BAB I
PENDAHULUAN
Skeletonema costatum merupakan salah satu diatomae euryhalin dengan bentuk kotak yang
indah dengan warna coklat keemasan. Namun waktu puncak pertumbuhan Skeletonema costatum
ini hanya satu hari. Oleh karena itu, perlu adanya teknik kultur yang baik untuk memperpanjang
Kultur phytoplankton murni atau monospesifik spesies dimulai dari kegiatan isolasi
kemudian dikembangakan sedikit demi sedikit secara bertingkat. Media kultur yang digunakan
yang lebih besar sehingga mencapai skala massal. Kultur phytoplankton hingga volume sekitar 3
liter masih dilakukan didalam laboratorium sehingga sering disebut denga kultur skala
laboratorium. Selanjutnya dilakukan kultur semi out-door yang dapat mencapai volume 60-100
liter. Kultur out-door merupakan tahapan kultur selanjutnya. Kultur aut-door biasanya dimulai dari
volume 1 ton hingga lebih dari 20 ton tergantung besar kecilnya skala pembenihan. Karna kultur
phytoplankton menggunakan proses yang bertingkat-tingkat dari volume keci ke volume yang
lebih besar, maka prinsip kultur phytoplankton tersebut disebut dengan kultur bertingkat atau
Pertumbuhan suatu jenis phytoplankton sangat erat kaitanya denga ketersediaan hara
makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Fakto-faktor lingkungan yang
berpegaruh terhadap pertumbuhan phytoplnakton antara lain cahaya, suhu, tekanan osmose, dan
pH air, yang kemungkinan dapat memacu atau menghambat pertumbuhan. Selain itu, faktor
genetik merupakan faktor internal yang sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat pertumbuhan
terkendali. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhan phytoplankton optimal sehingga didapatkan
bibit (strarter) yang bermutu tinggi untuk skala kultur selanjutnya. Laboratorium kultur
phytoplakton perlu di lengkapi dengan air conditioner untuk mengatur suhu ruangan. Cahaya
sebagai sumber energy fotosintetis harus cukup, dengan intensitas sekitar 5.000-10.000 lux. Aerasi
juga sangat diperlukan dalam kultur phytoplankton baik pada skala laboratorium, semi out-door
Volume kultur pada setiap tahapan kultur dapat bervariasi tergantung pada ketersediaan
bibit atau strarter dan banyaknya kebutuhan phytoplankton. Tidak semua unit pembenihan mampu
melakukan tahapan kultur phytoplankton secara lengkap dari kultur skala laboratorium hingga
kultur skala massal sperti di atas, tergantung ketersediaan fasilitas. Pada unit pembenihan skala
kecil atau skala rumah tangga hingga skala sedang kultur phytoplankton biasanya hanya di lakukan
mulai dari skala semi out-door kemudian di lanjutkan ke skala massal. Bibit untuk kultur semi out-
door tersebut dapat diperoleh dari unit pembenihan skala besar atau dari unit-unit pembenihan
Dengan mengetahui arti penting dari pakan alami tersebut maka perlulah dilaksanakan
praktek budidaya pakan alami ini agar mahasiswa lebih mengenal cara mengkultur pakan alami
ikan/udang.
laboratorium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Plantae
Phylum : Bacillariophyta
Class : Bacillariophyceae
Order : Centrales
Family : Coscinodiscaceae
Genus : Skeletonema
Skeletonema costatum merupakan fitoplankton dari jenis diatomae yang bersel tunggal
dan ukuran sel berkisar antara 4-15 µm. Sel diatomae memiliki ciri khas yaitu dinding selnya
terdiri dari dua bagian seperti cawan petri. Dinding sel atas yang disebut epitekal saling menutupi
dinding sel bagian bawah yang disebut hipoteka pada masing-masing tepinya. Pada setiap sel
dipenuhi oleh sitoplasma. Dinding sel Skeletonema costatum memiliki frustula yang dapat
menghasilkan skeletal eksternal yang berbentuk silindris (cembung) dan mempunyai duri-duri
yang berfungsi sebagai penghubung pada frustula yang satu dengan yang lain sehingga
pigmen yang terdiri dari klorofil-a, ß-karoten dan fukosantin. Pigmen yang dominan adalah
karotenoid dan diatomin. Adanya pigmen karoten menyebabkan dinding sel berwarna coklat
keemasan.
Morfologi Skeletonema costatum bersel tunggal (Uniselular), berukuran 4-6 mikron. Akan
tetapi alga ini dapat membentuk urutan ranti yang terdiri dari beberapa sel. Sel berbentuk seperti
kotak dengan sitoplasma yang memenuhi sel dan tidak memiliki alat gerak. Skeletonema costatum
dinding sel yang unik karena terdiri dari dua bagian yang bertindih (flustula) yang terbuat dari
silikat, bagian katub atas disebut epiteka dan kutup bawah disebut hipoteka. Pada bagian epiteka
terdiri dari komponen epivaf dan episingulum dan pada bagian hipoteka terdiri dari komponen
Suhu berperan dalam pengatur proses metabolisme organisme dalam perairan. Suhu
mempengaruhu suatu stadium daur hidup organisme dan merupakan factor pembatas penyebaran
suatu species. Dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan reproduksi secara ekologis
Dalam proses aerasi, selain terjadi proses pemasukan gas-gas yang diperlukan dalam proses
potositesis juga akan timbul gesekan antara gelembung udara dengan moleku-molekul air sehingga
terjadi sirkulasi air. Proses sirkulasi air ini sangat penting untuk memperthankan suhu tetap
homogen serta penyebaran penyinaran dan nutrient tetap merata. Sirkulasi juga dapat mencegah
pengendapan plankton dan menimbulkan getaran air yang menyerupai getaran di alam
Salinitas merupakan salah satu factor lingkungan yang mempengaruhi tekanan osmotik
antara protoplasma sel organic dengan lingkungannya. Kadar garam yang berubah-ubah dalam air
dapat menimbulkan hambatan bagi kultur sekletonema costatum. Sekeltonema costatum tumbuh
dan panjang gelombang cahaya yang mengenai sel-sel tanaman selama fotosintesis. Biasanya,
dalam ruang kultur intensitas cahaya berkisar antara 500-5000 lux. Keadaan gelap dan terang juga
harus dikontrol. Kultur penyediaan bibit, intensitas cahaya yang diberikan berkisar antara 500-
1000 lux, biasnya 12 jam dalam keadaan terang dan 12 jam dalam keadaan gelap. Kultur missal
diruang terbuka, intensitas cahaya lebih baik diberikan dibawah 10.000 lux (Isnantyo dan
Kurniastuty, 2004).
Pertumbuhan phytoplankton dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran
sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Hingga saat ini kepadatan sel digunakan secara luas
untuk mengetahui pertumbuhan phytoplankton dalam kultur pakan alami. Ada empat fase
pertumbuhan yaitu :
1. Fase Istirahat
Sesaat setelah penambahan inokulum kedalam media kultur, populasi tidak mengalami
perubahan. Ukuran sel pada saat ini pada umumnya meningkat . Secara fisiologis phytoplankton
sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru. Organisme mengalami metabolisme, tetapi
Fase ini diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan tetap. Pada kondisi kultur
3. Fase Stasioner
Pada fase ini, pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan dengan fase
logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian. Dengan demikian
penambahan dan pengurangan jumlah phytoplankton relatif sama atau seimbang sehingga
4. Fase Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi. Jumlah sel menurun secara
geometrik.
dipengaruhi oleh temperatur, cahaya, pH air, jumlah hara yang ada , dan beberapa kondisi
khususnya pada pembenihan udang windu. Phytoplankton ini pertumbuhannya cepat, sehingga
sudah dapat dipanen dalam waktu dua hari masa pemeliharaan dan cocok untuk pakan larva udang
windu. Di beberapa negara , seperti Singapura Skeletonema Costatum juga digunakan sebagai
pakn larva kakap merah. Selain itu Skeletonema Costatum dapat digunakan sebagai pakan pada
untuk kultur skala massal dapat digunakan pupuk dengan komposisi Urea 60gr/ton, NaH2PO4 8
gr/ton, Na2SiO3 6gr/ton, FeCl3 1 gr/ton, EDTA 5 gr/ton atau TSP 15 gr/ton, Urea 30 gr/ton,
Praktikum kultur Skeletonema costatum dilaksanakan pada hari Senin 16 Mei 2013 dan
dilanjutkan pada hari Sabtu, tanggal 11 Mei 2013 sampai 19 Mei 2013. Pada pukul 14.00 WITA
dan bertempat di gedung Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univeritas
Haluoleo, Kendari.
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kultur Skeletonema costatum dapat
3. Menyaring air laut sebanyak 2 liter dengan menggunakan corong, kapas, serta kertas saring.
5. Menyiapkan wadah kultur yang telah diisi air sebanyak 250 ml serta ditambahkan pupuk Conway
8. Selang 2 hari kemudian dilakukan pengamatan terlebih dahulu sebelum pemindahan pada wadah
erlenmeyer 1 liter yang telah diisi air 500 ml. setelah pengamatan, ditambahkan pupuk Conway
diisi air dan ditambahkan pupuk Conway 10 ml dan selang 2 hari kemudian, dilakukan pengamatan
dan pemindahan pada akuarium yang telah ditambahkan pupuk Conway 20 ml.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:
3. 16 mei 2013 40
4. 18 mei 2013 51
5. Rabu, 22 43
Mei 2013
4.2. Pembahasan
khususnya pada pembenihan udang windu. Phytoplankton ini pertumbuhannya cepat, sehingga
sudah dapat dipanen dalam waktu dua hari masa pemeliharaan dan cocok untuk pakan larva udang
windu. Di beberapa negara , seperti Singapura Skeletonema Costatum juga digunakan sebagai
pakn larva kakap merah. Selain itu Skeletonema Costatum dapat digunakan sebagai pakan pada
budidaya biomassa Artemia. Phytoplankton atau mikroalgae mempunyai peran mensintesa bahan
organik dalam lingkungan perairan. Mikroalgae melakukan aktifitas fotosintesa untuk membentuk
molekul-molekul karbon komplek melalui larutan nutrien dari beberapa sumber yang diasumsi
dengan bantuan pencahayaan sinar matahari/ energi lampu neon untuk membentuk sel-sel baru
menajdi produk biomassa. Di perairan alami mikroalgae dominan memberikan konstribusi untuk
memproduksi biomassa dalam sistim perairan laut, estuarin dan sungai. Walaupun sedikit
pengaruh kombinasi dari sejumlah sel-sel fitoplankton akan dikonsumsi oleh hewan baik tingkat
rendah maupun tingkat tinggi didalam ekosistem perairan yang digambarkan melalui jaring-jaring
logaritmik, yaitu dimulai dari fase log atau eksponensial, fase penurunan laju pertumbuhan, fase
stationer, dan fase kematian. Pada kultur S.costatum, waktu terjadinya fase lag diduga
Fase log atau eksponensial S.costatum berlangsung dari pengamatan pertama sampai 2
dengan log kepadatan belum terlalu tinggi. Pada fase ini kultur mengalami peningkatan jumlah sel
yang sangat besar, hal ini sesuai dengan pernyataan Arinardi (2000), menyatakan bahwa fase log
atau eksponensial S.ostatum berlangsung dari awal kultivasi sampai hari ke-4 dengan
log kepadatan 1,0–2,9 sel/ml. Pada fase ini kultur mengalami peningkatan jumlah sel yang sangat
besar karena sel mulai mengalami pembelahan dengan cepat dimana kecepatan pembelahan sel S.
costatum yang berasal dari daerah tropis berlangsung sekitar 4 jam, tergantung kondisi lingkungan.
Pertumbuhan yang baik pada S.costatum terjadi pada fase eksponensial. Pada fase ini
diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan tetap, hal ini sesuai dengan pernyataan
(Chester, 2002). Menyatakan bahwa Pada hari ke-5 kultur mengalami peningkatan jumlah sel yang
lambat pada log kepadatan 3,08 sel/ml. Fase ini disebut sebagai fase penurunan laju pertumbuhan
dengan warna kultur sama seperti akhir fase log. Turunnya laju pertumbuhan mikroalga
disebabkan oleh 3 hal, yaitu berkurangnya mikronutrien sebagai faktur pembatas karena telah
banyak dimanfaatkan selama fase eksponensial, adanya toksik yang dihasilkan oleh alga itu sendiri
sebagai hasil dari metabolisme dan berkurangnya proses fotosintesis akibat bertambahnya jumlah
sel sehingga hanya bagian permukaan kultur saja yang memperoleh cahaya.
BAB
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Diatom memiliki lima tingkatan fase pertumbuhan yangni fase induksi/istirahat, fase logaritmik
atau eksponensial, fase stationer, fase menurunnya laju pertumbuhan dan fase kematian.
2. Kultur Skeletonema costatum merupakan faktor yang sangat penting untuk menjaga ketersediaan
pakan alami bagi larva ikan dan udang pada usaha pembenihan.
B. Sara
Hal yang harus diperhatikan kultur diatom ialah masalah pupuk dan parameter kualitas air
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pakan alami adalah sumber pakan yang penting dalam usaha pembenihan ikan, udang,
kepiting, dan kerang. Pakan alami merupakan pakan yang sudah tersedia di alam, untuk pakan
buatan adalah pakan yang dibuat dari beberapa macam bahan yang kemudian di olah menjadi
bentuk khusus sesuai dengan yang di kehendaki. Pemberian pakan yang berkualitas akan
memperkecil persentase kematian larva. Dalam budidaya terutama dalam usaha pembenihan,
pakan merupakan salah satu faktor pembatas. Secara umum pakan terdiri dari pakan alami dan
Artemia merupakan udang renik yang tergolong udang primitif. Zooplankton ini hidup
secara planktonik di perairan yang berkadar garam tinggi yakni antara 15–300 permil. Sebagai
plankton, Artemia tidak dapat mempertahankan diri terhadap pemangsanya sebab tidak
Siklus hidup pada Artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur. Setelah 15-
20 jam pada suhu 25oC kista akan menetas menjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio
ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan tetap menyelesaikan
perkembanganya kemudian berubah menjadi naupli yang akan bisa berenang bebas. Pada awalnya
telur artemia berwarna orange coklatan karena masih mengandung kuning telur. Setelah 12 jam
mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai
makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organic lainya. Pada dasarnya
mereka tidak akan peduli (tidak memilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut
tersedia dalam air dengan ukuran yang sesuai (Diana Chilmawati, 2007).
Dengan mengetahui arti penting dari pakan alami tersebut maka perlulah dilaksanakan
praktek budidaya pakan alami ini agar mahasiswa lebih mengenal cara penetasan telur kista
artemia.
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengamati proses terjadinya penetasan kista artemia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Animalia.
Phylum : Arthropoda
Class : Branchiopoda
Order : Anostraca
Family : Artemiidae
Genus : Kista
Spesies : Kista artemia
Gambar 2. Kista artemia
(Sumber: Dok. Pribadi, 2013)
Kista merupakan tempat atau telur dari Artemia yang berbentuk bulat kecil dan berwarna
coklat. Diameternya bervariasi antara 224,7-267,0 mikrometer (µm) dan beratnya rata-rata 1,885
mikrorogram (µg). Secara anatomi, susunan kista Artemia terdiri dari dua lapisan yaitu korion
dan selaput embrio. Selaput ini adalah semacam membran atau selaput yang membungkus embrio
(Harefa, 2005).
cangkang artemia terdiri dari lipoprotein yang mengandung banyak hematin (semacam
hemoglobin). Senyawa ini ternyata dapat di larutkan oleh bahan-bahan oksidator yaitu senyawa
hipoklorit, baik berupa NaOCl (natrium hipoklorit) maupun Ca(OCl)2. Kaporit ini selain berfungsi
sebagai pendekap kista artemia, juga berfungsi sebagai disinfektan. Klorin bebas yang terdapat
pada kaporit di dalam air akan bereaksi menjadi bentuk hypochlorous dan asam hipoklorit. Klorin
bebas dan hypochlorous inilah yang berfungsi sebagai disinfektan. Beberapa manfaat dekapsulasi
terhadap kista artemia, seperti: nauplius bersih dari cangkang kista dan kista yang tidak menetas,
telur akan bebas dari hama, nauplius Artemia akan lebih mudah lepas dari cangkangnya karena
cangkang lebih tipis dan telur yang telah menetas dapat langsung digunakan untuk makanan
(Mudjiman, 2004).
Kista Artemia yang ditetaskan pada salinitas 15-35 ppt akan menetas dalam waktu 24-36
jam. Larva Artemia yang baru menetas dikenal dengan nauplius. Nauplius dalam pertumbuhanya
mengalami 15 kali perubahan bentuk. Masing-masing perubahan merupakan satu tingkatan yang
Penetasan kista artemia dapat di lakukan dengan cara langsung atau non-dekapsulasi dan
dekapsulasi. Pada cara non-dekapsulasi kista artemia hanya di rendam pada air tawar selama 15
menit. Perendaman dengan air tawar tersebut bertujuan untuk melunakkan kista artemia.
Sedangkan pada dekapsulasi selain di rendam dengan air tawar kista artemia juga di rendam
dengan mengunakan bahan dekapsulan yaitu berupa kaporit (Ca(OCl)2). Bahan dekapsulan ini
bersifat desinfektan, sehingga selain membersihkan kiste Artemia dari kotoran, juga akan
membersihkannya dari bakteri pembawa bibit penyakit. Awal hidup Artemia dimulai dari saat
menetasnya kista atau telur. Setelah 15 - 20 jam pada suhu 25° C, kista akan
menetas manjadi embrio. Pada fase ini, embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian
berubah menjadi naupli yang sudah akan bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna
orange kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan
makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam menetas
mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini Artemia akan mulai
makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organik lainnya. Pada dasarnya
Artemia tidak memilih jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia di air
dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa
dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 mm, meskipun demikian pada
kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. Pada kondisi demikian
biomasnya akan mencapi 500 kali dibandingakan biomas pada fase naupli (Purwakusuma, 2008).
Pertama kali menetas larva kista Artemia disebut Instar I. Nauplius stadia I (instar I) ukuran
400 mikron. Lebar 170 mikron dan berat 15 mikrogram, berwarna orange kecoklatan. Setelah 24
jam menetas, naupli akan berubah menjadi instar II. Gnatobasen sudah berbulu, bermulut, terdapat
saluran pencernaan dan dubur. Tingkatan selanjutnya, pada kanan dan kiri mata nauplius
kaki, setelah instar XV kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang. Nauplius menjadi Artemia
dewasa (proses instar I-XV) antara 1-3 minggu. Pada tiap tahapan perubahan instar nauplius
mengalami moulting. Artemia dewasa memiliki panjang 8-10 mm ditandai dengan terlihat jelas
tangkai mata pada kedua sisi bagian kepala, antena berfungsi untuk sensori. Pada jenis jantan
antenna berubah manjadi alat penjepit (muscular grasper). Sepasang penis terdapat pada bagian
2007).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Praktikum penetasan cysta artemia ini dilaksanakan pada hari sabtu dan minggu, tanggal
25 dan 26 Mei 2013 bertempat di Laboratorium Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini, dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
2. Menyiapkan botol aqua yang memiliki daya tampung 1,5 liter air.
3. Memotong botol aqua pada bagian bawahnya dan dibersihkan dengan air bersih dan dibersihkan
4. Menimbang cysta Artemia sebanyak 1 gram untuk ditetaskan. Dan diamati keadaan telur sebelum
terhidrolisis.
dan kemudian diberi air laut dan dimasukkan kedalam botol akua yang sudah dipotong tadi,
7. Memasukkan air kedalam botol dengan jumlah air laut 1 liter dan diberi aerasi.
8. Mengamati dibawah mikroskop di setiap perkembangan selama selang 2 jam dan mencatat hasil
yang di peroleh.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut.
Penetasan Kista Artemia tidak terlepas oleh pengaruh faktor lingkungan dalam hal ini
kualitas air yang sangat menunjang dalam proses penetasan Kista Artemia yakni suhu, kadar
garam, kepadatan Kista, cahaya dan aerasi. garam optimal untuk penetasan adalah antara 5 – 35
ppt, namun untuk keperluan praktis biasanya digunakan air laut (kadar garam antara 25–35 ppt)
Berdasarkan hasil Pengamatan kista artemia direndam kedalam air tawar selama 1 jam
untuk melakukan hidrasi kista artemia, setelah itu telur kista artemi dipindahkan kewadah air laut
untu melakukan proses penetsan dangan mengunkan air rasi. Pada pengamatan yang diperoleh
pada pukul 02.30 WITA dari masing-masing metode yang dilakukan tidak ditemukannya artemia,
dalam artian bahwa kista artemia yang ditebar dalam wadah penetasan belum mengalami
penetasan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chumadi (1992) bahwa dalam menetaskan kista
artemia ada beberapa tahapan yang harus dilakukan antara lain adalah memantau proses penetasan
kista artemia. Kista artemia yang ditetaskan dalam wadah budidaya berbentuk kerucut dan bening
akan sangat mudah untuk memantau proses penetasannya. Proses penetasan artemia akan
Pada pengamatan awal (I) terlihat Kista Artemia mengalami perubahan bentuk dari bulat
tidak beraturan menjadi bulat penuh pasca proses hidrasi (perendaman) hal ini disebabkan oleh
adanya masukan (input) partikel air kedalam Kista Artemia sehingga bentuk Kista menjadi
Berdasarkan hasil pengamatan ke-2 terlihat Kista Artemia, menetas setelah 21-48 jam
(masa inkubasi). dari pengamatan awal hingga akhir perubahan yang terjadi pada Kista Artemia
dimulai dari telur, stadia payung hingga stadia nauplii (Instar 1). secara kasat mata Artemia yang
sudah menetas dapat diketahui secara sederhana yakni dengan melihat perubahan warna di media
penetasan, sedangkan Artemia yang belum menetas pada umumnya berwarna cokelat muda, akan
tetapi setelah menetas warna media berubah menjadi oranye. Warna oranye belum menjamin
Artemia sudah menetas sempurna, oleh karena itu untuk meyakinkan bahwa Artemia sudah
menetas secara sempurna disamping melihat perubahan warna juga dengan mengambil contoh
Artemia dengan menggunakan beaker glass. Jika seluruh nauplius Artemia sudah berenang bebas
maka itu menunjukkan penetasan selesai. Akan tetapi jika masih banyak yang terbungkus
membran, maka harus ditunggu 1-2 jam agar semua Artemia menetas secara sempurna.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
3. Dalam penetasan Kista Artemia tidak terlepas oleh pengaruh faktor lingkungan dalam hal ini
kualitas air yang sangat menunjang dalam proses penetasan Kista Artemia yakni suhu, kadar
B. Saran
Pengamatan budidaya pakan alami di atas juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
iana chilmawati, 2007. Pembudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang dan Ikan. Penebar Swadaya:Jakarta.
arefa, 2005. Laporan Kegiatan Kultur Kopepoda dan Artemia dengan Pakan Fermentasi, Dirjen perikanan BBL
Lampung.
aryati. 2001. Percobaan Penggunaan Beberapa Macam Komposisi Media Terhadap Pertumbuhan Populasi
Monokultur Skeletonema costatum Greville. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Peternakan
dan Perikanan. UNDIP Semarang.
Mudjamin, A. 2007. Laporan Hasil Latihan Budidaya Artemia. Dinas Perikanan Daerah Propinsi Jatim
Purwakusuma, W. 2008. Kista Artemia
urwakusuma, W. 2008. Artemia Salina. (http://www.o fish.com/pakanIkan/Artemia.php). Diakses pada tanggal
25 Mei 2013.
LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA PAKAN ALAMI
(Penetasan Telur Kista Artemia)
Oleh
NAMA : ALFIN
STAMBUK : I1A2 11 030
PRODI : BUDIDAYA PERAIRAN
KELOMPOK : II (DUA)
ASISTEN : ERIKA ISMAYANI, S.Si