Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

AWAL DAUR HIDUP IKAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Biologi Perikanan
Tahun Akademik 2019/2020

Disusun oleh:
Kelompok 7 / Perikanan A
Amelia Tahtadi Annaja 230110190001
Vika Nurhabibah 230110190003
Mellyan Wahda Hestiana 230110190028

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Awal
Daur Hidup Ikan” dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan para pengikutnya
yang setia hingga akhir zaman termasuk kita semua.
Makalah ini kami susun sebagai bahan diskusi dan diharapkan dengan disusunnya
makalah ini akan menjadi acuan untuk mendukung proses pembelajaran mata
kuliah Biologi Perikanan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan mengenai siklus hidup ikan bagi para pembaca dan juga para penulis.
Dalam penyusunan makalah ini, kami ucapkan terimakasih kepada pihak
yang telah membantu penyusunan makalah kami yaitu kepada para dosen
pengampu mata kuliah Biologi Perikanan. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan dalam perbaikan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini memberi manfaat kepada para pembacanya.

Jatinangor, September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Telur Ikan dan Bagian-Bagiannya.................................................................3
2.1.1 Bagian-Bagian Telur Ikan...............................................................................4
2.2 Pembuahan pada Telur Ikan.........................................................................4
2.3 Macam-Macam Telur Ikan.................................................................................8
2.4 Faktor Genetis...........................................................................................9
2.4.1 Bagian-Bagian Kromosom...........................................................................10
2.4.2 Bentuk-Bentuk Kromosom...........................................................................12
2.4.3 Macam-Macam Kromosom pada Ikan........................................................14
2.4.4 Kemungkinan Perubahan Letak Gen...........................................................17
2.5 Masa Pengeraman..........................................................................................21
2.6 Masa Larva.....................................................................................................23
2.7 Bedah Jurnal...................................................................................................28
BAB III PENUTUP...............................................................................................31
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................31
3.2 Saran................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan awal daur hidup ikan merupakan suatu hal yang menarik
karena berhubungan dengan stabilitas populasi ikan tersebut dalam suatu perairan.
Untuk mempelajari kemampuan hidup suatu spesies ikan dan mengurangi tingkat
mortalitas yang terjadi terutama pada awal perkembangan hidup ikan khususnya
untuk pembudidayaan perlu adanya pengertian mengenai jenis-jenis telur ikan
tersebut dan daur hidup ikan mulai dari awal fertilisasi hingga terdeferensiasi
untuk menjadi ikan muda (Wahyuningsih dan Barus, 2006).
Menurut Olii (2003), perkembangan awal daur hidup ikan merupakan
bagian paling penting bagi keberadaan dari suatu populasi ikan yang sangat peka
terhadap perubahan lingkungan yang ada. Dalam perkembangannya, telur – larva
– juvenil – ikan (rehtyoplankton) sangat dibatasi oleh beberapa faktor lingkungan.
Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan yang dapat dipelihara dan
dapat tumbuh serta berkembang dalam media air yang terbatas. Lele dumbo tidak
hanya mampu mengambil oksigen bebas dari udara dengan alat pernapasan
tambahan berupa selaput labirynth, tetapi juga toleran terhadap kondisi
lingkungan yang tidak ideal (Puspowardoyo dan Djarijah, 2005).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana bagian-bagian dari telur ikan?
2. Bagaimana cara pembuahan telur ikan?
3. Apa saja macam-macam telur ikan ?
4. Apa saja Faktor Genetis yang tmempengaruhi daur hidup ikan?
5. Berapa lama masa pengeraman pada ikan?
6. Berapa lama masa larva pada ikan?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui bagian-bagian dari telur ikan

1
2

2. Untuk mengetahui Bagaimana cara pembuahan telur ikan.


3. Untuk mengetahui macam-macam telur ikan.
4. Untuk mengetahui Faktor Genetis yang mempengaruhi daur hidup ikan.
5. Untuk mengetahui Berapa lama masa pengeraman pada ikan.
6. Untuk mengetahui Berapa lama masa larva pada ikan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Telur Ikan dan Bagian-Bagiannya


Telur merupakan awal bagi mahkluk hidup, pada ikan teleostei
umumnya bentuk telur bulat teratur dan setiap spesies ikan memiliki
ukuran dan bentuk yang bervariasi. Sel telur ikan memiliki inti dan
sitoplasma sel beserta organel - organel sel, seperti hewan pada umumnya.
Sel telur ikan juga memilki organel khusus telur yang disebut kortikel
granula atau kortikel alveoli. Struktur telur ikan yang sangat menonjol
dikarenakan ukurannya besar, memiliki kantung telur, memiliki cadangan
makanan, dan memiliki mikrofil.
Bagian telur ikan umumnya disusun oleh chorion, pervitelline space,
plasma membrane, yolk, cortical cytoplasma, micropyle. Bagian telur yang
mengandung banyak sitoplasma biasanya berkumpul di sebelah telur
bagian atas dinamakan Kutub vegetatif. Struktur telur secara fisiologis
kuning telur pada ikan hamper mengisi semua isi sel. Kuning telur
dibutuhkan sebagai nutrien dalam perkembangan embrio. Kuning telur
yang adalapur dibagian tengah keadaanya lebih padat dari pada kuning
telur yang pada bagian pinggir karena adanya sitoplasma, selain dari pada
itu, sitoplasma banyak terdapat pada sekeliling inti sel telur (Rohadi 1996).

Gambar 1. Bagian-bagian telur ikan

3
4

2.1.1 Bagian - bagian telur ikan :


a) Chorion, berfungsi sebagai pertukaran gas respirasi.
b) Selaput vitellin, berfungsi sebagai pembungkus kuning telur atau
penghalang masuknya air ke dalam telur.
c) Ruang perivitellin, berfungsi sebagai ruang telur agar dapat bergerak
lebih bebas selama dalam masa perkembangannya setelah pengerasan
chorion.
d) Selaput plasma, berfungsi sebagai selaput yang mengelilingi plasma
telur
e) Micropyle, berfungsi sebagai lubang masuknya spermatozoa pada
proses pembuahan
f) Oil globule atau butir minyak, berfungsi dalam memperkecil berat
jenis telur.
g) Kutub vegetatif, merupakan bagian kutub yang berlawanan terdapat
banyak kuning telur
h) Kutub anima, merupakan bagian telur yang terdapat cytoplasma yang
berkumpul di sebelah telur bagian atas.
2.2 Pembuahan Pada Telur Ikan
Awal perkembangan embrio dimulai saat terjadinya pembuahan
atau fertilisasi dimana sel ovum dimasuki sel spermatozoa. Proses
fertilisasi pada ikan memiliki sifat monospermik atau hanya satu
spermatozoa yang akan melewati mikropil dan membuahi sel ovum.
Fertilisasi terjadi dengan pencampuran inti sel ovum dengan inti sel
spermatozoa, kedua macam inti sel tersebut masing-masing mengandung
gen sebanyak satu set (Yatim 1994).
Perkembangan sel telur (oosit) diawali dari germ cell (Sel yang
akan berkembang dan membentuk sperma dan sel telur) yang terdapat
dalam lamela dan membentuk oogonia. Oogonia akan tersebar dalam
ovarium melakukan pembelahan mitosis dan ditahan pada diploten dari
profase meiosis pertama. Stadia oogonia disebut dengan oosit primer.
5

Oosit primer kemudian melakukan masa perkembangan yang meliputi dua


fase yaitu :

a) Fase previtelogenesis, yaitu ketika ukuran oosit membesar akibat


pertambahan volume sitoplasma namun belum terjadi akumulasi kuning
telur.
b) Fase vitelogenesis, ketika terjadi akumulasi material kuning telur yang
disintesis oleh hati, kemudian disalurkan ke darah dan dibawa ke dalam
oosit secara mikropinositosis. Saat perkembangan oosit terjadi perubahan
morfologis yang mencirikan stadianya (Harder 1975). Stadium oosit dapat
ditandai berdasarkan volume sitoplasma, penampilan nukleus dan
nukleolus, serta keberadaan butiran kuning telur (Nagahama 1983).

Semakin tinggi tingkat perkembangan gonad, telur yang


terkandung di dalamnya semakin membesar hasil dari akumulasi kuning
telur, hidrasi dan pembentukan butiran minyak secara bertahap.
Perkembangan gonad ikan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap
pertumbuhan gonad ikan sampai ikan menjadi dewasa kelamin selanjutnya
tahap pematangan gamet. Tahap pertama berlangsung mulai dari ikan
menetas hingga mencapai dewasa selanjutnya tahap kedua dimulai setelah
ikan mencapai dewasa, dan terus berkembang selama fungsi masih tetap
berjalan dengan baik. Adapun tahap perkembangannya sebagai berikut :
a. Pembelahan sel zigot (cleavage)
Pembelahan sel zigot pada ikan umumnya tipe meroblastik (parsial)
walaupun ada juga holoblastik (total). Pada tipe meroblastik, pembelahan
hanya inti sel dan sitoplasmanya saja sedangkan pada holoblastik kuning
telur ikut membelah diri. Kedua tipe pembelahan sel tersebut ditentukan
oleh banyaknya kuning telur dan penyebarannya. Banyaknya dan
penyebaran kuning telur dalam telur ikan tidak sama tergantung kepada
jenis ikannya. Telur isolesital yang mengandung kuning telurnya sedikit
dan tersebar di seluruh sel telur. Telur telolesital jumlah kuning telurnya
6

relatif banyak dan berkumpul pada kutub vegetatif sedangkan pada kutub
anima hanya terdapat inti sitoplasma.

b. Blastulasi
Proses pembentukan blastula disebut blastulasi yang berkelompok
dengan sel-sel anak hasil pembelahan berbentuk benda yang relatif bulat
ditengahnya terdapat rongga yang kosong disebut suloblastula
(coeloblastula) sedangkan yang berongga massif disebut steroblastula.
Bentuk dan fungsi berbagai bagian blastula terjadi melalui diferensiasi
yakni sebuah atau sekelompok sel mengalami perubahan bentuk atau
fungsi. Ada 3 macam diferensiasi yakni kimiawi, bentuk dan fungsi.
Diferensiasi kimiawi merupakan langkah awal untuk diferensiasi
berikutnya dan sifatnya menentukan juga membatasi kegiatan sel ke arah
fungsi tertentu.

c. Gastrulasi
Gastrulasi merupakan proses pembentukan 3 daun kecambah yakni
ectoderm, mesoderm dan entoderm. Gastrulasi berhubungan dengan
pembentukan sistem syaraf (neurolasi) sehingga merupakan periode kritis.
Pada proses ini terjadi perpindahan daerah ectoderm, mesoderm, entoderm
dan notokorda menuju tempat definitif. Pada proses ini beberapa jaringan
mesoderm yang berada sepanjang kedua sisi notokorda disusun menjadi
segmen-segmen yang disebut somit.

d. Organogenesis
Organogenesis merupakan proses pembentukan alat-alat tubuh
makhluk yang sedang berkembang. Sistem organ-organ tubuh berasal dari
ectoderm, entoderm dan mesoderm. Ectoderm akan terbentuk organ-organ
susunan sistem syaraf dan epidermis kulit.
7

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan awal telur yaitu


kuning telur serta kualitas air seperti suhu, pH, oksigen, salinitas, dan
cahaya.
a) Suhu merupakan salah satu faktor eksternal fisika yang secara
langsung dapat mempengaruhi kondisi telur. Perubahan suhu air dapat
mempengaruhi kecepatan metabolisme pada ikan. Suhu yang tinggi
menyebabkan rendahnya pertumbuhan demikian pula pada suhu yang
terlalu rendah akan menyebabkan proses pencernaan makanan pada
ikan berlangsung lambat sedangkan pada suhu hangat proses
pencernaan pada ikan akan berlangsung lebih cepat. Sebab kematian
telur pada umumnya yaitu suhu yang tidak cocok dan serangan bakteri
(Purdom 1993).
b) pH yang baik untuk perkembangan telur ikan adalah 7 sampai 8.
c) Gas-gas yang terlarut dalam air, berpengaruh terhadap perkembangan
emberio. Tekanan oksigen dapat mempengaruhi jumlah elemen-
elemen meristik.
d) Salinitas tinggi, hal ini dapat merusak telur ikan air tawar sebaliknya
bagi ikan-ikan air laut. Apabila telur ikan air tawar disimpan dalam
salinitas yang tinggi maka telur tersebut akan mengkerut karena air
ditarik keluar, akhirnya mati. Sedangkan telur ikan laut bila disimpan
dalam air tawar akan menarik air kedalamnya dan akhirnya telur
tersebut akan pecah.

Gambar 2. Telur ikan yang belum dibuahi


8

Gambar 3. Telur ikan yang telah dibuahi

2.3 Macam - macam Telur Ikan


a. Berdasarkan Jumlah Kuning Telurnya :
- Oligolecithal : Kuning telur sangat sedikit, contohnya telur ikan
Amphioxus
- Telolecithal : Kuning telur lebih dari Oligolecithal, contohnya telur ikan
surgeon
- Macrolecithal: Kuning telur banyak dengan keping
b. Berdasarkan Berat Jenisnya :
- Non Bouyant : Tenggelam di dasar dan menetap, contoh : Telur ikan
trout dan telur ikan salmon
- Semi Bouyant : Telut tenggelam perlahan, mudah tersangkut, umumnya
berukuran kecil, contohnya telur ikan Coregonus
c. Berdasarkan Lingkungan Induknya :
- Telur terapung: banyak terdapat butir minyak. Contohnya telur ikan tengiri
- Telur tenggelam di dasar, contohnya ikan air tawar
d. Berdasarkan Kualitas Kulit Luarnya :
- Non Adhesive: setelah terjadi pengerasan cangkang telur tidak lengket.
Contohnya telur ikan salmon
- Adhesive: pada waktu pengerasan cangkang telur bersifat lengket.
Contohnya telur ikan mas
- Bertangkai: berbentuk tangkai kecil untuk menempelkan telur pada
substrat. contohnya telur ikan smelt
9

- Berenang: berbentuk tangkai kecil untuk menempelkan telur pada substrat.


Contohnya telur ikan hiu

Telur berenang, berfilamen panjang untuk membantu telur terapung sehingga


sampai ke tempat yang dapat ditempelinya

2.4 Faktor Genetis

Gambar 4. Proses pembuahan ikan

Pada waktu peleburan sperma dengan telur terjadi persatuan materi


genetik dari kedua individu yaitu kromosom. Kromosom berasal dari kata
chrome (berwarna) dan soma (badan). Kromosom dapat diartikan juga
sebagai badan yang menyerap warna. Kromosom itu sendiri merupakan
sekumpulan gen (DNA) dalam inti sel yang berperan dalam pewarisan
sifat keturunan. Gen-gen menempati posisi tertentu (lokus) dalam
kromosom dan mengandung cetak biru berupa kode yang bersifat biologis
untuk memproduksi fenotipe. Setiap spesies memiliki kromosom yang
khas dan berbeda dengan spesies lainnya. Kekhasan ini meliputi ukuran,
bentuk, dan jumlah dari kromosom yang dimiliki (Eldridge 1985).
Teori kromosom tentang pewarisan sifat oleh T.Boveri &
W.S.Sutton (1903), menyatakan bahwa:
10

- Gen berada dalam satu tempat di dalam kromosom yang disebut lokus
- Alel dari setiap gen berada dalam satu kromosom homolog
- Setiap gen yang berbeda, berada dalam lokus yang berbeda atau
kromosom lain.
Kromosom dibedakan menjadi:
a. Autosom atau kromosom tubuh, tidak menentukan jenis kelamin
organisme.
b. Gonosom atau kromosom kelamin/seks, menentukan jenis kelamin
makhluk hidup terbagi menjadi gonosom X dan gonosom Y.

2.4.1 Bagian Kromosom

Gambar 5. Bagian-bagian dari kromosom.

Beberapa istilah yang berkaitan dengan bagian-bagian kromosom


di antaranya kromatid, kromonema, kromomer, telomer, NOR (Nucleolar
Organizer Region), satelit, dan sentromer. Bagian-bagian tersebut tidak
11

terjadi pada fase pembelahan yang sama. Bagian yang menentukan bentuk
dari kromosom adalah sentromer yang merupakan bagian yang menyempit
dan menjadi gelendong pembelahan pada kromosom.

a. Sentromer
Merupakan bagian kepala kromosom yang berbentuk bulat. Bagian
kepala ini merupakan pusat kromosom dan membagi kromosom menjadi
dua lengan. Bagian ini merupakan daerah penyempitan pertama pada
kromosom yang khusus dan tetap. Sentromer tidak mengandung gen dan
tempat melekatnya kromosom. Jika dilihat menggunakan mikroskop,
sentromer terlihat terang karena kemampuan zat warna yang rendah
(Suryo 2013).
Daerah ini juga disebut sebagai kinetokor atau tempat melekatnya
benang-benang gelendong (spindle fober). Elemen-elemen ini berfungsi
untuk menggerakkan kromosom selama mitosis atau Sebagian dari
mitosis. Pembelahan sentromer ini akan memulai Gerakan kromatid pada
masa anafase. Umumnya tiap kromosom mempunyai satu sentromer
sehingga disebut monosentrik. Sedangkan yang memiliki dua dan lebih
masing-masing disebut kromosom disentrik dan polisentrik. Sentromer
dikenal juga sebagai penyempitan primer (primary contriction) atau
kinetokor yang mengandung serangkaian DNA spesifik dengan posisi
tertentu dan membentuk struktur tertentu (Effendi, M. I 1997).

b. Telomer
Bagian dari ujung-ujung kromosom yang menghalangi
bersambungnya kromosom satu dengan yang lain (Suryo 2013). Bagian ini
mengandung molekul-molekul akhir dari DNA linear yang panjang dan
terdapat pada tiap kromatid (Mader, Silvia 1995).

c. Satelit
Bagian yang merupakan tambahan dari ujung kromosom. Tidak
setiap kromosom memiliki satelit. Kromosom yang memiliki satelit
disebut kromosom satelit (Purdom, C. E1993).
12

d. Kromatid/lengan
Kromatid adalah salah satu dari dua lengan hasil replikasi
kromosom. Kromatid masih melekat satu sama lain pada bagian
sentromer. Istilah lain untuk kromatid adalah kromonema. Kromonema
merupakan filamen yang sangat tipis yang terlihat selama tahap profase
(dan kadang-kadang pada tahap interfase). Kromonema sebenarnya
merupakan istilah untuk tahap awal pemintalan kromatid. Jadi,
kromonema dan kromatid merupakan dua istilah untuk struktur yang sama
(Suryo 1994).
Lengan kromosom mengandung gen, setiap kromosom memiliki
satu atau dua lengan. Setiap lengan terdapat benang halus yang terpilin.
Benang halus tersebut dikenal dengan kromatin. Benang-benang kromatin
merupakan untaian DNA yang berpilin dengan protein histon. Bentuk
ikatan DNA dan protein histon disebut nukleosom.
e. Kromomer
Kromomer adalah penebalan-penebalan pada kromonema.
Kromomer ini merupakan struktur berbentuk manik-manik yang
merupakan akumulasi dari materi kromatin yang terkadang terlihat saat
interfase. Kromomer sangat jelas terlihat pada kromosom politen
(kromosom dengan DNA yang telah direplikasi berulang kali tanpa adanya
pemisahan dan terletak berdampingan sehingga bentuk kromosom seperti
kawat)
f. Lekukan kedua
Pada beberapa kromosom terdapat lekukan kedua yang berada di
sepanjang lengan dan berhubungan nucleolus. Oleh karena itu disebut
dengan NOR (Nucleolar Organizing Regions).
2.4.2 Bentuk-bentuk kromosom
13

Gambar 6. Bentuk kromosom berdasarkan posisi sentromer (Eldridge 1985).


Letak sentromer pada kromosom membedakan jenis kromosom.
Berdasarkan letak sentromer, kromosom dibedakan menjadi:

a. Telosentrik : sentromer terletak di ujung kromosom sehingga kromosom


hanya memiliki sebuah lengan dan berbentuk seperti huruf I. Kromosom
manusia tidak ada yang berbentuk telosentrik.
b. Akrosentrik : sentromer terletak di dekat ujung kromosom. Satu lengan
kromosom sangat panjang, sedangkan lengan lainnya sangat pendek.
c. Submetasentrik : sentromer terletak di submedian (ke arah salah satu ujung
kromosom) dan membagi lengan kromosom menjadi dua lengan yang
tidak sama panjang. Satu lengan panjang dan satu lengan pendek, seperti
huruf L.
d. Metasentrik : sentromer terletak di tengah, membagi lengan kromosom
menjadi dua lengan yang hampir sama panjang seperti huruf V.

Gambar 7. Perbedaan jenis-jenis bentuk kromosom


Dari panjang dan posisi sentromer dapat dihitung berupa nilai dari
kromosom tersebut, yaitu indek sentromer (centromer index), rasio lengan
(arm ratio) dan panjang relatif kromosom (relative length) (McGregor &
Varley 1983).
14

Gambar 8. Klasifikasi Kromosom berdasarkan posisi sentromer


Sumber: McGregor dan Valley (1983)
Penentuan tipe kromosom berdasarkan nilai selang indek
sentromer seperti terlihat pada tabel di atas. Indek sentromer didefinisikan
sebagai rasio dari lengan yang lebih pendek dengan panjang total
kromosom (McGregor & Varley 1983).

2.4.3 Macam-Macam Kromosom pada Ikan

Gambar 9. Macam-macam kromosom pada ikan


Jumlah kromosom dalam satu set tiap spesies pada keadaan normal
adalah tetap. Walaupun jumlah kromosom satu spesies biasa sama dengan
spesies lain, tetapi berbeda dalam bentuk, ukuran dan komposisi gen-
gennya (Elrod 2007). Makin jauh hubungan kekerabatan suatu organisme,
makin besar kemungkinan perbedaan jumlah, bentuk dan susunan
kromosomnya. Hasil penelitian menyatakan bahwa kromosom ikan nila
merah berjumlah 44 buah (Prawirohartono et al 1988).
Karyotipe adalah gambaran lengkap dari kromosom pada metafase
dari suatu sel yang disusun secara teratur dan merupakan pasangan-
pasangan dari sel diploid yang normal (Elridge, 1985). Pada sebagian
besar hewan, semakin dekat kedudukan taksonominya semakin banyak
persamaan bentuk, ukuran dan jumlah kromosomnya. Kesamaan jumlah
kromosom mungkin saja terdapat pada dua spesies yang berbeda dalam
15

satu genus yang sama, tetapi ukuran, bentuk, dan susunannya (karyotipe)
masing-masing spesies akan terlihat berbeda. Karyotipe ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi genetik hasil hibrid dan
membandingkan spesies yang berbeda, sitogenetik yang meliputi
sistematika, multagenesis (Kligerman dan Bloom 1977), evolusi,
pengelolaan stok ikan dan pencemaran lingkungan (Chourrout dan Happe
1986), penyebab terjadinya penyakit, identifikasi spesies, mutase
kromosom, identifikasi hybrid dari persilangan, penentuan jenis kelamin
dan identifikasi ploidy suatu organisme (Carman 1990)

Gambar 10. Jumlah kromosom beberapa ikan diploid genus Oreochromis


Pengetahuan jumlah kromosom dan mekanisme penentuan seks
dapat menjadi informasi dasar yang penting dalam budidaya tilapia
monoseks hasil hybrid dan pengubahan jenis kelamin. Hal tersebut juga
penting dalam menyeleksi genotipe jantan dan betina untuk dapat
menyilangkan antara betina/jantan yang berfenotipe homogamet (hasil
pengubahan kelamin) dengan jantan/betina homogamet normal untuk
menghasilkan turunan semua jantan atau semua betina (Stansfield et al
2006).

Gambar 11. Mekanisme penentuan jenis kelamin tilapia


Jenis kelamin tilapia mungkin dikontrol oleh gen-gen yang terdapat
dalam kromosom seks dengan pola XX,XY untuk beberapa spesies dan
pola WY,YY untuk spesies-spesies yang lain. Dengan pola seperti itu rasio
seks dalam pemisahan kelamin adalah 1:1. Jenis kelamin mungkin juga
16

dikontrolkan oleh gen yang tidak terletak pada kromosom seks yang
dikenal dengan poligen.
Morfologi dan jumlah yang lengkap dari kromosom mudah diamati
sewaktu metafase. Saat itu kromosom berada dalam keadaan kondensasi
maksimum dan mudah diwarnai. Kromosom yang diamati dapat berasal
dari beberapa sumber sel. Masing - masing sumber memiliki kelebihan
dan kekurangan. Insang, sirip, epitel sisik dan epitel insang kurang baik
untuk digunakan karena jaringan ini biasanya sedikit sekali sel yang
membelah. Ginjal merupakan jaringan yang baik untuk digunakan dalam
pembuatan preparat kromosom karena sel-selnya aktif membelah. Hal ini
berkaitan dengan fungsinya sebagai pusat pembentukan sel darah merah
atau selnya sering mengalami kerusakan. Sel darah putih yang dikultur (in
vitro) merupakan salah satu sumber untuk mendapatkan kromosom dengan
sebaran metafase yang tinggi. Disamping itu cara ini dilakukan tanpa
membunuh organisme yang diambil darahnya (Purdom, C. E1993).
Menurut Douglas dan Dell’Orco (1994) beberapa hal yang
berkaitan dengan keberhasilan kultur darah adalah kebersihan dan
kesterilan alat, media preparasi dan fasilitas penyimpangan, ruangan untuk
kultur sel, serta perlengkapan lain yang berhubungan dengan kultur.
Beberapa hal tersebut sangat mempengaruhi ada atau tidaknya
kontaminan. Kontaminan dapat juga berasal dari jaringan/sel yang
digunakan. Kontaminan dalam serum sapi umumnya lebih sulit dideteksi
karena frekuensi kontaminannya rendah (1% atau kurang) dan karena
rendahnya konsentrasi kontaminan,yakni 1-10 organisme tiap ml atau
kurang. Kontaminan yang sering ditemukan dalam kultur adalah bakteri,
mikroplasma, jamur, virus atau sel lain.
Teknik pembuatan preparat kromosom yang telah dikenal yaitu
dengan dua cara:
a. Pembuatan preparat kromosom langsung dari sel-sel organ yang diambil
dari tubuh ikan
b. Melakukan kultur jaringan atau kultur sel
17

Teknik yang pertama ini relative lebih murah dan mudah


dibandingkan dengan Teknik kedua, namun pada Teknik kedua kromosom
pada tahap metaphase lebih mudah diperoleh. Langkah-langkah dalam
pengamatan karyotipe (kromosom) menurut Cook (1978) adalah:

a. Perlakuan pendahuluan dengan menggunakan kolkisin


b. Perlakuan dengan larutan hipotonik
c. Fiksasi jaringan
d. Pewarnaan
e. Pengamatan mikroskopis.

Kromosom yang diamati sebaiknya berasal dari jaringan atau sel yang
aktif membelah, contohnya ginjal.
2.4.4 Kemungkinan Perubahan letak gen
a. Kromosom Homolog

Gambar 12. Kromosom Homolog

Kromosom homolog adalah pasangan kromosom yang berasal dari


masing-masing orangtua. Dalam hal struktur, mereka memiliki panjang
dan jumlah gen yang sama, pola pita, lokasi gen, serta lokasi sentromer.

b. Pindah silang/Crossing Over

Gambar 13. Crossing over


18

Pindah silang (crossing over) adalah peristiwa pertukaran segmen


kromatid yang bukan saudaranya (non-sister chromatids) dari sepasang
kromosom homolog. Peristiwa pindah silang terjadi saat pembelahan
meiosis I, yaitu pada akhir profase I atau awal metafase I. Pada saat itu,
satu buah kromatid akan membelah menjadi dua. Peristiwa pindah silang
umumnya terjadi pada organisme seperti manusia, tumbuhan, dan juga
hewan (Beaumont, A. R ).
Peristiwa pindah silang akan menghasilkan keturunan dengan sifat
yang baru. Hal ini disebabkan karena adanya rekombinasi gen, yaitu
penggabungan dari sebagian gen induk jantan dengan sebagian gen induk
betina pada saat proses fertilisasi (pembuahan), sehingga menghasilkan
susunan pasangan gen yang berbeda dari gen-gen induknya.

c. Deletion

Gambar 14. Deletion

Penghapusan kromosom terjadi akibat penghapusan bagian-bagian


kromosom. Bergantung pada lokasi, ukuran, dan dari siapa penghapusan
tersebut diwarisi, ada beberapa variasi penghapusan kromosom yang
diketahui. Sindrom penghapusan kromosom biasanya melibatkan
penghapusan yang lebih besar yang terlihat menggunakan teknik kariotipe.
Penghapusan yang lebih kecil mengakibatkan sindrom Microdeletion yang
dideteksi menggunakan fluoresensi in situ hybridization (FISH).

d. Inversion (tidak melibatkan sentromer)


19

Gambar 15. Inversion

Pengaturan ulang kromosom di mana segmen kromosom dibalik


dari ujung ke ujung. Inversi terjadi ketika satu kromosom mengalami
kerusakan dan pengaturan ulang di dalam dirinya sendiri. Inversi terdiri
dari dua jenis: paracentric dan pericentric.

e. Duplication and Defeciency

Gambar 16. Duplication and Defeciency

Defisiensi adalah penghilangan satu atau lebih segmen gen pada


kromosom. Penghilangan dapat terjadi pada segmen panjang lengan
kromosom seperti yang dilaporkan pada tanaman gandum. Tergantung
pada gen dan tingkat ploidi, defisiensi dapat menyebabkan kematian,
separuh kematian, atau menurunkan viabilitas (Rustidja 1991).

f. Translocation
20

Gambar 17. Translocation

Translokasi terjadi apabila dua benang kromosom patah setelah


terkena energi radiasi, kemudian patahan benang kromosom bergabung
kembali dengan cara baru. Patahan kromosom yang satu berpindah atau
bertukar pada kromosom yang lain sehingga terbentuk kromosom baru yang
berbeda dengan kromosom aslinya. Translokasi dapat terjadi baik di dalam
satu kromosom (intrachromosome) maupun antar kromosom
(interchromosome). Translokasi sering mengarah pada ketidakseimbangan
gamet sehingga dapat menyebabkan kemandulan (sterility) karena
terbentuknya chromatids dengan duplikasi dan penghapusan (Beaumont, A.
R).

Tiga contoh perbedaan jumlah kromosom ikan gabus:

Gambar 18. Kromosom ikan gabus dari rawa dataran rendah (A)2n=42, (B)
2n=40 dan (C) 2n=40 (perbesaran 1000x)

Gambar 19. Kromosom ikan gabus dari rawa dataran tinggi (A) 2n=40, (B)
2n=40, dan (C) 2n=40 (perbesaran 1000x)
21

Gambar 20. Kromosom ikan gabus dari rawa pasang surut (A) 2n=40, (B) 2n=40,
dan (C) 2n=40 (perbesaran 1000x)

2.4 Masa Pengeraman

Gambar 21. Daur hidup ikan

Lama masa pengeraman ikan tidak sama bergantung kepada


species ikanya dan beberapa faktor luar. Setelah spermatozoa melebur
dengan telur, protoplasma akan mengalir ke tempat spermatozoa masuk
dan membentuk keping sitoplasma kemudian akan diikuti dengan
pembelahan sel. Saat telur setelah dibuahi sampai menetas dimana selama
waktu tersebut didalam telur terjadi proses-proses embriologi (Westra
1994).
22

Semakin  aktif  embrio  bergerak  akan  semakin  cepat  penetasan 


terjadi. Aktifitas embrio dan pembentukan chorionase dipengaruhi oleh
faktor dalam dan luar. Faktor dalam antara lain hormon dan volume
kuning telur. Hormon tersebut adalah hormon yang dihasilkan kelenjar
hipofisa dan tiroid sebagai hormone metamorfosa, sedang volume kuning
telur berhubungan dengan energi perkembangan embrio. Sedangkan factor
luar yang berpengaruh adallah suhu, oksigen, Ph, salinitas dan intensitas
cahaya.
Proses  penetasan  umumnya  berlangsung  lebih  cepat  pada 
suhu  yang lebih tinggi karena pada suhu yang tinggi proses metabolisme
berjalan lebih cepat sehingga  perkembangan  embrio juga akan lebih cepat
yang berakibat lanjut pada pergerakan embrio dalam cangkang yang lebih
intensif. Namun suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat
menghambat proses penetasan.
Masa  inkubasi  telur  ikan  sangat  bervariasi  menurut  spesies 
ikan.  Menurut Zonneveld et al, (1991) Waktu yang diperlukan dinyatakan
dalam ” derajathari” atau derajat-jam” misalnya 3 hari pada 25◦C = 75
derajat-hari atau 36jam pada 30◦C = 112 derajat jam. Jumlah derajat
jam/hari bergantung pada suhu inkubasi. Jumlah derajat hari/jam yang
diperlukan untuk pertumbuhan embrionik umumnya menurun dengan
naiknya suhu dalam kisaran yang ditolerir oleh spesies. Kepekaan telur
selama proses inkubasi sangat bervariasi. Kelarutan oksigen didalam air
juga akan mempengaruhi proses penetasan (Mukti, A. T 1999).
Oksigen  dapat  mempengaruhi  jumlah  elemen-elemen  meristik 
embrio. Kebutuhan oksigen optimum untuk setiap ikan berbeda tergantung
jenisnya. Zonneveld et al, (1991) mengatakan selama inkubasi, suplai
oksigen dan oleh karenanya kecepatan aliran air sangat penting.
Faktor  cahaya  yang  kuat  dapat  menyebabkan  laju  penetasan 
yang  cepat, kematian dan pertumbuhan embrio yang jelek serta figmentasi
yang banyak yang berakibat pada terganggunya proses penetasan. Derajat
23

keasaman (Ph) juga mempengaruhi proses penetasan pH kerja enzim


chorionase dan pH 7,1-9,6 enzim ini akan bekerja secara optimum.

Gambar 22. Daur hidup/reproduksi ikan

2.6 Masa Larva

Gambar 23. Bagian tubuh larva ikan

Fase  larva  memiliki  perkembangan  anatomi  dan  morfologi 


yang  lebih cepat  dibandingkan  dengan  ikan  yang  lebih  dewasa. 
Sebagian  besar perkembangan larva ikan yang baru menetas adalah mulut
belum terbuka, cadangan kuning telur dan butiran minyak masih sempurna
24

dan larva yang baru menetas bersifat pasif (Aliah, R.S., Kusmiyati, &
Yaniharto, D 2010).
Hari ke dua mulut mulai terbuka. Selanjutnya memasuki hari ke
tiga, larva ikan mulai mencari makan, pada saat tersebut cadangan kuning
telurnya pun telah menipis yaitu tinggal 25 – 30 % dari volume awal.
Telur ikan yang baru menetas dinamakan larva, tubuhnya belum sempurna
baik organ luar maupun organ dalamnya. Larva akan terus berkembang
untuk menyempurnakan bentuk dan fungsi dari masing-masing organ.
Perkembangan larva secara garis besar dapat dibagi menjadi dua:
a. Prolarva,  larva  yang  masih  memiliki  kuning  telur,  tubuhnya 
transparent dengan beberpa butir pigmen yang fungsinya belum diketahui.
Sirip dada dan ekor sudah ada tetapi bentuknya belum sempurna.
Kebanyakan prolarva yang baru keluar dari cangkangnya tidak memiliki
sirip perut yang nyata melainkan berupa tonjolan saja. Mulut dan rahang
belum berkembang dan ususnya masih merupakan tabung yang lurus.
Sistem pernafasan dan peredaran darah belum sempurna. Makanan
diperoleh dari cadangan kuning telur yang belum habis diserap.
Pergerakan larva ikan yang baru menetas relative sedikit, sehingga masih
mudah terbawa arus. Perkembangan prolarva sangat cepat sehingga
morfologi dan proporsi bagian tubuhnya cepat berubah.

Gambar 24. Macam macam ukuran kuning telur ikan fase prolarva , 1 larva ikan
mas, 2 larva ikan gurame, 3 larva ikan arwana

b. Post  larva,  masa  larva  dari  hilangnya  cadangan  kuning  telur  hingga
terbentuknya  organ-organ baru atau selesainya tahap penyempurnaan
bentuk dan fungsi organ. Sehingga post larva telah dapat bergerak lebih
25

aktif untuk memenuhi kebutuhannya dalam mencari makanan, meskipun


pergerakannya masih terbatas. Pada ikan mas post larva biasa dikenal
dengan sebutan local kebul. Post larva masih mengandalkan pakan alami
untuk memenuhi kebutuhannya (Sembiring APV 2011).

Perpindahan  tahap  prolarva  menjadi  post  larva  merupakan 


masa  kritis bagi perkembangan larva, hal ini disebabkan karena adanya
perpindahan atau masa transisi habisnya kuning telur. Pada masa prolarva
makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan perkembangan tubuh
diperoleh dari cadangan kuning telur melalui proses absorbs dalam tuubuh
(indogenous feeding), setelah kuning telur habis terserap maka larva sudah
harus mulai mencari makanan dari luar tubuhnya (eksogenous feeding).
Pada masa transisi inilah terjadi proses katabolisme berupa
penghisapan kembali jaringan tubuh yang sudah terbentuk bertepatan
dengan pergerakan larva. Ketika kuning telur hampir habis diserap,
larva mulai beradaptasi dengan mengambil makanan dari luar
tubuhnya.
Masa perpindahan  inilah  yang  menjadi  masa  kritis  bagi  larva, 
karena ketersediaan  pakan  alami  dalam  media  hidupnya  sangat 
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup larva dalam mempertahankan
hidupnya. Saluran pencernaan larva ikan umur dua hari berbentuk tabung
lurus, belum ditemukan rongga pada saluran pencernaan. Ketika
larva/benih umur 4 hari, saluran pencernaan mulai berlekuk sedikit. Pada
umur 4 hari pada benih umur 10 hari saluran pencernaan semakin
melengkung sampai ke anus dan hati sudah lengkap.
Benih  umur  12  hari  rongga  saluran  pencernaan dan  vili 
(lekukan) semakin  tinggi,  usus  depan  sudah  berdiferensiasi  menjadi 
lambung. Diantara  lambung  dan  usus  terdapat  penyempitan  saluran 
pencernaan  (pylorus/katup)  dan  di  belakangnya  terdapat  rongga 
saluran-  saluran pencernaan yang biasanya menggelembung.
Aktivitas enzim protease di dalam saluran pencernaan meningkat
dengan bertambahnya umur benih dan menncapai puncaknya pada umur
26

17 hari. Peningkatan aktivitas protease disebabkan oleh meningkatnya luas


permukaan usus dalam penambahan lekukan (vili) bagian dalam usus dan
bertambah panjangnya usus yang menyebabkan meningkatnya jumlah sel
penghasil enzim.
Setelah berumur sehari, larva akan berkembang dan membentuk
pasangan pasangan alat sensor pada badannya yang disebut “cupulae”
yang seperti rambut-rambut pendek. Dengan terbentuknya alat ini
biasanya larva menjadi sensitive dari pengaruh luar. Cupulae ini akan tidak
Nampak atau hilang setelah larva berumur 2 hari. Menjelang hari ke 2
akan terbentuk pigmentasi pada mata kemudian dibarengi dengan
terbukanya mulut (Anggoro LY 2009).
Pada periode ini merupakan masa masa kritis. Pada D-3 umumnya
larva mulai menampakkan sirip-sirip dada dan saluran pencernaannya
mulai berkembang. Setelah larva berumur sekitar satu minggu, duri
punggung mulai berkembang dan pigmentasi di seluruh badan mulai
tampak. Untuk selanjutnya, larva akan berkembang terus hingga sampai
mengalami metamorphosis yaitu perubahan menuju bentuk ikan lengkap
kira-kira berumue satu bulan.
Pada umur itu, semua organ sudah terbentuk dengan sempurna.
Setiap jenis larva ikan mempunyai perbedaan perkembangan morfologi.

Gambar 25. Larva dan kuning telur ikan

Sebagaian besar perkembangan morfologis larva ikan yang baru


menetas adalah mulut belum terbuka, cadangan kuning telur dan butiran
27

minyak masih sempurna dan larva yang baru menetas bersifat pasif. Hari
ke dua mulut mulai terbuka. Selanjutnya benih mulai berusaha.
Selanjutnya memasuki hari ke tiga, larva ikan mulai mencari
makan, pada saat tersebuut cadangan kuning telurnya pun telah menipis
yaitu tinggal 25-30% dari volume awal. Sirip dada mulai terbentuk sejak
benih baru menetas meskipun belum memiliki jari-jari.
Pada hari kedua bakal sirip punggung, sirip lemak dan sirip ekor
masih menyatu dengan sirip dubur. Jari-jari sirip dubur muncul pada hari
ke lima dan lengkap pada hari ke 10 pigmen mata baru menetas sudah
berbentuk dan hari ke dua mata telah berfungsi. Insang pada hari ke sudah
terbentuk dan berkembang sesuai umur larva. Pada umur 10 hari insang
sudah mulai berfungsi.

Kuning telur ikan patin, mas, lele, baung dan sebagainya habis
terserap pada hari ke 3. Sedangkan ikan nila, gurami, bawal kuning
telurnya terserap setelah umur 4 hari. Perbedaan kecepatan penyerapan
kuning telur ini terjad karena ukuran kuning telur yang berbeda dan
pengaruh factor lingkungan terutama suhu dan kandungan oksigen terlarut.
Penyerapan kuning telur berlansung secara eksponensial. Penyerapan
lambat menjelang kuning telur habis diduga disebabkan oleh berkurangnya
luas permukaan sejalan dengan penyusutan kantung kuning telur dan
perubahan komposisi kuning telur (Ardimas YAY 2012).
28

Gambar 26. Perkembangan larva

Gambar 27. Perkembangan larva ikan kerapu

Perkembangan larva normal dimulai dengan terbentuknya bitnik


hitam pada tubuhnya pada D-3. Setelah kuning telur habis terserap,
gelembung minyak dan pakan dari luar digunakan sebagai sumber energi
untuk memaksimalkan pertumbuhan. Umur D-3 larva sudah terbentuk dua
pasang mata, saluran pencernaan sudah terbentuk pada larva umur 2 hari
dan terlihat jelas pada umur 3 hari. Spina mulai tumbuh pada D-7.

Gambar 28. Larva ikan kerapu hibrida antara ikan kerapu macan dengan ikan
kerapu kertang.
29

2.7 Bedah Jurnal


◂ Judul Jurnal : Studi Awal Perkembangan Larva Oryzias Javanicus Di
Indonesia
◂ Author : Rachma Puspitasari dan Suratno
◂ Tahun : 2017
◂ Penerbit : Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI
◂ Abstrak : Java medaka Oryzias javanicus berpotensi dikembangkan
sebagai biota uji yang mewakili wilayah pesisir karena memiliki kemampuan
adaptasi yang tinggi di lingkungan tawar, payau dan laut. Pemanfaatan ikan ini
sebagai biota uji menghadapi beberapa kendala seperti kurangnya jumlah biota
uji dengan ukuran atau umur yang seragam. Pemenuhan jumlah biota ini hanya
dapat dicapai apabila biota uji tersebut sudah dibudidayakan secara khusus di
laboratorium. Penelitian ini merupakan tahap awal yang bertujuan mencari
informasi mengenai salinitas yang cocok untuk pemijahan dan penetasan telur
O. javanicus. Parameter yang diamati adalah salinitas yang cocok untuk
bertelur di 0 dan 20 ppt, lamanya perkembangan larva pada salinitas 0, 15, dan
30 ppt dan fase perkembangan larva ikan pada salinitas 0 ppt. Hasil
menunjukkan bahwa ikan mampu bertelur di 0 dan 20 ppt. Lama penetasan
telur terjadi dalam 9 hari pada salinitas 30 ppt, lebih cepat daripada di air tawar
dan 15 ppt Secara umum, O. javanicus bertelur baik di air tawar atau air laut,
tetapi ada perbedaan dalam perilaku ikan dalam peletakan telur. Induk ikan
akan tetap membawa telurnya di bagian abdomen pada habitat air tawar,
sedangkan induk yang menetas di salinitas 20 ppt cenderung melepaskan
telurnya. O. javanicus terbukti mampu hidup dan bertelur pada air tawar dan
air laut. Pemilihan salinitas pemeliharaan ikan disesuaikan dengan kebutuhan
pengujian pada fase telur, pascalarva atau dewasa. Secara umum, pemijahan
induk lebih mudah dan lebih cepat dilakukan di air tawar sedangkan penetasan
telur berlangsung lebih cepat di lingkungan bersalinitas tinggi.

◂ Pembahasan
30

Pembelahan 2 sel Fase 4 sel

Fase 8 sel Fase morula

Perkembangan embryonic body pada fase gastrula akhir dan lensa mata

Organogenesis pada larva ikan Telur ikan yang siap menetas.

Larva ikan yang telah menetas setelah 11 hari pada kondisi air tawar.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu O. javanicus terbukti mampu hidup


dan bertelur pada air tawar dan air laut. Pemilihan salinitas pemeliharaan ikan
31

disesuaikan dengan kebutuhan pengujian pada fase telur, pascalarva atau


dewasa. Secara umum pemijahan induk lebih mudah dan lebih cepat dilakukan
di air tawar sedangkan penetasan telur berlangsung lebih cepat di lingkungan
bersalinitas tinggi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perkembangan awal daur hidup ikan merupakan bagian paling penting
bagi keberadaan dari suatu populasi ikan yang sangat peka terhadap perubahan
lingkungan yang ada. Dalam perkembangannya, telur – larva – juvenil – ikan
(rehtyoplankton) sangat dibatasi oleh beberapa faktor lingkungan. Telur
merupakan awal bagi mahkluk hidup. Bagian telur ikan umumnya disusun oleh
chorion, pervitelline space, plasma membrane, yolk, cortical cytoplasma,
micropyle.
Awal perkembangan embrio dimulai saat terjadinya pembuahan atau
fertilisasi dimana sel ovum dimasuki sel spermatozoa. Faktor yang mempenagruhi
perkembangan diantara suhu, pH, Gas-gas yang terlarut dalam air, dan Saliinitas.
Macam macam telur ikan dintaranya berdasarkan jumlah kuning telurnya
(Oligolecithal, Telolecithal , Macrolecithal), berdasarkan berat jenisnya (Non
Bouyant, Semi Bouyant, Terapung), berdasarkan lingkungan induknya (Telur
terapung, Telur tenggelam di dasar, Telur adhesive), berdasarkan kualitas kulit
luarnya (Non Adhesive, Adhesive, Bertangkai, Berenang).
Lama masa pengeraman ikan tidak sama, bergantung kepada spesies
ikannya dan beberappa faktor luar. Fase larva memiliki perkembangan anatomi
dan morfologi yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang lebih
dewasa. Sebagian besar perkembangan larva ikan yang baru menetas adalah
mulut belum terbuka, cadangan kuning telur dan butiran minyak masih sempurna
dan larva yang baru menetas bersifat pasif.

3.2 Saran
Penulis berharap agar pembaca dapat memahami serta membaca materi ini
dengan baik, juga dapat mencari data-data lainnya mengenai Awal Daur Hidup

31
32

Ikan lebih lengkap lagi melalui berbagai media lain seperti jurnal serta karya tulis
ilmiah lainnya.
32

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Rosana dan Sjafaraenan. 2013. Penuntun Praktikum Genetika. Universitas


Hasanuddin. Makassar.

Aliah, R.S., Kusmiyati, & Yaniharto, D. 2010. Pemanfaatan copepoda Oithona sp.
sebagai pakan hidup larva ikan kerapu. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia, 12(1), 45-52.

Anggoro LY. 2009. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Gurame
Osphronemus gouramy LAC. yang Dipelihara dalam Akuarium dengan
Lama Pencahayaan Berbeda. Skripsi S1 (tidak dipublikasikan). Institut
Pertanian Bogor. Bogor

Ardimas YAY. 2012. Pengaruh Gradien Suhu Media Pemeliharaan Terhadap


Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok (Anabas
testudineus BLOCH). Skripsi S1 (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian
Bogor, Bogor

Beaumont, A. R. 1994. Genetics and Evolution of Aquatic Organisme. Chapman


and hall. London. P. 467-485.

Effendi, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka nusantara. Yogyakarta.

Eldridge, F. E. 1985. Cytogenic of Eldridge, F. E. 1985. Cytogenic of livestocks


livestocks. Te Avi Publishing Company, Inc.America. Te Avi Publishing
Company, Inc.America. 298p

Elrod, Susan., Stansfield, William. 2007. Genetika. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Harder. 1975. Tingkat Kematangan Gonad pada Ikan. Penebar Swadaya.


Yogyakarta.

Juwono., Zulfa, Achmad. 2000. Biologi Sel. Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Semarang.
33

Mader, Silvia. 1995.  Biologi. Penerbit Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala
Lumpur.

Mukti, A. T. 1999. Buku Penuntun Praktikum Genetika Ikan. Universitas


Brawijaya, Malang.

Minglan Guo, Wang Shifeng, at al. 2014. Molecular Cytogenetic Analyses of


Epinephelus moara (Perciformes, Epinephelidae). PeerJ.

Nagahama. 1983. Proses Perkembangan Embrio. Penebar Swadaya. Yogyakarta.

Rohadi, D.S. 1996. Pengaruh Berbagai Waktu Awal Kejutan Panas Terhadap
Persentase Larva Diploid Mitoandrogenetik Ikan Mas (Cyprinus carpio L).
Universitas Padjadjaran. Bandung.

Prawirohartono, 1988.  Biologi Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Purdom, C. E. 1993. Genetics and Fish Breeding. Chapman dan hall, London Fish
and Fisheries Series 8.

Rustidja. 1991. Aplikasi Manipulasi Kromosom Pada Program Pembenihan Ikan.


Makalah dalam Konggres Ilmu Pengetahuan

Sembiring APV. 2011. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok
(Anabas testudineus) Pada pH 4, 5, 6 dan 7. Skripsi S1 (Tidak
dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor, Bogor.nasional V, Jakarta. 23
hal.

Stansfield. W. D. 1991. Genetika. Erlangga. Jakarta

Stansfield, W., dkk. 2006. Biologi Molekuler dan Sel. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Suryo. 1994. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Suryo. 2013. Genetika untuk Strata 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University press.

Westra. 1994. Dasar-dasar Genetika Ikan dan Pengembangbiakan. UNAIR Press.


Surabaya.

Yatim, Rahardi. 1994. Biologi Modern : Histologi. Tarsito. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai