Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Semakin berkembangnya pengetahuan mengenai struktur sel, telah
menimbulkan keraguan para ahli biologi pengertiannya yang mengatakan bahwa
organismee di bumi terdiri dari tumbuhan dan hewan. Hasil penelitian
menunjukkan ada beberapa organismee yang tidak dapat digolongkan sebagai
kelompok tumbuhan atau hewan (Rahayu, 2014).
Klasifikasi mahkluk hidup yang membagi organisme di bumi menjadi dua
kingdom besar yaitu kingdom animalia dan kingdom plantae dirasa terlalu
sederhana, karena tidak memberikan tempat kepada organisme sederhana yang
tidak termasuk dala kedua kingdom tersebut. Banyak penelitian yang telah
dilakukan oleh para ilmuwan untuk mengklasifikasi kembali organisme yang ada
di bumi. Penelitian tersebut menghasilkan berbagai macam sistem klasifikasi.
Berbagai sistem klasifikasi telah dikemukakan pengelompokan tersebut
bervariasi sebagai contoh antara lain Margulis & Schwarz (1982) membagi
organisme menjadi 4 kategori yaitu Monera, Fungi, Protista, dan Plantae. Trainor
(1978) menyatakan bahwa semua organisme eukariotik yang sederhana tergolong
dalam Protista (Rahayu,2014).
Kingdom Protista meruupakan salah satu kingdom yang kebanyakan hidup
di perairan, baik di perairan tawar maupun perairan laut. Kingdom Protista di bagi
menjadi tiga kelompok, yaitu Protista mirip jamur, Protista mirip hewan, dan
Protista mirip tumbuhan. Anggota protista mirip tumbuhan adalah alga.
Berdasarkan dominasi pigmennya alga dikelompokkan menjadi Chlorophyta,
Phaeophyta, Crysophyta, Euglenophyta, Rhodophyta, Bacillariophyta, dan
Dynoflagellata (Karmana, 2007).
Pyrrophyta atau lebih dikenal sebagai Dinophyceae atau Dynoflagellata
merupakan protista yang hidup di laut atau air tawar, dikelompokkan sebagai
protista autotrof oleh adanya klorofil a dan c , tetapi tidak mempunyai klorofil b
pigmen xantophil yang khas yaitu peridinin, neoperidinin, dinoxanthin dan

1
2

neodinoxanthin) dan b karoten yang memberikan warna coklat atau warna coklat
emas. Cadangan makanan berbentuk tepung atau minyak (Rhariyati, 2008).
Kebanyakan anggota divisi ini disebut dinoflagelata, yakni mencakup
berbagai spesies yang uniseluler, motil, beberapa tanpa membungkus tetapi
sebagian besar dilengkapi dengan dinding sel. Ciri yang utama ialah adanya celah
dan alur sebelah luar, masing – masing mengandung satu bulu cambuk dengan
satu alur melintang dan seluruhnya melingkupi selnya, yang satu lagi membujur
dan hanya meluas sepanjang satu sisi. Dinding sel, bilamana ada, acap kali dibagi
– bagi menjadi lempengan selulose poligonal, yang bersambungan sangat rapat.
Beberapa plastid, yang berisi klorofil dan pigmen coklat kekuning – kuningan
tersimpan di dalam sel. Cara perkembangbiakan yang umum ialah pembelahan
sel. Dinoflagelata terutama hidup di dalam air laut meskipun beberapa spesies
terdapat dalam air tawar, kadang – kadang dalam jumlah besar. Sejumlah
dinoflagelata marine bersama dengan binatang laut yang amat kecil, bersifat
pendarfosfor dan memancarkan demikian banyaknya cahaya sehingga sangat
menyolok pada waktu malam, teristimewa jika laut itu terganng. Dinoflagelata,
bersama -sama diatom, sangat penting perananya dalam ekonomi laut (Muliya,
2012).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah ciri umum dan pengklasifikasian dari Pyrrophyta?
2. Bagaimanakah cara reproduksi dari Pyrrophyta ?
3. Apa saja fenomena yang terjadi dengan adanya Pyrrophyta?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui ciri umum dan pengklasifikasian dari Pyrrophyta.
2. Mengetahui cara reproduksi dari Pyrrophyta.
3. Mengetahui fenomena terjadi dengan adanya Pyrrophyta.
3

