Anda di halaman 1dari 21

DASAR – DASAR AKUAKULTUR

TENTANG PEMIJAHAN IKAN

Nama: Novian Nur Ramianto


Nim : 145425021005
BIOLOGI IKAN
Apabila orang hendak mengadakan pembudidayaan
ikan, yaitu menyelenggarakan usaha pembesaran ikan secara
umum, lebih-lebih lagi bila hendak penyelenggaraan usaha
pembibitan atau pembenihan ikan, maka sebagai
pengetahuan dasar hendaklah mempelajari tentang Biologi
Ikan yaitu mempelajari segala sesuatu tentang aspek
kehidupan jenis ikan yang hendak dibudidayakan itu.
Secara rinci dapatlah disebutkan aspek biologi ikan yang
perlu dipelajari ialah :
1.  Pengenalan jenis ikan, menurut sistematika zoologi.
2.  Daur (siklus) hidup.
Selain itu berbagai aspek perilaku kehidupan ikan (biologi)
juga harus dipelajari/diketahui, ialah
a. Lingkungan Hidup (habitat) yang cocok untuk setiap
stadia hidup ikan. Lingkungan yang bagaimana cocok untuk
kehidupan ikan dewasa, bagaimana lingkungan (habitat)
untuk bertelur, dilanjutkan dengan perkembangbiakan larva,
pembesaran benihnya sampai menjadi dewasa.
b. Perilaku makan dan jenis makanan bagi stadia hidup
ikan.
Perkembangan sel telur dan sperma ikan
Perkembangan telur di dalam ovarium berlangsung melalui beberapa
stadia sebagaimana diuraikan oleh Woynarovich dan Hovarth (1988) sebagai
berikut :
Stadia 1 : Bakal sel telur yang masih kecil disebut ovogonium
(archovogonium). Ukuran sel sama kecil dengan sel-sel tubuh lainnya (8 – 12
u). Sel ini memperbanyak diri dengan pembelahan mitosis.
Stadia 2 : Sel telur tersebut tumbuh menjadi ukuran 12-20 u dan folikel mulai
terbentuk disekeliling sel telur. Folikel tersebut fungsinya memberi makanan
dan melindungi telur yang sedang berkembang itu, sehingga diniding sel telur
tampak rangkap.
Stadia 3 : Pada stadia ini sel telur tumbuh menjadi lebih besar lagi sampai
sebesar 40-200 u dan tertutup di dalam follikel.
Stadia 1, 2 dan 3 ini merupakan tahapan sebelum pengumpulan makanan
(nutrient) di dalam telur itu (tahap pre-vitellogenesis).
Stadia 4    : Pada stadia ini dimulai pembentukan dan pengumpulan kuning telur
(yolk) yang disebut proses “vitellogenesis”. Sel telur trus tumbuh menjadi
berukuran 200 – 350 u. Di dalam sitoplasmanya terkumpul butir-butir lemak
(lipoid).
Stadia 5 : Menandai fase ke 2 dar vitellogenesis. Sitoplasma sekarang penuh
dengan butir-butir lipoid dan mulailah pembentukan kuning telur. Ukuran sel
telur menjadi 350-500μ.
Stadia 6 :    Ini merupakan fase ketiga dari proses vitellogenesis, dimana
lempeng-lempeng kuning telur mendesak butir-butir lipoid ke tepi sel, sehigga
terbentuk dua buah cincin. Nukleoli yang berperan dalam pembentukan protein
da pengumpulan makanan terlihat menempel pada dinding/membren
nukleus. Ukuran telur sekarang 600 – 900μ
Stadia 7 : Proses vitellogenesis selesai, telur menjadi berukuran 900-1000 u.
Ketika pengumpulan kuning telur berakhir, nucleoli tertarik ke dalam pusat
nucleus. Mikropil (yaitu lubang kecil pada dinding sel telur, sebagai jalan masuk
bagi sperma) terbentuk pada stadia ini.
Ukuran Telur
Ukuran telur ikan digolongkan menjadi 3 yaitu :
1. Telur ukuran kecil dengan garis tengah 0,3 – 0,5 mm, fekunditasnya
biasanya banyak (100.000 – 300.000 butir) dan tingkat kepedulian induknya
kecil (negative parental care). Contohnya : ikan banding (Chanos chanos),
ikan tawes (Punctius gonionotus), ikan tuna (Thunnus sp).
2. Telur ukuran sedang dengan garis tengah 0,8 – 1,1 mm, fekunditasnya
sedang (100.000 – 300.000 butir) dan tingkat kepedulian induknya sedang.
Contohnya : ikan manvis (Pterophylum spp), ikan discus (Symphysodon
discus).
3. Fekunditasnya kecil (5.000 – 50.000 butir) dan tingkat kepedulian induk
besar (Positive parental care). Contohnya : ikan gurame (Osphronemus
gouramy), ikan lele (Clarias spp), ikan nila (Tilapia niloticus), ikan
mujair (Tilapia mossambica).
Mekanisme perkembangbiakan ikan
Bila tiba saatnya seekor ikan dewasa hendak berkembang biak maka melalui alat perasa
(panca indera) ikan betina mengumpulkan informasi tentang sifat-sifat lingkungan seperti
sinar matahari, suhu air, keadaan hujan dan aliran air, kehadiran ikan pejantan, tersedianya
sarang/pelekat telur sesuai dengan sifat species ikan yang hendak memijah itu.
Induk yang mengalami ovulasi itu ditangkap lalu distrip dan telur ditampung di dalam
wadah/waskom dan dalam waktu yang bersamaan ikan jantan juga diurut untuk
mengeluarkan sperma yang dicampurkan di dalam waskom tadi agar pembuahan terjadi.
Ikan jantan juga menjadi siap untuk memijah atas perintah dari gonadotrofin pula. Pada
umumnya ikan jantan dengan mudah dapat mencapai kondisi siap memijah dan tidak selalu
memerlukan penyuntikan hormon. Tetapi ada jenis ikan tertentu yang didatangkan dari
daerah lain, tak jarang sperma yang terbentuk kurang kuat geraknya. Hal ini perlu dites
dengan cara mengeluarkan atau menyedot sedikit sperma dengan menggunakan selang
kecil (kateter). Mengeluarkan sperma yang biasanya mudah yaitu dengan mengurut perut
ikan dari depan ke arah belakang, maka dari lubang duburnya akan keluar cairan mani yang
berwarna putih. Setetes sperma itu diperiksa dibawah mikroskop untuk mengamati
kecepatan gerak sperma. Bilamana gerak sperma kurang gesit, maka perlu disuntik dengan
hormon gonadotrofin.
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
pemijahan
1. Suhu air harus dalam keadaan stabil dengan derajat suhu antara 22 o-28o C
untuk ikan – ikan di daerah tropika seperti di Negara kita ini.
2. Air harus mengandung cukup oksigen terlarut yang selalu cukup (5-7 ppm)
dan cukup mengalir/berganti walaupun tidak terlalu deras.
3. Tempat tidak terlalu cerah oleh sinar langsung. Untuk mengatasinya dapatlah
bak/kolam diberi atap atau ditutup dengan kain penutup agar gelap.
4. Tidak terganggu oleh kegaduhan atau berisik. Kolam sebaiknya ditempatkan
ditempat terisolasi, jauh dari keramaian. dan diberi penutup juga dapat
mengurangi pengaruh gangguan kegaduhan.
5. Sebaiknya setelah disuntik, ikan jantan dan betina dipisahkan didalam bak
tersendiri. Nanti bila sudah hampir tiba saatnya memijah, barulah disatukan
didalam kolam pemijahan yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
PENYEDIAAN INDUK-INDUK IKAN
Induk ikan dapat diperoleh dari berbagai cara  yaitu :
1. Dengan menangkap induk dan calon induk dari alam, lalu   diperlihara di
dalam lingkungan perkolaman agar induk-induk tersebut menjadi benar-benar
teraklimatisasi dan sampi mengandung telur yang matang (matang gonad).
Induk yang ditangkap dari alam biasanya masih bersifat liar, sehingga
memerlukan waktu cukup lama untuk mendomestikasikannya. Misalnya
dalam mempersiapkan induk ikan banding, arwana jelawat, patin dan lain
sebagainya yaitu ikan-ikan yang belum biasa diternakkan.
2.  Dapat juga mulai memelihara ikan dari ketika masih Yuwana. Dipelihara di
kolam dalam waktu yang cukup lama sampai mengandung telur/gonad yang
matang. Cara ini dilakukan baik untuk ikan yang sudah biasa dibudidayakan
maupun ikan liar yang baru akan didomestikasikan.
3.   Dapat juga induk yang ditangkap dari alam yang memang induk induk
yang sudah mengandung gonad yang matang atau hampir matang.
Teknologi Pemeliharaan Induk di kolam
Cara pemeliharaan induk di kolam merupakan prasyarat untuk dapat memperoleh
induk yang bermutu baik (artinya : sehat, terseleksi secara genetic dan terkontrol
keturunannya, mempunyai fekunditas yang tinggi dan mutu telurnya baik serta daya
tetas yang tinggi pula).
Oleh sebab itu faktor yang penting dalam  pemeliharaan induk ikan untuk
keperluan perkembangan telurnya ialah kondisi lingkungan yang baik dan cocok serta
pakan dalam kuantitas yang cukup dan berkualitas baik.
Hampir semua jenis ikan dapat dipelihara di dalam kolam sampai menjadi tingkat
perkembangan gonad pada fase istirahat  yaitu telur pada fase dormant. Hanya saja
untuk dapat memijah/kawin, tidak semua ikan dapat dengan mudah melakukannya,
melainkan memerlukan perlakuan dan penanganan atau rangsangan khusus (induced
spawning). Sebagai contoh, ikan asal sungai seperti grass carp, silver carp, dimana
setelah dipelihara di kolam dan mengalami pematangn gonada (fase dormant) harus
disuntik dengan hormon tertentu agar dapat mengalami ovulasi atau memijah.
Teknik Penetasan Telur

Persyaratan air untuk penetasan telur adalah


air harus jernih, sedikit mungkin mengandung
lumpur, sebab lumpur dapat melekat pada telur.
Larva Ikan
Anak ikan yang baru saja menetas merupakan mahluk yang amat lemah dan peka
terhadap lingkungan hidupnya. Anak ikan ini disebut “larva” atau “burayak”.
Bentuknya pada spesies tertentu mirip dengan ikan yang dewasa, tetapi pada
spesies lainnya mungkin jauh berbeda bentuk maupun sifatnya dengan ikan yang
dewasa. Pada umumnya larva ikan memepunyai sifat-sifat sbb:
 organ tubuhnya yang belum sempurna
 ukurannya hanya beberapa mm saja (7-10 mm)
 mulutnya belum terbuka
 saluran pencernaan dan alat pernapasan belum berfungsi. Makanannya masih
diserap dari sisa kantong kuning telurny. Pertukaran oksigen dan
karbondioksida terjadi pada pembuluh darah renik yang mengelilingi kantong
kuning telur dan/atau menembus kulitnya yang transparan.
 Belum memepunyai gelembung renang yang berisi udara, sehingga belum
dapat mengatur posisi tubuhnya dalam air.
 Gerakannya masih sangat lemah, banyak berdiam di suatu titik,
menempelkan kepalanya pada benda-benda atau pada jenis ikan tertentu larva
tergeletak saja di dasar perairan dan hanya sesekali menggerakan ekornya.

Larva tidak tahan terhadap sinar ultra violet yang terdapat pada sinar
matahari secara langsung. Karena itu pada pemeliharaan larva (penderan)
kolam harus diberi pelindung terhadap sinar ultra violet.
Tempat Pemeliharaan larva
Wadah untuk pemeliharaan larva disebut “pendederan” atau “ipukan”.
Dapat berupa bak dari semen maupun kolam tanah biasa, yang kedalamannya
30-40 cm saja. Berhubung sifatnya masih lemah, maka bak atau kolam
pendederan perlu diberi pelindung yaitu atap yang tembus cahaya untuk
menghalangi sinar matahari langsung, agar suhu tidak terlalu berubah-ubah
dan tidak terkena air hujan langsung yang dapat merubah sifat kimia air.
Dijaga terhadap masuknya hama/pemangsa baik berupa ikan
lain, hama serangga, dan lain-lain.
Bila pendederan dilakukan di dalam kolam tanah, hendaknya dalam
kolam itu dipasang pelindung dari pelepah daun kelapa yang di tancapkan di
sekeliling kolam maupun di dalam kolam itu sendiri sebagai tempat
berlindung bagi burayak.
Padat penebaran burayak dalam kolam pendederan berkisar
antara 50-100 / meter persegi permukaan kolam. Bila
dipergunakan bak semen yang volumenya tidak terlalu besar (10-
20 ton), padat penebaran dapat dipertinggi hingga 500 ekor per
meter persegi, tetapi harus dipasang aerator agar tidak
kekurangan oksigen. Burayak peka terhadap kekurangan oksigen.
Kadar oksigen dalam kolam ini hendaknya minimum 5 ppm.
Makanan Burayak
Pada hari pertama mulai makan (2-3 hari stelah menetas) burayak hanya
dapat menangkap makanan yang ukurannya amat kecil dan gerakannya
lambat. Pakan alami yang cocok bagi burayak pertama adalah Rotifera dan
Protozoa.
Protozoa adalah binatang renik bersel satu dan rotifera bersel banyak
tetapi ukurannya hanya 20-60 mikron hingga dapat masuk dalam bukaan
mulut burayak. Gerakan rotifera dan protozoa juga lambat dan hanya
melingkar-lingkar di sekitar sesuatu titik saja sehingga mudah ditangkap oleh
burayak. Pada awal mulai makan, burayak dapat juga diberi pakan buatan
berupa kuning telur ayam/itik yang direbus, lalu diremas dan dicampur air
sedikit menjadi suspensi, lalu ditaburkan ke dalam kolam.
Burayak umur 7-10 hari memakan zooplankton ukuran 100-200 mikron
yaitu beberapa jenis cladosera kecil, dapat juga diberi pakan tambahan berupa
katul halus.
Burayak umur 10-20 hari dapat memakan zooplankton
ukuran besar yaitu Cladosera besar dan Copepoda. Disamping
itu masih terus memakan Rotifera maupun Cladosera  kecil.
Untuk menanggulangi keadaan tersebut maka kolam yang
sudah dipupuk diberi obat insektisida yang lunak dengan daya
bunuhnya yang selektif (misalnya Dipterex 0,1 ppm) untuk
memebunuh zooplankton besar tetapi zooplankton kecil tetap
hidup. Sedangkan insektisida lunak tersebut sama sekali tidak
berbahaya bagi burayak. Setelah beberapa hari Rotifera habis
termakan oleh burayak, tentu daya racun obat insektisida sudah
tidak lagi berbahaya bagi zooplankton besar, maka zooplankton
besar selanjutnya akan dapat berkembang menjadi makanan bagi
burayak yang juga sekarang sudah menjadi benih yang cukup
besar.
Burayak ikan, contohnya ikan mas, setelah berumur 3 minggu
dianggap masa pendederan selesai. Benih ikan umur 3 minggu
berukuran 2-3 cm dapat dijual atau dipelihara lebih lanjut dengan
cara memindahkannya ke dalam kolam lain yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Persiapan kolam itu meliputi
pembersihan terhadap hama-hama dan pemberantasan penyakit,
perbaikan tanggul, pintu air dan menutup bocoran yang mungkin
ada, pengolahan tanah dan pemupukan. Kolam yang telah
dipersiapkan dengan baik itu ditumbuhi subur oleh berbagai jenis
organisme pakan alami untuk benih ikan yaitu fitoplankton,
zooplankton kecil dan besar, jentik-jentik serangga/nyamuk/cuk,
cacing yang banyak hidup di Lumpur dasar. Sementara
itu hama yang berupa binatang pemakan anak ikan seperti ular,
linsang atau berang-berang, burung harus diwaspadai pula.
Pemeliharaan benih lanjutan ini tidak lagi dilakukan di dalam
bak semen karena benih ikan lepas pendederan itu amat rakus
makan pakan alami yang hanya dapat tumbuh subur di kolam
tanah dengan pemupukan. Bila terpaksa dipelihara dalam bak
semen, maka terpaksa diberi pakan buatan berupa serbuk atau
remah-remah sebelum dapat memakan pellet ukuran kecil.
Walaupun benih ikan juga dapat makan pakan buatan tersebut,
tetapi akan lebih pesat pertumbuhannya apabila memeperoleh
pakan alami yang cukup banyak. Pemeliharaan lanjutan bagi
benih ikan (disebut pembenihan I) juga dapat dilakukan dalam
petak sawah yang digali parit-parit (kemalir) sedalam 40-50 cm,
pembenihandilakukan bersama padi (mina-padi) maupun sebagai
“palawija” disaat sawah tidak dipakai bertanam padi tetapi air
cukup banyak.
Pemeliharaan benih lanjutan biasanya dilakukan dalam tahap yang lamanya masing-
masing 1-1,5 bulan.

Pembenihan tahap I adalah pindahan dari pendederan, setelah benih umur 3 minggu.
Pada akhir masa pembenihan tahap I hasil benioh ikan berukuran 6-8 cm, dapat dijual
dengan harga yang lebih mahal; dan/atau dilanjutkan dengan pembenihan tahap II.

Pembenihan tahap II juga dapat dilakukan di dalam kolam tanah atau petak sawah
seperti pembenihan tahap I tadi. Lama pemeliharaan 1,5-2 bulan. Pada akhir masa
pembenihan benih diperoleh benih ikan ukuran 10-12 cm dengan berat kira-kira 10-15
gram per ekor. Pada tahap pembenihan ini, pakan alami dengan pemupukan tak cukup
dan penambahan pakan buatan merupakan keharusan agar benih ikan tidak
kekurangan pakan dan dapat tumbuh pesat. Pakan buatan yang diberikan berupa pakan
buatan pabrik dengan kandungan protein 25-30 % dengan ukuran remah (crumble)
atau pellet kecil agar dapat ditelan oleh benih ikan itu.
Pemeliharaan selanjutnya adalah pembesaran benih gelondongan besar menjadi
ikan konsumsi.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai