OLEH:
KELOMPOK 1
NAMA NIM
2.1 Amfibi
Amphibia, yakni katak, bangkong, dan salamander, hanya sukses sebagian
sebagai penghuni daratan. Banyak amfibi (sebuah kata yang berarti “kedua
kehidupan”, yakni air dn darat) bergantung pada air demi beraktivitas seksual nya.
Pada katak, kecebong (bentuk larva) yang serupa-ikan mengalami metamorphosis
untuk menjadi dewasa yang memiliki paru – paru dan hidup di darat. Akan tetapi,
banyak amfibi yang beraspirasi terutama melalui membrane permukaan yang
lembap dan bukan melalui paru-parunya (Fried, 2006).
Jenis amfibi darat banyak menghabiskan waktu di daratan, biasanya pada
rongga-rongga kecil tanah atau batuan, seperti splayfoot toad (scaphious).
Splayfoot toad memiliki kemampuan untuk menyerap air tanah lebih besar
daripada jenis lainnya dengan cara osmosis yang terjadi pada kulitnya (dinding sel
atau tekanan selaput kulitnya lebih besar daripada tekanan cairan yang ada di
sekitarnya sehingga cairan dapat masuk secara otomatis) (Huda,2017).
Amfibi mempunyai tengkorak yang tebal dan luas secara proporsional,
kebalikan dari ikan. Tengkorak amfibi modem mempunyai tulang-tulang
premaksila, nasal, frontal, parietal dan skuamosa. Kebanyakan permukaan dorsal
dari tubuh Anura tidak seluruhnya tertutup tulang. Bagian dari tulang dada katak
kadang mengeras, kadang juga tidak. Tergantung pada keadaan alam sekitar yang
ada pada saat katak melakukan proses pencernaan, ketika di air katak cenderung
melunak dan mengikuti ikan proses pencernaan. Tidak ada langit-langit/palatum
sekunder pada amfibi, akibatnya nares internal lebih maju di dalam langit-langit
mulut. Di bagian ventral otak ditutupi oleh tulang dermal dinamakan parasfenoid.
Gigi ada premaksila, maksila, palatine, vomer, parasfenoid, dan tulang dental
(Huda, 2017).
Ada beberapa amfibi yang sama sekali tidak memiliki gigi, atau gigi pada
rahang bawah tidak terbentuk ataupun menghilang seling dengan perubahan
lingkungan. Dalam hal sistem otot pada amfibi, sebenarnya tidak jauh seperti
sistem organ yang lain, sebagian besar merupakan perkembangan dari peralihan
keadaan otot ikan dan reptil. Dimana proses sistem otot pada ikan terpusat pada
gerakan sisi pinggir, membuka dan menutup insang dan gerakan bersama dua sirip
yang sederhana untuk dapat bertahan hidup di air dan melakukan proses
pernapasan (Huda, 2017).
Selain itu, sistem otot aksila pada amfibi masih berbentuk metamerik yang
mirip dengan ikan, tetapi jelas terlihat perbedaan-perbedaannya. pembatas yang
sejajar membagi otot bagian punggung dan otot bagian bawah. Bagian dari sistem
otot bagian punggung (dorsal) dapat mempengaruhi gerakan kepala, Otot bagian
bawah (ventral), merupakan bukti dalam pembagian sistem otot-otot setiap bagian
organ tubuh amfibi. Bagian-bagian otot yang ada pada amfibi yaitu otot bagian
luar, otot bagian dalam dan otot bagian punggung, otot bagian punggung sangat
sedikit dibandingkan dengan lainnya (Huda, 2017).
Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh amfibi merupakan gerakan dari
perpaduan antara otot-otot yang bersinergi. Misalnya gerakan, berenang,
meloncat, berjalan, atau memanjat melibatkan beberapa otot yang bekerja sama
dan bersinergi. Beberapa di antaranya terdapat pada seluruh kakinya yaitu otot
dari pangkal paha ke bawah dan beberapa otot dalam. Pada kenyataannya amfibi
memiliki banyak masalah dalam menghantarkan darah ke seluruh tubuh melalui
jantung, ini dihadapi oleh sebagian besar amfibi. Untuk mengisi dan memompa
darah dari jantung dan memisahkan antara darah yang mengandung oksigen dan
darah yang tidak mengandung oksigen. jantung memiliki pembatas interstitial,
ruang ventrikular, dan ruang konus arteriosus yang terdapat pada dua pembuluh
(Huda, 2017).
Beberapa amfibi berekor, insang luar ini ada selama hidupnya. Masalah
fisiologis dari metamorfosis amfibi yang berubah dari kehidupan larva aquatik ke
kehidupan katak dewasa di darat, memang menarik untuk dipelajari. Umumnya
pada larva akuatik, kadar hemoglobin lebih rendah sebagai akibat sedikitnya
sirkulasi eritrosit sehingga insang lebih efisien, sebab secara umum aktivitas di
lingkungan air lebih sedikit dibandingkan di daratan. Struktur paru-paru pada
amfibi masih sederhana, Amfibi yang hidup di air, permukaan dalam dari paru-
paru lembut, tetapi sebagian besar dinding paru-paru pada katak dan kodok berisi
lipatan alveoli sehingga meningkatkan permukaan pernafasan, Beberapa amfibi
dari ordo Caudate memiliki trakhea pendek, disokong oleh kartilago yang terbagi
dalam dua cabang yang membuka ke arah paru-paru. Ujung dari trakhea satu atas
diperluas, khususnya pada katak dan kodok, untuk membentuk laring atau voice
box (sakus vocalis = kotak suara), dimana pita suara berada. Pertemuan antara
faring dan laring disebut glotis. Pada umumnya udara dipompa ke dalam paru-
paru melalui proses yang sederhana. Sebagian besar amfibi bernafas melalui kulit,
tetapi salamander ketika dewasa mendapatkan oksigen melalui kulit dan epitelium
oral. Oleh sebab itu berarti kulit harus dijaga kelembaban nya. Amfibi darat dalam
menjaga kelembaban tubuh ini dilengkapi dengan sejumlah kelenjar mukus yang
didistribusikan di permukaan tubuh (Huda, 2017).
2.2 Habitat Amfibi
Habitat kebanyakan amfibi umumnya bersifat lembap, dan ginjal amfibi
cukup mirip seperti dengan ginjal ikan air tawar. Sedangkan pada reptil seringkali
ditemukan di lingkungan kering, dan ginjal reptile merefleksikan cekaman-
cekaman yang diperolehnya di habitat semacam itu (Fried, 2006).
2.3 Sistem Ekskresi Vertebrata
Ginjal amfibi, seperti pada ikan sejenis opistonefros. Amfibi berekor
ginjalnya berstruktur elongasi seperti pada Elasmobranchii tetapi pada jenis Anura
ada tendensi menjadi pendek. Banyak amfibi sebagian atau seluruh hidupnya
berada dalam air, korpuskuler renalis berkembang untuk membantu mencegah
pengenceran yang berlebihan dari cairan tubuh. Pembuluh arkinefiik amfibi jantan
berupa genital ekskretori. Pembuluh arkinefrik tersebut hanya melakukan
transport. Bangsa amfibi, kantong kemihnya telah berkembang dari bentuk
peralihan yang ditemui pada ikan merupakan hasil perkembangan kandung kemih
dari ujung pembuluh arkinefiik yang letaknya jauh dari pusat sehingga melewati
pembuluh ginjal menuju kloaka, setelah itu ke kantong atau penampung urine.
Berbeda dengan amfibi yang biasa hidup di daratan air kemih yang terkumpul di
penampung urine akan diserap kembali guna mengatur dan mengimbangi
kelembaban kulit yang kurang, karena kulit membantu dalam proses pernafasan.
Pada semua vertebrata, perkembangan ginjal berawal di sisi anterior
mesoderm pembentuk ginjal yang disebut pronefros. Biasanya terbentuk
serangkaian tebula yang berasosiasi dengan segmen-segmen spesifik tubuh.
Pronefros dengan segera digantikan oleh mesonefros pada embrio. Mesonefros
berawal sebagai serangkaian tubula yang pronefros terhadap daerah pronefrik,
tetapi dengan segera mengalami modifikasi berupa perpanjangan dan konvolusi
tubula, disertai oleh hilangnya segmentasi. Mesonefros yang relatif panjang
adalah ginjal fungsional bagi ikan dan amfibi dewasa dan juga bagi embrio-
embrio reptil, burung, mamalia (Fried, 2006).