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Ciri umum dan Pengklasifikasian Pyrrophyta


2.2.1 Ciri Umum Pyrrophyta
Pyrrophyta (Yunani, pyrrhos = api) atau ganggang api adalah alga
uniseluler yang menyebabkan air laut tampak bercahaya (berpendar) di malam
hari karena sel-selnya mengandung fosfor. Pyrrophyta atau Dinophyta disebut
juga Dynoflagellata (Yunani, dinos = berputar, flagel = cambuk) karena memiliki
flagella. Tubuh Pyrrophyta terdiri atas satu sel, memiliki dinding sel berupa
lempengan selulosa yang berbentuk poligonal dengan alur membujur dan
melintang, memiliki klorofil a, klorofil c, fikobilin, dinoxantin, dan xantofil, serta
dua flagela yang terletak di bagian samping atau ujung sel sehingga dapat
bergerak aktif (Ahmad, 2014).
Pyrrophyta adalah alga uniselular (bersel satu) dengan dua flagel yang
berlainan, berbentuk pita, keluar dari sisi perut dalam suatu saluran. Mengandung
pigmen (klorofil A,C2 dan pirimidin, sementara yang lain memiliki klorofil
A,C1,C2 dan fucosantin) yang dapat berfotosintesis. Hanya Dynoflagellata yang
memiliki kemampuan untuk berfotosintesis (Susyawati, 2011).
Pyrophyta disebut juga Dynoflagellata dimana tubuhnya tersusun atas satu
sel, memiliki dinding sel dan dapat bergerak aktif serta habitat di laut,bersifat
fosforesensi yaitu memiliki fosfor yang memancarkan cahaya, yang
kemampuannya disebut bioluminescent (dapat menghasilkan cahaya sendiri).
Nama Dynoflagellata berasal dari gerakan berputar dari sel swimming. Meskipun
kebanyakan Dynoflagellata adalah flagellata uniselular, koloni dari sel flagellata,
sel non-flagellata, pengumpulan palmelloid, dan filamen telah diketahui.
Cadangan makanan berbentuk tepung atau minyak (Susyawati, 2011).
Dynoflagellata merupakan komponen penting dari fitoplankton laut dan air
tawar. Terdapat sekitar 3000 spesies, masing-masing memiliki bentuk yang khas.
Bentuk dari masing-masing spesies, ditentukan oleh plat selulosa keras yang
terletak di bawah vesikel membran plasma (Nabors, 2004).

3
4

Telah diketahui 2000 dari 4000 spesies Dynoflagellata ( filum Dinophyta).


Sebagaian besar spesiesnya merupakan organisme uniseluler dan ada yang
membentuk koloni. Sel Dynoflagellata ditutupi oleh cangkang dari selulosa,
beberapa diantaranya juga mengandung silica yang memberikan kekuatan
terhadap cangkangnya. Sebagian besar Dynoflagellata merupakan organisme
fotosintetik dan memiliki pigmen klorofil a, klorofil c, dan karotenoid.
Keistimewaannya, karotenoid kuning-coklat, fucoxanthin, hanya terdapat pada
Dynoflagellata dan beberapa diantaranya pada beberapa kelompok alga (diatom
dan alga coklat). Akan tetapi, Dynoflagellata yang lain ada yang tidak berwarna
(atau bukan Dynoflagellata fotositetik) dan memakan organisme lain untuk
dijadikan makanan. Cadangan makanan pada Dynoflagellata biasanya disimpan
dalam bentuk minyak atau polisakarida (Berg, 2008).
Dinofalgelata memiliki dua cambuk ( flagela) yang dapat menghasilkan
pergerakan memutar. Oleh karena itu, filum ini diberi nama Dynoflagellata
(Yunani, dino = pusaran air) ( Karmana, 2007).
Pyrrophyta atau Dynoflagellata memiliki alat gerak berupa flagel sebanyak
2 buah, satu buah melingkar sedangkan satu lagi berada dibagian posterior. Ada
juga falgel yang terletak di bagian lateral. Bila flagel yang melingkar bergerak,
maka sel akan berputar dan bila flagel bagian posterior yang bergerak maka sel
akan maju (Susyawati, 2011).
Mempunyai bintik mata (stigma), berupa kumpulan butir lipid yang
mengandung pigmen karetinoid. Tubuh Dynoflagellata primitif pada umumnya
berbentuk ovoid tapi asimetri, mempunyai dua flagella, satu terletak di lekukan
longitudinal dekat tubuh bagian tengah yang disebut sulcus dan memanjang ke
bagian posterior. Sedangkan flagella yang lain ke arah transversal dan
ditempatkan dalam suatu lekukan (cingulum) yang melingkari tubuh atau bentuk
spiral pada beberapa belokan. Lekukan tranversal disebut girdle, merupakan
cincin yang simpel dan jika berbentuk spiral disebut annulus. Flagellum
transversal menyebabkan pergerakan rotasi dan pergerakan kedepan, sedangkan
flagellum longitudinal mengendalikan air ke arah posterior (Muliya, 2012).
Sel Dynoflagellata terbagai secara transversal oleh cingulum menjadi
epiteka dan hipoteka. Pada Peridinium, epiteka tersusun atas 2 seri: apical dan
5

