Anda di halaman 1dari 22

KESEHATAN REPRODUKSI

“SIKLUS HIDUP”
Dosen Pembimbing: Dr. Lenny Irmawati, SST,. M. Kes

Disusun Oleh :

Elirahma Agustina 17.156.02.11.048

2B Kebidanan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MEDISTRA INDONESIA

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas waktu dan kesempatan yang
diberikan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Tidak lupa
kami sampaikan terima kasih untuk sebesar – besar nya untuk yang terlibat secara langsung
yaitu Ibu Dr. Lenny Irmawati, SST,. M. Kes selaku Dosen dari Mata Kuliah Kesehatan
Reproduksi maupun pihak tidak langsung dalam penyusunan paper ini yang berjudul
“Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi”

Kami menyadari dalam penyusunan paper ini bisa dikatakan masih jauh dari kata
sempurna untuk itu kami menerima kritik dan saran yang membangun agar kedepannya kami
bisa lebih baik lagi.

Bekasi, September
2018

Penulis
B. Proses Reproduksi Sesuai Siklus Hidup
a) Proses pembuahan

Proses pembuahan atau fertilisasi adalah bertemunya sel telur dengan sel sperma
untuk bersatu sehingga membentuk zigot, lalu menjadi embrio sebagai cikal bakal
janin. Fertilisasi disebut juga sebagai konsepsi, dan inilah awal mula terjadinya
kehamilan. ada manusia, proses fertilisasi didahului dengan proses coitus.

Pada saat Penis memasuki Vagina reseptor di Penis akan menerima rangsangan
sentuhan yang menyebabkan dikeluarkannya semen yang berisi jutaan sel sperma.
Proses keluarnya semen tersebut dinamakan ejakulasi.

Pada lelaki normal, dalam satu kali ejakulasi akan dikeluarkan 300 juta – 400 juta
sel sperma. Sel sperma akan berenang menuju oviduk atau tuba Fallopi tempat sel telur
berada setelah masa ovulasi. Oviduk atau tuba Fallopi merupakan tempat fertilisasi
pada manusia.

Pada wanita, sel telur yang telah siap dibuahi akan membentuk zona pelindung
yang dinamakan corona radiata di bagian luar serta sebuah cairan bening di dalamnya
yang disebut zona pelusida.

Sesaat sebelum terjadinya fertilisasi, sperma melepaskan enzim pencerna yang


bernama hialuronidase yang bertujuan untuk melubangi corona radiata. Setelah
dinding sel telur berlubang, maka sel sperma masuk ke dalam sel telur. Dikarenakan
zona pelusida mempunyai reseptor yang bersifat "spesies spesifik", yaitu hanya dapat
dilalui oleh sel sperma dari satu species. Maka hanya ada satu sel sperma yang akan
membuahi sel telur (ovum).

Pada saat sel sperma menembus corona radiata, akrosom sperma akan meluluh. Sel
telur kemudian akan segera menyelesaikan tahap meiosis II menghasilkan inti
fungsional yang haploid. Bagian inti sel sperma ini kemudian bersatu dengan membran
sel telur untuk melakukan fusi materi genetik. Gerakan ini mirip dengan mekanisme
endositosis pada sel. Setelah terjadi peleburan atau fertilisasi ini, corona radiata akan
menebal sehingga tidak ada lagi sel sperma lain yang dapat masuk. Pada saat ini sel
tersebut sudah dibuahi dan berubah menjadi zigot. Zigot akan membelah secara
mitosis menjadi morula.

1
Selama 2–4 hari pertama pasca pembuahan, zigot berkembang dari 1 sel menjadi
kelompok 16 sel (morula). Morula kemudian tumbuh dan berdiferensiasi menjadi 100
sel. Selama periode ini, zigot berjalan di sepanjang oviduk, setelah itu masuk ke uterus
dan tertanam dalam endometrium uterus. Morula kemudian membentuk bola berongga
yang disebut blastosit. Blastosit mempunyai lapisan luar yang disebut tropoblas.
Tropoblas ini berkembang membentuk membran embrio, korion, dan amnion. Korion
mengalami perkembangan lebih lanjut membentuk vili. Vili ini tumbuh menjadi
plasenta. Pada perkembangan lebih lanjut, antara fetus dan plasenta dihubungkan oleh
tali pusar. Plasenta berfungsi sebagai jalan pertukaran gas, makanan, dan zat sisa
antara ibu dan janin. Selain itu, plasenta juga berfungsi melindungi janin dari penyakit
dengan membentuk imunitas secara pasif, melindungi janin dari organisme patogen,
dan dapat menghasilkan hormon.

