Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH EMBRIOLOGI

“ FERTILISASI “

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 2

MONIKA EKA PUTRI 2130106034


PUTRI LAILA SASMITHA 2130106042
ULFA SAPUTRI 2130106057

DOSEN PENGAMPU:
ROZA HELMITA, M. Si

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI-B


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR
SUMATERA BARAT
2023

1
PEMBAHASAN

Fertilisasi merupakan penyatuan (fusi) antara gamet jantan (sperma) dan gamet betina
(telur) dan diikuti denga penyatuan inti (pronukleus) dari kedua gamet tersebut. Hasil fertilisasi
dikenal dengan zigot. Secara umum ada empat peristiwa utama selama fertilisasi, yaitu:
1. Kontak atau hubungan dan pengenalan antara sperma dan telur, yang dikenal dengan tahap
pengendalian kualitas, artinya sperma dan telur mesti dari spesies yang sama.
2. Pengaturan sperma memasuki telur, yang dikenal dengan tahap pengendalian kuantitas,
artinya hanya satu sperma yang dapat memasuki telur, dan sperma yang lain menjadi
musnah.
3. Penyatuan (fusi) material genetik antara yang dikandung sperma dan yang dikandung telur.
4. Proses pengaktifan (aktivasi) metabolisme telur untuk memulai perkembangan (Adnan,
2022 :56).
Pembahasan kita tentang fertilisasi ini mencakup: struktur sperma dan telur, interaksi
sperma dan telur sebelum fertilisasi, pengenalan jarak jauh antara sperma dan telur, penetrasi
telur oleh sperma, perubahan-perubahan pada sperma sebelum penetrasi, perubahan-perubahan
pada telur setelah dipenetrasi sperma.
Proses fertilisasi ini dijelaskan dalam surah al-Mu'minun ayat 13:

‫ث ُ َّم جع ۡل ٰنهُ نُ ۡطفةً فِ ۡى قر ٍار َّم ِك ۡي ٍن‬


Artinya:
Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim)
(QS. Al-Mu'minun: 13).
Ayat di atas menjelaskan bahwa tahap pertama pembentukan janin adalah nutfah.
Nutfah adalah proses pencampuran antara sel sperma dan sel telur yang dalam ayat tersebut
dinamakan air mani. Selain dijelaskan dalam Al-Qur'an, proses fertilisasi ini juga dijelaskan
dalam ilmu biologi. Ketika mengalami ovulasi, sel telur akan bergerak ke arah rahim tuba
fallopi. Kemudian, sel telur menetap di saluran tuba fallopi untuk siap dibuahi oleh sel sperma.
Sel sperma hasil ejakulasi yang masuk dalam vagina akan diseleksi oleh serviks. Sel sperma
yang tidak bagus tidak akan berhasil menembus serviks. Sperma yang berhasil menembus
serviks akan mengalami proses kapasitasi. Dalam proses kapasitasi, sel sperma akan bergerak
lebih aktif karena ion kalsiumnya mengalami peningkatan. Semakin dekat dengan sel telur,
antigen yang terdapat dalam permukaan sel sperma akan menghilang. Hal inilah yang membuat
sel telur terikat dengan sel sperma. Sel telur yang memiliki zona pellucida yang terlalu tebal

1
membuat sel sperma kesulitan mengikatnya, bahkan bisa tidak dapat terjadi pembuahan. Untuk
membuahi sel telur, sel sperma membutuhkan PH30 yang disebut fertilizin yang berfungsi
untuk meleburkan kedua membran pada sel telur dan sel sperma. Sehingga menyebabkan
masuknya sel sperma ke dalam sel telur (Demri, 2022 : 34).
A. Struktur Sperma dan Telur
1. Sperma.
Sperma pertama kali ditemukan oleh Antoni Van Leeuwenhoek pada tahun
1678. Dia menyebutnya hewan-hewan parasit yang hidup di dalam semen (cairan
mani), oleh karena itu diistilahkannya dengan spermatozoa atau hewan yang hidup di
dalam cairan mani. Setiap sperma mengandung inti (dengan kromosom haploid dan
sitoplasma, mempunyai sistem penggerak untuk memindahkan inti, dan mempunyai
enzim yang berperan untuk menghancurkan selubung telur sehingga inti sperma dapat
memasuki telur. Sebagian besar sitoplasma sperma telah dihilangkan selama tinggal
hanya organel-organel tertentu yang dimodifikasi sesuai dengan fungsinya,
sebagaimana telah dikemukakan pada wakt membahas spermiogenesis (spermatid
menjadi sperma) (Ernawati, 2022 ;55).

Gambar 1.1 Perubahan Spermatid Menjadi Sperma

Selama pematangan sperma, inti menjadi langsing (kurus) dan DNA-nya


menjadi memendek. Di atas inti terletak vesikula akrosom, yang diturunkan dari
kompleks Golgi, dan mengandung enzim- enzim yang mencernakan protein dan gula
komleks. Akrosom ini dapat dianggap sebagai lisosom yang mengalami modifikasi.

2
2. Ovum.
Telur mengandung kuning telur (yolk) yang berfungsi sebagai cadangan
makanan selama perkembangan. Sebagai contoh telur burung, merupakan sel tunggal
yang sangat besar, dan membesarnya telur ini karena terakumulasinya kuning telur di
dalam telur. Komponen tambahan yang terdapat pada telur sesuai kebutuhan dan
keberadaan telur, seperti telur ayam mempunyai cangkang sebagai pelindung dari
pengaruh lingkungan luar. Pada telur katak dan landak laut terdapat jelly yang juga
berfungsi sebagai pelindung. Pada telur mamalia terdapat lapisan kumulus ooforus,
korona radiata, dan zona pelusida (membran vitelin pada vertebtebrata lain dan
invertebrata) juga berfungsi sebagai pelindung. Volume telur berbeda-beda, tergantung
spesies, dan biasanya jauh lebih besar daripada sperma. Contoh lain adalah telur landak
laut (sea urchine), dengan volume telur sekitar 1,9 x 105 mikrometer kubik, lebih besar
10.000 kali dari volume sperma (Isnaeni, 2019 : 13).
B. Interaksi Sperma Dan Telur Sebelum Fertilisasi
Studi tentang interaksi antara sperma dan telur hanya dapat dilakukan di luar
saluran reproduksi betina atau fertilisasi eksternal, karena pengamatan terhadap fertilisasi
eksternal lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan fertilisasi internal, tapi dilakukan
secara in vitro. Permasalahan yang timbul pada fertilisasi internal, tapi dilakukan secara in
vitro adalah apakah kejadian-kejadian yang terjadi pada fertilisasi internal, terjadi secara
alami sama dengan kejadian-kejadian yang terjadi pada fertilisasi yang dilakukan secara
in vitro? Hal ini sulit dibuktikan secara tepat, karena fertilisasi internal yang terjadi secara
alami tidak mudah diamati. Oleh karena itu, para peneliti di bidang ini banyak
menggunakan hewan vertebrata air yang pembuahannya terjadi secara eksternal (di luar
saluran reproduksi).

1.2 Digram yang menunjukkan pengikatan spermatozoa landak laut oleh pertikel Fertilizin

3
Bagaimana interaksi antara sperma dan telur dapat terjadi sebelum fertilisasi?
Deuchar (1976) mengemukakan contoh pada hewan echinodermata dan moluska
(Mytelus) yang menunjukkan adanya interaksi sperma dan telur sebelum fertilisasi. Dia
mengemukakan bahwa ada interaksi kimia antara sperma dan telur. Zat kimianya
merupakan substasi aktif yang disekretkan oleh permukaan telur, yang disebut fertilizin
(berupa glikoprotein) Fertilizin ini mempunyai tiga fungsi:
1. Fertilizin meningkatkan motilitas sperma. Bila sperma dlepaskan ke dalam air dan
mencium Fertilizin, maka terjadi peningkatan aktivitas untuk mencapai telur.
2. Fertilizin menyebabkan sperma menggumpal atau mengalami glutinasi di sekitar telur,
sehingga meningkatkan perubahan terhadap permukaan telur, dengan kondisi demikian
maka hanya sperma tertentu yang dapat memasuki telur.
3. Fertilizin dapat peningkatkan kemampuan sperma, hal ini terbukti karena tanpa rtilizin
sperma tidak berhasil membuahi telur (Kimbal, 1983 : 134).
Diduga fertilizin disekretkan dari sejumlah mikrovilli permukaan telur, yang
merupakan juluran sitoplasma yang sangat kecil dan menembus jelly yang mengelilingi
telur. Pada landak laut sea urchine) ada juga substansi aktif lain yang berasal dari dalam
jely dan dikeluarkan ke dalam medium di sekitarnya. Paling sedikit 9 substansi yang telah
dikenal pada telur echinodermata (Arbacia), beberapa di antaranya cenderung
mengaktifkan fertilisasi, sedangkang lainnya mencegah fertilisasi. Substansi yang
mencegah fertilisasi berfungsi setelah satu sperma berhasil memasuki telur atau untuk
mencegah polispermi. Pada beberapa hewan, telur mengalami reaksi kortikal setelah satu
sperma berhasil membahi telur.

4
Gambar 1.3 Diagram yang menunjukkann urutan kejadian-kejadian pada reaksi akrosomal
Pada telur dihasilkan substansi kimia yang dikenal fertilizin sedangkan pada
spermanya dihasilkan pula substansi kimia dikenal dengan antifertilizin. Antara fertilizin
(sebagai antigen) dan antifertilizin (sebagai antibodi) terjadi reaksi yang menyerupai reaksi
antigen-antibod dan reaksi ini menyebabakan terjadinya reaksi akrosom (acrosomal
reaction) bagi sperma yang mempunyai akrosom. Reaksi akrosom adalah terbukanya
membran sebelah luar kepala sperma, sehingga mendedahkan akrosom dan mengeluarkan
isinya (berupa cairan). Cairan akrosom mengandung berbagai enzim yang dapat
menghancurkan selubung telur (Havis, 2009 : 34).

5
C. Penetrasi Sperma Ke Dalam Ovum.
Pada kebanyakan hewan, sperma dapat menembus telur pada beberapa tempat
dari permukaan telur, tetapi ada pengecualiannya. Di antara hewan vertebrata yang banyak
dipelajari secara detail tentang proses penetrasi sperma tersebut adalah amfibia dan
mamalia. Beberapa hal yang sudah diketahui adalah pada beberapa
pesies, mamalia, kepala sperma tidak memasuki sudut kanan permukaan telur, tetapi
menyentuh permukaan telur secara miring, sehingga membentuk suatu kantung pada
membran telur. Bedford (1972) telah menggambarkan secara detail kejadian-kejadian
selama fertilisasi pada kelinci secara in vitro. la mencatat bahwa 11-15 jam setelah kawin,
beberapa sperma telah mengalami reaksi akrosom dan sperma lain (yang sukses) sedang
menembus sel-sel corona radiata. Pada waktu sperma tertentu berhubungan dengan zona
pelusida, maka sperma melepaskan enzimnya, membran sebelah dalam akrosom terdedah
dan berhubungan dengan permukaaan zona pelusida. Selanjutnya kepala sperma mulai
menembus telur secara miring.
Pada penetrasi sperma ini akan merangsang sel telur untuk menyelesaikan
proses meiosis 2 yang nantinya akan menghasilkan tiga badan polar dan satu ovum.
1. Penetrasi sperma dan tahap penembusan korona radiata
Proses konsepsi berlangsung dengan dimulainya ovum yang dilepaskan pada
proses ovulasi, dimana sel ovum diliputi oleh korona radiata yang mengandung
persediaan nutrisi. Pada tahapan penembusan korona radiata spermatozoa akan
membuat jalan tembus pada masa cumulus oleh enzim hyaluronidase. Pada ovum
dijumpai inti dalam bentuk metaphase di tengah sitoplasma yang vitelus. Dalam
perjalanan, korona radiata makin berkurang pada zona pelusida. Oosit sekunder
mengeluarkan fertilizin untuk menarik sperma agar mendekati sel ovum. Sperma harus
menembus lapisan-lapisan yang mengelilingi oosit sekunder dengan cara mengeluarkan
enzim hialuronidase untuk melarutkan senyawa hialuronid pada korona
radiata. Kemudian sel sperma mengeluarkan akrosin untuk menghancurkan
glikoprotein pada zona pelusida dan anti fertilizin agar dapat melekat pada oosit
sekunder (Triyanti, 2022: 44).

6
Gambar 1.4 Sperma dan Bagiannya

Gambar 1.5 A Mikrograf elektron scanning sperma yang berikatan pada zona pelusida. B. Tiga fase
penetrasi oosit. Pada fase ke-I, spermatozoa menembus sawar korona radiata; pada fase ke-2, satu
spermatozoa atau lebih menembus zona pelusida; pada fase ke-3, satu spermatozoon menembus
membran oosit sambil kehilangan membran plasmanya sendiri. Inset menunjukkan spermatosit normal
dengan tudung kepala akrosom.
2. Penembusan zona pelusida
Zona pelusida adalah perisai glikoprotein yang mempertahankan pengikatan
sperma dan menginduksi reaksi kromosom. Setelah zona pellucida ini ditembus, sel

7
telur bereaksi dengan menghasilkan zat pemupukan dan aglutinasi sperma. Dari 200-
300 juta sperma di organ reproduksi, hanya satu yang berhasil menembus sel granulosit
korteks oosit sekunder. mengeluarkan senyawa tertentu. Hal ini terjadi agar sperma lain
tidak dapat memasuki zona pelusida. Selanjutnya, penetrasi sperma ke dalam sel telur
merangsang penyelesaian proses meiosis II, di mana tiga badan kutub dan sel telur
terbentuk. Hanya satu sperma yang telah mengalami kapasitasi yang dapat melewati
zona pelusida untuk membuahi sel telur. Ketika zona pelusida berubah, sperma lain
tidak dapat melewati sel telur. Saat sperma memasuki oosit sekunder, nukleus atau inti
kepala sperma membesar dan ekor sperma hancur. Dalam reaksi kortikal ini, terjadi
perubahan struktur glikoprotein zona pellucida (mirip dengan membran vitelline telur
katak dan bulu babi), yang mencegah sperma lain memasuki sel telur. Protease yang
dikeluarkan oleh granula kortikal juga dapat mencegah spermatozoa lain berikatan
dengan zona pelusida. Reaksi ini disebut reaksi zona pelusida.
3. Penggabungan inti
Selain itu terjadi peleburan inti sperma yang mengandung 23 kromosom dengan
inti sel telur yang mengandung 23 kromosom. Sperma melewati membran sel telur dan
mencapai inti sel telur. Perlu diketahui bahwa sperma dan sel telur masing-masing
memiliki 23 kromosom (haploid). Pada akhir penetrasi, sperma masuk ke dalam ovum,
artinya sperma menempel atau melekat pada permukaan ovum.

Gambar 1.6 Penggabungan Inti


Selama fusi, setiap pronukleus mensintesis DNA. Segera setelah sintesis DNA,
kromosom ditempatkan pada gelendong untuk menjalani pembelahan mitosis yang
normal. Dua puluh tiga kromosom dari ibu dan dua puluh tiga kromosom dari ayah
tersebar di sepanjang sentromer. Kromatid berpasangan bergerak ke kutub yang
berlawanan untuk membentuk zigot, masing-masing dengan jumlah kromosom normal.
Hasil pembuahan atau fertilisasi ditandai dengan terbentuknya zigot. Ketika sperma
membuahi sel telur, sel yang dihasilkan disebut zigot. Zigot kemudian mengalami
pembelahan yang disebut blastomer, yang kemudian menjadi morula dan blastokista.

8
Kehamilan terjadi di ampullary tuba falopi, bagian terluas yang dindingnya penuh
tuberkel dan ditutupi sel bersilia. Di umbi tuba falopi, oosit memiliki umur terpanjang.
Telur siap untuk pembuahan setelah 12 jam dan hidup selama 8 jam. Sperma harus
membuahi sel telur. Walaupun sel sperma diproduksi dalam jumlah yang cukup
dibandingkan sel telur, namun sperma tidak dapat membuahi saat ejakulasi. Sperma
harus terlebih dahulu mengalami perubahan fisiologis yang dikenal dengan perubahan
kapasitasi dan morfologi, atau reaksi akrosom. Kedua peristiwa tersebut terjadi pada
saluran reproduksi wanita, dengan jumlah akhir menjadi satu sperma karena satu sperma
membuahi satu sel telur. Telur mengandung zat kimia yang disebut fertilsin, sedangkan
sperma juga menghasilkan zat kimia yang disebut fertilsin. Reaksi yang mirip dengan
reaksi antigen-antibodi terjadi antara fertilisin (sebagai antigen) dan antifertilisin
(sebagai antibodi). Reaksi ini menyebabkan reaksi akrosom pada sperma. Pada reaksi
akrosom ini, selaput luar kepala sperma terbuka dan memperlihatkan akrosom serta
menyembunyikan cairan di dalamnya (Mulyanti, 2018 : 56).
Cairan akrosom mengandung berbagai enzim yang dapat merusak cangkang
telur, yang terpenting adalah:
a. Hyaluronidase, yang menghancurkan Cumulus oophorus (massa sel di lapisan atas
korna radiata).
b. Enzim penembus korona, yang menghancurkan corona radiata (lapisan sel folikel
pada zona pelusida yang ada).
c. akrosin, yang tugasnya menghancurkan zona pelusida (Muhammad, 2021: 5-8).
Hasil utama pembuahan atau fertilisasi adalah sebagai berikut:
1. Pemulihan jumlah kromosom diploid, separuh ayah dan separuh ibu. Oleh karena itu,
zigot mengandung kombinasi kromosom baru yang berbeda dari kedua induknya.
2. Menentukan jenis kelamin spesimen baru. Sperma kromosom X menghasilkan embrio
perempuan (XX) dan sperma kromosom Y menghasilkan embrio laki-laki (XY). Oleh
karena itu, jenis kelamin kromosom embrio ditentukan saat pembuahan.
3. Mulai berbagi. Tanpa pembuahan, sel telur biasanya merosot 2 jam setelah ovulasi
(Rima, 2021).
D. Penyelesaian Periode Pemasakan Sel Telur
Di dalam ovarium terjadi proses pembentukan sel telur, atau proses pematangan
sel telur (ovula). Telur dalam tubuh wanita berada di dalam rahim dari 8 hingga 20 minggu.
Ada sekitar 600.000 sel oogonium di ovarium embrio. Oogonia, atau sel induk telur,
kemudian berkembang biak dengan mitosis (pembelahan) hingga jumlahnya mencapai
9
lebih dari 7 juta oosit primer. Berbagai tahapan oogenesis, yang merupakan awal
pembentukan telur dalam sistem reproduksi wanita, adalah:
1. Fase Pembelahan. Tahap pertama oogenesis adalah pembelahan sel, di mana dua gamet
identik terbentuk, atau disebut mitosis. Proses oogenesis dimulai saat wanita masih
dalam kandungan. Sel-sel ini kemudian membelah diri (mitosis) membentuk jutaan
oogonium atau sel punca telur (oogonium). Selain mitosis, ada juga meiosis, yang
melibatkan pembelahan sel untuk menghasilkan empat gamet, dengan setiap induk sel
memiliki setengah dari kromosom. Duplikasi terjadi selama perkembangan janin. Saat
lahir, terdapat kurang lebih 7 juta oogonia yang berada dalam profase dan membentuk
oosit I (oosit primer).
2. Fase Perkembangan. Tahap selanjutnya adalah tahap pengembangan. Pada tahap ini,
dalam proses oogenesis pembelahan pertama oosit, terjadi perkembangan sitoplasma
yang tidak seimbang. Hal ini menyebabkan sel telur memiliki banyak sitoplasma,
sementara yang lain tidak. Ukurannya juga berbeda, oosit dengan sitoplasma melimpah
lebih besar dibandingkan dengan oosit tanpa sitoplasma. Sebaliknya, oosit berukuran
kecil disebut badan kutub pertama. Perkembangan sel telur selama proses oogenesis
berlangsung di folikel ovarium Proses oogenesis dimulai saat wanita masih dalam
kandungan. Namun proses tersebut berhenti hingga bayi lahir. Pada anak perempuan,
proses oogenesis baru berlanjut setelah pubertas. Wanita sudah memiliki hingga
200.000 hingga 2.000.000 telur saat lahir, tetapi hanya sekitar 0.000 yang tersisa saat
pubertas. Dari 0.000 telur, hanya 00 yang matang atau berkembang sempurna. Setiap
bulan setelah pubertas, satu ovarium melepaskan sel telur yang matang. Proses ini
disebut ovulasi. Sekitar sebulan setelah pubertas, sel telur yang matang dilepaskan dari
satu ovarium. Proses ini disebut ovulasi. Setelah sekitar 00 siklus, ovulasi berhenti dan
wanita tersebut tidak lagi menstruasi. Kondisi ini disebut menopause. Menopause
biasanya dimulai antara usia 6 dan 5 tahun. Wanita yang sudah mengalami menopause
tidak bisa lagi memiliki anak (
3. Fase Pematangan. Pada langkah selanjutnya, sel telur yang lebih besar mengalami
pembelahan sel telur lainnya, yang menghasilkan oosit. Tidak hanya itu, telur kecil atau
badan kutub pertama juga terbagi menjadi dua bagian yang disebut badan kutub kedua.
Kemudian sel telur bertemu dengan sperma dan berkembang menjadi sel telur. Ovulasi
terjadi ketika sel telur mencapai perkembangan oosit. Setelah pembuahan, sel telur
mengalami tahap akhir ini dan menjadi telur (telur).

10
Gambar 1.7 Penyelesaian Periode Pemasakan Telur
Urutan perubahan yang terjadi pada tahapan oogenesis: Oogonium → oosit primer → oosit
sekunder + badan polar primer → ootid + 3 badan polar sekunder → ovum.
E. Peleburan Pronuleus Gamet Jantan dan Betina
Gamet adalah sel reproduksi haploid yang dihasilkan oleh reproduksi seksual.
Penyatuan gamet jantan (sperma) dengan gamet betina (sel telur) disebut pembuahan dan
menghasilkan zigot diploid. Pemupukan terjadi terutama dalam dua tahap, yang pertama
adalah "reaksi akrosom" dan yang kedua adalah "reaksi kortikal". Ketika sperma
memasuki sistem reproduksi wanita, ia bergerak ke tuba falopi menuju sel telur. Setelah
mencapai oosit, ia menerima sinyal dari oosit, dan dengan demikian enzim pencernaan
dilepaskan dari akrosom sperma, yang membantu sperma menembus zona pelusida dan
menyatu dengan membran oosit. Dalam reaksi kortikal, sel sperma adalah yang pertama
berinteraksi dan menyatu dengan membran plasma oosit. Fertilisasi adalah penyatuan atau
penyatuan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (telur), diikuti dengan peleburan inti
kedua gamet (pronukleus). Hasil pembuahan dikenal sebagai zigot. Selama pembuahan,
fusi terjadi antara inti gamet jantan dan inti gamet betina, menghasilkan pencampuran
karakteristik yang diwariskan, karakteristik paternal dan maternal, dari mana individu baru
berkembang.

11
Gambar 1.8 Fertilisasi
Pemupukan adalah proses yang kompleks di mana sperma motil menembus
lapisan pelindung telur, inti sperma menyatu dengan sitoplasma telur, dan akhirnya dua sel
progenitor menyatu (masing-masing inti sel benih disebut pronukleus sebelum fusi) untuk
menghasilkan satu. nukleus yang diploid. Setiap spesies hewan memiliki pembuahan
spesifiknya dan tetap di sana tidak berubah. Tempat pembuahan adalah:
1. Saluran telur posterior (saluran telur, tuba): urodela, gymnophiona dan beberapa
Anura.
2. Saluran telur anterior: Reptilia, Aves, Elasmobranchii, Mammalia.
3. Di rongga perut, antara ovarium dan infundibulum: beberapa Urodela dan beberapa
Aves.
4. Pada folikel ovarium: beberapa Teleost (misalnya gabus).
5. Di dalam kantung telur jantan: tangkur kuda dan tangkur buaya (Salder, 2012 : 45)
F. Amfimiksis Kromosom Paternal dan Maternal
Pembuahan sel telur oleh inti sperma disebut amfimiksis. Amfikmiksi ini adalah
pembentukan dan peleburan pronukleus jantan (dekondensasi) dan (betina haploid monad)
atau peleburan materi genetik paternal dan maternal.

12
Gambar 1.9 Proses Fertilisasi
G. Kelainan Pada Fertilisasi
1. Impotensi adalah ketidakmampuan penis untuk ereksi secara memadai untuk
memungkinkan penetrasi selama hubungan seksual.
2. Infertilitas Didefinisikan sebagai hilangnya kemampuan untuk hamil dan melahirkan.
Kondisi ini tidak sama dengan infertilitas, yaitu ketidakmampuan mutlak dan tidak
dapat diubah untuk hamil. Infertilitas secara klinis dicurigai pada pasangan jika tidak
ada kehamilan setelah hubungan seksual berulang dan tidak ada kontrasepsi yang
digunakan selama 12 bulan. Beberapa faktor berkontribusi terhadap infertilitas.
Penyakit yang hanya menyerang wanita merupakan setengah dari pasangan tidak subur
dan pria hanya sepertiganya. Sekitar 10% pasangan mengalami gangguan pada sisi pria
dan wanita. 10-15% pasangan memiliki penyebab infertilitas yang tidak diketahui atau
hamil selama penelitian.
3. Gangguan Ovulasi Penyebab utama infertilitas pada wanita akibat gangguan ovulasi
adalah kegagalan ovulasi atau dalam beberapa kasus tidak adanya ovulasi. Gangguan
yang menyebabkan oligoovulasi atau anovulasi juga menyebabkan amenore (lihat Bab
30) dan dibagi menjadi tiga kelompok: gangguan hipotalamus, gangguan hipofisis, dan
gangguan ovarium.
4. Abnormalitas Anatomi Wanita Penyakit tuba falopi biasanya disebabkan oleh jaringan
parut yang meradang di tuba falopi. Peradangan ini dapat disebabkan oleh penyakit
radang panggul (PID), usus buntu yang pecah, aborsi septik, pasca operasi dan
terkadang penggunaan alat kontrasepsi. Tempat yang paling umum dari obstruksi tuba
adalah ujung fimbria distal dari tuba, biasanya karena adhesi pelvis dan dapat terjadi

13
pada 20% wanita pada pasangan infertil. Obstruksi akibat pembedahan ditujukan untuk
sterilisasi.
5. Faktor Pria Varikokel adalah pembesaran pleksus vena berbentuk pompa yang
membawa darah ke skrotum. Varikokel dapat menurunkan kualitas sperma pada
beberapa pria, dan varikokel dapat meningkatkan kualitas sperma. Efek dari koreksi
ini pada fertilitas masih belum jelas. Varikokel dapat memengaruhi kualitas sperma
dengan memaparkan testis pada suhu yang lebih tinggi dari suhu normal pada pria
tanpa varikokel atau dengan memaparkan testis pada konsentrasi zat gonadotoksik
yang sangat tinggi. Kedua efek tersebut tampaknya disebabkan oleh testis yang
menderita aliran vena yang berkurang.
6. Penyakit Implantasi Penyakit Implantasi termasuk sekelompok penyakit endometrium
dan embriologis yang memicu hubungan kompleks antara penyakit-penyakit ini pada
fase awal pascakonsepsi. Defisiensi fase luteal (LPD) adalah gangguan endometrium
yang banyak dibahas yang secara langsung dapat mempengaruhi implantasi. LPD
menggambarkan serangkaian tanda pematangan endometrium yang mengarah pada
kesuburan dan keguguran berulang. Pada LPD etiologi ovarium, perkembangan folikel
dan ovulasi yang abnormal menyebabkan produksi progesteron relatif berkurang.
(Adnan, 2022).

14
KESIMPULAN

Dengan setiap siklus ovarium, sejumlah folikel primer mulai tumbuh, tetapi biasanya
hanya satu yang mencapai kematangan penuh, dan hanya satu oosit yang keluar saat ovulasi.
Saat ovulasi, oosit berada dalam tahap metafase pembelahan meiosis kedua dan dikelilingi oleh
zona pelusida dan beberapa sel granulosa. Tindakan penyapuan fimbria tuba membawa oosit
ke dalam tuba uterina. Sebelum spermatozoa dapat membuahi oosit, mereka harus menjalani
(a) kapasitasi, selama waktu itu selubung glikoprotein dan protein plasma mani ea dikeluarkan
dari kepala spermatozoa, dan (b) reaksi akrosom, selama itu akrosin dan zat mirip tripsin
dilepaskan untuk menembus zona pelusida. Selama pembuahan, spermatozoa harus menembus
(a) korona radiata, (b) zona pelusida, dan (c) membran sel oosit. Begitu spermatosit memasuki
oosit. (a) oosit menyelesaikan pembelahan meiosis keduanya dan membentuk pronukleus
betina; (b) zona pelusida menjadi tidak dapat ditembus oleh spermatozoa lain, dan (c) kepala
sperma terpisah dari ekor, membengkak, dan membentuk pronukleus jantan. Setelah kedua
pronukleus mereplikasi DNA mereka, kromosom paternal dan maternal berbaur, membelah
secara longitudinal, dan melalui pembelahan mitosis, sehingga menimbulkan tahap dua sel
Hasil pembuahan adalah (a) pemulihan jumlah kromosom diploid, (b) penentuan
jenis kelamin kromosom, dan (c) inisiasi pembelahan. Pembelahan adalah serangkaian
pembelahan mitosis yang menghasilkan peningkatan sel. blastomer, yang menjadi lebih kecil
dengan setiap divisi. Setelah tiga divisi. Blastomer mengalami pemadatan menjadi bola sel
yang berkelompok rapat dengan lapisan dalam dan luar blastomer yang dipadatkan membelah
membentuk morula 16 sel. Saat morula memasuki rahim pada hari ketiga atau keempat setelah
pembuahan, rongga mulai muncul, dan blastokista terbentuk. Massa sel bagian dalam, yang
terbentuk pada saat pemadatan dan akan berkembang menjadi embrio sebenarnya berada di
salah satu kutub blastokista. Massa sel luar, yang mengelilingi sel dalam dan rongga
blastokista, akan membentuk trofoblas
Rahim pada saat implantasi berada dalam fase sekretori, dan blastokista
berimplantasi di endometrium sepanjang dinding anterior atau posterior. Jika pembuahan tidak
terjadi, maka fase menstruasi dimulai dan lapisan endometrium yang kenyal dan padat terlepas.
Lapisan basal tetap meregenerasi lapisan lain selama siklus berikutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2022. Perkembangan Hewan (Embriogenesis) Jilid 1. NTB : Pusat Pengembangan


Pendidikan dan Penelitian Indonesia
Demri triyanti. Dkk. 2022. Ilmu kebidanan . Bandung: Media Sains Indonesia
Ernawati, Desi Tri Cahyanti, Nurfantri Dkk. 2022. Biologi Dasar Dan Biologi Perkembangan.
Malang : Penerbit Rena Cipta Mandiri
Isnaeni Wiwi. 2019. Fisiologi Hewan Edisi Revisi. Yogyakarta: PT Kanisius
Kimball, John W. 1983. Biologi Jilid 2 Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
M. Havis. 2009. Biologi perkembangan hewan jilid 1.Padang: Universitas Negeri Padang Press
Muhammad, Surawan. 2021. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Gramedia

Mulyanti Yuli. 2018. Asuhan Keperawatan Prenatal Dengan Pendekatan Neurosains. Malang
: Penerbit Wineka Media
Rima Wirenviona, A.A.I.D Cinthya Riris dan Dkk. 2021. Kesehatan Reproduksi dan Tumbuh
Kembang Janin sampai Lansia pada Perempuan. Jawa Timur: Airlangga University
Press
Sadler. 2012. L A N G M A N Embriologi Kedokteran Edisi 12. Cina : Perpustakaan Nasional:
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Triyanti, Dempi., dkk. 2022. Ilmu Kebidanan (Konsep, Teori, dan Isu). Jakarta: Gramedia

16
LAMPIRAN

17
18

Anda mungkin juga menyukai