ABSTRAK
Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang dihubungkan oleh ikatan glikosidik
dan polimer dari 1,4-α-glukosa. Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin. Amilosa memberikan
sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Proses hidrolisis enzimatis
adalah proses pemecahan polimer menjadi monomer-monomer penyusunnya dengan bantuan
enzim. Enzim amilase adalah enzim yang mampu menurunkan energi aktivasi sehingga dapat
mempercepat pemecahan rantai polimer polisakarida menjadi monomer gula penyusunnya.
Hidrolisis pati oleh α-amilase akan menghasilkan dekstrin sebagai produk utama, dimana
hidrolisis lengkap akan menghasilkan glukosa sebagai produk akhir. Tujuan dari praktikum
kali ini yaitu membuktikan bahwa pati, sebagai polisakarida, merupakan polimer dari 1,4-α-
glukosa. Pada praktikum sampel diberi beberapa perlakuan untuk mengetahui dan memahami
perubahan yang terjadi. Dari praktikum ini dapat diketahui perubahan sifat-sifat enzimatis pati
karena berbagai perlakuan dengan penambahan pereaksi berupa enzim dengan memahami hasil
reaksi. Diketahui pula hubungan nilai absorbansi yang didapatkan dengan konsentrasi glukosa
dan maltosa (gula sederhana).
ABSTRACT
(10,8)(0,6621)−(6)(1,1715) (4)(1,1715)−(6)(0,6621)
= = (4)(10,8)−(36)
(4)(10,8)−36
7,15068−7,029 4,686−3,9726
= =
43,2−36 43,2−36
0,12168 0,7134
= =
7,2 7,2
= 0,0168 = 0,0991
y = 0,0168 + 0,0991x
0.2
R2 = 0,9039
0.15
0.1
0.05
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Konsentrasi Glukosa
Tabel 3. Hasil Perhitungan Glukosa dan Absobansi Awal Pati (Data Shift)
Kel. Sampel Konsentrasi Glukosa Absorbansi Sampel Absorbansi
(gr/ml) Glukosa Glukosa
7 Gula Tabung 1 = 0,0242 Tabung 1 = 0,0150 Tepung Tabung 1 = 1,7040
Terigu
Tabung 2 = 0,0112 Tabung 2 = 0,0296 Tabung 2 = 7,8600
pembentukan glukosa dan maltosa sebagai bekerja sangat cepat memutus rantai pati
hasil akhir. Sedangkan untuk amilopektin, sehingga glukosa yang didapatkan akan
lebih banyak didapat dengan waktu singkat. Pada analisis yang kedua adalah
Enzim ini memutuskan ikatan kimia dengan pembuatan larutan standar glukosa dan
penambahan air. Enzim alfa amilase in pembuatan kurva standarnya, dimana
memeliki beberapa sisi aktif sehingga hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2 dan
enzim ini dapat mengikat 4 hingga 10 Gambar 2. Yang pertama dilakukan adalah
molekul substrat sekaligus sehingga cepat pembuatan larutan standar glukosa dengan
dari menghidrolisis pati dari jenis terigu, menimbang 0,5 mg gula di necara analitik
tapioka dan sagu (Jacob dan Delcour, lalu dituang dalam labu ukur dan ditambah
1998). aquadest hingga bervolume 10ml. Hasil
akhir diperoleh larutan standar glukosa
0,05gr/mL. Selanjutnya dari konsentrasi
yang diperoleh diencerkan menjadi
konsentrasi 0,01 gr/mL, 0,02gr/mL,
0,03gr/mL dan 0,04 gr/mL dengan
menggunakan rumus pengenceran:
Gambar 4. Representatif lokasi pemutusan yang
dilakukan secara acak oleh enzim alfa amilase 𝑀1 ∙ 𝑉1 = 𝑀2 ∙ 𝑉2
(segitiga hitam adalah lokasi untuk memotong) Dimana M1 merupakan larutan
(Sumber: Winarno, 1997) konsentrasi awal standar glukosa yang
diperoleh sebelumnya, M2 merupakan
Kerja enzim ini bersifat endo enzim
konsentrasi akhir, V1 adalah volume dari
yaitu memotong ikatan α1,4 glikosida pada
larutan setelah diencerkan dan V2 adalah
amilosa ataupun amilopektin dari dalam
volume akhir setelah diencerkan.
dan memotong secara acak, enzim ini juga
Pengenceran sendiri adalah suatu cara yang
bekerja pada pati yang telah tergelatinisasi.
diterapkan pada suatu senyawa dengan
Alfa amilase biasa juga disebut sebagai
menambahkan pelarut yang bersifat netral,
liquifying enzim, karena enzim alfa amilase
lazim dipakai yaitu aquadest dalam jumlah
bekerja pada proses liquifikasi yg memecah
tertentu. Penambahan pelarut dalam suatu
pati menjadi rantai yg lebih pendek
senyawa dan berakibat menurunnya kadar
(Lehninger, 1990).
kepekatan atau tingkat konsentrasi dari
Ketika diukur nilai absorbansinya,
senyawa yang dilarutkan atau diencerkan
didapatkan nilai absorbansi pada tabung 1
(Brady,1999).
sebesar 0,1335; tabung 2 sebesar 0,1998;
Kemudian dari hasil pengenceran
tabung 3 sebesar 0,1507 dan tabung 4
diperoleh hasil volume akhir dari masing-
sebesar 0,1917.
masing konsentrasi secara berurutan yaitu
0,6 ml; 1,2 ml; 1,8ml dan 2,4ml. Dari nilai- rendah. Hubungan antara absorbansi
nilai tersebut diukur nilai absorbansinya terhadap konsentrasi akan linear apabila
masing-masing secara berurutan yaitu nilai absorbansi larutan antara 0,2-0,8 (0,2
0,0995; 0,1237; 0,1498 dan 0,2891. ≤ A ≥ 0,8) atau sering disebut sebagai
Selanjutnya, untuk menghitung daerah berlaku hukum Lambert-Beer. Jika
grafik kurva standar larutan glukosa dan absorbansi yang diperoleh lebih besar maka
konsentrasi larutan glukosa standar, hubungan absorbansi tidak linear lagi
dilakukan perhitungan glukosa standar (Rohman dan Soemantri, 2007).
menggunakan rumus: Pada perhitungan larutan glukosa
𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥 standar, didapatkan hasil standar glukosa
Dengan y merupakan nilai absorbansi tiap dengan a = 0,0168 dan b = 0,0991 sehingga
tabung reaksi (tabung 1, 2, 3, 4), a dan b y = 0,0168 + 0,0991x. Dimana nilai R2-nya
merupakan variabel pendukung pada adalah 0,9039. Nilai regresi atau koefisien
perhitungan glukosa standar, dan x korelasi (R2) adalah kajian terhadap
merupakan konsentrasi glukosa itu sendiri ketergantungan satu variabel, yaitu variabel
(nilai yang dicari). tergantung terhadap satu atau lebih variabel
Untuk membuat grafik kurva lainnya atau yang disebut sebagai variabel
standar yaitu dengan cara plotting grafik – variabel eksplanatori dengan tujuan untuk
dimana x merupakan nilai konsentrasi membuat estimasi dan / atau memprediksi
glukosa dan kordinat y merupakan nilai rata – rata populasi atau nilai rata-rata
rata-rata absorbansi pada masing-masing variabel tergantung dalam kaitannya
tabung. Setelah dimasukkan nilai-nilainya dengan nilai – nilai yang sudah diketahui
didapatkan bentuk grafik yang linear. Hal dari variabel ekslanatorinya. Tujuan adanya
ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai regresi adalah untuk membuat estimasi
konsentrasi glukosa pada sampel maka rata-rata dan nilai variabel tergantung
akan semakin besar pula nilai dengan didasarkan pada nilai variabel bebas
absorbansinya. (Gujarati, 2006).
Berdasarkan Hukum Lamber-Beer, Jika dibandingkan nilai koefisien
nilai absorbansi akan berbanding lurus korelasi R2 dengan tabel interpretasi, yaitu
dengan konsentrasi. Artinya, jika hasil dari koefisien korelasi adalah sebesar
konsentrasi makin tinggi maka absorbansi 0,9039 itu berarti nilainya menunjukan nilai
yang dihasilkan makin tinggi, begitupun yang sangat kuat karena apabila nilai
sebaliknya, apabila konsentrasi makin koefisien korelasi mendekati +1 (positif
rendah absorbansi yang dihasilkan makin satu) berarti pasangan data variabel x dan
variabel y memiliki korelasi linear positif Berdasarkan hasil perhitungan yang
yang kuat/erat. telah dilakukan, diperoleh nilai absorbansi
Sementara konsentrasi glukosa awal (N1) sebesar 0,4005 pada tabung 1,
yang telah dianalisis pada kelompok 11 0,4521 pada tabung 2, 0,5994 pada tabung
didapatkan 0,0238 pada tabung 1; 1,4642 3 dan 0,5751 pada tabung 4. Hal ini
pada tabung 2; 3,0718 pada tabung 3 dan menunjukan semakin banyak enzim
11,3095 pada tabung 4. Perbedaan amilase yang digunakan, semakin banyak
konsentrasi glukosa ini dipengaruh oleh pula kadar maltosa hasil hidrolisis yang
berapa jumlah tetes enzim amilase yang diperoleh.
diberikan pada sampel. Semakin banyak Analisa yang terakhir adalah
pemberian enzim amilase maka konsentrasi analisis kelompok dan shift 2 yang telah
glukosanya semakin kecil, sementara jika dilampirkan pada Tabel 3, diperoleh nilai
diberikan enzim amilase yang sedikit maka masing-masing dari konsentrasi glukosa,
konsentrasi glukosanya besar. absorbansi glukosa dan absorbansi awal
Analisa selanjutnya yang dilakukan pati. Hasil data yang diperoleh dari
adalah menghitung nilai absorbansi awal kelompok sampel yang sama namun
pati (N1). Perlunya dihitung nilai N1 ini dengan takaran atau ukuran pelarutan yang
dikarenakan pada percobaan sebelumnya, berbeda maka dapat dilihat bahwa pada
larutan diencerkan menggunakan akuades hasil konsenterasi glukosa, rata-rata nilai
agar larutan mecukupi standar kuvet (3/4 absorbansi glukosa dan nilai absorbansi
volumenya), sehingga yang dihitung awal pati ternyata memiliki beberapa
bukanlah nilai absorbansi awal perbedaan.
(sesungguhnya), melainkan nilai Perbedaan ini wajar terjadi karena
absorbansi akhir (yang telah diencerkan). beberapa faktor, misalkan faktor-faktor
Cara menghitungnya adalah dengan pada saat prosedur percobaan berlangsung,
menggunakan rumus: begitu pula dengan kelompok lainnya yang
𝑉1 ∙ 𝑁1 = 𝑉2 ∙ 𝑁2 memiliki nilai aborbansi yang berbeda beda
Dengan V1 adalah volume awal sebelum pula.
pengenceran, V2 adalah volume akhir Masing-masing jenis pati diukur
setelah pengenceran, N2 adalah nilai konsentrasi glukosanya dengan perlakuan
absorbansi akhir dan N1 adalah nilai yang yang berbeda pula, yaitu jumlah enzim
dicari atau nilai absorbansi awal dari amilase yang ditambahkannya berbeda.
larutan pati. Secara teoritis, jika enzim yang dipakai
lebih banyak, maka proses hidrolisis akan
menjadi lebih cepat dan konsentrasi sampel kurang baik, karena data yang baik
glukosa akan bertambah. untuk larutan ialah jika nilai absorbansi
Pengujian hidrolisis pati enzimatis pada larutan tersebut kurang dari satu,
ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor namun jika terlalu mendekati nol pun tidak
yang dapat menyebabkan keberhasilan terlalu baik, karena nilai yang terlalu
dalam pengujian. Data yang menyebabkan mendekati nol disebabkan karena larutan
nilai absorbansi pada gula dan tepung terlalu encer, jika nilai absorbansinya
sampel (tapioka, beras, terigu) adalah semakin baik maka konsenterasi glukosa
warna larutan yang akan diabsorbansi dapat dihitung mendekati keakuratan
terlalu pekat dikarenakan konsenterasi (Wirahadikusumah, 1989).
larutan yang terlalu pekat, hal tersebut Faktor lain pada kesalahan hasil
dapat disebabkan dari pemberian iodine juga bisa disebabkan ketika pembersihan
yang terlalu banyak pada larutan sehingga kuvet. Pembersihan kuvet yang kurang
nilai absorbansinya terlalu tinggi yaitu lebih maksimal akan mengurangi transmisi
dari satu. Selain itu juga hal yang dapat cahaya dan nilai absorbansinya menjadi
menyebabkan nilai absorbansinya terlalu akurat. Sidik jari, lemak atau pengendapan
tinggi yaitu pada saat pemanasan pada zat pengotor pada dinding sel akan
larutan, tidak dilakukan pengadukan, atau mengurangi transmisi (Skoog dan West,
pengudukan kurang maksimal, sehingga 1971).
sampel dalam larutan cepat bergumpal Selain itu bisa pula disebabkan
(Girindra, 1986). karena digunakannya kuvet (untuk
Faktor lainnya yaitu bisa pengukuran nilai absorbansi) yang berbeda-
disebabkan pada saat pemanasan suhu air beda. Menurut Marham (2013), sebaiknya
yang kurang panas ataupun pemanasan selalu menggunakan kuvet yang sama
larutan yang kurang lama, atau juga bias ketika melakukan semua pengukuran
disebakan karena larutan tidak homogen. absorbansi.
Hal-hal tersebut dapat menyebabkan
larutan yang telah dihomogenkan tetap KESIMPULAN
berwarna pekat sehingga tidak dapat Dari praktikum yang telah
terbaca oleh spektofotometer dengan benar, dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa
atau nilai yang tertera di spektofotometer hidrolisis pati merupakan reaksi pemecahan
lebih dari satu atau terlalu besar, jika nilai pati menjadi struktur gula yang lebih
yang didapatkan dari spektofotometer lebih sederhana. Pati dapat terhidrolisis oleh
dari satu maka dapat dikatakan bahwa pemanasan dan pereaksi enzim. Enzim
yang dipakai pada praktikum ini adalah amilase yang sedikit maka konsentrasi
enzim amilase. Kerja enzim amilase dalam glukosanya besar.
menghidrolisis pati adalah dengan Sedangkan berdasarkan hasil
memotong ikatan 1,4-α-glukosa, tetapi perhitungan pengenceran pati kelompok 11
tidak memotong ikatan 1,6-α-glukosa. Pada yang telah dilakukan, diperoleh nilai
suhu 55 C enzim alfa amilase bekerja absorbansi awal (N1) sebesar 0,4005 pada
sangat cepat memutus rantai pati sehingga tabung 1, 0,4521 pada tabung 2, 0,5994
glukosa yang didapatkan akan lebih banyak pada tabung 3 dan 0,5751 pada tabung 4.
didapat dengan waktu singkat. Berbanding terbalik dengan hubungan
Pada perhitungan konsentrasi konsentrasi glukosa dan nilai absorbansi,
glukosa, didapatkan bentuk grafik yang pada hal ini menunjukan semakin banyak
linear. Hal ini menunjukkan bahwa enzim amilase yang digunakan, semakin
semakin besar konsentrasi glukosa pada banyak pula kadar maltosa hasil hidrolisis
sampel maka akan semakin besar pula nilai yang diperoleh.
absorbansinya. Didapatkan hasil standar Kesalahan-kesalahan yang terjadi
glukosa dengan a = 0,0168 dan b = 0,0991 ketika praktikum dapat disebabkan karena
sehingga y = 0,0168 + 0,0991x. Dimana saat pemanasan pada larutan, tidak
nilai hasil dari koefisien korelasinya (R2) dilakukan pengadukan atau pengudukan
adalah sebesar 0,9039, hal ini menunjukan kurang maksimal, pada saat pemanasan
bahwa nilai yang sangat kuat karena suhu penangas air yang kurang panas
asangan data variabel x dan variabel y ataupun pemanasan larutan yang kurang
memiliki korelasi linear positif yang lama, tidak homogenya larutan sehingga
kuat/erat. tidak dapat terbaca oleh spektofotometer,
Berdasarkan hasil konsentrasi atau nilai yang tertera di spektofotometer
glukosa yang telah dianalisis pada lebih dari satu atau terlalu besar,
kelompok 11 didapatkan 0,0238 pada pembersihan kuvet yang kurang maksimal
tabung 1; 1,4642 pada tabung 2; 3,0718 dan tidak digunakannya kuvet yang sama
pada tabung 3 dan 11,3095 pada tabung 4. ketika melakukan semua pengukuran
Perbedaan konsentrasi glukosa ini absorbansi.
dipengaruh oleh berapa jumlah tetes enzim
amilase yang diberikan pada sampel.
Semakin banyak pemberian enzim amilase
maka konsentrasi glukosanya semakin DAFTAR PUSTAKA
kecil, sementara jika diberikan enzim
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Retention of The Granular
Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Structure: Review. J. Agric. Food
Utama. Chem. 46 (8): 2895-2905.
Antony C. Wilbraham dan Michael S. Kalsum, 2009. Penuntun Praktikum
Mattam. 1992. Pengantar Kimia Biokimia. Gramedia. Jakarta.
Organik dan Hayati. Bandung: Kartasapoetra. 2004. Budidaya Tanaman
Institut Teknologi Bandung. Berkhasiat Obat. Jakarta : PT
Brady, J.E dan Humiston. 1999. General Bineka Karya.
Chemistry Principle and Structure,. Kirk, R.E. & D.F. Othmer. 1953.
4th Edition. New York: John Willey Encyclopedia of Chemical
& Sons, Inc. Technology. The Interscience
Chaplin, J. P. 2002. Dictionary of Encyclopedia Inc., New York.
Psychology. New York: Dell Lehninger. 1990. Dasar-Dasar Biokimia.
Publishing Co. Inc Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, R.J., 1997. Dasar-Dasar Kimia Marham, S. 2013. Spektroskopi,
Organik. Jakarta. Binarupa Aksara. Eulidasi Struktur Molekul
Girindra, A. 1986. Enzim dalam Biokimia Organik Edisi Pertama.
1. Jakarta: Gramedia Pustaka Yogyakarta: Graha Ilmu.
Utama. Poedjiadi, N. 1994. Dasar-Dasar Biokimia.
Gujarati, Damodar N. 2006. Ekonometrika Jakarta. Universitas Indonesia
Dasar. Jakarta : Penerbit Erlangga. Press.
Hardjasasmita, P. 1999. Ikhtisar Biokimia Purwo. 1993. Biokimia: Konsep-Konsep
Dasar. Jakarta: Universitas Dasar. Jakarta: Erlangga.
Indonesia Press. Rohman, A. dan Soemantri, 2007. Analisis
Hart, H. 1987. Kimia Organik. Jakarta. Makanan. Yogyakarta: Universitas
Erlangga. Gajah Mada Press.
Imanningsih, N. 2012. Profil Gelatinisasi Skoog, D. A. and West, D. M. 1971.
Beberapa Formulasi Tepung- Principles of Instrumental
Tepungan Untuk Pendugaan Sifat Analysis. Holt, Rinehart and
Pemasakan. Jurnal Panel Gizi Winston Inc. New York.
Makan Volume 35, Nomor 1. Wirahadikusumah M. 1989. Biokimia:
Jacob, H. And J. A. Delcour. 1998. Protein, Enzim, dan Asam Nukleat.
Hydrothermal Modifications of Bandung : Penerbit ITB.
Granular Starch With
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. Utama.
Winarno, F. G. 1995. Enzim Pangan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat yang digunakan dalam praktikum
2. Hot plate
3 Gelas ukur
Catatan: Semua foto lampiran merupakan hasil dokumentasi pribadi kelompok 1 (dikarenakan
semua file kelompok 11 hilang kecuali data).
Catatan: Semua foto lampiran merupakan hasil dokumentasi pribadi kelompok 1 (dikarenakan
semua file kelompok 11 hilang kecuali data).
Lampiran 3. Kegiatan Praktikum
Catatan: Semua foto lampiran merupakan hasil dokumentasi pribadi kelompok 1 (dikarenakan
semua file kelompok 11 hilang kecuali data).