Anda di halaman 1dari 20

SOAL BAB III URAIAN

1. Pakan alami dapat berasal dari jenis fitoplankton dan zooplankton. Berdasarkan kelompok
tersebut jenis apakah yang banyak digunakan untuk pakan alami budidaya ikan. Berikan
alasannya !
2. Analisislah siklus hidup dan perkembangbiakan pakan alami ?
3. Rancanglah metode pembibitan pakan alami skala laboratorium !
4. Analisis laju pertumbuhan dan evaluasi hasil kultur pakan alami ?
5. Rancanglah wadah untuk budidaya pakan alami ?

JAWABAN:

1. Jenis pakan alami yang banyak digunakan untuk pakan alami budidaya ikan adalah :
Dari kelompok zooplankton antara lain : brachionus sp atau rotifer, artemia salina, Cladocera,
yaitu Moina sp dan Daphnia sp, Infusaria, yaitu Pharamecium sp.

Karena Zooplankton memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pakan buatan yaitu:


a. Ukuran zooplankton yang relatif kecil.sesuai ukuran bukaan mulut larva ikan
b. Zooplankton memiliki enzim-enzim yang berkontribusi terhadap kemampuan pencernaan
larva karena merangsang peningkatan produksi enzim pada lambung ikan. Asam amino
bebas pada zooplankton mudah dicerna dan membentuk protein pada larva. Level asam-
asam amino bebas bervariasi tergantung tipe zooplankton.
c. Nilai nutrisi/kandungan gizi zooplankton yang tinggi yaitu sumber protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral bagi pemangsanya.
d. Gerakan zooplankton dapat merangsang ikan untuk memangsanya.
e. Zooplankton dapat melayang-layang dalam kolom air sehingga baik bagi sebagian besar
larva ikan terutama larva ikan laut yang bersifat planktonis.
f. Zooplankton seperti rotifera dapat digunakan sebagai pembawa (carrier) beberapa nutrisi
esensial seperti asam lemak, pigmen, antibiotik dan hormon, karena nutrisi pada
organisme pakan alami tidak larut dalam air. Sifat ini memungkinkan dilakukan
peningkatan kualitas nutrisi jasad pakan.
g. Pakan buatan belum sukses untuk menghasilkan atribut-atribut seperti yang dimiliki oleh
zooplankton seperti yang diuraikan di atas. Lambung larva yang masih sederhana belum
mampu secara efisien mencerna pakan buatan sehingga dapat akibatkan pertumbuhan
yang rendah serta kegagalan dalam berkembangnya lambung secara normal.
h. Zooplankton sebagai pakan alami memiliki kemampuan untuk berkembang biak dengan
cepat dalam waktu relatif singkat sehingga ketersediaanya dapat terjamin sepanjang
waktu,
i. Budidaya pakan alami (zooplankton) biaya kulturalnya relatif murah.
j. Mudah dicerna oleh benih ikan karena mengandung enzim pencernaan
k. Kandungan asam amino essensial dan asam lemak essensial

2. Analisis siklus hidup dan perkembangbiakan pakan alami


Jawaban :

Secara ekologis, pakan alami dapat dikelompokkan sebagai plankton, nekton, bentos,
perifitin dan neuston. Semua ini didalam perairan akan membentuk suatu rantai makanan
dan jaringan makanan. Fitoplankton memegang peranan penting dalam perairan, sebab
fitoplankto asal mulanya terjadi dari bahan organik, yang kemudian dijadikan sumber
makanan oleh jasad-jasad lainnya. Zooplankton dan jasad-jasad lainnya akan berkembang
Apabila tersedianya makanan yang cukup yang berasal dari fitoplankton tersebut.

a. Siklus hidup dan perkembangbiakan fitoplankton


Fitoplankton adalah organisme yang hidup melayang-layang di dalam air, relatif tidak
memiliki daya gerak, sehingga eksistensinyasangat dipengaruhi oleh gerakan air seperti
arus, dan lain-lain. Fitoplankton tergolong sebagai organisme autotrof, yang
membangun tubuhnya dengan mengubah unsur-unsur anorganik menjadi zat organik
dengan memanfaatkan energi karbon dari CO2 dan bantuan sinar matahari melalui
proses fotosintesis.
Gambar 2.1. Siklus hidup plankton

Perkembangbiakan pakan alami di dalam media kultur dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu secara seksual dan aseksual. Perkembangbiakan secara aseksual (tidak kawin)
yang disebut dengan parthenogenesis terjadi dalam keadaan normal. Perkembangbiakan
secara seksual banyak dijumpai yaitu, isogami, anisogami, dan oogami. Meiosis dapat
terjadi pada zigot yag berkecambah atau pada waktu pembentukan spora dan gamet.
Perkembangbiakan secara aseksual dengan cara membentuk sel khusus yang mampu
berkembang menjadi individu baru tanpa terjadinya peleburan sel kelamin. Pada
umumnya terjadi dengan peleburan spora, oleh karena itu disebut perkembangbiakan
secara sporik. Zoospora dibentuk oleh sel vegetatif, tetapi beberapa tumbuhan terbentuk
dalam sel khusus yang disebut sporangia. Zoospora setelah periode berenang beberapa
waktu berhenti pada substrat yang sesuai, umumnya dengan ujung anterior, flagella
dilepaskan dan terbentuk dinding. Selama proses ini alga mensekresikan lendir yang
berfungsi untuk mempertahankan diri
Gambar 2.2. Perkembangbiakan pakan alami

Pertumbuhan plankton pada saat budidaya secara visual ditandai dengan adanya
perubahan warna air dari awalnya bening menjadi berwarna (hijau muda/coklat muda
dan kemudian menjadi hijau/coklat dan seterusnya), perubahan ini disertai dengan
menurunnya transparansi. Kejadian tersebut merupakan indikasi dari meningkatnya
ukuran sel dan bertambah banyaknya jumlah sel yang secara langsung akan
berpengaruh terhadap kepadatan plankton. Terdapat 4 fase dalam pertumbuhan
plankton yaitu :
1. Fase Lag (istirahat),
dimana populasi tidak mengalami perubahan, tetapi ukuran sel pada fase ini
meningkat.
2. Fase Logaritmik (pertumbuhan eksponensial)
Fase yang diawali dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang terus
menerus, pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal.
3. Fase Stasioner (pertumbuhan stabil)
Fase dengan pertumbuhan yang mulai mengalami penurunan dibandingkan fase
logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi/pembelahan sel sama dengan laju kematian
dalam arti penambahan dan pengurangan plankton relatif sama sehingga kepadatan
plankton cenderung tetap.
4. Fase Deklinasi (Kematian)
Fase dimana terjadi penurunan jumlah/kepadatan plankton, pada fase ini laju
kematian lebih cepat dibandingkan laju reproduksi. Laju kematian plankton
dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien, cahaya, temperatur dan umur plankton itu
sendiri.

Gambar 2.3. Fase pertumbuhan fitoplankton

Beberapa jenis fitoplankton sudah berhasil dikultur dan dibudidayakan secara massal
sebagai makanan bagi zooplankton maupun larva ikan, yakni:
1) Diatom
Reproduksi diatom dapat terjadi baik oleh reproduksi seksual atau reproduksi
aseksual. Bentuk utama dari reproduksi aseksual yang terjadi dengan pembelahan
biner. Dalam reproduksi aseksual, DNA mengalami replikasi yang menyebabkan
kromosom untuk membagi menjadi dua bagian identik. Hal ini menyebabkan
pembentukan dua frustules atau teka. Setiap sel anak menerima satu dari frustules
induk sel seperti organisme lain yang bereproduksi secara aseksual. Hal ini
menyebabkan frustule kecil atau hypotheca untuk membentuk ke frustule besar atau
epitheca. Sel induk tumbuh lebih besar untuk membagi sel anak dua dengan
mendorong keluar dari katup. Setiap sel anak menghasilkan suatu dinding sel baru
dan setiap sel anak menerima satu katup. Reproduksi aseksual dengan demikian,
menyebabkan pengurangan ukuran satu sel anak dari ukuran rata-rata. Hal ini
akhirnya mengarah pada ukuran sel yang hanya sepertiga ukuran maksimum
mereka. Penyusutan ukuran dari alga kelompok divisi ini adalah modus unik
reproduksi aseksual dalam diatom.

Diatom merupakan produsen primer terbanyak dan terdapat di semua bagian lautan,
tetapi teramat melimpah di daerah permukaan massa air. Jenis diatom yang umum
dijumpai di perairan lepas pantai Indonesia antara lain adalah Chaetoceros sp,
Rhizosolenia sp, Thalassiothrix sp dan Bacteriastrum sp. Sedangkan di perairan
pantai atau muara sungai biasanya banyak terdapat Skeletonema sp. dan kadang-
kadang Coscinodiscus sp.

