Anda di halaman 1dari 24

HIDROLISIS PATI ENZIMATIS

HYDROLYSIS OF THE ENZYMATIC STARCH


Nur Hayati (230210180067)
Kelompok 11. Shift 02

Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan


Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat
E-mail: nur18023@mail.unpad.ac.id

ABSTRAK

Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang dihubungkan oleh ikatan glikosidik
dan polimer dari 1,4-α-glukosa. Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin. Amilosa memberikan
sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Proses hidrolisis enzimatis
adalah proses pemecahan polimer menjadi monomer-monomer penyusunnya dengan bantuan
enzim. Enzim amilase adalah enzim yang mampu menurunkan energi aktivasi sehingga dapat
mempercepat pemecahan rantai polimer polisakarida menjadi monomer gula penyusunnya.
Hidrolisis pati oleh α-amilase akan menghasilkan dekstrin sebagai produk utama, dimana
hidrolisis lengkap akan menghasilkan glukosa sebagai produk akhir. Tujuan dari praktikum
kali ini yaitu membuktikan bahwa pati, sebagai polisakarida, merupakan polimer dari 1,4-α-
glukosa. Pada praktikum sampel diberi beberapa perlakuan untuk mengetahui dan memahami
perubahan yang terjadi. Dari praktikum ini dapat diketahui perubahan sifat-sifat enzimatis pati
karena berbagai perlakuan dengan penambahan pereaksi berupa enzim dengan memahami hasil
reaksi. Diketahui pula hubungan nilai absorbansi yang didapatkan dengan konsentrasi glukosa
dan maltosa (gula sederhana).

Kata kunci : enzim amilase, glukosa, hidrolisis pati enzimatis, pati

ABSTRACT

Starch is a type of polysaccharide linked by glycosidic bonds and polymers of 1,4-α-


glucose. Starch consists of amylose and amylopectin. Amylose gives hard properties while
amylopectin causes stickiness. The enzymatic hydrolysis process is the process of breaking
down polymers into constituent monomers with the help of enzymes. Amylase enzyme is an
enzyme that it can accelerate the breakdown of polysaccharide polymer chains into its
constituent sugar monomers. Hydrolysis of starch by α-amylase will produce dextrin as the
main product and produce glucose as the final product. The purpose of this practicum is to
prove that starch is a polymer of 1,4-α-glucose. Several samples that are given some treatment
are used to find out the changes in the sample. From this practicum, it can be seen the change
in the enzymatic properties of starch due to various treatments by adding enzymes in the form
of enzymes by understanding the reaction results and also known the relationship between the
absorbance values obtained with the concentration of glucose and maltose (simple sugars).