Tahapan waktu dalam fertilisasi :

1) Beberapa jam setelah fertilisasi zygote akan membelah secara mitosis menjadi 2
sel, 4, 8, 16 sel.
2) Pada hari ke-3 atau ke-4 terbentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula akan
berkembang menjadi blastula. Rongga balstosoel berisi cairan dari tuba fallopi dan
membentuk blastosit. Lapisan dalam balstosit membentuk inner cell mass. Blastosit
dilapisi oleh throhpoblast (lapisan terluar blastosit) yang berfungsi untuk menyerap
makanan dan merupakan calon tembuni/plasenta/ari-ari. Blastosit akan bergerak
menuju uterus dengan waktu 3-4 hari.
3) Pada hari ke-6 setelah fertilisasi throphoblast akan menempel pada dinding
uterus/proses implantasi dan akan mengeluarkan hormone HCG (hormone
Chorionik gonadotrophin). Hormon ini melindungi kehamilan dengan
menstimulasi produksi hormone progesteron dan estrogen sehingga mencegah
menstruasi.
4) Pada hari ke-12 setelah fertilisasi embrio telah kuat menempel pada dinding uterus.
5) Dilanjutkan dengan fase gastrula, yaitu hari ke-21 palsenta akan terus berkembang
dari throphoblast. Mulai terbentuk 3 lapisan dinding embrio. Lapisan dinding
embrio inilah yang akan berdiferensisai menjadi organ- organ tubuh. Organ tubuh
aka berkembang semakin sempurna seiring bertambahnya usia kandungan.

2
Gambar perkembangan ovum setelah fertilisasi Hormon yang berperan dalam
kehamilan

1) Progesteron dan estrogen, merupakan hormone yang berperanan dalam masa


kehamilan 3-4 bulan pertama masa kehamilan. Setelah itu fungsinya diambil alih
oleh plasenta. Hormone estrogen makin banyak dihasilkan seiring dengan
bertambahnya usia kandungan karena fungsinya yang merangsang kontraksi uterus.
Sedangkan hormone progesterone semakin sedikit karena fungsinya yang
menghambat kontraksi uterus.
2) Prolaktin merupakan hormone yang disekresikan oleh plasenta dan berfungsi untuk
memacu glandula mamae untuk memproduksi air susu. Serta untuk mengatur
metabolisme tubuh ibu agar janin (fetus) tetap mendapatkan nutrisi.
3) HCG (Hormone Chorionic Gonadotrophin) merupakan hormone untuk mendeteksi
adanya kehamilan. Bekerja padahari ke-8 hingga minggu ke- 8 pada masa
kehamilan. Hormon ini ditemukan pada urine wania pada uji kehamilan.
4) Hormon oksitosin merupakan hormone yang berperan dalam kontraksi uterus
menjelang persalianan.

Hormon yang berperanan dalam kelahiran/persalinan

1) Relaksin merupakan hormone yang mempengaruhi peregangan otot simfisis pubis


2) Estrogen merupakan hormone yang mempengaruhi hormone progesterone yang
menghambat kontraksi uterus.

b) Proses Organogenesis

3
Organogenesis adalah proses pembentukan organ tubuh atau alat tubuh, mulai dari
bentuk primitif (embrio) hingga menjadi bentuk definitif (fetus). Fetus memiliki
bentuk yang spesifik bagi setiap famili hewan. Artinya tiap bentuk fetus hewan
memiliki ciri khas tersendiri yang mencerminkan spesiesnya.

Organogensisi dimulai akhir minggu ke 3 dan berakhir pada akhir minggu ke 8.


Dengan berakhirnya organogenesis maka cirri-ciri eksternal dan system organ utama
sudah terbentuk yang selanjutnya embryo disebut fetus.

Organogenesis memiliki dua periode atau tahapan yaitu :

1) Periode pertumbuhan antara


Pada periode ini terjadi transformasi dan diferensiasi bagian – bagian tubuh
embrio sehingga menjadi bentuk yang definitif, yang khas bagi suatu spesies.
2) Periode Pertumbuhan akhir
Periode pertumbuhan akhir adalah periode penyelesaian bentuk definitif
menjadi suatu bentuk individu (pertumbuhan jenis kelamin, roman / wajah
yang khas bagi suatu individu). Namun pada aves, reptil dan mamalia batas
antara periode antara dan akhir tidak jelas.

Sedangkan, organ yang dibentuk ini berasal dari masing-masing lapisan dinding tubuh
embrio pada fase gastrula. Contohnya :

1) Lapisan Ektoderm akan berdiferensiasi menjadi cor (jantung), otak (sistem


saraf), integumen (kulit), rambut dan alat indera.
2) Lapisan Mesoderm akan berdiferensiasi menjadi otot, rangka (tulang/osteon),
alat reproduksi (testis dan ovarium), alat peredaran darah dan alat ekskresi
seperti ren.
3) Lapisan Endoderm akan berdiferensiasi menjadi alat pencernaan, kelenjar
pencernaan, dan alat respirasi seperti pulmo. Imbas embrionik yaitu pengaruh
dua lapisan dinding tubuh embrio dalam pembentukan satu organ tubuh pada
makhluk hidup. Contohnya : Lapisan mesoderm dengan lapisan ektoderm
yang keduanya mempengaruhi dalam pembentukan kelopak mata.

4
5
c) Proses Oogenesis

Oogenesis merupakan produksi sel telur atau ovum atau gamet betina. Oogenesis
terjadi pada semua jenis spesies dengan reprodukasi seksual yang mencakup semua
tahapan sel telur yang belum matang. Pada mamalia, sel telur ini harus melewati lima
tahap agar mencakup sel telur yang matang, yaitu Oosit primer, ootid, oosit sekunder,
ovum, dan ooginium.

Sebagian spesies yang mengalami reproduksi seksual, ovum atau sel telur hanya
mengandung setengah materi genetik dari individu dewasa. Karena reproduksi akan
terjadi ketika gamet jantan membuahi sel telur. Sel sperma juga hanya mengandung
setengah materi genetik dari individu yang matang. Sehingga menghasilkan embrio
yang telah dibentuk oleh fertilasi akan mengandung sel lengkap materi genetik.
Ooginium adalah tahap pertama dari sel telur yang belum matang yang dibentuk oleh
mitosis dalam kehidupan awal dari organisme. Proses oogenesis adalah proses
pembentukan sel telur di dalam ovarium. Oogenesis hanya dapat menghasilkan satu
sel telur matang dalam sekali waktu, berbeda dengan spermatogenesis yang mampu
menghasilkan hormon yang mempengaruhi proses oogenesis yaitu :

1) Hormon FSH ( Follicle Stimulating Hormone ), yang berfungsi sebagai


perangsang pertumbuhan pada sel-sel folikel.
2) Hormon LH ( Luteinizing Hormone ), yang berfungsi sebagai perangsang
terjadinya ovulasi, yaitu proses pengeluaran sel telur.
3) Hormon Estrogen, yaitu berfungsi menimbulkan sifat kelamin sekunder.
4) Hormon Progesteron, yaitu berfungsi untuk menebalkan dinding endometrium.an
jutaan sel sperma dalam waktu yang bersamaan.

Proses Oogenesis :

1) Oogonium
Oogonium merupakan sel induk dari sel telur yang terdapat didalam sel folikel
yang ada dalam ovarium.
2) Oogonium mengalami pembelahan mitosis yang berubah menjadi oosit primer
yang mempunyai 46 kromosom. Oosit primer akan melakukan meiosis yang
menghasilkan dua sel anak yang memiliki ukuran tidak sama.
3) Sel anak yang lebih besar merupakan oosit sekunder yang bersifat haploid. Oosit
sekunder memiliki ukuran yang lebih besar dari ukuran oosit primer, karena oosit
sekunder memiliki banyak sitoplasma.