Gambar 2.4. Skeletonema costatumdan Chlorellasp


Gambar 2.5. Reproduksi Tetraselmis chuiisecara aseksual (Gambar kiri) dan seksual
(Gambar kanan)

b. Siklus hidup dan perkembangbiakan zooplankton


Zooplankton memiliki fungsi sebagai pakan alami organisme akuatik (misal udang),
melalui proses rantai makanan dapat mengendalikan pertumbuhan fitoplankton.
Zooplankton yang sudah dibudidayakan secara massal dan dipergunakan sebagai pakan
alami ikan konsumsi dan ikan hias antara lain adalah :
a. Kelompok rotifera yaitu Brachionus plicatilis untuk jenis rotifera air laut dan
Brachionus calcyflorus serta Brachionus rubens untuk jenis rotifera air tawar.
b. Kelompok Cladocera yaitu Daphnia sp dan Moina sp
c. Kelompok Brachiopoda yaitu Artemia salina
d. Kelompok Infusaria yaitu Paramecium caudataum
Adalah :
a) Rotifera
Brachionus plicatilis termasuk ke dalam filum Rotifera yang merupakan filum
invertebrata. B. plicatilis merupakan salah satu pakan alami yang sering
diberikandalam usaha pembenihan dan cocok bagi larva ikan.B. plicatilis
mempunyai kelamin terpisah, dapat bereproduksi secara aseksual dengan
parthenogenesis yaitu menghasilkan telur tanpa terjadi pembuahan dan individu
baru yang dihasilkan bersifat diploid.
Gambar 2.61. Siklus hidup rotifer

Selain secara aseksual, B. plicatilis juga bereproduksi secara seksual. Pada mulanya
betina miktik mengkasilkan 1-6 telur kecil (50-70 x 80-100 mikron). Betina miktik
adalah betina yang dapat dibuahi. Telur yang dihasilkan oleh betina miktik akan
menetas menjadi jantan. Jantan tersebut akan membuahi betina miktik dan
menghasilkan 1 2 telur istirahat. Telur tersebut mengalami masa istirahat sebelum
menetas menjadi betina amiktik. Betina amiktik adalah betina yang tidak dapat
dibuahi. Dari betina amiktik tersebut maka reproduksi secara aseksual akan terjadi
lagi.

b) Artemia salina
ReproduksiArtemia dibagi menjadi dua yaitu Artemia yang bersifat biseksual dan
Artemia yang bersifat partenogenetik. Reproduksi secara biseksual terjadi dengan
pembuahan dan partenogenetik terjadi tanpa pembuahan. Perkembangbiakan secara
biseksual maupun partenogenetik dapat terjadi secara ovovivipar dan ovipar
tergantung kondisi lingkungan terutama salinitas.
Gambar 2.7. Siklus reproduksi Artemia salina
Pada ovovivipar yang dihasilkan induk adalah anak yang disebut nauplius dan biasa
terjadi pada kondisi lingkungan yang cukup baik. Sedangkan dengan cara ovipar
yang dihasilkan induk adalah berupa telur yang bercangkang tebal yang disebut
kista dan biasa terjadi bila kondisi lingkungan memburuk.

c) Moina sp
Perkembangbiakan Moina sp ada dua cara yaitu secara aseksual atau
parthenogenesis, yaitu melakukan penetasan telur tanpa dibuahi dan secara seksual
(kawin). Pada kondisi perairan yang tidak baik, individu betina menghasilkan telur
istirahat atau ephippium. Ephippium akan menetas apabila kondisi perairan
membaik. Perkembangan populasi Moina sp dapat terjadi pada kolam atau bak yang
terbuat dari tanah, plastik, kaca, fiber glass, dan kombinasi bahan tersebut. Moina
sp yang berkembang biak secara partenogenetik (telur berkembang tanpa dibuahi)
akan menghasilkan telur sebanyak 10 20 butir, apabila lingkungan mendukung
telur akan menetas menjadi hewan betina. Selain itu Moina sp dapat juga
berkembang biak secara kawin. Dengan cara ini hewan betina akan menghasilkan
telur sebanyak 1 2 butir. Perkembangan secara demikian terjadi apabila individu
jantan terdapat dalam jumlah yang banyak bila di banding dengan individu betina,
atau juga bisa terjadi apabila kondisi perairan tidak mendukung hewan betina untuk
menghasilkan dan menetaskan telurnya sendiri.
d) Paramecium caudatum
Paramecium caudatum memperbanyak diri atau bereproduksi dengan cara aseksual
dan seksual. Secara aseksual dengan pembelahan biner yaitu membelah menjadi
dua secara mitosis, kemudian dilanjutkan oleh makronukleus secara amitosis.
Tampak satu sel membelah menjadi 2, kemudian menjadi 4, 8, dan seterusnya.
Selain itu dapat pula berkembang biak secara konjugasi.

Gambar 2.82. Konjugasi pada Paramecium caudatum

Konjugasi Paramaecium berdekatan dan saling menempelkan bagian mulutnya.


Mikron meterukleus membelah berturut-turut menjadi empat mikron meterukleus,
makronukleusnya lenyap/menghilang. Tiga mikron meterukleus lenyap, satu mikron
meterukleus membelah lagi menjadi dua mikron meterukleus yang berbeda
ukurannya (besar dan kecil), kemudian mikron meterukleus yang kecil dipertukarkan
antar dua Paramaecium yang berlekatan tadi sehingga menghasilkan zigot nukleus.
Setelah itu Paramaecium memisah. Selanjutnya zigot nukleus membelah tiga kali
berturut-turut menghasilkan delapan inti baru. Kemudian tiga inti lenyap, empat inti
bergabung menjadi makronukleus dan satu inti menjadi mikron meterukleus. Pada
akhirnya Paramaecium akan membelah dua kali berturut-turut yang menghasilkan
empat Paramaecium baru.
c. Siklus hidup dan perkembangbiakan benthos
1) Siklus hidup dan perkembangbiakanTubifex
Perkembangbiakan Tubifex di dalam media kultur dapat dilakukan dengan cara
asexual yaitu pemutusan ruas tubuh dan pembuahan sendiri (Hermaphrodit). Telur
cacing rambut dihasilkan didalam kokon yaitu suatu bangunan yang berbentuk bulat
telur, panjang 1,0 mm dan garis tengahnya 0,7 mm. Telur yang terdapat di dalam
kokon ini akan mengalami proses metamorfosis dan akan mengalami pembelahan sel
seperti pada umumnya perkembangbiakan embrio didalam telur yang dimulai dari
stadia morula, blastula dan gastrula. Telur yang terdapat didalam kokon ini akan
menetas menjadi embrio yang sama persis dengan induknya hanya ukurannya lebih
kecil. Proses perkembangbiakan embrio didalam kokon ini biasanya berlangsung
selama 10 12 hari jika suhu didalam media pemeliharaan berkisar antara 24 25 oC.

Gambar 2.93. Daur hidup Tubifex (Tubifex sp)

Induk Tubifex yang dapat menghasilkan kokon dan mengeluarkan telur yang menetas
menjadi tubifex mempunyai usia sekitar 40 45 hari. Jumlah telur dalam setiap
kokon berkisar antara 4 5 butir. Waktu yang dibutuhkan untuk proses
perkembangbiakan telur didalam kokon sampai menetas menjadi embrio tubifex
membutuhkan waktu sekitar 10 12 hari. Jadi daur hidup cacing rambut dari telur ,
menetas dan menjadi dewasa serta mengeluarkan kokon dibutuhkan waktu sekitar 50
57 hari.
2) Siklus hidup dan perkembangbiakan Larva Chironomus
Proses perkembangbiakan larva Chironomus diawali dengan pemijahan atau
perkawinan antara lalat jantan dan lalat betina. Setelah proses pemijahan, induk
betina akan meletakkan massa telurnya di permukaan air yang akan tenggelam ke
dasar perairan dan kemudian menetas menjadi larva. Siklus hidup dari telur hingga
mencapai dewasa biasanya memakan waktu kurang dari satu minggu atau bahkan
lebih dari setahun tergantung jenis spesies dan musim. Biasanya perkembangbiakan
larva Chironomus dari telur menjadi imago membutuhkan waktu kurang lebih 7 8
hari dan mengalami beberapa kali fase atau tahapan.

Imago sebagian besar bersifat nocturnal, banyak ditemukan di sekitar cahaya. Larva
akan hidup hingga 1 2 minggu yang kemudian akan berubah menjadi pupa.
Sebelum masa inilah larva chironomus atau dikenal juga sebagai cacing darah biasa
dipanen sebagai pakan alami ikan. Setelah beberapa hari menjadi pupa, Chironomus
akan keluar dari pupanya menjadi Chironomus dewasa yang berupa nyamuk pemakan
nectar.

3. Rancangan metode pembibitan pakan alami skala laboratorium


Jawaban :
Dalam budidaya Chlorella skala Laboratorium digunakan wadah berupa erlenmeyer atau
botol-botol kecil berukuran 1-2 liter. Hasil budidaya pada skala laboratorium biasanya digunakan
sebagai stok untuk budidaya skala massal. Dalam budidaya Chlorella skala Laboratorium wadah
yang digunakan harus dibersihkan dan disanitasi. Umumnya pencucian dapat menggunakan
deterjen dan dibilas sampai bersih kemudian dikeringkan. Setelah kering kemudian wadah
disanitasikan dengan cara direbus pada suhu 110 derajat Celcius. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah adanya kontaminan yang mengganggu budidaya Chlorella.
Air yang digunakan sebagai media juga direbus sampai mendidih untuk mematikan jenis
plankton yang hidup pada air tersebut yang akan menjadi kontaminan.
Tabel 1. Peralatan, bahan dan media budidaya Chlorella skala laboratorium
No. Alat/bahan/media Jumlah Fungsi/kegunaan
1. Rak kultur 1 buah Tempat menyimpan botol-botol kultur

2. Lampu neon 6 buah Sumber cahaya yang digunakan Chlorella


untuk proses fotosintesis
3. Topless Uk 1 L 3 buah Tempat kultur Chlorella
4. Topless Uk 3 L 9 buah Tempat kultur Chlorella
5. Aerator 1 Set Sumber oksigen untuk kultur Chlorella
6. Selang aerasi 9 buah Untuk menyalurkan oksigen dari aerator

7. Alumunium foil 1 gulung Penutup toples kultur


8. Timbangan digital 1 buah Untuk menimbang pupuk
9. Pupuk : 1 Kg Media kultur Chlorella
- Urea
- FeCl3
- TSP
10. Chlorella murni 1 liter Bibit untuk budidaya

Penyiapan media tumbuh


Media tumbuh untuk budidaya Chlorella berupa air yang sudah diberi pupuk. Air yang
digunakan dapat berupa air sumur, air mata air atau dari akuades. Air yang digunakan juga harus
bersih. Untuk air mata air atau air sumur sebaiknya air difilter terlebih dahulu untuk menyaring
partikel yang tersuspensi dalam air. Selanjutnya air juga harus disanitasi dengan cara merebus air
sampai mendidih, sehingga air yang digunakan bebas dari kontaminasi plankton lain khususnya
zooplankton yang akan memakan Chlorella. Selanjutnya erlenmeyer atau botol-botol kecil yang
sudah diisi air sebanyak 1 liter ditempatkan pada rak yang dilengkapi dengan selang aerasi dan
lampu neon. Hal ini dilakukan supaya cahaya cukup untuk proses fotosintesis Chlorella dan agar
Chlorella tidak mengendap. Dalam budidaya Chlorella skala laboratorium sebaiknya dilakukan
pada suhu antara 21-25 derajat Celcius, dengan tujuan agar pertumbuhannya tidak terlalu cepat.
Setelah persiapan wadah selesai dilakukan kemudian dilakukan pemupukan. Pemupukan ini
dilakukan agar kebutuhan unsur hara dari Chlorella terpenuhi sehingga Chlorella dapat
berkembang. Pupuk yang digunakan sangat bergantung pada jenis Chlorella yang akan
dibudidayakan. Untuk budidaya Chlorella air tawar ada tiga komposisi pupuk yang biasa
digunakan yaitu:
Media pupuk komersial, komposisi pupuk untuk media pupuk komersial terdiri dari 800
miligram Urea, 15 miligramTSP dan 40 miligramKCl,dilarutkan dalam satu liter air jika akan
membuat volume media lebih banyak lagi maka dikalikan jumlah pupuk dengan volume air yang
diinginkan.
Inokulasi Bibit Chlorella
Chlorella adalah phytoplankton yang bersel tunggal dengan ukuran sel kurang lebih 5
mikron meter. Chlorella adalah phytoplankton yang berwarna hijau sebab mengandung klorofil.
Identifikasi Chlorella dapt dilakukan dengan menggunakan mikroskop.Bibit Chlorella dapat
diperloleh dari lembaga penelitian milik pemerintah atau dari panti-panti pembenihan ikan.
Volume inokulan biasanya sebanyak 2-10% dari volume wadah yang akan digunakan. Dalam
waktu 5-7 hari akan dicapai puncak populasi dengan kepadatan 107 sel/ml media. Secara fisik
akan terlihat bahwa air berwarna hijau apabila budidayanya berhasil. Air media yang berwarna
coklat atau adanya pengendapan menunjukkan phytoplankton mati atau terjadi kontaminasi
dengan phytoplankton lain yang berwarna coklat
inokulasi bibit dengan cara menyiapkan media untuk inokulasi berupa air yang dimasukan ke
dalam toples dan diisi dengan pupuk berupa urea, FeCl3, dan TSP. Bibit Chlorella murni
sebanyak 1 liter dengan kepadatan tertentu diinokulasikan ke dalam 4 botol toples (1 liter) yang
berisi media tersebut dengan cara menuangnya sebanyak 200 ml atau sampai media tersebut
berwarna hijau cerah dengan perbandingan volume 1 : 3 (bibit Chlorella : media). Media tersebut
kemudian diaerasi serta ditutup dengan menggunakan alumunium foil. Karena Chlorella
merupakan kelompok phytoplankton yang membutuhkan cahaya untuk proses fotosintesis, maka
pada kegiatan ini Chlorella disinari dengan lampu neon yang dipasang di atas dan di bawah
wadah kultur (toples).
Pemeliharaan dilakukan dengan cara mengamati setiap hari toples yang berisi kultur
tersebut. Pengamatan meliputi perubahan warna pada media, apabila media berwarna hijau cerah
menandakan bahwa kultur yang kita lakukan berhasil, sedangkan apabila terjadi perubahan
warna (hijau pucat, coklat atau jernih) atau terjadi pengendapan di dasar wadah (toples) berarti
kultur yang kita lakukan belum berhasil karena terjadi kematian pada Chlorella yang dapat
terjadi karena adanya kontaminasi pada wadah atau media tersebut.
Dari hasil pengamatan tersebut didapatkan pada hari kedua setelah inokulasi bibit, terjadi
kematian Chlorella pada botol 2 dengan indikasi perubahan warna media menjadi jernih.
Kemudian hal ini terjadi lagi pada hari ke 5 yang terjadi pada 3 botol lainnya dengan indikasi
yang sama sehingga pengamatan dilakukan pada 1 botol sisa. Puncak pertumbuhan Chlorella
terjadi pada hari ke- 7 setelah inokulasi bibit sehingga pada hari tersebut dilakukan peremajaan
dengan cara pemindahan ke dalam media
Identifikasi jenis Chlorella dimaksudkan supaya jenis pakan alami yang dikultur sesuai
dengan yang diinginkan tidak terkontaminasi dengan jenis lain. Adapun identifikasi pakan alami
dengan cara media pakan alami disaring dengan menggunakan plankton net berukuran 15 mikron
meter, kemudian hasil saringannya diamati di bawah mikroskop. Chlorella akan tersaring dengan
plankton net tersebut.
Inokulasi bibit dengan cara menyiapkan media untuk inokulasi berupa air yang
dimasukan ke dalam toples dan diisi dengan pupuk berupa urea, FeCl3, dan TSP. Bibit Chlorella
murni sebanyak 1 liter dengan kepadatan tertentu diinokulasikan ke dalam 4 botol toples (1 liter)
yang berisi media tersebut dengan cara menuangnya sebanyak 200 ml atau sampai media
tersebut berwarna hijau cerah dengan perbandingan volume 1 : 3 (bibit Chlorella : media). Media
tersebut kemudian diaerasi serta ditutup dengan menggunakan alumunium foil. Karena Chlorella
merupakan kelompok phytoplankton yang membutuhkan cahaya untuk proses fotosintesis, maka
pada kegiatan ini Chlorella disinari dengan lampu neon yang dipasang di atas dan di bawah
wadah kultur (toples).
Pemeliharaan dilakukan dengan cara mengamati setiap hari toples yang berisi kultur
tersebut. Pengamatan meliputi perubahan warna pada media, apabila media berwarna hijau cerah
menandakan bahwa kultur yang kita lakukan berhasil, sedangkan apabila terjadi perubahan
warna (hijau pucat, coklat atau jernih) atau terjadi pengendapan di dasar wadah (toples) berarti
kultur yang kita lakukan belum berhasil karena terjadi kematian pada Chlorella yang dapat
terjadi karena adanya kontaminasi pada wadah atau media tersebut.
Dari hasil pengamatan tersebut didapatkan pada hari kedua setelah inokulasi bibit, terjadi
kematian Chlorella pada botol 2 dengan indikasi perubahan warna media menjadi jernih.
Kemudian hal ini terjadi lagi pada hari ke 5 yang terjadi pada 3 botol lainnya dengan indikasi
yang sama sehingga pengamatan dilakukan pada 1 botol sisa. Puncak pertumbuhan Chlorella
terjadi pada hari ke- 7 setelah inokulasi bibit sehingga pada hari tersebut dilakukan peremajaan
dengan cara pemindahan ke dalam media baru untuk pertumbuhan Chlorella tersebut. Dari 1
botol Chlorella hasil budidaya yag tersisa tersebut dipindahkan atau diencerkan ke dalam 9
toples ukuran 3 liter sampai warnanya hijau cerah kemudian terus dilakukan pengamatan setiap
harinya untuk menghindari kematian Chlorella pada masing-masing toples dan apabila terjadi
kematian maka peralatan dan wadah harus segera dibersihkan untuk menghindari kontaminasi
terhadap toples yang lain.
Gambar 1. Budidaya Chlorella di laboratorium

Pemanenan Chlorella
Pemanenan Chlorella dilakukan pada hari ke-5 sampai ke-7 yaitu ketika terjadi puncak
populasi dari pertumbuhan Chlorella. Pemanenan dilakukan dengan cara memindahkan ke dalam
media yang baru. Berdasarkan pola pertumbuhan phytoplankton, maka pemanenan
phytoplankton harus dilakukan pada saat yang tepat yaitu pada saat phytoplankton tersebut
mencapai puncak populasi. Apabila pemanenan phytoplankton terlalu cepat atau belum mencapai
puncak populasi, sisa zat hara masih cukup besar sehingga dapat membahayakan organisma
pemangsa karena pemberian phytoplankton pada bak larva kebanyakan dengan cara
memindahkan massa air kultur phytoplankton. Sedangkan apabila pemanenan terlambat maka
sudah banyak terjadi kematian phytoplankton sehingga kualitasnya turun. Khusus untuk
phytoplankton jenis Chlorella sp pemanenan dilakukan pada saat pemeliharaan selama 5 hari
karena phytoplankton tersebut mencapai puncak populasi pada saat hari ke 5 setelah pembibitan,
oleh karena itu sebaiknya segera dipanen.
Pemanenan phytoplankton dapat dilakukan dengan berbagai macam alat sesuai dengan
kebutuhan dan jumlah phytoplankton. Adapun peralatannya antara lain : centrifuge, plate
separator, dan berbagai macam filter. Pemanenan dapat dilakukan secara total atau sebagian.
Apabila panen dilakukan sebagian, phytoplankton yang telah siap dipanen diambil sebanyak 2/3
bagian. Kemudian ke dalam sisa phytoplankton yang 1/3 bagian tersebut ditambahkan air laut
dengan salinitas tertentu (10-20 ppt). selanjutnya dilakukan pemupukan sekitar dosis. Panen
sebagian ini sebaiknya dilakukan tidak lebih dari tiga kali pada bak budidaya yang sama, setelah
itu harus dilakukan panen total.
4. Analisis laju pertumbuhan dan evaluasi hasil kultur pakan alami ?
Jawaban :
Pertumbuhan pakan alami dalam kultur dapat ditandai dengan adanya pertambahan besar
ukuran sel atau bertambahnya kepadatan populasi.Untuk mengetahui pertumbuhan pakan alami
dalam kultur pakan alami dapat dilihat dari stadia perkembangbiakan pakan alami yang dapat
dikelompokkan menjadi empat fase yaitu fase istirahat, fase eksponensial, fase stationer dan fase
kematian.
1. Fase istirahat adalah fase dimana pada pertama kali setelah penambahan inokulasi kedalam
media kultur, populasi tidak mengalami perkembangan. Ukuran sel pada saat ini pada
umumnya meningkat. Secara fisiologis pakan alami sangat aktif dan terjadi proses sintesis
protein baru. Organisme mengalami metabolisme tetapi belum terjadi pembelahan sel
sehingga kepadatan sel belum meningkat.
2. Fase eksponensial adalah fase dimana pakan alami mulai melakukan pembelahan sel dengan
laju pertumbuhan tetap. Pada kondisi lingkungan kultur yang optimal maka laju
pertumbuhan akan mencapai maksimal. Fase ekponensial ini dapat juga disebut dengan fase
logaritner
3. Fase stationer adalah fase dimana pertumbuhan pakan alami mengalami penurunan
dibandingkan fase logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian.
Penambahan dan pengurangan pakan alami jumlahnya relatif sama atau seimbang sehingga
kepadatan pakan alami tetap.
4. Fase kematian adalah fase dimana laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi dan
pada fase ini jumlah sel menurun secara geometrik. Penurunan kepadatan pakan alami
ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi oleh temepratur, cahaya, pH,
jumlah unsur hara dan beberapa kondisi lingkungan lainnya.
. Menurut Erlina dan Hastuti (1986) grafik pertumbuhan pakan alami tersebut mengalami
empat tahap perkembangan yang berbeda (Gambar 1) yaitu:
1. Tahap Adaptasi
Tahap adaptasi yaitu tahap sel menyesuaikan diri dengan media kultur yang sudah dipupuk
atau diberi nutrien. Tahap adaptasi dengan lingkungan yang baru, populasi tidak berubah
untuk sementara waktu.Sesaat setelahpenambahan inokulumkedalam media kultur, populasi
tidak mengalami perubahan. Ukuran sel pada saat ini pada umumnya meningkat. Secara
fisiologis pakan alami sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru. Organisme
mengalami metabolisme, tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatan sel belum
meningkat.
2. Tahap pembelahan
Tahap pembelahan yaitu tahap sel yang telah mengabsorbsi zat-zat hara dan mulai melakukan
pembelahan sel. Pada tahap pembelahan ini beberapa ahli mengelompokkan menjadi tahapan
Eksponensial/logaritmik karena pada tahap ini biasanya diawali oleh pembelahan sel dengan
laju pertumbuhan tetap. Pada kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini
mencapai maksimal. Selain itu juga dapat ditandai dengan pembiakan sel yang cepat dan
konstan.
3. Tahap Pertumbuhan dipercepat
Tahap pertumbuhan dipercepat yaitu tahap sel mengalami pembelahan berkali-kali akibat
faktor lingkungan yang sangat mendukung proses pertumbuhan.
4. Tahap Stasioner
yaitu tahap jumlah sel sudah mencapai puncaknya dan kecepatan pertumbuhan sel seimbang
dengan faktor pembatas. Pada tahap ini, pertumbuhan mulai mengalami penurunan
dibandingkan dengan fase logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju
kematian. Dengan demikian penambahan dan pengurangan jumlah pakan alami relatif sama
atau seimbang sehingga kepadatan phytoplankton tetap. Terjadinya penurunan kecepatan
perkembangan secara bertahap. Jumlah populasi konstan dalam waktu tertentu sebagai akibat
dari penghentian pembiakan sel-sel secara total atau adanya keseimbangan antara tingkat
kematian dan tingkat pertumbuhan. Kecepatan tumbuh mulai melambat, faktor yang
berpengaruh adalah kekurangan nutrient, laju suplai CO2 atau O2, dan perubahan nilai pH.
5. Tahap Kematian
Tahap kematian yaitu tahap menurunnya jumlah sel akibat lingkungan sudah tidak
mendukung untuk perkembangan sel. Pada tahap ini laju kematian lebih cepat daripada laju
reproduksi. Jumlah sel menurun secara geometrik. Penurunan kepadatan phytoplankton
ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi temperature, cahaya, pH
air, jumlah hara yang ada, dan beberapa kondisi lingkungan yang lain.Tingkat kematian lebih
tinggi dari tingkat perkembangan.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 4.1. Grafik Pertumbuhan Pakan Alami

5. Rancanglah wadah untuk budidaya pakan alami ?


Budidaya pakan alami dilakukan secara bertahap mulai dari skala laboratorium/ skala kecil, skala
semi massal dan skala massal.
1. Skala laboratorium / skala kecil
Wadah yang digunakan :
a. Hasil isolasi firoplankton dipindahkan ke wadah erlenmeyer atau toples yang lebih besar
bervolume 500 1000 ml.
b. Setelah fitoplankton berkembang/tumbuh dipindah ke botol lebih besar ke wadah
toples ukuran 1 liter dan toples ukuran 3 liter atau dapat juga toples/akuarium volume 5-10
liter

2. Skala semi massal


Wadah yang digunakan : akuarium volume 100 liter sampai bak fiber volume 0,3 m3 atau
300 liter.
Pada teknik kultur ini dilakukan diruang terbuka tetapi beratap transparan agar dapat
memanfaatkan sinar matahari..

3. Skala massal
Wadah yang digunakan : bak atau kolam yang terkena paparan sinar matahari volume 1 ton air
( 1m3 atau 1000 liter )

Anda mungkin juga menyukai