Anda di halaman 1dari 64

E-book

BUKU AJAR
PLANKTONOLOGI
Tri Apriadi
Wahyu Muzammil
Winny Retna Melani
Andi Zulfikar
E-book

BUKU AJAR
PLANKTONOLOGI
Tri Apriadi
Wahyu Muzammil
Winny Retna Melani
Andi Zulfikar
Buku Ajar Planktonologi

Tri Apriadi
Wahyu Muzammil
Winny Retna Melani
Andi Zulfikar

© Tri Apriadi, dkk. 2021

Editor: Melisa Rahel Nainggolan

iv, 58 hlm, 15,5 cm x 23,5 cm


Cetakan 1, November 2021

Hak Penerbitan pada UMRAH Press, Tanjungpinang

Kantor:
Kampus Universitas Maritim Raja Ali Haji, Gedung Rektorat Lantai III
Jl. Dompak, Tanjungpinang - Kepulauan Riau 29111
Telp/Fax : (0771) 7001550 – (0771) 7038999, 4500091
E-mail : umrahpress@gmail.com / umrahpress@umrah.ac.id

Hak cipta dilindungi Undang-Undang.


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa ijin tertulis dari Penerbit

ISBN: 978-623-5818-14-6 (PDF)


PRAKATA

Puji dan syukur Tim Penulis panjatkan kehadirat Allah swt atas berkat dan
rahmat Nya sehingga Buku Ajar ini dapat diselesaikan. Buku Ajar Planktonologi
ini disusun sebagai salah satu luaran dari Hibah Penelitian Berorientasi Bahan
Ajar Program Studi yang didanai oleh Universitas Maritim Raja Ali Haji melalui
Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat dan Penjaminan Mutu.
Buku ini berisi bahan materi perkuliahan untuk Mata Kuliah Planktonologi
meliputi: ruang lingkup planktonologi, klasifikasi fitoplankton, klasifikasi
zooplankton, faktor lingkungan yang memengaruhi plankton, kelimpahan dan
distribusi plankton, biomassa dan produktivitas plankton, indeks biologi plankton,
suksesi plankton serta plankton dan kualitas perairan.
Semoga karya ini bermanfaat.

Tanjungpinang, November 2021


Tim Penulis
DAFTAR ISI

PRAKATA iii
DAFTAR ISI iv

1. RUANG LINGKUP PLANKTONOLOGI 1


2. KLASIFIKASI PLANKTON 7
3. FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMENGARUHI PLANKTON .... 20
4. KELIMPAHAN DAN DISTRIBUSI PLANKTON.................................. 26
5. BIOMASSA DAN PRODUKTIVITAS PLANKTON 36
6. INDEKS BIOLOGI PLANKTON ............................................................ 39
7. SUKSESI PLANKTON ............................................................................ 45
8. PLANKTON DAN KUALITAS PERAIRAN ......................................... 48

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 51


GLOSARIUM .............................................................................................. 54
INDEKS ......................................................................................................... 55
BIODATA PENULIS .................................................................................... 56
1. RUANG LINGKUP PLANKTONOLOGI

Tujuan Instruksional
1. Mahasiswa memahami pengertian plankton
2. Mahasiswa memahami pengertian perifiton
3. Mahasiswa mengetahui peran plankton dan perifiton

Pengertian Plankton
Plankton pertama kali ditemukan dan diperkenalkan pada ta hun 1887 oleh
Victor Hensen, seorang profesor dari Universitas Kiel, Jerman. Selanjutnya pada
tahun 1890 istilah plankton ini disempurnakan oleh Ernst Haeckel (Wardhana,
2003). Istilah plankton berasal dari bahasa Yunani yaitu “planktos” yang memiliki
arti “pengembara”. Secara istilah, plankton merupakan organisme akuatik (hewan
atau tumbuhan) yang hidup melayang di kolom perairan, kemampuan geraknya
sangat terbatas, serta tidak mampu melawan arus. Penyebaran plankton di dalam
perairan sangat bergantung kepada pergerakan massa air seperti arus dan
gelombang. Istilah ini dipakai untuk mendefiniskan “plankton sejati”
(euplankton). Selain itu ada juga organisme yang bergerak mengikuti arus dengan
cara melakukan penempelan di objek terapung dan organisme itu tidak dapat
berenang bebas. Organisme seperti ini digolongkan sebagai “plankton semu”
(pseudoplankton), misalnya organisme penempel seperti teritip (Bernacle).
Beberapa definisi berkaitan dengan plankton antara lain:
1. Plankter: satu individu plankton
2. Planktonologi: ilmu yang mempelajari plankton (beberapa ahli ada juga yang
mengkhususkan pengklasifikasian ilmunya ke dalam fikologi)
3. Planktonoligist: seseorang yang mempelajari atau menekuni planktonologi
4. Planktivor: hewan pemakan plankton
5. Planktonik: mempunyai sifat atau karakteristik plankton
Berdasarkan ukuran, plankton dikasifikasikan sebagai berikut (Suthers dan
Rissik, 2008; Bellinger dan Sigee, 2010; Castro dan Huber, 2019):
1. Femplankton : plankton berukuran 0,02-0,20 µm
2. Picoplankton : plankton berukuran 0,2-2 µm

1
3. Nanoplankton : plankton berukuran 2-20 µm
4. Microplankton : plankton berukuran 20-200 µm
5. Mesoplankton : plankton berukuran 0,2-0,20 mm
6. Macroplankton : plankton berukuran 20-200 mm
7. Megaplankton : plankton berukuran > 200 mm

Secara umum, plankton dibagi menjadi dua kelompok yaitu fitoplankton


dan zooplankton. Kelompok pertama merupakan plankton nabati, disebut dengan
fitoplankton (mikrolagae) yang bersifat layaknya tumbuhan. Plankton jenis ini
bersifat autotrof, memiliki pigmen sehingga mampu membuat makanan sendiri
melalui proses fotosintesis. Fitoplankton memiliki peranan yang sangat penting
dalam ekosistem perairan karena berperan sebagai produser primer yang akan
menunjang kehidupan di tingkat trofik berikutnya. Sehingga fitoplankton disebut
juga sebagai dasar dari jaring-jaring makanan dalam suatu ekosistem perairan.
Kelompok kedua adalah plankton hewani, yang lebih dikenal dengan sebutan
zooplankton. Zooplankton bersifat heterotrof. Kelompok ini akan memanfaatkan
fitoplankton dan bahan organik lainnya dalam kehidupannya. Secara ringkas,
perbandingan fitoplankton dan zooplankton disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan fitoplankton dan zooplankton


No. Parameter Fitoplankton Zooplankton
pembanding
1. Sifat berdasarkan Autotrof Heterotrof
nutrisi
2. Etimologi Phyto: tumbuhan Zoo: hewan
Planktos: pengembara Planktos: pengembara
3. Habitat Dominan dijumpai di Dapat dijumpai di semua
permukaan perairan lapisan kedalaman
hingga kedalaman yang perairan. Mulai dari
masih bisa ditembus permukaan hingga dasar
cahaya matahari perairan
4. Pembebasan Menghasilkan oksigen Tidak dapat
Oksigen melalui fotosintesis menghasilkan oksigen.
Hanya bisa
memanfaatkan oksigen
melalui respirasi
5. Pergerakan Terbatas (motile) Cenderung lebih aktif
(mobile)
6. Warna Ditentukan berdasarkan Lebih bervariasi

2
pigmen
7. Tipe berdasarkan Holoplankton dan
daur hidup meroplankton
8. Manfaat secara Produsen primer, dasar Predator fitoplankton,
ekologi mata rantai kehidupan, pakan alami biota
penstabil perairan, perairan, penduga
penduga kesuburan toksisitas perairan
perairan

Berdasarkan tipe daur hidup, plankton terbagi menjadi dua kategori:


holoplankton dan meroplankton (Tabel 1). Holoplankton (permanent plankton)
didefinisikan sebagai plankton yang seluruh hidupnya sebagai plankton.
Meroplankton (temporary plankton) sebagai plankton yang hanya sebagian dari
daur hidupnya sebagai plankton dan selanjutnya akan mengalami fase hidup yang
lain, misalnya nekton (bergerak bebas) atau bentos (hidup di dasar perairan).
Sebagai contoh pada tahap larva dan telur, beberapa jenis ikan, krustasea, kerang,
dan gastropoda tergolong planktonik (terombang ambing mengikuti pergerakan
air) dan pada tahapan selanjutnya tidak lagi sebagai plankton, tetapi sudah bisa
bergerak bebas melawan arus (ikan) atau hidup sebagai bentos di dasar perairan.

Perifiton
Perifiton merupakan kumpulan algae dan mikroba heterotrofik yang
hidupnya relatif menetap dan dapat menempel di substrat terendam hampir semua
ekosistem perairan (Gambar 1). Perbedaan jenis substrat dapat berpengaruh
terhadap jenis serta komposisi perifiton (Mahfuz et al., 2013).

Gambar 1. Perifiton yang menempel pada batuan

3
Perifiton dapat hidup di substrat alami (natural substrate) maupun substrat
buatan (artificial substrate) (Arsad et al., 2019). Substrat alami dapat berupa
permukaan batuan, tumbuhan, hewan, sedimen, pasir, dan sebagainya. Perifiton
dapat hidup di substrat buatan seperti kaca, tiang beton, atau material- material lain
yang terendam di kolom perairan.
Menurut Cole (1988) dalam Pratiwi et al. (2017), berdasarkan klasifikasi
penempelan perifiton dibedakan atas empat klasifikasi (Tabel 2).
Tabel 2. Klasifikasi penempelan perifiton
No Klasifikasi Penempelan Keterangan
1 Epipelik Perifiton yang menempel pada permukaan sedimen
2 Epifitik Perifiton yang menempel pada permukaan tumbuhan
3 Epilitik Perifiton yang menempel pada permukaan buatan
4 Epizoik Perifiton yang menempel pada permukaan hewan
Sumber: Cole (1988) dalam Pratiwi et al. (2017)

Berikut ini merupakan ilistrasi penggolongan perifiton berdasarkan tempat


penempelannya (Gambar 2).

Gambar 2. Penggolongan perifiton berdasarkan tempat penempelan (Wetzel,


2001)

4
Perifiton berfungsi sebagai sumber makanan bagi berbagai biota perairan,
misalnya krustase dan ikan kecil. Perifiton merupakan organisme pionir yang
dapat menjadi penduga perubahan kondisi perairan. Perifiton dapat menjadi
penyerap limbah/ kontaminan dan dapat dijadikan sebagai bioindikator dalam
penduga kualitas air (Bahri dan Maliga 2018; Suryanto et al., 2014). Hal ini
didukung dengan perifiton memiliki sifat menempel dan relatif menetap serta
memiliki respons terhadap perubahan lingkungan (Indrayani et al., 2014).
Dinamika yang terjadi di lingkungan perairan akan memberikan dampak
terhadap pola suksesi dan kolonisasi perifiton. Komposisi jenis, kepadatan, serta
pertumbuhan perifiton akan mengalami perubahan jika habitat tempat hidupnya
mendapat pengaruh dari berbagai parameter fisika, kimia, dan biologi dari
lingkungan (Utama, 2019).
Keberadaan perifiton dipengaruhi oleh faktor lingkungan perairan (Siagian
2012; Arsad et al. 2019). Keberadaan perifiton dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu, faktor fisika (kecerahan, intensitas cahaya, salinitas, kecepatan arus), faktor
kimia (pH, DO, suhu, nitrat, fosfat), dan faktor biologi perairan (Yuniarno et al.
2015). Konsentrasi nutrien di perairan sangat berpengaruh terhadap kepadatan
perifiton autotrofik.

Peranan Plankton dalam Kehidupan


Plankton merupakan mikroorganisme kosmopolitan (memiliki distribusi
luas) yang berperan penting dalam suatu ekosistem perairan. Sebagai organisme
autotrof, fitoplankton (disebut juga mikroalgae) berfungsi sebagai produsen
primer utama di perairan. Produsen primer lainnya yang umum dijumpai yaitu
tumbuhan air (makrofita) dan makroalgae. Ketersediaan fitoplankton menjadi
awal terbentuknya rantai makanan pada suatu ekosistem perairan. Zooplankton
(plankton hewani, bersifat heterotrof) yang memanfaatkan fitoplankton,
selanjutnya akan menjadi sumber makanan bagi ikan kecil. Ikan kecil selanjutnya
akan dimanfaatkan oleh konsumen pada tinggat trofik berikutnya hingga
terbentuk jejaring makanan di perairan. Fitoplankton juga menjadi pemasok
oksigen terlarut di perairan melalui proses fotosintesis. Keberdaan organisme

5
yang tidak memiliki kemampuan renang ini, akan sangat menentukan
produktivitas perairan (Asriana dan Yuliana, 2012).
Berbagai jenis pigmen yang dimiliki oleh fitoplankton akan menjadi pemicu
keberhasilan proses fotosintesis di perairan. Perbedaan pigmen ini juga membuat
kandungan kimiawi pada berbagai jenis fitoplankton sangat beragam. Protein,
asam amino, vitamin, polisakarida, serta karbohidrat yang dimiliki oleh
mikrolagae ini memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber
penting dari berbagai komponen dasar produk kimia. Berdasarkan kandungan
yang dihasilkan oleh mikrolagae tersebut, maka mikroalgae dapat dimanfaatkan
oleh manusia sebagai bahan makanan, bahan tambahan pada makanan (food
additive), pakan ternak, pupuk untuk kegiatan pertanian, sumber bahan bioaktif
pada industri, serta alternatif energi terbarukan (Kawaroe et al., 2010).
Keberadaan mikroalgae dalam jumlah yang banyak di perairan sebagai
akibat proses pertumbuhan yang cepat, tidak selamanya dapat memberikan
keuntungan. Ledakan populasi algae (algae bloom) yang dipicu karena
meningkatnya jumlah nutrien di perairan, akan memberikan dampak negatif bagi
ekosistem perairan dan kesehatan manusia.

Teladan
1. Coba anda jelaskan pengertian plankton dan perifiton!
2. Sebutkan peranan plankton dalam ekosistem perairan dan kehidupan manusia!
3. Apakah plankton juga berdampak negatif? Jelaskan!

6
2. KLASIFIKASI PLANKTON

Tujuan Instruksional
1. Mahasiswa mampu mengenal organisme plankton
2. Mahasiswa mampu membedakan kelompok fitoplankton dan zooplankton
3. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis fitoplankton dan zooplankton

Penggolongan Fitoplankton
Berbagai spesies fitoplankton dan zooplankton dapat kita jumpai pada
berbagai ekosistem perairan. Menurut Basmi (1999), untuk membedakan antar
spesies fitoplankton yang ada bisa dilihat dari warna kromatofora (kloroplas),
eksistensi, serta bentuknya. Selain itu dapat berdasarkan perbedaan kandungan
pigmen pada setiap kelompok fitoplankton, bentuk dan struktur morfologi sel, tipe
dan sistem reproduksi, struktur dan material dinding sel, atau ciri khusus lainnya
yang dapat dijadikan dasar dalam mengidentifikasi fitoplankton.
Berdasarkan Bellinger dan Sigee (2010); Basmi (1999), berikut
merupakan pembagian fitoplankton:
Chlorophyta : Kelas Chlorophyceae, Charophyceae
Euglenophyta : Kelas Euglenophyceae
Chrysophyta/ Bacillariophyta : Kelas Chrysophyceae, Xanthophyceae,
Bacillariophyceae
Pyrrophyta/ Dinoflagellata : Kelas Desmophyceae, Dinophyceae
Cyanophyta : Kelas Cyanophyceae
Rhodophyta : Kelas Rhodophyceae

1. Chlorophyta
Chlorophyta adalah alga hijau, dapat membuat perairan terlihat berwarna
kehijauan. Sel berwarna hijau cerah. Bentuk sel uniseluler (single cell), koloni,
atau filamentous. Nukleus jelas meskipun terkadang kecil (tidak nyata). Sel
mengandung plastida yang disebut kloroplas (kromatofora) dengan klorofil yang
dominan. Di dalam sel terdapat organel sebagai tempat menyimpan pati yang

7
biasa disebut pyrenoid (Gambar 3). Pigmen berupa 2 klorofil (a dan b), 2 atau
kadang-kadang 3 karoten, 6-10 xantofil (kuning) dan karotenoid merah
(haemotokrom). Dinding sel terdiri dari selulosa (bagian dalam) dan pektosa
(bagian luar).

Gambar 3. Pyrenoid di Spirogyra sp.

Chlorophyta sebagian besar hidup di air tawar, meskipun dapat dijumpai


juga di perairan pesisir dan laut. Kelompok algae hijau ini bersifat kosmopolit,
terutama hidup di perairan dengan intensitas cahaya matahari yang cukup seperti
kolam, danau, dan di air mengalir. Chlorophyta ditemukan pula pada lingkungan
semi akuatik yaitu pada batuan dan tanah lembab.
Sifat hidup chlorophyta dijumpai dalam bentuk sesil, epifitik, komensal,
atau simbiosis, melayang, berenang (swimming cell dilengkapi flagella). Flagella
muncul di ujung kepala (depan) sel, dengan sedikit pengecualian, yang sama
panjangnya (Basmi, 1999). Berdasarkan keberadannya, chlorophyta dapat
dijumpai dalam bentuk soliter (memiliki flagel dan tidak memiliki flagel) serta
dalam bentuk koloni (memiliki flagel dan tidak memiliki flagel; filamen dan non
filamen; memiliki selaput dan tidak memiliki selaput). Berikut beberapa
contohnya:
• Swimming cell, contoh Chlamydomonas sp.
• Swimming colonies, contoh Eudorina sp.

8
• Non motil unicell, contoh Ankistrodesmus sp.
• Non motil koloni, contoh Scenedesmus, Botryococcus sp.
• Non motil filamentous, contohnya Mougeotia sp.
• Desmid, terdiri dari :
a. Single cell, contoh Closterium
b. Filamen, contoh Desmidium

Reproduksi aseksual cholorphyta berupa fragmentasi (untuk tipe sel koloni),


binnary fission (untuk tipe unisel), serta zoospora berflagela. Reprodusi seksual
(isogamus, anisogami, oogami) melalui konjugasi. Sel reproduktif yang berenang
ataupun menetap biasa dilengkapi dengan 2, 4 bahkan terkadang mencapai 8
flagel yang panjangnya sama.

2. Euglenophyta
Sel soliter, bentuk tubuh beragam. Sebagian jenis memiliki cekungan dan
bintik mata di ujung anterior. Kloroplas sedikit sampai banyak. Pigmen:
chlorophyll a & b, 4 carotene, 5 xanthophyll, red carotenoid (haematochrome).
Terdapat pyrenoid, pada atau di dalam kloroplas, atau bebas di dalam sel.
Makanan berupa paramilum dan lemak. Nukleus besar berada di tengah sel.
Membran sel berbentuk pelet, kaku atau lentur, bergaris.
Euglenophyta memiliki sifat mobile (bergerak), sehingga ada ahli yang
menggolongkan kelompok ini ke dalam zooplankton. Pergerakan dari
euglenophyta menggunakan 1, 2, atau 3 flagella. Reproduksi vegetatif
euglenophyta melalui pembelahan sel longitudinal dan pembentukan kista diikuti
perbanyakan sel.

3. Chrysophyta/ Bacillariophyta
Bacillariophyta sering juga disebut disebut diatom, merupakan kelompok
terbesar fitoplankton yang berperan sebagai produsen primer terutama di perairan
pesisir dan laut. Diatom umumnya berukuran 5 µm-2 mm, dengan bentuk sel
unicellular dan koloni (membentuk rantai). Isi sel dibungkus oleh kepingan
dinding sel yang mengandung silika yang disebut frustule (Gambar 4). Frustule

9
memiliki bentuk seperti cawan petri, terdiri dari bagian tutup yang disebut
epitheca serta bagian mangkuk yang disebut hypotheca.

Gambar 4. Frustule Diatom ( Pratiwi et al., 2015)

Sel-sel diatom memiliki bentuk yang bervariasi antar spesies dan memiliki
ukuran bervariasi didalam suatu spesies, pada umumnya diatom berupa sel
tunggal, tetapi ada beberapa yang hidup berkoloni.

4. Pyrrophyta/ Dinoflagellata
Dinoflagelata merupakan nama umum dari suatu kelompok protista
uniselular berflagel. Kelompok ini diklasifikasikan sebagai alga divisi Pyrrophyta/
Dinophyta. Umumnya dinoflagellata hidup bebas sebagai plankton (kebanyakan
di laut, umum juga di perairan tawar). Beberapa spesies disebut zooxanthellae
yang bersimbiosis dengan protozoa atau hewan laut (misalnya hewan karang).
Penutup sel berupa vesikel seperti lempengan yang disebut theca, terdapat di
bawah membran sel. Ukuran, jumlah, dan susunan theca penting untuk taksonomi
dinophyta. Susuna theca terdiria atas: desmokon (2 lempengan besar) serta
dinokon (jumlah dan ukuran theca bervariasi).
Sel dinoflagelata mempunyai dua flagel. Satu flagel diarahkan ke belakang,
sedangkan flagel lainnya seperti pita, mengelilingi sel sepanjang alur ekuatorial.
Sel bergerak memutar seperti dinamo. Reproduksi secara aseksual dilakukan

10
melalui pembelahan sel dan zoospora, sedangkan reproduksi seksual dilakukan
melalui isogami (kebanyakan haploidbiontik haploid, meiosis zigotik). Beberapa
dinoflagellata dikenal sebagai penyebab red tide (pasang merah) yang sangat
merugikan bagi ekosistem perairan. Kondisi ini disebabkan adanya ledakan
populasi (blooming) yang dipicu akibat peningktan nutrien yang melebihi kondisi
normal konsentrasi nutrien di perairan (eutrofikasi). Beberapa jenis yang
umumnya dapat menyebabkan red tide antara lain: Gonyaulax sp. Gymnodinium
sp., Dinophysis sp., Noctiluca sp., Protogonyaulax sp., Ceratium sp., Pyrodinium
sp., Alexandrium sp. (Adnan, 1985).

5. Cyanophyta
Cyanophyta atau dikenal juga dengan cyanobacteria atau alga hijau biru
(blue green algae) merupakan kelompok alga prokariotik yang umumnya menjadi
pionir di perairan. Hal ini didukung dengan adanya sel heterocyst yang mampu
mengikat N 2 bebas dari atmosfer melalui proses fiksasi (Gambar 5). Sel
cyanophyta dapat berupa tunggal, koloni, filamen (bercabang dan tidak
bercabang), serta tanpa kloroplas. Pigmen menyebar di seluruh protoplas. Jenis
pigmen yang dimiliki cyanophyta antara lain chlorophyll-a, 3 caroten, 2-15
xanthophyll, phycoerythrin, dan phycocyanin. Lapisan dalam dinding selnya tipis
dan kokoh, tersusun atas selulosa. Lapisan luar dinding sel berukuran lebar dan
berlendir.

Gambar 5. Sel Heterocyst di Anabaena sp.

Cyanophyta memiliki vakuola semu yang membuat samar warna sel, untuk
mengapung atau menyimpan hasil fotosintesis. Umumnya sel cyanophyta tidak
memiliki nukleus yang jelas, hanya tampak sebagai butiran kromatik di bagian

11
tengah sel. Sebagian cyanopyhta bersifat motil. Reproduksi aseksual melalui
pembelahan diri dan fragmentasi. Cyanophyceae memiliki toleramsi terhadap
berbagai kondisi perairan, baik perairan yang memiliki nitrat dan fosfat yang
sedikit maupun banyak.
Berikut ini disajikan keanekaragaman fitoplankton di perairan pesisir
Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Gambar 6).

Skeletonema sp.

Coscinodiscus sp.

Thalassionema sp.

12
Bacteriastrum sp.

Ditylum sp.

13
Prorocentrum sp. Chaetoceros sp.

Biddulphia sp.

Bacillaria sp.

14
Ceratium sp.

Thalassiothrix sp.

15
Pleurosigma sp.

Nitzschia sp.

Gambar 6. Keanekaragaman fitoplankton di perairan Pesisir Kota Tanjungpinang

16
Penggolongan Zooplankton
Zooplankton dapat dikenali berdasarkan struktur morfologi antara lain ruas
tubuh, keberdaan antena, keberdaaan setae (duri pada ruas tubuh), dan ciri
lainnya.
1. Protozoa
Kelompok ini dibedakan berdasarkan tipe pergerakan, yaitu:
a. Rhizopoda (Sarcodina): memiliki kaki semu, cangkang terdiri dari kapur/
khitin (misalnya Foraminifera) dan Radiolaria (memiliki rangka dari silika
seperti spikul (misalnya Amoeba, Arcella)
b. Ciliata: memiliki cilia (rambut getar), misalnya Tintinidae
c. Flagellata: memiliki flagela (1 atau lebih)
d. Sporozoa: tidak memiliki alat gerak
2. Rotifera
Kelompok ini umumnya hidup bebas, beberapa jenis terolong parasit. Ciri khas
dari rotifera yaitu dijumpai adanya corona, cilia sekitar mulut, mastax dan
trophi (untuk determinasi), lorica (ada/ tidak ada duri dan berornamentasi).
Reproduksi dilakukan secara seksual dan partenogenesis. Sebagian dari
kelompok ini bersifat sedimentation feeder.
3. Crustacea
Kelompok crustacea terdiri atas Cladocera, Ostracoda, dan Copepoda.
Umumnya kelompok ini menjadi makanan bagi berbagai ikan.
4. Chordata (Urochordata)
Kelompok ini dikenal dengan glass worm yang transparan. Kebanyakan sesil
dan beberapa jenis planktonik. Habitatnya berada di laut dengan bentuk tubuh
seperti kantung/ balon kecil.
5. Chaetognatha
Kelompok ini dikenal dengan cacing panah (arrow worms) dengan ukuran
cacing dewasa 10-80 mm. Kebanyakan hidup sebagai plankton laut tropis,
kecuali Spadella (hidup sebagai benthos). Umumnya bersifat karnivor dan
hermaprodit.

Berikut ini disajikan keanekaragaman zooplankton di perairan pesisir


Berakit, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau (Gambar 7).

17
Nauplius Microsetella sp.

Agetus sp. Nyctiphanesa sp.

Clausocalanus sp. Tropocylops sp.

Calanus sp. Cyclopoid sp.

18
Paracalanus sp. Dioithona sp.

Undinula sp.

Gambar 7. Keanekaragaman zooplankton di Perairan Berakit, Kabupaten Bintan

Teladan
1. Jelaskan acuan dalam mengenali/mengidentifikasi fitoplankton!
2. Jelaskan acuan dalam mengenali/mengidentifikasi zooplankton!
3. Jelaskan 1 divisi fitoplankton yang paling anda kuasai!

19
3. FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMENGARUHI
PLANKTON

Tujuan Instruksional
1. Mahasiswa mengetahui faktor lingkungan yang memengaruhi kehidupan
plankton
2. Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh setiap parameter lingkungan terhadap
kehidupan plankton

Parameter Fisika Pe rairan


Suhu
Suhu merupakan salah satu paramater penting di perairan. Suhu perairan
dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian air laut, waktu dalam hari serta
kedalaman suatu perairan. Menurut Yuniarno et al. (2015), kedalaman perairan,
penetrasi cahaya, dan cuaca memengaruhi nilai suhu di perairan. Suhu berperan
sebagai pengatur proses metabolisme dan fisiologis organisme perairan, sehingga
suhu memiliki peranan dalam percepatan atau perlambatan pertumbuhan dan
reproduksi perifiton (Arsad et al., 2019). Perubahan suhu akan sangat
berpengaruh pada ekosistem perairan (Effendi, 2003).

Kecerahan
Kecerahan adalah gambaran sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
jumlah cahaya yang diserap pada suatu perairan. Cahaya ma tahari yang masuk ke
perairan dipengaruhi oleh partikel-partikel kecil yang terdapat di dalam air.
Kecerahan perairan dapat ditentukan melalui penampakan visual menggunakan
alat secchi disk (Effendi, 2003). Kecerahan air yang sampai ke dasar perairan
sangat baik untuk pertumbuhan organisme autotrofik. Nilai kecerahan juga
ditentukan oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, padatan
tersuspensi, dan intensitas cahaya (Yuniarno et al., 2015).

20
Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya merupakan besaran daya pancaran sinar matahari yang
mengarah ke permukaan dan dapat menembus ke dalam perairan pada setiap arah.
Intensitas cahaya erat kaitannya dengan kecerahan dan kedalaman suatu perairan.
Menurut Effendi (2003), kedalaman suatu kolom perairan akan memengaruhi
jumlah cahaya yang akan masuk ke perairan sehingga semakin dalam suatu
perairan maka nilai intensitas cahaya semakin berkurang dan akan berdampak
pada kecerahan perairan. Intensitas cahaya yang masuk ke perairan berpengaruh
pada proses fotosintesis plankton (Yuniarno et al., 2015; Wibowo et al., 2014).

Kecepatan Arus
Arus adalah gerakan mengalir massa air yang disebabkan oleh pengaruh
tiupan angin, perbedaan densitas, atau pergerakan gelombang panjang. Menurut
Effendi (2003), kecepatan arus (velocity/ flow rate) suatu badan air
memengaruhiproses asimilasi dan pengangkutan bahan organik. Pengetahuan
akan kecepatan arus digunakan untuk memperkirakan kapan bahan organik akan
mencapai suatu lokasi tertentu. Kecepatan arus dinyatakan dalam satuan
meter/detik (m/s). `
Kecepatan arus dapat memengaruhi pola persebaran jenis-jenis plankton
perifiton yang hidup di perairan (Yuniarno et al., 2015). Selanjutnya Haekal et al.
(2014) menyatakan bahwa kecepatan arus sangat berpengaruh pada proses
penempelan perifiton. Semakin tinggi nilai kecepatan arus maka akan lebih sedikit
yang bisa menempel pada substrat begitu juga sebaliknya apabila nilai kecepatan
arus rendah maka akan lebih banyak organisme yang menempel.

Parameter Kimia Pe rairan


DO (Oksigen Terlarut)
Oksigen merupakan salah satu gas terlarut dalam perairan. Kadar oksigen
perairan tersebut bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan
tekanan atmosfer (Effendi, 2003). Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan
lebih tinggi, karena terjadi proses difusi antara air dan udara. Hal tersebut
dinyatakan juga oleh Yuniarno et al. (2015) bahwa peningkatan jumlah oksigen di

21
perairan berasal dari proses fotosintesis dan proses difusi udara ke perairan.
Bertambahnya kedalaman akan menyebabkan penurunan jumlah oksigen
(Hamzah dan Trenggono, 2014).
Seluruh organisme perairan membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup,
sehingga peranannya dalam perairan sangat penting. Azizah (2017) menyatakan
bahwapeningkatan bahan organik di suatu perairan akan memengaruhi
peningkatan jumlah konsumsi oksigen oleh organisme perairan melalui proses
dekomposisi. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang membatasi jumlah
oksigen dalam suatu perairan. DO merupakan banyaknya oksigen terlarut yang
terdapat pada suatu badan perairan yang dinyatakan dalam satuan mg/l. Proses
fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan air, fitoplankton, perifiton, dan
organisme autotrofik lainnya bisa menghasilkan oksigen serta dapat mengurangi
jumlah karbondioksida (CO 2 ) dalam perairan (Effendi, 2003). Konsentrasi
oksigen terlarut di perairan bergantungan aktivitas fisika, kimia, dan biokimia di
sekitar perairan (APHA, 2017). Organisme akutik menyukai kadar oksigen
terlarut dalam skala lebih dari 5 mg/l (Yuniarno et al., 2015).

Salinitas
Menurut Effendi (2003), salinitas merupakan gambaran dari padatan ion
total di perairan. Padatan tersebut hasil konversi ion karbonat menjadi oksida.
0
Salinitas perairan laut berkisar antara 30-40 /00 . Sedangkan daerah pesisir
mempunyai rentang salinitas yang lebih kecil, dengan variasi / dinamika yang
lebih besar dari pada lautan (Azizah, 2007). Salinitas pada kawasan pesisir
berkisar antara 30-35 0 /00 (Yuniarno et al., 2015). Salinitas dapat dijadikan
pembeda antara perairan tawar, perairan payau, dan perairan laut. Suatu
organisme dapat mentolerir terhadap perubahan salinitas hingga 15 0 /00 (Yuniarno
et al., 2015).

pH (Derajat Keasaman)
Menurut Effendi (2003), pH merupakan gambaran keberadaan ion
hidrogen di perairan. Besarnya nilai pH air ditentukan dari pelepasa n ion H+ dari
senyawa H2 CO3 dan ion OH-. Bahan organik yang diurai oleh mikroorganisme

22
menghasilkan senyawa CO 2 . Peningkatan senyawa tersebut berdampak pada
penurunan nilai pH di perairan (Azizah, 2017).
pH memengaruhi proses kimiawi yang terjadi di perairan, sehingga
sebagian besar biota akuatik cukup sensitif terhadap perubahan pH, (Effendi
2003). Proses pertumbuhan makhluk hidup dan segala aktivitas yang ada di
perairan dipengaruhioleh nilai pH di perairan.Umumnya nilai pH lebih besar dari
7 yang cenderung bersifat basa dan pada kondisi tertentu bisa berubah menjadi
lebih asam. Perairan dengan nilai pH 8 akan baik bagi pertumbuhan perifiton,
(Yuniarno et al. 2015).
Fitoplankton memiliki laju pertumbuhan yang optimal dalam kisaran pH
7- 8,5 (Basmi, 1999). Perubahan nilai pH akan memengaruhi metabolisme dan
respirasi beberapa jenis fitoplankton. Misalnya Teleaulax amphioxeia dan
Heterocapsa triquetra akan mengalami penurunan laju pertumbuhan dalam
kondisi asam (pH 6,4-6,5), sedangkan Thalassiosira oceanica dan T.
pseudonana dalam kondisi basa (pH di atas 8,8) (Berge et al. 2010; Chen et al.
1994 dalam Meirinawati dan Fitriya, 2018).
Fatmayanti et al. (2019) melaporkan bahwa perairan Waduk Pulai di
Pulau Bintan, Kepulauan Riau yang memiliki konsentrasi bahan organik lebih
besar daripada Waduk Gesek memiliki kelimpahan fitoplankton yang
didominasi oleh Bacillariophyta dan diikuti oleh Chlorophyta dengan
kelimpahan tertinggi yaitu Navicula sp. Selain itu, Apriadi dan Ashari (2018)
menyebutkan bahwa perairan kolong bauksit di Pulau Bintan yang memiliki
pH lebih rendah daripada Waduk Gesek didominasi oleh fitoplankton
Mougeotia sp. Hal ini dapat meng- indikasikan bahwa parameter fisika dan
kimia perairan memberikan pengaruh terhadap keanekaragaman jenis biota di
waduk.

