Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROPALEONTOLOGI

BIOZONASI

Disusun Oleh :
Dona Meydyanti 21100117140047
Evie Irvinia Puspitasari 21100117120015
Aziz Ammar 21100117120023
Hayat Syafi’I 21100117120030
Mario Ignatio 21100117140050
Ricky Anggara 21100117130063
Satrio Sondy Sibuea 21100117130070

LABORATORIUM SEDIMEN, GEOLOGI MINYAK BUMI,


DAN GEOKIMIA
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
APRIL 2019
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan praktikum Mikropaleontologi Acara Biozonasi yang disusun oleh
kelompok 9 telah disahkan pada :
hari :
tanggal :
waktu :
Sebagai syarat untuk memenuhi laporan praktikum Mikropaleontologi.

Semarang, April 2019


Assisten Acara, Praktikan,

Nur Hanifah Kelompok 9


NIM : 21100115120024 NIM : -
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Maksud ................................................................................................ 1

1.2 Tujuan .................................................................................................. 1

1.3 Tempat Penelitian ................................................................................ 1


BAB II DASAR TEORI

BAB III HASIL DESKRIPSI


2.1 Foraminifera ........................................................................................ 2
2.2 Biostratigrafi ........................................................................................ 6
BAB IV PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 49


LAMPIRAN ....................................................................................................... 50
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud
1.1.1 Menganalisis Perbedaan planktonik dan Bentonik
1.1.2 Mendeterminasi Umur lapisan dari Planktonik
1.1.3 Mengetahui Batimetri dari Bentonik
1.2 Tujuan
1.2.1 Dapat Menganalisis Perbedaan planktonik dan Bentonik
1.2.2 Dapat Mendeterminasi Umur lapisan dari Planktonik
1.2.3 Dapat Mengetahui Batimetri dari Bentonik.
1.3 Waktu dan tempat pelaksanaan
Praktikum Mikropaleontologi dengan acara Biozonasi berlangsung
pada :
1.3.1 Praktikum 1
Hari, tanggal : Senin, 22 April 2019
Pukul : 18.30 WIB – selesai
Tempat : Ruangan 202 Lantai 2, Gedung Pertamina Sukowati
Unversitas Diponegoro.
1.3.2 Praktikum 2
Hari, tanggal : Selasa, 23 April 2018
Pukul : 15.30 WIB – selesai
Tempat : Ruangan 202 Lantai 2, Gedung Pertamina Sukowati
Unversitas Diponegoro.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Biostratigrafi
Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang
mempunyai cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera
diketemukan melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam kurun waktu 540 juta
tahun. Cangkang foraminifera umumnya terdiri dari kamar-kamar yang
tersusun sambung-menyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada
yang berbentuk paling sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau
berbentuk bola dengan satu lubang. Cangkang foraminifera tersusun dari bahan
organik, butiran pasir atau partikel- partikel lain yang terekat menyatu oleh
semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau aragonit) tergantung dari spesiesnya.
Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran berkisar dari 100
mikrometer sampai 20 sentimeter. Penelitian tentang fosil foraminifera
mempunyai beberapa penerapan yang terus berkembang sejalan dengan
perkembangan mikropaleontologi dan geologi. Fosil foraminifera bermanfaat
dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak
dan gas bumi.
Foraminifera termasuk dalam kingdom Protista, yaitu suatu kerajaan
organism bersel tunggan (uniseluler) yang tidak diketahui apakah termasuk ke
dalam golongan hewan atau tumbuhan. Hal penting sehubungan dengan
foraminifera, adalah bahwa foraminifera merupakan bagian dari phylum
Protozoa.
Foraminifera merupakan salah satu Ordo dari Kelas Sarcodina, Phyllum
Protozoa. Kelas Sarcodina merupakan salah satu kelas yang mempunyai
kemampuan untuk membentuk rangka luar (eksoskeleton), yang tersusun oleh
berbagai senyawa, terutama kalsium karbonat.Oleh karena itu dibandingkan
Kelas yang lain pada Phylum Protozoa, Foraminifera paling banyak dijumpai
sebagai mikrofosil.
Berdasarkan habitatnya, foraminifera dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu;
1. Foraminifera bentonik, kelompok ini pada masa dewasanya selalu
tinggal di dasar tempat hidupnya, baik yang dapat bergerak (vagil)
maupun yang tertambat (sesil). Contohnya: Rotalia, Ammodiscus,
Amphistegina, Nummulites.
2. Foraminifera planktonik, kelompok ini sepanjang hidupnya
mengambang, baik di permukaan maupun pada tubuh airlaut di bawah
permukaan. Contohnya: Globigerina, Globigerinoides, Globorotalia.

Di bawah ini akan dibahas beberapa factor pembeda antara foraminifera


bentonik dengan foraminifera planktonik.
1. Bentuk dasar test : foraminifera planktonik mempunyai variasi bentuk
dasar test yang terbatas, yaitu dari globular, subglobular, hingga bentuk
lensa (lentikuler), sedangkan foraminifera bentonik mempunyai variasi
bentuk yang sangat beragam.
2. Komposisi dinding test : foraminifera planktonik semuanya berdinding
test hyaline, sedangkan foraminifera bentonik mempunyai dinding test
yang beraneka ragam mulai agglutinated (arenaceous), porselin hingga
hyaline.
3. Jumlah dan susunan kamar : foraminifera planktonik semuanya
berkamar ganda (polythalamus) dengan kamar – kamar terputar
trochospiral, kecuali Hantkenina, Globigerinella, dan Hastigerina yang
semuanya terputar planispiral. Sedangkan pada foraminifera bentonik
mempunyai wakil pada semua variasi jumlah dan susunan kamar mulai
yang sederhana sampai yang paling kompleks.

Cangkang foraminifera biasanya terdiri atas sebuah atau lebih kamar


yang satu sama lain dibatasi oleh sekat atau septa. Berikut adalah morfologi
cangkang foraminifera (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Sayatan penampang foraminifera rotaloid yang memperlihatkan struktur
utama tubuhnya (Jones, 1956).
Keterangan :
 Dinding : lapisan terluar dari cangkang foraminifera yang berfungsi
melindungi bagian dalam tubuhnya. Dapat terbuat dari zat-zat organik
yang dihasilkannya sendiri atau material asing yang diambil dari
sekelilingnya.
 Kamar : bagian dalam foraminifera dimana protoplasma berada.
 Proloculum : kamar utama pada cangkang foraminifera.
 Septa : sekat-sekat yang memisahkan antar kamar.
 Sutura / sutur : garis pertemuan antara septa dengan dinding cangkang.
 Aperture : lubang utama pada cangkang foramlnifera yang fungsinya
sebagai mulut atau juga jalan keluarnya protoplasma
2.2 Biostratigrafi
Satuan Biostratigrafi merupakan tubuh lapisan batuan yang dipersatukan
berdasarkan kandungan fosil atau ciri-ciri paleontologi sebagai sendi pembeda
terhadap batuan di sekitarnya (Sandi Stratigrafi Indonesia,1996). Pembagian
biostratigrafi dimaksud untuk mengolongkan lapisan-lapisan di bumi secara
bersistem menjadi satuan-satuan bernama berdasarkan kandungan dan
penyebaran fosil. Satuan biostratigrafi ialah tubuh lapisan batuan yang
dipersatukan berdasar kandungan fosil atau ciri-ciri paleontologi sebagai sandi
pembeda terhadap tubuh batuan sekitarnya.
Biostratigrafi berdasar pada hukum tertentu sebagai dasar asumsi, yang
juga berlaku dalam stratigrafi yaitu: hukum superposisi yang menyatakan
bahwa dalam urutan lapisan batuan belum terganggu maka lapisan termuda
adalah lapisan paling atas; hukum horisontalitas yaitu lapisan sedimen
diendapkan hampir secara horisontal dan sejajar dengan permukaan tempat
sedimen tersebut diendapkan, dan juga hukum urutan fauna yang menyatakan
bahwa jenis fosil berbeda sesuai dengan umur. Satuan dasar dalam
biostratigrafi adalah zona atau biozona (Sandi Stratigrafi Indonesia,1996)
sebagai berikut :
1. Zona Kumpulan ialah satu lapisan atau kesatuan sejumlah lapisan yang
terdiri oleh kumpulan alamiah fosil yang khas atau kumpulan sesuatu jenis
fosil. Kegunaan Zona Kumpulan, selain sebagai penunjuk lingkungan
kehidupan purba dapat dipakai sebagai penciri waktu. Batas dan kelanjutan
Zona Kumpulan ditentukan oleh batas-batas terdapat kebersamaannya
(kemasyarakatan) unsur-unsur utama dalam kesinambungan yang wajar.
Nama Zona Kumpulan harus diambil dari satu unsur fosil atau lebih yang
menjadi penciri utama kumpulannya. Misalnya suatu lapisan batuan
mengandung sekumpulan fosil A, maka bisa disebut zona Kumpulan A.

Gambar 2.2 biostratigrafi zona kumpulan

2. Zona Kisaran ialah tubuh lapisan batuan yang mencakup kisaran stratigrafi
unsur terpilih dari kumpulan seluruh fosil yang ada. Kegunaan Zona
Kisaran terutama ialah untuk korelasi tubuh-tubuh lapisan batuan dan
sebagai dasar untuk penempatan batuan-batuan dalam sekala waktu geologi.
Batas dan kelanjutan Zona Kisaran ditentukan oleh penyebaran tegak dan
mendatar takson (takson-takson) yang mencirikannya. Nama Zona Kisaran
diambil dari satu jenis fosil atau lebih yang menjadi ciri utama zona. Contoh :
Zona kisaran Globorotalia margaritae, zona kisaran Globigerinoides
sicanus-Globigerinetella insueta

Gambar 2.3 biostratigrafi zona kisaran

3. Zona Puncak ialah tubuh lapisan batuan yang menunjukkan perkembangan


maksimum suatu takson tertentu. Kegunaan Zona Puncak dalam hal
tertentu ialah untuk menunjukkan kedudukan kronostratigrafi tubuh lapisan
batuan dan dapat dipakai sebagai petunjuk lingkungan pengendapan purba,
iklim purba. Batas vertikal dan lateral Zona Puncak sedapat mungkin
bersifat objektif. Nama Zona Puncak diambil dari nama takson yang
berkembang secara maksimum dalam Zona tersebut.

Gambar 2.4 biostratigrafi zona puncak

4. Zona Selang ialah selang stratigrafi antara pemunculan awal/akhir dari dua
takson penciri. Kegunaan Zona Selang pada umumnya ialah untuk korelasi
tubuh-tubuh lapisan batuan. Batas atas atau bawah suatu Zona Selang
ditentukan oleh pemunculan awal (First Appreance Datum) atau akhir (Late
Appreance Datum) dari takson-takson penciri. Nama Zona Selang diambil
dari nama-nama takson penciri yang merupakan batas atas dan bawah Zona
tersebut. Bidang dimana titik-titik tempat pemunculan awal/akhir tersebut
berada, disebut sebagai biohorison/biodatum.

Gambar 2.5 biostratigrafi zona selang

5. Zona Rombakan adalah tubuh lapisan batuan yang ditandai oleh banyaknya
fosil rombakan, berbeda jauh daripada tubuh lapisan batuan di atas dan di
bawahnya. Zona rombakan umumnya khas berhubungan dengan penurunan
muka air laut relatif yang cukup besar, baik lokal maupun regional.
6. Zona Padat ialah tubuh lapisan batuan yang ditandai oleh melimpahnya fosil
dengan kepadatan populasi jauh lebih banyak daripada tubuh batuan di atas
dan di bawahnya. Zona padat ini umumnya diakibatkan oleh sedikitnya
pengendapan material lain selain fosil.
A. Fosil Rombakan
Fosil rombakan merupakan fosil yang berpindah setelah pembatuan.
Keberadaan fosil rombakan ini sering membuat terjadinya OVERLAP umur
dari biozonasi yang dibuat. Fosil rombakan ini tidak dipergunakan untuk
menyusun biostratigrafi, tetapi keberadaannya pada batuan harus tetap
dicatat untuk kepentingan analisis yang lain (proses tektonik, erosi dll).
Macam-macam fosil rombakan :
1. Reworked Fossil
 Fosil dari batuan yang lebih tua, yang terkikis, terangkut dan
terendapkan kembali dalam endapan yang berumur lebih muda.
 Reworked fossil ini terjadi pada fosil yang mempunyai daya tahan
terhadap keausan yang tinggi, sehingga dapat bertahan terhadap
proses sedimentasi ulang yang bekerja.
2. Introduced fossil (infiltrated fossil)
 Fosil yang berumur lebih muda yang terdapat pada batuan yang lebih
tua
 Hal ini dapat terjadi karena proses infiltrasi larutan dari batuan yang
lebih muda yang membawa tubuh fosil ke lapisan batuan di
bawahnya yang berumur lebih tua, melalui suatu rekahan.
 Selain itu dapat pula terjadi pada saat pengambilan sampel bawah
permukaan melalui pemboran, dimana terjadi runtuhan batuan di
atasnya yang kemudian mengendapkan fosil yang berumur lebih
muda pada batuan yang berumur lebih tua di bawahnya.

Biozonasi Blow (1969) adalah yang paling sering dipakai di


Indonesia, untuk berbagai keperluan, baik penentuan umur batuan sedimen
maupun korelasi. Salah satu faktornya adalah karena sifat kesederhanaan
pemakaiannya, dimana dalam tatanama hanya menggunakan notasi huruf P
(untuk Paleogen) dan N (untuk Neogen) dan angka (1-22/23) untuk bagian
yang lebih rinci dari zonanya.

B. Metode Biostratigrafi Menggunakan Biozonasi


- Melakukan determinasi mikrofosil berupa foraminifera plangtonik
dalam spesies yang berbeda.
- Kemudian menghitung jumlah fosil dalam setiap spesies yang
dimasukan kedalam tabel. Umumnya penulisan jumlah fosil didasarkan
pada beberapa kelompok sesuai kebutuhan.
- Metode biozonasi yang paling umum dipakai yaitu interval zone atau
zona interval. Zona ini ditentukan berdasarkan interval antar datum.
C. Cara Penentuan Umur Dengan Biozonasi
1. Siapkan sampel batuan yang akan diteliti, dalam bentuk peraga butir.
2. Dengan mikroskop binokuler, pisahkan peraga fosil dengan butiran
sedimen.
3. Fosil yang didapat kemudian ditentukan jenisnya (nama spesies).
4. Masukkan semua spesies fosil tersebut pada daftar fosil (fosil list).
5. Pasang garis kisaran umur tiap spesies fosil tersebut (N3, N4, N5 dst.
Untuk mengetahui kisaran umur fosil, bisa dilihat pada berbagai
pustaka). Selanjutnya dilakukan penentuan biodatum dalam stratigrafi
yaitu berupa kemunculan awal atau first appearance datum (FAD) dan
kemunculan akhir last appearance datum (LAD).
6. Dari garis kisaran yang dibuat pada tiap spesies tersebut, tentukan
kolom dimana terjadi overlap dari kisaran-kisaran tersebut. Umur
batuan merupakan daerah overlap kisaran tersebut.
7. Jika terjadi lebih dari satu overlap kisaran (overlap kisaran umur tua
dan overlap kisaran umur muda), perhatikan spesies apa yang
menjadikan kisaran umur yang lebih tua. Periksa kembali spesies
tersebut.
8. Jika hasil identifikasi ulang membuktikan bahwa telah terjadi kesalahan
identifikasi, maka tentukan kembali spesies tersebut dan buatlah
kisaran umurnya dan tentukan overlap yang baru.
9. Jika identifikasi ulang tidak menemukan kesalahan penentuan spesies,
ulangi prosedur no. 8 untuk overlap kisaran umur yang lebih muda.
10. Jika ternyata dari dua identifikasi ulang keduanya tidak menunjukkan
kesalahan determinasi, maka overlap umur yang dipakai adalah overlap
kisaran umur yang lebih muda, sedangkan overlap kisaran umur yang
lebih tua kemungkinan disebabkan oleh spesies-spesies reworked.
BAB III
PEMBAHASAN

Praktikum Mikropaleontologi acara Biozonasi dilakukan sebanyak dua kali,


yaitu pada hari Senin, 22 April 2019 dan 23 April 2019, pukul 18.30 WIB-Selesai.
Pada kegiatan praktikum tersebut, praktikan diberi data foraminifera planktonic dan
bentonik untuk diolah menggunakan cara pengerjaan seperti yang telah diajarkan
oleh asisten pada sesi sebelum sesi latihan pengerjaan. Dari hasil pengerjaan yang
dilakukan dengan mendeterminasi data fosil foraminifera planktonic dan bentonik
yang diberikan oleh asisten, pada BAB II dilakukan pendeskripsian dan pengerjaan
data yang ada. Kemudian dilakukanlah pembahasan yang akan diuraikan pada BAB
IV ini. Pembahasan meliputi analisa foramininifera dalam kaitannya dengan
penentuan biostratigrafi, biozonasi, lingkungan penngendapan dan umur dari
lapisan batuan tempat fosil foraminifera ini berada. Pendetermiasian foraminifera
planktonic ini sangat cocok digunakan dalam penentuan umur batuan, dan
pendetermnasian fosil foraminifera bentonik sangat cocok untuk benentuan
batymetri.
3.1 Foraminifera Planktonik
Data fosil foraminifera yang ada dibagi menjadi beberapa zona. Satu zona
dibuat dal FAD-LAD, LAD-FAD, LAD-LAD atau FAD-FAD. Data plantonik yang
praktikan kerjakan sendiri terbagi menjadi lima zona, dimana masing-masing diberi
nama zona 1, zona 2, zona 3, zona 4 dan zona 5. Sedangkan nama-nama fosil
foraminifera planktonic yang berjumlah 12 fosil diberi nama fosil A-L, yaitu fosil
A, B, C, D, E, F, G ,H, I, J, K dan L. pendeterminasian fosil foraminifera planktonic
ini dimaksudkan untuk menentukan umur lapisan batuan.
Pada zona 1, terdapat fosil A, B, C, D, E, F, G, H dan L. Dimana setelah
semua fosil dimasukan kedalam tabel pengerjaan zona planktonic didapatlah umur
kisaran dari sampel 1 ini, yaitu umur N10 – N13 (miosen tengah). Zona 2 terdiri
dari fosil A, B, C, D ,F ,G dan H. zona I 2 ini memiliki umur N9-N13(miosen
tengah). Zona 3 terdiri dari fosil A, B, C, D, E, F, G, H , I, J, K, K dan L denganumur
kisaran N9-N13(miosen tengah). Zona 4 terdiri dari fosil A, B, C, D, G, H, I, J, K,
dan L dengan umur kisaran N8-N15 (miosen awal-miosen tengah). Zona 5 terdiri
dari fosil B, C, D, I, J, dan K dengan umur N10-N23(Miosen tengah – Resen). Dari
kelima zona tersebut dapat disimpulkan bahwa umur lapisan adalah miosen awal –
Resen dengan kelimpahan fosil foraminifera terbanyak berada pada usia Miosen
Tengah.

3.2. Foraminifera Bentonik


Determinasi fosil foraminifera bentonik ini dimaksdkan untuk penentuan
batymetri dari lapisan batuan. Data forsminifera bentonik yang diolah sendiri terdiri
dari sampel 1, 2, 5, 7, 12, 13, 5, 10, 15 dan 20. Sampel 1 memiliki kedalaman outer
neritic – upper bathyal. Sampel 5 memiliki kedalaman Upper bathyal – lower
bathyal. Sampel 7 memiliki kedalaman upper neritic – upper bathyal. Sampel 12
memiliki kedalaman dengan kisaran dari upper neritic – upper bathyal. Sampel 13
memiliki kedalaman upper neritic – upper bathyal juga. Kemudian sampel 5 dan
sampel 10 memiliki kedalaman Upper bathyal – lower bathyal. Sampel 15 memiliki
kedalaman outer neritic – upper bathyal. Dan sampel 20 memiliki kedalaman dari outer
neritic – lower bethyal. Dari semua sampel tersebut dapat kemas dalam tabel kedalaman
bathymetri berikut ;

Dari data tersebut dapat disimpilkan bahwa kedalaman lapisan batuan berada pada
kisaran outer neritic – lower bathyal dengan.
BAB IV
PENUTUP

Setelah dilakukan determinasi fosil planktonik dan bentonik maka dari hal
trsebut dapat disimpulan bahwa :
4.1 Kesimpulan
 Fosil plantonik terbagi menjadi 5 selang dimana pada zona 1 memiliki
umur antar N10 – N13, zona 2 memiliki umur N9-N13, zona 3 memiliki
umur N9 -N13, zona 4 memiliki umur N8 – N15 dan zona 5 memiliki
umur N10 – N23. Maka dapat disimpulakan semakin keatas, fosil yang
ditemukan memiliki umur yang lebih muda. Selain itu juga ditemui fosil
romabakan pada zona 3, zona 4 dan zona 5.
 Fosil benthonik pada sampel 1 memiliki kisaran kedalaman outer
neritic – abysal . Sampel 5 memiliki kisaran kedalaman upper bathyal
– abysal, Sampel 7 memiliki kisaran kedalaman outer neritic – upper
bathyal. Sampel 12 memiliki kisaran kedalaman outer neritic – lower
bathyal. Dan sampel 20 memiliki kisaran kedalaman lower neritic –
lower bathyal. Maka dari data diatas semakin keatas fosil benthon yang
ditemukan semakin memiliki kedalaman/batimetri yang dangkal.
4.2 Saran
 Dalam praktikum sebaiknya membawa peralatan sendiri tidak
meminjam minjam teman karena akan memperlambat kerja.

Anda mungkin juga menyukai