Kloaka adalah ruang yang berada didekat ekor. Urine, sperma, telur, dan fases
didepositkan pada lubang kloaka yang menuju ke lingkungan luar. Mamalia
dewasa tidak lagi memiliki kloaka, namun terdapat bukaan-bukaan terpisah untuk
zat-zat buangan pencernaan dan sistem urogenital (Fried, 2006).
Hati vertebrata merupakan organ internal paling besar dalam tubuh, dan
barangkali yang paling beragam fungsinya. Perkembangan awal hati vertebrata
adalah hepatopankreas pada avertebrata, tetapi hepatopankreas tidak seberagam
hati dalam hal peran-peran metabolik (Fried, 2006).
Pada vertebrata awal, jantung terdiri atas sebuah kompartemen penerima
tunggal berdinding tipis dan disebut atrium, yang mengalirkan darah menuju
kamar pompa yang paling kuat dan berdinding tebal, ventrikel. Perubahan yang
paling penting terjadi pada amfibi, yang hidup di air pada masa-masa awal
hidupnya. Dan setelah itu bermetamorfosis menjadi dewasa, hidup di darat. Pada
amfibi kita menemukan dua kamar penerima, aurikel kiri dan kanan, namun hanya
ada satu ventrikel (Fried, 2006).
Terlihat jelas adanya dua sirkulasi pada amfibi, yaitu sirkuit paru-paru dan
sirkuit sistemik. Paru-paru pada kebanyakan amfibi memiliki berongga dan relatif
tidak efisien, kulit berperan sebagai organ oksigenasi tambahan dan bahkan
sebagian darah yang bergerak menuju paru-paru sebenarnya didorong oleh
menuju kulit(Fried, 2006).
Paru-paru vertebrata mempresentasikan salah satu adaptasi evolusioner paling
vital untuk hidup di daratan kering. Dengan menginternalisasikan permukaan
respirators lembap yang berperan serta dalam pertukaran gas dengan udara di
sekitarnya, organism yang bernafas dengan menggunakan paru-paru dapat
memodifikasi kulitnya untuk tujuan-tujuan lain. Transisi pernapasan insang
menjadi pernapasan paru-paru terlihat jelas pada amfibi, kelas vertebrata yang
dimana menunjukkan gaya hidup ganda yang dijalaninya. Perubahan dari
kecebong yang merupakan bentuk larva menjadi katak dewasa (Fried, 2006).
2.4 Variasi Morfologi
Perbedaan jumlah karakter yang terdiferensiasi pada P. leucomystax pada
jantan dan betina data disebabkan kemampuan adaptasi yang berbeda. Hal ini
dapat disebabkan oleh kebiasaan dalam aktivitas, pola kawin, dan cara makan P.
leucomystax. Berdasarkan 32 karakter morfologi yang diuji didapatkan 14
karakter yang konsisten berbeda secara signifikan pada populasi jantan dan betina
yang terdiri atas 7 karakter kepala, 5 karakter ekstremitas dan 2 karakter meristik
(Addaha, 2017).
Variasi morfologi yang terjadi pada suatu spesies dapat disebabkan oleh
faktor lingkungan seperti kondisi habitat, jarak antar populasi, dan isolasi
geografis. Futuyama (1986) menjelaskan bahwa semakin jauh jarak antar populasi
semakin tinggi perbedaan karakter fenotipnya. Wibowo et al., (2008) melaporkan
bahwa terjadinya diferensiasi karakter morfometri karena adanya isolasi geografis,
pengaruh lingkungan dan habitat populasi (Nesty, 2013).
2.5 Katak (Rana sp.)
Familia Ranidae dengan Nama Ilmiah : Hydrophylax chalconotus (Schlegel,
1837). Nama Lokal : Kongkang Kolam , Hydrophylax Fitzinger, 1843. Karakter
morfologi : Spesies ini memiliki ukuran tubuh medium, dengan timpanum cokelat
tua, memiliki tungkai panjang dan ramping dengan selaput penuh. Kulit kesat
begranular. Pada jantan kulit tertutupi tuberkula. Corak warna cokelat
kekuningan, gular tertutupi dengan garis longitudinal yang jelas (Iskandar, 1998).
Habitat : Banyak ditemukan di daerah bervegetasi dengan terdapat air di
sekitarnya. Kadang juga dapat ditemukan di daerah pemukiman warga dengan air
di sekitarnya (Yudha, 2016).
Katak sendiri memiliki ciri-ciri memiliki kulit yang licin mirip dengan lintah
yang biasa digunakan untuk menghisap darah kotor pada manusia, selain itu katak
juga memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil daripada kodok, hal ini merupakan
langkah awal untuk membedakan katak dan kodok secara kasat mata (Nesty,
2013).
Katak juga memiliki ukuran berbeda, tergantung pada jenis kelaminnya, katak
betina biasanya memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan katak jantan, hal
ini juga yang nantinya akan memudahkan untuk membedakan jenis kelamin katak
(Yudha, 2016).
2.6 Kodok (Bufo sp.)
Nama Ilmiah : Occidozyga sumatrana (Peters, 1877) Nama Lokal : Bancet
Rawa Sumatra Sinonim : Microdiscopus sumatranus Peters, 1877; Occidozyga
Kuhl and van Hasselt, 1822. Karakter morfologi : Spesies ini berukuran kecil
dengan kepala yang kecil pula. Tungkai berselaput penuh dengan adanya
pelebaran digital disc. Kulit sedikit bertuberkula dengan tanpa adanya lipatan pada
tubuh, kecuali pada lipatan supratimpanum. Timpanum tersembunyi. Corak warna
kecokelatan hingga keabu-abuan di sisi dorsal maupun ventral, gular kehitaman
khususnya pada jantan (Iskandar, 1998). Habitat : Banyak ditemukan di sungai
maupun di genangan air dalam hutan (Yudha, 2016).
Familia Bufonidae dengan Nama Ilmiah : Duttaphrynus melanostictus
(Schneider, 1799). Nama Lokal : Kodok buduk Sinonim : Bufo melanostictus
Schneider, 1799; Duttaphrynus Frost et al., 2006. Karakter morfologi : Spesies ini
memiliki postur tubuh gembung, ukuran tubuh sedang, corak warna gelap, pada
jantan terdapat corak kemerahan di kulit leher, kulit kasar berbintil, kepala
berbentuk segitiga, moncong pendek, mata besar menonjol, memiliki pematang di
kepala mulai dari preorbital, supraorbital, postorbital, hingga supratympanum,
memiliki kelenjar paratoid lonjong. Tungkai relatif pendek yang berfungsi untuk
pergerakan hopping, memiliki nuptial pad dan discus, serta terdapat web di
tungkai belakang setengah bagian kodok jantan biasanya memiliki pita suara
untuk menarik atau memikat kodok betina, ukuran kodok jantan lebih besar
daripada kodok betina, kodok jantan biasanya memiliki kulit yang lebih gelap dan
daripada katak betina (Yudha, 2016).
BAB III
METODE PERCOBAAN
1. Jantung
2. Paru-paru
3. Hati
14 4. Empedu
19
5. Pankreas
16 17 6. Usus halus
1 7. Ginjal
2
8. Jaringan lemak
3
4 9. Lambung
65 10. Usus besar
11. Testis
12. Kantung air seni
13. Kloaka
14. Mulut
15. Niktitans
18 15 16. Tulang dada
17. Ekstremitas
Anterior
18. Ekstremitas
Posterior
19. Natataria
7
8 11
10
13
12 9
4.1.2. Tabel Hasil Pengamatan Katak (Rana sp.)
GAMBAR KETERANGAN
1. Tulang dada
1
2. Jantung
4
3 2
3. Hati
5
6 8
4. Paru-paru
7 9
10
12 5. Empedu
14
13
6. Jaringan lemak
7. Pankreas
8. Ginjal
9. Usus halus
15 10.Lambung
16
17 11.Testis
12.Usus besar
15.Mulut
16.Niktitans
18 17.Ekstremitas Anterior
18.Ekstremitas Posterior
19.Natataria
4.2 Pembahasan
Dari pengamatan objek Rana sp. (katak) dan Bufo sp. (kodok) yang dapat
dilihat di atas dapat disimpulkan bahwa katak dan kodok memiliki beberapa
perbedaan ciri fisik (akan dijelaskan di poin selanjutnya) dan keduanya
merupakan hewan vertebrata kelas amfibi yang berbeda spesies dan genus namun
memiliki beberapa bentuk fisik yang hampir sama, seperti bentuk tubuh atau ciri
fisik yang hampir serupa.
Katak adalah bilateral simetris, dengan bagian sisi kiri dan kanan equal.
Bagian tengah disebut medial, samping/lateral, badan muka depan adalah ujung
anterior, bagian belakang disebut ujung posterior, bagian punggung atau dorsal,
sedang bagian muka ventral. Bagian badan terdiri atas kepala/ caput,
kerongkongan/ cervik, dada/ thorax atau pectoral, perut atau abdomen, pantat
pelvis serta bagian kaudal pendek (Susilawati, 2013).
Kaki katak terdiri atas sepasang kaki depan dan sepasang kaki belakang. Kaki
depan terdiri atas lengan atas (brancium), lengan bawah (antebrancium), tangan
(manus), dan jari-jari (digiti). Pada kaki belakang terdiri atas paha (femur), betis
(crus), kaki (pes) dan jari-jari (digiti) (Susilawati, 2013).
Dari segi anatomi, katak mempunyai jantung yang terdiri dari tiga ruang yang
berbeda dari makhluk hidup darat yang terdiri dari 4 ruang dan makhluk hidup air
seperti ikan yang hanya terdiri dari 2 ruang. Katak dan kodok pada umumnya
mempunyai organ-organ yang sangat khusus untuk menunjang kehidupannya.
Diantaranya adanya pulmo untuk kehidupan di darat, kulit berlendir dan kaki
berselaput untuk memudahkan berenang di air, 2 lubang hidung yang
berhubungan langsung dengan cavum oris yang digunakan untuk bernapas ketika
katak dan kodok ini berada di dalam air. Kepala dan badan lebar bersatu, ada dua
pasang kaki atau anggota, tak ada leher dan ekor. Bagian dalam ditutupi dengat
kulit basah halus lunak. Kepala mempunyai mulut yang lebar untuk mengambil
makanan, 2 lubang hidung/ nares externa yang kecil dekat ujung hidung yang
berfungsi dalam pernapasan, 2 mata yang besar spherik, di belakangnya 2 lubang
pipih tertutup oleh membrane tympani yang berfungsi sebagai telinga untuk
menerima gelombang suara. Tiap mata mempunyai kelopak mata atas dan bawah,
serta di dalamnya mempunyai selaput mata bening membrane nictitans untuk
menutupi mata apabila berada di dalam air. Di bagian ujung belakang badan
dijumpai anus, lubang kecil untuk membuang sisa-sisa makanan yang tak dicerna,
urine dan sel-sel kelamin/ telur atau sperma dari alat reproduksi (Susilawati,
2013).
kodok, nama lain dari bangkong memiliki kulit yang kasar dan berbintil-
bintil atau berbingkul-bingkul, kerap kali kering, dan kaki belakangnya sering
pendek saja, sehingga kebanyakan bangsa kodok kurang pandai melompat jauh
(Putra, 2012).
Pengamatan secara morfologi pada kodok, telah ditemukan bagian-bagian
antara lain lubang hidung bagian luar (nares eksterna), mata, membran
ethympanium, valvebra superior, valvebra inferior,falangs,radius ulna, humerus,
femur, tibia fibula, metatarsal, kloaka, karpal, tarsal, lidah, maxilla dan
mandibula. Kodok ini terdiri dari kepala (caput), badan (truncus), dan anggota
depan belakang (ekskrimitas anterior dan posterior). Dari morfologi, dapat
dibedakan kodok jantan dan kodok betina karena kodok jantan tubuhnya lebih
kecil, pada kaki depan terdapat bantalan kawin (nuptial flight yang berfungsi
untuk menekan tubuh betina seta memberi tanda apabila jantan akan
mengeluarkan spermatozoa), dan pada bagian rahang bawah (mandibula) terdapat
sepasang noda hitam yang menandakan bahwa katak jantan mempunyai sepasang
kantung suara (saccus vocalis), yang berfungsi sebagai resonansi suara (Putra,
2012).
1. Kulit: Umumnya katak memiliki kulit halus, lembap, dan berlendir,
sedangkan kodok atau bangkong memiliki kulit kasar, berbintil-bintil, dan
kering.
2. Bentuk kaki belakang: Umumnya kaki belakang katak kuat, panjang, dan
bersaput yang diadaptasikan untuk melompat, memanjat, dan berenang.
Sedangkan kaki belakang kodok pendek karena lebih disesuaikan untuk
berjalan sehingga kurang pandai melompat.
3. Bentuk tubuh: Umumnya katak memiliki bentuk tubuh yang ramping.
Sedangkan kodok memiliki tubuh yang gemuk dan pendek.
4. Kemampuan melompat: Umumnya katak mampu melompat hingga jauh
bahkan jenis-jenis katak pohon mampu melompat dari satu pohon ke pohon
lainnya. Sedangkan kodok umumnya kurang pandai melompat.
Konsumsi manusia; Beberapa jenis katak (seperti sawah, katak hijau, dan katak
totol) diperdagangkan dagingnya untuk dikonsumsi. Sedangkan kodok umumnya
tidak dikonsumsi manusia (Putra, 2012).
Perbedaan-perbedaan fisik tersebut tidak selalu benar. Sebagai contoh adalah
kodok merah (Leptophryne cruentata). Meskipun sering kali disebut juga sebagai
katak merah namun katak langka ini dalam bahasa Inggris disebut sebagai
Bleeding Toad atau Fire Toad. Padahal dilihat dari fisiknya ia mempunyai kaki
belakang yang ramping (Putra, 2012).
Adapun fungsi dari setiap organ, yaitu:
Kulit : untuk bernapas di dalam air
paru-paru : untuk bernapas di daratan
insang : sebagai alat pernapasan ketika menjadi berudu
mata : untuk melihat
kaki depan : untuk menumpu ketika mendarat
kaki belakang: untuk meloncat, karena kaki belakangnya lebih panjang
dibandingkan kaki depannya
lidah yang panjang : menangkap mangsa
Kurangnya penguasaan praktikum terhadap materi percobaan
Objek yang diamati sudah tidak dalam keadaan segar
Kurangnya ketelitian praktikan dalam mengamati bagian-bagian tubuh
katak
Kecilnya ukuran katak yang diamati sehingga menyulitkan pada saat
pengamatan
Kurangnya pemberian kloroform pada katak
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Struktur tubuh hewan amfibi katak (Rana sp.) dan kodok (Bufo sp.) terdiri
atas kepala dan badan Kepala terdiri atas kelopak mata dan membran niktitan.
Pada rongga mulut, terdapat lidah yang panjang dan dapat dijulurkan keluar. Pada
badan, terdapat kaki depan yang terdiri atas lengan atas, lengan bawah, telapak
tangan dan jari-jari. Pada kaki belakang, terdiri atas paha, betis, telapak kaki, jari-
jari kaki serta selaput renang yang berada di antara jari-jari kaki. Sedangkan
perbedaan antara katak (Rana sp.) dan kodok (Bufo sp.) yaitu katak memiliki kulit
halus, lembab, dan berlendir, sedangkan kodok memiliki kulit kasar, berbintil-
bintil, dan kering. Kaki belakang pada katak kuat, panjang, dan bersaput yang
diadaptasikan untuk melompat, memanjat, dan berenang, sedangkan kaki
belakang pada kodok pendek karena lebih disesuaikan untuk berjalan sehingga
kurang pandai melompat. Katak memiliki bentuk tubuh yang ramping, sedangkan
kodok memiliki tubuh yang gemuk dan pendek. Katak mampu melompat hingga
jauh bahkan jenis-jenis katak pohon mampu melompat dari satu pohon ke pohon
lainnya, sedangkan kodok umumnya kurang pandai melompat.
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya tentang anatomi hewan (amfibi) ketika
praktikan membius kodok dan katak dengan kloroform agar dapat berhati-hati
karena bahan pembius (kloroform) sangat berbahaya jika terhirup dan sebaiknya
menggunakan alat pelindung seperti masker dan sarung tangan agar dapat
terhindar dari efek bahan pembius.
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 1.1 Kodok (Bufo sp.) Gambar 1.2 Katak (Rana sp.)