Phyllum : Avertebrata
Kelas : Aschelminthes
Sub-kelas : Rotaria
Sub-ordo : Eurotaria
Familia : Monogonanta
Sub-familia : Branchionidae
Genus : Branchionus
Spesies : Branchionusplicatilis
spesies yang banyak dikultur secara massal dan digunakan secara luas sebagai
0,3 mm (Sunyoto dan Mustahal, 1997). Tubuh umumnya tidak berwarna atau
transparan, mempunyai indra seperti bintik mata (Hyman, 1951). Tubuh terbagi
atas tiga bagian, yaitu kepala, badan dan kaki atau ekor .Bagian kepala terdapat
enam buah duri. Pada duri yang panjang terdapat ujung bagian depan dilengkapi
dengan gelang-gelang cilia yang kelihatan seperti spiral disebut korona yang
6
(1995). Ciri khas yang merupakan dasar pemberian nama Rotifera adalah
terdapatnya suatu bangunan yang disebut korona. Korona ini bentuknya bulat dan
berbulu bulu getar, yang memberikan gambaran seperti sebuah roda (Mujiman,
1998).
dengan tubuh berbentuk bilateral simetris, menyerupai piala. Kulit terdiri dari dua
memiliki duri anterior dan posterior yang berfungsi sebagai pertahanan diri dari
predator atau sebagai alat pengapung . Kaki yang memanjang pada bagian
Antara jenis jantan dan betina terdapat perbedaan bentuk yang mencolok.
Secara umum yang jantan mempunyai bentuk tubuh yang jauh lebih kecil
daripada yang betina dan muncul pada masa-masa tertentu saja, sedangkan yang
betina memiliki ukuran tubuh lebih besar, hampir setiap saat selalu berkembang
biak secara parthenogenesis (tanpa kawin). Bahkan banyak diantara jenisnya yang
tidak dikenal pejantannya. Branchionus plicatilis hidup antara 12-19 hari. Selama
dan sebagian besar terdapat di perairan air payau (Redjeki, 1995) . Branchionus
merupakan pakan dari Branchionus plicatilis, selain partikel organik lain seperti
ganggang renik, bakteri, dan protozoa, asalkan sesuai dengan bukaan mulutnya
tumbuh, tetapi tidak dapat bereproduksi, sedangkan pada suhu di bawah 10⁰C
akan terbentuk telur istirahat. Kenaikan suhu antara 15-35⁰C akan menaikkan laju
kisaran toleransi yang luas terhadap kondisi asam atau basa suatu perairan, karena
masih dapat bertahan hidup pada pH 5 dan pH 10. Sedangkan pH optimum untuk
Branchionus plicatilis dapat bertahan pada kondisi yang anaerob dalam jangka
waktu pendek dan mampu bertahan pada konsentrasi oksigen terlarut yang cukup
Ada dua tipe Branchionus plicatilis betina, yaitu betina amiktik dan betina
miktik. Betina amiktik yaitu betina yang menghasilkan telur dan melakukan
bahwa daur hidup Branchionus plicatilis bersifat unik, dalam keadaan normal,
Branchionus plicatilis betina yang amiktik akan menghasilkan telur yang akan
berkembang menjadi betina– amiktik pula. Namun dalam keadaan yang tidak
normal, misalnya terjadi perubahan salinitas ,suhu air, intensitas cahaya dan
Apabila Branchionus plicatilis jantan dan betina miktik kawin, telur yang
dihasilkan berupa telur kista (dormant egg) dengan cangkang yang keras dan tebal
yang tahan terhadap kondisi perairan yang jelek dan kekeringan dan telur kista ini
dapat menetas bila keadaan perairan telah normal kembali (Gilbert, 1980). Tetapi
terjadi perubahan salinitas, suhu air dan kualitas pakan, maka telur betina amiktik
tersebut dapat menghasilkan individu dari jenis jantan dan betina, sehingga terjadi
variasi genetic (Limnol, 2003). Branchionus plicatilis betina dapat hidup 12-19
Pada mulanya betina miktik menghasilkan 1-6 telur kecil. Betina miktik
adalah betina yang dapat dibuahi. Telur yang dihasilkan oleh betina miktik akan
menetas menjadi jantan. Jantan ini akan membuahi betina miktik dan
menghasilkan 1-2 telur istirahat. Telur istirahat yang dihasilkan oleh betina miktik
akan menetas menjadi betina amiktik dan betina miktik dan amiktik tidak dapat
proses metabolisme sehingga mampu bertahan selama beberapa tahun. Kista yang
dihasilkan hampir sama dengan besar telur yang dihasilkan melalui fase seksual.
Namun bedanya mereka ditutupi oleh cangkang yang keras serta mereka dapat
bertahan dalam lingkungan yang ekstrim. Ketika berada dalam lingkungan yang
10
sesuai kista tersebut dapat menetas pada usia 24 atau 48 jam pada saat reproduksi,
suhu maksimum antara 30-340C (Fulks dan Main, 1991) dengan pencahayaan
yang cukup.
pakan tetapi untuk inokulan kultur massal. Setelah dikultur massal baru
Gambar 2. Skema siklus hidup Branchionus plicatilis (Hoff dan Snell, 1987)
Untuk memperoleh pakan alami yang tidak tercampur oleh jenis plankton
dan tumbuhan air lain, dapat dilakukan dengan cara dibiakkan dan di isolasi. Pada
11
suatu unit pembenihan, penyediaan pakan alami untuk larva ikan dibedakan
menjadi tiga kegiatan, yaitu kultur murni (skala laboratorium), kultur semi massal
dan kultur massal yaitu dalam bak bervolume besar. Kultur massal biasa
dilakukan diruangan terbuka (out door) bak beton berukuran besar dan tabung.
kegiatan kultur skala massal adalah persiapan alat dan wadah budidaya,
pemanenan.
1. Persiapan Alat dan Wadah, persiapan kolam untuk produksi ini meliputi
2. Pengisian Media
adalah pemasukan air hingga penuh. Biarkan genangan air ini selama 1 – 2 hari
agar pupuk terurai sempurna. Beberapa organisme air akan tumbuh bersamaan
3. Penebaran Bibit
panen harian dan metode transfer. Metode panen harian lebih praktis dan mudah
sedangkan pada metode trasfer di perlukan bak yang lebih banyak, namun
12
Branchionus plicatilis yang dihasilkan trasfer lebih bersih. Metode panen harian
kepadatan 3–4 juta sel/ml, setelah fitoplankton siap, bibit rotifer dapat ditebar
dengan kepadatan 40–50 ind/ml yang diperoleh dari kultur semi massal (Kompas,
2009). Pengisian media alga dilakukan dengan metode ransfer dari bak kultur
fitoplankton. Pengisian terdiri dari 3 tahap yaitu hari I sebanyak 25%, hari II 50%
dan hari III 100% dari volume bak kultur. Kepadatan fitoplankton sebanyak 2,5 x
106 sel/ml. Padat tebar sebanyak 20 ind/ml, dipanen setelah mencapai puncak
tumbuh dengan baik pada suhu 20–300C, pH 7,5–8,5. Agar Branchionus plicatilis
sinar matahari dengan suhu antara 27–290C dan pH antara 7,7–8,7. Sedangkan
kultur murni meliputi tahapan sterilisasi alat dan bahan, isolasi, kultur media agar
erlenmeyer 1000 ml dimedia air laut steril, dengan pencahayaan lampu TL dan
dilengkapi aerasi sebagai suplai oksigen. Dalam waktu 3–4 hari, rotifer yang
lebih besar. Selama pemeliharaan pada skala laboratorium tidak ada perlakuan
ganti air, dan dilakukan penambahan fitoplankton sebagai pakan dari zooplankton
(Supriya, 2002)
dan sterilisasi alat dan bahan, pengisian air media dan pemupukan, pemeliharaan
Kultur semi massal merupakan kultur lanjutan dari kultur murni yang
skala semi massal dilakukan di ruang semi outdoor (tanpa dinding dan beratap
transparan). Kultur skala semi massal dimulai dari volume 30 liter hingga 100
liter dalam wadah akuarium yang diletakkan diluar laboratorium. Pada skala ini
dapat juga menggunakan bak fiber. Air laut dengan salinitas 15 - 20 ppt.
kultur harus dilakukan agar tidak terjadi kepadatan populasi yang mengakibatkan
tingkat kematian yang tinggi didalam media. Hal tersebut diakibatkan oleh
14
maksimal didalam media kultur adalah 80 ind/ml, walaupun ada juga yang
didalam media kultur dilakukan dengan cara sampling beberapa titik dari media,
minimal tiga kali sampling. Sampling dilakukan dengan cara mengambil air
media kultur yang berisi Branchionus plicatilis dengan menggunakan baker glass
atau erlenmeyer. Branchionus plicatilis yang terdapat dalam botol contoh tersebut
(Gusrina, 2008).
pipet berukuren berukuran 1 ml. Budidaya dengan sistem ini dilakukan secara
Branchionus plicatilis yang ada sangat banyak, maka dari gelas piala 100 ml
dapat diencerkan, caranya adalah dengan menuangkan kedalam gelas piala 1000
ml dan ditambah air hingga volumenya 1000 ml. Dari gelas 1000 ml, lalu diambil
sebanyak 100 ml. Branchionus plicatilis yang ada dihitung dengan alat bantu
sedgwich rafter cell dan hand counter, lalu kepadatan di dalam wadah budidaya
dapat diketahui dengan cara mengalikan 10 kali jumlah didalam gelas 100 ml.
Sebagai contoh, apabila di dalam gelas piala 100 ml terdapat 200 ekor
adalah 10 kal 200 ekor didapatkan hasil 2000 individu per 100 ml (Gusrina,
2008).
teratur dan berkala serta data hasil pengamatan dicatat untuk mengetahui