1. Pakan alami dapat berasal dari jenis fitoplankton dan zooplankton. Berdasarkan kelompok
tersebut jenis apakah yang banyak digunakan untuk pakan alami budidaya ikan. Berikan
alasannya !
2. Analisislah siklus hidup dan perkembangbiakan pakan alami ?
3. Rancanglah metode pembibitan pakan alami skala laboratorium !
4. Analisis laju pertumbuhan dan evaluasi hasil kultur pakan alami ?
5. Rancanglah wadah untuk budidaya pakan alami ?
JAWABAN:
1. Jenis pakan alami yang banyak digunakan untuk pakan alami budidaya ikan adalah :
Dari kelompok zooplankton antara lain : brachionus sp atau rotifer, artemia salina, Cladocera,
yaitu Moina sp dan Daphnia sp, Infusaria, yaitu Pharamecium sp.
Secara ekologis, pakan alami dapat dikelompokkan sebagai plankton, nekton, bentos,
perifitin dan neuston. Semua ini didalam perairan akan membentuk suatu rantai makanan
dan jaringan makanan. Fitoplankton memegang peranan penting dalam perairan, sebab
fitoplankto asal mulanya terjadi dari bahan organik, yang kemudian dijadikan sumber
makanan oleh jasad-jasad lainnya. Zooplankton dan jasad-jasad lainnya akan berkembang
Apabila tersedianya makanan yang cukup yang berasal dari fitoplankton tersebut.
Perkembangbiakan pakan alami di dalam media kultur dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu secara seksual dan aseksual. Perkembangbiakan secara aseksual (tidak kawin)
yang disebut dengan parthenogenesis terjadi dalam keadaan normal. Perkembangbiakan
secara seksual banyak dijumpai yaitu, isogami, anisogami, dan oogami. Meiosis dapat
terjadi pada zigot yag berkecambah atau pada waktu pembentukan spora dan gamet.
Perkembangbiakan secara aseksual dengan cara membentuk sel khusus yang mampu
berkembang menjadi individu baru tanpa terjadinya peleburan sel kelamin. Pada
umumnya terjadi dengan peleburan spora, oleh karena itu disebut perkembangbiakan
secara sporik. Zoospora dibentuk oleh sel vegetatif, tetapi beberapa tumbuhan terbentuk
dalam sel khusus yang disebut sporangia. Zoospora setelah periode berenang beberapa
waktu berhenti pada substrat yang sesuai, umumnya dengan ujung anterior, flagella
dilepaskan dan terbentuk dinding. Selama proses ini alga mensekresikan lendir yang
berfungsi untuk mempertahankan diri
Gambar 2.2. Perkembangbiakan pakan alami
Pertumbuhan plankton pada saat budidaya secara visual ditandai dengan adanya
perubahan warna air dari awalnya bening menjadi berwarna (hijau muda/coklat muda
dan kemudian menjadi hijau/coklat dan seterusnya), perubahan ini disertai dengan
menurunnya transparansi. Kejadian tersebut merupakan indikasi dari meningkatnya
ukuran sel dan bertambah banyaknya jumlah sel yang secara langsung akan
berpengaruh terhadap kepadatan plankton. Terdapat 4 fase dalam pertumbuhan
plankton yaitu :
1. Fase Lag (istirahat),
dimana populasi tidak mengalami perubahan, tetapi ukuran sel pada fase ini
meningkat.
2. Fase Logaritmik (pertumbuhan eksponensial)
Fase yang diawali dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang terus
menerus, pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal.
3. Fase Stasioner (pertumbuhan stabil)
Fase dengan pertumbuhan yang mulai mengalami penurunan dibandingkan fase
logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi/pembelahan sel sama dengan laju kematian
dalam arti penambahan dan pengurangan plankton relatif sama sehingga kepadatan
plankton cenderung tetap.
4. Fase Deklinasi (Kematian)
Fase dimana terjadi penurunan jumlah/kepadatan plankton, pada fase ini laju
kematian lebih cepat dibandingkan laju reproduksi. Laju kematian plankton
dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien, cahaya, temperatur dan umur plankton itu
sendiri.
Beberapa jenis fitoplankton sudah berhasil dikultur dan dibudidayakan secara massal
sebagai makanan bagi zooplankton maupun larva ikan, yakni:
1) Diatom
Reproduksi diatom dapat terjadi baik oleh reproduksi seksual atau reproduksi
aseksual. Bentuk utama dari reproduksi aseksual yang terjadi dengan pembelahan
biner. Dalam reproduksi aseksual, DNA mengalami replikasi yang menyebabkan
kromosom untuk membagi menjadi dua bagian identik. Hal ini menyebabkan
pembentukan dua frustules atau teka. Setiap sel anak menerima satu dari frustules
induk sel seperti organisme lain yang bereproduksi secara aseksual. Hal ini
menyebabkan frustule kecil atau hypotheca untuk membentuk ke frustule besar atau
epitheca. Sel induk tumbuh lebih besar untuk membagi sel anak dua dengan
mendorong keluar dari katup. Setiap sel anak menghasilkan suatu dinding sel baru
dan setiap sel anak menerima satu katup. Reproduksi aseksual dengan demikian,
menyebabkan pengurangan ukuran satu sel anak dari ukuran rata-rata. Hal ini
akhirnya mengarah pada ukuran sel yang hanya sepertiga ukuran maksimum
mereka. Penyusutan ukuran dari alga kelompok divisi ini adalah modus unik
reproduksi aseksual dalam diatom.
Diatom merupakan produsen primer terbanyak dan terdapat di semua bagian lautan,
tetapi teramat melimpah di daerah permukaan massa air. Jenis diatom yang umum
dijumpai di perairan lepas pantai Indonesia antara lain adalah Chaetoceros sp,
Rhizosolenia sp, Thalassiothrix sp dan Bacteriastrum sp. Sedangkan di perairan
pantai atau muara sungai biasanya banyak terdapat Skeletonema sp. dan kadang-
kadang Coscinodiscus sp.
Selain secara aseksual, B. plicatilis juga bereproduksi secara seksual. Pada mulanya
betina miktik mengkasilkan 1-6 telur kecil (50-70 x 80-100 mikron). Betina miktik
adalah betina yang dapat dibuahi. Telur yang dihasilkan oleh betina miktik akan
menetas menjadi jantan. Jantan tersebut akan membuahi betina miktik dan
menghasilkan 1 2 telur istirahat. Telur tersebut mengalami masa istirahat sebelum
menetas menjadi betina amiktik. Betina amiktik adalah betina yang tidak dapat
dibuahi. Dari betina amiktik tersebut maka reproduksi secara aseksual akan terjadi
lagi.
b) Artemia salina
ReproduksiArtemia dibagi menjadi dua yaitu Artemia yang bersifat biseksual dan
Artemia yang bersifat partenogenetik. Reproduksi secara biseksual terjadi dengan
pembuahan dan partenogenetik terjadi tanpa pembuahan. Perkembangbiakan secara
biseksual maupun partenogenetik dapat terjadi secara ovovivipar dan ovipar
tergantung kondisi lingkungan terutama salinitas.
Gambar 2.7. Siklus reproduksi Artemia salina
Pada ovovivipar yang dihasilkan induk adalah anak yang disebut nauplius dan biasa
terjadi pada kondisi lingkungan yang cukup baik. Sedangkan dengan cara ovipar
yang dihasilkan induk adalah berupa telur yang bercangkang tebal yang disebut
kista dan biasa terjadi bila kondisi lingkungan memburuk.
c) Moina sp
Perkembangbiakan Moina sp ada dua cara yaitu secara aseksual atau
parthenogenesis, yaitu melakukan penetasan telur tanpa dibuahi dan secara seksual
(kawin). Pada kondisi perairan yang tidak baik, individu betina menghasilkan telur
istirahat atau ephippium. Ephippium akan menetas apabila kondisi perairan
membaik. Perkembangan populasi Moina sp dapat terjadi pada kolam atau bak yang
terbuat dari tanah, plastik, kaca, fiber glass, dan kombinasi bahan tersebut. Moina
sp yang berkembang biak secara partenogenetik (telur berkembang tanpa dibuahi)
akan menghasilkan telur sebanyak 10 20 butir, apabila lingkungan mendukung
telur akan menetas menjadi hewan betina. Selain itu Moina sp dapat juga
berkembang biak secara kawin. Dengan cara ini hewan betina akan menghasilkan
telur sebanyak 1 2 butir. Perkembangan secara demikian terjadi apabila individu
jantan terdapat dalam jumlah yang banyak bila di banding dengan individu betina,
atau juga bisa terjadi apabila kondisi perairan tidak mendukung hewan betina untuk
menghasilkan dan menetaskan telurnya sendiri.
d) Paramecium caudatum
Paramecium caudatum memperbanyak diri atau bereproduksi dengan cara aseksual
dan seksual. Secara aseksual dengan pembelahan biner yaitu membelah menjadi
dua secara mitosis, kemudian dilanjutkan oleh makronukleus secara amitosis.
Tampak satu sel membelah menjadi 2, kemudian menjadi 4, 8, dan seterusnya.
Selain itu dapat pula berkembang biak secara konjugasi.
Induk Tubifex yang dapat menghasilkan kokon dan mengeluarkan telur yang menetas
menjadi tubifex mempunyai usia sekitar 40 45 hari. Jumlah telur dalam setiap
kokon berkisar antara 4 5 butir. Waktu yang dibutuhkan untuk proses
perkembangbiakan telur didalam kokon sampai menetas menjadi embrio tubifex
membutuhkan waktu sekitar 10 12 hari. Jadi daur hidup cacing rambut dari telur ,
menetas dan menjadi dewasa serta mengeluarkan kokon dibutuhkan waktu sekitar 50
57 hari.
2) Siklus hidup dan perkembangbiakan Larva Chironomus
Proses perkembangbiakan larva Chironomus diawali dengan pemijahan atau
perkawinan antara lalat jantan dan lalat betina. Setelah proses pemijahan, induk
betina akan meletakkan massa telurnya di permukaan air yang akan tenggelam ke
dasar perairan dan kemudian menetas menjadi larva. Siklus hidup dari telur hingga
mencapai dewasa biasanya memakan waktu kurang dari satu minggu atau bahkan
lebih dari setahun tergantung jenis spesies dan musim. Biasanya perkembangbiakan
larva Chironomus dari telur menjadi imago membutuhkan waktu kurang lebih 7 8
hari dan mengalami beberapa kali fase atau tahapan.
Imago sebagian besar bersifat nocturnal, banyak ditemukan di sekitar cahaya. Larva
akan hidup hingga 1 2 minggu yang kemudian akan berubah menjadi pupa.
Sebelum masa inilah larva chironomus atau dikenal juga sebagai cacing darah biasa
dipanen sebagai pakan alami ikan. Setelah beberapa hari menjadi pupa, Chironomus
akan keluar dari pupanya menjadi Chironomus dewasa yang berupa nyamuk pemakan
nectar.
Pemanenan Chlorella
Pemanenan Chlorella dilakukan pada hari ke-5 sampai ke-7 yaitu ketika terjadi puncak
populasi dari pertumbuhan Chlorella. Pemanenan dilakukan dengan cara memindahkan ke dalam
media yang baru. Berdasarkan pola pertumbuhan phytoplankton, maka pemanenan
phytoplankton harus dilakukan pada saat yang tepat yaitu pada saat phytoplankton tersebut
mencapai puncak populasi. Apabila pemanenan phytoplankton terlalu cepat atau belum mencapai
puncak populasi, sisa zat hara masih cukup besar sehingga dapat membahayakan organisma
pemangsa karena pemberian phytoplankton pada bak larva kebanyakan dengan cara
memindahkan massa air kultur phytoplankton. Sedangkan apabila pemanenan terlambat maka
sudah banyak terjadi kematian phytoplankton sehingga kualitasnya turun. Khusus untuk
phytoplankton jenis Chlorella sp pemanenan dilakukan pada saat pemeliharaan selama 5 hari
karena phytoplankton tersebut mencapai puncak populasi pada saat hari ke 5 setelah pembibitan,
oleh karena itu sebaiknya segera dipanen.
Pemanenan phytoplankton dapat dilakukan dengan berbagai macam alat sesuai dengan
kebutuhan dan jumlah phytoplankton. Adapun peralatannya antara lain : centrifuge, plate
separator, dan berbagai macam filter. Pemanenan dapat dilakukan secara total atau sebagian.
Apabila panen dilakukan sebagian, phytoplankton yang telah siap dipanen diambil sebanyak 2/3
bagian. Kemudian ke dalam sisa phytoplankton yang 1/3 bagian tersebut ditambahkan air laut
dengan salinitas tertentu (10-20 ppt). selanjutnya dilakukan pemupukan sekitar dosis. Panen
sebagian ini sebaiknya dilakukan tidak lebih dari tiga kali pada bak budidaya yang sama, setelah
itu harus dilakukan panen total.
4. Analisis laju pertumbuhan dan evaluasi hasil kultur pakan alami ?
Jawaban :
Pertumbuhan pakan alami dalam kultur dapat ditandai dengan adanya pertambahan besar
ukuran sel atau bertambahnya kepadatan populasi.Untuk mengetahui pertumbuhan pakan alami
dalam kultur pakan alami dapat dilihat dari stadia perkembangbiakan pakan alami yang dapat
dikelompokkan menjadi empat fase yaitu fase istirahat, fase eksponensial, fase stationer dan fase
kematian.
1. Fase istirahat adalah fase dimana pada pertama kali setelah penambahan inokulasi kedalam
media kultur, populasi tidak mengalami perkembangan. Ukuran sel pada saat ini pada
umumnya meningkat. Secara fisiologis pakan alami sangat aktif dan terjadi proses sintesis
protein baru. Organisme mengalami metabolisme tetapi belum terjadi pembelahan sel
sehingga kepadatan sel belum meningkat.
2. Fase eksponensial adalah fase dimana pakan alami mulai melakukan pembelahan sel dengan
laju pertumbuhan tetap. Pada kondisi lingkungan kultur yang optimal maka laju
pertumbuhan akan mencapai maksimal. Fase ekponensial ini dapat juga disebut dengan fase
logaritner
3. Fase stationer adalah fase dimana pertumbuhan pakan alami mengalami penurunan
dibandingkan fase logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian.
Penambahan dan pengurangan pakan alami jumlahnya relatif sama atau seimbang sehingga
kepadatan pakan alami tetap.
4. Fase kematian adalah fase dimana laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi dan
pada fase ini jumlah sel menurun secara geometrik. Penurunan kepadatan pakan alami
ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi oleh temepratur, cahaya, pH,
jumlah unsur hara dan beberapa kondisi lingkungan lainnya.
. Menurut Erlina dan Hastuti (1986) grafik pertumbuhan pakan alami tersebut mengalami
empat tahap perkembangan yang berbeda (Gambar 1) yaitu:
1. Tahap Adaptasi
Tahap adaptasi yaitu tahap sel menyesuaikan diri dengan media kultur yang sudah dipupuk
atau diberi nutrien. Tahap adaptasi dengan lingkungan yang baru, populasi tidak berubah
untuk sementara waktu.Sesaat setelahpenambahan inokulumkedalam media kultur, populasi
tidak mengalami perubahan. Ukuran sel pada saat ini pada umumnya meningkat. Secara
fisiologis pakan alami sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru. Organisme
mengalami metabolisme, tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatan sel belum
meningkat.
2. Tahap pembelahan
Tahap pembelahan yaitu tahap sel yang telah mengabsorbsi zat-zat hara dan mulai melakukan
pembelahan sel. Pada tahap pembelahan ini beberapa ahli mengelompokkan menjadi tahapan
Eksponensial/logaritmik karena pada tahap ini biasanya diawali oleh pembelahan sel dengan
laju pertumbuhan tetap. Pada kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini
mencapai maksimal. Selain itu juga dapat ditandai dengan pembiakan sel yang cepat dan
konstan.
3. Tahap Pertumbuhan dipercepat
Tahap pertumbuhan dipercepat yaitu tahap sel mengalami pembelahan berkali-kali akibat
faktor lingkungan yang sangat mendukung proses pertumbuhan.
4. Tahap Stasioner
yaitu tahap jumlah sel sudah mencapai puncaknya dan kecepatan pertumbuhan sel seimbang
dengan faktor pembatas. Pada tahap ini, pertumbuhan mulai mengalami penurunan
dibandingkan dengan fase logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju
kematian. Dengan demikian penambahan dan pengurangan jumlah pakan alami relatif sama
atau seimbang sehingga kepadatan phytoplankton tetap. Terjadinya penurunan kecepatan
perkembangan secara bertahap. Jumlah populasi konstan dalam waktu tertentu sebagai akibat
dari penghentian pembiakan sel-sel secara total atau adanya keseimbangan antara tingkat
kematian dan tingkat pertumbuhan. Kecepatan tumbuh mulai melambat, faktor yang
berpengaruh adalah kekurangan nutrient, laju suplai CO2 atau O2, dan perubahan nilai pH.
5. Tahap Kematian
Tahap kematian yaitu tahap menurunnya jumlah sel akibat lingkungan sudah tidak
mendukung untuk perkembangan sel. Pada tahap ini laju kematian lebih cepat daripada laju
reproduksi. Jumlah sel menurun secara geometrik. Penurunan kepadatan phytoplankton
ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi temperature, cahaya, pH
air, jumlah hara yang ada, dan beberapa kondisi lingkungan yang lain.Tingkat kematian lebih
tinggi dari tingkat perkembangan.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
3. Skala massal
Wadah yang digunakan : bak atau kolam yang terkena paparan sinar matahari volume 1 ton air
( 1m3 atau 1000 liter )