6
4) Sel anak yang lebih kecil sering disebut badan polar pertama yang kemudian
membelah diri lagi.
5) Oosit sekunder akan meninggalkan tuba ovarium menuju tuba fallopi. Jika oosit
sekunder dibuahi oleh sel sperma, maka akan terjadi pembelahan meiosis yang
kedua. Demikian juga dengan badan polar pertama membelahn 2 badan polar
kedua yang nantinya akan mengalami degenerasi. Namun, jika tidak terjadinya
fertilasi, maka menstruasi akan cepat terjadi dengan siklus oogenesis yang
diulang kembali.Pengertian dan Proses Oogenesis
6) Pada saat pembelahan meiosis kedua, oosit sekunder akan berubah bersifat
haploid yang memiliki kromosom 23 yang disebut dengan ootid. Pada saat ovum
dan inti nukleus sudah siap melebur menjadi satu, maka saat itu juga akan
mencapai perkembangan final menjadi sel telur yang matang. Peristiwa
pengeluaran sel telur dikenal dengan ovulasi. Setiap ovulasi hanya memiliki satu
sel telur yang matang sehingga dapat hidup 24 jam. Apabila sel telur yang matang
tersebut tidak dibuahi, maka sel telur tersebut akan mati dan luruh bersama
dinding rahim pada awal siklus menstruasi.

d) Proses Spermatogenesis

Proses spermatogenesis, yaitu, pembentukan sperma, merupakan bagian penting


dari reproduksi pada manusia dan segala macam hewan. Pada artikel ini, kita akan
belajar tentang di mana dan kapan spermatogenesis terjadi, dan apa tahap yang perlu
dilalui sel-sel untuk menyelesaikan proses.

Spermatogenesis dapat didefinisikan sebagai ‘proses yang terjadi pada gonad


organisme laki-laki yang bereproduksi secara seksual, dimana sel-sel germinal pria
terdiferensiasi berkembang menjadi spermatosit, yang kemudian berubah menjadi
spermatozoa.

7
Spermatozoa adalah gamet jantan dewasa yang hadir dalam organisme
yang secara melakukan reproduksi secara seksual, dan itu mirip dengan oogenesis
pada wanita. Spermatogenesis biasanya terjadi pada tubulus seminiferus testis
dalam serangkaian tahap, diikuti oleh kematangan dalam epididimis, di mana
mereka menjadi siap untuk disahkan sebagai air mani bersama dengan sekresi
kelenjar lainnya. Proses ini dimulai pada saat pubertas karena tindakan
hipotalamus, kelenjar pituitari, dan sel-sel Leydig, dan proses hanya berakhir
setelah kematian. Namun, jumlah sperma akan berkurang secara bertahap seiring
dengan bertambahnya usia, akhirnya menyebabkan infertilitas.

Faktor Yang Mempengaruhi Spermatogenesis

1) Proses spermatogenesis sangat sensitif, dan dapat dipengaruhi oleh


perubahan sekecil apapun dalam kadar hormon seperti testosteron yang
dihasilkan oleh hipotalamus, kelenjar pituitari, dan sel-sel Leydig.
2) Proses ini juga sangat sensitif terhadap perubahan suhu.
3) Kekurangan dalam makanan, paparan obat kuat, alkohol, dan adanya
penyakit dapat mempengaruhi laju pembentukan sperma.
4) Stres oksidasi dapat menyebabkan kerusakan DNA pada sperma, yang
menyebabkan masalah dalam pembuahan dan kehamilan.
5) Proses spermatogenesis pada manusia terjadi selama periode waktu yang
lama lebih dari dua bulan. Selama ini, lebih dari 300 juta spermatozoa
akan diproduksi setiap hari. Namun, pada akhir proses, hanya sekitar 100
juta yang menjadi sperma matang. Ini dapat mengambil satu bulan lagi
untuk mengangkut sperma baru pada sistem duktal.
8
e) Proses Menstruasi

Siklus menstruasi dibagi menjadi siklus ovarium dan siklus endometrium. Di


ovarium terdapat tiga fase, yaitu fase folikuler, fase ovulasi dan fase luteal. Di
endometrium juga dibagi menjadi tiga fase yang terdiri dari fase menstruasi, fase
proliferasi dan fase Luteal.

1) Fase Menstruasi
Fase paling jelas, ditandai dengan pengeluaran darah dan sisa
endometrium melalui vagina.Fase ini bersamaan dengan fase folikular ovarium.
Saat korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi, kadar progesteron
dan estrogen menurun tajam, merangsang pembebasan prostaglandin yang
menyebabkan vasokonstriksi vaskular endometrium. Penurunan distribusi oksigen
menyebabkan kematian endometrium beserta vaskularnya.Perdarahan yang terjadi
melalui kerusakan vaskular ini membilas jaringan yang mati ke lumen uterus dan
hanya menyisakan sebuah lapisan tipis epitel dan kelenjar yang nantinya menjadi
asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga merangsang kontraksi
ritmik ringan miometrium uterus yang membantu mengeluarkan darah dan sisa
endometrium melalui vagina. Kontraksi yang terlalu kuat akibat produksi
prostaglandin berlebih dapat menyebabkan rasa kram yang disebut dismenorea.

9
9

2) Fase Proliferasi
Pada fase proliferatif terjadi proses perbaikan regeneratif, setelah
endometrium mengelupas sewaktu menstruasi. Permukaan endometrium dibentuk
kembali dengan metaplasia sel-sel stroma dan pertumbuhan keluar sel-sel epitel
kelenjar endometrium dan dalam tiga hari setelah menstruasi berhenti, perbaikan
seluruh endometrium sudah selesai. Pada fase proliferatif dini, endomentrium
tipis, kelenjarnya sedikit, sempit, lurus, dan dilapisi sel kuboid, dan stromanya
padat.
Fase regeneratif dini berlangsung dari hari ke tiga siklus menstruasi hingga
hari ke tujuh, ketika proliferasi semakin cepat. Kelenjar-kelenjar epitel bertambah
besar dan tumbuh ke bawah tegak lurus terhadap permukaan. Sel-selnya menjadi
kolumner dengan nukleus di basal sel-sel stroma berploriferasi, tetap padat dan
berbentuk kumparan. Pembelahan sel terjadi pada kelenjar dan stroma. Pada saat
menembus endometrium basal, masing-masing arteri berjalan lurus, tetapi pada
lapisan superfisial dan media arteri berubah menjadi spiral.

3) Fase Luteal
Pada fase luteal, jika terjadi ovulasi maka endometrium akan mengalami
perubahan yang nyata, kecuali pada awal dan akhir masa reproduksi Perubahan ini
mulai pada 2 hari terakhir fase proliferatif, tetapi meningkat secara signifikan

10
setelah ovulasi. Vakuol-vakuol sekretorik yang kaya glikogen tampak di dalam
sel-sel yang melapisi kelenjar endometrium. Pada mulanya vakuol-vakuol tersebut
terdapat di bagian basal dan menggeser inti sel ke arah superfisial. Jumlahnya
cepat meningkat dan kelenjar menjadi berkelok-kelok. Pada hari ke enam setelah
ovulasi, fase sekresi mencapai puncak. Vakuol-vakuol telah melewati nukleus.
Beberapa di antaranya telah mengeluarkan mukus ke dalam rongga kelenjar.
Arteri spiral bertambah panjang dengan meluruskan gulungan. Apabila tidak ada
kehamilan, sekresi estrogen dan progesteron menurun karena korpus luteum
menjadi tua. Penuaan ini menyebabkan peningkatan asam arakidonat dan
endoperoksidase bebas di dalam endometrium. Enzim-enzim ini menginduksi
lisosom sel stroma untuk mensintesis dan mensekresi prostaglandin (PGF2α dan
PGE2) dan prostasiklin. PGF2α merupakan suatu vasokonstriktor yang kuat dan
menyebabkan kontraksi uterus, PGE2 menyebabkan kontraksi uterus dan
vasodilatasi, sedangkan prostasiklin adalah suatu vasodilator, yang menyebabkan
relaksasi otot dan menghambat agregasi trombosit.

