Anda di halaman 1dari 15

PAPER KULTUR PAKAN ALAMI

BUDIDAYA SKELETONEMA


OLEH
KELOMPOK II
HAFDALIA (L221 12 007)
A.MUH. AZWAR AKIL (L221 12 010)
MUH. CHAIDIR (L221 12 257)
BINAYANTI (L221 12 262)
ARIANA (L221 12 607)






PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pakan alami adalah sejenis pakan ikan yang berupa organisme air.
Organisme ini secara ekosistem merupakan produsen primer atau level makanan
dibawah ikan dalam rantai makanan. Ikan dalam memanfaatkan pakan ini
tergantung dari pada kebiasaan makan ikan dan ukuran tubuh pakan itu sendiri.
Pakan alami dapat berupa tumbuh-tumbuhan maupun hewani yang hidup didalam
perairan. Didalam kegiatan usaha budidaya atau pembenihan ikan baik ikan
konsumsi maupun budidaya ikan hias, pakan alami tersebut sangat diperlukan
sebagai sumber makanan dari alam.
Hal ini dikarenakan pakan ini mempunyai kandungan gizi yang lengkap,
mudah dicerna dalam saluran pencernaan karena isi selnya padat dan mempunyai
dinding sel yang tipis, tidak menyebabkan penurunan kualitas air dan dapat
meningkatkan daya tahan benih ikan terhadap penyakit maupun perubahan
kualitas air karena tidak mengeluarkan racun, cepat berkembang biak dan
pergerakannya tidak terlalu aktif sehingga mudah ditangkap oleh larva. Selain itu
ukuran dan bentuk pakan alami sangat kecil sehingga cocok dan sesuai dengan
bukaan mulut larva dan benih ikan tersebut. Ukuran pakan alami yang diperlukan
untuk benih ikan konsumsi atau ikan hias harus lebih kecil dari ukuran lebar mulut
benih ikan agar dapat dengan mudah dikonsumsi oleh benih ikan tersebut. Pada
umumnya diperairan berupa organisme renik seperti : fitoplankton, zooplankton,
dan benthos, maupun organisme tingkat rendah lainnya seperti tubifek, siput, larva
serangga air dan lain-lainnya.
Organisme yang diperlukan untuk pakan alami ini dapat dibudidayakan
sesuai kebutuhan, baik jenis maupun jumlah atau menangkapnya langsung dari
perairan. Agar ketersediaan pakan alami dalam suatu usaha budidaya ikan tersedia
secara berkesinambungan maka harus dilakukan budidaya pakan alami. Untuk itu
dibutuhkan pengetahuan tentang teknik budidaya pakan alami agar kebutuhan
pakan alami selalu tersedia.


















II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Skeletonema Costatum
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty 1995 Skeletonema costatum
diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Bacillariophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Bacillariales
Subordo : Coscinodiscinae
Genus : Skeletonema
Spesies : Skeletonema costatum
2.2. Morfologi Skeletonema Costatum
Morfologi Skeletonema costatum bersel tunggal (Uniselular), berukuran 4-
6 mikron. Akan tetapi alga ini dapat membentuk urutan ranti yang terdiri dari
beberapa sel. Sel berbentuk seperti kotak dengan sitoplasma yang memenuhi
sel dan tidak memiliki alat gerak. Skeletonema costatum dinding sel yang unik
karena terdiri dari dua bagian yang bertindih (flustula) yang terbuat dari
silikat, bagian katub atas disebut epiteka dan kutup bawah disebut hipoteka.
Pada bagian epiteka terdiri dari komponen epivaf dan episingulum dan pada
bagian hipoteka terdiri dari komponen hipovaf dan hiposingulum (Clinton,
1981; ohilip, 1986; Lokman, 1990).
2.3. Siklus Hidup Skeletonema Costatum
Siklus Hidup Skeletonema costatum Secara normal bereproduksi secara
aseksual, yaitu dengan pembelahan sel. Pembelahan sel yang terjadi berulang-
ulang ini akan mengakibatkan ukuran sel menjadi lebih kecil secara
berangsur-angsur hingga generasi tertentu. Apabila ukuran sel sudah dibawah
7 mikron, secara reproduksi tidak lagi secara aseksual akan tetapi berganti
menjadi seksual dengan pembentukan auxospora. Mula-mula epiteka dan
hipoteka ditinggalkan dan menghasilkan auxospora tersebut. Auxospora ini
akan membangun epiteka dan hipoteka baru dan tumbuh menjadi sel yang
ukurannya membesar, kemudian melakukan pembelahan sel hingga
membentuk rantai (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Menurut
Romimohtarto dan Juwana (2001) Skeletonema costatum umumnya
berkembangbiak dengan pembelahan sel sederhana.
Cara ini memberikan hasil yang sangat bagus dalam mengembangkan
populasi melalui dua jalan berbeda yaitu:
1. Cara ini mendorong produksi dalam jumlah besar yang cepat jika
kondisi untuk tumbuh menyenangkan.
2. Ukuran terbesar yang dicapai sel tunggal sebagai Bagian dari populasi
terus berkurang oleh setiap pembelahan berikutnya.
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) susunana perkembangan
umum skeletonema costatum ditandai dengan sedikitnya empat tahap yang
terpisah :
1. Tahap istirahat yaitu setelah penebaran bibit dalam media kultur, populasi
sekletonema costatum sementara tidak berubah, sel masih beradaptasi
dengan lingkungannya.
2. Tahap eksponensial yaitu ditandai dengan pembiakan sel yang cepat dan
konstan.
3. Tahap stasioner yaitu kecepatan perkembangan sudah mulai menurun
secara bertahap, sel sel secara total atau adanya keseimbangan antara
tingkat kematian dengan tingkat pertumbuhan.
4. Tahap kematian yaitu tingkat kematian lebih tinggi dari tingkat
pertumbuhan.
2.4. Ekologi dan Fisiologi Skeletonema Costatum
Ekologi dan Fisiologi Skeletonema costatum Secara ekologis, berbagai
macam makanan itu dapat dikelompokkan sebagai plankton, nekton, bentos,
perifitin dan neuston. Semua ini didalam perairan akan membentuk suatu rantai
makanan dan jaringan makanan. Fitoplankton memegang peranan penting dalam
perairan, sebab fitoplankto asal mulanya terjadi dari bahan organic, yang
kemudian dijadikan sumber makanan oleh jasad-jasad lainnya. Zooplankton dan
jasad-jasad lainnya akan berkembang Apabila tersedianya makanan yang cukup
yang berasal dari fitoplankton tersebut (mudjiman, 2004).
Plankton adalah biota yang hidup di permukaan air dan mengapung,
menghanyut atau berenag lemah, artinya mereka tidak melawan arus. Di alam
bebas larva udang mengkonsumsi plankton baik berupa fitoplankton dan
zooplankton. Oleh karena itu dalam pemeliharaan larva perlu di pilih jenis yang
paling sesuai dan baik untuk makanan larva udang tersebut. Untuk keperluan ini
maka jenis plankton tersebut harus dipelihara dalam bak tersendiri. Dalam
pemeliharaan larva udang selain makanan alami juga makanan buatan sangat
berperan yang diberikan sebagai makanan tambahan. Pemberian makanan yang
berupa skeletonema costatum dimulai pada stadia zoea dan mysis (Nybakken,
1992). Menurut Cahyaningsih (1990) ada beberap faktor yang dapat digunakan
sebagai acuan unutk menentukan apakah jenis plankton itu termasuk kategori
pakan alami yang memenuhi syarat, diantaranya adalah: Bentuk dan ukurannya
sesuai dengan bukaan mulut larva Mudah diproduksi secara massal dan mudah
dibudidayakan Kandungan sumber nutrisinya lengkap dan tinggi.
Isi sel padat dan mempunyai dinding sel tipis sehingga mudah dicerna
cepat berkembangbiak dan memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan
lingkungan sehinga lestari ketersediaannya tidak mengeluarkan senyawa beracun
gerakannya menarik bagi ikan tetapi tidak terlalu aktif sehingga mudah ditangkap.
Diatom adalah ganggang atau alga renik yang termasuk dalam divisi thallophyta
dan kelas diatomae (Bacillariophyta). Ganggang jenis ini memiliki dua ordo,
yakni centrales dan pennales. Ordo centrales bentuknya seperti silinder dan
kebanyakan hidup dilaut. Beberapa contoh anggota ordo centrales diantaranya
planktoniella, cyclotella, coscinodiscus, chaetoceros, melosira dan skeletonema.
Ordo pennales berbentuk lonjong, memanjang, seperti gada, dan seperti perahu.
Jenis ini banyak hidup di air tawar. Beberapa contoh diantaranya adalah synedra,
pleurosigma, navicula, nitzschia dan amphora (Mudjiman, 2004; bhactiar, 2003).
2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Skeletonema Costatum
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Skeletonema costatum Menurut
Ruth dan Charles (1966) untuk mendapatkan hasil kultur skeletonema costatum
yang berkualitas baik, maka diperlukan beberapa faktor yang dapat mendukung
keberhasilan lingkungan culture tersebut. Faktor-faktor yang mendukung tersebut
diantanya adalah faktor biologis, kimia, fisika, dan keberhasilan lingkungan
kultur. Faktor biologis meliputi penyediaan bibit yang bermutu dan jumlah yang
mencukupi. Faktor fisika yang mempengaruhi antara lain suhu, salinitas, pH, dan
intensitas cahaya. Faktor kimia adalah unsure hara dalam media pemeliharaan
harus sesuai dengan kebutuhan jenis plankton yang akan dikultur. Selain faktor
tersebut diatas ada faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu kebersihan dari alat-
alat kultur agar tidak terkontaminasi dengan organisme lain yang akan
mengganggu pertumbuhan.
Suhu berperan dalam pengatur proses metabolisme organisme dalam
perairan. Suhu mempengaruhu suatu stadium daur hidup organisme dan
merupakan faktor pembatas penyebaran suatu species. Dalam mempertahankan
kelangsungan hidup dan reproduksi secara ekologis perubahan suhu menyebabkan
perbedaan komposisi dan kelimpahan skeletonema costatum (Suriawiria, 1985).
Dalam proses aerasi, selain terjadi proses pemasukan gas-gas yang diperlukan
dalam proses potositesis juga akan timbul gesekan antara gelembung udara
dengan moleku-molekul air sehingga terjadi sirkulasi air. Proses sirkulasi air ini
sangat penting untuk memperthankan suhu tetap homogen serta penyebaran
penyinaran dan nutrient tetap merata. Sirkulasi juga dapat mencegah pengendapan
plankton dan menimbulkan getaran air yang menyerupai getaran di alam
(Priyambodo, 2003;Mudjiman, 2004). Menurut isnasetyo dan kurniastuty (1995)
untuk kultur berbagai jenis alga dibawah 30
0
C merupakan suhu yang optimum.
Untuk pertumbuhan optimal, alga ini membutuhkan kisaran suhu antara 25
0
-27
0
C.
Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi
tekanan osmotik antara protoplasma sel organik dengan lingkungannya. Kadar
garam yang berubah-ubah dalam air dapat menimbulkan hambatan bagi kultur
sekletonema costatum. Sekeltonema costatum tumbuh optimal pada salinitas 25-
29 ppt (Djarijah, 1995).
Pertumbuhan skeletonema costatum sangat tergantung pada intensitas
lamanya penyinaran dan panjang gelombang cahaya yang mengenai sel-sel
tanaman selama fotosintesis. Biasanya, dalam ruang kultur intensitas cahaya
berkisar antara 500-5000 lux. Keadaan gelap dan terang juga harus dikontrol.
Kultur penyediaan bibit, intensitas cahaya yang diberikan berkisar antara 500-
1000 lux, biasnya 12 jam dalam keadaan terang dan 12 jam dalam keadaan gelap.
Kultur misal diruang terbuka, intensitas cahaya lebih baik diberikan dibawah
10.000 lux (Isnantyo dan Kurniastuty, 1995).
2.6. Kebutuhan Nutrien
Skeletonema costatum untuk kehidupannya memerlukan bahan-bahan
organic dan anorganik yang diambil dari lingkungannya. Bahan-bahan tersebut
dinamakan nutrien, sedangkan penyerapannya disebut nutrisi. Fungsi utama bahan
makanan (nutrien) adalah sebagai sumber energi dan pembangun sel. Pada
budidaya ekeletonema costatum sangat dibutuhkan berbagai macam senyawa
organic baik senyawa unsur hara makro (Nitrigen, Fosfor, Besi, Sulfat,
magnesium, Kalsium dan kalium) dan unsur hara mikro (Tembaga, Mangan,
Seng, Boron, Molibdenum dan cobelt) (Ruth dan Charles, 1966).
Cahyaningsih (2005) menganjurkan bahwa untuk kultur skeletonema
costatum skala laboratorium dapat digunaka pupuk Conway ditambahkan silikat
(Na2SiO3) sebanyak 5 mg/L, NaH2PO4 : 10-15 mg/L, Na2SiO3 : 10-15 mg/L,
FeCl3 : 5-10 mg/L, EDTA : 5-10 mg/L. sedangkan untuk kultur skala missal dapat
digunakan pupuk dengn komposisi urea 60 gr/ton, NaH2PO4 8 gr/ton, Na2SiO3 6
gr/ton, FeCl3 1 gr/ton, EDTA 5 gr/ton atau TSP 15 gr/ton, Urea 30 gr/ton,
Na2SiO3 10 gr/ton, KNO3 60 gr/ton, FeCl31 gr/ton, EDTA 3 gr/ton.
2.7. Upaya Pembudidayaan
1. Kultur Skala Semi-Massal
Kegiatan kultur skala semi-massal ini, dilakukan diruang semi out door
tanpa dinding, beratap transparan untuk memanfaatkan cahaya matahari. Kultur
dengan wadah aquarium /fiber transparan pada volume sekitar 100 liter. Sebelum
melakukan kultur, terlenih dahulu menyiapkan wadah dan peralatan lainnya
dengan kaporit 100 ppm. Sterilisasi air laut di bak dengan kaporit 15-10 ppm
dilakukan pengadukan selama 1-2 hari atau sampai netral kemudian diendahkan
dengan menghentikan pengadukan. Untuk volume diperlukan bibit 5-10 % dari
volume total. Diawal total kultur salinitas 28-30 ppt suhu air dibawah 300C dan
pH 7,9-8,3 dan kekuatan cahaya pada kisaran 10000-50000 lux. Pupuk yang
digunakan adalah pupuk teknis (Cahyaningsi, 1990).
2. Kultur Massal
Kultur massal/out door dimulai dari volume 1 ton sampai dengan 20 ton
atau lebih. Air laut dengan salinitas tertentu dimasukan kedalam bak kultur,
selanjutnya dilakukan pemupukan dan diberi aerasi. Pupuk yang digunakan untuk
kultur massal adalah pupuk teknis atau pupuk pertanian seperti : Urea, TSP, dan
vitamin mix (Djarijah, 1995).
Isolasi
Tujuan isolasi untuk memperoleh fitoplankton monopesies (murni) dengan
cara mengambil sampel air laut di alam dengan menggunakan planktonet, untuk
selanjutnya diamati dibawah mikroskop. Ada beberapa cara isolasi antara lain
pengenceran berseri dan menggunakan pipet kapiler. Pengenceran berseri
digunakan bila jumlah organism banyak dan ada spesies dominan, memindahkan
sampel kedalam beberapa tabung reaksi yang dikondisikan untuk pertumbuhan
yang akan disisolasi. Sedangkan dengan menggunakan pipet kapiler, dimana
sampel 10-15 tetes medium (Isnansetyo dan kurniastuty, 1999).





















III. METODODLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Matakuliah Kultur Pakan Alami akan dilaksanakan di Hatchery
Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin
Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
a. Labu Erlenmeyer
b. Aerator
c. Haemacytometer
d. Gelas Ukur
e. Lampu neon
3.2.2 Bahan
a. Akuades
b. Pupuk KNO3, Na2HPO4, Na2SiO3, FeCl3
3.2.3 Prosedur Kerja
1. Gelas erlemeyer, selang dan batu aerasi dibersihkan dengan cara
dicuci bersih dengan deterjent kemudian dibilas dengan Chlorin 150
ppm (150 ml chlorine dalam 1000 liter air)
2. Siapkan larutan pupuk A,B,C dan D. Larutan pupuk A adalah campuran
antara 20,2 g KNO3 dengan 100 cc aquadest. Larutan pupuk B adalah
campuran antara 2,0 g Na2HPO4 dengan 100 cc aqudest. Larutan
pupuk C adalah campuran antara 1,0 g Na2SiO3 dengan 100 cc
aqudest. Larutan D adalah 1,0 g FeCl3 dengan 20 cc aquadest.
3. Perbandingan antara air laut dengan pupuk adalah 1 liter air laut diberi
larutan A, B, dan C masing-masing 1 cc dan 4 tetes larutan D.
4. Masukkan air laut yang telah disterilisasi dan dicampur dengan pupuk
kedalam wadah sebanyak 300 500 cc dan ukur kadar garamnya, kadar
garam (salinitas) yang baik untuk kultur Skeletonema costatum adalah 28
35 ppt.
5. Tebar bibit Skeletonema costatum dengan padat penebaran (N2) sekitar
70.000 sel per cc. Volume Skeletonema costatum yang dibutuhkan
untuk penebaran (V1) dapat dihitung dengan rumus :
V
1
= N2 X V2 (dalam cc atau liter)
N
1

dimana :
V1 : Volume Skeletonema costatum yang diperlukan untuk
penebaran
V2 : Volume kultur Skeletonema costatum yang dibuat dalam gelas
erlemeyer
N1 : Jumlah Skeletonema costatum per cc yang akan ditebar
N2 : Jumlah Skeletonema costatum per cc yang dikehendaki
dalam penebaran ( dalam hal ini misalnya
ditentukan yaitu
70.000 sel per cc)
6. Aerasi dipasangkan kedalam wadah budidaya yang bertujuan untuk
meningkatkan kandungan Oksigen yang diperlukan dalam proses
metabolisme dan mencegah pengendapan plankton.
7. Botol kultur diletakkan dibawah cahaya lampu neon (TL) sebagai
sumber energi untuk fotosintesa.
8. Dalam waktu 3 4 hari perkembangan diatom mencapai puncaknya
yaitu 6 7 juta sel per cc dan siap untuk dipanen dan dapat
digunakan sebagai bibit pada budidaya skala semi massal













DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, Pedoman Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan Dan Udang, (Jakarta,
badan penelitian dan pengembangan pertanian. 1990).
Chyka Esi Niagara., 2007. Skeletonema costatum sebagai pakan alami
larva Udang. Universitas Syahkuala, Banda Aceh. (tidak dipublikasikan).
Djarijah, A,S,Ir. Pakan Alami, (Yokyakarta, kaniusus 1995). Hartati, Sri. Kultur
Makan Alami, (Jakrta, Direktorat Jendral Perikanan dan International
Development Research Center. 1986).
Harefa, F. Pembudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang dan Ikan, (Jakarta,
Penebar Swadaya)

Anda mungkin juga menyukai