Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH BIOLOGI PERIKANAN

AWAL DAUR HIDUP IKAN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi Perikanan

Disusun oleh:
Kelompok 6
Qozza Khalisha Al Ayyubi 230110230059

Diani Rizka Aufa 230110230061

Prestasita Stelladevi 230110230066

Wulan Audiliya 230110230076

Andre Putra Zhanthesta 230110230080

Muthia Hanifah 230110230106

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2024
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah
memberikan kesehatan dan kemudahannya sehingga kami mampu menyelesaikan
makalah kelompok tepat pada waktu yang sudah ditentukan dengan Judul “Awal
Daur Hidup Ikan” untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Perikanan angkatan 2023 Universitas
Padjadjaran.
Tidak lupa, tim penyusun kelompok 6 ingin mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Dr. Ir. Ayi Yustiati, M.Sc. dan Bapak Irfan Zidni, S.Pi., MP., Ph.D.
selaku dosen mata kuliah biologi perikanan yang sudah membantu kami dalam
proses penggarapannya.
Kami juga menyadari bahwa karena keterbatasan kami, makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, segala masukan berupa kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami hargai supaya kami bisa lebih baik lagi di
masa yang akan datang.

Jatinangor, 4 Maret 2024

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Telur Ikan dan Bagiannya ........................................................................ 3
2.2 Pembuahan ............................................................................................... 5
2.3 Macam-Macam Telur Ikan ....................................................................... 6
2.4. Faktor-Faktor Genetis ............................................................................ 11
2.5. Masa Pengeraman .................................................................................. 12
2.6. Masa Larva ............................................................................................. 15
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 17
3.1 Kesimpulan............................................................................................ 17
3.2 Saran ...................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Bagian telur Fundulus heteroclitus sebelum dibuahi (Nelsen 1953) ..... 4
Gambar 2 Bagian telur Fundulus heteroclitus dengan ruang perivitelline (Nelsen
1953) ....................................................................................................................... 4
Gambar 3. Macam-macam telur ikan pelagis dari Laut Jawa dan Selat Malaka
(Delsman 1929) ....................................................................................................... 7
Gambar 4 . Perilaku Beberapa Jenis Ikan Dalam Menjaga Telurnya (Panjaitan dan
Saputra 2021) ........................................................................................................ 13

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar masa pengeraman pada beberapa spesies ikan ............................ 14

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Awal daur hidup ikan merupakan salah satu hal yang penting untuk
dipelajari dalam perkembangan hidup ikan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
faktor-faktor yang mempengaruhi hidup ikan pada proses ini. Pada
perkembangan awal hidup, ikan sangat peka terhadap lingkungan sekitar.
Terlebih lagi pada awal perkembangannya, ikan mengalami beberapa tahap
hingga akhirnya menjadi ikan dewasa. Pada proses ini, terdapat perubahan-
perubahan yang mengakibatkan adanya tahap adaptasi baru yang juga
menentukan berhasil atau tidaknya hidup ikan.
Mortalitas atau tingkat kematian dalam sebuah populasi merupakan salah
satu kendala pada awal perkembangan hidup ikan. Menurut Effendie (1997)
masa kritis dalam daur hidup ikan terdapat dalam tahap larva karena banyak
faktor yang menyebabkan mortalitas alami. Mortalitas yang terjadi pada ikan
dapat mempengaruhi populasi dari ikan tersebut. Untuk mengurangi tingkat
kematian dari ikan tersebut, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang menjadi
penyebab mortalitas tersebut. Dengan demikian, ikan tetap dapat bertahan
hidup meskipun sedang dalam keadaan adaptasi karena perubahan-perubahan
yang ada.
Mengingat betapa pentingnya awal daur hidup ikan bagi perkembangan
hidup ikan, maka perlu adanya perhatian terhadap ikan pada fase-fase ini. Untuk
mengetahui apa yang harus dilakukan, penting untuk mempelajari terlebih
dahulu awal daur hidup ikan sehingga perhatian yang diberikan dapat tepat.
Selain itu, dengan mempelajari awal daur hidup ikan, kita dapat mengetahui
faktor-faktor yang dapat memengaruhi hidup ikan khususnya untuk mencegah
mortalitas yang tinggi.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dibahas yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimana telur ikan dengan bagian-bagiannya?

1
2

2. Bagaimana proses pembuahan pada ikan?


3. Bagaimana macam-macam telur ikan?
4. Bagaimana faktor-faktor genetis pada ikan?
5. Bagaimana proses yang terjadi pada masa pengeraman?
6. Bagiamana proses yang terjadi pada masa larva?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan ini yaitu sebagai berikut.
1. Mengetahui telur ikan dengan bagian-bagiannya
2. Mengetahui proses pembuahan pada ikan
3. Mengetahui macam-macam telur ikan
4. Mengetahui faktor-faktor genetis pada ikan
5. Mengetahui masa pengeraman pada Ikan
6. Mengetahui masa larva pada ikan

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembahasan ini yaitu sebagai berikut.
1. Menambah wawasan tentang awal daur hidup pada ikan
2. Menjadi dasar pengetahuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi perkembangan hidup ikan
3. Menjadi dasar pengetahuan sebelum melakukan budidaya
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Telur Ikan dan Bagiannya


Telur dari hewan yang bertulang belakang, secara umum dapat dibedakan
berdasarkan jumlah deutoplasma (kuning telur dan sebagainya) dalam
sitoplasma yaitu (Nelsen 1953):
a) Telur homolecithal (isolecithal). Golongan telur ini hanya terdapat pada
mamalia. Jumlah kuning telurnya hanya sedikit terutama dalam bentuk
butir-butir lemak dan kuning telur yang terbesar di dalam sitoplasma.
b) Telur telolecithal. Golongan telur ini terdapat sejumlah kuning telur yang
berkumpul pada salah satu kutubnya. Ikan gonoid mempunyai telur yang
macamnya sama dengan telur amphibia yang tidak berkaki (Gymnophiona)
dimana jumlah kuning telurnya relatif banyak dan berkumpul pada salah
satu kutubnya. Golongan telur tersebut dinamakan mesolecithal (Romer
1955). Ikan tergolong hewan yang mempunyai jenis telur tersebut.
Telur ikan Teleostei dan Elasmobranchia deutoplasmanya massif.
Protoplasma dari telur Teleostei dan Elasmobranchia akan mengambil bagian
pada beberapa pembelahan pertama. Jumlahnya sedikit. Kuning telur tidak turut
dalam proses-proses pembelahan, sedangkan perkembangan embrionya
terbatas pada sitoplasma yang terdapat pada kutub anima.
Telur ikan ovipar yang belum dibuahi bagian luarnya dilapisi oleh selaput
yang dinamakan selaput kapsul atau chorion. Pada chorion ini terdapat sebuah
mikropil yaitu suatu lubang kecil tempat masuknya sperma ke dalam telur pada
waktu terjadi pembuahan. Di bawah chorion terdapat selaput yang kedua
dinamakan selaput vitelline. Selaput yang ketiga mengelilingi plasma telur
dinamakan selaput plasma. Ketiga selaput ini semuanya menempel satu sama
lain dan tidak ada ruang diantaranya. Bagian telur yang terdapat sitoplasma
biasanya berkumpul di sebelah telur bagian atas yang dinamakan kutub anima,
sedangkan bagian kutub yang berlawanan terdapat banyak kuning telur yang

3
4

dinamakan kutub vegetatif. Kuning telur pada ikan hampir mengisi seluruh
volume sel, kuning telur yang ada di bagian tengah keadaannya lebih pekat
daripada kuning telur yang ada pada bagian pinggir karena adanya sitoplasma
yang banyak terdapat di sekeliling inti telur.

Gambar 1 Bagian telur Fundulus heteroclitus sebelum dibuahi (Nelsen 1953)

Telur yang baru keluar dari tubuh induk dan bersentuhan dengan air akan
terjadi perubahan. Pertama, selaput chorion akan terlepas dengan selaput
vitelline dan membentuk ruang yang dinamakan ruang perivitelline. Air masuk
ke dalam telur yang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan osmosis dan
imbibisi protein yang terdapat pada permukaan kuning telur. Selaput vitelline
merupakan penghalang masuknya air jangan sampai merembes ke dalam telur.

Gambar 2 Bagian telur Fundulus heteroclitus dengan ruang perivitelline (Nelsen


1953)

Kedua, pengerasan selaput chorion. Waktu yang diperlukan untuk


pengerasan selaput chorion tidak sama bergantung pada ion kalsium
yang1terdapat dalam air. Menurut Hoar (1957) telur yang ditetaskan dalam air
5

yang mengandung 1 suling. Pengerasan chorion ini akan mencegah terjadinya


pembuahan polyspermi. Adanya ruang perivitelline di bawah chorion yang
mengeras, maka telur dapat bergerak lebih bebas selama dalam
perkembangannya, selain itu dapat juga mereduksi pengaruh gelombang
terhadap posisi embrio yang sedang berkembang.

2.2 Pembuahan
Fertilisasi (pembuahan) adalah proses penyatuan sperma dengan sel telur.
Ikan dapat dikategorikan menjadi dua jenis berdasarkan lokasi pembuahannya.
Pada tipe pertama, sebuah proses yang dikenal sebagai pembuahan eksternal
terjadi ketika sperma dan sel telur bergabung di luar tubuh ibu. Pada kelompok
kedua, pembuahan internal terjadi ketika sperma dan sel telur bergabung di
dalam tubuh ibu. Elasmobranchii dan sebagian kecil Teleostei (Anablepidae
dan Poecilidae) adalah contoh dari kelompok ini. Ikan menggunakan
gonopodium, myxopterygium, dan tenaculum, di antara organ ekstra lainnya,
selama sanggama untuk melakukan pembuahan internal. Keberhasilan
pembuahan didasarkan pada kualitas sperma yang digunakan dalam prosedur
tersebut (Lismawati et.al 2016).
Tubuh ikan melepaskan telur dan spermatozoa ke dalam air, di mana mereka
menjadi aktif. Spermatozoa yang sebelumnya tidak aktif sekarang akan
bergerak dengan mencambuk ekornya yang berbentuk cambuk. Spermatozoa
dirangsang untuk melakukan perjalanan oleh perbedaan tekanan osmotik antara
air sekitar dan cairan tubuh yang mengandung sperma. Karena ruang
perivitelline terbentuk di antara dua membran ketika air masuk melalui
mikropil, sel telur yang dilindungi oleh membran plasma, dilepaskan dari
membran vitelin (korion). Membran vitellin diregangkan, menyebabkan
mikropil berbentuk corong. Bagian bawah corong, yang mengarah ke dalam,
hanya cukup lebar untuk dilewati satu kepala spermatozoa.Inti sel telur yang
matang, yang sebelumnya langsung berada di depan mikropil, akan bergeser
karena kuning telur dan inti sel telur yang diselimuti oleh membran plasma
dapat bergerak lebih bebas karena ke celah perivitelin. Gymnogamon II
6

mengumpulkan dan menahan sel-sel jantan di permukaan sel telur, sedangkan


Gymnogamon I, atau fertilizin yang diproduksi oleh sel telur, menarik
spermatozoa untuk berjalan menuju sel telur. Saat pemijahan, jutaan
spermatozoa dilepaskan dan menempel pada sel telur, namun hanya satu yang
dapat masuk ke dalam sel telur melalui mikropil, yang berfungsi sebagai satu-
satunya jalan masuk bagi spermatozoa (Rahardjo et.al 2011).
Karena inti sel telur akan bergerak dan motilitas sperma itu sendiri sangat
terbatas, terjadi dalam waktu 1-2 menit, maka masuknya spermatozoa melalui
mikropil harus terjadi dengan sangat cepat. Sementara ekor spermatozoa
tertinggal di saluran mikrofil dan bertindak sebagai sumbat untuk menghentikan
masuknya sel sperma lain, kepala spermatozoa, yang berisi nukleus, menembus
mikrofil dan menyatu dengan nukleus sel telur. Sitoplasma sel telur adalah
tempat bercampurnya spermatozoa dan inti sel telur. Prosedur pembuahan
selesai ketika kedua pronukleus (inti) bersatu. Amphimixis adalah proses di
mana kromosom jantan dan betina bergabung. Untuk menghentikan
polispermia (masuknya beberapa sperma), mikrofil menutup setelah sperma
masuk dan korion mengeras. Dalam kasus spermatozoa lain yang menumpuk di
saluran mikrofil, beberapa mengklaim bahwa akan dilebur untuk memberi
makanan bagi sel. telur yang telah dibuahi (Zigot), sementara yang lain
menyatakan bahwa mereka diusir oleh respon korteks dan dibuang.
Spermatozoa yang terkait dengan korion juga harus dihilangkan karena akan
menghalangi metabolisme sigot dan proses pernapasan. Reaksi kortikal juga
memfasilitasi proses pelepasan atau pembuangan spermatozoa. Fase
perkembangan kehidupan awal meliputi tahapan pertumbuhan telur yang telah
dibuahi hingga menetas dan berkembang menjadi larva (Rahardjo et.al 2011).

2.3 Macam-Macam Telur Ikan


Telur-telur ikan di perairan bebas di Indonesia masih sangat sedikit diteliti.
Delsman (1921 – 1938) merupakan orang pertama yang melakukan penelitian
secara mendalam terhadap telur dan larva ikan pelagis di Laut Jawa. Namun
7

masih terbatas pada beberapa spesies saja yaitu Sebagian dari ikan-ikan
ekonomis penting yang terdapat di Laut Jawa.

Gambar 3. Macam-macam telur ikan pelagis dari Laut Jawa dan Selat Malaka (Delsman 1929)

Keterangan gambar:
1. Chirocentrus dorab 12. Dorosoma chacunda
2. Tidak dikenal 13. Chanos chanos
3. Clupea fimbriata 14. Pellona sp.
4. Stelophorus heterolobus 15. Cybium maculatum
5. Engraulis kammalensis 16. Echeneis naucrates
6. Stolephorus indicus 17. Saurida tumbil
7. Trichiurus sp. 18. Harpodon nehereus
8. Muraena sp. 19. Tetradon sp.
9. Decapterus (Caranx) kurra 20. Tidak dikenal
10. Hemirhampus sp. 21. Fistularia serrata
11. Caranx macrosoma
Tidak semua telur ikan mempunyai bentuk yang sama, umumnya suatu
spesies yang berada dalam satu genus mempunyai kemiripan atau mempunyai
perbedaan yang kecil. Di perairan didapatkan bermacam telur dan larva ikan
bercampur aduk dalam tingkat perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini
dikarenakan pola pemijahan ikan di Indonesia masih belum diketahui, sehingga
ada kemungkinan didapatkan ikan-ikan yang memijah dalam sepanjang tahun.
8

Dalam menggolongkan telur ikan terdapat beberapa macam tanda yang


dapat dipakai untuk membantu pengenalan lebih lanjut antara lain bentuk telur,
butir minyak, warna, keadaan permukaan butir kuning telur, dan sebagainya.
Sebagai contoh tanda-tanda yang terdapat pada telur ikan Parang-parang, dalam
keadaan hidup ukuran telur antara 1590 – 1670 µm, cangkang telur tidak licin,
ada sesuatu seperti jaring laba-laba.
Selain itu, terdapat beberapa sistem lain dalam pengelompokan telur
berdasarkan sifat-sifat yang lain yaitu:
1) Sistem pengelompokan telur ikan berdasarkan jumlah kuning telurnya :
a. Oligolecithal: telur dengan kuning telur sangat sedikit jumlahnya,
contoh ikan Amphioxus
b. Telolecithal: telur dengan kuning telur lebih banyak dari Oligolecithal.
Umumnya jenis telur ini banyak dijumpai di daerah empat musim,
contoh ikan Sturgeon
c. Macrolecithal: telur dengan kuning telur relatif banyak dan keping
sitoplasma di bagian kutub animanya. Telur semacam ini banyak
terdapat pada kebanyakan ikan.
2) Sistem yang berdasarkan jumlah kuning telur namun dikelaskan lebih lanjut
berdasarkan berat jenisnya:
a. Non buoyant: telur yang tenggelam ke dasar saat dikeluarkan dari
induknya. Golongan telur ini menyesuaikan dengan tidak ada cahaya
matahari, kadang-kadang oleh induknya telur diletakkan atau ditimbun
oleh batu-batuan atau kerikil, contoh telur ikan trout dan ikan salmon.
b. Semi bouyant: telur tenggelam ke dasar perlahan-lahan, mudah
tersangkut dan umumnya telur berukuran kecil, contoh telur ikan
Coregonus
c. Terapung: telur dilengkapi dengan butir minyak yang besar sehingga
dapat terapung. Umumnya terdapat pada ikan-ikan yang hidup di laut.
3) Telur dikelompokkan berdasarkan kualitas kulit luarnya
9

a. Non adhesive: telur sedikit adhesive pada waktu pengerasan


cangkangnya, namun kemudian sesudah itu telur sama sekali tidak
menempel pada apapun juga, contoh telur ikan salmon
b. Adhesive: setelah proses pengerasan cangkang, telur bersifat lengket
sehingga akan mudah menempel pada daun, akar tanaman, sampah, dan
sebagainya, contoh telur ikan mas (Cyprinus carpio)
c. Bertangkai: telur ini merupakan keragaman dari telur adhesive, terdapat
suatu bentuk tangkai kecil untuk menempelkan telur pada substrat
d. Telur berenang: terdapat filamen yang panjang untuk menempel pada
substrat atau filamen tersebut untuk membantu telur terapung sehingga
sampai ke tempat yang dapat ditempelinya, contoh telur ikan hiu
(Scylliorhinus sp.)
e. Gumpalan lendir: telur-telur diletakkan pada rangkaian lendir atau
gumpalan lendir, contoh telur ikan lele (Clarias)

4) Pengelompokan telur berdasarkan lingkungan yang diberikan induknya;


a. Telur tersebar, tidak ada tambahan sesuatu dari induknya untuk
keberhasilan hidup telur tersebut.
● Telur terapung, umumnya terdapat pada ikan laut seperti ikan
tenggiri.
● Telur tenggelam ke dasar, banyak terdapat pada ikan air tawar
● Telur adhesive, menempel pada substrat, batu, tumbuhan dan lain-
lain seperti pada ikan mas.
b. Telur tersebar atau diletakkan satu persatu tetapi dengan beberapa syarat
perlindungan namun tanpa perhatian induk;
● Telur dalam benang lendir
● Telur dibungkus dalam kapsul pelindung yang dikeluarkan oleh
uterus
● Bila telur menyentuh air, cangkangnya akan pecah dan menggulung
menjadi organ yang adhesive untuk menempel pada substrat
10

c. Telur diletakkan pada gumpalan lendir tetapi tidak membentuk sarang.


Telur tersebut dijaga oleh ikan jantan;
● Telur diletakkan di celah batu karang di atas permukaan air terendah
pasang naik, sehingga akan terkena udara pada waktu pasang turun.
Ikan jantan berpuasa menunggu telur selama pengeraman dari
gangguan predator
● Telur tergulung pada massa yang bulat dan induk menggulung
dengan tubuhnya
d. Telur diletakkan dalam sarang pada kerikil, pasir atau lumpur di dasar
perairan;
• Pada kerikil dalam air yang mengalir. Telur ditutupi dan induk
meninggalkan sarang
• Pada pasir atau kerikil di dasar perairan yang digali oleh induk
• Sarang yang berbentuk cangkir di dasar perairan, dan telur tidak
ditutupi. Jantan biasanya menjaga telur dan mengipasinya, telur
biasanya adhesive.
• Sarang terpendam di dalam dasar lumpur atau detritus.
e. Sarang telur diletakkan di bawah atau di atas objek. Penjagaan telur
biasanya dilakukan oleh ikan jantan.
f. Sarang dibuat dari bahan tanaman yang tersusun seperti sarang burung
yang dijalin oleh suatu zat yang dikeluarkan oleh ginjal. Ikan
jantan bertugas menjaga sarang.
g. Sarang terbuat dari gelembung atau busa yang disusun oleh ikan jantan
dan sarang itu dikeraskan oleh lendir yang dikeluarkan oleh
ikan jantan pula. Telur diletakkan dalam gelembung ini.
h. Penyesuaian khusus untuk menjaga telur yang dilakukan oleh
induknya;
• Telur dalam mulut, contoh ikan famili cichlidae (mujair)
● Sebagian kulit perut induk membengkak untuk meletakkan telur
hingga telur menetas, contoh ikan lele di brazil
11

● Tulang di kepala ikan jantan sehingga kedua gumpalan tersebut


menggantung di kedua pinggir kepala
● Telur diletakkan dalam kantung yang terdapat di bagian perut induk,
contoh ikan kuda laut (syngnatidae)
● Pemijahan yang bekerja sama dengan binatang lain, contoh ikan
bitterling yang memerlukan moluska untuk meletakkan telurnya.

2.4. Faktor-Faktor Genetis


Kromosom merupakan benda kecil, terletak dalam inti sel, bertanggung
jawab untuk transmisi atau pemindahan sifat keturunan. Kromosom ini hanya
dapat terlihat pada waktu terjadi pembelahan sel secara mitosis terutama pada
saat metaphase dengan cara pewarnaan khusus. Ukuran dan bentuk kromosom
itu berbeda dalam species ikan yang berlainan.
Berdasarkan panjang lengannya, kromosom terbagi menjad 4 macam yaitu
telosentrik, metasentrik, submetasentrik, dan akrosentrik. Sering sekali pada
ikan didapatkan 2 atau 3 macam kromosom, walaupun ada juga yang
mempunyai keempat empatnya bentuk kromosom. Pada sejumlah ikan teleost,
demikian juga pada ikan cucut dan pari serta dalam Acipencerridae dan
Amiidae, dalam kromosomnya didapatkan “micro-chromosome” yang
bentuknya kecil tetapi sangat sukar dikuantitatifkan. Ada juga ikan yang
mempunyai kromosom dengan satelitnya seperti pada ikan Salmonidae.
Pada ikan, genetika ini dapat diterapkan dalam hal manipulasi kromosom
untuk menghasilkan ikan dengan kromosom yang berbeda-beda sesuai
keinginan, misalnya bisa membuat ikan dengan kromosom 2n (diploid), 3n
(triploid), dan 4n (tetraploid). Penerapan manipulasi kromosom yang sering
dilakukan adalah untuk membuat ikan yang steril dengan kromosom 3n. Hal ini
misalnya dilakukan terhadap ikan-ikan yang cepat matang gonad seperti ikan
nila yang dalam ukuran kecil sudah dapat memijah, sehingga dapat merugikan
karena pertumbuhan badan ikan tidak bisa maximal. Karena itu untuk ikan ini
dilakukan manipulasi kromosom untuk menghasilkan ikan yang steril dengan
12

kromosom 3n, sehingga energi untuk pertumbuhan gonad dapat dialihkan untuk
digunakan dalam pertumbuhan badan sehingga ikan dapat berukuran besar.
Penerapan genetika yang lain adalah melakukan persilangan antara strain
ikan yang satu dengan strain yang lain melalui hibridisasi, sehingga dapat
diperoleh strain baru yang mempunyai sifat-sifat yang unggul yang diwarisi dari
kedua induknya. Metode hybridisasi merupakan kombinasi antara manipulasi
kromosom dengan teknik hybridisasi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
variasi yang lebih banyak dan induk yang baik serta unggul.
Selain itu penerapan genetika juga dilakukan untuk membuat populasi ikan
dengan jenis kelamin yang sama, yang biasa disebut dengan sex reversal. Hal
ini dilakukan dengan perlakuan hormon yaitu dengan menggunakan hormon
yang dapat membuat populasi betina semua atau hormon untuk membuat
populasi yang jantan seluruhnya.

2.5. Masa Pengeraman


Merupakan masa pada saat telur setelah dibuahi sampai menetas, selama
waktu tersebut di dalam telur terjadi proses embriologis. Spermatozoa melebur
dengan inti telur, kemudian protoplasma mengalir ke tempat spermatozoa dan
membentuk keping plasma diikuti oleh pembelahan sel (Effendie 2002).
Terdapat 2 jenis pembelahan pada telur ikan :
1. Pembelahan Holoblastic
Terjadi pada jenis telur homolecithal. Pada pembelahan pertama meridian
yang menyebabkan telur membelah menjadi dua buah sel yang sama besar.
Setelah itu diikuti oleh pembelahan kedua yang berupa meridian dengan
arah tegak lurus dengan pembelahan sebelumnya hingga membentuk 4
buah sel. Pembelahan ketiga berupa equatorial tegak lurus pembelahan
pertama dan kedua sehingga membentuk 8 buah sel. Kemudian terdapat
dua pembelahan yang sejajar dengan pembelahan ketiga, ketika selesai
membentuk 16 buah sel. sampai pembelahan seterusnya hingga terbentuk
32, 64, dan seterusnya (Effendie 2002).
2. Pembelahan Meroblastic
13

Terjadi pada jenis telur telolecithal. Kuning telurnya tidak ikut membelah,
sehingga yang membelah hanya keping protoplasmanya saja. Pembelahan
pertamanya meridian, kemudian pembelahan kedua tegak lurus pada
bidang pembelahan pertama. Pembelahan ketiga berbeda untuk beberapa
spesies ikan. Terdapat dua pembelahan yang berjalan bersama-sama yang
memotong bidang pembelahan kedua di kiri dan bidang pembelahan
pertama di kanan, ada yang sejajar ada pula yang tidak. Empat buah sel
yang berada di tengah-tengah disebut sel pusat (Effendie 2002).

Gambar 4 . Perilaku Beberapa Jenis Ikan Dalam Menjaga Telurnya (Panjaitan


dan Saputra 2021)
Keterangan Gambar:
A. Induk mengipas telur dengan siripnya untuk mensuplai air yang
mengandung banyak oksigen bagi telur-telurnya.
B. Induk membersihkan telur-telur.
C. Menjaga telur dari predator.
D. Induk menyerang ikan pemangsa lain.
E. Induk jantan dan betina membuat sarang.
F. Sarang dibuat dari gelembung-gelembung ludah.
G. Mengerami telur di dalam rongga mulut.
H. Meletakkan telur di dalam kulit kekerangan agar aman.
14

Lama masa pengeraman berbeda pada setiap spesies ikan dan


bergantung faktor luarannya. Faktor luar yang paling mempengaruhi
adalah suhu. Masa pengeraman ikan ini dinamakan derajat hari, yaitu
hasil perkalian derajat suhu perairan dengan lama pengeraman.
Berikut daftar masa pengeraman pada beberapa spesies ikan (Hora
dan Pillay 1962):

Nama Ikan Masa Pengeraman

Gurame 30–36 jam

Bandeng 24 jam

Sepat 24 jam

Sepat Siam 36– 48 jam

Betok 24 jam

Tambakan 24 jam

Mujair 3–5 hari

Gabus 2–4 hari


Tabel 1. Daftar masa pengeraman pada beberapa spesies ikan
Faktor cahaya juga mempengaruhi masa pengeraman ikan. Pada
tempat yang lebih gelap, telur ikan akan menetas lebih lama. Selain itu,
faktor gas terlarut dalam air terutama zat asam arang dan amonia dapat
menyebabkan kematian embrio. Tekanan zat asam yang tinggi
menyebabkan jumlah ruas tulang belakang embrio bertambah dan
sebaliknya (Nikolsky 1963).
Saat akhir dari masa pengeraman adalah penetasan, embrio keluar
dari cangkangnya, dan kekerasan chorion semakin menurun yang
disebabkan oleh substansi enzim dan unsur kimia lainnya yang dikeluarkan
kelenjar endodermal di daerah pharynx. pH dan suhu memegang peranan
penting dalam proses ini (Hoar dan Randall 1969).
15

2.6. Masa Larva


Larva adalah organisme yang masih berbentuk primitif atau belum
mempunyai organ tubuh lengkap seperti induknya untuk menjadi bentuk
definitif yaitu metamorfosa. Dapat disimpulkan bahwa larva adalah anak hewan
yang masih harus mengalami modifikasi menjadi lebih besar atau lebih kecil
untuk mencapai bentuk dewasa. Pada periode larva, ikan mengalami dua fase
perkembangan, yaitu prolarva dan pasca larva atau postlarva. Ciri-ciri prolarva
adalah masih adanya kuning telur, tubuh transparan dengan beberapa pigmen
yang belum diketahui fungsinya, serta adanya sirip dada dan sirip ekor
walaupun bentuknya belum sempurna (Pulungan 2006).
Individu ikan yang masih berada pada fase larva ikan akan mengalami roda
kehidupan yang penuh dengan resiko atau merupakan masa yang paling kritis
dalam kehidupannya. Karena pada masa larva ini individu ikan masih berada
pada fase peralihan dari bentuk yang primitive menjadi bentuk
yang definitive (Manda el.at 2016).
Di dalam telur-telur yang telah dibuahi, akan terjadi proses embriologis
hingga terbentuknya individu ikan lalu menetas dan keluar dari cangkang telur.
Telur yang baru menetas akan mengeluarkan anak ikan yang disebut dengan
larva (Manda et.al 2016).
Mulut dan rahang belum berkembang dan ususnya masih merupakan tabung
halus, pada saat tersebut makanan didapatkan dari kuning telur yang belum
habis terserap. Masa ini disebut dengan pro larva. Biasanya larva ikan yang baru
menetas berada dalam keadaan terbalik karena kuning telurnya masih
mengandung minyak. Gerakan larva hanya terjadi sewaktu-waktu dengan
menggerakkan ekornya kekiri dan kekanan.
Masa post larva ikan ialah masa dari hilangnya kantung kuning telur sampai
terbentuk organ-organ baru atau selesainya taraf penyempurnaan organ-organ
yang ada. Pada akhir fase tersebut, secara morfologis larva telah memiliki
bentuk tubuh hampir seperti induknya. Pada tahap post larva ini sirip punggung
sudah mulai dapat dibedakan, sudah ada garis bentuk sirip ekor dan anak ikan
sudah lebih aktif berenang. Kadang-kadang memperhatikan sifat bergerombol
16

walaupun tidak selamanya. Setelah masa pasca larva ini berakhir, ikan akan
memasuki masa juvenile (Pulungan 2006).
Lama masanya pro larva atau sampai habis kuning telur bervariasi untuk
setiap spesies ikan, biasanya sekitar 3-7 hari. Sesudah habis cadangan makanan
berupa kuning telur larva akan memasuki periode post larva dan pada saat ini
bukaan mulut sudah mulai terbentuk dan beberapa organ tubuh mulai berbentuk
sempurna serta mulai difungsikan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Awal daur hidup ikan adalah fase terpenting dalam perkembangan
kehidupan ikan. Ini mencakup fase pembuahan atau fertilisasi, pengeraman,
penetasan, dan fase pro larva dan post larva. Sangat penting untuk mengetahui
kemampuan hidup suatu spesies ikan dan mengurangi tingkat mortalitas. Untuk
pembudidayaan ikan, diperlukan pemahaman tentang jenis telur ikan. Telur
ikan dengan bagian-bagiannya yaitu Telur hewan bertulang belakang.
berdasarkan kepada jumlah deutoplasma (kuning telur, dan sebagainya) yang
terdapat di dalam cytoplasma, dapat dibagi dua (Nelsen 1953). Spermatozoa
masuk ke dalam telur melalui lubang micropyle pada chorion selama proses
pembuahan. Semua spermatozoa memiliki peluang yang sama untuk
mensberahi satu tehir. Macas telur dan larva du hilam dengan berbagai tingkat
perkembangan. Masa pengeraman ialah saat telur setelah dibuahi sampai
menetas dimana selama waktu tersebut di dalam telur terjadi proses-proses
embriologis (Effendie 1997). Setelah spermatozoa melebur dengan inti telur,
protoplasma mengalir ke tempat spermatozoa masuk dan membentuk keping
protoplasma. Setelah itu, keping protoplasma akan dipecahkan sebelum
pembelahan sel terjadi. Pro larva dan pasca larva adalah dua fase perkembangan
ikan selama periode larva.

3.2 Saran
Mempelajari daur hidup ikan merupakan salah satu faktor penting bagi
orang-orang yang ingin membudidayakan ikan, oleh karena itu penulis
menyarankan untuk memahami lebih lanjut mengenai awal daur hidup ikan.
Disarankan juga bagi pembaca untuk menggali literatur mengenai awal daur
hidup ikan lainnya, karena ilmu pengetahuan akan terus berkembang. Harapan
kami adalah bahwa makalah ini dapat menambah wawasan pembaca khususnya
mahasiswa perikanan tentang awal daur hidup dan perkembangan telur ikan,

17
18

sehingga pembaca dapat mengaplikasikan ilmu yang ada didalam makalah ini
untuk lingkungan khususnya pembudidayaan ikan.
DAFTAR PUSTAKA

Delsman, H. C. 1929. The Study of Pelagic Fish Eggs. Bandung: Forth Pacific
Science Congress Batavia.
Effendie, M. I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka
Nusantara.
Effendie, M. I. 1992. Biologi perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantama.
Effendie, M. I. 1997. Biologi perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantama.
Hoar, W.S. dan Randall, D.J. 1969. Fish Physiology Vol.3. Academic Press.
Hora, S.L. dan T.V.R. Pillay. 1962. Handbook on Fish Culture in the Indo-Pacific
Region. FAO. Fish. Biol. Tech. Pap. (14): 202
Nelsen, O. E. 1953. Comparative Embryology of the Vertebrates. New York: Mc-
Graw Hill Book.
Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Translated by L. Birkett. Academic
Press.
Pulungan, C. P., dan Efizon, D. 2012. Analisis Isi Saluran Pencernaan Ikan Kasau
(Lobocheilos Schwanefeldi) dari Perairan Sungai Siak, Riau. Berkala
Perikanan Terubuk, 39(2).
Panjaitan, S. R. S. A. S., dan Saputra, I. 2021. Teknologi Pembenihan Ikan Secara
Buatan. Bengkulu: Penerbit Elmarkazi.
Rahardjo, S.M.F., Sjefei, D.S., Affandi, R. 2011. IKHTIOLOGY. Bandung: Lubuk
Agung.
Lismawati, N., Hendri, A., dan Mahendra, M. 2016. Fertilisasi Dan Daya Tetas
Telur Ikan Tawes (Puntius Javanicus) Dari Sperma Pasca Penyimpanan
Pada Temperatur 4oc. J. Perikan. Trop., 3(1): 77–84.

19

Anda mungkin juga menyukai