Perbandingan PGF2α dengan kedua prostaglandin meningkat selama


menstruasi. Perubahan ini mengurangi aliran darah melalui kapiler endometrium
dan menyebabkan pergeseran cairan dari jaringan endometrium ke kapiler,
sehingga mengurangi ketebalan endometrium. Hal ini tersebut menyebabkan
bertambahnya kelokan arteri spiral bersamaan dengan terus berkurangnya aliran
darah. Daerah endometrium yang disuplai oleh arteri spiral menjadi hipoksik,
sehingga terjadi nekrosis iskemik. Daerah nikrotik dari endometrium mengelupas
ke dalam rongga uterus disertai dengan darah dan cairan jaringan, sehingga
menstruasi terjadi.

Beberapa Gejala Yang Menyertai Pendarahan Haid

Berikut ini adalah beberapa gejala yang dapat terjadi pada saat masa
menstruasi (Hendrik, 2006):

11
a) Keputihan
Keluhan keputihan dari seorang perempuan menjelang terjadinya haid secara
statistik cenderung dapat menyebabkan keadaan daerah kemaluan (terutama
vagina, uterus, dan vulva) menjadi mudah terjangkit suatu penyakit dan
menularkannya ke tubuhnya sendiri atau ke tubuh orang lain yang melakukan
persetubuhan dengannya.
b) Gangguan Alam Perasaan Negatif
Pada fase proliferasi siklus haid terjadi sedikit masalah. Beberapa perempuan
mengalami perasaan nyeri di daerah perut bawah (unilateral) ketika proses ovulasi.
Nyeri biasanya tidak berat dan berlangsung maksimal selama sekitar 12 jam, tetapi
pada beberapa kasus ditemukan dapat kambuh kembali dan sangat mengganggu.
c) Gangguan Fisik
Gejala-gejala fisik dapat berkumpul dalam dua kelompok berikut ini: 1).
Gejala-gejala yang tampak menjelang dan selama terjadinya proses ovulasi (PMS),
meliputi gejala-gejala yang terasa di daerah payudara, berupa rasa penuh di daerah
perut dan penambahan nafsu makan; 2). Gejala-gejala yang tampak pada satu atau
dua hari menjelang terjadinya proses perdarahan haid, meliputi gejala-gejala rasa
nyeri dan tidak nyaman di daerah perut, sakit kepala, nyeri pada punggung, lemas,
nafsu makan menurun, dan kram haid (tegang daerah perut).

Gangguan Menstruasi

Menstruasi dianggap normal jika terjadi antara 22-35 hari. Gangguan


menstruasi paling umum terjadi pada awal dan akhir masa reproduksi, yaitu di bawah
usia 19 tahun dan di atas usia 39 tahun. Gangguan ini mungkin berkaitan dengan
lamanya siklus menstruasi, atau jumlah dan lamanya menstruasi, seseorang wanita
dapat mengalami kedua gangguan tersebut.

Menstruasi dapat datang dengan interval lebih dari 35 hari yang disebut
dengan oligomenore, jika menstruasi terjadi lebih dari 70 hari (tanpa ada kehamilan),
dapat di diagnosis sebagai amenore sekunder. Diagnosis amenore primer di buat jika
menstruasi belum mulai pada usia 16 tahun. Menstruasi juga dapat terjadi dengan
interval kurang dari 21 hari, yang disebut epimenore atau polimenore.

Jumlah discharge menstruasi dapat bervariasi. Discharge menstruasi yang


sedikit atau ringan disebut hipomenore. Pengeluaran darah banyak disebut menoragia.
Menoragia mungkin terjadi disertai dengan suatu kondisi organik uterus, atau

12
mungkin terjadi tanpa adanya kelainan nyata pada uterus. Hal ini disebut dengan
perdarahan uterus disfungsional.

