Anda di halaman 1dari 31

Dosen pengampu : Muhammad Nur, S.Kel.,M.

Si

Mk.planktonologi

MAKALAH

FITOPLANKTON

ADAM SUBANDI
G 02 15 001

BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS FAPETKAN

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

TAHUN AJARAN 2016/2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul PERANAN
FITOPLANKTON DALAM BUDIDAYA IKAN. Penulisan makalah adalah
merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas Mata
Kuliah Planktonologi.

Dalam Penulisan makalah ini penulis menyadari masih terdaoat


kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat
akan kemampuan yang dimilikian penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya, khususnya para


pembaca makalah ini. Aminn.

MAJENE, April 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI
SAMPUL.............................................................................................. 1

KATA PENGANTAR........................................................................ 2
DAFTAR ISI...................................................................................... 3
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................. 4
1.1.Latar Belakang.............................................................................. 5
1.2 Rumus masalah............................................................................. 6
1.3 Tujuan .......................................................................................... 7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi fitoplankton.................................................................. 8
2.2 Ruang lingkup fitoplankton.......................................................... 9
2.3 Jenis jenis fitoplankton................................................................ 10
2.4 Kultur fitoplankton...................................................................... 11
2.5 Judul tema yang berkaitan tentang fitopankton........................... 12
2.6 peran fitoplankton dalam budidaya ikan dan udang.................... 13
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 15

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari parameter ekologi yang
dapat menggambarkan kondisi suatu perairan.
Salah satu ciri khas organisme fitoplankton yaitu merupakan dasar dari mata
rantai pakan di perairan (Dawes, 1981). Oleh karena itu, kehadirannya di suatu
perairan dapat menggambarkan karakteristik suatu perairan apakah berada dalam
keadaan subur atau tidak.
Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa
parameter lingkungan dan karakteristik fisiologisnya. Komposisi dan kelimpahan
fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respons terhadap
perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia, maupun biologi
(Reynolds et al. 1984).
Danau Laguna merupakan salah satu danau yang ada di Pulau Ternate, danau
ini telah dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata dan lokasi budidaya keramba
jaring apung (KJA). Danau Laguna berpotensi menjadi danau yang
mempunyai tingkat kesuburan yang sangat tinggi (eutrofik) disebabkan oleh
jumlah KJA yang meningkat setiap tahun, hal ini dapat berpengaruh terhadap
produktivitas perairan. Salah satu diantaranya adalah dapat meningkatkan
unsur hara (nitrogen dan fosfor) yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan
oleh ikan dan sisa metabolisme ikan. Muatan unsur hara yang berlebihan dapat
merangsang pertumbuhan fitoplankton dengan cepat dan berlimpah sehingga dapat
mempengaruhi fluktuasi dan kelimpahan fitoplankton yang ada di perairan ini.

4
1.2 Rumusan masalah

1. Pengertian fitoplankton
2. Ruang lingkup fitoplankton
3. Jenis jenis fitoplankton
4. Tehnik kultur fitoplankton
5. Judul peran fitoplankton dalam budidayakan

1.3 Tujuan

Adapun beberapa tujuan pembuatan makalah ini antara lain

1. Memenuhi tugas mata kuliah planktonologi


2. Mempelajari peranan fitoplamkton dalam usaha budidaya ikan dan udang
3. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang fitoplankton

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DESKRIPSI FITOPLANKTON


Fitoplankton (dari phyton Yunani, atau tumbuhan), autotrophic, prokariotik
atau eukariotik alga yang hidup dekat permukaan air di mana ada cahaya yang
cukup untuk dukungan fotosintesis. Di antara kelompok-kelompok lebih penting
adalah diatom, cyanobacteria, dinoflagellates dan coccolithophores (Sunarto.
2010).
Fitoplankton menurut Davis (1951) adalah mikroorganisme nabati yang
hidup melayang-layang di dalam air, relatif tidak mempunyai daya gerak
sehingga keberadaanya dipengaruhi oleh gerakan air serta mampu
berfotosintesis
Fitoplankton merupakan sekelompok organisme yang memegang peranan
sangat penting dalam ekosistem air, karena hidup fitoplankton terutama pada
lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan dan
mempunyai kandungan klorofil yang mampu melakukan proses fotosintesis.
Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton sebagai
produsen merupakan sumber energi utama bagi kelompok organisme air lainnya
yang berperan sebagai konsumen, dimulai dengan zooplankton dan di ikuti oleh
organisme air lainnya seperti ikan melalui rantai dan jaring-jaring makanan.
Fitoplankton memberi kontribusi yang besar terhadap produktivitas primer
di lautan. Banyak proses biotik dan abiotik mempengaruhi variabilitas
keanekaragaman fitoplankton di perairan. Intensitas dan frekuensi proses-proses
ini dapat menyebabkan dinamika tidak merata (non-equilibrum) dan
meningkatkan keanekaragaman jenis.
 Reproduksi fitoplankton
Fitoplankton berkembang biak atau bereproduksi secara seksual dan
aseksualPerkembangbiakan fitoplankton secara aseksual dapat melalui
pembelahan sel, fragmentasi, maupun pembentukan spora.
a. Pembelahan sel
Pembelahan sel terjadi dengan cara sel membelah menjadi 2 yang saling
terpisah sehingga membentuk sel–sel tunggal, pada beberapa generasi sel –

6
sel membelah searah dan tidak saling terpisah sehingga membentuk filamen
yang terdiri atas deretan mata rantai sel yang disebut trikom. Tempat –
tempat tertentu dari filamen baru setelah mengalami dormansi (istirahat
yang panjang). Saat pembelahan sel terdapat heterokist yang terbentuk oleh
penebalan dinding sel vegetatif. Heterokist adalah sel yang pucat,
kandungan selnya terlihat homogen (terlihat dengan mikroskop cahaya) dan
memiliki dinding yang transparan. Heterokist dapat mengikat nitrogen
bebas di udara contoh pada Gleocapsa. Selain itu terdapat akinet yang
terbentuk dari penebalan sel vegetatif sehingga menjadi besar dan penuh
dengan cadangan makanan (granula cyanophycin) dan penebalan-penebalan
eksternal oleh tambahan zat yang kompleks. Melalui cara ini sel dapat
langsung terpisah atau tetap bergabung membentuk koloni.
Contoh fitoplankton yang bereproduksi secara aseksual dengan
pembelahan sel dari golongan alga antara lain Gleocapsa dan Chlorella sp..
Pada algae, khususnya Tetraselmis sp. dari divisi Chlorophyta, reproduksi
aseksual dimulai dengan membelahnya protoplasma sel menjadi dua,
empat, delapan dalam bentuk zoospore setelah masing-masing melengkapi
diri dengan flagella. Dalam hal ini protoplasma sel vegetatif mengadakan
pembelahan berulang-ulang sehingga dari satu sel induk dapat terbentuk 2–
16 sel anak.

Gambar Pembelahan sel pada Gleocapsa

Sumber : http://wrghar.blogspot.com/2009/09/ganggang-hijau.html

7
Gambar Reproduksi aseksual pada Tetraselmis sp.

Sumber : http://hobiikan.blogspot.com/2008/10/tetraselmis-chuii-
chaetoceros.html

Pembelahan sel pada diatom sangat dipengaruhi oleh tingkat kecerahan


perairan, kadar garam dan kondisi makanan yang tersedia diperakan tersebut.
Diatom sangat cepat mempergunakan makanan di sekitarnya sehingga
mempunyai kemampuan ganda dalam pembelahan selnya.

Reproduksi aseksual terjadi dengan pembelahan sitoplasma dalam


frustul dimana epiteka induk akan menghasilkan hipoteka yang baru,
sedangkan hipoteka yang lama akan menjadi epiteka yang menghasilkan
hipoteka yang baru pula pada anaknya, dan seterusnya. Dengan demikian
suksesi reproduksi aseksual ini akan menghasilkan ukuran sel yang semakin
kecil (Nontji, 2008). Hal ini akan menyebabkan kedua sel baru akan sedikit
berbeda ukurannya, sel yang terbentuk dari sel dalam akan lebih kecil dari sel
yang terbentuk dari sel luar. Dengan demikian ukuran individu-individu dari
spesies yang sama tetapi dari generasi yang berlainan akan berbeda.

Pembelahan sel secara aseksual ini akan menghasilkan pertumbuhan


populasi yang sangat cepat pada kondisi yang optimal. Namun, dengan
pembelahan yang berulang-ulang, akan terjadi pengecilan ukuran sel.
Reproduksi aseksual seperti ini menghasilkan sejumlah ukuran yang
bervariasi dari suatu populasi diatom pada suatu spesies. Ukuran terkecil
dapat mencapai 30 kali lebih kecil dari ukuran terbesarnya. Suatu ketika
ukurannya mencapai minimum yang selanjutnya akan dikompensasi dengan

8
tumbuhnya auksospora (auxospore) berukuran besar yang akan membelah
dan menghasilkan sel baru yang kembali berukuran besar.

Selain algae dan diatom, dinoflagellata juga mengalami


perkembangbiakan secara aseksual melalui pembelahan sel sederhana, di
mana dalam proses reproduksi sangat tergantung dari kondisi lingkungan.
Dalam proses reproduksi ini sel membelah membentuk dua sel dengan ukuran
yang sama. Theca bisa ikut membelah, masing-masing sel membentuk theca
sebelahnya, atau, theca lepas sebelum pembelahan sel, dan setiap sel baru
membentuk dinding sel yang betul-betul baru. Pembelahan aseksual dapat
menyebabkan perkembangan populasi yang sangat cepat kalau kondisi
lingkungan menguntungkan alge ini. Dinoflagellata seringkali melimpah
setelah blooming diatom, karena mereka lebih teradaptasi hidup di perairan
yang miskin nutrien.

Di dalam sel terdapat kromosom yang mengandung gen. Ketika sel


melakukan pembelahan, kromosom di dalam inti akan menduplikat yang akan
diwariskan kepada sel anak. Sehingga sel anak akan menerima (mewarisi)
kromosom-kromosom dan gen-gen dengan tipe dan ukuran yang sama dari
induknya. Dengan demikian setiap individu mempunyai jumlah kromosom
yang sama dengan induknya dan masing-masing kromosom tersebut
merupakan sumbangan dari kedua induknya.

b. fragmentasi (koloni dan filamen)


Fragmentasi adalah cara memutuskan bagian tubuh tumbuhan yang
kemudian membentuk individu baru. Fragmentasi dilakukan dengan cara
melepas sebagian koloninya dan membentuk koloni baru. Pada filamen
yang panjang bila salah satu selnya mati maka sel mati itu membagi filamen
menjadi 2 bagian atau lebih. Masing – masing bagian disebut hormogonium.
Bila hormogonium terlepas dari filament induk maka akan menjadi individu
baru. Fragmentasi juga dapat terjadi dari pemisahan dinding yang
berdekatan pada trikom atau karena sel yang mati yang mngkin menjadi
potongan bikonkaf yang terpisah atau necridia. Susunan hormogonium
mungkin meliputi kerusakan transeluler.

9
Contoh jenis fitoplankton yang bereproduksi secara aseksual dengan
cara fragmentasi dari golongan alga yaitu Volvox yang merupakan alga dari
divisi Chlorophyta berbentuk koloni yang dapat bergerak, dan Spyrogyra
yang merupakan Chlorophyta berbentuk benang.

Gambar Fragmentasi pada Spyrogyra

Sumber : http://www.tutorvista.com/topic/fragmentation-in-
bacteria-reproductionksi fitoplankton

c. pembentukan zoospora (sel berflagel dua)


Reproduksi aseksual terjadi dengan pembentukan zoospora, yaitu spora
yang dapat bergerak atau berpindah tempat. Zoospora berbentuk seperti
buah pir yang memiliki dua sampai empat bulu cambuk, vakuola kontraktil,
dan satu bintik mata berwarna merah (stigma). Spora yang sebenarnya
merupakan sel vegetatif akan terbentuk pada keadaan yang kurang
menguntungkan bagi fitoplankton. Spora membesar dan tebal karena
penimbunan zat makanan.
Pembentukan spora merupakan perkembangbiakan dengan cara
membentuk sel khusus yang mampu berkembang menjadi individu baru
tanpa terjadinya peleburan sel kelamin. Pada umumnya terjadi dengan
perantara spora, oleh karena itu sering disebut perkembangbiakan secara
sporik.

10
Zoospora dibentuk oleh sel vegetative, tetapi beberapa tumbuhan
terbentuk dalam sel khusus disebut sporangin. Zoospora setelah periode
berenang beberapa waktu berhenti pada substrat yang sesuai. Umumnya
dengan ujung anterior. Flagella dilepaskan dan terbentuk dinding, selama
poses ini alga mensekresikan lendir yang berperan untuk mempertahankan
diri.
Perkembangbiakan secara aseksual terjadi dengan pembentukan
zoospora, yang berbentuk buah per dengan 2 – 4 bulu cambuk tanpa rambut-
rambut mengkilap pada ujungnya, mempunyai 2 vakuola kontraktil,
kebanyakan juga suatu bintik mata merah dengan kloroplas di bagian bawah
berbentuk piala / pot.

Gambar Pembentukan spora pada Algae

Sumber : http://www.chakra-energy.com/algae_to_biofuel.

Jenis alga yang melakukan reproduksi atau berkembang biak secara


aseksual dengan cara pementukan spora antara lain Chlorococcum sp. (alga
dari divisi Chlorophyta bersel tunggal tidak bergerak), Chlamidomonas sp.
(alga dari divisi Chlorophyta bersel tunggal dapat bergerak), dan
Chlamidomonas sp. (alga dari divisi Chlorophyta bersel tunggal dapat
bergerak).

Terdapat pula jenis-jenis fitoplankton yang bereproduksi tidak hanya


dengan fragmentasi maupun pembelahan sel saja namun dapat juga
bereproduksi dengan pembentukan spora. Dari golongan alga, yaitu
Hydrodictyon yaitu alga dari divisi Chlorophyta berbentuk koloni tidak

11
bergerak yang bereproduksi secara aseksual dengan fragmentasi dan
zoospora.

Selain dengan zoospora, perkembangbiakan secara aseksual dilakukan


dengan pembentukan :

1. Aplanospora, yaitu spora aseksual yang tidak motil

2. Hipnospora, yaitu spora autospora yang mempunyai dinding tebal

3. Autospora, yaitu spora yang menyerupai sel induk

2.2 RUANG LINGKUP FITOPLANKTON


a) Faktor pembatas pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton
1) Cahaya
Cahaya digunakan phytoplankton untuk proses fotosintesis. Laju
fotosintesis akan tinggi bila intensitas cahaya tinggi dan menurun bila
intensitas cahaya berkurang. (Nybakken, 1988) dan Wetzel (1975)
menyatakan bahwa kelimpahan phytoplankton dipengaruhi oleh
intensitas cahaya. Intensitas cahaya yang terlalu kuat akan merusak
enzim fito-oksidatif phytoplankton akibatnya phytoplankton yang tidak
tahan akan mati. Bebarapa kelas phytoplankton seperti Cyanophyceae
(Blue Green Algae-BGA) dapat tumbuh baik pada intensitas cahaya
yang tinggi (suhu > 29oC) sedangkan untuk Chlorophyceae dan Diatom
menjadi faktor penghambat
2) Nutrien
Nutrien dibutuhkan untuk pertumbuhan phytoplankton. Keberadaan
phytoplankton berkaitan erat dengan nutrien yang tersedia, terutama
karbon, nitrogen, phosfor, dan kalium, serta silica untuk kelompok
diatom.
 Carbon
Sumber karbon yang dapat dimanfaatkan phytoplankton sebagian
besar adalah karbon anorganik dalam bentuk CO2 dan
Bicarbonat. CO2 di perairan tambak berasal dari difusi dari udara

12
dan proses respirasi organisme heterotrof dan dekomposer
(bakteri pengurai) maka biasanya CO2 tersedia dalam konsentrasi
yang mencukupi dan bukan sebagai faktor pembatas bagi
pertumbuhan phytoplankton. Karbon anorganik tersebut akan
diubah menjadi karbohidrat dalam proses fotosintesis.
 Nitrogen dan Phosphor
Nitrogen dan Phosphor merupakan faktor pembatas bagi
pertumbuhan phytoplankton. Jenis nitrogen yang dapat
dimanfaatkan secara langsung adalah ammonia bebas (NH3) dan
nitrat (NO3-) sedangkan bentuk phosphor adalah ortophosphate
(HPO4-)atau hubungan keduanya lebih dikenal dengan rasio N/P.
Rasio N/P yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan
phytoplankton yang tepat pula, sehingga akan terjadi stabilitas
ekosistem tambak melalui berbagai mekanisme (Chien, 1992).
Apabila rasio nutrien tersebut tidak tepat, maka muncul
phytoplankton dari kelompok yang tidak diharapkan sehingga
dapat mengganggu stabilitas lingkungan, bahkan mematikan
udang (Poernomo, 1988). Adanya perbedaan rasio N/P yang
terdapat diperairan merupakan indikasi timbulnya perbedaan
jenis phytoplankton yang mendominasi perairan tersebut
sehingga menimbulkan warna yang berbeda. Rasio N/P dapat
dihitung dengan membagi jumlah nitrogen anorganik
(Ammonia+Nitrat+Nitrit) dengan phosphor anorganik dalam
bentuk ortophosphate (PO4-). Perbandingan Rasio N/P yang
diharapkan untuk menumbuhkan jenis chlorophyceae dan
Bacillariophyceae (Diatom) adalah 10-20/1 lebih baik mendekati
16/1 agar dapat tumbuh dengan stabil, perbandingan N/P yang
rendah <10/1 akan menumbuhkan Cyanophyta atau Blue Green
Algae sedangkan dinoflagellata yang menyebabkan air berwarna
merah dan dapat menimbulkan racun akan tumbuh subur pada
rasio N/P 10/1.

13
 Kalium dan Silica
Kalium dan Silica merupakan nutrien yang banyak dimanfaatkan
oleh phytoplankton jenis Bacillariophyceae (Diatom) sebagai
salah satu sumber elemen untuk membentuk komposisi frustula
pada lapisan sel Bacillariophyceae dalam proses assimilasi.
3) Grazing Zooplankton
Phytoplankton adalah sumber pakan alami bagi zooplankton. Dalam
suatu ekosistem yang stabil biasanya phytoplankton tersedia dalam
jumlah yang melimpah dibandingkan zooplankton sehingga apabila
terjadi grazing oleh zooplankton maka keseimbangan ekosistem tetap
terkendali. Penurunan kelimpahan phytoplankton akan sangat drastis
apabila kelimpahan zooplankton tinggi yang akan menyebabkan
aktivitas grazing zooplankton pun meningkat.

2.3 JENIS JENIS FITOPLANKTON


 Jenis dan Keanekaragaman Fitoplankton
a. Divisi Cyanophyta
Kingdom : Plantae
Divisi : Cyanophyta
Klas : Cyanophyceae
Ordo : Chroococcales
Species : Chroococcus turgidus
Ordo : Chamaesiphonales
Ordo : Nostocales
Species : Gloeocapsa sp.
Species : Merismopedia sp.
Species : Microcystis sp.
Species : Arthrospira sp.
Species : Spirulina sp.
Species : Lyngbya sp.
b. Divisi Chlorophyta
Kingdom : Plantae

14
Divisi : Chlorophyta
Klas : Chlorophyceae
Genus : Chlamydomonas
Genus : Haematococcus
Genus : Coccomonas
Genus : Spirotaenia
Genus : Xanthidium
Spesies : Xanthidium armatum
Genus : Micrasterias
Spesies : Micrasterias rotate / Micr.arucata
Genus : Pteromonas
Species : Ankistrodesmis falcatu
Species : Scenedesmus quadricauda
Species : Dictyosphaerium pulchellum
Species : Pediastrum boryanum
Species : Hydrodictyon reticulatum
Klas : Prasino / Haptophyceae
Species : Pyramimonas grossi
Species : Platymonas convolutae
Species : Halosphaera viridis
c. Divisi Pyrrophyta / Dynophyta
Kingdom : Plantae
Divisi : Pyrrophyta / Dynophyta
Klas : Dynophyceae
Species : Prorocentrum micans
Species : Exuviella marina
Genus : Gymnodinium
Species : Ceratium tripos
Species : Ceratium hirundinella
Species : Protoperidinium leonis
Genus : Dinophysis
Species : Dinophysis caudate

15
Species : Dinophysis acuta
Species : Dinophysis fortii
Species : Dinophysis tripos
d. Divisi Cryptophyta
Kingdom : Plantae
Divisi : Cryptophyta
Klas : Cryptophyceae
Genus : Cryptomonas
Species : Cryptomonas ovata
e. Divisi Euglenophyta
Kingdom : Plantae
Divisi : Euglenophyta
Klas : Euglenophyceae
Genus : Euglena
Species : Euglena gracilis
Species : Euglena viridis
Species : Euglena proxima
f. Divisi Chrysophyta
Kingdom : Plantae
Divisi : Chrysophyta
Klas : Chrysophyceae
Genus : Mallomonas
Species : Mallomonas caudata
Genus : Uroglena
Species : Dictyocha speculum
Klas : Prymnesiophyceae
Genus : Chrysochromulina
Genus : Hymenomonas
Species : Hymenomonas hymen
Genus : Emiliana
Species : Emiliana huxleyi
Species : Phaeocystis pouchettii

16
 Jenis fitoplankton yang dapat dibudidayakan yaitu :
Skeletonema costatum sp.
Chaetoceros
Tetraselmis sp
Dunaliella sp.
Isochrysis sp.
Chlorella
Nannochloropis sp.
spirulina sp

2.4 CARA BUDIDAYA/KULTUR FITOPLANKTON


Metode kultur murni phytoplankton di laboratorium untuk memperoleh satu
jenis phytoplankton (monospesies) dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
:
1. Metode media agar
2. Metode subkultur
3. Metode pengenceran berseri
4. Metode pipet kapiler

1. Metode media agar


Metode media agar adalah suatu metode pemurnian individu dari suatu
sampel perairan dengan cara membuat kultur murni dengan menggunakan
media agar . Media yang digunakan pada saat inokulasi adalah media agar
yang dilengkapi dengan larutan nutrien pengkaya , larutan trace element dan
vitamin. Media nutrient tersebut mengandung bahan - bahan kimia yang
digunakan untuk sintesis protoplasma pada proses kulturnya. Setelah media
kultur skala laboratorium disiapkan langkah selanjutnya adalah melakukan
penebaran bibit pakan alami. Sumber nutrient yangdigunakan untuk
tumbuhnyaphytoplankton dalam kultur murni digunakan bahan kimia Pro
Analis (PA) dengan dosis pemakaian 1 ml/liter kultur. Pupuk yang
umumdigunakan adalah pupuk Conwy dan pupuk Guillard . Pupuk Conwy

17
digunakan untuk phytoplankton hijausedangkan pupuk Guillard untuk
phytoplankton coklat.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7.1 dan 7.2. Jenis pupuk
yang akan digunakan untuk melakukan kultur murni beberapa jenis
phytoplankton sangat bermacam - macam biasanya jenis medium yang
digunakan disesuaikan dengan jenis phytoplankton yang akan di kultur secara
murni.
Pada tabel 7.1 dan 7.2 merupakan komposisi nutrien yang biasa
digunakan untuk membuat medium pada jenis phytoplankton dari air laut.
Untuk jenis phytoplankton dari perairan tawar dapat dilakukan dengan
komposisi nutrien yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa
komposisi nutrien untuk membuat medium pada phytoplankton air tawar
antara lain adalah media Benneck, media Demer dan media Bristole. Untuk
lebih jelasnya

Pada metode agar ini peralatan yang digunakan adalah mikroskop,


peralatan gelas(erlemeyer, beker glass, toples, petri dish, pipet, tabung

18
reaksi), alat penghitung plankton (Haemocytometer, hand counter), alat ukur
kualitas air (termometer, refraktometer, pH meter dll), timbangan,
oven/autoclave, lemari es, air conditioner, blower, lampu neon. Sedangkan
bahan - bahan yang digunakan selain bahan - bahan yang digunakan untuk
membuat pupuk ditambah lagi agar difco, formalin,aquades, alkohol, air laut
steril.
Kegiatan yang dilakukan dalam melakukan kultur murni untuk
semuametode adalah hampir sama, dalam metode media agar kegiatan yang
harus dilakaukan antara lain adalah :
 Sterilisasi peralatan dan bahan
 Pembuatan media agar
 Kultur di media agar
 Kultur di media cair
 Pembuatan pupuk
 Penghitungan phytoplankton
 Penyimpanan
Sterilisasi peralatan dan bahan yang akan digunakan dapat dilakukan dengan
cara :
 Air laut yang akan digunakan dilakukan sterilisasi dengan berbagai
cara diantarany adalah perebusan selama 10 menit, dengan
memberikan sinar ultraviolet atau ozonisasi, penyaringan dengan
menggunakan plankton net ukuran 15 mikron atau pemberian
larutan chlorine 60 ppm, kemudian diaduk rata selama beberapa
menit dan dinetralkan dengan Natrium Thiosulfat 20 ppm.
 Sedangkan peralatan yang akan digunakan juga dapat dilakukabn
dengan beberapa cara diantaranya adala perebusan, perendaman
dalam larutan kaporit/chlorine 150 ppm, pemberian alkohol,
diautoclave dengan temperature 100oC dengan tekanan 1 atm
selama 20 menit atau di oven.
Setelah peralatan dan bahan yang akan digunakan disterilisasi langkah
selanjutnya adalah membuat media agarnya dengan cara :

19
 Bahan yang akan digunakan untuk membuat media agar
adalah 1,5 gram Bacto agar dalam 100 ml air laut di tambah
dengan pupuk Conwy untuk green algae dan pupuk silikat
untuk Diatomae.
 Panaskan agar dan media tersebut dengan menggunakan
hotplate atau microwave sampai cairannnya mendidih dan
masukkan kedalam autoclave pada suhu 120oC dengan
tekanan 1 atm selama 20 menit .
 Biarkan agak dingin sebentar kemudian tambahkan vitamin
setelah itu larutan agar dan pupuk tersebut dituangkan
kedalam petridish atau tabung reaksi dan dibiarkan sampai
dingin dan membeku kemudian simpan di dalam lemari es.
Langkah selanjutnya adalah melakukan kultur murni/isolasi plankton
pada media agar yang telah disiapkan sebelumnya. Adapun langkah yang
harus dilakukan adalah:
 Ambil contoh air plankton dengan jarum ose yang telah
dipanaskan/disterilisasi dan oleskan kepermukaan media agar,
pengolesan jarum ose pada media agar ini dilakukan dengan cara
zigzag, kemudian tutup dan simpan media agar yang telah digoresi
dengan plankton pada suhu kamar dibawah sinar cahaya lampu neon
secara terus menerus.
 Biarkan media tersebut dan biasanya inokulum akan tumbuh setelah 4
– 7 hari dilakukan penggoresan dengan terlihatnya koloni plankton
yang tumbuh pada media agar tersebut. Amati dibawah mikroskop
koloni tersebut dan ambil koloni yang diinginkan dan dikultur pada
media agar miring dalam tabung reaksi yang akan digunakan sebagai
bibit.
 Koloni murni ini selanjutnya diinkubasi pada ruangan ber AC.

Kultur selanjutnya setelah diperoleh koloni murni pada tabung rekasi


langkah selanjutnya adalah melakukan kultur koloni plankton yang diperoleh
tersebut pada media cair. Kultur murni dimedia cair ini dapat dilakukan

20
dengan berbagai macam media yang sudah biasa dilakukan. Adapun prosedur
yang harus dilakukan adalah :
 Siapkan erlemeyer yang telah disterilisasi
 Masukkan air laut dan pupuk sesuai dengan media yang diinginkan
pada setiap jenis phytoplankton
 Lakukan inokulasi bibitphytoplankton dari hasil kultur murni
 Amati pertumbuhan phytoplankton tersebut dengan menghitung
kepadatan populasi phytoplankton.
Media yang akan digunakan sebagi pupuk pada media agar ini banyak
sekali macamnya antara lain adalah media Zarrouk, media Berneck, media
detmer, media allan miquel, media mollish dan media TMRL.
Volume media kultur murni biasanya adalah bertahap mulai dari isolasi
dalam tabung rekasi volume 10 – 15 ml, kemudian dipindahkan pada botol
erlemeyer dengan volume yang bertahap dari100 ml , 250 ml, 500 mldan
botol kultur 1 liter yang kemudian dikembangkan dari ukuran 2 liter sampai
30 liter.
2. Metode subkultur
Metode subkultur adalah suatu metode mengisolasi mikroalga dimana
metode ini dapat digunakan jika mikroalga yang kita inginkan bukan
mikroalga yang dominan. Peralatan yang digunakan dalam mengisolasi
phytoplankton dengan metode ini adalah mikroskop, pipet, autoclave, oven,
Haemocytometer, gelas ukur, gelas piala dan tabung rekasi. Bahan-bahan
yang digunakan adalah medium Bristole, air tanah, akuades, vitamin B12,
vitamin B6, vitamin B1 dan sampel air kolam.
Adapun prosedur yang digunakan dalam metode subkultur ada dua
tahapan yaitu pertama melakukan sterilisasi peralatan dan bahan yang akan
digunakan , kedua adalahmelakukan isolasi. Sterilisasi dilakukan pada semua
alat dan bahan yang akan digunakan dalam kultur mikroalga/ phytoplankton.
Untuk peralatan gelas seperti pipet, gelas ukur, gelas piala dan tabung reaksi
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Mencuci semua peralatan tersebut dengan menggunakan sabun yang
tidak mengandung deterjen kemudian dibilas sampai bersih.

21
 Bilaskan peralatan pada point satu dengan menggunakan HCl 0,1 N dan
kemudian dibilas kembali dengan akuades.
 Biarkan peralatan tersebut kering udara
 Setelah peralatan kering udara masukkan peralatan tersebut ke dalam
autoclave dengan suhu 120oC dengan tekanan 1 atm selama 20 menit
atau menggunakan oven dengan suhu 150oC selama 1 jam.
 Sedangkan untuk bahan yang akan digunakan sebagi media kecuali
vitamin, sterilisasi dilakukan dengan cara memakai autoclave pada
suhu 120oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Karena pemanasan
dapat merusak vitamin maka larutan ini disterilisasikan dengan
menggunakan metode penyaringan.

Isolasi mikroalga dengan menggunakan metode subkultur dapat


dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut :

 Siapkan air tanah dengan melarutkan 1 sendok teh tanah kering dalam
200 ml air, kemudian tempatkan dalam wadah yang tertutup. Kukus
media selama dua jam pada dua hari berturut-turut, kemudian dinginkan
dalam suhu ruang atau di lemari es selama 24 jam sebelum digunakan.
 Buat medium air tanah dengan cara mencampurkan 960 ml medium
Bristol dengan 40 ml air tanah.
 Ambil masing-masing 1 ml sampel air kolam kemudian encerkan 10
kali
 Ambil masing-masing 1 ml sampel air kolam yang sudah diencerkan
tadi lalu masukkan masing-masing kedalam tabung reaksi yang sudah
berisi 9 ml media Bristol dan media air tanah.
 Letakkan tabung reaksi dalam rak kemudian di tempatkan dibawah
lampu dan amati pertumbuhan dan jenis mikroalga yang tumbuh pada
masingmasing media.
3. Metode pengenceran
Metode Pengenceran Berseri Metode pengenceran berseri merupakan
salah satu metode yang digunakan untuk mengisolasi mikroalga atau
phytoplankton jika jenis mikroalga atau phytoplankton yang kita inginkan

22
adalah jenis yang dominan. Adapun peralatan yang digunakan adalah sama
dengan metode subkultur, sedangkan bahan yang digunakan adalah medium
Bristol, akuades, sampel air kolam,vitamin B12, vitamin B6 dan vitamin B1.
Peralatan dan bahan yang akan digunakan dalam metode pengenceran berseri
dilakukan isolasi. Isolasi peralatan dan bahan yang akan digunakan sama
dengan metode subkultur. Sedangkan prosedur isolasi dengan cara
pengenceran berseri dengan prosedur sebagai berikut :
 Ambil sampel air kolam sebanyak 1 ml kemudian diencerkan dengan
cara dimasukkan dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml medium
Bristol lalu aduk.
 Ambil lagi 1 ml sampel dari tabung reaksi pada tahap 1 tersebut,
kemudian masukkan kedalam tabung reaksi yang telah berisi medium
Bristol sebanyak 9 ml.
 Lakukan pengenceran seperti tahapan ke dua tersebut sampai lima kali
pengenceran.
 Susun semua tabung reaksi tersebut dalam rak tabung reaksi kemudian
letakkan di bawah cahaya lampu.
 Amati pertumbuhan dan jenis mikroalga yang tumbuh dominan selama
7 hari dibawah mikroskop dan hitung populasi kepadatan mikroalga
atau phytoplankton dengan menggunakan Haemocytometer.
4. Metode kapiler
Metode kultur murni dengan menggunakan metode pipet kapiler dapat
dilakukan dengan cara sel Mikroalga Atau Phytoplankton Yang akan dikultur
dipisahkan dengan menggunakan pipet kapiler steril lalu dipindahkan ke
dalam media yangsesuai. Pipet yang akan digunakanuntuk metode ini adalah
pipet yang mempunyai diameter berkisar antara 3 – 5 kali besar
phytoplankton yang akan diisolasi dan pipetnya dilakukan pembakaran pada
bagian ujungnya. Proses isolasi ini dilakukan dibawahmikroskop dengan cara
mengambil phytoplankton yang diperoleh dengan menggunakan alat
plankton net. Kemudian phytoplanktontersebut dilakukan penyaringan dan
diteteskan pada gelas obyek. Dengan menggunakan pipet kapiler ambil
tetesan pytoplankton tersebut dan amati dibawah mikroskop. Kemudian

23
pytoplankton tersebut dikultur dalam tabung reaksi volume 10 ml yang telah
diperkaya dengan jenis pupuk yang sesuai dengan phytoplankton yang akan
diisolasi dan lakukan pengamatan jenis phytoplankton yang tumbuh dibawah
mikroskop setiap hari dan lakukan kegiatan tersebut sampai diperoleh jenis
phytoplankton yang diinginkan.
1. Media kultur semi massal dan massal
Media yang digunakan untuk teknik kultur phytoplankton skala semi
massal berbeda dengan teknik kultur murni. Pada teknik kultur ini
dilakukan diruang terbuka tetapi beratap transparan agar bisa
memanfaatkan sinar matahari. Kegiatan ini umumnya dilakukan dalam
akuarium bervolume 100 liter sampai dengan bak fiber 0,3 m3. Bibit
yang digunakan untuk kultur semi massal berasal dari kultur murni. Bibit
yang digunakan diambil sebanyak 5 – 10% dari volume total yang akan
dikultur. Pupuk yang digunakan adalah pupuk teknis dan sewaktu-waktu
dapat menggunakan pupuk laboratorium. Komposisi jenis pupuk yang
digunakan pada media kultur dapat dilihat pada Tabel 7.4.

Teknik kultur phytoplankton selanjutnya adalah teknik kultur skala


massal, dengan menggunakan bibit dari hasil kultur skala semi massal.
Volume media kultur semi massal 100 liter sampai 0,3 meterkubik.
Teknik kultur yang terakhir adalah teknik kultur skala massal dimana
pada teknik ini bibit yang digunakan berasal dari teknik skala semi massal.

24
Kegiatan ini dilakukan pada bak-bakkultur berukuran besar dan dilakukan
diluar ruangan dengan volume berkisar antara 40 – 100 meterkubik. Media
kultur yang dibuat pada tahap ini menggunakan pupuk teknis seperti urea,
ZA, TSP. Komposisi pupuk untuk teknik kultur secara massal dapat dilihat
pada Tabel 7.5.

Langkah kerja dalam menyiapkan media tempat tumbuhnya pakan


alami phytoplankton semi massal dan massal adalah :.
 Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dan sebutkanfungsi
dan cara kerja peralatan tersebut!
 Tentukan wadah yang akan digunakan untuk membudidayakan
pakan alami !
 Bersihkan wadah dengan menggunakan sikat dan disiram dengan
air bersih, kemudian lakukan pensucihamaan wadah dengan
menggunakan desinfektan sesuai dengan dosisnya.
 Bilaslah wadah yang telah dibersihkan dengan menggunakan air
bersih.
 Pasanglah peralatan aerasi dengan merangkaikan antara aerator,
selang aerasi dan batu aerasi, masukkan kedalam wadah
budidaya. Ceklah keberfungsian peralatan tersebut dengan
memasukkan kedalam arus listrik.
 Masukkan air bersih yang tidak terkontaminasi kedalam
wadahbudidaya dengan menggunakan selang plastik dengan
kedalaman air yang telah ditentukan.

25
 Tentukan media tumbuh yang akan digunakan dan hitungjumlah
pupuk yang dibutuhkan sesuai dengan dosis yang telah
ditetapkan.
 Timbanglah pupuk sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.
 Buatlah larutan terhadap berbagai macam pupuk pada wadah
yang sesuai, jika sudah terbentuk larutan masukkan kedalam
wadah yang digunakan untuk budidaya pakan alami
 Media tempat tumbuhnya pakan alami siap untuk ditebari dengan
bibit sesuai dengan kebutuhan produksi

2.5 PERANAN FITOPLANKTON DALAM BUDIDAYA


Pakan merupakan salah satu faktor pembatas bagi organisme yang
dibudidayakan. Dalam kondisi budidaya. fitoplankton merupakan pakan
pertama bagi larva berbagai organisme akuatik maupun sebagai sumber pakan
utama bagi berbagai tahap hidup moluska. Fitoplankton juga merupakan pakan
bagi berbagai jenis zooplankton seperti rotifer, kopepoda dan artemia yang
pada gilirannya digunakan sebagai pakan pada tahap larva dan juvenil
krustasea dan ikan.
Fitoplankton dalam kegiatan pembenihan dapat berperan ganda Selain
merupakan pakan alami dalam budidaya larva, penambahan fitoplankton dalam
media pemeliharaan larva juga berfungsi sebagai penyangga kualitas air dan
pakan zooplankton yang diberikan pada wadah pemeliharaan larva. Dengan
adanya fitoplankton maka kualitas nutrisi zooplankton dapat dipertahankan.
Pada prinsipnya pakan alami (fitoplankton dan zooplankton) dapat
diperoleh dari hasil tangkapan dari alam yang kemudian dikembangkan dan
dibudidayakan di laboratorium. Namun bila mengandalkan pakan alami dari
alam saja maka ketersediaan pakan akan menjadi sangat tidak menentu
sehingga jaminan ketersediaan pakan juga akan ikut terganggu karena
tergantung dari kondisi alam.
Salah satu pakan alami untuk ikan adalah fitoplankton. Fitoplankton
merupakan organisme yang berukuran renik, memiliki gerakan yang sangat
lemah, bergerak mengikuti arah arus, dan dapat melakukan proses fotosintesis

26
karena memiliki klorofil dalam tubuh. Fitoplankton sebagian besar terdiri atas
alga (ganggang) bersel tunggal yang berukuran renik. Akan tetapi, beberapa
jenis di antaranya ada juga yang suka membentuk koloni.
Pesatnya usaha perikanan di Indonesia terutama pembenihan ikan, udang,
ataupun kerang menyebabkan pakan alami ikan seperti fitoplankton banyak
diburu konsumen. Ketersediaan fitoplankton yang sesuai, baik jumlah maupun
mutu merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan pemeliharaan
larva ikan, udang, kepiting, dan rajungan. Hal ini berarti setiap usaha
pembenihan, teknik kultur fitoplankton secara terkontrol harus dikuasai
sehingga kegagalan pemeliharaan larva yang disebabkan oleh kekurangan
pakan alami tidak terjadi.
Keberhasilan pembenihan ikan sangat bergantung pada ketersediaan pakan
alami. Salah satu faktor yang berperan dalam mencapai keberhasilan
pembenihan ikan dan udang adalah tersedianya pakan alami yang dibutuhkan.
Ketersediaan pakan alami, baik dalam jenis maupun ukuran sesuai dengan
bukaan mulut ikan pada setiap stadia merupakan mata rantai yang sangat
penting. Ini karena pada umumnya tingkat kematian benih paling tinggi terjadi
pada stadia larva.
Pakan alami memiliki peranan sangat penting dalam usaha pembenihan
ikan, udang, kerang-kerangan, kepiting, dan lainnya. Pakan hidup lebih
berperan pentng dalam beberapa proyek akuakultur. Pakan hidup harus
diberikan pada larva untuk pertama kali mulai makan. Pemberian pakan alami
disamping sebagai sumber protein, lemak, dan karbohidrat, pakan hidup
terutama mikrolaga merupakan sumber utama asam lemak esensial yang sangat
potensial.
Penggunaan pakan alami pada budidaya perikanan sangat menguntungkan.
Beberapa keuntungannya antara lain bernilai nutrisi yang tinggi, mudah
dikultur, berukuran sesuai dengan bukan mulut larva, memiliki pergerakan
yang mampu memberikan rangsangan bagi ikan untuk memangsanya, dan
berkemampuan untuk berkembang biak dengan cepat dalam waktu relatif
singkat sehingga ketersediaannya dapat terjamin sepanjang waktu serta biaya
kulturnya pun relatif murah. Berdasarkan hal tersebut perlu diadakan kultur

27
pakan alami yang dilakukan dalam skala laboratorium untuk perbanyakan bibit
murni. Sementara itu, pada skala massal dilakukan untuk lingkungan
perairannya. Selain itu, diperlukan paket teknologi budidaya untuk memenuhi
kebutuhan pakan larva ikan.

2.6 PENELITIAN PENELITIAN YANG BERKAITAN DENGAN


FITOPLANKTON

1. KELIMPAHAN CHLOROPHYTA PADA MEDIA BUDIDAYA IKAN


NILA YANG DIBERI PAKAN FERMENTASI DENGAN
PENAMBAHAN TEPUNG KULIT UBI KAYU DAN PROBIOTIK
2. PENGARUH PEMBERIAN Skeletonema costatum DENGAN
KEPADATAN BERBEDA TERHADAP SINTASAN Artemia salina
3. FITOPLANKTON SEBAGAI BIOINDIKATOR SAPROBITAS
PERAIRAN DI SITU BULAKAN KOTA TANGERANG
4. KAJIAN KOMPOSISI FITOPLANKTON DAN HUBUNGANNYA
DENGAN LOKASI BUDIDAYA KERANG MUTIARA (PINCTADA
MAXIMA) DI PERAIRAN SEKOTONG, NUSA TENGGARA BARAT
5. HUBUNGAN KERAGAMAN FITOPLANKTON DENGAN
KUALITAS AIR DI PULAU BAULUANG, KABUPATEN TAKALAR,
SULAWESI SELATAN
6. PEMANFAATAN FITOPLANKTON SEBAGAI BIOINDIKATOR
BERBAGAI JENIS POLUTAN DI PERAIRAN INTERTIDAL KOTA
KUPANG
7. KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN
PANTAI KELURAHAN TEKOLABBUA, KECAMATAN
PANGKAJENE, KABUPATEN PANGKEP,PROVINSI SULAWESI
SELATAN
8. POLA PERTUMBUHAN Nannochloropsis oculata PADA KULTUR
SKALA LABORATORIUM, INTERMEDIET, DAN MASSAL

28
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Fitoplankton menurut Davis (1951) adalah mikroorganisme nabati yang


hidup melayang-layang di dalam air, relatif tidak mempunyai daya gerak
sehingga keberadaanya dipengaruhi oleh gerakan air serta mampu
berfotosintesis (Samawi, 2002).
2. Jenis fitoplankton terbagi atas 6 klas antara lain :
 Cyanophyceae
 Chlorophyceae
 Dynophyceae
 Cryptophyceae
 Euglenophyceae
 Chrysophyceae
3. Faktor faktor pembatas dalam pertumbuhan fitoplankton
 Cahaya
 Nutrien terbagi atas 3 antara lain :
 Carbon
 Nitrogen dan phosphor
 Kalium dan silica
 Grazing zooplankton
4. Kultur fitoplankton terbagi 4 metode yaitu :
 Metode media agar
 Metode subkultur
 Metode pengenceran
 Metode kapiler
5. Fitoplankton dalam kegiatan pembenihan dapat berperan ganda Selain
merupakan pakan alami dalam budidaya larva, penambahan fitoplankton dalam
media pemeliharaan larva juga berfungsi sebagai penyangga kualitas air dan
pakan zooplankton yang diberikan pada wadah pemeliharaan larva.

29
DAFTAR PUSTAKA

Dawes. 1981. Marine Botany. New Zealand.

Reynolds et al. 1984. The Ecology of Freshwater Phytoplankton. University


Pierre et Marie Curie. Paris.

Sunarto, 2010. Karakteristik biologi dan peran plankton dalam ekosistem.


Diakses melalui http://ataplaut. Wordpress.com pada tanggal 7 april 2017

Davis., C.C., 1951. The Marine and Freshwater Plankton. Michigan State
University Press, USA.

Nontji .2008. Plankton Lautan. Jakarta: LIPI Press.

Wetzel, B. E. 1975. Limnology. 2nd Ed. Sounders Collage Publishing Company.


New York.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut. PT. Gramedia. Jakarta.

Chien, Y.-H., 1992. Water quality requirements and manajement for marine shrimp
culture. In: Wyban J. (Ed.). Proceedings of the special session on shrimp farming.
World Aquaculture Society, Baton Rouge, L.A., U.S.A., p.: 144-156.

Poernomo, A. 1988. Pembuatan Tambak Udang di Indonesia. Seri Pengembangan


No. 7, 1988. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Balai
Penelitian Perikanan Budidaya Pantai, Maros. 30 hal.

Jusadi, Dedi. 2003. Budidaya Pakan Alami Air Tawar Modul Budidaya Chlorella.
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional

http://id.shvoong.com, 2010. Peran Fitoplankton Dalam Mengurangi Efek Rumah


Kaca, diakses pada tanggal 07 April 2017

Suryanto, A. M. 2005. Kemelimpahan Kelas Fitoplankton pada Budidaya Udang


Galah (Macrobrachium rosenbergii) dengan Sistem yang Berbeda. Jurnal
Penelitian Perikanan Vol. 08 No 1. FPIK-UB. Malang.

Kennish, M.J., 1990. Ecology of estuaries., Vol II : Biological aspects. CRC Press
Inc. Boca Raton. USA.391p.

30
31

Anda mungkin juga menyukai