Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH PARASIT DAN PENYAKIT IKAN

Chironomus tentans, Culex sp. dan Acarus sp.

Disusun Untuk Memenuhi Matakuliah Parasit dan Penyakit Ikan

Disusun Oleh :
KELOMPOK 2 / KELAS A

Nisfi Setiawati 230110170002


Fitria Nurul Hasanah 230110170031
Aditya Rezkita 230110170034
Khoyrunnisa Rambe 230110170036
Andre Wijaya 230110170045
Anggi Adrian Hutapea 230110170054

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rakhmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Chironomus
tentans, Culex sp. dan Acarus sp.” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada seluruh


pihak yang telah terlibat dalam proses pembuatan Makalah Parasit dan Penyakit
Ikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan juga pembaca.
Adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan makalah
selanjutnya sangat diharapkan.

Akhir kata, demikian makalah ini penyusun buat, mohon maaf bila ada
kesalahan kata selebihnya penyusun ucapkan terima kasih.

Jatinangor, Februari 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB Halaman

DAFTAR ISI.....................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................iii
I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................2
1.2 Tujuan...........................................................................................2
II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
2.1 Parasit dan Penyakit Ikan..............................................................3
2.2 Chironomus tentans......................................................................5
2.2.1 Klasifikasi Chironomus tentans.................................................5
2.2.2 Ciri Morfologi Chironomus tentans...........................................6
2.2.3 Siklus Hidup Chironomys tentans.............................................6
2.2.4 Gejala Klinis pada Inang............................................................7
2.2.5 Cara Mempredasi.......................................................................8
2.2.6 Cara Penanggulangan.................................................................8
2.3 Culex sp........................................................................................8
2.3.1 Klasifikasi Culex sp...................................................................9
2.3.2 Ciri Morfologi Culex sp.............................................................9
2.3.3 Siklus Hidup Culex sp...............................................................9
2.3.4 Gejala Klinis pada Inang..........................................................12
2.3.5 Cara Mempredasi.....................................................................12
2.3.6 Cara Penanggulangan...............................................................13
2.4 Acarus sp.....................................................................................13
2.4.1 Klasifikasi Acarus sp...............................................................14
2.4.2 Ciri Morfologi Acarus sp.........................................................14

ii
2.4.3 Siklus Hidup Acarus sp............................................................15
2.4.4 Gejala Klinis pada Inang..........................................................16
2.4.5 Cara Mempredasi.....................................................................16
2.4.6 Cara Penanggulangan...............................................................16
III PENUTUP........................................................................................17
3.1 Kesimpulan.................................................................................17
3.2 Saran...........................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................19

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


1. Interaksi Ketidakseimbangan Lingkungan, Inang dan Patogen..........3
2. Keseimbangan Lingkungan, Inang dan Patogen.................................4
3. Chironomus tetans...............................................................................5
4. Bentuk Mulut Chironomus tetans........................................................6
5. Siklus Hidup Chironomus tetans.........................................................7
6. Bentuk Tubuh Culex sp........................................................................8
7. Siklus Hidup Culex sp........................................................................10
8. Struktur Tubuh Larva Culex sp.........................................................11
9. Pupa Culex sp....................................................................................11
10. Struktur tubuh Culex sp.....................................................................12
11. Bentuk tubuh Acarus sp.....................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terjadi serangan penyakit baik penyakit infeksi maupun non infeksi.


Serangan patogen baik itu virus, bakteri, jamur, protozoa maupun parasit
merupakan golongan penyakit infeksi, sedangkan penyakit non infeksi meliputi
penyakit yang diakibatkan oleh lingkungan, pakan, genetik dan tumor (Aryani
dkk. 2004).

Jenis parasit ada dua yaitu endoparasit dan ektoparasit. Endoparasit adalah
parasit yang berada di dalam tubuh ikan. Penyakit endoparasit tidak mudah
dideteksi dengan cepat karena penyakit ini terdapat di dalam tubuh sehingga perlu
dilakukan pembedahan untuk dapat mengidentifikasi jenis endoparasit yang
terdapat di dalam tubuh ikan. Ektoparasit adalah parasit yang hidup pada organ
bagian luar organisme yang ditumpanginya. Organ luar yang sering terinfeksi
adalah sirip, insang dan kulit. Insang yang terinfeksi biasanya berwama pucat dan
produksi lendimya berlebihan (Perwira 2008).

Gejala klinis perubahan tingkah laku ikan atau udang yang terkena
penyakit dan parasite dapat ditandai seperti lesu, lemah, tidak mau atau menolak
makanan, berenang dengan tubuh miring, mulut ikan selalu terbuka, bernafas
dengan cepat atau tampak buta sehingga menabrak dinding kolam atau
menggosok-gosokkan tubuhnya pada dinding kolam. Pada ikan terinfeksi
ektoparasit akan menampakkan perubahan spesifik seperti bintil-bintil atau luka
dari yang kecil hingga yang besar, perubahan warna kulit ikan dan lain-lain.
Usaha pengendalian parasit dan penyakit pada ikan penting diketahui
khususnya pada kegiatan budidaya. Beberapa pengobatan untuk penyakit pada
ikan diantaranya penggunaan bahan alami maupun kimia kimia dan obat-obatan
atau antibiotik.

1
2
3

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa klasifikasi dari Chironomus tentans, Culex sp., Acarus sp.
2. Bagaimana morfologi dari Chironomus tentans, Culex sp., Acarus sp.
3. Bagaimana siklus hidup dari Chironomus tentans, Culex sp., Acarus sp.
4. Bagaimana kerusakan tubuh inang yang terserang Chironomus tentans,
Culex sp., Acarus sp.
5. Bagaimana penanggulangan dari Chironomus tentans, Culex sp., Acarus
sp.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui klasifikasi dari Chironomus tentans, Culex sp., Acarus sp.
2. Mengetahui morfologi dari Chironomus tentans, Culex sp., Acarus sp.
3. Mengetahui siklus hidup dari Chironomus tentans, Culex sp., Acarus sp.
4. Mengetahui kerusakan tubuh inang yang terserang Chironomus tentans,
Culex sp., Acarus sp.
5. Mengetahui penanggulangan dari Chironomus tentans, Culex sp., Acarus
sp.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parasit dan Penyakit Ikan

Serangan penyakit merupakan salah satu faktor yang bisa mengancam


kelangsungan hidup suatu organisme. Timbulnya penyakit adalah suatu proses
yang dinamis dan merupakan interaksi antara inang (host), jasad penyakit
(patogen) dan lingkungan. apabila hubungan ketiga faktor adalah seimbang
sehingga tidak timbul adanya penyakit. Penyakit akan muncul jika lingkungan
kurang optimal dan keseimbangan terganggu. Secara umum, timbulnya penyakit
pada ikan merupakan hasil interaksi yang kompleks antara 3 komponen dalam
ekosistem budidaya yaitu inang (ikan) yang lemah akibat berbagai stressor,
patogen yang virulen dan kualitas lingkungan yang kurang optimal. Ketiga
komponen tersebut dalam bentuk lingkaran yang akan saling berinteraksi satu
sama lain (Gambar 1). Gambar 1 mengilustrasikan bahwa penyakit (intersection
area) merupakan kombinasi dari kondisi ikan sebagai inang yang lemah,
lingkungan yang tidak optimal serta adanya patogen virulen di lingkungan
budidaya tersebut.

Gambar 1. “Penyakit” sebagai interaksi yang ketidakseimbangan antara ketiga yaitu


lingkungan, inang dan patogen

4
Prinsip utama untuk menjaga supaya ikan tetap sehat agar tidak ada
serangan penyakit, hal yang harus dilakukan adalah melalui upaya menggeser
masing-masing komponen agar tetap bersinggungan secara harmonis, tetapi tidak
saling menekan ke arah dalam yang menggambarkan penyakit (Gambar 1).
Penyakit dan parasit potensial menyebar dan menyerang pada system budidaya.

5
6

Penyakit utama ikan adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri


maupun viral. Penyakit viral yang terutama bersumber dari infeksi vertikal dari
induk. Kemungkinan lain infeksi berasal dari infeksi horizontal melalui air, pakan,
dan dari sistem aerasi serta tidak kalah penting adalah kontaminasi dari manusia.
Lingkungan yang baik akan meningkatkan daya tahan ikan, sedangkan lingkungan
yang kurang baik akan menyebabkan ikan mudah stress dan menurunkan daya
tahan tubuh terhadap serangan patogen.

inang lingkunganan

patogen

Gambar 2. Keseimbangan ketiga komponen yaitu lingkungan, inang dan patogen

Parasit adalah hewan renik yang dapat menurunkan produktivitas hewan


yang ditumpanginya. Jenis parasit ada dua yaitu endoparasit dan ektoparasit.
Endoparasit adalah parasit yang berada di dalam tubuh ikan. Endoparasit yang
mungkin menginfeksi ikan air tawar adalah dari golongan Metazoa. Parasit dari
golongan Metazoa yang mungkin menginfeksi ikan air tawar adalah filum
Plathyhelminthes, Nemathelminthes dan Acanthocephala (Perwira 2008).
Penyakit endoparasit tidak mudah dideteksi dengan cepat karena penyakit ini
terdapat di dalam tubuh sehingga perlu dilakukan pembedahan untuk dapat
mengidentifikasi jenis endoparasit yang terdapat di dalam tubuh ikan. Ektoparasit
adalah parasit yang hidup pada organ bagian luar organisme yang ditumpanginya.
7

Organ luar yang sering terinfeksi adalah sirip, insang dan kulit. Insang yang
terinfeksi biasanya berwama pucat dan produksi lendimya berlebihan.

2.2 Chironomus tentans

Cacing darah atau bloodworm sering disalah artikan sebagai cacing sutera.
Ini dikarenakan cacing darah dan cacing sutera sama-sama berwarna merah. Tapi
siapa sangka, cacing darah di sini walau berwarna merah namun makhluk ini
merupakan larva dari serangga dari ordo Diptera (nyamuk) jenis Chironomus,
yang merupakan jenis nyamuk yang hanya menghisap nektar bunga / tanaman dan
tidak menggigit. Larva Chironomus sp. atau lebih dikenal sebagai cacing darah
atau bloodworm merupakan larva dari serangga yang termasuk ke dalam family
nyamuk. Chironomus mengalami metamorphosis sempurna, memiliki empat
stadia hidup, yaitu telur , larva, kepompong dan dewasa (Windanami 2006).

Sebagai serangga air, diptera kebanyakan ditemukan pada berbagai tipe


perairan. Larva chironomus mudah ditemukan di daerah litoral maupun profundal
perairan tergenang. Tidak seperti kebanyakan nyamuk, larva (jentik) nyamuk
chironomus hidup di dasar substrat dan membentuk tabung pada subtract sebagai
tempat tinggalnya, bersifat detritus.
8

Gambar 3. Chironomus tetans

2.2.1 Klasifikasi Chironomus tentans

Berikut klasifikasi ilmiah Chironomus tentans :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Inspecta

Subordo : Diptera

Ordo : Nematocera

Genus : Chironomus

Spesies : chironomus tentans

2.2.2 Ciri Morfologi Chironomus tentans


1) Larva Chironomus berwarna merah, tubuh bersegmen-semen 10-12
segmen. Bagian posterior bercabang 3.
2) Pada bagian anteriornya (kepala) terdapat mulut tipenya tipe penghisap
karena biasa menghisap darah oleh karena itu sering dijuluki cacing darah.
3) Larva Chironomus ini memiliki bentuk kelenjar ludah yang besar sehingga
mudah untuk mengamati bentuk kromosom
4) Bloodworm dikenal sebagai vektor parasit cacaing ikan (trematoda).

Gambar 4. Bentuk mulut


Chironomus tetans
9

2.2.3 Siklus Hidup Chironomys tentans

Setelah proses pemijahan, induk betina akan meletakkan massa telurnya di


permukaan air yang akan tenggelam ke dasar perairan dan kemudian menetas
menjadi larva. Siklus hidup dari telur hingga mencapai dewasa biasanya memakan
waktu kurang dari satu minggu atau bahkan lebih dari setahun tergantung jenis
spesies dan musim. Induk chirunomus meletakkan telurnya di tempat yang
mengeluarkan aroma khas dari poses pembusukan bahan organik.  Telur
chironomus ini selalu ditemukan pada pagi hari, sehingga dimungkinkan induk
meletakkan massa telurnya pada malam hari. Massa telur chironomus berisi 100
sampai 2000 butir telur dan akan menetas dalam waktu 24 sampai 36 jam.
Setelah telur menetas akan keluar larva yang berbentuk memanjang seperti
belatung. Berukuran 1 – 100 mm. kepala tersusun atas sklerotin, thorax tidak
memiliki pasang kaki, tidak memiliki bakal sayap, abdomen 8 – 10 ruas. Larva
chirunomus mempunyai habitat akuatik dan bersifat saprofog atau dentrivor, ada
beberapa jenis yang hidup dan membuat suatu tempat berbentuk tabung yang
biasa ditemukan di dasar kolam atau bak air. Imago sebagian besar bersifat
nocturnal, banyak ditemukan di sekitar cahaya. Larva akan hidup hingga 1 – 2
minggu yang kemudian akan berubah menjadi pupa. Sebelum masa inilah larva
chironomus atau dikenal juga sebagai cacing darah biasa dipanen sebagai pakan
alami ikan. Setelah beberapa hari menjadi pupa, chironomus akan keluar dari
pupanya menjadi chironomus dewasa yang berupa nyamuk pemakan nectar.
Chironomus deawa sendiri hanya bertahan hidup sekitar 2 – 3 hari.

Gambar 5. Siklus hidup


10

1. Setelah proses pemijahan, induk betina akan meletakkan massa


telurnya di permukaan air yang akan tenggelam ke dasar perairan
2. Setelah telur menetas akan keluar larva yang berbentuk memanjang
seperti belatung. Berukuran 1 – 100 mm. kepala tersusun atas
sklerotin, thorax tidak memiliki pasang kaki, tidak memiliki bakal
sayap, abdomen 8 – 10 ruas.
3. Larva chironomus mempunyai habitat akuatik dan bersifat saprofog
atau dentrivor, Larva akan hidup hingga 1 – 2 minggu yang kemudian
akan berubah menjadi pupa.
4. Setelah beberapa hari menjadi pupa, chironomus akan keluar dari
pupanya menjadi chironomus dewasa yang berupa nyamuk pemakan
nectar.

2.2.4 Gejala Klinis pada Inang

Chironomus tentans dikenal sebagai vector parasit. Chironomus tentans


merugikan bila protozoa atau cacing lainnya yang bersifat parasit menjadi
makanan bagi Chironomus yang membuat pakan alami ini termasuk yang
berbahaya bagi kelangsungan hidup ikan.
2.2.5 Cara Mempredasi

Chironomida adalah serangga kecil yang mirip nyamuk, mempredasi


inangnya dengan cara masuk ke dalam peredaran darah dan kira-kira satu minggu
sampai sepuluh hari setelah infeksi masuk ke dalam sel darah merah. Berikutnya
di dalam sel darah merah parasit membulat dan membuat suatu vakuol besar
ditengahnya, lalu tumbuh dan disebut tropozoit. Tropozoit ini membentuk vakuol-
vakuol makanan berisi sitoplasma sel inang dengan cara invaginasi dan
mengambil bagian-bagian sitoplasma.
11

2.2.6 Cara Penanggulangan

Penanggulangan agar tidak terjadi parasit bagi ikan budidaya adalah


dengan cara memperhatikan kualitas air saat, sedang dan sesudah budidaya
Chironomus sp. karena sebenarnya Chironomus sp. tidaklah bersifat parasit akan
tetapi merugikan bila protozoa atau cacing lainnya yang bersifat parasit menjadi
makanan bagi Chironomus sp. yang membuat pakan alami ini termasuk yang
berbahaya bagi kelangsungan hidup ikan (Suyanto 1983)

2.3 Culex sp.

Nyamuk mempunyai beberapa ciri yaitu tubuhnya dibedakan atas kaput,


toraks, abdomen dan mempunyai 3 pasang kaki dan sepasang antena. Satu pasang
sayap dan halter menempatkan nyamuk dalam ordo Diptera. Sisik pada sayap dan
adanya alat mulut yang panjang seperti jarum menempatkan nyamuk ke dalam
familia Culicidae (Borror dkk. 1992). Genus Culex dicirikan dengan bentuk
abdomen nyamuk betina yang tumpul pada bagian ujungnya.

Gambar 6. Bentuk tubuh Culex sp.


12

2.3.1 Klasifikasi Culex sp.

Klasifikasi nyamuk Culex sp. menurut Romoser & Stoffolano (1998),


adalah :

Phylum : Arthropoda

Classis : Insecta

Subclassis : Pterygota

Ordo : Diptera

Subordo : Nematocera

Familia : Culicidae

Subfamilia : Culicianae

Genus : Culex

Spesies : Culex sp.

2.3.2 Ciri Morfologi Culex sp.

Nama lain nyamuk Culex quinquefasciatus adalah Culex pipiens fatigans


Wiedemann (Kardinan 2007). Kepala Culex umumnya bulat atau sferik dan
memiliki sepasang mata, sepasang antena, sepasang palpi yang terdiri atas 5
segmen dan 1 probosis antena yang terdiri atas 15 segmen. Berbeda dengan
Aedes, pada genus Culex tidak terdapat rambut pada spiracular maupun pada post
spiracular. Panjang palpus maxillaries nyamuk jantan sama dengan proboscis.
Bagian toraks nyamuk terdiri atas 3 bagian yaitu protoraks, mesotoraks dan
metatoraks. Bagian metatoraks mengecil dan terdapat sepasang sayap yang
mengalami modifikasi menjadi halter. Abdomen terdiri atas 8 segmen tanpa bintik
putih di tiap segmen. Ciri lain dari nyamuk Culex adalah posisi yang sejajar
dengan bidang permukaan yang dihinggapi saat istirahat atau saat menusuk
dengan kaki belakang yang sedikit terangkat (Kardinan 2007).
13

2.3.3 Siklus Hidup Culex sp.

Seluruh siklus hidup Culex quinquefasciatus mulai dari telur hingga


dewasa membutuhkan waktu sekitar 14 hari. Untuk bertelur, nyamuk betina akan
mencari tempat yang sesuai seperti genangan air yang lembab.

Gambar 7. Siklus hidup Culex sp.

Metamorfosis sempurna (holometabola) nyamuk Culex, adalah sebagai


berikut :

a. Telur

Nyamuk Culex meletakkan telur di atas permukaan air secara


bergerombol dan bersatu membentuk rakit sehingga mampu untuk
mengapung. Sekali bertelur menghasilkan 100 telur dan biasanya dapat
bertahan selama 6 bulan. Telur akan menjadi jentik setelah sekitar 2 hari.
14

b. Larva

Salah satu ciri dari larva nyamuk Culex adalah memiliki siphon. Siphon
dengan beberapa kumpulan rambut membentuk sudut dengan permukaan
air. Nyamuk Culex mempunyai 4 tingkatan atau instar sesuai dengan
pertumbuhan larva tersebut, yaitu :

1. Larva instar I, berukuran paling kecil yaitu 1 – 2 mm atau 1 – 2 hari


setelah menetas. Duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong
pernafasan pada siphon belum jelas.

2. Larva instar II, berukuran 2,5 – 3,5 mm atau 2 – 3 hari setelah telur
menetas.

Duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.

3. Larva instar III, berukuran 4 – 5 mm atau 3 – 4 hari setelah telur


menetas. Duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna
coklat kehitaman.

4. Larva IV, berukuran paling besar yaitu 5 – 6 mm atau 4 – 6 hari setelah


telur menetas, dengan warna kepala.

Gambar 8. Struktur tubuh larva Culex sp.

c. Pupa (kepompong)
15

Tubuh pupa berbentuk bengkok dan kepalanya besar. Pupa

membutuhkan waktu 2-5 hari. Pupa tidak makan apapun. Sebagian kecil

tubuh pupa kontak dengan permukaan air, berbentuk terompet panjang dan

ramping, setelah 1 – 2 hari akan menjadi nyamuk Culex (Kardinan 2003).

Gambar 9. Pupa Culex sp.

d. Nyamuk Dewasa

Ciri-ciri nyamuk Culex dewasa adalah berwarna hitam belang-belang


putih, kepala berwarna hitam dengan putih pada ujungnya. Pada bagian
thorak terdapat 2 garis putih berbentuk kurva.
16

Gambar 10. Struktur tubuh Culex sp.

Keterangan : 6.
T
1. Kaki belakang or
ak
2. Kepala
7.
3. Palp

4. Palp kecil

5. Belalai

2.3.4 Gejala Klinis pada Inang

Culex sp. merupakan golongan serangga penular (vektor). Nyamuk dari


genus Culex dapat menyebarkan penyakit seperti Japanese Encephalitis (radang
otak), West Nile Virus, Filariasis. Japanese Encephalitis (JE) adalah suatu
penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh virus. Ada
beberapa macam encephalitis diantaranya Japanese Encephalitis dan St Louis
Encephalitis
2.3.5 Cara Mempredasi

Culex sp. mempredasi atau mengambil keuntungan dari inang nya dengan
cara masuk ke sel endotel membentuk skizon eksoeritrosit lain. Selanjutnya
merozoit keluar dari sel endotel lalu masuk ke dalam peredaran darah dan kira-
kira satu minggu sampai sepuluh hari setelah infeksi masuk ke dalam sel darah
merah. Berikutnya di dalam sel darah merah parasit membulat dan membuat suatu
17

vakuol besar ditengahnya, lalu tumbuh dan disebut tropozoit. Tropozoit ini
membentuk vakuol-vakuol makanan berisi sitoplasma sel inang dengan cara
invaginasi dan mengambil bagian-bagian sitoplasma. Tropozoit mengalami
merogoni yang menghasilkan merozoit. Selanjutnya merozoit-merozoit ini keluar
dari eritrosit dan memasuki eritrosit yang lain dengan siklus tidak terbatas. Setelah
infeksi berlangsung beberapa waktu dan setelah ada generasi-generasi aseksual
yang tertentu jumlahnya, maka beberapa merozoit memasuki sel darah merah
berkembang menjadi makrogamet dan mikrogamet. Makrogamet dan mikrogamet
selanjutnya akan terhisap oleh nyamuk yang menggigit inang terinfeksi
(Valkiunas 2005)

2.3.6 Cara Penanggulangan

1. Pencegahan secara mekanik

Cara ini dapat di lakukan dengan mengubur kaleng-kaleng atau tempat-


tempat sejenis yang dapat menampung air hujan danmembersihkan
lingkungan yang berpotensial di jadikan sebagai sarang nyamuk Culex sp
misalnya got dan potongan bambu. Pengendalian mekanis lain yang dapat
dilakukan adalah pemasangan kelambu dan pemasangan perangkap
nyamuk baik menggunakan cahaya lampu.

2. Pencegahan secara biologi

Intervensi yang di dasarkan pada pengenalan organisme pemangsa, parasit,


pesaing untuk menurunkan jumlah Culex sp. Ikan pemangsa larva
misalnya ikan kepala timah, gambusia ikan mujaer dan nila di bak dan
tempat yang tidak bisa ditembus sinar matahari misalnya tumbuhan bakau
sehingga larva itu dapat di makan oleh ikan tersebut dan merupakan dua
organisme yang paling sering di gunakan.

3. Pencegahan secara kimia.


18

Penggunaan insektisida secara tidak tepat untuk pencegahan dan


pengendalian infeksi dengue harus dihindarkan. Selama periode sedikit
atau tidak ada aktifitas virus dengue, tindakan reduksi sumber larva secara
rutin, pada lingkungan dapat dipadukan dengan penggunaan larvasida
dalam wadah yang tidak dapat dibuang, ditutup, diisi atau ditangani
dengan cara lain.(Dinata 2006)

2.4 Acarus sp.

Acarus merupakan ektoparasit pada ikan yang menyerang organ tubuh


bagian kulit, sisik, dan insang. Kadang-kadang dapat ditemui dalam bentuk kista
di daerah oseophagus ikan. Namun, tidak semua organisme yang ada di perairan
hidup sebagai parasit.

2.4.1 Klasifikasi Acarus sp.

Menurut klasifikasi Acarus sp. sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Arachnida
Order : Sarcoptiformes
Family : Acaridae
Genus : Acarus

Spesies : Acarus sp.

Gambar 11. Bentuk tubuh Acarus sp.


19

2.4.2 Ciri Morfologi Acarus sp.

Acarus adalah arachnida yang memiliki suatu gnathosoma (suatu


kapitulum anterior mulut) yang mudah dibedakan dari arachnida lain, karena tidak
adanya pembagian yang jelas antara cephalothorax (prosoma) dan perut
(opisthosoma). Acarus merupakan spesies yang melimpah diperkirakan terdiri
atas 20.000 spesies dengan memiliki habitat antara lain tanah, humus, air tawar,
air laut, dan tumbuhan, serta bersifat parasit pada hewan dan tanaman. Beberapa
dari mereka memakan tumbuhan dan hewan yang masih hidup maupun yang
sudah mati, sedangkan yang lain menghisap cairan tumbuhan. Selain itu beberapa
dari mereka memiliki kebiasaan berada di kulit, darah atau jaringan dari hewan.

a. Gnatosoma
Gnatosoma terletak di bagian anterior tubuh merupakan alat mulut yang
terdiri atas kelisera dan pedipalpi. Pada gnatosoma terdapat stigmata,
peritrema dan alat sensori. Stigmata dan peritrema berfungsi sebagai alat
pernapasan. Kelisera berfungsi sebagai alat untuk menusuk, menghisap
dan mengunyah sedang pedipalpi berfungsi sebagai alat bantu makan.
b. Kapitulum

Gnatosoma merupakan bagian dari kapitulum

c. Podosoma

Terdapat empat pasang tungkai yang terletak pada podosoma.

d. Opistosoma

Opistosoma merupakan bagian posterior dari tubuh Acarus yang terdiri


dari organ sekresi dan organ genital.

e. Idiosoma
20

Idiosoma pada tungau adalah podosoma dan opistosoma yang menyatu.

2.4.3 Siklus Hidup Acarus sp.

Siklus hidup terdiri dari tahap larva, dua tahap yang disebut nymphal dan
tahap dewasa, yang berada pada suhu 25 ° C mencapai tiga minggu. Tungau ini
dapat pergi melalui siklus hidup mereka pada suhu serendah 0-4 ° C, tetapi
mereka membutuhkan kelembaban yang cukup, dan tidak akan berkembang jika
kelembaban relative kurang dari 65% karena mereka akan mengering. Seluruh
siklus hidupnya dapat terjadi hanya 9-11 hari untuk menyelesaikannya di bawah
kondisi yang optimal dari 90% kelembaban dan suhu 77 ° F. Siklus hidup selesai
dalam tujuh belas hari pada 64-71 ° F, dan dua puluh delapan hari di 50-60 ° F.
Tepung tungau mampu menahan periode di mana kondisi yang tidak
menguntungkan. Setelah tahap nymphal kedua mereka masuk ke tahap yang
dikenal sebagai tahap hypopus yang merupakan bentuk diapause, di mana mereka
hampir tidak bergerak dan sangat tahan terhadap kekeringan. Pada tahap hypopus,
dinding tubuh mengeras dan pengisap muncul di bagian bawah. Telur dan
terutama hypopuses tampak lebih toleran terhadap insektisida dibandingkan pada
fase remaja atau dewasa dan mereka mungkin adalah tahapan utama yang
bertanggung jawab untuk munculnya kembali populasi tungau setelah adanya
pengendalian kimia oleh manusia (Kabata 1985)

2.4.4 Gejala Klinis pada Inang

Acarus sp. merupakan ektoparasit pada ikan yang menyerang tubuh bagian
terluar seperti kulit, sisik dan insang. Biasanya Acarus sp. dapat ditemui dalam
bentuk kista di daerah esophagus(tenggorokan) ikan. Saat acarus ini meyerang
ikan pada kulit, ikan akan terlihat menggesek-gesekan badannya ke dasar kolam.
Jika sudah parah biasanya ikan terdiam dan tidak mau makan.
21

2.4.5 Cara Mempredasi

Acarus sp. adalah merupakan ektoparasit pada ikan yang menyerang


tubuh bagian kulit, sisik dan insang. Tubuh ditutupi dengan sisik untuk penahan
dirinya dalam folikel rambut, dan Ascarus sp memiliki pin (seperti mulut) yaitu
bagian untuk makan sel-sel kulit dan minyak (sebum) yang menumpuk di folikel
rambut.

2.4.6 Cara Penanggulangan

Cara penanggulangannya adalah dengan perendaman jangka pendek dalam


luratan standar formalin (37-47 %) sebanyak 0.125 mg/liter air selama satu jam
atau dalam larutan kalium permanganat dengan dosis 10 mg/liter selama 30 menit.
Lakukan aerasi selama proses perendaman dilakukan. Penggunaan Methylene
Blue untuk mencegah infeksi sekunder. Apabila parasit hanya dijumpai dalam
jumlah sedikit maka pengambilan secara fisik bisa dilakukan dengan
menggunakan pincet (Mitchell, R. 1965).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Timbulnya penyakit adalah suatu proses yang dinamis dan merupakan


interaksi antara inang (host), jasad penyakit (patogen) dan lingkungan. apabila
hubungan ketiga faktor adalah seimbang sehingga tidak timbul adanya penyakit.
Penyakit akan muncul jika lingkungan kurang optimal dan keseimbangan
terganggu. Prinsip utama untuk menjaga supaya ikan tetap sehat agar tidak ada
serangan penyakit, hal yang harus dilakukan adalah melalui upaya menggeser
masing-masing komponen agar tetap bersinggungan secara harmonis, tetapi tidak
saling menekan ke arah dalam yang menggambarkan penyakit.

Larva Chironomus sp. atau lebih dikenal sebagai cacing darah atau
bloodworm merupakan larva dari serangga yang termasuk ke dalam family
nyamuk. Chironomus tentans merugikan bila protozoa atau cacing lainnya yang
bersifat parasit menjadi makanan bagi Chironomus yang membuat pakan alami ini
termasuk yang berbahaya bagi kelangsungan hidup ikan. Cara mempredasi
inangnya dengan cara masuk ke dalam peredaran darah kira-kira satu minggu
sampai sepuluh hari setelah infeksi masuk ke dalam sel darah merah

Culex sp.mempunyai beberapa ciri yaitu tubuhnya dibedakan atas kaput,


toraks, abdomen dan mempunyai 3 pasang kaki dan sepasang antena. Satu pasang
sayap dan halter menempatkan nyamuk dalam ordo Diptera. Culex sp.
mempredasi atau mengambil keuntungan dari inang nya dengan cara masuk ke sel
endotel membentuk skizon eksoeritrosit lain.

Acarus sp. merupakan ektoparasit pada ikan yang menyerang organ tubuh
bagian kulit, sisik, dan insang. Siklus hidup terdiri dari tahap larva, dua tahap
yang disebut nymphal dan tahap dewasa, yang berada pada suhu 25 ° C mencapai
tiga minggu. Saat Acarus ini meyerang ikan pada kulit, ikan akan terlihat

22
23

menggesek-gesekan badannya ke dasar kolam. Jika sudah parah biasanya ikan


terdiam dan tidak mau makan.
3.2 Saran

Dalam pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik, dan kesalahan-


kesalahan dalam penulisan dapat berkurang. Menyadari bahwa penyusun masih
jauh dari kata sempurna, kedepannya penyusun akan teliti dalam memaparkan
hasil diskusi mengenai parasit dan penyakit ikan dengan sumber lebih banyak
yang tentunya dapat di pertanggungjawabkan
DAFTAR PUSTAKA

Aryani N., Henny S., Iesje L., Morina R. 2004. Parasit dan Penyakit Ikan. UNAI
Press. Pekanbaru

Borror, D.J., C.A. Triplehorn dan N. F. Johnson. Pengenalan Pelajaran


Serangga. Edisi keenam. Soetiono Porto Soejono. Gajah mada
university Press. Yogyakarta. 1992.

Kabata. 1985. Parasites and Disease of Fish Cultured In The Tropics. Taylor and
Francis. London page 109-114.

Kardinan, A. 2003. Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Jakarta: Agro


Media Pustaka, pp: 2-5, 22-23, 28-29.

Kardinan, A. 2007. Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Jakarta: Agro


Media Pustaka, pp: 22-23.

Mailana, D. D. 2001. Pengaruh media yang berbeda terhadap kelangsungan hidup


dan pertumbuhan larva Chironomus sp. Skripsi. Program Studi
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Mitchell, R. 1965. Population regulation of a water mite parasitic on unionid


mussels. Journal of Parasitology. 51:990-996.

Perwira, K. 2008. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Bina Adiaksara dan
Rineka Cipta. Jakarta.

24
25

Romoser, Vf. S., dan Stoffolano, J.G., 1998. The Sience of Entomologt Fouth
Edition. A Devision of The McGraw-Hill Companies. Boston.

Sachlan, M. 1952. Notes on Parasites of Freshwater Fishes in Indonesia. Balai


Penyelidikan Perkanan Darat, Jakarta-Bogor, Indonesia. No.2

Suyanto, S. Rachmatun. 1983. Parasit Ikan dan Cara-cara Pemberantasannya.


Jakarta: Penebar Swadaya.

Valkiunas G. 2005. Avian Malaria Parasites and Other Haemosporidia. Florida


(USA) : CRC Press.

Windanami, D.D. Mailana,O. Carman. 2006. Pengaruh Media yang Berbeda


Terhadap Kelansungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Chironomus sp.
Jurnal Akuakultur Indonesia. 5 (2) : 113-118.

Anda mungkin juga menyukai