Anda di halaman 1dari 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siput

Klasifikasi Siput

Kingdom    : Animalia
Phylum       : Molluska
Kelas         : Gastropoda
Ordo          : Pulmonata
Famili         : Achanidae
Genus         : Achatina
Species      : Achatina fulica

Siput adalah nama umum yang diberikan untuk anggota kelas moluska Gastropoda.
Dalam arti sempit, istilah ini diberikan bagi mereka yang memiliki cangkang bergelung pada
tahap dewasa. Dalam arti luas, yang juga menjadi makna "Gastropoda", mencakup siput dan
siput telanjang (siput tanpa cangkang, dalam bahasa Jawa dikenal sebagai resrespo). Kelas
Gastropoda menempati urutan kedua terbanyak dari segi jumlah spesies anggotanya setelah
Insecta (serangga). Habitat, bentuk, tingkah laku, dan anatomi siput pun sangat bervariasi di
antara anggota-anggotanya.

Siput dapat ditemukan pada berbagai lingkungan yang berbeda: dari parit hingga gurun,
bahkan hingga laut yang sangat dalam. Sebagian besar spesies siput adalah hewan laut. Banyak
juga yang hidup di darat, air tawar, bahkan air payau. Kebanyakan siput merupakan herbivora,
walaupun beberapa spesies yang hidup di darat dan laut dapat merupakan omnivora atau
karnivora predator. Beberapa contoh Gastropoda adalah bekicot (Achatina fulica), siput kebun
(Helix sp.), siput laut (Littorina sp.) dan siput air tawar (Limnaea sp.)

2.2 Sejarah

Siput merupakan salah satu hewan dengan jumlah spesies yang cukup besar. Di Indonesia
dikenal dua macam jenis siput yaitu Achatina fulica dan Achatina variegata. Menurut Mead
(1961) dan Purchon (1968), A.fulica yang semula berasal dari Afrika Timur telah masuk di
Indonesia lewat Kalimantan sejak tahun 1939. Sedangkan untuk jenis A. variegata masuk ke
Indonesia bersama-sama dengan masuknya tentara Jepang (Amiruddin Aidin Beng, dkk., 1982).

Cara membedakan dua macam siput tersebut yakni pada A.fulicamemiliki cangkang berwarna
cokelat dengan garis-garis tidak jelas dan bentuk cangkangnya lebih langsing. Pada A.variegata
memiliki cangkang dengan warna lebih cerah (lebih muda) dengan garis cokelat kemerahan lebih
jelas dan bentuk cangkangnya lebih gemuk. Dalam hal penyebaran,A.fulica lebih luas daripada
A.variegata.
2.3 Morfologi

Siput tercakup di dalam sub clasiss pulmonata dari clasiss gastropoda yang merupakan kelompok
mollusca yang sangat besar. Siput darat berbeda dengan gastropoda lainnya, pertama, dalam hal
pernapasan, ia sudah tidak memiliki ctenidia, yaitu semacam insang dan fungsinya telah diganti
oleh bagian pillium yang tipis dan kaya dengan pembuluh pembuluh kapiler-kapiler darah, kedua
mengenai system nervosium, ganglia yang utama terkumpul membentuk bangunan serupa cincin
mengelilingi esgophagus, tanpa jaringan pengikat di dalamnya. Bentuk cangkang siput pada
umumnya seperti kerucut dari tabung yang melingkar seperti konde. Puncak kerucut merupakan
bagian yang tertua, disebut apex. Sumbu kerucut disebut columella. Gelung terbesar disebut
body whorl dan gelung kecil-kecil di atasnya disebut spire. Di antara bibir dalam dan gelung
terbesar terdapat umbilicus, yaitu ujung culumella yang berupa celah sempit sampai lebar dan
dalam. Apabila umbilicus tertutup, maka cangkang disebut imperforate.

Siput termasuk keong darat yang pada umumnya mempunyai kebiasaan hidup di tempat lembab
dan aktif di malam hari (nocturnal). Sifat nocturnal siput bukan semata-mata ditentukan oleh
factor gelap di waktu malam tetapi ditentukan oleh factor suhu dan kelembaban lingkungannya.
Di waktu siang setelah hujan, banyak ditemukan siput berkeliaran dimana-mana.

Siput termasuk golongan mollusca karena memiliki badan lunak dan coelom tanpa segmen.
Badan ditutup oleh cangkang, panjang sekitar 90 mm. ciri-ciri umumnya yakni memiliki sel-sel
kemoreseptor yang terletak pada ujung tentakel okuler dan juga memiliki reseptor cahaya berupa
ocelli. Menurut hasil penelitian Issogianti dengan menggunakan SEM, tentakel okuler bekicot
mempunyai susunan serupa dengan tentakel Helix pomatia maupun Helix aspersa.

Siput dapat hidup normal sampai umur 3 tahun. Siput senang berada di tempat yang lembab dan
banyak terdapat sampah. Hewan ini memakan berbagai tanaman budidaya, oleh karena itu siput
termasuk salah satu hama tanaman. Lebih lanjut dijelaskan bahwa siput sebagai hewan yang
rakus, cepat berkembang biak, dan mampu menyesuaikan diri dalam berbagai keadaan. Siput
memiliki toleransi yang luas terhadap berbagai macam makanan. Bahkan dikatakan bahwa siput
tahan terhadap persediaan makanan yang terbatas. Siput tidak tahan terhadap sinar matahari
langsung. Kondisi lingkungan optimal untuk hidupnya adalah di daerah tropis basah. Suhu
minimal letal adalah 45 ˚F atau 7,22 ˚C dan siput senang di daerah yang mempunyai pH antara 7-
8. Selain itu, di lingkungan yang berkapur mempunyai korelasi yang positif dengan banyaknya
populasi siput.

2.4 Makanan Siput

Mead (1961) telah menginventarisasi macam-macam tumbuhan termasuk tanaman budidaya


yang menjadi makanan bagi siput. Bagian tumbuhan yang diserang siput berbeda-beda mulai
dari bagian kulit batang, daun, bunga, buah, tumbuhan muda, sisa tumbuhan yang telah kering
sampai bagian keseluruhan dari tumbuhan tersebut. Macam-macam tumbuhan yang telah
diinventarisasi antara lain papaya (Carica papaya), ketimun (Cucumis sativus), kol (Brassica
sp), ketela rambat (Ipomoea batatas), balaran (Ipomoea pescapre) dan sebagainya.

2.5 Biologi Reproduksi Siput


Menurut Purchon (1968) susunan alat reproduksi siput lebih sederhana dibandingkan dengan
susunan alat reproduksi Helix pomatia. Vesikula ovisperm berfungsi untuk tempat penimbunan
sperma. Sepanjang spermoviduk, saluran sperma dipisahkan secara tidak sempurna dengan
uterus. Uterus dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian apical dan bagian basal. Pada
dindingnya terdapat banyak lipatan yang mengandung banyak kelenjar calcic dan mukosa.
Kelenjar lainnya adalah kelenjar albumen yang membesar pada saat musim birahi. Dalam
kelenjar tersebut dijumpai glikogen dan galaktogen. Saluran albumen meninggalkan kelenjar
albumen yang bermuara di Carrefour di bagian basal saluran ovotestis. Albumen berfungsi
sebagai pelumas saat pelepasan telur dan sebagai pembungkus telur yang dapat menjaga
kelembaban telur selama pengeraman karena mampu menyerap air dari sekitarnya. Vagina dan
penis bersama-sama bertemu di atrium genital dan bermuara ke luar pada aperture genital.

Menurut Berry dan Chan (1968) di dalam kantong telur terdapat banyak telur yang telah
bercangkang. Banyaknya telur yang bercangkang dalam kantong telur menunjukkan hubungan
dengan besarnya kelenjar albumen. Artinya bila kelenjar albumen besar amak di dalam kantong
telur dijumpai banyak telur bercangkang sebaliknya bila kelenjar albumen kecil telur
bercangkang dalam kantong telur sedikit. Siput bersifat hermaphrodit ambiseksual dimana
sperma dan oosit dihasilkan secara simultan. Siput pada umumnya menghasilkan sperma
sebelum dimulainya oogenesis (protandri)

Menurut Meer Mohr (1949), umur dewasa kelamin siput dicapai setelah cangkang mencapai
ukuran 60 mm. Pada ukuran tersebut siput telah melakukan perkawinan. Pematangan seksual
sepenuhnya dicapai pada saat ukuran cangkang mencapai 80 mm. Menurut Misbet (1974),
ukuran telur bekicot rata-rata memiliki panjang 6,3 mm dan lebar 5,6 mm. menurut Lambert
(1974) telur bekicot berdiameter antara 4,5 mm-5,5 mm. jumlah telur siput menurut Meer Mohr
(1949) berkisar antara 82-315 butir. Jumlah telur yang dilepaskan siput sangat tergantung pada
daerah tempat hidup.

Menurut Berry dan Chan fungsi reproduksi siput dikontrol oleh sel-sel neurosekretorik yang
berasal dari otak dan dari tentakel okuler. Pemotongan tentakel okuler siput berakibat
meningkatkan oogenesis. Ini artinya terjadi kontrol bersama antara fungsi hormone tentakuler
(menekan oogenesis) dan system neurohormonal dari otak (memacu oogenesis). Menurut Meer
Mohr (1949) siput melakukan perkawinan di waktu awal pagi hari. Lama kawin dinyatakan
antara 1,5-2 jam. Periode gestasi antara 14,16, 18 hari, ada pula yang menyatakan paling pendek
20 hari dan dapat mecapai 341 hari (Lambert,1974;Raut dan Ghise,1982). Siput bereaksi negatif
terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan dengan melakukan fase dorman atau estivasi.
Oleh karena itu dalam sejarah hidupnya bekicot dikenal sebagai temporary period of generalized
reproductive inactivity (Mead, 1961).

2.6 Reproduksi Siput dan Lingkungannya

Fungsi gonad siput disamping dikontrol oleh otak dan tentakel okuler melalui mekanisme
neurosekretorik juga dikontrol oleh keadaan lingkungannya. Faktor luar tersebut terutama adalah
curah hujan. Bahkan menurut Bruggen (1969), faktor curah hujan dinyatakan sebagai faktor
pembatas kehidupan reproduksi siput. Pada musim hujan, gametogenesis khususnya oogenesis
meningkat. Pada musim kemarau sebaliknya, bahkan dapat mencapai titik nol. Selain itu, faktor
intensitas sinar matahari dan panjang hari dapat mengontrol fungsi gonad hewan hermaphrodit
ambiseksual.

Daftar Pustaka

Djohar. 1986. Reproduksi Bekicot (Achatina fulica) dan Beberapa Faktor yang
Mempengaruhinya. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

http://fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlintan-2.htm

Anda mungkin juga menyukai