Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH IKHTIOLOGI

Reproduksi Ikan

Dosen Mata Kuliah :

Dr. NOOR SYARIFUDDIN YUSUF, S.Pi., M.Si


NIP. 19710703 199802 1 002

Oleh :

GIDEON PRATAMA SEMBIRING KEMBAREN


NIM. 193020407016

JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan
bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka
ragam dengan jumlah spesieslebih dari 27,000 di seluruh dunia. Untuk meneruskan
keturunan tentu saja ikan perlu bereproduksi.Reproduksi adalah proses biologis suatu
individu untuk menghasilkan individu baru. Kegiatan reproduksi pada setiap jenis hewan
berbeda-beda, tergantung dari kondisi lingkungan sekitarnya, ada yang berlangsung setiap
musim atau pada kondisi tertentu setiap tahun. Ikan merupakan kelompok hewan ovipar.
Ikan tidak memiliki alat kelamin luar sehingga Ikan melakukan proses fertilisasi eksternal
di mana sang ikan betina akan mengeluarkan beribu-ribu sel ovum ke luar melalui kloaka,
biasanya di rimbunan tumbuhan air dan ikan jantan akan mengeluarkan sejumlah besar
testis ke luar melalui saluran urogential untuk membuahi sel ovum tersebut. Telur-telur
yang dibuahi akan menetas dalam waktu 20-34 jam dan bayinya akan langsung bias hidup
sendiri. Ikan memiliki variasi dalam strategi reproduksi agar keturunannya mampu
bertahan hidup. Fisiologi reproduksi sangat penting diketahui karena menghasilkan
banyak manfaat khususnya terkait dengan pembudidayaan ikan.

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai reproduksi ikan
berdasarkan komponen-komponen yang ada. Gunanya untuk mempermudah pemahaman
dan pengetahuan dari materi yang ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Ikan

Ikan adalah hewan berdarah dingin, ciri khasnya adalah mempunyai tulang belakang,
insang dan sirip, dan terutama ikan sangat bergantung atas air sebagai medium dimana tempat
mereka tinggal. Yushinta Fujaya (2004), ikan sebagai hewan air memiliki beberapa
mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan
perkembangan organ – organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Misalnya, sebagai
hewan yang hidup di air, baik itu perairan tawar maupun di perairan laut menyebabkan ikan
harus dapatmengetahui kekuatan maupun arah arus, karenanya ikan dilengkapi dengan organ
yang dikenal sebagai linea lateral.

 2.2 Reproduksi

Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai


upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Untuk dapat melakukan reproduksi
maka harus ada gamet jantan dan betina. Penyatuan gamet jantan dan betina akan membentuk
zigot yang selanjutnya berkembang menjadi generasi baru.

Meskipun tidak semua individu mampu menghasilkan keturunan, namun setidaknya


reproduksi berlangsung pada sebagian besar individu yang hidup di permukaan bumi
ini. Tingkah laku reproduksi pada ikan merupakan suatu siklus yang dapat dikatakan berkala
dan teratur. Kebanyakan ikan mempunyai siklus reproduksi tahunan. Sekali mereka
memulainya maka hal itu akan berulang terus menerus sampai mati. Beberapa ikan malahan
bisa bereproduksi lebih dari satu kali dalam satu tahun.

Cara reproduksi ikan ada antara lain : Ovipar, yaitu sel telur dan sel sperma bertemu di
luar tubuh dan embrio ikan berkembang di luar tubuh sang induk. Contoh : ikan pada
umumnya. Vivipar, kandungan kuning telur sangat sedikit, perkembangan embrio ditentukan
oleh hubungannya dengan placenta, dan anak ikan menyerupai induk dewasa. Ovovivipar, sel
telur cukup banyak mempunyai kuning telur, Embrio berkembang di dalam tubuh ikan induk
betina, dan anak ikan menyerupai induk dewasa. Contoh : ikan-ikan livebearers.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 OVARIUM
Pada kelompok Teleost terdapat sepasang ovarium yang memanjang dan kompak.
Ovarium terdiri dari oogonia dan jaringan penunjang atau stroma. Mereka tergantung
pada bagian atas rongga tubuh dengan perantaraan mesovaria, di bawah atau di samping
gelembung renang (jika ada. Ukuran dan perkembangannya pada rongga tubuh bervariasi
dengan tingkat kematangannya. Pada keadaan matang ovarium bisa mencapai 70 % dari
berat tubuhnya. Sebagian besar pada waktu masih muda warna keputih-putihan dan
menjadi kekuning-kuningan pada saat matang. Pada chondrichtyes, oviduct (Mullerian
duct) dengan corong masuk (ostium tubes abdominalis) di ujung terletak di bagian depan
rongga tubuh.
Telur melewati oviduct menuju cloaca dan keluar melalui lubang genital. Pada
chondrichtyes yang ovipar, bagian depan jaringan oviduct dimodifikasi menjadi kelenjar
cangkang (shellgland); sedangkan pada ovivipar dan vivipar, bagian belakang oviduct
mmbesar menjadi suatu uterus temapt penyimpanan anak ikan selama perkembangan
embrioniknya. Keadaan yang demikian ditemukan pada ikan dipnoi, cipenceriformes dan
bowfin.Pada ovarium terdapat oosit pada berbagai stadia tergantung pada tipe
reproduksinya (Nagahama dalam Hoar, 1983).
Menurut Harder (1975) tipe reproduksi dibagi menjadi a) tipe sinkronisasi total
dimana oosit berkembang pada stadia yang sama. Tipe ini biasanya terdapat pada spesies
ikan yang memijah hanya sekali dalam setahun; b) tipe sinkronisasi kelompok dengan
dua stadia, yaitu oosit besar yang matang, disamping itu ada oosit yang sangat kecil
tanpa kuning telur; dan c) tipe asinkronisasi dimana ovarium terdiri dari berbagai tingkat
stadia oosit. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fungsi reproduksi pada spesies
ikan terdiri dari faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi curah
hujan, suhu, sinar matahari, tumbuhan dan adanya ikan jantan. Pada umumnya ikan-ikan
di perairan alami akan memijah pada awal musim hujan atau pada akhir musim hujan,
karena pada saat itu akan terjadi suatu perubahan lingkungan atau kondisi perairan yang
dapat merangsang ikan-ikan untuk berpijah. Faktor internal meliputi kondisi tubuh dan
adanya hormone reproduksi (Redding & Reynaldo, 1993). Adapun faktor internal yaitu
tersedianya hormon steroid dan gonadotropin baik dalam bentuk hormon Gonadotropin I
(GtH I) dan Gonadotropin II (GtH II) dalam jumlah yang cukup dalam tubuh untuk
memacu kematangan gonad diikuti ovulasi serta pemijahan.
Sebaliknya bilamana salah satu atau kedua hormon; tersebut tidak mencukupi dalam
tubuh maka perkembangan oosit dalam ovarium terganggu bahkan akan berhenti dan
mengalami atresia (Pitcher, 1995) Faktor lingkungan merupakan stimuli yang dapat
ditangkap oleh alat indera ikan seperti kulit, mata dan hidung. Informasi berasal dari
lingkungan sampai di otak melalui reseptor yang terdapat pada masing-masing organ
sensori. Selanjutnya melalui ujungujung saraf akan diteruskan ke hipotalamus untuk
mengeluarkan Gonadotropic releasing Hormon (GnRH) yang dapat merangsang kelenjar
hipofisa anterior untuk memproduksi hormone Gonadotropic (GtH). Hormon
Gonadotropic ini melalui aliran darah akan menuju ke gonad, kemudian akan
merangsang pertumbuhan gonad yang selain mendorong pertumbuhan oosit juga untuk
memproduksi hormone steroid yangmerupakan mediator langsung untuk pemijahan.

3.2 GONAD JANTAN


Testes (gonad jantan) bersifat internal dan bentuknya longitudinal, pada umumnya
berpasangan. Lamprey dan Hagfishes mempunyai testes tunggal. Pada chodrichtyhes,
seringkali gonad yang satu lebih besar dari pada yang lainnya. Testes ini bergantung
pada bagian atas rongga tubuh dengan perantaraan mesorchium, di bawah atau di
samping gelembung gas (jika ada). Mereka tersusun dari folikel-folikel tempat
spermatozoa berkembang. Ukuran dan warna gonad bervariasi tergantung pada tingkat
kematangannya dengan berat bisa mencapai 12% atau lebih dari bobot tubuhnya.
Kebanyakan testes berwarna putih kekuningan dan halus. Sebelum sampai pada lubang
pelepasan (urogenital pore), spermatozoa yang berasal dari testes terlebih dahulu
melewati vasa efferentia, epididymis, vasa defferentia, seminal vesicle, urogenital sinus,
dan urogenital papilla pada Chondrichthyes. Pada sisi seminal vesicle dan atau kantung
sperma hanya terdapat pada beberapa ikan. Pembentukan spermatozoa dari spermatid di
dalam testes disebut spermatogenesis.
Proses ini meliputi poliferasi spermatogenia melalui pembelahan mitosis yang
berulang dan tumbuh membentuk spermatocyte primer, kemudian melalui pembelahan
reduksi (meiosis) membentuk spermatocyte sekunder. Spermatocyte sekunder membelah
menjadi spermatid, yang mengadakan metamorfose menjadi gamet yang ``motile``
(dapat bergerak) dan punya potensi fungsional yang dinamakan spermatozoa. Proses
metamorfose spermatid sering dinamakan ``spermatogenesis``. (Hoar, 1969). Untuk
menjamin terjadinya fertilisasi, setiap ikan jantan menghasilkan banyak sekali
spermatozoa yang ukurannya begitu kecil sehingga dalam satu tetes mani bisa ditemukan
lebih kurang satu juta spermatozoa. Spermatozoa yang dihasilkan oleh jenis ikan yang
berbeda, bukan saja berbeda dalam hereditasnya, tetapi juga berbeda dalam bentuknya.
Spermatozoa ditambah sekresi dari saluran sperma membentuk air mani (milt) yang
dikeluarkan pada waktu memijah. Spermatozoa yang tidak aktif dan tidak bergerak
sampai sekresi sperma berjumpa dengan sel telur dalam fertilisasi. Jangka waktu hidup
spermatozoa bergantung kepada spesies dan kepada substrat tempat mereka diletakkan.
Jika sperma diletakkan pada air, maka jangka waktunya lebih pendek dari pada bila
terletak dalam tubuh hewan betina. Kemungkinan hidup sel sperma juga dipengaruhi
oleh suhu, secara umum mereka hidup lebih lama pada suhu yang rendah dari pada suhu
tinggi.

3.3 STRATEGI REPRODUKSI

Strategi reproduksi biasanya melalui ukuran dan jumlah telur yang dihasilkan dalam
hubungannya dengan kemampuan merawat telur dan anak. Satu hal yang menonjol adalh
ikan yang memiliki telur-telur yang kecil biasanya memiliki jumlah telur yang besar,
sebagai konsekuensi dari derajat kelulusan hidup yang rendah.

Berdasarkan strategi reproduksi yang dimiliki oleh hewan-hewan air, maka dikenal 3 tipe
reproduksi yaitu:

1). Reproduksi aseksual, diaman anak yang dihasilkan tanpa penggabungan gamet,
biasanya banyak dijumpai padan hewan vertebrata;

2). Reproduksi sexual dengan fertilisasi internal, umumnya dilakukan oleh hewan-hewan
teristrial, dan dalam beberapa juga ikan perenang cepat;
3). Reproduksi sexual dengan fertilisasi internal, merupakan penggabungan dua gamet
(sperma dan telur) diluar masing-masing tubuh masing-masing induk.

Fertlisais external terjadi dimana ikan jantan dan betina berdekatan dan
mengeluarkan sel telur serta sperma secara terkoordinir. Kemungkinan fertlisasi
diperbesar oleh besarnya jumlah telur dan sperma yang diproduksi dalam satu kali
pemijahan.

3.4 SEKSUALITAS

Sebagian besar ikan adalah gonokoristik (dioceous), dimana sepanjang hidupnya


memiliki jenis kelamin yang sama. Gonokoristik terdiri dari dua kelompok:

1). Kelompok yang tidak berdiferensiasi artinya pada waktu juvenile, jaringan gonad
dalam keadaan belum dapat diidentifikasi (apakah jantan atau betina) selanjutnya akan
berkembang menjadi ovary atau testis;

2). Kelompok yang berdiferensiasi artinya sejak juvenil sudah Nampak jelas jenis
kelaminnya (jantan atau betina).

Hermaprodit adalah dalam tubuh individu ditemukan dua jenis gonad. Bila kedua jenis
gonad berkembang secara serentak dan mampu berfungsi, keduanya dapat matang
bersamaan atau bergantian maka jenis hermaprodit ini disebut hermaprodit sirkoni.
Hermaprodit potandri, bila pada awalnya ikan-ikan tersebut berkelamin jantan namun
semakin tua akan berubah kelamin menjadi betina. Juga dikenal dengan istilah
hermaprodit protogini yaitu bila awalnya berkelamin betina namun semakin tua akan
berubah menjadi kelamin jantan. Hermaproditisme ini diatur oleh faktor genetic dan
lingkungan. 

3.5 PEMIJAHAN DAN PEMBUAHAN


Pemijahan di alam dipengaruhi oleh kondisi lungkungan (eksternal) misalnya : hujan,
habitat, oksigen terlarut, daya hantar listrik, cahaya, suhu, kimia fisika air, waktu (malam
hari) dll. Kondisi lingkungan ini akan mempengaruhi control endokrin untuk 
menghasilkan hormone-hormon yangf mendukung proses perkembangan gonad dan
pemijahan.
Berdasarkan daerah pemijahan, dikenal dengan adanya ikan:

1) anadromus, yakni ikan yang hidup diperairan laut da melakuka pemijahan di daerah
hulu sungai,;

2) katadromus, yakni ikan yang hidup di sungai dan melakukan pemijahan di samudra
(laut);

3) protodromus, yakni ikan yang hidup diperairan tawar dan melakukan pemijahan di
perairan tawar;

4) oceanodromus, ikan yang hidup di perairan laut dan memijah di perairan yang sama.

Sebagian ikan mengeluarkan telur yang lebih berat dari air, sehingga telur akan
tenggelam, akan tetapi banyak juga ikan yang mengeluarkan telur yang bersifat
planktonik. Telur-tekur pada sebagian spesies ikan ada yang hanyut, bebas dan adapula
yang melekat diantara satu dengan yang lainnya, atau melekat pada tumbuh-tumbuhan ,
batu, pasir, dan kayu yang terapung.

Berdasarkan melekatnya telur maka di bagi:

1) pelagophyl, yakni telur-telur ikan hanyut dengan bebas dan melekat pada batuan;

2) litipelagophyl, telur yang dilekatkan di atas batu-batuan;

3) litophyl, telur disimpan di atas batuan dan larva ditinggalkan di atas perairan;

4) fitolitophyl , telur yang dilekatkan pada tumbuh-tumbuhan, kayu-kayuan, dan bahan


lain yang terapung dan tenggelam di dasar perairan; dan

5) psamophyl, telur-telur yang dilekatkan di atas pasir.

Perangsangan pemijahan secara buatan dewasa ini banyak di lakukan, yaitu dengan
menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai dengan kondisi di alam sebagai persyaratan
untuk pemijahan. Untuk merangsang pemijahan walaupun denga kondisi yang kurang
tepat maka dapat diupayakan dengan menyuntikannya dengan ekstrak hipofisa atau HCG.
1 kg ikan resiplen betina membutuhksn ikan donor 2 kg, bila menggunakan tepung
hipofisa dibutuhkn 24 mg/kg induk (jantan) dan 28 mg/kg induk (betina). 

Telur-telur yang kelewat matang akibat pemijahan tertunda karena kondisi lingkungan
yang kurang mendukung yang mengakibatkan protein telur mengalami denaturasi
sehingga walaupu akhirnya dikeluarkan, telur-telur tersebut biasanya gagal untuk
berkembang. Pembuahan adalah bersatunya oosit (telur) dengan sperma membentuk
sigot. Fase pembuahan tersebut dapat di bagi menjadi dua tahap yaitu:

1) fase primer, terjadinya kontak antara sperma dan telur,;

2) fase sekunder, yakni proses terjadinya antara gamet jantan dan telur.

Proses pembuahan pada ikan bersifat monospermik. Yakni hanya satu spermatozoa
yang membuahi sel telur. Pada pembuahan ini terjadi percampuran inti sel telur dan inti
sperma. Kedua inti ini masing-masing mengandung gen (pembawa sifat keturunan)
sebanyak satu sel (haploid).

Ada beberapa hal yang mendukung berlangsungnya pembuaha dengan baik yaitu
spermatozoa yang tadinya tidak bergerak dalam cairan plasmanya, akan bergerak setelah
bersentuhan dengan air dan dengan bantuan ekornya dia akan bergerak kea rah telur.
Perbedaan tekanan air osmosa air lingkungan dengan cairan fisiologi sperma dalam tubuh
akan merangsang spermatozoa akan bergerak dan zat gymnogamon 1 atau fertilizin yang
dihasilkan oleh sel telur akan menarik spermatozoa bergerak menuju sel telur tersebut.

Berjuta-juta spermatozoa dikeluarkan pada saat pemijahan dan menempel pada sel
telur tetapi hanya satu yang dapat melewati mikrofil, satu-satunya lubang yang masuk
spermatozoapada sel telur. Kepala spermatozoa menerobos mikrofit dan bersatu dengan
inti sel telur, sedangkan ekornya tertinggal pada saluran mikrofit tersebut, dan berfungsi
sebagai sumbat untuk mencegah spermatozoa yang lain masuk. Cara lain yang digunakan
sel telur untuk mencegah sperma lain masuk adalah terjadinya reaksi kortikal sehingga
mikrofit menjadi lebih sempit.

Spermatozoa lain yang berlumpuk pada saluran ikrofit aka didorong keluar oleh
reaksi korteks, demikian juga halnya spermatozoa yang melekat pada permukaan korion
harus disingkirka karena akan mengganggu proses pernapasan. Sebelum dikeluarkan ,
selaput pembungkus telur (korin) kurang tegang dan terdiri dari kantong-kantong orteks.
Sesuadah dikeluarkan dan menyentuh air maka terbentuklah ruang perifitelin yaitu celah
antara lapisan korion dan lapisan vitelin yang diakibatkan oleh masuknya air yang
berfungsi memudahkan sperma masuk. Selanjutnya terjadi reaksi kortikal, yaitu kantung-
kantung korteks pecah dan butiran-butiran korteks meloncat keluar dan mendorong
sperma yang melekat pada permukaan korion.

A. Hormon Luar Ikan (Kelenjar Hipofisa)


Kelenjar hipofisa adalah kelenjar yang menghasilkan berbagai hormon, antara hormon
yang berkerja terhadap kelenjar kelamin jantan (testes) Maupun kelenjar kelamin betina
(kantong telur). Kelenjar hipofisa ini terletak disebelah bawah bagian depan otak besar
(dienchephala) sehingga jika bagian otak ini diangkat maka kelenjar ini akan tertinggal.
Dengan demikian, untuk mengambil kelenjar hipofisa maka tulang tengkorak harus di
angkat terlebih dahulu.

Kelebihan dari hormon hipofisa adalah hormon ini bisa disimpan dalam waktu lama
sampai dua tahun. Penggunaan hormon ini juga relatif mudah (hanya membutuhkan
sedikit alat dan bahan), tidak membutuhkan refrigenerator dalam penyimpanan, dosis
dapat diperkirakan berdasar berat tubuh donor dan resepien, adanya kemungkinan
terdapat hormon-hormon lain yang memiliki sifat sinergik.

Kekurangan dari teknik hipofisasi adalah adanya kemungkinan terjadi reaksi imunitas
(penolakan) dari dalam tubuh ikan terutama jika donor hipofisa berasal dari ikan yang
berbeda jenis, adanya kemungkinan penularan penyakit, adanya hormon hormon lain
yang mungkin akan merubah atau malah menghilangkan pengaruh hormon gonadotropin.

B. Penetasan

Penetasan adalah suatu proses perubahan dalam siklus hidup suatu hewan dari bentuk
intracapsular menjadi bentuk hidup yang bebas. Mekanisme penetasan ini secara umum
terbagi dua tipe yaitu secara mekanik dan enzimatik. Pada hewan-hewan akuatik, selain
melalui proses mekanik yaitu melalui gerakan ekor embrio, juga dibantu oleh adanya
partisipasi enzim yang berfungsi melunakkan karion.  Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya penetasan yaitu keberadaan oksigen, temperatur dan cahaya.

Beberapa percobaan menunjukkan bahwa akibat kekurangan oksigen mampu


menstimulasi aktivitas pernapasan dari embrio, dan nampaknya ada keterkaitan antara
aktivitas pernapasan embrio dan penetasan.  Temperature juga    merupakan faktor
lingkungan yang penting dalam proses penetasan. Peningkatan temperature juga dapat
menstimulasi sekresi enzim penetasan. Sekali enzim diekskresi, maka pencernaan karion
menjadi lebih cepat pada temperatur tinggi dibandingkan temperatur rendah,
menyebabkan penetasan lebih cepat. Faktor lingkungan lain yag diduga mempengaruhi
penetasan ialah cahaya. Pada faktor ini Nampak bahwa sekresi enzim penetasan dikontrol
oleh stimulasi fotoreseptor (mata dan atau kelenjar pineal), mungkin melalui system saraf
pusat.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Sumantadinata (1997) mengatakan bahwa reproduksi ikan dikendalikan oleh tiga sumbu
utama, yaitu hipotalaums, hipofisa, dan gonad. Secara alami, sistem kerja reproduksi ikan
dimulai dari keadaan lingkungan seperti suhu, cahaya, dan cuaca yang diterima oleh
organ perasa dan meneruskannya ke sistem saraf. Selanjutnya, hipotalamus melepasakan
GnRH (gonadotropin releasing hormon) yang bekerja merangsang kelenjar hipofisa untuk
melepaskan GtH(gonadotropin). Gonadotropin akan berfungsi dalam perkembangan dan
pematangan gonad serta pemijahan. Menurut Effendi (1997) menyatakan bahwa tingkat
kematangan gonad adalah tahap tertentu kematangan gonad sebelum dan sesudah ikan itu
memijah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2012. Reproduksi pada ikan.


laksmindrafitria.files.wordpress.com/2012/01/gynogenesis.gif&imgrefurl 2015.

Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusantara.

Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan, Fakultas Perikanan, IPB

Wikipedia, 2012. Reproduksi. Diakses tanggal 3 mei 2012.

Anda mungkin juga menyukai