Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Reproduksi merupakan suatu proses perkembangbiakan pada hewan yang
diawali dengan bersatunya sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) sehingga
terbentuk zigot kemudian embrio hingga fetus dan diakhiri dengan apa yang
disebut dengan kelahiran. Pada proses reproduksi ini menyangkut hewan betina
dan jantan.
Secara umum, proses reproduksi ini melibatkan dua hal yakni, sel telur
atau yang biasa disebut dengan ovum dan sel mani atau yang biasanya disebut
dengan sperma. Ovum sendiri dihasilkan olah ternak betina melalui proses
ovulasi setelah melalui beberapa tahap perkembangan folikel (secara umum
disebut dengan proses oogenesis yakni proses pembentukan sel telur atau
ovum), sedangkan sperma diproduksi oleh hewan jantan melalui proses
spermatogenesis (proses pembentukansel gamet jantan atau sperma yang
terjadi di dalam testis tepatnya pada tubulus seminiferus). Selain kedua hal
tersebut diatas, terdapat beberapa hal yang juga mempunyai peranan penting
dalam terbentuknya sebuah proses reproduksi yang baik. Hal tersebut adalah
organ reproduksi pada hewan jantan dan betina itu sendiri, karena hal inilah
yang nantinya dapat mempengaruhi produksi ovum dan sperma. Selain itu,
proses estrus (masa keinginan kawin), ovulasi, dan fertilisasi (proses
bertemunya sel gamet jantan dan sel gamet betina) juga sangat berperan dalam
proses reproduksi.
Vertebrata merupakan kelompok hewan yang memiliki penyokong tubuh
bagian belakang (dorsal) dalam wujud sederhana atau dalam wujud tulang
belakang. Reproduksi vertebrata pada umumnya sama, tetapi karena tempat
hidup, perkembangan anatomi, dan cara hidup yang berbeda menyebabkan
adanya perbedaan pada proses fertilisasi.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Fertilisasi?
2. Apa saja jenis-jenis dari Fertilisasi?
3. Bagaimana tahapan-tahapan Fertilisasi pada hewan vertebrata?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Fertilisasi?
5. Apa saja permasalahan yang terjadi pada Fertilisasi hewan vertebrata?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Embriologi semester VI
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian Fertilisasi
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis Fertilisasi
c. Agar mahasiswa dapat mengetahui tahapan-tahapan Fertilisasi pada
hewan vertebrata
d. Agar mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
Fertilisasi
e. Agar mahasiswa dapat mengetahui permasalahan yang terjadi dalam
Fertilisasi pada hewan vertebrata

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fertilisasi
Fertilisasi adalah proses penyatuan ovum (sel telur) dengan spermatozoa,
dimana proses ini merupakan tahap awal pembentukan embrio. Fertilisasi
merupakan suatu proses yang sangat penting dan merupakan titik puncak dari
serangkaian proses yang terjadi sebelumnya. Fertilisasi diawali dengan
proses pembentukan gamet yang disebut dengan gametogenesis, yaitu proses
pembentukan spermatozoa (spermatogenesis) pada jantan dan pembentukan
ovum (oogenesis) pada betina. Spermatogenensis berlangsung di dalam testis
pada bagian tubulus seminiferus, sedangkan oogenesis berlangsung di dalam
ovarium (Puja, 2010).
Fertilisasi (pembuahan), proses penyatuan gamet pria dan wanita, terjadi
di daerah ampula tuba uterina. Daerah ini merupakan tempat terluas tuba dan
dekat dengan ovarium. Spermatozoa dapat tetap hidup di dalam saluran
reproduksi wanita selama beberapa hari (Sadler, 2012: 32).
Fertilisasi memiliki beberapa fungsi utama yaitu:
1. Fungsi reproduksi
Fertilisaasi memungkinkan perpindahan unsur-unsur genetik. Jika pada
gametogenesis terjadi reduksi unsur genetik, maka pada proses reproduksi
ini akan mengalami pemisahan genetik menjadi n. Setelah terjadi
peleburan anatara sel jantan dan betina akan membentuk 2n.
2. Fungsi perkembangan
Fertilisasi menyebabkan rangsangan pada sel telur untuk menyelesaikan
proses meiosisnya. Peleburan sel jantan dan betina akan membentuk zigot
yang akan berkembang menjadi embrio, fetus, lahir, dan dewasa. Jika
fertilisasi tidak terjadi maka sel telur akan bertahan pada tahapan metafase
II yang akan berdegradasi tanpa mengalami proses perkembangan
selanjutnya.

3
B. Jenis-jenis Fertilisasi
Ada dua jenis fertilisasi yaitu fertilisasi eksternal (di luar tubuh) dan
fertilisasi internal (di dalam tubuh).
1. Fertilisasi eksternal (di luar tubuh)
Fertilisasi eksternal adalah proses pembuahan ovum oleh sperma
terjadi di luar tubuh organisme betinanya, proses ini dapat ditemui pada
golongan ikan dan katak. Pembuahan di luar tubuh (Fertilisasi Eksternal)
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Pembuahan luar (Fertilisasi Eksternal) secara acak, yaitu peristiwa
pengeluaran sperma dan sel telur oleh hewan jantan dan betina secara
bersamaan di sembarang tempat dalam air. Contoh: katak dan ikan.

Gambar
1. Fertilisasi
Eksternal Secara Acak
b. Pembuahan luar (Fertilisasi Eksternal) dalam sarang, sperma dan sel
telur disimpan di dalam sarang atau cekungan.

Gambar 2. Fertilisasi Eksternal Secara dalam Sarang


2. Fertilisasi internal (di dalam tubuh)
Fertilisasi internal adalah proses pembuahan ovum oleh sperma,
terjadi di dalam tubuh organisme betinanya, sehingga lebih aman dari

4
gangguan faktor luar, tersimpan di dalam rahim organisme betinanya. Hal
ini dapat terjadi karena adanya peristiwa kopulasi, yaitu masuknya alat
kelamin jantan ke dalam alat kelamin betina. Fertilisasi internal terjadi
pada hewan yang hidup di darat (terestrial), misalnya hewan dari
kelompok reptil, aves dan mamalia.

Gambar 3. Fertilisasi
Internal
Setelah fertilisasi internal, ada tiga cara perkembangan embrio dan
kelahiran keturunannya, yaitu dengan cara ovipar, vivipar dan ovovivipar.
a. Ovipar (Bertelur)
Ovipar merupakan embrio yang berkembang dalam telur dan
dilindungi oleh cangkang. Embrio mendapat makanan dari cadangan
makanan yang ada di dalam telur. Telur dikeluarkan dari tubuh induk
betina lalu dierami hingga menetas menjadi anak. Ovipar terjadi pada
burung dan beberapa jenis reptil.  
b. Vivipar (Beranak)
Vivipar merupakan embrio yang berkembang dan mendapatkan
makanan dari dalam uterus (rahim) induk betina. Setelah anak siap
untuk dilahirkan, anak akan dikeluarkan dari vagina induk betinanya.
Contoh hewan vivipar adalah kelompok mamalia (hewan yang
menyusui), misalnya kelinci dan kucing.
c. Ovovivipar (Bertelur dan beranak)
Ovovivipar merupakan embrio yang berkembang di dalam telur,
tetapi telur tersebut masih tersimpan di dalam tubuh induk betina.
Embrio mendapat makanan dari cadangan makanan yang berada di

5
dalam telur. Setelah cukup umur, telur akan pecah di dalam tubuh
induknya dan anak akan keluar dari vagina induk betinanya. Contoh
hewan ovovivipar adalah kelompok reptil (kadal) dan ikan hiu.

C. Tahap-Tahap Fertilisasi pada Hewan Vertebrata


1. Pada hewan kelas atas (Mamalia)
Menurut Haryono (2008), tahapan-tahapan yang terjadi pada fertilisasi
adalah sebagai berikut :
a. Kapasitasi Spermatozoa dan Pematangan Spermatozoa.
Kapasitasi Spermatozoa merupakan tahapan awal sebelum fertilisasi.
Sperma yang dikeluarkan dalam tubuh (fresh ejaculate) belum dapat
dikatakan fertil atau dapat membuahi ovum apabila belum terjadi proses
kapasitasi. Proses ini ditandai pula dengan adanya perubahan protein
pada seminal plasma, reorganisasi lipid dan protein membran plasma,
Influx Ca, AMP meningkat, dan pH intrasel menurun.
b. Perlekatan spermatozoa dengan Zona Pelucida
Zona pelucida merupakan zona terluar dalam ovum. Syarat agar
sperma dapat menempel pada zona pelucida adalah jumlah kromosom
harus sama, baik sperma maupun ovum, karena hal ini menunjukkan
salah satu ciri apabila keduanya adalah individu yang sejenis. Perlekatan
sperma dan ovum dipengaruhi adanya reseptor pada sperma yaitu berupa
protein. Sementara itu suatu glikoprotein pada zona pelucida berfungsi
seperti reseptor sperma yaitu menstimulasi fusi membran plasma dengan
membran akrosom (kepala anterior sperma) luar. Sehingga terjadi
interaksi antara reseptor dan ligand. Hal ini terjadi pada spesies yang
spesifik.
c. Reaksi Akrosom
Reaksi tersebut terjadi sebelum sperma masuk ke dalam ovum. Reaksi
akrosom terjadi pada pangkal akrosom, karena pada lisosom anterior
kepala sperma terdapat enzim digesti yang berfungsi penetrasi zona
pelucida. Mekanismenya adalah reseptor pada sperma akan membuat

6
lisosom dan inti keluar sehingga akan merusak zona pelucida. Reaksi
tersebut menjadikan akrosom sperma hilang sehingga fusi sperma dan
zona pelucida sukses.
d. Penetrasi Zona Pelucida.
Setelah reaksi akrosom, proses selanjutnya adalah penetrasi zona
pelucida yaitu proses dimana sperma menembus zona pelucida. Hal ini
ditandai dengan adanya jembatan dan membentuk protein actin,
kemudian inti sperma dapat masuk. Hal yang mempengaruhi
keberhasilan proses ini adalah kekuatan ekor sperma (motilitas), dan
kombinasi enzim akrosomal.
e. Bertemunya Sperma dan Oosit
Apabila sperma telah berhasil menembus zona pelucida, sperma akan
menenempel pada membran oosit. Penempelan ini terjadi pada bagian
posterior (post-acrosomal) di kepala sperma yang mengandung actin.
Molekul sperma yang berperan dalam proses tersebut adalah berupa
glikoprotein, yang terdiri dari protein fertelin. Protein tersebut berfungsi
untuk mengikat membran plasma oosit (membran fitelin), sehingga akan
menginduksi terjadinya fusi.
f. Aktivasi Ovum Sebelum Sperma Bertemu Oosit
Ovum pada kondisi metafase sebelum bertemu dengan sperma harus
diaktifkan terlebih dahulu. Faktor yang berpengaruh karena adanya
aktivasi ovum adalah konsentrasi Ca, kelengkapan meiosis II, dan
Cortical Reaction, yaitu reaksi yang terjadi pada ovum, eksosotosis, dan
granula pendek setelah fusi antara sperma dan oosit.
g. Reaksi Zona untuk Menghadapi Sperma yang Masuk Setelah Penetrasi
Reaksi ini dikatalisis oleh protease yaitu mengubah struktur zona
pelucida supaya dapat memblok sperma. Protein protease akan membuat
zona pelucida mengeras dan menghambat sperma lain yang masuk zona
pelucida. Melalui proses inilah ovum menyeleksi sperma dan hanya satu
sperma yang masuk dalam ovum. Sehingga apabila sudah ada satu
sperma yang masuk, dengan sendirinya ovum akan memblok sperma lain

7
yang ingin masuk dalam ovum. Akan tetapi apabila ovum tidak dapat
memblok sperma lain yang masuk, maka sperma yang masuk akan lebih
dari satu. Hal ini menyebabkan rusaknya reseptor sperma dan kondisinya
menjadi toxic sehingga akan terjadi gagal embrio. Keadaan seperti ini
dinamakan Polyspermy.
2. Pada hewan kelas bawah (Pisces)
Menurut Sugiri (1984), berikut ini tahap - tahap dari proses fertilisasi dari
pisces :
a. Proses awal (Pematangan)
Proses awal / pematangan fertilisasi didahului dengan pematangan sel-
sel telur pada betina dan sel-sel sperma dalam testis pada jantan.
Pematangan ini sebelumnya terjadi melalui tahap oogrnesis pada sel telur
betina dan tahap spermatogenesis pada sel sperma jantan.
b. Proses penetrasi (Proses pembuahan sel telur oleh sel sperma)
Pada saat kawin atau (spawning) pada ikan berlaku secara
alamiah/insting. Pada ikan yang pembuahannya secara eksternal, ikan
betina tidak mengeluarkan telur yang bercangkang, namun mengeluarkan
ovum yang tidak akan berkembang lebih lanjut apabila tidak dibuahi oleh
sperma. Ovum tersebut dikeluarkan dari ovarium melalui oviduk dan
dikeluarkan melalui kloaka. Saat akan bertelur, ikan betina mencari
tempat yang rimbun oleh tumbuhan air atau diantara bebatuan di dalam
air. Bersamaan dengan itu, ikan jantan juga mengeluarkan sperma dar
testis yang disalurkan melalui saluran urogenital (saluran kemih
sekaligus saluran sperma) dan keluar melalui kloaka, sehingga terjadi
fertilisasi di dalam air (fertilisasi eksternal). Peristiwa ini terus
berlangsung sampai ratusan ovum yang dibuahi melekat pada tumbuhan
air atau pada celah batuan.

8
Gambar 4. Proses Fertilisasi Eksternal pada Pisces

c. Proses penggabungan inti sel telur dan inti sel sperma


Proses penggabungan inti sel telur betina dan inti sel sperma jantan
pada pisces terjadi di dalam air. Dimana dari penggabungan inti sel telur
betina dan inti sel sperma jantan akan menghasilkan Zygot.

Gambar 5. Penggabungan inti sel telur dan inti sel sperma

d. Proses embriogenesis
Setelah terbentuk zygot tahap selanjutnya yaitu proses embriogenesis.
Proses embriogenesis terbagi menjadi tiga tahap :
1) Progenase
Pada fase ini zigot mengalami pembelahan berkali-kali.
Pembelahan sel dimulai dari satu menjadi dua, dua menjadi empat,
dan seterusnya. Pada saat pembelahan sel terjadi pembelahan yang
tidak bersamaan. Pembelahan yang cepat terjadi pada bagian vertikal
yang memiliki kutub fungsional atau kutub hewan (animal pole) dan
kutub vegetatif (vegetal pole). Antara dua kutub ini dibatasi oleh

9
daerah sabit kelabu. Setelah pembelahan terjadi pada bagian vertikal,
kemudian dilanjutkan dengan bagian horizontal yang membelah
secara aktif sampai terbentuk 8 sel. Pembelahan sel berlanjut sampai
terbentuk 16-64 sel. Embrio yang terdiri dari 16-64 sel inilah yang
disebut morula.
2) Embriogenase
Embriogenase merupakan proses perkembangan zygot dan
pembelahan zygot meliputi blastulasi, gastrulasi, dan neurolasi.
3) Organogenase
Organogenase merupakan proses perkembangan alat-alat tubuh
seperti jantung, paru-paru, ginjal, otak dan sebagainya.
Selanjutnya telur-telur ini akan menetas. Anak ikan yang baru
menetas akan mendapat makanan pertamanya dari sisa kuning
telurnya, yang tampak seperti gumpalan di dalam perutnya yang masih
jernih.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi Fertilisasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi fertilisasi pisces antara lain spesies,
ukuran, dan umur. Secara umum ikan-ikan yang mempunyai ukuran
maksimum kecil dan jangka waktu hidup yang relatif pendek, akan mencapai
kematangan kematangan seksual lebih cepat dibandingkan ikan yang
mempunyai ukuran maksimum lebih besar. Ada beberapa hal yang
mendukung berlangsungnya pembuahan yaitu spermatozoa yang tadinya
tidak bergerak dalam cairan plasmanya, akan bergerak setelah bersentuhan
dengan air dan dengan bantuan ekornya, bergerak ke arah telur. Selain itu,
telur mengeluarkan zat ginogamon yang berperan menarik spermatozoa ke
arahnya.
Menurut Ashar (2012: 5-6), faktor-faktor penyebab kegagalan fertilisasi
pada hewan ataupun manusia adalah sebagai berikut:
1. Pada Jantan

10
Sperma yang abnormal Sperma yang mempunyai bentuk abnormal
menyebabkan kehilangan kemampuan untuk membuahi sel telur di dalam
tuba falopii. Kasus kegagalan proses pembuahan karena sperma yang
bentuknya abnormal mencapai 24-39% pada sapi induk yang menderita
kawin berulang dan 12-13% pada sapi dara yang menderita kawin
berulang.
2. Pada Betina
a. Kelainan Anatomi Saluran Reproduksi
Kelainan anatomi dapat bersifat genetik dan non genetik. Kelainan
anatomi saluran reproduksi ini ada yang mudah diketahui secara klinis
dan ada yang sulit diketahui, yaitu seperti : tersumbatnya tuba falopi.
Adanya adhesi antara ovarium dengan bursa ovarium. Lingkungan
dalam uterus yang kurang baik. Fungsi yang menurun dari saluran
reproduksi. Meskipun kegagalan pembuahan terjadi pada hewan betina
namun faktor penyebab juga terjadi pada hewan jantan atau dapat
disebabkan karena faktor manajemen yang kurang baik.
b. Kelainan Ovulasi
Kelainan ovulasi dapat menyebabkan kegagalan pembuahan
sehingga akan menghasilkan sel telur yang belum cukup dewasa
sehingga tidak mampu dibuahi oleh sperma dan menghasilkan embrio
yang tidak sempurna. Kelainan ovulasi dapat disebabkan oleh
kegagalan ovulasi karena adanya gangguan hormon dimana karena
kekurangan atau kegagalan pelepasan LH. Kegagalan ovulasi dapat
disebabkan oleh endokrin yang tidak berfungsi sehingga mengakibatkan
perkembangan kista folikuler. Ovulasi yang tertunda (delayed
ovulation). Normalnya ovulasi terjadi 12 jam setelah estrus. Ovulasi
tidak sempurna biasanya berhubungan dengan musim dan nutrisi yang
jelek. Ovulasi ganda adalah ovulasi dengan dua atau lebih sel telur.
c. Sel Telur Yang Abnormal
Beberapa tipe morfologi dan abnormalitas fungsi telah teramati
dalam sel telur yang tidak subur seperti; sel telur raksasa, sel telur

11
berbentuk lonjong (oval), sel telur berbentuk seperti kacang dan zona
pellucida yang ruptur. Kesuburan yang menurun pada induk-induk sapi
tua mungkin berhubungan dengan kelainan ovum, ovum yang sudah
lama diovulasikan menyebabkan kegagalan fertilisasi.
3. Kesalahan Manajemen Reproduksi
Kurang telitinya dalam deteksi birahi sehingga terjadi kesalahan waktu
untuk diadakan inseminasi buatan. Deteksi birahi yang tidak tepat menjadi
penyebab utama kawin berulang, karena itu program deteksi birahi harus
selalu dievaluasi secara menyeluruh. Saat deteksi birahi salah, birahi yang
terjadi akan kecil kemungkinan terobservasi dan lebih banyak sapi betina
diinseminasi berdasarkan tanda bukan birahi, hal ini menyebabkan timing
inseminasi tidak akurat sehingga akan mengalami kegagalan pembuahan.
Penyebab kawin berulang meliputi kualitas sperma yang tidak baik dan
teknik inseminasi yang tidak tepat.

E. Permasalahan yang terjadi pada Fertilisasi Hewan Vertebrata


1. Polispermi
Polispermi merupakan suatu peristiwa masuknya multisperma (lebih
dari 1 sperma) ke dalam ovum (Sel telur) ketika fertilisasi terjadi. Menurut
Campbell (2008) terdapat 2 macam polispermi, yaitu:
a. Blokade Polispermi Cepat 
Peritiwa ini terjadi ketika sperma dan ovum bertemu. Sperma
pertama yang mencapai ovum itu sendiri berfusi dengan membrane
plasma ovum, memicu suatu perubahan kimiawi di membrane yang
mengelilingi ovum sehingga lapisan initidak dapat lagi ditembus
sperma lain. Pros blokade cepat polispermi dilakukan dengan
mengubah potensial listrik pada membran telur (ovum). Membran sel
telur tersebut memiliki barier selektif antara sitoplasma dengan
lingkungan luar, sehingga hali ini meyebabkan kadar ion di dalam sel
telur berbeda dengan kadar ion di luar sel.. Di dalam sel telur tersebut
terdapat kadar ion Na dan K.  Ion Na memiliki kadar yang relatif rendah

12
sedangkan ion K memiliki kadar yang tinggi. Perbedaan kadar ion ini
dikendalikan oleh membran sel yang berfungsi mencegah masuknya ion
Na ke dalam sel, dan mencegah lepasnya ion K ke luar sel. Blokade
cepat polispermi ini juga dapat ditahan dengan menurunkan kadar Na di
lingkungan luar sel. Bila suplai ion seodium tidak mencukupi karena
potensial membran berubah menjadi positif maka dapat terjadi
Polispermi
b. Blokade Polispermi Lambat
Pelepasan sperma dilakukan dengan reaksi granula kortikel. Enzim-
enzim dari granula memisahkan lapisan vitalin dari membran plasma
dan mukopolisakarida menghasilkan gradien osmotik, yang menarik air
ke dalam ruang perivitalin dan membengkakkan daerah tersebut.
Pembengkakan itu mendorong lapisan vitelin menjauhi membran
plasma, dan lapisan lain mengeraskan daerah tersebut. Ketika voltase
yang mengalir di sepanjang membran plasma telah kembali normal, dan
pemblokiran cepat polispermi tidak lagi berfungsi. Akan tetapi
membrane fertilisasi itu bersama-sama dengan perubahan lain pada
permukaan sel telur berfungsi sebagai pemblokiran lambat terhadap
polis. Reaksi ini adalah mekanisme blokade polispermi secara lambat
dan proses ini mulai aktif sekitar 1 menit setelah fusi antara sel  sperma
dan sel telur pertama. Reaksi ini ditemukan hampir di semua spesies
mamalia. 
2. Repeat breeding
Reapeat breeding adalah sapi yang mempunyai siklus estrus normal dan
sudah dikawinkan lebih dari tiga kali namun belum bunting. Penyebab
dasarnya adalah karena kegagalan fertilisasi dan kematian embrio dini.
Kegagalan fertilisasi dan kematian embrio ini pada umumnya disebabkan
factor infeksi, gangguan hormonal, lingkungan, nutrisi, dan manejemen.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Fertilisasi adalah proses penyatuan ovum (sel telur) dengan spermatozoa,
dimana proses ini merupakan tahap awal pembentukan embrio.
2. Ada dua jenis fertilisasi yaitu fertilisasi eksternal (di luar tubuh) dan
fertilisasi internal (di dalam tubuh). Setelah fertilisasi internal, ada tiga cara
perkembangan embrio dan kelahiran keturunannya, yaitu dengan cara
ovipar, vivipar dan ovovivipar.
3. Tahap-tahap fertilisasi pada hewan vertebrata pada hewan kelas atas
(mammalia) yaitu kapasitasi spermatozoa dan pematangan spermatozoa,
perlekatan spermatozoa dengan zona pelucida, reaksi akrosom, penetrasi
zona pelucida, bertemunya sperma dan oosit, aktivasi ovum sebelum sperma
bertemu oosit, dan reaksi zona untuk menghadapi sperma yang masuk
setelah penetrasi. Tahap-tahap fertilisasi pada hewan vertebrata pada hewan
kelas bawah (Pisces) yaitu proses awal (pematangan), proses penetrasi
(proses pembuahan sel telur oleh sel sperma), proses penggabungan inti sel
telur dan inti sel sperma, dan proses embriogenesis (progenase,
embriogenase, dan organogenase).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi fertilisasi yaitu jika pada jantan sperma
yang abnormal. Sperma yang mempunyai bentuk abnormal menyebabkan
kehilangan kemampuan untuk membuahi sel telur di dalam tuba falopii.
Sedangkan pada betina yaitu kelainan anatomi saluran reproduksi, kelainan
ovulasi, dan sel telur yang abnormal.
5. Ada 2 permasalahan yang terjadi pada Fertilisasi hewan vertebrata yaitu
Polispermi dan Repeat breeding

14
DAFTAR PUSTAKA

Ashar, Alief. 2012. Fertilisasi. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Campbell. 2008. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Haryono, Agus. 2008. Perkembangan Hewan. Palangka Raya: Unpar

Puja, dkk,. 2010. Embryologi Modern. Denpasar: Udayana University Press.

Sadler, T. W. 2012. Langman Embriologi Kedokteran Edisi 12. Philadelphia:


Lippincott Williams & Wilkins.

Sugiri, Nawangsari. 1984. General Zoology, Bogor : Erlangga

Susari. 2016. Fertilisasi Pada Hewan. Denpasar: Udayana University Press.

http://ppg.spada.ristekdikti.go.id/pluginfile.php/12071/mod_resource/content/1/Ur
aian%20Materi%20KB%203.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai