Anda di halaman 1dari 8

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fertilisasi pada hewan ada dua macam yaitu fertilisasi eksternal dan
fertilisasi internal. Fertilisasi eksternal khas pada hewan-hewan akuatik, yaitu
merupakan proses fertilisasi dimana gamet-gametnya dikeluarkan dari dalam
tubuhnya sebelum fertilisasi. Fertilisasi internal khas untuk adaptasi dengan
kehidupan di darat, sperma dimasukkan ke dalam daerah reproduksi betina yang
kemudian disusul dengan fertilisasi. Setelah pembuahan, telur itu membentuk
membran fertilisasi (membran feripitelina) untuk merintangi pemasukan sperma
lebih lanjut. Kadang-kadang sperma diperlukan hanya untuk mengaktivkan sel telur.
Percobaan fertilisasi dilakukan dengan berbagai perlakuan, antara lain dengan
menggunakan perbedaan waktu saat

pertemuan antara telur dan sperma, serta

perbedaan konsentrasi atau kekentalan dari sperma. Perbedaan waktu saat pertemuan
antara telur dan sperma ini guna untuk mengetahui tingkat kecepatan fertilisasi yang
terjadi, berapa lama waktu yang diperlukan oleh spermatozoid menembus untuk
dinding ovum dan untuk mengetahui tahapan perkembangan yang terjadi dalam
setiap waktunya. Sedangkan perbedaan konsentrasi atau kekentalan dari sperma guna
untuk mengetahui konsentrasi sperma yang sesuai agar dapat membuahi sel telur
hingga terjadinya fertilisasi. Pengamatan dilakaukan dengan mengambil telur secara
acak karena setiap telur mempunyai waktu perkembangan yang berbeda-beda.
Praktikum fertilisasi yang menggunakan telur dan milt dari ikan nilem
(Osteochillus hasselti) ini mempelajari pembelahan segmentasi pada vertebrata dari
proses segmentasi, morulasi, blastulasi, gastrulasi, dan diferensiasi lanjut ektoderm,
entoderm dan mesoderm telur (zigot) vertebrata. Proses pembelahan segmentasi pada
vertebrata tidak dapat dilakuan dari satu classis saja, namun diperlukan perbandingan

dengan proses pembelahan segmentasi dari classis yang lain. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah pemahaman tentang pembelahan segmentasi.
Ikan Nilem dapat dipelihara dengan baik pada daerah dengan ketinggian 1501000 m dpl, daerah yang paling baik pada ketingian 1800 m dpl dengan suhu
optimum 1828 C. Ikan nilem (Osteochillus hasselti) ikan yang mempunyai siklus
reproduksi pendek, dapat dengan mudah diinduksi untuk memperoleh ikan betina
masak telur dan mudah diovoposisikan. Telur dan sperma yang dihasilkan setiiap
siklus reproduksi cukup banyak. Telur dari ikan nilem bersifat transparan sehingga
mudah dilakukan pengamatan, karena alasan itulah dalam praktikum fertilisasi kali
ini menggunakan sample ikan nilem.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Fertilisasi adalah pertemuan gamet jantan dan gamet betina diikuti fusi materi
genetik dari keduanya untuk membetuk zigot. Fertilisasi pada hewan dapat
berlangsung melalui dua metode yaitu internal dan eksternal. Fertilisasi internal
dijumpai pada hewan-hewan vivipar misalnya mamalia, atau ovovivipar misalnya
kadal. Fertilisasi eksternal dijumpai pada hewan ovipar misalnya ikan dan hewan
invertebrata air. Ciri-ciri ikan siap pijah atau matang gonad pada betina adalah
pergerakan ikan lamban, pada malam hari sering meloncat-loncat, perut
membesar/buncit ke arah belakang, tidak mengempis meskipun telah dipuasakan
selama

satu

hari

dan

jika

diraba

terasa

lunak,

lubang

anus

agak

membengkak/menonjol dan berwarna kemerahan. Ikan jantan matang gonad ditandai


dengan gerakannya lincah dan mengeluarkan cairan berwarna putih (sperma) dari
lubang kelamin bila dipijit (Carlson, 1999).
Ikan nilem (Osteochillus hasselti) mempunyai tipe telur telolechital berat,
artinya yolk tersebar tidak merata dan dapat dikatakan hampir mengisi seluruh
bulatan telur. Bioplasma hanya sebagai lapisan tipis pada kutub animal yang di
dalamnya terdapat inti telur. Tipe pembelahan ikan Nilem ini adalah meroblastik
(Moeller, 2004).
Sperma merupakan sel gamet yang terspesialisasi dan memiliki 3 fungsi yaitu
menggapai sel telur, mempenetrasi dan memacu perkembangan sel telur, serta
mengantarkan material genetik dan sentriola. Ukuran gamet jantan pada umumnya
relative kecil, sedangkan ukuran gamet betina lebih besar. Beberapa alasan dilakukan
pemeriksaan semen, pertama untuk terjadinya kebuntingan hanya diperlukan

beberapa juta ekor yang disemprotkan kedalam alat kelamin betina meskipun hanya
satu ekor spermatozoa yang dibutuhkan untuk terjadinya anak, padahal dalam satu
kali penampungan dapat diperoleh semen yang mengandung berjuta-juta
spermatozoa, jadi penilaian dan pemeriksaan itu perlu untuk mendapatkan
perhitungan berapa kali semen yang didapatkan itu dapat diencerkan, sehingga
mudah untuk membagi-baginya. Kedua, dapat diketahui berapa jumlah spermatozoa
yang hidup dan yang telah mati. Sel gamet betina yang mempunyai program
perkembangan untuk menjadi individu baru, setelah perkembangan tersebut
diaktifkan oleh spermatozoa. Selama masa perkembangan, telur mengalami beberapa
proses yang merupakan awal hidup ikan dimana berhubungan dengan stabilitas
populasi ikan dalam suatu perairan (Harvey, 1979).
Telur Ikan Nilem berbentuk bulat dengan yolk berwarna kuning kehijauan.
Diameter telur sudah masak dan belum tercelup air 0,98-1,08 m dan setelah
terbuahi diameternya 1,36-1,40 m. yolk terdistribusi tidak merata dan dapat
digolongkan pada telur tipe telolechital berat, sehingga tipe pembelaha clevagenya
termasuk pembelahan meroblastik. Telur terbungkus karion dengan dilengkapi satu
mikropil untuk jalan masuk spermatozoa pada saat pembuahan (Moeller, 2004).
Pembuahan adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau selsel bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus.
Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan
nukleus (kariogami). Zigot itu membentuk ciri fundamental dari kebanyakan siklus
seksual eukariota, dan pada dasarnya gamet-gamet yang melebur adalah haploid.
Bilamana keduanya motil maka fertilisasi itu disebut isogami bilamana berbeda

dalam ukuran tetapi serupa dalam bentuk maka disebut anisogami, bila satu tidak
motil dinamakan oogami (Carlson, 1999).
Urutan proses utama selama fertilisasi (pembuahan) (Soeminto, 2000):
1. Kontak dan pengenalan sperma-telur untuk memastikan sperma-telur dari spesies
yang sama,
2. Pengaturan masuknya sperma ke dalam telur untuk pencegahan polispermi,
3. Fusi materi genetik dari sperma dan telur,
4. Aktivasi metabolisme telur untuk mengawali perkembangan.
Tahapan dalam pengenalan sperma dan telur (Soeminto, 2000):
1.

Telur mengeluarkan kemoatraktant pada spesies tertentu,

2.

Eksositosis vesikula akrosom,

3.

Ikatan antara sperma dengan bungkus ekstraseluler telur,

4.

Sperma menembus bungkus telur,

5.

Fusi membran sel telur dan membran sel sperma.


Tahap perkembangna embrio ikan dimulai dari tahap pembelahan pertamanya

meridian, diikuti oleh pembelahan kedua tegak lurus pada bidang pembelahan
pertama. Pembelahan ketiga tidak sama untuk beberapa spesies ikan. Pembelahan ini
sebenarnya ada dua yang prosesnya berjalan bersama-sama dan memotong bidang
pembelahan kedua di sebelah kiri dan kanan bidang pembelahan pertama. Bidang
pembelahannya ada yang kedua-duanya sejajar dengan bidang pembelahan pertama
dan ada pula yang tidak. Dari hasil pembelahan yang ketiga ini ialah stadium delapan
sel. Pembelahan berikutnya yaitu pembelahan yang keempat terdiri dari dua
pembelahan yang berjalan bersama-sama, sejajar atau tidak dan terletak di sebelah
kanan dan kiri bidang pembelahan kedua. Apabila pembelahan yang keempat sudah
selesai terbentuklah stadium 16 sel yang terdiri dari satu lapis, empat buah sel yang

terletak di tengah-tengah dinamakan sel pusat. Pada pembelahan yang kelima, sel-sel
pusat tidak membelah vertikal seperti pada pembelahan-pembelahan sebelumnya
atau pembelahan sel batas, melainkan sejajar dengan permukaan. Dengan selesainya
pembelahan yang kelima maka terbentuklah stadium 32 sel dengan sel pusat yang
terdiri dari dua lapis sel. Pada pembelahan berikutnya sudah tercampu aduk dan
susuah diikuti dimana syncronisasi pembelahan mitosis sudah hilang (Effendy,
2002).
Telur ikan Nilem (Osteochillus hasselti) yang telah terbuahi hanya mencapai
tahap terbentuknya hylock dan ada beberapa yang tidak terbentuk sama sekali pada
pengenceran 1000x sedangkan pada pengenceran 10000x ada yang sudah terbentuk 1
sel, 2 sel, dan 4 sel. Pengenceran 10000x, larva yang terbentuk hanya sedikit karena
sperma telah diencerkan sebanyak 10000x sehingga tidak dapat membuahi sel telur.
Ini dikarenakan beberapa faktor , yakni keadaan temperatur lingkungan sehingga sel
telur tidak mengalami pembelahan secara sempurna, waktu praktikum yang kurang
lama, waktu melakuakn pembuahan yang telalu lama, dan terjadi kerusakan pada
telur. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan telur ikan antara lain
sebagai berikut, suhu ikan yang teah terbuahi mampu berkembang baik pada suhu
lingkungan normal, pengartuh fisik terutama air yang mengandung polusi
berpengaruh pada perkembagan ikan, yang dinyatakan atas ambang konsentrasi
(Effendy, M.I. 1997).
Sperma mudah sekali tergantung oleh suasana lingkungan, suhu medium
yang terlalu tinggi, sebaliknya perubahan ph akan merusak pertumbuhan kemampuan
untuk membuahi. Kualitas air sangat mempengaruhi pembelahan sel (penetasan
telur), terutama yaitu suhu air media khususnya ada 4 komponen yang
mempengaruhi proses fertilisasi yaitu kemampuan si jantan untuk fertilisasi saat

ejakulasi, waktu yang dibutuhkan oleh sperma untuk koordinasi dengan telur betina,
persentase sperma aktif dan pergerakan sperma seperti berenang (Linder, M.C. 1992)

GAMBAR PERKEMBANGAN EMBRIO

Gambar-gambar Tahap Perkembangan Zigot

DAFTAR PUSTAKA

Carlson, Bruce M. 1999. Human Embryology and Developmental Biology. Mosby.


New York.
Chen, et al. 2007. Chorion microstructure for identifying five fish eggs of
Apogonidae. Institute of Zoology, Academia Sinica, Taiwan.
Effendy, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Nusatama. Bogor.
Harvey, B. J. 1979. The Theory and passion. Ichtiologi. John Willy and Sons. New
York.
Linder, M.C. 1992. Biokimia nutrisi dan metabolisme (terjemah). Universitas
Indonesia, Jakarta. 781 hal.
Moeller, R. B. 2004. Biology of Fish. California Animal Health and Food Safety
Laboratory. System University of California, Caifornia.

Soeminto. 2000. Embriologi Vertebrata. Unsoed, Purwokerto.


Verma, D.K. Routray, P. Dash, C. Dasgupta, S. and Jena, J.K. 2009. Physical and
Biochemical Characteristics of Semen and Ultrastructure ofSpermatozoa in
Six Carp Species. Orissa, India.
Yulferius, 2001. Pengaruh kadar vitamin E dalam pakan terhadap kualitas telur ikan
patin Pangisius hypophthalamus. Tesis, Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. 40 hal.

Anda mungkin juga menyukai