Nitrat
Menurut Effendi (2003), nitrogen di perairan dapatberupa nitrogen
anorganik dan organik.Nitrogen anorganik berupa amonia (NH3 ), amonium
(NH4 +), nitrit (NO 2 -), nitrat (NO 3 -), dan molekul nitrogen (N 2 ) dalam bentuk gas.
Nitrogen organik berupa protein, asam amino, dan urea.Proses nitrogen masuk ke

23
dalam perairan dapat melalui beberapa cara salah satunya melalui proses fiksasi
oleh fitoplankton jenis Anabaena sp.
Nitrogen dalam bentuk N 2 di perairan tidak dapat langsung dimanfaatkan
oleh organisme perairan sehingga diperlukan beberapa proses hingga nitrogen
berubah bentuk menjadi nitrat (NO 3 -), sedangkan nitrogen dalam bentuk amonium
(NH4 +) dapat langsung dimanfaatkan oleh biota autotrofik di perairan, termasuk
perifiton (Suriadarma, 2011). Beberapa jenis fitoplankton dari kelas
Bacillariophyceae dapat menyerap nitrogen dalam bentuk amonium (NH 4 +),
(Meirinawati dan Fitriya, 2018). Konsentrasi nitrogen dalam bentuk amoniak dan
amonium di perairanakan memengaruhi metabolisme biota perairan. Hal tersebut
bisa terjadi karena amoniak anionik bersifat toksik sedangkan io n amonium
bersifat tidak toksik (Suriadarma, 2011).
Proses perubahan unsur nitrogen dimulai dari pengubahan amonia (NH3 )
menjadi amonium (NH4 +) melalui proses amonifikasi oleh fitoplankton Anabaena
sp. lalu diubah kembali menjadi nitrit (NO 2 -) melalui proses nitrifikasi oleh
bakteri Nitrosomonas sp., selanjutnya nitrit (NO 2 -) diubah menjadi nitrat (NO 3 -)
oleh bakteri Nitrobacter sp. Nitrat kemudian baru dapat dimanfaatkan oleh
tumbuhan air sebagai nutrien.
Nitrat merupakan salah satu parameter lingkungan yang memberikan
pengaruhbesar pada biota perairan seperti tanaman dan algae. Nitrat di perairan
dimanfaatkan organisme autotrofik sebagai nutrien (Pratama et al., 2017). Hal
tersebut menjadi faktor pembatas bagi beberapa biota akuatik. Pertambahan
ataupun pengurangan konsentrasi nitrat akan memengaruhi biomassa perifiton,
(Sarifa et al., 2019; Taniwaki et al., 2013).

Fosfat
Fosfat yang berada di perairan umumnya berupa senyawa organik dan
anorganik. Senyawa organik di perairan berupa partikulat sedangkan senyawa
anorganik berupa ortofosfat dan polifosfat. Fosfor organik tidak dapat langsung
dimanfaatkan oleh organisme (Meirinawati, 2015). Menurut Effendi (2003),
bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan yaitu ortofosfat sedangkan bentuk
polifosfat harus dihidrolisis ke bentuk ortofosfat.

24
Pembentukan fosfor anorganik dan organik dimulai dari proses pembusukan
oleh organisme perairan yang mati. Selain itu,sumber utama fosfor berasal dari
pelapukanbatuan yang dipengaruhi oleh perubahan cuaca. Lalu fosfor terlepas ke
perairan dalam bentuk fosfor anorganik terlarut. Senyawa tersebut baru dapat
dimanfaatkan oleh organisme autotrofik. Tumbuhan air yang memanfaatkan
senyawa tersebut kembali dimakan oleh organisme herbivora. Proses rantai
makanan yang terjadi membuat fosfor berpindah dari satu organisme ke
organisme lainnya yang kemudian organisme tersebut mati dan mengalami proses
pembusukan kembali.
Fosfat di air berasal dari partikel dalam tubuh biota akuatik dan hasil
dariproses dekomposisi biota yang telah mati. Organisme akuatik khususnya
organisme autotrofik seperti perifiton membutuhkan fosfat untuk pertumbuhan.
Fosfat dalam bentuk ortofosfat merupakan nutrien pembatas di perairan laut,
(Thingstad et al., 2005 dalam Meirinawati, 2015) dan perairan pesisir bagi
tumbuhan dan mikroalgae akuatik,termasuk perifiton (Irawan dan Sari, 2013;
Rizqina et al., 2017), karena fosfat merupakan salah satu unsur penting bagi
kehidupan plankton dan perifiton (Arsad et al. 2019). Fosfat merupakan unsur
yang cepat diserap oleh fitoplankton (Fitoplankton memerlukan fosfat untuk
mentransfer energi ADP rendah menjadi ATP tinggi (Tomascik et al. 1997
dalam Meirinawati dan Fitriya, 2018).

Teladan
1. Sebutkan faktor lingkungan yang memengaruhi kehidupan plankton!
2. Jelaskan pengaruh setiap parameter lingkungan terhadap kehidupan plankton!

25
4. KELIMPAHAN DAN DISTRIBUSI PLANKTON

Tujuan Instruksional
1. Mahasiswa memahami metode dan mampu melakukan pengambilan sampel
plankton
2. Mahasiswa memahami metode yang digunakan dalam pencacahan plankton,
mampu melakukan pencacahan plankton, serta mampu menghitung kelimpahan
plankton
3. Mahasiswa mampu menjelaskan distribusi plankton

Pengambilan Sampel Plankton


Pengambilan sampel plankton di suatu perairan didasari atas pertimbangan
tujuan studi. Frekuensi pengambilan sampel, lokasi, waktu pengambilan (pagi-
siang-sore), tipe sampel yang diambil, dan metode dalam pengambilan sampel
diambil (plankton net statis atau dinamis) harus disesuaikan dengan tujuan studi
(Gambar 8).

Gambar 8. Teknik pengambilan sampel plankton

26
Pengambilan sampel plankton menggunakan alat berupa jaring plankton/
plankton net (Gambar 9) (Rosada dan Sunardi, 2021).

Gambar 9. Plankton net

Hal yang perlu menjadi perhatian saat melakukan pengambilan sampel


plankton (terutama jika tujuannya menghitung kelimpahan) adalah volume air
yang disaring ke dalam plankton net harus diketahui. Untuk metode statis, volume
air bisa diketahui dengan mengukur volume wadah pengambil air serta intensitas
penyaringan (misalnya menggunakan ember 10 L disaring 10 kali, berarti total
volume yang disaring sebanyak 100 L). Sedangkan untuk metode dinamis, perlu
diketahui luasan bukaan mulut plankton net dan jarak penarikan (Gambar 10).

Jarak penarikan p lankton net

Gambar 10. Ilustrasi pengambilan sampel metode dinamis

27
Berdasarkan Gambar 10 diketahui bahwa volume air yang disaring akan
diketahui dengan perkalian luas bukaan plankton net dan jarak penarikan
plankton net. Jarak penarikan juga dapat diketahui dengan mengalikan kecepatan
rata-rata kapal dengan waktu tempuh kapal.
Khusus untuk pengambilan sampel fitoplankton, maka harus diperhatikan
kecerahan perairan. Sehingga perlu dilakukan pengukuran kecerahan terlebih
dahulu sebelum pengamblan sampel. Pengambilan sampel fitoplankton dapat
dilakukan dala, rentang kedalaman sesuai dengan kecerahan perairan yang
terukur. Untuk zooplankton, karena kecerahan bukan menjadi faktor penentu
keberadaannya di dalam perairan, maka samplingnya bisa dilakukan di kedalaman
yang lebih bervariasi.
Setelah dilakukan pengambilan sampel, maka yang perlu diperhatikan
adalah penanganan sampel. Sampel sebaiknya diawetkan agar kondisi sampel
tidak mengalami perubahan. Misalnya penambahan fitoplankton akibat
fotosintesis, ataupun pengurangan fitoplankton akibat pemangsaan oleh
zooplankton. Air sampel yang sudah disaring menggunakan planktonnet
dimasukkan ke dalam botol sampel (tidak tembus cahaya) lalu diberi larutan lugol
10% (APHA, 2017) sampai air sampel berwarna merah bata.
Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium. sampel dianalisis menggunkan
mikroskop untuk mengetahui jenis plankton yang ditemukan serta dilakukan
pencacahan plankton dan kelimpahan plankton di perairan tempat dilakukan studi.

Pencacahan Plankton
Pencacahan plankton merupakan suatu proses tahapan yang dilakukan untuk
menghitung kelimpahan dari setiap jenis plankton yang ada dalam suatu perairan.
Pencacahan jenis dilakukan pada sampel air yang sebelumnya sudah diambil dari
perairan, baik melalui penyaringan maupun tanpa penyaringan dengan plankton
net. Rangkaian kegiatan dari pengambilan sampel hingga pencacahan plankton
disajikan dalam Gambar 11.

28
Keterangan:
Vd: Volume air disaring (L)
Vt : Volume air tersaring (mL)
Vcg : Volume air di bawah cover glass (mL)
Acg: Luasan cover glass (mm 2)
Aa : Luasan bidang yang diamati (mm 2)

Catatan:
Volume air di bawah cover glass berdasarkan
ukuran cover glass adalah sebagai berikut:
Ukuran 18 x 18 mm  volume 0,03 mL
Ukuran 20 x 20 mm  volume 0,04 mL
Ukuran 22 x 22 mm  volume 0,05 mL

Gambar 11. Ilustrasi kegiatan pengambilan sampel (dengan penyaringan) hingga


pencacahan plankton

Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa kompenen yang harus diketahui


untuk menentukan kelimpahan plankton dalam suatu perairan yaitu: volume air
yang disaring, volume air yang tersaring, volume air di bawah cover glass, serta
luasan cover glass dan bidang yang diamati. Luasan bidang yang diamati sangat
ditentukan oleh alat serta metode yang digunakan dalam pencacahan plankton.
Peralatan dalam pencacahan plankton terdiri atas:
1. Glass object dan cover glass
Alat ini merupakan peralatan standar yang umumnya digunakan dalam
pengamatan mikroorganisme, termasuk plankton.
2. Sedgewick Rafter Counting Chamber (SRC)
SRC merupakan alat yang dilengkapi dengan semacam wadah kecil, bervolume
1 mL, yang dilengkapi dengan kotak-kotak berukuran 1x1 mm (total 1000
kotak). SCR merupakan alat yang paling umum digunakan dalam pencacaham
plankton yang berasal dari alam.
3. Haemocytometer
Alat ini umumnya digunakan untuk melakukan pencacahan plankton yang
homogen (plankton yang berasal dari hasil kultur).

29
Berikut disajikan beberapa peralatan yang digunakan dalam pencacahan
plankton (Gambar 12).

Sedgewick Rafter counting


Chamber (SRC)

Mikroskop Haemocytometer

Gambar 12. Beberapa peralatan dalam pengamatan plankton

Pencacahan plankton dapat dilakukan melalui tiga metode: sensus, lapang


pandang, serta strip (Gambar 13).

Gambar 13. Metode dalam pencacahan plankton

Metode sensus, dikenal dengan metode sapuan. Melalui metode ini, semua
wilayah yang berada di bawah gelas penutup harus diamati. Sehingga luas

30
pengamatan akan sama dengan luas gelas penutup. Metode ini membutuhkan
waktu yang lama, akan tetapi nilai keterwakilannya paling tinggi dibandingkan
metode lain.
Metode lapang pandang dilakukan dengan mengamati plankton pada titik
tertentu yang sudah dipilih. Umumnya titik yang dipilih dianggap dapat mewakili
air yang berada di bawah gelas penutup. Luasan lapang pandang setara dengan
luas 1 lapang pandang dikali dengan jumlah lapang pandang.
Pencacahan dengan metode strip dilakukan dengan mengamati 1 baris
lapang pandang (baik secara vertikal ataupun horisontal). Jumlah strip yang
diamati tergantung pada keinginan pengamat.
Setelah menentukan metode yang digunakan dalam pencacahan plankton,
maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan identifikasi dan pengamatan
plankton menggunakan mikroskop. Jika sampel terlalu padat, sampel bisa
diencerkan menggunakan akuades. Jumlah pengenceran dicatat dan akan
dijadikan pengali untuk faktor pengencer pada saat penghitungan kelimpahan.
Pada setiap lapang pandang, dicatat jenis plankton yang dijumpai serta jumlahnya.
Buku identifikasi diperlukan dalam upaya mengenali jenis plankton tertentu.
Setelah seluruh lapang pandang diamati, maka dapat kelimpahan plankton dapat
dihitung.

Prosedur Pencacahan dan Penghitungan Kelimpahan Plankton


Kelimpahan plankton diartikan sebagai jumlah sel fitoplankton atau jumlah
individu zooplankton per volume air di suatu ekosistem perairan. Satuan
kelimpahan planton yaitu sel/L atau sel/ m3 (fitoplankton) serta ind/L atau ind/m3
(zooplankton). Untuk meghitung kelimpahan plankton diawali dengan melakukan
pencacahan (penghitungan jumlah sel palnkton). Berikut tahapan dalam
pencacahan plankton:
1. Semua peralatan disiapkan di atas meja kerja.
2. Mikroskop dinyalakan sesuai dengan prosedur.
3. Botol sampel dikocok hingga merata. Sampel air di botol sampel diambil
menggunakan pipet, lalu diteteskan ke alat pengamatan (object glass, SRC,
atau haemocytometer) dan ditutup menggunakan gelas penutup.

31
4. Sampel diamati menggunakan mikroskop mulai dari perbesaran terkecil
(4x10). Untuk melihat bentuk plankton agar lebih jelas, maka dapat
digunakan perbesaran 10X10 atau 40x10.
5. Lakukan pencacahan plankton sesuai metode yang dipilih (sensus, lapang
pandang, atau strip)
6. Semua plankton yang ditemukan dicatat nama serta jumlahnya
7. Penghitungan kelimpahan plankton berdasarkan rumus sebagai berikut:

Jika sampel tidak disaring menggunakan plankton net, maka rumus yang
digunakan sebagai berikut:

32
8. Untuk sampel dari kultur plankton, alat yang digunakan adalah
haemocytometer

Kotak besar

Kotak kecil

Rumus penghitungan kelimpahan plankton jika menggunakan haemocytometer


adalah sebagai berikut:

Distribusi Plankton
Distribusi/ penyebaran plankton sangat dipengaruhi oleh tipe/jenis perairan,
letak geografis ekosistem perairan, serta yang paling penting adalah parameter
fisika kimia perairan. Distribusi plankton di laut sangat dipengaruhi oleh arus,
terutama larva biota bentik dan larva nekton. Arus dapat mempertahankan
keberadaan populasi holoplankton endemik. Adanya arus pasang surut di teluk
yang semi tertutup tidak menyebabkan terjadinya flushing massa air, sehingga

33
karakteristik endemik dari flora dan fauna bisa terjaga. Kelimpahan dan distribusi
plankton yang ada di pesisir berbeda dengan di laut lepas. Plankton di pesisir
dipengaruhi masukan daratan, konsentrasi nutrien tinggi, fluktuasi dinamika
kualitas air (salinitas), sehingga jenis plankton sedikit dengan kelimpahan tinggi.
Sebaliknya di laut lepas dengan konsentrasi nutrien lebih rendah, kualitas air
relatif stabil, jenis plankton beragam, dan kelimpahan relatif lebih rendah dari
pesisi.
Umumnya plankton bersifat kosmopolitan, artinya bahwa plankton tersebar
secara luas dan dapat dijumpai di seluruh dunia (Reynolds, 2006). Kosmopolitan
lebih banyak dijumpai di laut lepas daripada di pesisir, tapi di perairan tawar jauh
lebih banyak. Ada spesies laut yang benar-benar kosmopolit, yaitu
Gnathophausia gigas (mysid bathypelagis). Paracalanus parvus menyebar dari
tropis sampai ugahari, tapi tak ada di Arktika dan Antartika.
Distribusi plankton terbagi atas distribusi lokal dan distribusi bipolar. Dalam
distribusi lokal, plankton tidak ditemukan di suatu kawasan, tapi ditemukan di
tempat lain atau plankton yang penyebarannya terbatas. Sebagai contoh, Contoh:
Pseudodiaptomus tidak dijumpai di perairan di Eropa, tapi dijumpai di hampir
seluruh penjuru bumi lainnya . P. ferbesi hanya ada di Cina , P. poppei hanya ada
di Sulawesi, dan P. lobipes hanya ada di India. Distribusi bipolar ditandai dengan
plankton yang memiliki distribusi terputus (diskontinyu), sebagian d ijumpai di
belahan utara dan sebagian dijumpai di belahan selatan. Contohnya Limacina
(gastropoda planktonik), dijumpai di bagian utara Atlantik Utara, tidak ada di
tropis, dan satu spesies dari genus serupa dijumpai di Atlantik Selatan dan
Samudera Antartika.
Plankton juga akan mengalami distribusi secara musiman. Diatom
melimpah pada musin dingin dan semi (ketika nutrien melimpah). Desmid
melimpah pada musim panas (ketika nutrien sedikit). Algae biru melimpah ketika
bahan organik terlarut tinggi dan garam- garam nutrien rendah. Jika ditinjau dari
mikro habitat, plankton akan mengalami distribusi vertikal harian. Secara teoritis,
distribusi vertikal harian plankton disebabkan oleh:
a. Fototropisme berupa mekanisme penghindaran cahaya, meski kadang tidak
singkron

34
b. Interaksi fototropisme-geotropisme yang merupakan interaksi antara
fototropisme negatif dan geotropisme negatif
c. Perubahan suhu, plankton akan menuju kolom air yang lebih dingin pada siang
hari dan menuju kolom air lebih hangat pada malam hari
d. Rasa lapar, zooplankton berada pada kedalaman tertentu, menghindari cahaya,
sambil ke permukaan untuk mendapatkan fitoplankton; setelah kenyang akan
turun lagi.
e. Ritme fisiologis yang diduga mungkin berkaitan dengan keberadaan cahaya.

Teladan
1. Jelaskan metode pengambilan sampel plankton!
2. Jelaskan metode dalam pencacahan plankton!
3. Ayyub melakukan pencacahan plankton menggunakan SRC dengan metode
sensus. Hasil pencacahan sebagai berikut:
Navicula sp. : 40 sel
Ceratium sp. : 7 sel
Diatoma sp. : 230 sel
Brachionus sp. : 27 individu
Hitunglah kelimpahan plankton jika:
a. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode statis
menggunakan ember 10 L sebanyak 10 kali penyaringan.
b. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode dinamis, dengan
diameter planktonnet 28 cm dan ditarik sejauh 100 m.
Catatan: volume botol penampungan pada plankton net: 100 mL
4. Jelaskan penyebab distribusi plankton!
5. Jelaskan perbedaan kelimpahan dan distribusi plankton di pesisir dengan di laut
lepas!

35
5. BIOMASSA DAN PRODUKTIVITAS PLANKTON

Tujuan Instruksional
1. Mahasiswa mampu menduga biomassa plankton melalui pendekatan matematis
2. Mahasiswa memahami produktivitas plankton

Biomassa Plankton
Biomassa plankton diartikan sebagai jumlah total plankton yang ada di
suatu perairan. Jumlah total yang dimaksud bukan hanya berdasarkan kelimpahan,
akan tetapi lebih mengacu kepada berat total. Pendugaan biomassa plankton
berguna dalam hal penentuan produksi (absolut), produktivitas (relatif), serta turn
over rate (TOR) dalam waktu tertentu. Beberapa parameter penentuan biomassa
yang umum digunakan yaitu:
1. Berat basah (wet weight): terkandung air di dalam dan di luar organisme.
2. Berat kering (dry weight) : tidak terkandung air (misalnya setelah sampel
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 ˚C selama 24 jam.
3. Berat abu (ash weight): bahan yang terisisa berupa unsur C dan logam
(misalnya setalah sampel dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100˚C
selama 24 jam).
Dalam hal pengukuran biomassa suatu objek yang berukuran makro, maka
cara yang paling mudah dilakukan dengan penimbangan untuk mendapatkan
bobot. Akan tetapi, hal ini sulit untuk dilakukan terhadap objek berukuran mikro,
seperti halnya plankton. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan yaitu dengan
cara pengukuran volume sel setiap jenis plankton yang dijumpai untuk selanjutnya
dikalikan dengan kelimpahan jenisnya. Penguran volume sel ini dilakukan untuk
menduga kelimpahan relatif dalam bentuk biomassa basah.
Pendekatan dalan pengukuran volume sel dilakukan melalui pengukuran
dimensi sel mikroalgae (geometric models). Bentuk-bentuk sel mikroalgae
diibaratkan bentuk geometrik sederhana seperti bentuk silinder, bola, kerucut,
balok, dan lain- lain (Gambar 14).

36
Gambar 14. Geometric models dalam penentuan volume sel plankton

Bobot basah mikroalgae dihitung dengan cara mengalikan volume sel


dengan massa jenis air ≈ 1 μg/ml (sesuai air media) dengan persamaan berikut:

B  N x m

Keterangan:
B= Biomassa ( µg/ml)
N= Kelimpahan (sel/ml)
m= Bobot basah ( µg/sel)

Berikut disajikan perbandingan berbagai metode dalam pengukuran


biomassa plankton (Tabel 3).

Tabel 3. Kelebihan dan kekurangan beberapa metode pendugaan biomassa


plankton
Metoda Penyusun Kandungan air Hidup/ mati
Berat basah Tidak diketahui Terukur Tidak diketahui
Berat kering Tidak diketahui Terukur Tidak diketahui
Berat abu Tidak diketahui - Tidak diketahui
Khlorofil Tidak diketahui Tidak masuk Tidak diketahui
ATP Tidak diketahui Tidak masuk Hanya yang hidup
Kelimpahan Diketahui Tidak diketahui ± Diketahui
Jumlah jenis Diketahui Tidak diketahui ± Diketahui
Prod.Primer Tidak diketahui Tidak diketahui Hanya yang hidup

37
Produktivitas Plankton
Sebagai organisme autotrofik, fitoplankton berperan sebagai produsen
primer dan melakukan proses produksinya melalui fotosintesis (Asriyana dan
Yuliana, 2021). Produk yang dihasilkan dari fotosintesis berupa pati/ karbohidrat
selanjutnya akan digunakan sebagai sumber energi bagi metabolisme tubuhnya.
Produk fotosintesis lainnya berupa oksigen akan sangat dibutuhkan di dalam
perairan dalam proses respirasi biota akuatik maupun dekomposisi aerob.
Laju/ kecepatan fitoplankton dalam berproduksi (melalui fotosintesis) untuk
mengasilkan produk (pati/ karbohidrat dan oksigen) dikenal dengan istilah
produktivitas primer. Produktivitas fitoplankton dapat dihitung melalui
pendekatan karbon gC dan atau oksigen (mgO 2 ) yang dihasilkan setiap satuan
luasan (m2 ) volume (m3 ) selama waktu tertentu (hari, bulan, tahun).
Produktivitas primer fitoplankton dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal berasal dari fitoplankton sendiri sebagai produsen
primer yaitu kelimpahan fitoplankton dan konsentrasi klorofil. Sedangkan faktor
eksternal berupa kondisi lingkungan seperti intensitas cahaya matahari,
konsentrasi nutrien (terutama nitrat dan fosfat untuk fitoplankton secara umum,
serta silika untuk kelompok bacillariophyta/ diatom), serta pemangsaan
zooplankton.

Teladan
1. Jelaskan konsep dalam menduga biomassa plankton!
2. Apa yang dimaksud dengan produktivitas plankton?
3. Jelaskan faktor- faktor yang memengaruhi produktivitas fitoplankton!

38
6. INDEKS BIOLOGI PLANKTON

Tujuan Instruksional
1. Mahasiswa memahami beberapa indeks biologi plankton
2. Mahasiswa mampu menghitung dan menginterpretasikan nilai indeks
keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi plankton dan kaitannya dengan
kondisi perairan
3. Mahasiswa mampu menghitung dan menginterpretasikan indeks Saprobik

Pengantar
Banyak indeks diperkenalkan untuk mengetahui tingkat keragaman atau
keanekaragaman (diversitas) dalam suatu contoh atau komunitas, yang semuanya
diharapkan muncul dalam bentuk angka tunggal atau sederhana. Banyaknya
indeks yang muncul disebabkan oleh berbagai perbedaan pandangan serta
terkaitnya dua faktor, yaitu kekayaan jenis (species richness) yang ditunjukkan
oleh jumlah spesies dan tingkat kesamaan (evenness atau equitability) yang
menggambarkan seberapa sama kelimpahan dari setiap spesies di dalamnya.

Indeks Keanaekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Plankton


Keberadaan spesies dalam suatu lingkungan dapat menjadi sumber
informasi kondisi lingkungan tersebut. Untuk menduga secara tepat kondisi
lingkungan berdasarkan jumlah spesies dan jumlah individu yang ditemukan,
maka para ahli sepakat menggunakan suatu indeks yang dikenal dengan indeks
keanekaragaman, keseragaman, serta dominansi.
Coba anda perhatikan Gambar 15. Masing- masing stasiun ditemukan
perbedaan baik jenis spesies, jumlah spesies, ataupun jumlah individu masing-
masing spesies. Bedasarkan Gambar 15, kita dapat mengetahui bahwa Stasiun B
hanya ditemukan 1 individu dari 1 spesies saja, stasiun A ditemukan tiga jenis
dengan individu masing- masing jenis adalah 1, serta stasiun C dan D memiliki
jumlah jenis yang sama (ada empat jenis) dengan jumlah total individu yang
sama. Secara umum, kita bisa mengatakan bahwa stasiun C dan D sama-sama

39
memiliki kelimpahan total tertinggi (dalam hal ini berarti kaya akan jumlah
individu), akan tetapi bila kita perhatikan ternyata pada stasiun D, setiap jenis
memiliki proporsi yang berbeda. Ada satu jenis spesies yang jumlahnya lebih
banyak (mendominasi) di stasiun D tersebut.

Gambar 15. Ilustrasi keanekaragaman jenis, jumlah jenis, serta jumlah individu
pada setiap jenis.

Berdasarkan kondisi di atas, tentunya kita bisa menduga bahwa keberadaan


spesies dalam suatu lingkungan dapat menjadi sumber informasi kondisi
lingkungan tersebut. Semakin banyak jenis spesies yang dijumpai, maka akan
semakin tinggi tingkat kenaekaragaman jenis di suatu daerah, dan begitu pula
sebaliknya. Selanjutnya, jika kita perhatikan jumlah individu pada masing- masing
jenis dalam satu wilayah maka ini juga akan menjadi indikasi apakah setiap
individu punya kemampuan yang sama dalam berkembang ataukah ada individu
yang mendominasi di perairan sehingga individu lain akan tersingkir.
Untuk menduga secara tepat kondisi lingkungan berdasarkan jumlah spesies
dan jumlah individu yang ditemukan, maka para ahli sepakat menggunakan suatu
indeks yang dikenal dengan indeks keanekaragaman (diversity), keseragaman,
serta dominansi.

40
Indeks diversitas merupakan pengukuran matematik dari berbagai spesies
yang ada dalam suatu komunitas. Indeks ini berdasarkan pada kekayaan spesies
(jumlah spesies yang ditemukan), serta kelimpahan spesies (jumlah individu per
spesies). Indeks diversitas yang umum digunakan adalah indeks diversitas
Shannnon (Odum, 1993; Krebs, 2014).

Keterangan
S = jumlah spesies yang dijumpai
Pi = Proporsi spesies ke- i  ni/N
ni = jumlah individu spesies ke- i
N = jumlah total individu

Kisaran indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan seperti yang tersaji


dalam Tabel 4.
Tabel 4. Kisaran indeks keanekaragaman
Indeks Kisaran Kategori
H'<2,30 Rendah
Keanekaragaman jenis
2,30< H'<6,91 Sedang
(H’)
H'>6,91 Tinggi

Indeks keseragaman (Eveness) digunakan untuk mengetahui sejauh mana


kesamaan jumlah individu pada setiap spesies. Semakin tinggi kesamaan jumlah
individu pada setiap spesies, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada dominansi
spesies tertentu di perairan. Hal ini menandakan bahwa kondisi lingkungan stabil.
Nilai keseragaman akan berbanding terbalik dengan nilai dominansi. Indeks
keseragaman dihitung menggunakan rumus berikut (Odum, 1993; Krebs, 2014).
𝐻′
𝐸=
𝐻 𝑀𝑎𝑥

Keterangan :
E = indeks keseragaman
H' maks/lnS= lnS ( S adalah jumlah spesies)
H'= indeks keanekaragaman

41
Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1, semakin kecil nilai E
menunjukan semakin kecil pula keseragaman populasi, artinya penyebaran jumlah
individu tiap genus tidak sama dan ada kecendrungan bahwa suatu genus
mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi
menunjukan keseragaman, yaitu bahwa jumlah individu setiap genus dapat
dikatakan sama atau tidak ada berbeda. Adapun kriteria komunitas lingkungan
berdasarkan nilai indeks keseragaman disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Kriteria Komunitas Lingkungan Berdasarkan Nilai Indeks Keseragaman


Nilai Indeks Keseragaman (E) Kondisi Komunitas
0,00 < E ≤ 0,50 Komunitas berada pada kondisi tertekan
0,50 < E ≤ 0,75 Komunitas berada pada kondisi labil
0,75 < E ≤ 1,00 Komunitas berada pada kondisi stabil

Untuk mengetahui adanya dominasi jenis tertentu di perairan dapat


digunakan indeks dominasi Simpson dengan persamaan berikut (Odum, 1993;
Krebs, 2014).:
𝑪= (𝑛𝑖/N)2

Keterangan :
C : Indeks dominansi Simpson (0-1)
ni : Jumlah individu ke-i
N : Jumlah total individu

Kategori indeks dominansi disajikan dalam Tabel 6.


Tabel 6. Kategori indeks dominansi
Dominansi (C) Kategori
0,00 <C ≤ 0,50 Rendah
0,50 <C ≤ 0,75 Sedang
0,75 <C ≤ 1,00 Tinggi

Kondisi perairan dengan indeks dominansi yang tinggi menggambarkan


bahwa komunitas fitoplankton dalam kondisi tertekan oleh kondisi lingkungan.
Huszar dan Reynolds (1997) menyebutkan bahwa terdapat pergantian dominansi
spesies fitoplankton sebagai respon terhadap perubahan kondisi lingkungan yang
terjadi secala berkala pada danau rawa banjiran.

42
Indeks Saprobik
Indeks saprobik adalah indeks yang digunakan untuk mengetahui status
pencemaran bahan organik pada perairan. Indeks ini menggunakan keberadaan
organisme yang dijumpai di perairan dan karakteristiknya terhadap bahan organik
yang ada. Indeks saprobik di perairan digunakan untuk keadaan kualitas air yang
diakibatkan adanya penambahan bahan organik dalam suatu perairan yang
biasanya indikatornya adalah jumlah dan susunan spesies dari organisme di dalam
perairan tersebut. Saprobitas dapat diukur menggunakan indikator plankton,
karena setiap jenis plankton merupakan penyusun dari kelompok saprobitas
tertentu yang akan memengaruhi nilai saprobitas tersebut (Dresscher dan Mark,
1976). Saprobitas digolongkan sebagai berikut:
1. Polisaprobik, yaitu saprobitas pencemaran perairan yang tingkat
pencemarannya berat, sedikit atau tidak adanya DO di dalam perairan, bakteri
padat, kesuburan sulit dimanfaatkan dan tidak cocok untuk budidaya perairan.
2. Mesosaprobik, yaitu saprobitas perairan yang tingkat pencemarannya sedang
sampai dengan berat, kandungan DO dalam perairan tinggi, bakteri sangat
menurun, kesuburan sulit dimanfaatkan secara intensif.
3. Mesosaprobik, yaitu saprobitas perairan yang tingkat pencemaran sedang
sampai ringan, kandungan DO dalam perairan tinggi, bakteri sangat menurun,
menghasilkan produk akhir nitrat.
4. Oligosaprobik, yaitu saprobitas perairan yang tingkat pencemarannya ringan
atau belum tercemar, penguraian bahan organik sempurna, kandungan DO di
dalam perairan tinggi, jumlah bakteri sangat rendah.

Indeks saprobik digunakan dalam menentukan tingkat pencemaran dengan


persamaan berikut (Dresscher dan Mark, 1976).
X= (C+3D-B-3A)/(A+B+C+D)
Keterangan:
X = Koefisien Saprobik (-3 sampai dengan 3)
A = Jumlah organisme Polisaprobik (Cyanophyta)
B = Jumlah organisme Mesosaprobik (Euglenophyta)
C = Jumlah organisme Mesosaprobik (Bacillariophyta,Chrysophyta)
D = Jumlah organisme Oligosaprobik (Charophyta,Chlorophyta)

43
A, B, C, D = Jumlah organisme yang berbeda dalam masing- masing kelompok

Setelah diperoleh nilai saprobik maka ditentukan tingkat pencemaran


bahan organik berdasarkan kategori dalam Tabel 7 (Dresscher dan Mark, 1976).

Tabel 7. Klasifikasi tingkat pencemaran berdasarkan nilai saprobik


Bahan Tingkat Pencemar Fase Saprobik Koefisien
Pencemar Saprobik
Bahan Organik Sangat Berat Poly Saprobik -3,0 s/d -2,0
Poly/α-mesosaprobik -2,0 s/d-1,5
Cukup Berat α-meso/poly saprobik -1,5 s/d-1,0
α-meso saprobik -1,0 s/d -0,5
Bahan organik Sedang α/β-meso saprobik -0,5 s/d 0,0
+ Anorganik β/α-meso saprobik 0,0 s/d 0,5
Ringan β-meso saprobik +0,5 s/d +1,0
β-meso/oligo saprobik +1,0 s/d +1,5
Bahan organik Sangat ringan Oligo/β-meso saprobik +1,5 s/d +2,0
+ Anorganik Oligo/ saprobik +2,0 s/d +3,0

Teladan
1. Jelaskan konsep keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi plankton!
2. Bagaimana hubungan antara keseragaman dan dominansi?
3. Jelaskan klasifikasi saprobitas!

44
7. SUKSESI PLANKTON

Tujuan Instruksional
1. Mahasiswa memahami pengertian suksesi
2. Mahasiswa memahami suksesi plankton
3. Mahasiswa mampu melakukan analisis suksesi dan interpretasinya

Suksesi
Suksesi adalah proses pergantian spesies (komposisi jenis) atau komunitas
dengan struktur berbeda hingga kondinya mencapai keseimbangan. Kolonisasi
merupakan tahapan penting dalam suksesi biota pada habitat baru (Algadri et al.,
2017). Tahapan kolonisasi diawali dengan keberhasilan adaptasi organisme pionir
dilanjutkan dengan pertumbuhan dan reproduksi suatu organisme di suatu.
Suksesi terjadi akibat adanya perubahan lingkungan fisik dalam suatu komunitas
organisme.

Suksesi Plankton
Suksesi plankton merupakan proses perkembangan dan perubahan komposisi
(jenis dan kelimpahan) plankton dalam jangka waktu tertentu. Perkembangan
tersebut dapat diartikan sebagai pertambahan kepadatan plankton dalam satuan
waktu. Proses suksesi plankton bergantung pada karakteristik lingkungan dengan
faktor fisik (Ferragut dan Bicudo, 2012). Proses perkembangan suatu organisme
terjadi apabila kebutuhan hidupnya terpenuhi dan berkesempatan mengisi relung
kosong dalam ekosistem. Menurut Arsad et al. (2019), laju suksesi plankton
dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia perairan seperti suhu, kecerahan, nitrat,
dan ortofosfat.

Analisis Suksesi
Analisis data suksesi plankton dan perifiton menggunakan grafik suksesi
ekosistem Frontier (Gambar 16). Grafik suksesi ekosistem perifiton dibuat dengan
memplotkan ranking dari kepadatan jenis pada sumbu-X,dengan presentasi

45
kepadatan masing- masingnya pada sumbu-Y. Grafik yang diperoleh kemudian
disesuaikan dengan grafik baku suksesi Frontier (dalam log)

Gambar 16. Grafik baku suksesi Frontier (dalam log).

Analisis suksesi plankton/perifiton sebagai indikator kualitas air dengan


menyesuaikan grafik suksesi yang diperoleh pada grafik suksesi ekosistem
frontier. Berdasarkan tingkat perkembangan plankton/perifiton terhadap
lingkungan yang dikaji menggunakan model grafik suksesi frontier terdiri dari 3
stadium yaitu:
Stadium 1 = Produktivitas biologi rendah, kondisi labil (juvenil,
kompetisi antar jenis tinggi), tingkat ketahanan hidup
minimum.
Stadium 2 = Produktivitas biologi tinggi, kondisi stabil (matang),
kompetisi trofik rendah, tingkat ketahanan hidup maksimum.
Stadium 3 = Produktivitas biologi menurun, kondisi masih baik,
diversitas menurun, kompetisi trofik sedang, dan tingkat
ketahanan hidup sedang.

46
Teladan
Berikut ini disajikan grafik frontier dari perifiton yang tumbuh di susbtrat kaca di
perairan pesisir Dompak, Kota Tanjungpinang. Coba anda interpretasikan grafik
dan dugalah kondisi lingkungannya berdasarkan pola suksesi yang terjadi!

100
Persentase Kepadatan (Log)

10

Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
1 Minggu 4

0,1
1 10 100
Rank

47
8. PLANKTON DAN KUALITAS PERAIRAN

Tujuan Instruksional
1. Mahasiswa memahami peran plankton sebagai biota penduga kualitas perairan
2. Mahasiswa mampu menilai kualitas perairan berdasarkan keberadaan plankton/
perifiton

Bioindikator
Pemantauan kualitas perairan dapat diduga melalui pengukuran parameter
fisika, kimia, dan biologi perairan. Berdasarkan parameter biologi, pemantauan
tersebut dilakukan dengan menghitung komposisi dan kelimpahan dari berbagai
biota yang ada di habitat tertentu. Komposisi jenis serta kelimpahan biota
dipengaruhi oleh dinamika berbagai parameter lingkungan yang ada
Penggunaan respon biota/kelompok biota terhadap perubahan ekosistem
yang mampu menggambarkan kualitas dan kondisi lingkungan yang dikenal
dengan bioindikator (Indrowati et al., 2012). Bioindikator adalah kelompok atau
komunitas organisme yang kehadirannya atau perilakunya di alam berkorelasi
dengan kondisi lingkungan, sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas
lingkungan (Purwati, 2016). Keragaman jenis dan kepadatan makhluk hidup di
perairan sungai merupakan sebagian dari bioindikator yang dapat menunjukkan
kualitas lingkungan (Indrowati et al., 2012). Indikator biologi adalah kelompok
atau komunitas organisme yang dekat kekerabatannya dan keberadaan atau
tingkah- lakunya kemungkinan berkorelasi sangat erat dengan kondisi lingkungan
tertentu yang dapat digunakaan sebagai petunjuk atau uji kuantitatif.
Menurut Arsad et al. (2019), idealnya suatu indikator biologi perairan
meliputi beberapa kriteria sebagai berikut:
1) Sensitif terhadap perubahan
2) Hidupnya relatif menetap atau pergerakannya terbatas
3) Jenisnya mudah diidentifikasi
4) Sampel mudah didapatkan
5) Terdistribusi secara luas
6) Mudah mengakumulasi bahan pencemar

48
Plankton dan Perifiton Sebagai Bioindikator
Banyak jenis biota yang digunakan sebagai bioindikator, salah satunya
perifiton karena mampu menunjukkan respon yang cepat terhadap perubahan
kondisi fisika dan kimia lingkungan perairan. Dua alasan utama perifiton dalam
menentukan kondisi perairan adalah penyebarannya yang kosmopolit serta
ekologinya yang telah banyak dipelajari Keberadaan perifiton sangat memegang
peranan penting sebagai salah satu sumber makanan dalam rantai makanan bagi
berbagai organisme perairan. Berubahnya fungsi perairan yang disebabkan oleh
faktor alam maupun aktivitas manusia sering menyebabkan perubahan struktur
dan nilai kuantitatif perifiton karena organisme ini mulai sangat rentan sampai
sangat toleran terhadap setiap kondisi yang terjadi di perairan (Nyerli et al.,
2012). Hal ini dikarenakan kebanyakan organisme yang hidup di badan perairan
sensitif terhadap lingkungan hidupnya, baik yang terjadi secara alami maupun non
alami.
Arsad et al. (2019) menyatakan bahwa perifiton memiliki peran sebagai
bioindikator karena memiliki sifat yang sensitif serta hidupnya yang relatif
menetap pada substrat. Perifiton cukup baik dalam mendeteksi kesuburan perairan
(Ferragut dan Bicudo, 2012). Ada beberapa jenis perifiton yang sensitif terhadap
perubahan lingkungan dan adapula jenis perifiton yang tidak sensitif dan taha n
terhadap perubahan lingkungan (Arsad et al., 2019). Kelompok perifiton dari
kelas Cyanophyceae dan kelas Dinophyceae yang biasanya dijadikan sebagai
indikator kualitas perairan.
Perifiton epilitik sebagai bioindikator dalam penelitian ini
mempertimbangkan sifat perifiton epilitik yang hidupnya menempel di substrat
batuan, mendiami perairan sungai dalam waktu lama, dan sukar terbawa arus.
Perifiton epilitik direkomendasikan oleh peneliti sebagai bioindikator yang cocok
untuk menilai kondisi dan kualitas perairan mengalir karena salah satu syarat
organisme yang dapat dijadikan indikator adalah organisme yang memiliki
mobilitas rendah atau hidup menetap (Nyerli et al., 2012).

49
Teladan
1. Apa yang dimaksud dengan bioindikator?
2. Jelaskan peran plankton sebagai biota penduga kualitas perairan!

50
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Q. 1985. Red Tide. Oseana X(2):48-55.
Algadri, G.,Subhan, B., Arafat, D., Ghozali, A.T., Santoso, P., Madduppa, H.
2017. Kolonisasi Biota Sesil pada Media Semen “CRYPTO” di Kedalaman
Berbeda di Perairan Gosong Pramuka Kepulauan Seribu. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis. 9(1): 393-403.
[APHA]. 2017. American Public Health Association. Standart Methods for The
Examination of Water and Wastewater 23 rd ed. United Book Press Inc:
Maryland.
Apriadi, T., Ashari, I.H. 2018. Struktur Komunitas Fitoplankton pada Kolong
Pengendapan Limbah Tailing Bauksit di Senggarang, Tanjungpinang. Majalah
Ilmiah Biologi Biosfera-A Scientific Journal,35(3), 145 – 152.
Arsad, S., Zsalzsabil, N.A.N., Prasetiya, F.S., Safitri, I., Saputra, D.K., Musa, M.
2019. Komunitas Mikroalga Perifiton pada Subtrat Berbeda dan Peranannya
sebagai Bioindikator Perairan. Indonesian Journal of Fisheries and Technology.
15(1): 73-79.
Asriyana, Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Azizah, D. 2017. Kajian Kualitas Lingkungan Perairan Teluk Tanjungpinang
Provinsi Kepulauan Riau. Dinamika Maritim. 6(1): 40-46.
Bahri, S., Maliga, I. 2018.Pengaruh Organisme Perifiton dalam Memperbaiki
Kualitas Air Pada Lahan Basah Buatan Sistem Aliran Air Permukaan Bebas.
Jurnal Sumberdaya Air. 14(1): 1-14.
Bellinger, E.G., Sigee, D.C. 2010. Fresh Water Algae: Identification and Use as
Bioindicator. Chichester: John Wiley & Sons, Ltd.
Castro, P., Huber, M.E. 2019. Marine Biology 11 rd Edition. New York: McGraw-
Hill.
Dresscher , Th.G.N., Mark H.V.D. 1976. A Simplified Method for The Biological
Assessment of The Quality of Fresh and Slightly Brackish Water.
Hydrobiologia 48(3): 199-201.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Fatmayanti N, Apriadi T, Melani WR. 2019. Fitoplankton sebagai Bioindikator
Kualitas Perairan pada Zona Litoral Waduk Sei Pulai, Pulau Bintan,
Kepulauan Riau. DEPIK 8(3): 176–186.
Ferragut, C., Bicudo, D. D. C. 2012. Effect of N and P Enrichtmen on Periphytic
Algal Community Succession in a Tropical Oligotrophic Reservoir.
Limnology. 13: 131-141.
Hamzah, F., Trenggono, M. 2014. Oksigen Terlarut di Selat Lombok. Jurnal
Kelautan Nasional. 9(1): 21-35.
Haekal, M., Muskananfola, M. R., Purnomo, P. J. 2014. Hubungan antara
Sedimen Organik terhadap Perubahan Komunitas Perifiton di Perairan Pulau
Panjang Jepara. Diponegoro Journal of Maquares. 3(4): 58-66.
Huszar, V.L.M., Reynolds, C.S. 1997. Phtyoplankton Periodicity and Sequences
of Dominance in an Amazonian Flood-Lain Lake (Lago Batata, Para, Brasil):
Responses to Gradual Environmental Change. Hydrobiologia 346(1-3), 169-
181.

51
Indrayani N, Anggoro S, Suryanto A. 2014. Indeks Trofik-Saprobik sebagai
Indikator Kualitas Air di Bendung Kembang Kempis Wedung, Kabupaten
Demak. Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES) 3(4):161–
168.
Indrowati, Meti, Tjahjadi, P., Estu, R., Raras, I.Y., Siti, N, Dwito, P, Pandu,
H.W. 2012. Identifikasi Jenis, Kerapatan, dan Diversitas Plankton Bentos
sebagai Bioindikator Perairan Sungai Pepe Surakarta. Jurnal Bioedukasi. 5(2):
81-91.
Irawan, A., Sari, L. I. 2013. Karakateristik Distribusi Horizontal Parameter Fisika-
Kimia Perairan Permukaan di Pesisir Bagian Timur Balikpapan. Jurnal Ilmu
Perikanan Tropis. 18(2): 21-27.
Kawaroe M, Prartono T, Sunuddin A, Sari DW, Augustine D. 2010. Mikroalga:
Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar. Bogor: IPB
Press. 150 hal.
Krebs CJ. 2014. EcologicalMethodology, 3rd ed. Online access.
http://www.zoology.ubc.ca/~krebs/books.html
Mahfuz, Miswan, Pitopang, R. 2013. Keanekaragaman Perifiton pada Habitat
Keong Oncomelania hupensis- linduensis di Desa Dodolo Sulawesi Tengah.
Biocelebes. 7(1): 01-08.
Meirinawati, H. 2015. Siklus Fosfor di Lautan. Oseana. 11(4): 31-40.
Meirinawati, H., Fitriya, N. 2018. Pengaruh Konsentrasi Nutrien Terhadap
Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Halmahera-Maluku. Oseanologi dan
Limnologi di Indonesia. 3(3): 183-195.
Nyerli SV, Kivrak E, Gurbuz H, Manav E, Mangit F, Turkecan O.
2012. Phytoplankton community, nutrients, and chlorophyll a in Lake Mogan
(Turkey); with comparison between current and old data. Turkish Journal of
Fisheries an Aquatic Sciences. 12:95-104.
Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Penerjemah Samingan T,
Editor Srigando. Gadjah Mada UniversityPress.Yogyakarta
Pratama, P.S., Wiyanto, D.B., Faiqoh, E. 2017. Struktur Komunitas Perifiton pada
Lamun Jenis Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundatta di Kawasan
Pantai Sanur. Journal of Aquatic Sciences. 3(1). 123-133.
Pratiwi, N.T.M., Hariyadi, S., Kiswari, D.I. 2017. Struktur Komunitas Perifiton di
Bagian Hulu Sungai Cisadane, Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, Jawa Barat. Jurnal Biologi Indonesia. 13(2). 289-296.
Pratiwi NTM, Krisanti M, Ayu IP, Nursiyamah S, Apriadi T, Iswantari A, Zulmi
R. 2015. Mengenal Mikroalgae Berfilamen. Bogor. IPB Press. 68 hal.
Purwati, U.S. 2016. Karakteristik Bioindikator Cisadane: Kajian Pemanfaatan
Makrobentik untuk Menilai Kualitas Sungai Cisadane. Ecalob Journal.
9(2):47-104.
Rizqina, C., Sulardiono, B., Djunaedi, A. 2017. Hubungan Antara Kandungan
Nitrat dan Fosfat dengan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Pulau Pari,
Kepulauan Seribu. Journal of Maquares. 6(1): 43-50.
Reynolds C. S. 2006. The Ecology of Phytoplankton. USA: Cambridge
University Press.
Rosada, K., Sunardi. 2021. Metode Pengambilan dan Analisis Plankton. Bandung:
UNPAD Press.

52
Siagian, M. 2012. Kajian Jenis dan Kelimpahan Perifiton pada Eceng Gondok
(Eichornia crassipes) di Zona Litoral Waduk Limbungan, Pesisir Rumbai,
Riau. Jurnal Akuatik. 3(2): 95-104.
Suriadarma, A. 2011. Dampak Beberapa Parameter Faktor Fisik Kimia Terhadap
Kualitas Lingkungan Perairan Wilayah Pesisir Karawang - Jawa Barat. Jurnal
Riset Geologi dan Pertambangan. 21(2): 21-36.
Suryanto A, Suryanti, Ersa MMS. 2014. Analisa Status Pencemaran dengan
Indeks Saprobitas di Sungai Klampisan Kawasan Industri Candi Semarang.
Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES)3(4):216–224
Suthers, I. M., Rissik, D. 2008. pLankton: a Guide to Their Ecology and
Monitoring for Water Quality. Victoria: CSIRO Publishing.
Taniwaki, R.H., Magrin, A.G.E., Calijuri, M.D.C., Carlos, V.M. 2013. Biomass
and Elemental Composition (C,N,H) of the Periphytic Community Attached to
Polygonum Punctatum Eli. In a Subtropical Reservoir and its Relatioship to
Enviromental Factor. Limnetic. 32(2): 189-200.
Utama, A.P., Soenardjo, N., Endrawati, H. 2019. Komposisi Perifiton pada Daun
Lamun Enhalus acoroides, Royle 1839 (Angiosperms : Hydrocharitaceae) dan
Thalassia hemprichii, Ascherson 1871 (Angiosperms : Hydrocharitaceae) di
Perairan Teluk Awur Jepara. Journal of Marine Research. 8(4): 340-345.
Wardhana, W. 2003. Penggolongan Plankton. Artikel Pelatihan Teknik Sampling
dan Identifikasi Plankton. Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Perikanan.
Jakarta 7-8 Mei 2003.
Wetzel, R.G. 2001. Limnology Lake and Reservoir Ecosystem. San Diego:
Academic Press.
Wibowo, A., Umroh., Rosalina, D. 2018. Keanekaragaman pada Daun Lamun di
Pantai Tukak Kabupaten Bangka Selatan. Akuatik-Jurnal Sumberdaya
Perairan. 8(2): 7-16.
Yuniarno, H.A., Rushwahyuni, Suryanto, A. 2015. Abundance of Periphyton on
Massive and Branching Coral in Water of Panjang Island Jepara. Diponegoro
Journal of Maquares. 4(4): 99-10.

53
GLOSARIUM

Blooming : ledakan populasi


Kosmopolit : memiliki penyebaran luas
Motile : pergerakan terbatas (bergerak-gerak di tempat)
Mobile : pergerakan bebas
Plankter : satu individu plankton
Planktonologi : ilmu yang mempelajari plankton
Planktonoligist : seseorang yang mempelajari atau menekuni planktono logi
Planktivore : hewan pemakan plankton
Planktonic : mempunyai sifat atau karakteristik plankton
Pyrenoid : penyimpan pati
Soliter : hidup sendiri
Swimming cell : sel perenang (mampu melakukan pergerakan bebas/
mobile)
unicell : satu sel

54
INDEKS

A K
Autotrof, 2 Keanekaragaman, 16, 19, 41, 52, 53
Kelimpahan, 31, 34, 37, 52, 53
B Keseragaman, 39, 42

Biomassa, 36, 37
M
D M eroplankton, 3
M ikroalgae, 52
Dominansi, 39, 42, 55
N
F
Nitrat, 23, 24, 52
Filamen, 9 Nutrien, 52
Fitoplankton, 2, 5, 7, 23, 25, 51, 52
Fosfat, 24, 25, 52
P
H Perifiton, 3, 4, 5, 49, 51, 52, 53
Pigmen, 8, 9, 11
Heterotrof, 2 Produktivitas, 38, 46, 51
Holoplankton, 3
Z
Zooplankton, 2, 5, 17

55
BIODATA PENULIS

Tri Apriadi lahir di Curup (Bengkulu), 2 April 1986.


Penulis merupakan staf pengajar di jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan (MSP), Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan (FIKP), Universitas Maritim Raja Ali Haji
(UMRAH) sejak tahun 2015. Beberapa mata kuliah yang
diampu oleh penulis antara lain: Mikrobiologi Perairan,
Planktonologi, Analisis Fisika Kimia Perairan,
Instrumentasi Laboratorium Lingkungan, Produktivitas
Perairan, Ekotoksikologi Perairan, serta Manajemen
Sumberdaya Perairan.
Sebelum mengabdi di FIKP UMRAH, pada tahun 2008-2011 penulis bekerja
sebagai Environmental Analyst and Quality Management System di Perusahaan
Pertambakan Udang Terintegrasi di Lampung dan Sumatera Selatan, Indonesia.
Beberapa penelitian dan kajian yang pernah dilakukan penulis yaitu: Kajian
Biodiversitas Plankton di Perairan Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau
(2021),Hidrodinamika Sumber Air Baku Pulau Kecil (2021), Strategi Pengelolaan
Terpadu Waduk Sei Pulai yang Berkelanjutan (2021), Biodiversitas Akuatik pada
Aliran Sungai di Senggarang Kota Tanjungpinang (2019), Status Mutu dan
Kesuburan Perairan Waduk Sei Pulai Kota Tanjungpinang (2019), Kajian Kualitas
Air Baku dan IndeksKesuburanPerairanWaduk Sei GesekKabupatenBintan
(2018), Kajian Potensi Harmful Algal Blooms (HABs) di Perairan Pulau Bintan
(2018), Pendugaan Potensi Lahan Bekas Galian Bauksit untuk Pengembangan
Sektor Perikanan di Pulau Bintan (2017), Analisis Logam Berat serta Mineral
Makro dan Mikro pada Lahan Bekas Galian Tambang Bauksit di Pulau Bintan
(2016), sertaEksplorasi Potensi Filamentus Mikroalgae sebagai Alternatif
Sumberdaya Terbarukan (2014-2015).

Wahyu Muzammil lahir di Jakarta pada tanggal 5


November 1988. Menyelesaikan Pendidikan
SarjanaPerikanan di FPIK IPB, Bogor tahun 2010,
Magister PengelolaanSumberdayaPerairan SPS-IPB
tahun 2015. Pada tahun 2013, penulis berkesempatan
mengikuti kegiatan International Research Hub Project
for Climate Change and Coral Reef/Island Dynamics di
University of the Ryukyus (Jepang) dan kegiatan
Intensive Summer School under the Graduate Program

56
for Fostering Frontiers of Practical Solution in a Population-Activity-Resources-
Environments (PARE) Chain di Hokkaido University (Jepang).
Mulai bekerja menjadi Dosen di Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji
(UMRAH) sejak tahun 2018. Saat ini penulis merupakan Kepala Laboratorium
Marine Biotechnology FIKP UMRAH (2019-sekarang), serta pernah mengemban
amanah sebagai Koordinator Pusat Kuliah KerjaNyata UMRAH (2020). Selain itu
penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan dan pelatihan yang menunjang skill
dan kompetensi penulis
Di sela-sela kesibukannya, penulis ikut pula menjadi anggota organisasi ilmiah
seperti Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (2019), Masyarakat Limno logi
Indonesia (2020-sekarang), dan Indonesian Marine and Fisheries Genetic
Network (2021-sekarang). Sebagai pendidik, penulis juga berbagi karya
pemikirannya lewat jurnal dan intellectual property right berupa hak cipta cerita
bergambar Dugong & Friends (EC00202057538).

Winny Retna Melani lahir di Yogyakarta pada tahun


1974. Pendidikan dasar hingga menengah diselesaikan di
Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Pada tahun 1998
menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian/Agribisnis di Universitas Riau dan tahun 2000
telah menyelesaikan pendidikan S2 pada Jurusan
Environmental Management, University Kebangsaan
Malaysia. Penulis memulai karier sebagai pegawai
honorer di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karimun
Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tahun 2000-2014. Mulai
berprofesi sebagai dosen pada tahun 2018 hingga sekarang
di Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), UniversitasMaritim Raja Ali
Haji (UMRAH). Mata Kuliah yang diampu penulis yaitu Pencemaran Perairan
dan Pengolahan Limbah, Ekotoksikologi, Analisis Dampak Lingkungan dan
Sumberdaya Air Tawar Pulau Kecil. Penulis tergabung dalam group
risetProduktivitas dan Lingkungan Perairan (Proling) Jurusan MSP UMRAH,
dimana focus penelitian pada kajian kualitas perairan pulau kecil, sumberdaya air
tawar pulau kecil dan daerah aliran sungai (DAS) pulau kecil. Dalam menjalankan
tugas tri dharma perguruan tinggi, penulis aktif sebagai Tenaga ahli bidang
lingkungan pada Komisi AMDAL Provinsi Kepri (2015-sekarang), Komisi
AMDAL Kabupaten Bintan (2015-2020) dan anggota tim validasi KLHS Provinsi
Kepri (2019-sekarang). Penulis juga ikut keanggotaan organisasi ilmiah yaitu
Masyarakat Limnologi Indonesia (2020-sekarang). Penulis juga aktif membina
mahasiswa yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Korps Sukarelawan
PMI Universitas Maritim Raja Ali Haji sejak tahun 2015 hingga sekarang.

57
Andi Zulfikar lahir pada tanggal 7 Mei 1973 di
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta daripasangan Bapak H.
Anwar dan Ibu Hj. Juhroh. Anak pertama dari enam
bersaudara, yaitu Siti Fakhroh,Fakhrudin, Lis Amliah, Ika
Puspitasari dan Hendri Priyatna. Pada tahun 1991, penulis
diterima pada Jurusan Perikanan Pendidikan Guru
Kejuruan Pertanian (D3) Fapoltan IPB, Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor dan lulus
tahun 1994. Pada tahun 1997, penulis melanjutkan studi
pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan
(S1)Univeristas Padjadjaran Bandung dan lulus tahun 2001. Pada tahun 2006
penulis melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana (S2) Minat Bioteknologi
Perairan di Program Studi Budidaya Perairan Universitas Brawijaya Malangdan
lulus pada tahun 2008.
Sejak tahun 2010, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada FakultasIlmu
Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH)
Tanjungpinang. Pada tahun 2016, melanjutkan studi Sekolah Pascasarjana (S3) di
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan (SDP), Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, IPB melalui jalur Beasiswa Unggulan Dosen Indonesia dalam
Negeri (BUDI-DN). Salah satu syarat memperoleh gelar Doktor, penulis
menyusun disertasi dengan judul “Penggunaan Lamun dalamPengembangan
Indeks Tingkat Tekanan Antropogenik Lingkungan (Studi Kasus Thalassia
hemprichii di Kepulauan Seribu)”. Selama menempuh pendidikan S3, penulis
telah mempublikasikan karya ilmiah pada Jurnal Internasional dan Jurnal
Nasional terakreditasi DIKTI. Jurnal internasional berjudul “Confirmatory factor
analysis of seagrass Thalassia hemprichii descriptors from coastal waters of
Kepulauan SeribuMarine National Park” di AACL, Bioflux Volume 12, Issue 6
tahun 2019,prosiding internasional berjudul “Assessment of Thalassia
hemprichiiSeagrass Metrics for Biomonitoring of Environmental Status” IOP
ConferenceSeries: Earth and Environmental Science doi:10.1088/1755-
1315/420/1/012037 dan jurnal nasional JIPI IPB dengan judul “Kajian Hubungan
Allometrik dan Biomasa Lamun Thalassia hemprichii Sebagai Bioindikator
Lingkungan“ (proses publikasi). Bagian dari disertasi ini jugatelah diseminarkan
pada Seminar Internasional dengan judul “Assessment of Thalassia hemprichii
Seagrass Metrics for Biomonitoring of Environmental Status” (SCESAP
International Symposium 2019 di Auditorium Andi Hakim Nasution IPB, Bogor).

58
Buku ini berisi bahan materi perkuliahan
untuk Mata Kuliah Planktonologi meliputi: ruang
lingkup planktonologi, klasifikasi fitoplankton,
klasifikasi zooplankton, faktor lingkungan yang
memengaruhi plankton, kelimpahan dan distribusi
plankton, biomassa dan produktivitas plankton,
indeks biologi plankton, suksesi plankton serta
plankton dan kualitas perairan.

Anda mungkin juga menyukai