Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH PARASITOLOGI

(Opecoelus Lobatus., Camalanussp., Acantocephala, Ecynorynchus)


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Parasitologi
Disusun oleh:
Kelompok 10 / Perikanan A
Mutiara Hafidzah W 230110150029
Desira Putri D 230110150031
Nisa Hidayati Fitri 230110150056
Nathania Kristanti 230110150057
Muhamad Arif M 230110150056
M. Zuhdi Indra F 230110150063
M. Firman A 230110150067
Indah Ayu Lestari 230110150069

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul “Opecoelus Lobatus., Camalanussp.,
Acantocephala, Ecynorynchus”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai  pihak
yang telah bekerja sama mencurahkan pikiran, waktu, dan tenaganya. Untuk itu,
pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan
makalah ini. Sebagai sebuah karya, makalah ini akan terus berproses, tentunya
dengan masukan, kritik, dan saran dari berbagai pihak. Demikian makalah ini
disusun yang disesuaikan dengan format yang diberikan.
Semoga dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
khususnya bagi pengembangan pengetahuan di bidang perikanan dan umumnya
bagi semua pihak.

Jatinangor, Maret 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB Halaman
KATA PENGANTAR............................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................. iii
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................. 2
II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Opecoelus Lobatus ...................................................... 3
2.1.1 Klasifikasi ....................................................... 3
2.1.2 Morfologi ........................................................ 3
2.1.3 Siklus hidup .................................................................. 4
2.1.4 Gejala terserang .................................................. 4
2.1.5 Penanggulangan .................................................. 4
2.2 Camalanus, sp
2.2.1 Morfologi ........................................................ 5
2.2.2 Habitat ............................................................ 5
2.2.3 Siklus hidup ..................................................... 6
2.2.4 Aplikasi dibidang perikanan.................................. 6
2.3 Acantocephala
2.3.1 Klasifikasi ....................................................... 6
2.3.2 Morfologi ........................................................ 6
2.3.3 Siklus hidup ..................................................... 9
2.3.4 Mekanisme predasi .............................................. 9
2.4 Ecynorynchus
2.4.1 Klasifikasi ....................................................... 10
2.4.2 Morfologi .......................................................... 10
2.4.3 Siklus hidup ....................................................... 11
2.4.4 Mekanisme predasi .............................................. 12
2.4.5 Gejala klinis ....................................................... 12
2.4.6 Penanggulangan .................................................. 13
III KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................ 14
5.2 Saran ................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit ikan merupakan salah satu kendala dalam usaha budidaya


perikanan. Hal ini disebabkan karena wabah penyakit dapat menimbulkan
kematian ikan maupun udang budidaya. Tingginya tingkat kematian ikan
budidaya dapat menurunkan produksi perikanan sehingga nilai pendapatan yang
diperoleh menjadi turun jika dibandingkan dengan jumlah modal yang harus
dikeluarkan untuk keperluan budidaya seperti pembelian benih, pakan, pembuatan
tambak atau kolam, upah tenaga kerja dan lain sebagainya. Disamping itu, ikan
yang sakit juga akan memiliki nilai jual yang jauh lebih rendah dari kondisi
normal terlebih untuk ikan-ikan yang dijual dalam kondisi hidup seperti kerapu
dan lobster.
Berdasarkan penyebabnya, penyakit pada ikan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi. Penyakit infeksi merupakan
penyakit yang disebabkan oleh infeksi patogen kedalam tubuh inang. Patogen
penyebab penyakit pada ikan dapat berupa virus, bakteri, parasit dan jamur.
Sedangkan penyakit non-infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh selain
infeksi patogen, misalnya penurunan kualitas lingkungan, kekurangan pakan
(malnutrisi), dan cacat secara genetik.
Organisme yang diserang penyakit pada umumnya berasal dari kelompok
hama, parasit, dan non parasit. Namun, yang paling banyak menimbulkan
kerugian adalah penyakit yang disebabakan oleh parasit. Penyakit yang
disebabakan oleh parasit biasanya sulit untuk dideteksi oleh para petani ikan
karena terdapat banyak parasit yang dapat menimbulkan penyakit dengan gejala
yang sama. Kerugian yang ditimbulkan oleh parasit bergantung pada beberapa
faktor, yaitu umur biota yang sakit, persentase populasi yang terserang penyakit,
parahnya penyakit, dan adanya infeksi sekunder. Parasit yang dapat menyerang
organisme budidaya adalah dari jenis virus, bakteri, jamur, protozoa, golongan
cacing dan udang renik. Serangan parasit biasanya terjadi pada kolam yang
kualitas airnya buruk atau kolam yang tidak terawat.
Faktor lain yang membuat serangan parasit susah dicegah adalah minimnya
peralatan yang dimiliki untuk mendeteksi parasit tersebut. Hal ini sangat
membahayakan para petani ikan karena akan menimbulkan kerugian yang sangat
besar. Untuk itu, sebagai mahasiswa yang akan berkecimpung di dunia budidaya
perairan, maka perlu dilatih dasar-dasar untuk mendeteksi parasit yang menyerang
ikan agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari setelah menyelesaikan
studinya nanti.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana klasifikasi dari Opecoelus Lobatus, Camalanus sp.,
Acantocephala, Echynorynchus?
2. Bagaimana siklus hidup dari Opecoelus Lobatus, Camalanus sp.,
Acantocephala, Echynorynchus?
3. Bagaimana morfologi dari Opecoelus Lobatus, Camalanus sp.,
Acantocephala, Echynorynchus?
4. Bagaimana gejala-gejala terserang parasit ?
5. Bagaimana cara penanggulangannya?

1.3 Tujuan
Tujuan khusus dibuatnya makalah ini yaitu sebagai tugas mata kuliah Parasit
dan Penyakit Ikan. Adapun tujuan umum lainnya adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui klasifikasi dari Opecoelus Lobatus, Camalanus sp.,
Acantocephala, Echynorynchus
2. Mengetahui siklus hidup dari Opecoelus Lobatus, Camalanus sp.,
Acantocephala, Echynorynchus
3. Mengetahui morfologi dari Opecoelus Lobatus, Camalanus sp.,
Acantocephala, Echynorynchus
4. Mengetahui gejala-gejala terserang parasit tersebut
5. Mengetahui cara penanggulangan apabila terserang parasit tersebut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKSA

2.1 Opecoelus
2.1.1 Klasifikasi Opecoelus
Kingdom : Animalia

Sub phylum : Platyhelminthes

Class : Trematoda

Ordo : Digenea

Family : Opecoelidae

Genus : Opecoelus

Species : Opecoelus lobatus

2.1.2 Ciri Morfologi


Cacing adalah hermaprodit, testes berlobus dan letaknya berdekatan bagian
posterior tubuh. Ovarium bentuknya bulat terletak di depan testes. Bentuk tubuh
cacing pipih, ventral sucker (penghisap ventral) menonjol mempunyai tonjolan-
tonjolan (berpapila), caeca tertutup, kelenjar vetelin kasar berbutir.
Gambar 1. Morfologi Opecoelus sp.

Opecoelus lobatus merupakan cacing datar atau planaria, dengan struktur


tubuh yang relatif sederhana, bilaterian, dengan bentuk tubuh tidak bersegmen.
Cacing jenis ini memiliki tubuh lunak, invertebrata, merupakan organisme
multiseluler. Memiliki sifat eukariota (inti dan organel dalam membran) serta
rencana tubuh menjadi tetap pada akhirnya dan tidak termasuk metamorfosis.
Karakteristik dalam memangsa makannya adalah harus menelan organisme lain
atau produk mereka untuk hidup.

Morfologi Opecoelus sp.

2.1.3 Siklus Hidup

Gambar 3. Siklus Hidup Opecoelus lobatus

2.1.4 Gejala Terserang


Opecoelus lobatus adalah parasit jenis endoparasit yang menyerang otot
dan organ lain bagian dalam dari ikan.
2.1.5 Penanggulangan
Parasit yang menyerang ikan air tawar dan penularannya dapat dicegah
atau diobati dengan kunyit 1250 ppm sesuai penelitian dan percobaan yang pernah
dilakukan.

2.2 Camallan
us, sp.
Menurut Kabata (1985) perbedaan antara Camallanus sp. dengan
Procamallanus sp. terletak pada rongga kapsul.
2.2.1 Morfologi
Pada Camallanus sp., buccal kapsul terbagi menjadi dua katup. Parasit ini
memiliki ciri khas yaitu memiliki suatu buccal kapsul yang dilapisi
kutikula yang tebal dan sepasang lekukan pada buccal kapsul. Mulutnya seperti
penjepit yang kuat, berbingkai yang dikelilingi oleh buku-buku semacam tanduk.
Bentuk seperti ini akan membuat parasit ini dapat memegang dengan kuat ke
dinding usus dan tidak dapat lepas. Tempat berkaitnya cacing ini pada usus dapat
terjadi pendarahan. Mulut sampai esofagus memiliki dinding otot yang tebal,
biasanya esofagus dilapisi kutikula.

Rongga kapsul

Otot esofagus

Usus

Kelenjar esofagus

Gambar 1.. Morfologi cacing Parasit Camallanus sp.


Panjang tubuh Camallanus jantan ini dapat mencapai 6,2 mm dan
betinanya dapat mencapai 11 mm. Cacing ini memiliki ciri khas yakni adanya
rongga kapsul yang terbuat dari dua katup lateral, cincin basal dan dua trident.
Betina memiliki larva motil kira-kira panjangnya 0,5 mm. Camallanus sp. ini
memiliki kebiasaan menghisap darah sehingga menyebabkan anemia.
Perlekatan dengan rongga kapsulnya menyebabkan erosi pada mukosa.
Parasit ini akan kelihatan keluar dari anus dan berwarna merah jika ikan
diam tidak bergerak. Parasit ini juga banyak menyerang Poecilidae dan jenis
ikan ovipar lain sebagai inang akhir.Camallanus sp. ini dapat menyebabkan
camallanosis.
2.2.2 Habitat
Umumnya Camallanus sp. ini menyerang organ usus dan saluran anus.
Selain menyerang usus, parasit ini juga menginfeksi pilorus sekum (Noga
1996).
2.2.3 Siklus hidup
Siklus hidup parasit ini yakni cacing dewasa berkopulasi di ikan
kemudian betinanya membawa larva menuju lumen usus. Camallanus sp.
ini merupakan cacing vivipar. Larva akhirnya berada di air. Larva akan
termakan kopepoda yang akan terinfeksi pada hemocoelnya. Kopepoda
sebagai inang antara yang berisi larva stadium ketiga (L3) dari Camallanus
sp. tersebut akan dimakan oleh inang akhir yakni ikan. Melalui ingesti dan
digesti kopepoda, larva cacing melekat pada mukosa dan berkembang menuju
stadium dewasa pada ikan sebagai inang akhir. Inang paratenik mungkin
termasuk dalam siklus parasit ini, dengan cara ini beberapa ikan membawa
sejumlah besar larva dan akan berakhir pada saluran pencernaan ikan.
Adapun gejala yang ditimbulkan yaitu kematian, cacat dan anemia pada ikan
(Buchmann & Bresciani 2001).
2.2.4 Aplikasi dibidang perikanan (parasit)
Camalanus sp. berkembang melalui keberadaan inang diantara antara
kebanyakan larvanya dapat hidup bebas di air selama 12 hari. Larva parasit ini
menjadi makanan oleh cyclop krustasea dan berkembang dalam saluran
pencernaan, cyclop ini menjadi inang antara bagi camallanus sp., kemudian
cyclop akan termakan oleh ikan. Disini ikan akan menjadi inang definitif bagi
camallanus jika ikan ini tidak dimakan oleh ikan karnivor lebih besar. Parasit
ini juga dapat berkembang tanpa inang antara. Pada inang parasit ini dapat
berkembang dan mencapai kematangan seksual untuk kemudian
melepaskan larvanya dan berkembang disana (Untergasser 1989).
2.3 Achantocephala
2.3.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Acanthocephala

2.3.2 Morfologi
Achantocephala berasal dari Bahasa Yunani Acanthos artinya duri dan
Kephale artinya kepala merupakan invertebrata sepanjang hidupnya sebagai
parasit. Acanthocephala disebut juga sebagai cacing kepala duri. Bagian kepala
cacing tersebut disebut probiscus, kemudian bagian leher dan tubuh.
Achantocephala merupakan cacing yang berbentuk silinder, agak pipih,
dan proboscis yang dapat dimasukkan dan dikeluarkan dari tubuhnya yang berada
di ujung anterior tubuh. Bentuk tubuh Acanthocephala adalah selindris
memanjang ukurannya kurang lebih 1-2 cm, kecuali jenis Gigantorhynhus figas
10-65 cm. Jumlah 1.150 spesies telah diuraikan.

Gambar 1. Bagian Tubuh Acanthocephala

Gambar 1. Bagian Tubuh Acanthocephala

Spesies dari Acanthocephala dapat diidedntifikasi dengan melihat dari


jumlah dan susunan kait pada proboscis. Proboscis dan leher dapat ditarik masuk
ke dalam badan bagian anterior. Proboscis berbentuk bulat atau silindris dan
dilengkapi baris-baris kait atau spina yang membengkak diatur dalam baris
horizontal yang berguna untuk melekatkan tubuh cacing tersebut pada usus
inangnya. Kait nya mungkin dua atau tiga bentuk, biasanya, kait yang lebih
panjang dan lebih tipis diatur sepanjang probosis, dengan beberapa baris kait yang
lebih kokoh, sedangkan kait yang lebih pendek berada di sekitar dasar proboscis.
Proboscis digunakan untuk menembus dinding usus, dan menumpu sang parasit
secara cepat sementara sang parasit memenuhi siklus hidupnya.

Gambar 2. Bagian Kepala Berduri (Proboscis)

Permukaan tubuh Acanthocephala dapat dikatakan unik. Secara eksternal,


kulit memiliki kutikula yang tipis meliputi epidermis, yang terdiri dari syncytium
tanpa dinding sel. Syncytium ini dilalui oleh serangkaian tubulus bercabang yang
mengandung cairan dan dikendalikan oleh beberapa amoeboid inti. Di dalam
syncytium ada suatu lapisan yang tidak teratur dari serat otot melingkar, dan juga
tidak ada endothelium.
Tidak adanya serat longitudinal pada kulit proboscis yang menyerupai
tubuh, akan tetapi cairan tubulus dari probosis dihilangkan dari tubuh. Saluran-
saluran dari probosis terbuka ke dalam pembuluh melingkar yang membentang
sepanjang dasarnya. Dari dua saluran melingkar seperti kantung yang disebut
lemnisci, masuk ke dalam rongga tubuh, di samping rongga proboscis. Masing-
masing terdiri dari syncytial pada kulit proboscis, yang ditembus oleh saluran dan
diselubungi dengan lapisan otot. Saluran tersebut bertindak sebagai waduk atau
tempat penyimpanan dimana cairan yang digunakan untuk menjaga proboscis
menjadi tegak dapat menarik ketika ditarik kembali, dan cairan dapat dikeluarkan
ketika ingin memperbesar proboscis.
Sistem syaraf yang terdapat pada Acanthocephala terdiri dari :
1. Terdapat ganglion dibalik belalai atau septum.
2. Terdapat dua pasang posterior penghubung tubuh.
3. Ada oto syaraf yang kompleks disebut retinakulim.
4. Terdapat genital geanglion yang tersebar pada jaringan otan pejantan.
Sistem pencernaan Acanthocephala tidak memiliki mulut atau saluran
pencernaan. Acanthocephala yang telah dalam tahap dewasa hidup di usus dari
inang mereka dan menyerap nutrisi yang telah dicerna oleh sang inang secara
langsung melalui permukaan tubuh inang tersebut.
Umumnya Acanthocephala tidak mempunyai sistem ekskresi yang khusus.
Sistem ekskresi tersiri dari flame bulb protonephridia yang bermuara pada
kantung kemih.kantung kemih tersebut mengarah ke saluran sperma pada jantan
dan ke bagian pangkal dari rahim pada betina. Struktur alat reproduksi
Acanthocephala bagian belakang proboscis ke arah tubuh (ekor) disebut ligament.
Terdapat dua testis pada jantan yang berada pada bagian sisi. Saat vas terbuka
akan menghasilkan tiga diverticula atau seminales vesiculae. Jantan juga memiliki
tiga pasang kelenjar semen di bagian belakang testis, yang mensekresi ke saluran
deferentia vasa. Kemudian menjulur keluar pada saat posterior terbuka.
Terdapat sel telur pada betina, berbentuk bulat memanjang sepanjang
ligament seperti pada alat reproduksi jantan. Ovarium masuk melalui saluran
rongga ke tubuh kemudian mengapung bersama fluida. Selanjutnya telur dibuahi
sehingga terbentuk embrio muda di dalam Rahim. Saluran Rahim terdapat dua
lubang kecil yang terletak pada bagian punggung, sehingga embrio yang lebih
matang akan melewati kedua lubang tersebut ke Rahim, lalu telur keluar melalui
saluran tubuh. Jika berhasil lolos melalui rongga, akan menuju ke tubuh atau
keluar melalui lubang kecil pada punggung yang terbuka. Embrio yang lolos pada
induknya akan keluar bersamaan dengan kotoran pada melalui saluran pencernaan
inangnya.

2.3.3 Siklus Hidup

Acanthocephala memiliki siklus hidup yang kompleks, dimana melibatkan


beberapa host pada tahap perkembangannya. Hospes awal pertama adalah
moluska. Dalam hospes perantara Acanthocephala bergek masuk melalui rogga
tuguh ke dalam usus, kemudian pada tahap ini akan melakukan transformasi
infektif. Parasit kemudian dilepaskan pada tahap dewasa oleh hospes pertama
ketika dilepaskan parasit ini akan membentuk dirinya seperti bulatan sehingga
host berikutnya menelannya sebagai makanan hingga ke usus, dalam usus parasit
ini akan berkembang hingga dewasa. belalai atau duri yang terdapat pada
proboscis akan berkembang hingga menancap diding usus host lebih lama
semakin kuat. Pada tahap ini, semua organ siap untuk bereproduksi karena
kecepatan tumbuh dan berkembang lebih matang, kemudian tumbuh dan
berkembang pula organ seksnya. Cacing jantan akan melakukan hubungan seks
menggunakan eksresi kelenjar ke alat kelamin betina, kemudian perkembangan
embrio pada seekor betina dan terjadilah siklus kehidupan baru.

2.3.4 Mekanisme Predasi

Telur Acanthocephala yang terdapat larva dinamakan arthropod. Larva


akan keluar dari cangkang dan menembus dinding usus inang perantara, untuk
kemudian menetap di dalam hemocoel. Apabila ikan, burung atau mamalia
karnivora memakan arthropod yang mengandung larva, makan cacing tersebut
akan menempel pada dinding usus dengan bantuan proboscis yang berduri.

Cacing endoparasite membutuhkan inang perantara sebelum mencapai


inang utama. Acanthocephalan dapat merusak dinding usus binatang vertebrata
bila dalam jumlah yang besar.

2.4 Enchinorhynchus
2.4.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Acanthocephala
Kelas : Archiacanthocephala
Ordo : Echinorhynchida
Famili : Echinorhynchidae
Genus : Echinorhynchus
Spesies : Echinorhynchus sp

Gambar 1. Echinorhynchus sp (atas jantan, bawah betina)

2.4.2 Morfologi

Tubuh Echinorhynchus terlihat lebih lebar di bagian anterior. Kelenjar


semen terpisah dan berbentuk bulat. Proboscis berbentuk silinder dengan berbagai
kait. Cacing parasit tersebut memiliki ukuran sepanjang 15-25 mm. Bentuk tubuh
bagian luar disebut proboscis, leher dan trunk. Duri yang terdapat pada proboscis
merupakan senjata yang berbentuk seperti mata kail berfungsi sebagai pengait dan
menempelkan dirinya pada bagian usus host atau inangnya. Parasit ini mampu
hidup dalam jaringan fisiologi hostnya serta mempunyai kemampuan hidup tanpa
oksigen atau anaerob. Echinorhynchus sp jantan dan betina memiliki proboscis
yang membalik keluar dengan bentuk persegi panjang dan memiliki banyak kait
kecil.
Testis pada jantan berukuran kecil dan terdapat pada ujung dari
penghubung probosis. Lima dari enam kelenjar semen yang terlihat, tampak
seperti bulatan kecil berwarna merah gelap di posterior testis. Hal tersebut hanya
terjadi pada cacing jantan yang belum dewasa. Saat cacing jantan telah dewasa,
kedua testis dan kelenjar semen akan berkembang sekitar dua kali lipat dari
ukuran testis dan kelenjar semen mereka saat belum dewasa. Sedangkan betina
memiliki banyak telur dalam berbagai tahap perkembangan yang terlihat seperti
tubuh yang memanjang.
Gambar 2. Morfologi Echinorhynchus sp Jantan dan Betina

2.4.3 Siklus Hidup


Tubuh parasite 10-20 mm panjang dan terdiri dari proboscis, leher, dan
badan. Cacing masuk ke dinding rectum dari inang dengan proboscis dan
lehernya. Cacing tersebut bersifat dioecious dan pada cacing betina menghasilkan
telur elpis termasuk embrio. Larva menetas dari telur dalam tubuh cacing dewasa
dan tumbuh. Umumnya, Acanthocephala memanfaatkan ikan sebagai inang yang
tetap dan menjadi parasit bagi Crustacea untuk hospes perantara. Menurut
Marcogliese (1994) Echinorhynchus gadi menginfeksi ke inang melalui
amphipods.

2.4.4 Mekanisme Predasi


Telur-telur yang berukuran besar dan berwarna kecoklatan dikeluarkan
dekat inangnya. Telur-telur menetas menjadi larva berambut dan memiliki kait-
kait yang halus, ini disebut oncomyracidium. Ephitel rambut akan lepas bila larva
sudah sanggup melekat pada kulit atau insang ikan. Viviparous monogenea
yaitu.Gyrodactylidae, telur telah menetas jadi larva, sebelum dilepaskan.
Kemudian larva tersebut langsung menempel pada inang yang sama atau lepas
mencari inang baru, Siklus hidup yang secara langsung ini (direct life cycle) dapat
mempercepat tumbuhnya populasi parasite tersebut.

2.4.5 Gejala Klinis


Infeksi ringan sering tidak menimbulkan gejala-gejala yang berarti.
Sedangkan pada infeksi berat biasanya ditandai dengan gejala emaciation atau
badan kurus, kehilangan nafsu makan, mengeluarkan kotoran berwarna putih dan
tipis, atau kotoran dengan warna berselang-seling antara gelap (hitam) dan terang
(putih). Kehadiran Echinorhynchus pada ikan mati dapat diketahui dengan
melakukan pembedahan dan pengamatan pada isi perut ikan tersebut. Umumnya
memiliki panjang antara 0,5-2 cm dengan diameter kurang lebih seukuran dengan
rambut. Pengamatan pada ikan hidup dapat dilakukan pada kotoran ikan di bawah
mikroskop.

2.4.6 Penanggulan
Penyakit ini dapat diobati dengan merendam ikan yang sakit dengan
larutan formalin 100-150 ppm selama 15-30 menit, dan diulangi selama tiga hari
berturut. Apabila ikan telah mengalami luka sebaiknya direndam dalam larutan
acriflavin 5-10 ppm selama 1-2 jam. Setelah itu diberi Combatrin dengan dosis 1
botol Combatrin (10 ml) untuk 5 kg pakan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penyakit ikan merupakan salah satu kendala dalam usaha budidaya
perikanan yang dapat menyebabkan infeksi patogen kedalam tubuh inang.
Patogen penyebab penyakit pada ikan dapat berupa virus, bakteri, parasit dan
jamur.. Dapat menimbulkan kematian ikan maupun udang budidaya. Organisme
yang diserang penyakit pada umumnya berasal dari kelompok hama, parasit, dan
non parasit. Namun, yang paling banyak menimbulkan kerugian adalah penyakit
yang disebabakan oleh parasit. Penyakit yang disebabkan oleh parasit biasanya
sulit untuk dideteksi oleh para petani ikan karena terdapat banyak parasit yang
dapat menimbulkan penyakit dengan gejala yang sama. Faktor lain yang membuat
serangan parasit susah dicegah adalah minimnya peralatan yang dimiliki untuk
mendeteksi parasit tersebut. Disisi lain dapat menurukan hasil produksi perikanan
sehingga nilai pendapatan yang diperoleh menjadi menurun. Nilai pendapatan
yang diperoleh menjadi turun bila dibandingkan dengan jumlah modal yang harus
dikeluarkan untuk keperluan budidaya seperti pembelian benih, pakan, pembuatan
tambak, upah tenaga kerja dan lain sebagainya.
5.2 Saran
Dalam usaha budidaya perikanan maka diperlukan pengetahuan mengenai
sumber penyakit, penyebab, dan jenisnya serta teknik-teknik penanggulangannya.
Untuk menanggulangi serangan hama lebih ditekankan pada sistem pengendalian
hama terpadu, yaitu pemberantasan hama yang berasil, tetapi tidak mengakibatkan
kerusakan ekosistem dan ikan yang dibudidaya. Tindakan pencegahan seperti
pengobatan melalui makanan, pengobatan melalui penyuntikan dan biasanya
dilakukan untuk ikan-ikan yang berukuran besar atau induk-induk ikan,
menyiapkan kondisi kolam/tambak yang sempurna dengan perlakuan pengolahan
tanah yang baik, pengeringan yang memenuhi syarat, pengapuran dengan dosis
yang sesuai pH dan sifat tanah, mempertinggi peranan dan fungsi saluran, pintu
air dan alat penyaringannya dalam kolam/tambak, akan memberikan andil yang
sangat besar dalam usaha penanggulangan hama.
DAFTAR PUSTAKA

Gandahusada, Srisasi Prof.dr. dkk (ed). 2002. Parasitologi. Edisi ketiga. balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
Kabata. 1985. Parasites and Disease of Fish Cultured in The Tropics. Taylor and
Francis.
London Page 109-114
Noga, E.J. 1996. Fish Disease. Diagnosis and Treatment. Department of Companion
Animal & Special
Species Medicine. North Caroline State University. hlm. 23- 25.
Buchmann, K., and J. Bresciani. 2001. An Introduction To Parasitic Disease Of
Freshwater
Trout. DSR Publisher .Denmark.
Untergasser, D. 1989. Hand Book of Fish. Disease. T. FH. Publications. Inc.

Anda mungkin juga menyukai