Anda di halaman 1dari 18

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
ACARA V BIOSTRATIGRAFI

LAPORAN

OLEH
PAUL KALABA
D611 16 502

GOWA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geologi merupakan sebuah cabang ilmu pengetahuan yang berasal dari

kata geo yang berarti bumi dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Secara

harfiah, geologi berarti ilmu tentang bumi atau studi tentang bumi. Bumi disini

bukan berarti hanya fisik dari bumi itu saja yaitu bahan penyusun bumi, dan

bentuk bumi itu sendiri, tetapi juga berbagai proses yang terjadi pada bumi sejak

terbentuknya sampai sekarang. Kehidupan yang pernah ada di bumi dan

evolusinya, merupakan objek yang dipelajari dalam geologi. Jadi, geologi

mempelajari semua aspek yang berhubungan dengan bumi.

Cakupan ilmu geologi sangat luas seperti yang tersebut dalam definisinya,

yaitu mempelajari bumi seutuhnya. Untuk memudahkan dalam mempelajarinya,

ilmu geologi dapat dibagi menjadi beberapa cabang ilmu yang masing – masing

dapat dipelajari sendiri – sendiri. Salah satu dari cabang ilmu geologi adalah

Mikropaleontologi. Mikropaleontologi merupakan cabang paleontologi yang

mempelajari mikrofosil, ilmu ini mempelajari masalah organisme yang hidup

pada masa yang lampau yang berukuran sangat renik (mikroskopis), yang

dalam pengamatannya harus menggunakan Mikroskop atau biasa disebut

micro fossils (fosil mikro). Sebelum melakukan praktikum menggunakan

mikroskop, dibutuhkan pemahaman mengenai ciri fisik dari mikrofosil yang akan

kita amati, oleh karena itu dilakukanlah praktikum acara keempat yaitu fosil

preparat II ( Bentonik )
1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Mampu membedakan fosil foraminifera plantonik dan bentonik.

2. Mampu mengetahui lingkungan pengendapan fosil yang diamati.

` Fosil benthonik juga dapat digunakan dalam memecahkan masalah geologi

antara lain sebagai berikut.

1. Sebagai fosil petunjuk

2. Digunakan dalam pengkorelasian batuan

3. Penentuan lingkungan pengendapan pada lapisan batuan


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Foraminifera

Secara terminologi, foraminifera dapat didefenisikan sebagai organisme

bersel tunggal yang hidupnya secara akuatik (terutama hidup di laut, mungkin

seluruhnya), mempunyai satu atau lebih kamar yang terpisah satu sama lain oleh

sekat (septa) yang ditembusi oleh banyak lubang halus (foramen). Berdasarkan

cara hidupnya Foraminifera dapat dibagi atas 2 jenis. Foraminifera bentonik dan

plantonik.

2.2 Fosil Foraminifera Bentonik

Foraminifera benthonik merupakan jenis foraminifera yang hidup dengan

cara menambatkan diri dengan menggunakan vegile atau sesile serta hidup didasar

laut pada kedalaman tertentu. Foraminifera dapat didefenisikan sebagai organisme

bersel tunggal yang hidupnya secara akuatik (terutama hidup di laut), mempunyai

satu atau lebih kamar yang terpisah satu sama lain oleh sekat (septa) yang

ditembusi oleh banyak lubang halus (foramen). Foraminifera benthonik dapat pula

hidup pada kedalaman-kedalaman tertentu yakni sebagai berikut.

1. Hidup pada kedalaman antara 0-100 meter (litoral)

2. Hidup pada kedalaman antara 0-200 meter (neritik)

3. Hidup pada kedalaman200-2000 meter (bathyal)

4. Hidup pada kedalaman >2000 meter (abysal)


2.2.1 Cangkang

Karakter dasar foraminifera adalah adanya cangkang membentuk kamar-

kamar yang dihubungkan oleh pori-pori halus (foramen). Cangkang foraminifera

dapat terbentuk dari zat-zat yang gampingan, silikaan, chitin ataupun aglutin yang

sangat resisten, sehingga golongan ini banyak yang terawetkan sebagai fosil.

Gambar 2.1 Bagian-bagian penyusun pembentuk cangkang

2.2.2 Bentuk Cangkang

Foraminifera membentuk cangkang atas satu atau beberapa kamar.

Berdasarkan jumlah kamar yang dipunyainya, dapat diketahui

berupa Monotalamus test (uniloculer) yaitu cangkang foraminifera yang terdiri

atas satu kamar atau bentuk cangkang sederhana. Sedangkan yang kedua

adalah Politalamus test (multiloculer) yaitu cangkang foraminifera terdiri atas

banyak kamar (kompleks).

A. Bentuk cangkang Monotalamus

Bentuk cangkang pada monotalamus hanya terdiri dari 1 kamar, terbagi atas

beberapa bentuk. Bentuk ini antara lain:

1) Flask Shape/Botol. Bentuk fosil ini berbentuk botol, contoh fosil yang

berbentuk seperti ini yaitu Lagena


2) Tabular. Bentuk fosil ini menyerupai tabung. Conth fosil yang bebentuk

seperti ini yaitu Hyperammina

3) Planispiral yaitu bentuk cangkang fosil yang menyerupai anti nyamuk.

Contoh fosil bentuk ini yaitu Amodiscus.

4) Kombinasi Tabular dan globular yaitu bentuk fosil yang mengombinasikan

antara bentuk tabular dan globular.

Gambar 2.2 Macam-macam bentuk cangkang monotalamus

B. Bentuk cangkang Polythalamus

Merupakan susunan bentuk akhir kamar – kamar foram yang terdiri dari lebih

satu kamar (biasanya jumlah kamar banyak). Macam – macam bentuk

polythalamus test yaitu:

1) Close Coil, yaitu bentuk cangkang yang menyerupai cakram. Contoh fosilnya

Annulacibicides.

2) Evolute, yaitu bentuk cangkang yang berputar dari umbilicus hingga keluar.

Contoh fosilnya Operulina.


3) Involute yaitu bentuk fosil yang menyerupai bentuk Evolute namun

bentuknya yang lebih gemuk. Contoh fosilnya yaitu Robulus.

4) Fan Shape yaitu bentuk fosil yang menyerupai bentuk kipas. Contoh fosilnya

yaitu Pavonima.

5) Uniserial yaitu bentuk dalam satu susunan kamar – kamar yang menimbulkan

bermacam bentuk.

Gambar 2.3 Bentuk cangkang Polythalamus

2.2.3 Aperture

Aperture bagian penting pada cangkang foraminifera, karena

merupakanlubang pada kamar akhir tempat protoplasma organisme tersebut

bergerak keluar masuk. Berikut ini macam-macam aperture.

A. Primary Aperture Interiormarginal

Primary Aperture Interiormarginal yaitu jenis aperture yang belum

mengalami perubahan dari bentuk aslinya. Jenis aperture ini terbagi menjadi

beberapa bagian lagi yakni.

1. Primary aperture interiormarginal umbilical: yaitu salah satu jenis aperture

utama interiomarginal yang terletak pada daerah pusat putaran (umbilicus).


2. Primary aperture interiormarginal equatorial: aperture utamainteriomarginal

yang terletak pada equator test. Cirinya adalah apabiladari samping terlihat

simetri dan dijumpai pada susunan planispiral

3. Primary aperture extra umbilical: aperture utama interiormarginal yang

memanjang dari pusat ke peri-peri.

B. Secondary aperture

Secondary aperture yaitu jenis aperture yang telah mengalami peubahan,

yang ditandai dengan adanya oranmen – ornament yang berubah seperti lubang

lain (tambahan) dari aperture utama dan berukuran lebih kecil.