precingular. Pada beberpara genus terdapat seri pelat yang tidak sempurna pada
permukaan dorsal dengan 1-3 pelat interkalar anterior. Hipoteka tersusun atas 2
seri transversal: cingular dan antapikal juga sering terdapat seri yang tidak
sempurna yaitu interkalar posterior.

Gambar struktur umum kelas Dinophyceae


Sel-sel dinophyta mengandung satu atau lebih kloroplas, sering (di mana
kloroplas tidak diduga menjadi endosimbion) berwarna coklat tua warna sebagai
konsekuensi dari sejumlah besar dari pigmen peridinin. Sebuah stigma sering
hadir dalam spesies motil dan zoospora. Inti dari Dynoflagellata yang periculiar
dalam mengandung kromosom yang tetap melingkar sepanjang siklus nukleus,
seperti pada prokariota yang kekurangan protein histon ( Bell, 1992).
Sebagian besar Dynoflagellata hidup secara endosimbiosis di dalam tubuh
invertebrate laut lainnya seperti pada ubur-ubur, koral, dan hewan moluska.
Simbiosis pada Dynoflagellata dikarenakan kekurangan lapisan selulosa dan
flagel yang disebut zooxanthellae. Fotosistesis zooxanthellae menyediakan
karbohidrat untuk invertebrate yang ditempatinya. Dynoflagellata lain yang tidak
memiliki pigmen atau klorofil tidak dapat melakukan fotosintesis didalam tubuh
invertebrata yang ditempatinya, sehingga Dynoflagellata yang demikian hidup
dengan cara heterotrof maupun parasit pada inang yang ditempati (Berg, 2008).
6

2.1.2 Klasifikasi Pyrrophyta


Dynoflagellata
Kelas: Dinophyceae dan Desmophyceae
Filum :Pyrrophyta atau Dynoflagellata
Berdasarkan letak flagella dan letak alur , pyrrophyta dibagi menjadi dua
kelas yaitu Desmophyceae dan Dinophyceae. Pada umumnya hidup di laut
beberapa diantaranya hidup di air tawar (Rahayu, 2014).
Para dinophyta (pyrrophyta) sebagian besar adalah organismee planktonik
uniseluler, dengan dinding khas dilengkapi dengan alur-alur longitudinal dan
transversal. Meskipun ada ultra karakteristik umum struktural untuk seluruh
divisi, dua kelas telah diakui oleh sebagian orang, Desmophyceae dan
Dinophyceae. Desmophyceae terkenal karena memiliki dinding sel yang terdiri
dari dua bagian seperti jam gelas. Ujung-ujungnya kadang-kadang diperpanjang
sebagai batas elaborasi, mungkin membantu pengapungan. Flagella yang berasal
di anterior dan sel. Meskipun dinophyceae mencakup beberapa bentuk amoeboid
parasit, biasanya dinding sel, terutama yang dari Dynoflagellata, diperkuat dengan
pelat heksagonal polisakarida, membentuk techa ( Bell, 1992).
Taksonomi, dinoflagellates dipisahkan ke dalam Desmophyceae dan
yang Dinophyceae. Yang pertama adalah kelompok kecil di mana spesies
ditandai dengan memiliki kedua flagella yang timbul dari ujung anterior sel
(Gambar a, b). Dinding sel terdiri dari dua katup longitudinal yang
terpisah selama pembelahan aseksual untuk membentuk dua sel baru dengan
ukuran yang sama (Gambar c) (Anonim, tanpa tahun).

Gambar Desmophyceae Dinoflagellates. (a) Dua pandangan Prorocentrum


marinum, (b)Prorocentrum micans, (c) P. micans membagi. (bar skala mewakili 0,02
mm).
7

Mayoritas spesies Dynoflagellata planktonik membentuk Dinophyceae,


dan mayoritas dari mereka adalah thecate. Dalam semua dari mereka, sel dibagi
menjadi anterior (epitheca) dan setengah posterior (hypotheca) oleh alur
melintang dikenal sebagai korset atau cingulum. Flagella yang begitu diatur
bahwa salah satu meluas posterior dari sel, dan membungkus lainnya melintang di
sekitar sel di wilayah korset. Pada spesies dengan teka sebuah, dinding sel dibagi
menjadi beberapa pelat selulosa terpisah yang dihiasi dengan pori-pori dan / atau
duri kecil. Genera thecate umum meliputi Ceratium, Protoperidinium, Gonyaulax,
dan Dinophysis. Gymnodinium adalah umum telanjang dari kelas Dinophyceae
(Anonim, tanpa tahun).

Gambar kelas Dinophyceae


2.2 Cara Reproduksi Pyrrophyta
Reproduksi pada Dynoflagellata pada umumnya yang utama adalah secara
aseksual, namun ada beberapa spesies bereproduksi secara seksual. Nukleus
Dynoflagellata merupakan nukleus yang tidak biasa karena kromosom mengalami
kondensasi dan selalu terlihat jelas. Pembelahan meosis dan mitosis pada
Dynoflagellata sangat unik karena sisa membran inti seluruhnya membelah dan
benang spindle berada di luar nukleus (Berg, 2008).
Reproduksi pada Dynoflagellata biasanya dengan cara pembelahan
aseksual sederhana dan mereka memiliki kapasitas untuk mereproduksi sampai
beberapa kali per hari, dengan sel membelah miring untuk membentuk dua sel
dengan ukuran yang sama. Techa mungkin membelah, dengan masing-masing sel
baru membentuk setengah baru, atau techa mungkin hilang sebelum pembagian,
8

dalam hal masing-masing sel baru membentuk dinding sel yang baru ( Anonim,
Tanpa tahun).
Reproduksi seksual juga terjadi pada beberapa spesies Dynoflagellata. Hal
ini dapat menyebabkan pembentukan berdinding tebal, kista aktif yang menetap di
dasar laut, di mana mereka dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun. Ketika
dipicu oleh perubahan lingkungan, kista tumbuh dan berkembang untuk
menghasilkan sel baru yang kemudian bebas berenang ( Anonim, Tanpa tahun).
Kebanyakan Dynoflagellata memperlihatkan reproduksi secara aseksual
atau pembelahan sel mitosis. Proses ini membagi organismee menjadi kembaran
identik, theca mereka mungkin pecah, terbagi pada tiap-tiap kembarannya, jadi
tiap kembaran menerima separuh dan meregenerasi separuhnya. Beberapa
generasi tumbuh sebagai filament ketika sel mereka tidak terpisah setelah
pembelahan. Dinoflgellata dewasa bersifat haploid, jadi ketika reproduksi seksual
dimulai, gamet mengalami mitosis, mungkin tumbuh dengan atau tanpa dinding,
terlihat sebagai individu tua dalam versi kecil. Gamet jantan dan betina tidak jelas
dibedakan, tetapi dapat berenang bebas. Setelah penggabungan dua gamet, lalu
menjadi zigot yang aktif berenang, pada kondisi yang tidak menguntungkan, sel
akan membentuk hystrichosphere, ini adalah dorman kapsul yang melindungi
dinoflagelata sampai keadaan menguntungkan kembali (Alia,dkk, 2013).

Gambar siklus pembelahan sel Dynoflagellata


9

Pyrrophyta atau Dynoflagellata memiliki 2 cara perkembangbiakan, yaitu secara:


Vegetatif, yaitu dengan pembelahan sel yang bergerak, jika sel memiliki
panser, maka selubung akan pecah. Dapat juga dengan cara protoplas membelah
membujur, lalu keluarlah dua sel telanjang yang dapat mengembara yang
kemudian masing – masing membuat panser lagi. Setelah mengalami waktu
istirahat zigot yang mempunyai dinding mengadakan pembelahan reduksi,
mengeluarkan sel kembar yang telanjang (Susyawati, 2011).
Sexual, dalam sel terbentuk 4 isogamet yang masing-masing dapat
mengadakan perkawinan dengan isogamet dari individu lain Sporik, yaitu dengan
zoospora (contohnya Gloeonidium) dan aplanospora (contohnya Glenodinium)
(Susyawati, 2011).
Pada Alexandrium sp, cara perkembangbiakannya yaitu :Kista-kista tidur
dalam dasar laut, tertimbun oleh sedimen. Jika tak terganggu oleh kekuatan fisik
atau alam, mereka dapat berada di dasar laut dalam kondisi tertidur untuk waktu
bertahun-tahun. Jika terdapat kandungan oksigen dan kondisi memungkinkan,
mereka daapt melakukan proses perkecambahan. Jika suhu hangat dan banyak
cahaya yang merangsang perkecambahan ini, kista akan pecah dan mengeluarkan
sel yang dapat berenang. Sel ini direproduksi oleh pembelahan sederhana dalam
beberapa hari pengeraman (Banjar, 2014).
Jika kondisi tetap optimal, sel akan terus membelah diri secara berlipat,
dari dua menjadi empat, empat menjadi delapan, dan seterusnya. Setiap satu sel
dapat menghasilkan beberapa ratus sel dalam se minggu. Pada saat nutrisi telah
habis, pertumbuhan sel berhenti dan terbentuklah sel-sel gamet. Setiap dua sel
gamet yang berbeda bersatu membentuk satu sel baru yang berkembang menjadi
sebuah zigot dan akhirnya menjadi kista. Kista ini lalu jatuh ke dasar laut dan
dapat berbiak pada tahun berikutnya (Banjar, 2014).

2.3 Fenomena yang terjadi dengan adanya Pyrrophyta


2.3.1 Bioluminescens
Bioluminescence adalah pembentukan dan pemancaran cahaya oleh
makhluk hidup. Bioluminescence biasanya terbentuk karena reaksi kimia yang
dihasilkan oleh makhluk hidup. Reaksi kimia tersebut bisa terjadi baik di dalam
sel, maupun di luar sel. Bioluminescence bisa ditemui pada bermacam-macam
10

hewan laut dalam, beberapa jenis serangga, cacing, keong, mikroorganismee, dan
juga jamur, kunang-kunang menyala ( Prakasita, 2012).

Gambar Bioluminescence Dynoflagellata


Kata bioluminescence terdiri dari dua bahasa, bio (=hidup, Yunani) dan
lumen (=cahaya, Latin). Bioluminescence adalah salah satu bentuk pemancaran
cahaya, yang menghasilkan cahaya dingin. Hanya 20% dari total cahaya yang
menghasilkan panas. Jadi, karakteristik bioluminescence bebeda dengan
fluorescence atau phosphorescence ( Prakasita, 2012).
Dynoflagellata dalam jumlah yang kecil sebagai penyusun komunitas
plankton laut, tetapi lebih melimpah di perairan tawar. Fenomena yang menarik
yang dihasilkan oleh pyrrophyta adalah kemampuan bioluminescens (emisi
cahaya oleh arganisme), seperti yang dihasilkan oleh Noctiluna, Gonyaulax,
Pyrrocystis, Pyrodinium, dan Peridinium sehingga menyebabkan laut tampak
bersinar pada malam hari ( Arianti, 2010).
Noctiluca scintillans atau disebut juga Sea Sparkle, merupakan jenis
dinoflagelata yang memiliki bioluminescence (kemampuan mengeluarkan cahaya
secara alami). Bioluminescence ini diproduksi oleh luciferin-luciferase system
yang terletak di ribuan organel-organel berbentuk bola atau “microsources”,
11

lokasinya berada di sitoplasma pada protista bersel tunggal. Ukuran organismee


ini sekitar 200 hingga 2000 µm ( Prakasita, 2012).

Gambar Noctiluca scintillans

2.3.2 Red Tides


Dalam hal kontribusi ekologi, Dynoflagellata adalah salah satu kelompok
paling penting dari produsen dalam ekosistem laut. Beberapa Dynoflagellata
diketahui memiliki ledakan populasi atau mekar. Ledakan populasi ini, yang
dikenal sebagai red tides atau pasang merah, seringkali warna air menjadi oren,
merah, bahkan menjadi coklat. Keadaan lingkungan ledakan populasi ini tidak
diketahui kapan mulai terjadi, tetapi pada umumnya hal ini terjadi ketika suhu air
menjadi hangat atau pada musim panas. Beberapa spesies Dynoflagellata yang
menyebabkan red tides menghasilkan racun untuk menyerang sistem saraf ikan
yang mengakibatkan kematian pada ikan (Berg, 2008).
Red tides sering dipicu oleh pengenalan gizi ke dalam air permukaan, baik
dari atas permukaan air yang lebih dalam atau dari limpasan pertanian yang
mengandung pupuk ternak. Termasuk angin yang menggerakkan fitoplankton
lebih dekat ke pantai, suhu air yang tinggi di dekat permukaan, dan hari yang
cerah. Sebagai hasilnya, keracunan ikan dan hewan lainnya biasanya terjadi
selama musim panas (Nabors, 2004).
12

Gambar Red Tides Gambar Red Tides fish death


Pertumbuhan yang cepat dari plankton Dynoflagellata mungkin akan
menghasilkan warna coklat atau merah dimana perubahan wama air disebut red
tide. Red tide biasanya terjadi pada air pesisir pantai dan muara. Beberapa
Dynoflagellata menghasilkan red tide adalah Luminescent, spesies lain mungkin
mengandung racun yang dapat dilepaskan kedalam air atau terakumulasi dalam
rantai makanan. Dalam beberapa kasus, racun dapat menyebabkan kematian ikan
atau menyebabkan keracunan manusia yang makan makanan yang terkontaminasi
oleh moluska atau ikan (Susyawati, 2011).

Red tide merupakan blooming Pyrrophyta dengan 1- 20 juta sel per liter.
Red tide dapat menyebabkan:
a) Kematian ikan dan invertebrata, jika yang blooming adalah Ptychodiscus brevis.
b) Kematian invertebrata jika yang blooming adalah Gonyaulax, Ceratium dan
Cochlodinium.
c) Kematian organismee laut, yang lebih dikenal sebagai paralytic shellfish
poisoning, jika yang blooming adalah Gonyaulax.
Penyebab dari berkembangnya Dynoflagellata umumnya berhubungan dengan
kondisi lokal (Susyawati, 2011).
13

Gambar Gonyaulax, Ceratium dan Cochlodinium.


14

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pyrrophyta (Yunani, pyrrhos = api) atau ganggang api adalah alga
uniseluler yang menyebabkan air laut tampak bercahaya (berpendar) di
malam hari karena sel-selnya mengandung fosfor. Pyrrophyta atau
Dinophyta disebut juga Dynoflagellata (Yunani, dinos = berputar, flagel =
cambuk) karena memiliki flagella. Tubuh Pyrrophyta terdiri atas satu sel,
memiliki dinding sel berupa lempengan selulosa yang berbentuk poligonal
dengan alur membujur dan melintang, memiliki klorofil a, klorofil c,
fikobilin, dinoxantin, dan xantofil, serta dua flagela yang terletak di bagian
samping atau ujung sel sehingga dapat bergerak aktif. Memiliki stigma dan
juga vakuola sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan. Cadangan
makanan disimpan berupa polisakarida dan minyak. Hidup secara autotrof,
heterotrof dan parisitik.
2. Berdasarkan letak flagella dan letak alur , Pyrrophyta dibagi menjadi dua
kelas yaitu Desmophyceae dan Dinophyceae.
3. Dynoflagellata bereproduksi secara aseksual dan seksual.
4. Fenomena yang di sebabkan oleh Dynoflagellata yaitu kemampuan
bioluminescence dan pasang merah (red tide).
3.2 Saran
Makalah ini jauh dari sempurna oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut tentang divisi Phyrropyta.

14

Anda mungkin juga menyukai