Keywords: amylase enzyme, enzymes, enzymatic starch hydrolysis, starch


PENDAHULUAN mempunyai satu gugus keton.
Karbohidrat adalah polihidroksi Monosakarida adalah senyawa karbohidrat
aldehid atau polihidroksiketon dan meliputi sederhana yang mengandung gugus fungsi
kondensat polimer – polimernya terbentuk. karbonil. Secara umum senyawa ini dibagi
Nama karbohidrat dipergunakan pada menjadi dua kelompok besar yaitu aldosa
senyawa – senyawa tersebut, mengingat jika mengandung gugus aldehid dan ketosa
rumus empirisnya yang berupa jika mengandung gugus keton.
CnH2nOn atau mendekati Cn(H2O)n yaitu Monosakarida juga sering dinamai sesuai
yaitu karbo yang mengalami hidratasi, jumlah atom karbon penyusunnya seperti
namun demikian nama ini sebenarnya triosa, pentosa, heksosa, dan
kurang tepat karena hidrat (H2O) yang lain-lain (Antony et al. 1992).
melekat pada gugus karbon bukanlah Glukosa merupakan contoh
sebagai hidrat sebernanya, misalnya tak monosakarida aldosa yang mengandung
dapat dipisahkan atau dikristalkan enam atom karbon dan satu gugus aldehid.
tersendiri yang terlepas dari gugusnya. Monosakarida dengan jumlah atom tertentu
(Kartasapuetra, 2004). akan membentuk cincin/anomer dan karbon
Karbohidrat didefinisikan sebagai anomerik (memiliki sifat pereduksi yang
polihidroksi-aldehid atau polilihidroksi- kuat). Ikatan glikosidik terbentuk ketika
keton dan temuannya. Glukosa terdapat atom karbon anomerik (C1) bereaksi
terutama dalam bentuk hemiasetal dan dengan gugus hidroksil (Almatsier, 2001).
dikenal dua struktur yang umumnya didapat 2. Oligosakarida
dalam bentuk campuran dan β-piranos dan Oligosakarida adalah polimer
dalam jumlah sedikit bentuk dan β- dengan derajat polimerisasi 2 sampai 10
foranosa. Di dalam larutan glukosa terdapat dan biasanya bersifat larut dalam air.
dalam bentuk campuran α dan β- Oligosakarida yang terdiri dari dua molekul
glukopiranosa sedang bentuk α dan β- disebut disakarida, dan bila tiga molekul
glukofuranosa hanya terdapat dalam jumlah disebut triosa; bila sukrosa ( sakarosa atau
yang sangat sedikit. Demikian pula bentuk gula tebu) terdiri dari molekul glukosa dan
aldehid bebasnya (Purwo, 1993) fruktosa, laktosa terdiri dari molekul
Jenis karbohidrat : glukosa dan galaktosa dan maltosa terdisi
1. Monosakarida dari dua molekul glukosa. Serta ada
Monosakarida yang mengandung rafinosa yang trdisri atas tiga molekul
yang mengandung satu gugus aldehida monosakarida yang berikatan yaitu
disebut aldosa, sedangkan ketosa
galaktosa-glukosa-fruktosa (Hardjasasmita, Pati adalah karbohidrat yang
1999). merupakan polimer glukosa dan terdiri atas
Sukrosa adalah oligosakarida yang amilosa dan amilopektin. Karbohidrat
mempunyai peran penting dalam adalah senyawa makromolekul yang
pengolahan bahan makanan dan banyak mengandung C, H dan O dengan rumus
terdapat pada tebu, siwalan dan kelapa (CH2O)n, yaitu senyawa yang n atom
kopyor. Untuk industri-industri makanan karbonnya terhidrasi oleh n air. Senyawa
biasa digunakan sukrosa dala bentuk karbohidrat memiliki sifat pereduksi karena
kristral halus atau kasar dan dalam jumlah mengandung gugus karbonil aldehid atau
yang banyak dipergunakan dalam bentuk keton dan gugus hidroksil yang sangat
cairan sukrosa (sirup). Sebagian sukrosa banyak (Jacobs dan Delcour 1998).
akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, Amilosa merupakan bagian dari
yang disebut gula invert (Hardjasasmita, rantai lurus yang dapat memutar dan
1999). membentuk daerah sulur ganda. Pada
3. Polisakarida permukaan luar amilosa yang bersulur
Polisakarida adalah senyawa yang terdapat hidrogen yang berikatan dengan
terdiri dari unit terkecil monosakarida yang atom O-2 dan O-6. Rantai lurus amilosa
dihubungkan oleh ikatan glikosidik. yang membentuk sulur ganda kristal
Polisakarida akan menjadi monosakarida tersebut tahan terhadap amilase. Ikatan
bila dihidrolisis secara lengkap. Pati hidrogen intersulur dan intrasulur
merupakan polimer dari 1,4-α-D-glukosa mengakibatkan terbentuknya struktur
yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. hidrofobik dengan kelarutan yang rendah.
Amilosa akan berubah menjadi warna biru Oleh karena itu, sulur tunggal amilosa mirip
bila diwarnai dengan reagen iodin dengan siklodekstrin yang bersifat
(Lehninger, 1990). hidrofobik pada permukaan dalamnya
(Chaplin, 2002).
Hidrolisis pati α-amilase akan
menghasilkan dekstrin sebagai produk
utama, dimana hidrolisis lengkap akan
menghasilkan glukosa sebagai produk
akhir. Enzim ini dapat
Gambar 1. Struktur Amilosa dan Amilopektin diperoleh dari hewan, tumbuhan dan
(Sumber: Fessenden, 1997)
mikroba (Purwo, 1993).
Reaksi hidrolisa pati merupakan pereduksi secara teratur (Winarno, 1992).
reaksi pemecahan pati menjadi struktur Aktivitas α-amilase ditentukan
gula yang lebih sederhana. Reaksi hidrolisa dengan mengukur hasil degradasi pati,
berlangsung lambat sehingga untuk biasanya dari penurunan kadar pati yang
mempercepat reaksi perlu menggunakan larut atau dari kadar amilosa bereaksi
katalisator. Pada hidrolisa pati, katalisator dengan iodium akan berwarna cokelat.
yang biasa dipakai adalah katalis asam dan Selain itu, keaktifan α-amilase dapat
katalis enzim. Kelemahan hidrolisa pati dinyatakan dengan cara pengurukuran
dalam suasana asam yaitu dapat viskositas dan jumlah pereduksi yang
menghasilkan produk dengan rasa dan terbentuk (Winarno, 1995).
warna yang buruk karena asam memiliki Jumlah fraksi amilosa-amilopektin
sifat yang sangat reaktif dan proses sangat berpengaruh pada profil gelatinisasi
pemurnian produk yang sulit, sedangkan pati. Amilosa memiliki ukuran yang lebih
pada hidrolisa pati dengan kecil dengan struktur tidak bercabang.
menggunakan enzim memberi keuntungan Sementara amilopektin merupakan molekul
antara lain yaitu produk lebih murni, biaya berukuran besar dengan struktur bercabang
yang murah dan tanpa produk samping banyak dan membentuk double helix. Saat
yang berbahaya. Kerja enzim amilase pati dipanaskan, beberapa double helix
dalam menghidrolisis pati adalah dengan fraksi amilopektin merenggang dan terlepas
memotong ikatan 1,4-α-glukosa, tetapi saat ada ikatan hidrogen yang terputus. Jika
tidak memotong ikatan 1,6-α- suhu yang lebih tinggi diberikan, ikatan
glukosa. Jenis ikatan polimer pada amilosa hidrogen akan semakin banyak yang
lebih mudah dipotong oleh enzim α-amilase terputus, menyebabkan air terserap
daripada jenis ikatan polimer pada masuk ke dalam granula pati. Pada proses
amilopektin (Hart, 1987). ini, molekul amilosa terlepas ke fase air
Hidrolisis amilosa oleh α-amilase yang menyelimuti granula, sehingga
terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama struktur dari granula pati menjadi lebih
adalah degradasi amilosa menjadi maltosa terbuka dan lebih banyak air yang masuk ke
dan maltoriosa yang terjadi secara acak, dalam granula, menyebabkan granula
sangat cepat dan diikuti dengan penurunan membengkak dan volumenya meningkat.
viskositas. Tahap kedua merupakan proses Molekul air kemudian membentuk ikatan
degradasi yang relatif lebih lambat yaitu hidrogen dengan gugus hidroksil gula dari
pembentukan glukosa dan maltosa sebagai molekul amilosa dan amilopektin. Di
hasil akhir, dimulai dari ujung bagian luar granula, jumlah air bebas
menjadi berkurang, sedangkan jumlah Kelautan Universitas Padjadjaran pukul
amilosa yang terlepas meningkat. Molekul 15.00 WIB.
amilosa cenderung untuk meninggalkan Adapun alat yang digunakan dalam
granula karena strukturnya lebih pendek praktikum ini adalah neraca analitik untuk
dan mudah larut. Mekanisme ini yang menimbang padatan sampel, tabung reaksi
menjelaskan bahwa larutan pati yang sebagai alat mereaksikan sampel uji, rak
dipanaskan akan lebih kental (Kalsum, tabung reaksi sebagai wadah ditaruhnya
2009). tabung reaksi, penjepit tabung untuk
Dekstrin merupakan salah satu menjepit tabung reaksi ketika akan
produk hasil hidrolisis pati berwarna putih dipanaskan, tabung ukur untuk mengukur
hingga kuning. Pati akan mengalami proses larutan secara terukur, labu ukur sebagai
pemutusan rantai oleh enzim atau asam alat pengencer larutan, beaker glass sebagai
selama pemanasan menjadi molekul- wadah larutan dan tabung reaksi ketika
molekul yang lebih kecil. Ada beberapa diinkubasi, mikropipet untuk memindahkan
tingkatan dalam reaksi hidrolisis yaitu cairan dalam jumlah yang kecil dan akurat,
molekul pati mula-mula pecah menjadi unit pipet tetes untuk memindahkan larutan
rantai glukosa yang lebih pendek dalam jumlah kecil, inkubator sebagai alat
(6-10 molekul) yang disebut dekstrin. inkubasi sampel uji, hot plate sebagai alat
Dekstrin kemudian pecah menjadi maltosa memanaskan sampel uji, spektrofotometer
yang selanjutnya pecah lagi menjadi unit sebagai alat ukur absorbansi dan komputer
terkecil glukosa (Lehninger, 1990). untuk membaca hasil spektofotometri.
Tujuan dari praktikum kali ini Selain alat-alat tersebut ada pula
adalah mahasiswa mampu melakukan bahan yang digunakan dalam praktikum ini
hidrolisis berbagai macam pati secara yaitu tepung tapioka dan glukosa yang
enzimatis dan membuktikan bahwa pati, berfungsi sebagai sampel uji, enzim
sebagai polisakarida, merupakan polimer amilase dan reagen iodin sebagai senyawa
dari 1,4-α-glukosa. pendukung uji, alumunium sebagai
pembungkus sampel ketika ditimbang dan
METODOLOGI yang terakhir yakni akuades sebagai pelarut
Praktikum yang berjudul Hidrolisis senyawa uji.
Pati Enzimatis ini dilakukan pada hari Hal yang pertama dilakukan adalah
Senin, 11 November 2019 yang bertempat dengan menyiapkan alat dan bahan. Dalam
di Laboratorium Biogeokimia Gedung 3 praktikum kali ini terdapat empat prosedur
Lantai 2 Fakultas Perikanan dan Ilmu
praktikum yang saling terkait untuk pada sebelumnya dengan menimbang 0,05 gr
akhirnya diperoleh hasil akhir praktikum. gula tepung pada neraca analitik dan
Prosedur praktikum kali ini diawali dilarutkan menggunakan akuades
dengan pembuatan larutan pati 0,2%. Hal dipisahkan menjadi 4 bagian (tabung) dan
yang pertama dilakukan adalah dengan dibuat dengam konsentrasi 0,01 (Tabung
menimbang tepung tapioka pada neraca 1); 0,02 (Tabung 2); 0,03 (Tabung 3) dan
analitik sebanyak 0,2 g. Kemudian 0,04 (Tabung 4) gr/mL menggunakan
memasukannya ke dalam beaker glass dan rumus pengenceran. Setelah itu diukur nilai
dilarutkan dengan 10 ml akuades yang absorbansi pada masing-masing tabung
sebelumnya telah diukur menggunakan dengan λ 600 nm menggunakan
gelas ukur. Kemudian, larutan dimasukkan spektofotometer dan diperoleh kurva
ke dalam tabung untuk segera dipanaskan standar glukosa.
secara perlahan hingga mendidih (± 15 Prosedur yang keempat atau
menit). Larutan pati kemudian dipisahkan terakhir yaitu pengujian aktivitas amilase.
menjadi 4 bagian (tabung). Sebanyak 0,1 Objek yang akan diuji adalah enzim
ml larutan dimasukkan kedalam tabung amilase. Hal pertama yang dilakukan
reaksi 1 dan 2 dan 0,25 ml larutan adalah menambahkan 0,1 ml enzim amilase
dimasukkan kedalam tabung reaksi 3 dan 4. pada pati tabung 1 dan 3 dan 0,2 ml enzim
Hasil akhir diperoleh konsentrasi larutan amilase pada pati tabung 2 dan 4
pati 0,2%. menggunakan mikropipet. Kemudian,
Prosedur kedua yang dilakukan keempat sampel diinkubasi pada suhu 55˚C
adalah persiapan larutan standar glukosa. selama ± 10 menit. Selanjutnya,
Mula-mula gula tepung ditimbang ditambahkan reagen iodine sebanyak 2 tetes
menggunakan neraca analitik sebanyak 0,5 dan memanaskannya pada suhu mendidih
mg lalu dimasukkan kedalam labu ukur 10 selama ± 5 menit. Setelah itu diukut nilai
ml dan dilarutkan dengan akuades hingga absorbansinya pada λ 600 nm
volumenya 10 ml. Larutan standar glukosa menggunakan spektofotometer hingga
0,05 gr/mL pun diperoleh. diperoleh konsentrasi sampel. Hasil
Prosedur yang ketiga yaitu pengamatan yang telah didapatkan
pembuatan kurva standar. Larutan standar kemudian dicatat dan dimasukan kedalam
glukosa 0,05 gr/mL yang telah dibuat tabel hasil pengamatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan uji pada masing-masing sampel diperoleh hasil yang disajikan
dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Pembuatan Larutan Pati 0,2% (Data Kelompok)


Kelompok Sampel Perlakuan Pengamatan Nilai
Perubahan Absorbansi
11 Tepung Tapioka Ditambahkan 10 ml Air dan tepung belum 0,1335
Tabung 1 (0,1 ml) akuades terlalu larut, terdapat
endapan gumpalan
Dipanaskan Larutan pati menjadi
larut, bewarna bening
keruh, bau aci agak
menyengat
Ditambah 0,1 ml Larutan berwarna bening
enzim amilase keemasan bau
menyengat lebih sedikit,
ada endapan
Diinkubasi Warna larutan menjadi
bening kekuningan, ada
sedikit endapan
Ditambahkan iodine Warna larutan menjadi
kuning kebiruan
Dipanaskan Warna larutan menjadi
Kembali kekuningan, keruh
11 Tepung Tapioka Ditambahkan 10 ml Air dan tepung belum 0,1507
Tabung 2 (0,1 ml) akuades terlalu larut, terdapat
endapan gumpalan
Dipanaskan Larutan pati menjadi
larut, bewarna bening
keruh, bau aci agak
menyengat
Ditambah 0,2 ml Larutan berwarna bening
enzim amilase keemasan bau
menyengat lebih sedikit
Diinkubasi Warna larutan menjadi
bening kekuningan, ada
sedikit endapan
Ditambahkan iodine Warna larutan menjadi
kuning kebiruan
Dipanaskan Warna larutan menjadi
Kembali kekuningan, keruh
11 Tepung Tapioka Ditambahkan 10 ml Air dan tepung belum 0,1998
Tabung 3 (0,25 ml) akuades terlalu larut, terdapat
endapan gumpalan
Dipanaskan Larutan pati menjadi
larut, bewarna bening
keruh, bau aci agak
menyengat
Ditambah 0,1 ml Larutan berwarna bening
enzim amilase keemasan bau
menyengat lebih sedikit,
ada endapan
Diinkubasi Warna larutan menjadi
bening kekuningan, ada
sedikit endapan
Ditambahkan iodine Warna larutan menjadi
kuning kebiruan
Dipanaskan Warna larutan menjadi
Kembali kekuningan, keruh
11 Tepung Tapioka Ditambahkan 10 ml Air dan tepung belum 0,1917
Tabung 4 (0,1 ml) akuades terlalu larut, terdapat
endapan gumpalan
Dipanaskan Larutan pati menjadi
larut, agak kental
bewarna bening keruh,
bau aci agak menyengat
Ditambah 0,2 ml Larutan berwarna bening
enzim amilase keemasan bau
menyengat lebih sedikit
Diinkubasi Warna larutan menjadi
bening kekuningan, ada
sedikit endapan
Ditambahkan iodine Warna larutan menjadi
kuning kebiruan
Dipanaskan Warna larutan menjadi
Kembali kekuningan, keruh

Tabel 2. Hasil Pembuatan Larutan Standar Glukosa (Data Kelompok)


No. X Y X·Y X2 Y2
(Konsentrasi Glukosa) (Absorbansi)

1. 0,6 0,0995 0,0597 0,36 0,00990025


2. 1,2 0,1237 0,1484 1,44 0,01530169
3. 1,8 0,1498 0,2696 3,24 0,02244004
4. 2,4 0,2891 0,6938 5,76 0,08357881

6 0,6621 1,1715 10,8 0,13122079

Perhitungan Glukosa Standar


∑(𝒙𝟐 ) ∑ 𝒚−∑ 𝒙 ∑ 𝒙𝒚 𝒏 ∑ 𝒙𝒚−∑ 𝒙 ∑ 𝒚
a= b=
𝒏 ∑𝒙 𝟐−(∑𝒙)𝟐 𝒏 ∑𝒙 𝟐− (∑𝒙)𝟐

(10,8)(0,6621)−(6)(1,1715) (4)(1,1715)−(6)(0,6621)
= = (4)(10,8)−(36)
(4)(10,8)−36
7,15068−7,029 4,686−3,9726
= =
43,2−36 43,2−36
0,12168 0,7134
= =
7,2 7,2

= 0,0168 = 0,0991

Sehingga, y = 0,0168 + 0,0991x


Perhitungan Koefisien Korelasi
n∙ ∑ xy-( ∑ x∙ ∑ y)
R2 =
√{n∙ ∑ x 2 -( ∑ x)2 } ∙{n∙ ∑ y 2 -( ∑ y)2 }
4∙1,1715−(6∙0,6621)
=
√{4∙10,8−(62 )}∙{4∙0,13122079−(0,66212 )}
4,686−(3,9726)
=
√{43,2−(36)}∙{0,52488316−(0,43837641)}
= 0,9039446915

Kurva Standar Glukosa Kelompok 11


0.35
0.3
0.25
Absorbansi

y = 0,0168 + 0,0991x
0.2
R2 = 0,9039
0.15
0.1
0.05
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Konsentrasi Glukosa

y absorbansi Linear (y absorbansi)

Gambar 2. Kurva Standar Glukosa Kelompok 11

Perhitungan Konsentrasi Glukosa Perhitungan Absorbansi Awal Pati


Tabung 1 (Absorbansi 0,0995) Tabung 1 (Tepung Tapioka 0,1ml)
y1 = a + bx1 V1 ∙ N1 = V2 ∙ N2
0,0995 = 0,0991 + (0,0168 ∙ x1 ) 1 ∙ N1 = 3 ∙ 0,1335
x1 = 0,0238 gr/ml N1 = 0,4005
Tabung 2 (Absorbansi 0,1237) Tabung 2 (Tepung Tapioka 0,1ml)
y2 = a + bx2 V1 ∙ N1 = V2 ∙ N2
0,1237 = 0,0991 + (0,0168 ∙ x2 ) 1 ∙ N1 = 3 ∙ 0,1507
x2 = 1,4642 gr/ml N1 = 0,4521
Tabung 3 (Absorbansi 0,1498) Tabung 3 (Tepung Tapioka 0,25ml)
y3 = a + bx3 V1 ∙ N1 = V2 ∙ N2
0,1498 = 0,0991 + (0,0168 ∙ x3 ) 1 ∙ N1 = 3 ∙ 0,1998
x3 = 3,0718 gr/ml N1 = 0,5994
Tabung 4 (Absorbansi 0,2891) Tabung 4 (Tepung Tapioka 0,25ml)
y4 = a + bx4 V1 ∙ N1 = V2 ∙ N2
0,2891 = 0,0991 + (0,0168 ∙ x4 ) 1 ∙ N1 = 3 ∙ 0,1917
x4 = 11,3095 gr/ml N1 = 0,5751

Tabel 3. Hasil Perhitungan Glukosa dan Absobansi Awal Pati (Data Shift)
Kel. Sampel Konsentrasi Glukosa Absorbansi Sampel Absorbansi
(gr/ml) Glukosa Glukosa
7 Gula Tabung 1 = 0,0242 Tabung 1 = 0,0150 Tepung Tabung 1 = 1,7040
Terigu
Tabung 2 = 0,0112 Tabung 2 = 0,0296 Tabung 2 = 7,8600

Tabung 3 = 0,0072 Tabung 3 = 0,0540 Tabung 3 = 2,0250

Tabung 4 = 0,0082 Tabung 4 = 0,1340 Tabung 4 = 2,3076

8 Gula Tabung 1 = 0,0277 Tabung 1 = 0,2588 Tepung Tabung 1 = 0,7764


Terigu
Tabung 2 = 0,0869 Tabung 2 = 0,2937 Tabung 2 = 0,8811

Tabung 3 = 0,0885 Tabung 3 = 0,0047 Tabung 3 = 0,0141

Tabung 4 = 0,0799 Tabung 4 = 0,3029 Tabung 4 = 0,9087

9 Gula Tabung 1 = 0,0378 Tabung 1 = 0,1615 Tepung Tabung 1 = 0,0529


Beras
Tabung 2 = 0,5073 Tabung 2 = 0,4599 Tabung 2 = 0,4738

Tabung 3 = 0,0950 Tabung 3 = 0,1787 Tabung 3 = 0,1042

Tabung 4 = 0,4347 Tabung 4 = 0,1626 Tabung 4 = 0,4087

10 Gula Tabung 1 = Tabung 1 = Tepung Tabung 1 =


Beras
Tabung 2 = Tabung 2 = Tabung 2 =

Tabung 3 = Tabung 3 = Tabung 3 =

Tabung 4 = Tabung 4 = Tabung 4 =

11 Gula Tabung 1 = 0,0238 Tabung 1 = 0,0995 Tabung 1 = 0,4005


Tabung 2 = 1,4642 Tabung 2 = 0,1237 Tepung Tabung 2 = 0,4521
Tapioka
Tabung 3 = 3,0718 Tabung 3 = 0,1498 Tabung 3 = 0,5994

Tabung 4 = 11,3095 Tabung 4 = 0,2891 Tabung 4 = 0,5751

12 Gula Tabung 1 = 0,0969 Tabung 1 = 0,0026 Tepung Tabung 1 = 0,8562


Tapioka
Tabung 2 = 0,0249 Tabung 2 = 0,0249 Tabung 2 = 0,5394

Tabung 3 = 0,0949 Tabung 3 = -0,0041 Tabung 3 = 0,8889

Tabung 4 = 0,1021 Tabung 4 = 0,0213 Tabung 4 = 0,5856

Reaksi hidrolisa pati merupakan yang mempercepat proses reaksi tanpa


reaksi pemecahan pati menjadi struktur habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia
gula yang lebih sederhana. Untuk organik. Semua proses biologis sel
menghidrolisis pati digunakan enzim memerlukan enzim agar dapat berlangsung
amilase. Kerja enzim amilase dalam dengan cukup cepat dalam suatu arah
menghidrolisis pati adalah dengan lintasan metabolisme yang ditentukan oleh
memotong ikatan 1,4-α-glukosa, tetapi hormon sebagai promoter (Poedjadji,
tidak memotong ikatan 1,6-α-glukosa. 2004).
Hidrolisis amilosa oleh α-amilase terjadi Pengujian hidrolisis pati enzimatis
melalui dua tahap. Tahap pertama adalah ini adalah menggunakan beberapa sampel
degradasi amilosa menjadi maltosa dan berupa tepung tapioka, tepung terigu, dan
maltoriosa yang terjadi secara acak, sangat tepung beras. Setiap dua kelompok
cepat dan diikuti dengan penurunan melakukan pengujian dengan sampel yang
viskositas. Tahap kedua merupakan proses sama dan total terdapat enam kelompok
degradasi yang relatif lebih lambat yaitu yang melakukan pengujian pada praktikum
pembentukan glukosa dan maltosa sebagai kali ini. Walaupun menggunakan sampel
hasil akhir, dimulai dari ujung pereduksi yang sama namun memiliki hasil yang
secara teratur (Hart, 1987). berbeda karena berbeda tiap perlakuan.
Enzim yang dilakukan dalam Pada analisis pertama yang
pengujian ini adalah enzim α- amilase. ditunjukkan pada Tabel 1, kelompok 11
Enzim adalah biomolekul berupa protein melakukan uji pada sampel tepung tapioka.
yang berfungsi sebagai katalis (senyawa Mula-mula, tepung tapioka ditimbang
sebanyak 0,2 g kemudian ditambahkan karena strukturnya lebih pendek dan mudah
dengan 10 ml akuades. Pada pengamatan larut. Mekanisme ini yang menjelaskan
terlihat air dan tepung belum terlalu larut bahwa larutan pati yang dipanaskan akan
dan terdapat endapan putih berupa yang lebih kental. Proses ini disebut juga dengan
terlihat seperti gumpalan. Setelah lalu gelatinisasi (Imanningsih, 2012).
sampel dipanaskan dalam hot plate selama Selanjutnya sampel dibagi menjadi
10 menit hingga mendidih. Pada 4 bagian (tabung). Sebanyak 0,1 ml larutan
pengamatan terlihat larutan pati menjadi dimasukkan kedalam tabung reaksi 1 dan 2
larut, bewarna bening keruh, terdapatnya dan 0,25 ml larutan dimasukkan kedalam
gelembung dan bau aci agak menyengat. tabung reaksi 3 dan 4.
Pengamatan pada tabung 4 terlihat Setelah itu, ditambahkan 0,1 ml
teksturnya menjadi agak kental setelah enzim amilase pada pati tabung 1 dan 3 dan
dilakukannya pemanasan. 0,2 ml enzim amilase pada pati tabung 2
Hal tersebut disebabkan karena saat dan 4 menggunakan mikropipet. Setelah
dipanaskan, beberapa double helix fraksi ditambahkan warna sampel berubah
amilopektin merenggang dan terlepas saat menjadi bening keemasan dengan bau aci
ada ikatan hidrogen yang terputus. Jika memudar, pada tabung 1 dan 3 terdapat
suhu yang lebih tinggi diberikan, ikatan sedikit endapan, sedangkan pada tabung 2
hidrogen akan semakin banyak yang dan 4 tidak. Keempat sampel diinkubasi
terputus, menyebabkan air terserap masuk pada suhu 55˚C selama ± 10 menit. Proses
ke dalam granula. Pada proses ini, molekul inkubasi ini dilakukan agar larutan sampel
amilosa terlepas ke fase air yang tetap stabil dan agar enzim tidak
menyelimuti granula, sehingga struktur dari terdenaturasi (Krik dan Othmer, 1953).
granula pati menjadi lebih terbuka dan lebih Terlihat pada masing-masing tabung
banyak air yang masuk ke dalam granula, warnanya larutannya menjadi bening
menyebabkan granula membengkak dan kekuningan dengan adanya sedikit
volumenya meningkat. Molekul air endapan. Kemudian sampel ditetesi reagen
kemudian membentuk ikatan hidrogen iodine sebanyak 2 tetes dan warna sampel
dengan gugus hidroksil gula dari molekul berubah menjadi kuning kebiruan. Hal ini
amilosa dan amilopektin. Di bagian luar didasarkan pada pembentukan kompleks
granula, jumlah air bebas menjadi antara sisa pati yang tak terdegradasi
berkurang, sedangkan jumlah amilosa yang dengan iodine. Metode ini disebut juga
terlepas meningkat. Molekul amilosa dengan metode Fuwa (Winarno, 1995).
cenderung untuk meninggalkan granula
Setelah itu sampel dipanaskan hidrolisis dengan alfa amilase
kembali dan terlihat pada pengamatan menghasilkan glukosa. Maltosa dan
warna larutan berubah menjadi kekuningan berbagai jenis alfa limit dekstrin yang
yang keruh. merupakan oligosakarida yang terdiri dari 4
Dalam hidrolisis pati akan atau lebih residu gula yang semuanya
mengalami proses pemutusan rantai oleh mengandung ikatan alfa 1.6 glikosidik
enzim selama pemanasan menjadi molekul- (Winarno, 1995).
molekul yang lebih kecil. Ada beberapa
tingkatan dalam reaksi hidrolisis tersebut,
yaitu mula-mula pati pecah menjadi unit
rantai glukosa yang lebih pendek (6-10
molekul) yang disebut dekstrin. Desktrin
kemudian pecah menjadi maltosa yang
selanjutnya dipecah lagi menjadi unit
terkecil glukosa. Hidrolisis pati dengan Gambar 3. ikatan α1,4 glikosida yang diputus oleh
amilase, melalui enzim ini ikatan cabang enzim alfa amilase.
(Sumber: Winarno, 1997)
pada pati dapat dihidrolisis sehingga dapat
menguraikan glikogen dan amilopektin
Enzim alfa amilase bekerja pada
secara sempurna menjadi glukosa. Dalam
suhu optimum yakni 55 C. Kerja enzim
penentuan banyaknya kandungan glukosa
dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama
dari hidrolisis dengan amilase ini tidak jauh
adalah substra, keasaman, kofaktor,
berbeda dengan penentuan pada hidrolisis
inhibitor dan juga suhu. Tiap enzim
dengan asam (Winarno, 1992).
memerlukan suhu optimum yang berbeda-
Enzim alfa amilase dapat
beda karena enzim adalah protein, yang
menghidrolisis ikatan alfa 1,4-glukosida
dapat mengalami perubahan bentuk jika
secara spesifik. Hidrolisis amilosa oleh alfa
suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu
amilase terjadi melalui dua tahap. Tahap
atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat
pertama adalah degradasi menjadi maltosa
bekerja secara optimal atau strukturnya
dan maltotriosa yang terjadi secara acak.
akan mengalami kerusakan (Jacob dan
Degradasi ini terjadi secara cepat diikuti
Delcour, 1998)
pula dengan menurunnya viskositas dengan
cepat. Tahap kedua relatif lambat dengan Pada suhu 55 C enzim alfa amilase

pembentukan glukosa dan maltosa sebagai bekerja sangat cepat memutus rantai pati

hasil akhir. Sedangkan untuk amilopektin, sehingga glukosa yang didapatkan akan
lebih banyak didapat dengan waktu singkat. Pada analisis yang kedua adalah
Enzim ini memutuskan ikatan kimia dengan pembuatan larutan standar glukosa dan
penambahan air. Enzim alfa amilase in pembuatan kurva standarnya, dimana
memeliki beberapa sisi aktif sehingga hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2 dan
enzim ini dapat mengikat 4 hingga 10 Gambar 2. Yang pertama dilakukan adalah
molekul substrat sekaligus sehingga cepat pembuatan larutan standar glukosa dengan
dari menghidrolisis pati dari jenis terigu, menimbang 0,5 mg gula di necara analitik
tapioka dan sagu (Jacob dan Delcour, lalu dituang dalam labu ukur dan ditambah
1998). aquadest hingga bervolume 10ml. Hasil
akhir diperoleh larutan standar glukosa
0,05gr/mL. Selanjutnya dari konsentrasi
yang diperoleh diencerkan menjadi
konsentrasi 0,01 gr/mL, 0,02gr/mL,
0,03gr/mL dan 0,04 gr/mL dengan
menggunakan rumus pengenceran:
Gambar 4. Representatif lokasi pemutusan yang
dilakukan secara acak oleh enzim alfa amilase 𝑀1 ∙ 𝑉1 = 𝑀2 ∙ 𝑉2
(segitiga hitam adalah lokasi untuk memotong) Dimana M1 merupakan larutan
(Sumber: Winarno, 1997) konsentrasi awal standar glukosa yang
diperoleh sebelumnya, M2 merupakan
Kerja enzim ini bersifat endo enzim
konsentrasi akhir, V1 adalah volume dari
yaitu memotong ikatan α1,4 glikosida pada
larutan setelah diencerkan dan V2 adalah
amilosa ataupun amilopektin dari dalam
volume akhir setelah diencerkan.
dan memotong secara acak, enzim ini juga
Pengenceran sendiri adalah suatu cara yang
bekerja pada pati yang telah tergelatinisasi.
diterapkan pada suatu senyawa dengan
Alfa amilase biasa juga disebut sebagai
menambahkan pelarut yang bersifat netral,
liquifying enzim, karena enzim alfa amilase
lazim dipakai yaitu aquadest dalam jumlah
bekerja pada proses liquifikasi yg memecah
tertentu. Penambahan pelarut dalam suatu
pati menjadi rantai yg lebih pendek
senyawa dan berakibat menurunnya kadar
(Lehninger, 1990).
kepekatan atau tingkat konsentrasi dari
Ketika diukur nilai absorbansinya,
senyawa yang dilarutkan atau diencerkan
didapatkan nilai absorbansi pada tabung 1
(Brady,1999).
sebesar 0,1335; tabung 2 sebesar 0,1998;
Kemudian dari hasil pengenceran
tabung 3 sebesar 0,1507 dan tabung 4
diperoleh hasil volume akhir dari masing-
sebesar 0,1917.
masing konsentrasi secara berurutan yaitu
0,6 ml; 1,2 ml; 1,8ml dan 2,4ml. Dari nilai- rendah. Hubungan antara absorbansi
nilai tersebut diukur nilai absorbansinya terhadap konsentrasi akan linear apabila
masing-masing secara berurutan yaitu nilai absorbansi larutan antara 0,2-0,8 (0,2
0,0995; 0,1237; 0,1498 dan 0,2891. ≤ A ≥ 0,8) atau sering disebut sebagai
Selanjutnya, untuk menghitung daerah berlaku hukum Lambert-Beer. Jika
grafik kurva standar larutan glukosa dan absorbansi yang diperoleh lebih besar maka
konsentrasi larutan glukosa standar, hubungan absorbansi tidak linear lagi
dilakukan perhitungan glukosa standar (Rohman dan Soemantri, 2007).
menggunakan rumus: Pada perhitungan larutan glukosa
𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥 standar, didapatkan hasil standar glukosa
Dengan y merupakan nilai absorbansi tiap dengan a = 0,0168 dan b = 0,0991 sehingga
tabung reaksi (tabung 1, 2, 3, 4), a dan b y = 0,0168 + 0,0991x. Dimana nilai R2-nya
merupakan variabel pendukung pada adalah 0,9039. Nilai regresi atau koefisien
perhitungan glukosa standar, dan x korelasi (R2) adalah kajian terhadap
merupakan konsentrasi glukosa itu sendiri ketergantungan satu variabel, yaitu variabel
(nilai yang dicari). tergantung terhadap satu atau lebih variabel
Untuk membuat grafik kurva lainnya atau yang disebut sebagai variabel
standar yaitu dengan cara plotting grafik – variabel eksplanatori dengan tujuan untuk
dimana x merupakan nilai konsentrasi membuat estimasi dan / atau memprediksi
glukosa dan kordinat y merupakan nilai rata – rata populasi atau nilai rata-rata
rata-rata absorbansi pada masing-masing variabel tergantung dalam kaitannya
tabung. Setelah dimasukkan nilai-nilainya dengan nilai – nilai yang sudah diketahui
didapatkan bentuk grafik yang linear. Hal dari variabel ekslanatorinya. Tujuan adanya
ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai regresi adalah untuk membuat estimasi
konsentrasi glukosa pada sampel maka rata-rata dan nilai variabel tergantung
akan semakin besar pula nilai dengan didasarkan pada nilai variabel bebas
absorbansinya. (Gujarati, 2006).
Berdasarkan Hukum Lamber-Beer, Jika dibandingkan nilai koefisien
nilai absorbansi akan berbanding lurus korelasi R2 dengan tabel interpretasi, yaitu
dengan konsentrasi. Artinya, jika hasil dari koefisien korelasi adalah sebesar
konsentrasi makin tinggi maka absorbansi 0,9039 itu berarti nilainya menunjukan nilai
yang dihasilkan makin tinggi, begitupun yang sangat kuat karena apabila nilai
sebaliknya, apabila konsentrasi makin koefisien korelasi mendekati +1 (positif
rendah absorbansi yang dihasilkan makin satu) berarti pasangan data variabel x dan
variabel y memiliki korelasi linear positif Berdasarkan hasil perhitungan yang
yang kuat/erat. telah dilakukan, diperoleh nilai absorbansi
Sementara konsentrasi glukosa awal (N1) sebesar 0,4005 pada tabung 1,
yang telah dianalisis pada kelompok 11 0,4521 pada tabung 2, 0,5994 pada tabung
didapatkan 0,0238 pada tabung 1; 1,4642 3 dan 0,5751 pada tabung 4. Hal ini
pada tabung 2; 3,0718 pada tabung 3 dan menunjukan semakin banyak enzim
11,3095 pada tabung 4. Perbedaan amilase yang digunakan, semakin banyak
konsentrasi glukosa ini dipengaruh oleh pula kadar maltosa hasil hidrolisis yang
berapa jumlah tetes enzim amilase yang diperoleh.
diberikan pada sampel. Semakin banyak Analisa yang terakhir adalah
pemberian enzim amilase maka konsentrasi analisis kelompok dan shift 2 yang telah
glukosanya semakin kecil, sementara jika dilampirkan pada Tabel 3, diperoleh nilai
diberikan enzim amilase yang sedikit maka masing-masing dari konsentrasi glukosa,
konsentrasi glukosanya besar. absorbansi glukosa dan absorbansi awal
Analisa selanjutnya yang dilakukan pati. Hasil data yang diperoleh dari
adalah menghitung nilai absorbansi awal kelompok sampel yang sama namun
pati (N1). Perlunya dihitung nilai N1 ini dengan takaran atau ukuran pelarutan yang
dikarenakan pada percobaan sebelumnya, berbeda maka dapat dilihat bahwa pada
larutan diencerkan menggunakan akuades hasil konsenterasi glukosa, rata-rata nilai
agar larutan mecukupi standar kuvet (3/4 absorbansi glukosa dan nilai absorbansi
volumenya), sehingga yang dihitung awal pati ternyata memiliki beberapa
bukanlah nilai absorbansi awal perbedaan.
(sesungguhnya), melainkan nilai Perbedaan ini wajar terjadi karena
absorbansi akhir (yang telah diencerkan). beberapa faktor, misalkan faktor-faktor
Cara menghitungnya adalah dengan pada saat prosedur percobaan berlangsung,
menggunakan rumus: begitu pula dengan kelompok lainnya yang
𝑉1 ∙ 𝑁1 = 𝑉2 ∙ 𝑁2 memiliki nilai aborbansi yang berbeda beda
Dengan V1 adalah volume awal sebelum pula.
pengenceran, V2 adalah volume akhir Masing-masing jenis pati diukur
setelah pengenceran, N2 adalah nilai konsentrasi glukosanya dengan perlakuan
absorbansi akhir dan N1 adalah nilai yang yang berbeda pula, yaitu jumlah enzim
dicari atau nilai absorbansi awal dari amilase yang ditambahkannya berbeda.
larutan pati. Secara teoritis, jika enzim yang dipakai
lebih banyak, maka proses hidrolisis akan
menjadi lebih cepat dan konsentrasi sampel kurang baik, karena data yang baik
glukosa akan bertambah. untuk larutan ialah jika nilai absorbansi
Pengujian hidrolisis pati enzimatis pada larutan tersebut kurang dari satu,
ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor namun jika terlalu mendekati nol pun tidak
yang dapat menyebabkan keberhasilan terlalu baik, karena nilai yang terlalu
dalam pengujian. Data yang menyebabkan mendekati nol disebabkan karena larutan
nilai absorbansi pada gula dan tepung terlalu encer, jika nilai absorbansinya
sampel (tapioka, beras, terigu) adalah semakin baik maka konsenterasi glukosa
warna larutan yang akan diabsorbansi dapat dihitung mendekati keakuratan
terlalu pekat dikarenakan konsenterasi (Wirahadikusumah, 1989).
larutan yang terlalu pekat, hal tersebut Faktor lain pada kesalahan hasil
dapat disebabkan dari pemberian iodine juga bisa disebabkan ketika pembersihan
yang terlalu banyak pada larutan sehingga kuvet. Pembersihan kuvet yang kurang
nilai absorbansinya terlalu tinggi yaitu lebih maksimal akan mengurangi transmisi
dari satu. Selain itu juga hal yang dapat cahaya dan nilai absorbansinya menjadi
menyebabkan nilai absorbansinya terlalu akurat. Sidik jari, lemak atau pengendapan
tinggi yaitu pada saat pemanasan pada zat pengotor pada dinding sel akan
larutan, tidak dilakukan pengadukan, atau mengurangi transmisi (Skoog dan West,
pengudukan kurang maksimal, sehingga 1971).
sampel dalam larutan cepat bergumpal Selain itu bisa pula disebabkan
(Girindra, 1986). karena digunakannya kuvet (untuk
Faktor lainnya yaitu bisa pengukuran nilai absorbansi) yang berbeda-
disebabkan pada saat pemanasan suhu air beda. Menurut Marham (2013), sebaiknya
yang kurang panas ataupun pemanasan selalu menggunakan kuvet yang sama
larutan yang kurang lama, atau juga bias ketika melakukan semua pengukuran
disebakan karena larutan tidak homogen. absorbansi.
Hal-hal tersebut dapat menyebabkan
larutan yang telah dihomogenkan tetap KESIMPULAN
berwarna pekat sehingga tidak dapat Dari praktikum yang telah
terbaca oleh spektofotometer dengan benar, dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa
atau nilai yang tertera di spektofotometer hidrolisis pati merupakan reaksi pemecahan
lebih dari satu atau terlalu besar, jika nilai pati menjadi struktur gula yang lebih
yang didapatkan dari spektofotometer lebih sederhana. Pati dapat terhidrolisis oleh
dari satu maka dapat dikatakan bahwa pemanasan dan pereaksi enzim. Enzim
yang dipakai pada praktikum ini adalah amilase yang sedikit maka konsentrasi
enzim amilase. Kerja enzim amilase dalam glukosanya besar.
menghidrolisis pati adalah dengan Sedangkan berdasarkan hasil
memotong ikatan 1,4-α-glukosa, tetapi perhitungan pengenceran pati kelompok 11
tidak memotong ikatan 1,6-α-glukosa. Pada yang telah dilakukan, diperoleh nilai
suhu 55 C enzim alfa amilase bekerja absorbansi awal (N1) sebesar 0,4005 pada
sangat cepat memutus rantai pati sehingga tabung 1, 0,4521 pada tabung 2, 0,5994
glukosa yang didapatkan akan lebih banyak pada tabung 3 dan 0,5751 pada tabung 4.
didapat dengan waktu singkat. Berbanding terbalik dengan hubungan
Pada perhitungan konsentrasi konsentrasi glukosa dan nilai absorbansi,
glukosa, didapatkan bentuk grafik yang pada hal ini menunjukan semakin banyak
linear. Hal ini menunjukkan bahwa enzim amilase yang digunakan, semakin
semakin besar konsentrasi glukosa pada banyak pula kadar maltosa hasil hidrolisis
sampel maka akan semakin besar pula nilai yang diperoleh.
absorbansinya. Didapatkan hasil standar Kesalahan-kesalahan yang terjadi
glukosa dengan a = 0,0168 dan b = 0,0991 ketika praktikum dapat disebabkan karena
sehingga y = 0,0168 + 0,0991x. Dimana saat pemanasan pada larutan, tidak
nilai hasil dari koefisien korelasinya (R2) dilakukan pengadukan atau pengudukan
adalah sebesar 0,9039, hal ini menunjukan kurang maksimal, pada saat pemanasan
bahwa nilai yang sangat kuat karena suhu penangas air yang kurang panas
asangan data variabel x dan variabel y ataupun pemanasan larutan yang kurang
memiliki korelasi linear positif yang lama, tidak homogenya larutan sehingga
kuat/erat. tidak dapat terbaca oleh spektofotometer,
Berdasarkan hasil konsentrasi atau nilai yang tertera di spektofotometer
glukosa yang telah dianalisis pada lebih dari satu atau terlalu besar,
kelompok 11 didapatkan 0,0238 pada pembersihan kuvet yang kurang maksimal
tabung 1; 1,4642 pada tabung 2; 3,0718 dan tidak digunakannya kuvet yang sama
pada tabung 3 dan 11,3095 pada tabung 4. ketika melakukan semua pengukuran
Perbedaan konsentrasi glukosa ini absorbansi.
dipengaruh oleh berapa jumlah tetes enzim
amilase yang diberikan pada sampel.
Semakin banyak pemberian enzim amilase
maka konsentrasi glukosanya semakin DAFTAR PUSTAKA
kecil, sementara jika diberikan enzim
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Retention of The Granular
Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Structure: Review. J. Agric. Food
Utama. Chem. 46 (8): 2895-2905.
Antony C. Wilbraham dan Michael S. Kalsum, 2009. Penuntun Praktikum
Mattam. 1992. Pengantar Kimia Biokimia. Gramedia. Jakarta.
Organik dan Hayati. Bandung: Kartasapoetra. 2004. Budidaya Tanaman
Institut Teknologi Bandung. Berkhasiat Obat. Jakarta : PT
Brady, J.E dan Humiston. 1999. General Bineka Karya.
Chemistry Principle and Structure,. Kirk, R.E. & D.F. Othmer. 1953.
4th Edition. New York: John Willey Encyclopedia of Chemical
& Sons, Inc. Technology. The Interscience
Chaplin, J. P. 2002. Dictionary of Encyclopedia Inc., New York.
Psychology. New York: Dell Lehninger. 1990. Dasar-Dasar Biokimia.
Publishing Co. Inc Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, R.J., 1997. Dasar-Dasar Kimia Marham, S. 2013. Spektroskopi,
Organik. Jakarta. Binarupa Aksara. Eulidasi Struktur Molekul
Girindra, A. 1986. Enzim dalam Biokimia Organik Edisi Pertama.
1. Jakarta: Gramedia Pustaka Yogyakarta: Graha Ilmu.
Utama. Poedjiadi, N. 1994. Dasar-Dasar Biokimia.
Gujarati, Damodar N. 2006. Ekonometrika Jakarta. Universitas Indonesia
Dasar. Jakarta : Penerbit Erlangga. Press.
Hardjasasmita, P. 1999. Ikhtisar Biokimia Purwo. 1993. Biokimia: Konsep-Konsep
Dasar. Jakarta: Universitas Dasar. Jakarta: Erlangga.
Indonesia Press. Rohman, A. dan Soemantri, 2007. Analisis
Hart, H. 1987. Kimia Organik. Jakarta. Makanan. Yogyakarta: Universitas
Erlangga. Gajah Mada Press.
Imanningsih, N. 2012. Profil Gelatinisasi Skoog, D. A. and West, D. M. 1971.
Beberapa Formulasi Tepung- Principles of Instrumental
Tepungan Untuk Pendugaan Sifat Analysis. Holt, Rinehart and
Pemasakan. Jurnal Panel Gizi Winston Inc. New York.
Makan Volume 35, Nomor 1. Wirahadikusumah M. 1989. Biokimia:
Jacob, H. And J. A. Delcour. 1998. Protein, Enzim, dan Asam Nukleat.
Hydrothermal Modifications of Bandung : Penerbit ITB.
Granular Starch With
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. Utama.
Winarno, F. G. 1995. Enzim Pangan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat yang digunakan dalam praktikum

No. Gambar Keterangan


1. Beaker Glass

2. Hot plate

3 Gelas ukur

Catatan: Semua foto lampiran merupakan hasil dokumentasi pribadi kelompok 1 (dikarenakan
semua file kelompok 11 hilang kecuali data).

Lampiran 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum

No. Gambar Keterangan


1. Enzim Amilase

Catatan: Semua foto lampiran merupakan hasil dokumentasi pribadi kelompok 1 (dikarenakan
semua file kelompok 11 hilang kecuali data).
Lampiran 3. Kegiatan Praktikum

No. Gambar Keterangan


1. Diberikan keterangan pada masing-masing
tabung reaksi yang dipakai agar tidak tertukar.

2. Ditimbang tepung tapioka dan gula tepung


pada neraca analitik

3. Sampel tepung tapioka dilarutkan


menggunakan akuades sesuai perlakuan

4. Ditambahkan enzim amilase dan reagen iodin


ke masing-masing tabung sesuai dengan
perlakuan
5. Sampel gula tepung dimasukkan kedalam labu
ukur kemudian di larutkan dengan akuades

6. Sampel diencerkan sesuai dengan perlakuan


kemudian dipindahkan kedalam masing-
masing tabung reaksi yang berbeda

7. Dimasukkan semua larutan kedalam kuvet


hingga ¾ volumenya secara bergantian

8. Dimasukkan kuvet kedalam pektofotometer


kemudian diukur nilai absorbansinya

Catatan: Semua foto lampiran merupakan hasil dokumentasi pribadi kelompok 1 (dikarenakan
semua file kelompok 11 hilang kecuali data).

Anda mungkin juga menyukai