Gambar 2.4 Bentuk dan posisi aperture Foraminifera

2.2.4 Hiasan Atau Ornamentasi

Hiasan dipakai sebagai penciri khas untuk genus atau spesies. Berdasarkan

letaknya, hiasan dibagi atas beberapa :

A Suture

1) Bridge: bentuk seperti jembatan

2) Limbate: bentuk suture yang menebal


3) Retral processes: bentuk suture zig-zag

4) Raisced bosses: bentuk tonjolan

B Peri - peri

1) Keel: lapisan tepi yang tipis dan bening

2) Spine: lapisan yang menyerupai duri runcing

C Permukaan Cangkang

1) Punctuate: berbintik-bintik

2) Smooth: mulus/licin

3) Reticulate: mempunyai sarang lebah

4) Pustulose: tonjolan-tonjolan bulat

5) Cancallate: tonjolan-tonjolan memanjang

D Umbilicus

1) Umbilical plug: umbilical yang mempunyai penutup

2) Deeply umbilical: umbilical yang berlubang dalam

3) Open umbilical: umbilical yang terbuka lebar

4) Ventral umbo: umbilicus yang menonjol ke permukaan

E Aperture

1) Tooth: menyerupai gigi

2) Lip/rim: bentuk bibir aperture yang menebal

3) Bulla: bentuk segienam teratur

4) Tegilla: bentuk segienam tidak teratur


Gambar 2.5 Hiasan pada Foraminifera
BAB III
METODOLOGI DAN TAHAPAN PENELITIAN

1.1 Metodologi Penelitian

Untuk memperoleh data penelitian berdasarkan tujuan yang akan dicapai,

maka diperlukan suatu metode penelitian. Adapun metode penelitian yang

digunakan, meliputi:

1. Metode Studi Pustaka

Metode studi pustaka yaitu metode dengan cara mengumpulkan informasi

mengenai teori- teori yang berhubungan dengan praktikum.

2. Metode Observasi

Metode observasi yaitu metode dengan cara mencari dan mengambil

data–data di labrotarium, dimana data dan gambar yang diambil berdasarkan

acuan yang terdapat pada studi literature.

3. Metode Laboratorium

Data yang diperoleh di laboratorium, selanjutnya diolah di laboratorium

dan dirumah untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pengolahan data di

laboratorium, diantaranya pemeriksaan data, jurnal serta gambar

3.2 Tahapan Penelitian

Adapun tahapan penelitian yang dilakukan yaitu sebagai berikut:


1. Tahapan persiapan, pada tahapan ini meliputi asistensi acara praktikum, dan

penyediaan seluruh peralatan yang dapat memperlancar dan memudahkan

jalannya praktikum.

2. Tahapan penelitian, yaitu proses pengambilan data baik berupa gambar,

maupun foto.

3. Pengolahan data, pada tahapan ini seluruh data yang didapatkan saat praktikum

berlangsung, kemudian disatukan dan diolah sehingga mendapatkan data-data

untuk penyusunan jurnal praktikum.

4. Tahapan pembuatan laporan praktikum, tahapan ini merupakan tahapan akhir

dimana data-data yang telah dikumpulkan dan diolah pada tahapan sebelumnya

disusun dalam bentuk jurnal praktikum sesuai dengan format yang telah

ditentukan.

Tahapan Persiapan

Tahapan Penelitian

5.

Pengolahan Data

Penyusunan Laporan

Bagan 3.1 Tahapan Penelitian


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sampel 1

Fosil dengan nomor peraga 5A/51 ini berasal dari filum Protozoa, kelas

Sarcodina dan merupakan ordo Lagenida, family Stilostomellidae, Genus

Nodogenerina dengan nama spesies Nodogenerina challengeriana THALMANN

Fosil ini memiliki susunan kamar Uniserial, dengan jumlah kamar pada

ventral enam kamar dan dorsal enam kamar. Fosil ini juga bentuk test tabular,

dengan bentuk kamar tabular, memiliki aperture Slitlike, memiliki ornamen

smooth pada permukaan test. Berdasarkan klasifikasi Natland (1933) fosil ini

terendapakan pada zona II

Gambar 4.1 Nodogenerina challengeriana THALMANN

4.2 Sampel 2

Fosil dengan nomor peraga 5A/51 ini berasal dari filum Protozoa, kelas

Sarcodina dan merupakan ordo Nodosariida, family Ellipsoidnidae, Genus

Nodosarella dengan nama spesies Nodosarella hologypta BERMUDEZ

Fosil ini memiliki susunan kamar Uniserial, dengan jumlah kamar pada

ventral enam kamar dan dorsal enam kamar. Fosil ini juga bentuk test Tabular,
dengan bentuk kamar Globular, memiliki ornamen smooth pada permukaan test.

Berdasarkan klasifikasi Natland (1933) fosil ini terendapakan pada zona II

Gambar 4.2 Nodosarella hologypta BERMUDEZ

4.3 Sampel 3

Fosil dengan nomor peraga 5A/26 ini berasal dari filum Protozoa, kelas

Sarcodina dan merupakan ordo Rotaliida, family Bolivinitidae, Genus Bolivina

dengan nama spesies Bolivina costata D’ORBIGNY

Fosil ini memiliki susunan kamar Diserial, dengan jumlah kamar pada

ventral enam kamar dan enam kamar. Fosil ini juga bentuk test biumbillicate,

dengan bentuk kamar Spherical, memiliki ornamen smooth pada permukaan test,

limbate pada suture, dan umbilical pada umbilicus. Berdasarkan klasifikasi

Natland (1933) fosil ini terendapakan pada zona IV

Gambar 4.3 Bolivina costata D’ORBIGNY


4.4 Sampel 4

Fosil dengan nomor peraga 5A/51 ini berasal dari filum Protozoa, kelas

Sarcodina dan merupakan ordo Lagenida, family Stilostomellidae, Genus

Nodogenerina dengan nama spesies Nodogenerina heterosculpta BERMUDEZ

Fosil ini memiliki susunan kamar Uniserial, dengan jumlah kamar pada

ventral enam kamar dan dorsal enam kamar. Fosil ini juga bentuk test Tabular,

dengan bentuk kamar Globular, memiliki aperture Bundar, memiliki ornamen

smooth pada permukaan test. Berdasarkan klasifikasi Natland (1933) fosil ini

terendapakan pada zona II

Gambar 4.4 Nodogenerina heterosculpta BERMUDEZ

4.5 Sampel 5

Fosil dengan nomor peraga 5A/51 ini berasal dari filum Protozoa, kelas

Sarcodina dan merupakan ordo Nodosariida, family Ellipsoidnidae, Genus

Nodosarella dengan nama spesies Nodosarella subnodosa GUPRY.

Fosil ini memiliki susunan kamar Uniserial, dengan jumlah kamar pada

ventral tujuh kamar dan dorsal tujuh kamar. Fosil ini juga bentuk test Tabular,

dengan bentuk kamar Tabular, dan memiliki aperture bundar. Memiliki ornamen
smooth pada permukaan test. Berdasarkan klasifikasi Natland (1933) fosil ini

terendapakan pada zona III

Gambar 4.5 Nodosarella subnodosa GUPRY


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh di praktikum mikropaleontologi acara

Kedua yaitu fosil peraga 2 bentonik, maka dapat disimpulkan:

1. Perbedakan fosil foraminifera plantonik dan bentonik yaitu terletak pada cara

fosil ini hidup, bentuk, dan manfaatnya. Fosil foraminifera plantonik

bmemiliki bentuk yang relative bulat dan kurang variatif, hidup dengan cara

planton atau mengapung di permukaan ataupun dalam lautan sehingga sangat

cocok untuk penentuan umur relative batuan, sedangkan Fosil foraminifera

bentonik memiliki bentuk yang lebih variatif dan hidup dengan cara

menambatkan dirinya pada dasar lautan sehingga sangat cocok untuk

penentuan lingkungan pengendapan.

2. Lingkungan pengendapan pada fosil foraminifera bentonik yang diamati

berkisar dari zona 2-4 dengan kedalaman 15-1000 meter demgan temperature

3-160 C sekitar.

5.2 Saran

Untuk kebaikan laboratorium kedepannya, sebaiknya sampel fosil untuk

setiap genus dihadirkan agar praktikan dapat melihat perbedaan dari setiap genus,

penataan meja praktikum juga sebaiknya ditata dengan bentuk yang saling

berhadapan sehingga komunikasi dan diskusi antar kelompok terjalin dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai