Anda di halaman 1dari 12

Kegiatan 1

Waktu Reaksi dan Faktor Kelelahan

A. Tujuan
Mahasiswa dapat menentukan waktu reaksi dan faktor kelelahan

B. Dasar Teori
Setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai atau
seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampian kognitif maupun
keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut . Secara umum hubungan
beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat
komplek, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Tuntutan pekerja yang
harus dihadapi seseorang merupakan rangkuman akhir dari segala karateristik
tugas yang dihadapi. Kalau ratio tuntutan tugas lebih besar dari akhir yang
bisa dimulai oleh adanya ketidaknyamanan, kelelahan, kecelakaan, cedera dan
rasa sakit (Oesman, 2011: 268).
Waktu reaksi adalah waktu antara pemberian stimulus kepada seseorang
sampai terjadinya reaksi otot pertama kali atau terjadinya gerakan pertama kali
yang mana subjeknya telah diinstruksikan untuk merespon secara dini dan
cepat. Waktu reaksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya tingkat
kelelahan. Dan untuk memulihkan kelelahan tersebut selain dengan istirahat
kita juga harus mengisi kembali energi yang digunakan oleh tubuh dengan
makanan, salah satu yang vital adalah sarapan. Dalam pengukuran waktu
reaksi dibutuhkan energi pada manusia. Dengan energi yang optimal dapat
meningkatkan respon tubuh kita. Apabila kita kekurangan asupan energi,
maka tubuh kita akan cepat mengalami kelelahan (Putra, 2015: 2-3).
Dalam bidang olahraga yang membutuhkan kecepatan seperti lari sprint,
sepakbola, bola basket dan bola voli, waktu reaksi sangat berperan penting.
Reaksi yang cepat akan menghasilkan poin ataupun angka, misalnya gol
dalam sepak bola, dan secara umum meningkatkan kualitas permainan seorang
2

atlet. Selain itu, waktu reaksi juga berpengaruh pada aktivitas seperti
berkendara. Waktu reaksi yang lebih lambat dari normal saat berkendara bisa
berakibat fatal bagi pengendara maupun bagi penumpangnya (Aflita, 2015:
1627).
Waktu reaksi secara objektif menggambarkan tingkat kewaspadaan dan
merupakan salah satu indikator yang dapat mengukur tingkat kelelahan.
Kelelahan dapat menimbulkan gejala yang ditandai dengan kemunduran
reaksi, sehingga apabila seseorang yang mengalami kelelahan diberikan suatu
stimulus, akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk merespon stimulus
tersebut (Aflita, 2015: 1627).
Kelelahan dapat disebabkan oleh aktivitas ataupun kegiatan fisik, seperti
olahraga, yang apabila dilakukan secara berlebihan akan menyebabkan
dehidrasi. Dehidrasi merupakan defisit cairan tubuh di mana pengeluaran air
melebihi pemasukannya. Dehidrasi dapat menyebabkan penurunan
kemampuan mental dan psikomotor yaitu penurunan waktu reaksi, penurunan
akurasi, penurunan ketahanan mental, peningkatan waktu problem solving,
meningkatkan perasaan subjektif dari kelelahan, serta penurunan
kewaspadaan. Suatu penelitian menyatakan bahwa kehilangan 1-2% berat
badan akibat dehidrasi dapat mengganggu fungsi kognitif dan performa tubuh
seseorang yang membutuhkan atensi, memori dan psikomotor (Aflita, 2015:
1628).
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari
kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan
diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat sistem
aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah
kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap
individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan
penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Secara umum gejala
kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat
melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila
3

rata-rata beban kerja melebihi 30- 40% dari tenaga aerobik maksimal
(Tarwaka, 2004: 107).
Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang
berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan
berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja. Terdapat dua jenis kelelahan
yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot ditandai antara lain
oleh tremor atau rasa nyeri yang terdapat pada otot. Kelelahan umum
ditunjukkan oleh hilangnya kemauan untuk bekerja, yang penyebabnya adalah
leadaan persarafan sentral atau kondisi psikis-psikologi (Suma’mur, 2009:
358).
Kelelahan otot terjadi karena otot berkontraksi lama dan kuat. Kelelahan di
akibatkan dari ketidakmampuan proses kontraksi dan metabolism serabut-
serabut otot untuk terus memberikan kerja yang sama. Kelelahan otot juga
dapat disebabkan karena terjadi hambatan aliran darah yang menuju ke otot
yang sedang berkontraksi yang membawa makanan dan oksigen untuk
dijadikan bahan bakar. Faktor-faktor yang diduga berperan dalam kelelahan
otot adalah akibat penimbunan asam laktat dan habisnya cadangan energi pada
otot (Wiarto, 2013: 72-73).
Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori
kimia dan teori syaraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara
umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya
cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab
hilangnya efisiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan syaraf
adalah penyebab sekunder. Sedangkan pada teori syaraf pusat menjelaskan
bahwa perubahan kimia
hanya merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi
mengakibatkan dihantarkannya rangsangan syaraf melalui syaraf sensoris ke
otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat
pusat-pusat otak dalam
mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf
menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan
4

kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan
menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan
menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang (Tarwaka, 2004: 107).
Menurut Oesman (2011: 269-270), faktor-faktor penyebab kelelahan
sebagai berikut:
1. Faktor Internal
a. Usia
Usia seseorang akan mempengaruhi kondisi, kemampuan dan
kapasitas tubuh dalam melakukan aktivitasnya. Produktivitas kerja
akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Kapasitas kerja
meliputi kapasitas fungsional, mental dan sosial akan menurun
menjelang usia 45 tahun, menjelang usia 50 tahun keatas kapasitas
akan menurun
b. Status Gizi
Semua orang baik itu pekerjadalam hidupnya membutuhkan zat
gizi yang diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi sehari- hari.
Setiap orang membutuhkan makanan sebagai sumber energi atau
tenaga. Berdasarkan FAO/WHO pada tahun 1985 bahwa batasan berat
badan normal orang dewasa dapat ditentukan dengan nilai Body Mass
Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT adalah suatu alat
atau cara sederhana untuk memantau status gizi dewasa khususnya
dengan berat badan
2. Faktor Eksternal
a. Beban kerja
Beban kerja dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif.
Beban kerja kuantitatif adalah seseorang bekerja dalam jumlah banyak
sesuai dengan waktu yang telah diberikan. Beban kerja kualitatif
seseorang bekerja dengan tugas-tugas yang repetitive (berulang-
ulang). Nadi kerja (heart rate) seseorang tenaga kerja ditentukan oleh
besarnya beban langsung pekerjaan, beban tambahan dan kapasitas
kerja.
5

b. Keluhan kerja
Keluhan kerja pada saat pekerja (sakit pada melaksanakan
pekerjaan) merupakan salah satu penyebab kelelahan Dengan Bordic
Body Map melalui kuesioner dapat ditentukan kondisi keluhan para
pekerja
Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja
dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan
maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada
pengerahan tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi
pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan
dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari. Kontraksi otot baik
statis maupun dinamis dapat menyebabkan kelelahan otot setempat. Kelelahan
tersebut terjadi pada waktu ketahanan (Endurance time) otot terlampaui.
Waktu ketahanan otot tergantung pada jumlah tenaga yang dikembangkan
oleh otot sebagai suatu prosentase tenaga maksimum yang dapat dicapai oleh
otot. Kemudian pada saat kebutuhan metabolisme dinamis dan aktivitas
melampaui kapasitas energi yang dihasilkan oleh tenaga kerja, maka kontraksi
otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi (Tarwaka,
2004: 109).
Suatu daftar gejala atau perasaan atau tanda yang ada hubungannya
dengan kelelahan adalah sebagai berikut: perasaan berat di kepala, lelah
seluruh badan, berat di kaki, menguap, pikiran kacau, mengantuk, ada beban
pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil, ingin berbaring,
susah berpikir, lelah untuk bicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit
memusatkan perhatian, mudah lupa, kepercayaan diri berkurang, merasa
cemas, sulit mengontrol sikap, tidak tekun dalam pekerjaan, sakit di kepala,
kaku di bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa
pening, spasme di kelopak mata, tremor pada anggota badan dan merasa
kurang sehat (Suma’mur, 2009: 359-360).
Konsep kelelahan ini merupakan hasil penelitian terhadap manusia.
Konsep tersebut menyatakan bahwa keadaan dan perasaan lelah adalah reaksi
6

fungsional pusat kesadaran yaitu otak (cortex cerebral), yang dipengaruhi oleh
dua sistem antagonis yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak
(thalamus) yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan
menyebabkan kecenderungan untuk tidur (Suma’mur, 2009: 360).
Menurut Suma’mur (2009: 359), untuk mengetahui dan menilai kelelahan
dapat dilakkan pengujian mengenai:
1. Waktu reaksi (rekasi sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi kompleks
yang memerlukan koordinasi)
2. Kosentrasi (pemeriksaan Bourdon Wiersma, uji KLT)
3. Uji fusi kelipan (flicker fusion test)
4. Elektro-ensefalogram (EGG)
Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja
yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini
dapat dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja
yang lebih bervariasi atau dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat
berjalan normal ke seluruh anggota tubuh. Sedangkan untuk menilai tingkat
kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak
langsung baik secara objektif maupun subjektif (Tarwaka, 2004: 109).
Menurut Tarwaka (2004, 110-11) pengelompokkan metode pengukuran
kelelahan sebagai berikut:
1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan
Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses
kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang
dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus
dipertimbangkan seperti; target produksi; faktor sosial; dan perilaku
psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk,
penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan
terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal
factor
2. Uji psiko-motor (Psychomotor test)
7

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi


motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran
waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu
rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan.
Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara,
sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi
merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot.
Waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik
saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara
150 s/d 200 millidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat;
intensitas dan lamanya perangsangan; umur subjek; dan perbedaan-
perbedaan individu lainnya. Dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli
terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut
disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada
stimuli cahaya. Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembang di Indonesia
biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli
3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat
kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang
diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, di samping untuk
mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga
kerja.
4. Perasaan Kelelahan Secara Subjektif (Subjektif feelings of fatique)
Pengukuran kelelahan salah satunya dapat dilakukan dengan
mengajukan beberapa pertanyaan mengenai gejala-gejala atau perasaan-
perasaan yang secara subjektif dirasakan oleh responden. Metode
pengukuran kelelahan dengan menggunakan skala yang dikeluarkan oleh
Intrenational Fatigue Research Committe (IFRC) atau disebut Subjective.
Self Rating Test (SSRT), dimana berisi sejumlah pertanyaan yang
berhubungan dengan gejala-gejala kelelahan. Didalam skala IFRC ini
terdapat 30 pertanyaan gejala kelelahan yang disusun dalam bentuk daftar
8

pertanyaan. Jawaban tiap pertanyaan dijumlahkan kemudian disesuaikan


dengan kategori tertentu (Tarwaka, 2004: 12).

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Penggaris plastik 30 cm 2 buah
b. Stopwatch 1 buah

D. Prosedur Kerja
1. Probandus dalam keadaan relax duduk, tangan kanan berada di ujung meja
praktikum. Jarak jari telunjuk dan ibu jari kurang lebih 2,5 cm
2. Probandus lainnya memegang penggaris serta memberi aba-aba siap.
Kemudian probandus yang duduk menangkap penggaris yang dijatuhkan.
Ulangi percobaan tersebut sebanyak 20 kali, dan catat hasilnya
3. Lakukan percobaan tersebut sebelum dan sesudah aktivitas. Catat dan
hitung hasilnya.
9

E. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Waktu reaksi sebelum aktivitas

Jenis s (cm) t (detik)


No Probandus stangan kanan stangan kanan tkanan tkiri Trata-rata
kelamin s1 s2 s3 s1 s2 s3

Tabel 2. Waktu reaksi dan pengaruh kelelahan

Jenis s (cm) t (detik)


No Probandus stangan kanan stangan kanan tkanan tkiri Trata-rata
kelamin s1 s2 s3 s1 s2 s3
10

Daftar Rujukan

Aflita, Winda, dkk. 2015. Pengaruh Rehidrasi Dengan Minuman Isotonik


Terhadap Waktu Reaksi (Studi Perbandingan dengan Air Mineral). Media
Medika Muda. 4(4): 1627-1628. http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/medico. Diakses pada 03 Oktober 2018

Oesman, T. I, dkk. 2011. Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Terhadap


Kelelahan Kerja Melalui Subjective Self Rating Test. Workplace Safety
and Health. Hal: 268-271. http://repository.akprind.ac.id. Diakses pada 03
Oktober 2018

Putra, A.A.Ngurah Wisnu Nayaka dan I Made Muliarta. 2015. Pemberian Sarapan
Mempercepat Waktu Reaksi Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. Hal. 2-3. http://ojs.unud.ac.id. Diakses pada 03
Oktober 2018.

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan


Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press
11

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: CV.


Sagung Seto.

Wiarto, Giri. 2013. Fisiologi dan Olah Raga. Yogyakarta: Graha Ilmu

LEMBAR PENGESAHAN
12

Samarinda, 04 Oktober 2018


Mengetahui,
Asisten Praktikum Praktikan

Randa Ahmad Fauzi Anisa Rizky Amalia


NIM. 1405015040 NIM. 1605015011

Anda mungkin juga menyukai