 Alat dan Bahan yang digunakan
3.2.1 Alat yang digunakan
No Nama Alat Fungsi Alat
Untuk menghitung nilai absorbansi nilai
1 Spektofotometer
klorofil-a yang didapat
Untyk menyaring sampel air yang
2 Kertas saring dan corong
akandipisahkan kandungan klorofilnya.
Untuk menghaluskan klorofil yang telah
3 Mortir dan Cawan
tersaring
Untuk mn]engukur volume aseton dan
4 Gelas Ukur
volume klorofil-a yang didapat
Sebagai wadah tempat menampung
5 Tabung reaksi
klorofil-a yang akan diekstrak
Untuk mengambil volume larutan
6 Pipet
(aseton) dalam skala kecil
Membantu memindahkan klorofil-a yang
7 Spatula
telah tersaring ke dalam mortar
8 Centrifuge Untuk mensentrifugasi sampel klorofil
Untuk menampung sampel air yang telah
9 Labu erlenmeyer
terpisah dari kandungan klorofil
3.2.2 Bahan yang digunakan
NO Nama Bahan Fungsi Bahan
1 Sampel Air Sebagai bahan yang akan dianalisis
kandungan klorofilnya
2 Aseton 90% Sebagai pelarut agar klorofil yang telah
tersaring tidak kering

3.3 Prosedur kerja


Adapun prosedur dari praktikum klorofil dimulai dari penggunaan
Spektrofotometrik, pengambilan sampel, dan analisis klorofil a yang terdapat pada
Lampiran 5.
3.3.1
3.4 Analisis perhitungan
3.4.1 Perhitungan Klorofil-a
Dari data yang diperoleh nilai konsentrasi klorofil-a berdasarkan rumus dibuku
Vollenweider (1974)

Klorofil-a = Ca.(v/V.L)

Ca Diperoleh dari persamaan : 11,6 D665 – 1,31 D645 – 0,14 D630


Dimana :
v = Volume aseton yang digunakan (ml)
V = Volume air yang tersaring untuk diektrak (L)
L = Panjang cuvet (cm)
D665 = Optikan density pada panjang gelombang 665 nm
D645 = Optikan density pada panjang gelombang 645 nm
D630 = Optikan density pada panjang gelombang 630 nm
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Data Hasil Spektofotometer
Kelompok : 13
Kelas : Perikanan A
Laboratorium : Manajemen Sumberdaya Perairan
Tabel 1. Data Nilai absorbance dan konsentrasi kelompok
Panjang Nilai Absorbance Nilai Klorofil-a
Kelompok
Gelombang (A) (Mg/Ml)
665 nm 0,098
13 645 nm 0,085 2,55 mg/l
630 nm 0,082

Ca = 11,6 x D665 – 1,31 x D645 – 0,14 x D630


= 11,6 (0,098A) – 1,31 (0,085A) – 0,14 (0,082A)
= 1,14 – 0,11 – 0,01
= 1,02

𝑣
Klorofil-a = Ca ( 𝑉.𝐿 )
10
= 1,02 (1.4 )

= 1,02 x 2,5
= 2,55 mg/l
Tabel Data Hasil Pengukuran Laboratorium kelas A

Kelompok Panjang Gelombang λ(nm) Nilai Absorbansi (A) Klorofil-a (mg/m3)


630 4
1 645 3 0,36585
665 13
630 9
2 645 0,05 0,2101
665 13
630 45
3 645 47 1,907
665 72
630 4
4 645 6 5,879
665 21
630 8
5 645 7 2,4
665 9
630 9
6 645 7 0,000123
665 8
630 0,01
7 645 9 0,62
665 14
630 37
8 645 39 1,7926
665 42
Kelompok Panjang Gelombang λ(nm) Nilai Absorbansi (A) Klorofil-a (mg/m3)
630 71
9 645 100 4.878
665 101
630 55
10 645 57 2,5086
665 59
630 -0,01
11 645 -0,09 2,29
665 12
630 8
12 645 0,01 0,45
665 17
630 82
13 645 85 2,55
665 98
630 0,02
14 645 12 0,274
665 0,11
630 24
15 645 22 0,7425
665 29
630 61
16 645 43 12
665 47
630 17
17 645 20 1,1465
665 42
Kelompok Panjang Gelombang λ(nm) Nilai Absorbansi (A) Klorofil-a (mg/m3)
630 12
18 645 13 0,8815
665 32
630 3
19 645 4 0,375
665 13
630 70
20 645 65 0,3566
665 85

Berdasarkan hasil spektrofotometer pada tabel 7, maka dapat dibuat grafik


perbandingan konsentrasi klorofil yang diukur oleh tiap-tiap kelompok sebagai berikut:

Gambar 1. Perbandingan Konsentrasi Klorofil-a


4.2 Pembahasan
4.2.1 Hasil Spektofotometer ( Data Kelompok)
Untuk mendapatkan nilai klorofil-a, diperlukan pengukuran nilai absorbansi
menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang 665 nm, 645 nm dan 630
nm. Pada praktikum pendugaan klorofil-a ini, kelompok 13 mendapatkan hasil
pengukuran spektofotometer sebesar 0,098, 0,085, dan 0,082. Setalah diketahui nilai
absorbansinya, kemudian dicari nilai Ca dengan menggunakan persamaan yang ada.
Apabila nilai Ca sudah didapatkan maka langkah selanjutnya adalah menghitung nilai
klorofli-a. Nilai klorofil-a yang didapat kelompok 13 adalah sebesar 2,55 mg/l.
Dengan nilai klorofil-a sebesar 2,55 mg/l menunjukan bahwa sampel air yang
diteliti termasuk dengan perairan yang memiliki tingkat klorofil yang tinggi. Menurut
Hatta (2001) dalam Muthalib (2009) nilai klorofil di permukaan dikelompokkan rendah,
sedang, dan tinggi dengan kandungan klorofil a secara berturut-turut rendah (<0.07
mg/m3), sedang (0.07 mg/m3 – 0.14 mg/m3), dan tinggi (> 0.14 mg/m3). Semakin
tinggi kadar klorofil menandakan tingginya kelimpahan fitoplankton di perairan.
Kelimpahan fitoplankton yang tinggi mengindikasikan tingginya produktivitas primer di
suatu perairan (Faurizki 2013).
Tingginya nilai klorofil yang didapatkan oleh kelompok 13 bisa saja disebabkan
oelh beberapa faktor, diantarnya adalah waktu pengambilan sampel yaitu siang hari
sehingga cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan cukup tinggi dan bisa
membuat klorofil di perairan meningkat berbeda jika praktikan mengambil sampel di
bawah pohon rindang yang kurang terkena cahaya matahari bisa saja mendapatkan nilai
klorofil yang relatif kecil walaupun berada di sampel perairan yang sama.
4.2.2 Hasil Spektofotometer ( Data Kelas )
Ditinjau dari hasil perhitungan nilai klorofil-a seperti pada grafik di atas, terlihat
bahwa konsentrasi klorofil-a di perairan memiliki nilai rata-rata sebesar 1,54 mg/l
dengan nilai terendah sebesar 0,000123 dan nilai konsentarsi klorofil-a tertinggi
terdapat pada kisaran 5,88 mg/l. Perbedaan nilai klorofil-a yang berdebda satu sama lain
ini membuktikan bahwa sebaran klorofil-a di perairan tersebut tidak merata. Hal ini bisa
disebabkan oleh bedanya tempat atau titik untu mengambil sampel air.
Kondisi perairan yang trekena cahaya matahari lebih banyak akan cenderung
memiliki nilai konsentrasi klorofil yang lebih tinggi juga dari pada perairan yang kurang
terkena paparan sinar matahari. Selain itu juga masih terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya perbedaan nilai konsentrasi klorofil-a diantarnya adalah suhu,
pH, turbiditas dll. Selain itu, perbedaan nilai konsnetrasi kloroil-a pun dapat disebabkan
oleh kesalahan-kesalah yang terjadi saat pengambilan data maupun perhitungan oleh
spektofotometer. Kesalahan dalam proses spektofotometer dapat menyebabkan nilai
konsentrasi klorofil menjadi kecil.
Apabila dibandungkan dengan data kelas, konsentrasi klorofil-a kelompok 13
termasuk ke dalam kelompok dengan nilai konsentrasi klorofil-a yang tinggi. Rata-rata
nilai klorofil a yang didapat kelas a adalah termasuk ke dalam nilai konsentrasi yang
dimana perairan itu memiliki nilai klorofil a yang tinggi. Sesuai dengan pernyataan
Hatta (2002) bahwa klorofil-a dipermukaan perairan dikelompokkan ke dalam tiga
kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi dengan kandungan klorofil-a secara berturut-
turut <0,07; 0,07-0,14 dan >0,14 mg/m3.
Nilai klorofil yang tinggi berarti menunjukan nilai produktivitas fitoplankton
juga tinggi di perairan tersebut. Namun, tingginya kandungan klorofil-a fitoplankton di
suatu perairan tidak selalu menggambarkan kondisi yang baik bagi perairan tersebut.
Faktor yang mempengaruhi jumlah kandungan klorofil a pada fitoplankton adalah
nutrisi. Nutrisi (Fosfat dan Nitrat) merupakan makanan utama fitoplankton yang
menghasilkan klorofil-a, makin tinggi kepadatan fitoplankton makin tinggi kandungan
klorofi-a. Volume fitoplankton yang tinggi akan menghasilkan klorofi-a yang tinggi
pula.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Hasil pengukuran spektrofotometer dengan panjang gelombang 665 nm, 645
nm, dan 630 nm menunjukan nilai absorbansi masing-masing sebesar 0,098, 0,085 dan
0,082 yang digunakan untuk menentukan nilai konsentrasi klorofil-a. Setelah dilakukan
perhitungan, didapatkan nilai Ca sebesar 1,02 dan nilai konsentrasi klorofil-a sebesar
2,55 mg/l. Artinya perairan tersebut memiliki tingkat kesuburan dan produktivitas
primer yang tinggi. Hal ini terjadi karena faktor nutrien di perairan, intensitas cahaya
matahari di perairan sangat baik sehingga menunjang produktivitas fitoplankton
diperairan.

5.2 Saran
Pada praktikum analisis klorofil-a disarakan untuk dilakuakan pengecekan ulang
terhadap alat-alat listrik yang akan digunakan karena tim asistan sudah memandu
praktikan dalam menggunakan setiap alat. Selain itu kelengkapan peralatan seperti pipet
mohon diperhatikan kembali sebab ketidaklengkapan alat dapat menghambat kerja
praktikan terlebih praktikum ini cukup memakan waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Fitra, Fauzrikia. 2013. Produktifitas Primer di Teluk Bungus. Hal 3-4. Laboratorium
Ekologi Hewan, Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Andalas
Herawati, V.E. 2008. Analisis Kesesuaian Perairan Segara Anakan Kabupaten Cilacap
Sebagai Lahan Budidaya Kerang Totok (Polymesoda erosa) Ditinjau Dari
Aspek Produktivitas Primer Menggunakan Penginderaan Jauh. Tesis.
Universitas Diponegoro. Semarang.

Hidayat, Rian dkk. 2013. Kajian Kandungan Klorofil-A pada Fitoplankton Terhadap
Parameter Kualitas Air di Teluk Tanjung Pinang Kepulauan Riau. Jurnal (tidak
dipublikasikan).
Muthalib, A. 2009. Klorofil dan Penyebarannya di Perairan. Diakses dari
(www.shvoong.com/exact-scient/1947735/klorofil-dan- penyebarannya-di-
perairan) pada tanggal 6 Desember 2015.
Nababan, Nisban. 2009. Jurnal: Variabilitas Konsetrasi Klorofil-a di Perairan Utara
Sumbawa Berdasarkan Data Satelit SeaWIFS. Hal 4-5. Departemen Ilmu dan
teknologi Kelautan, FPIK IPB Bogor
Nababan, Nisban. 2012. Jurnal: Variabilitas Konsentrasi Klorofil-a dan Suhu
Permukaan Laut (SPL) di Perairan Natuna. Hal 5-7. Departemen Ilmu dan
teknologi Kelautan, FPIK IPB Bogor
Nontji, A. 1974. Biomassa dan Produktivitas Fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta
serta Implikasinya dengan Faktor-Faktor Lingkungan. Disertasi (tidak
dipublikasikan). IPB. Bogor.

Sinurat, G. 2009. Studi Tentang Nilai Produktivitas Primer di Pangururan Perairan


Danau Toba. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Alat dan bahan

Corong Kertas saring

Gelas ukur Labu erlenmeyer


Mortar dan cawan Centrifuge

Spektrofotometer Sendok spatula

Sampel air
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan

Penyaringan sampel air Pengambilan hasil saringan

Memasukan hasil saringan ke mortar Mengencerkan hasil saringan dengan


aceton
Menggerus sampel klorofil Memasukan hasil gerusan ke tabung
sentrifugasi

Sampel yang akan disentrifugasi Sampel pada centrifuge


Lampiran 3. Metode Praktikum
3.1 Penggunaan spektofotometer

Dihidupkan Alat Spektofotometer

Dibiarkan selama 15 menit (tidak boleh kurang)

Diatur panjang gelombang pada 750 nm

Diisi cuvet dengan aceton 90%, kemudian masukan ke dalam cuvet lalu tutup

Diset Absorbance pada angka 000, biarkan beberapa saat sampai terlihat stabi;

Dipindahlan ke transmitance dan pembacaan harus sampai 100

Spektofotometri siap untuk dipakai

Setiap penggantian panjang gelombang, langkah 4,5 dan 6 dilakukan ulang


3.3.2 Pengambilan sampel dan analisis

Diambil Sampel air dari badan air sebanyak 1l dan masukan kedalam botol sampe;

Disaring sampel menggunakan kertas saring

Dipindahkan ekstark yang sudah disaring ke cawan dengan menggunakan spatula

Digerus ekstark menggunakan kortir hingga halus dan diencerkan menggunakana


seton 10 ml

Disentrifuge hasil gerusan selama 15-20 menit dengan putaran 3000-4000 rpm sampai
material tersuspensi mengendap

Dipindahkan supernatan dalam tabung reaksu dan siap diukur

Dimasukan sampel dalam cuvet dan dibaca nilai absorbancenya dengan panjang
gelombang 750mm

Setelah sampel selesai diukur, ubah panjang gelombang pada 665,645 dan 630nm. dan
set transmittance pada angka 100 dan absorbanceUkur transmittance scope pada
panjang gelombang tersebut

Anda mungkin juga menyukai