Pada gangguan siklus dan jumlah darah menstruasi, perdarahan terjadi dengan
interval yang tidak teratur, dan jumlah darah menstruasi sangat bervariasi. Pola
menstruasi ini disebut metoragia. Umumnya, hal ini menunjukkan kondisi lokal dalam
uterus.

a) Aminore dan Oligomenore


Amenore primer mungkin disebabkan oleh defek genetik seperti disgenetik
gonad yang biasanya mempunyai ciri seksual primer tidak berkembang. Kondisi
ini disebabkan oleh kelainan duktus mulleri, seperti tidak ada uterus, agenesis
vagina, septum vagina transversal, atau hymen imperforate. Pada kebanyakan
kasus, tidak terdapat kelainan dan wanita tersebut boleh berharap mendapatkan
menstruasi pada waktunya. Pada beberapa wanita dalam kelompok ini, terdapat
gangguan makan atau terlalu berat berolahraga.
Penyebab paling umum dari amenore sekunder adalah kehamilan, tetapi
keadaan ini dapat terjadi pada masa reproduksi dengan berbagai penyebab.
Penyebab amenore yang umum adalah penurunan berat badan, hiperprolaktinemia
dan prolactin-secretin tumor, insensitivitas hipotalamus-hipofisis, sindrom ovarium
polikistik (SOP), dan gagal gonad primer (ovarium).
Wanita yang mengalami gangguan makan, terutama anoreksia nervosa,
berhenti menstruasi, demikian juga wanita yang melakukan olahraga secara
kompulsif. Penyebab amenore adalah kegagalan hipotalamus melepaskan
gonadotropin releasing hormone oleh kelenjar hipofisis, sehingga selanjutnya
menyebabkan jumlah estrogen yang disekresi ovarium sedikit.

b) Menoragia
Menoragia dapat disebabkan oleh penyebab organik, tetapi pada kebanyakan
kasus adalah disfungsional atau disebabkan oleh perubahan endokrin atau
pengaturan endometrium lokal pada menstruasi. Penyebab organik antara lain
mioma uteri, terutama jika miomanya intramural atau submukosa dan mengubah
rongga endometrium, endometriosis interna difusa, polip endometrium, infeksi
pelvis kronik (penyakit peradangan pelvis), diskrasia darah, dan hipotiroidisme.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Siklus Haid

13
Kusmiran (2011) mengatakan penelitian mengenai factor risiko dari
variabilitas siklus menstruasi adalah sebagai berikut:

a) Berat badan.
Berat badan dan perubahan berat badan memengaruhi fungsi menstruasi.
Penurunan berat badan akut dan sedang menyebabkan gangguan pada fungsi
ovarium, tergantung derajat tekanan pada ovarium dan lamanya penurunan berat
badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang kurang/kurus dan anorexia
nervosa yang menyebabkan penurunan berat badan yang berat dapat menimbulkan
amenorrhea.
b) Aktivitas fisik.
Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat membatasi fungsi menstruasi.
c) Stress.
Stress menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, khususnya system
persarafan dalam hipotalamus melalui perubahan proklatin atau endogen opiat
yang dapat memengaruhi elevasi kortisol basal dan menurunkan hormone lutein
(LH) yang menyebabkan amenorrhea.
d) Diet.
Diet dapat memengaruhi fungsi menstruasi. Vegetarian berhubungan dengan
anovulasi, penurunan respons hormone pituitary, fase folikel yang pendek, tidak
normalnya siklus menstruasi (kurang dari 10 kali/tahun). Diet rendah lemak
berhubungan dengan panjangnya siklus menstruasi dan periode perdarahan. Diet
rendah kalori seperti daging merah dan rendah lemak berhubungan dengan
amenorrhea.

e) Paparan lingkungan dan kondisi kerja.


Beban kerja yang berat berhubungan dengan jarak menstruasi yang panjang
dibandingkan dengan beban kerja ringan dan sedang.
f) Gangguan endokrin
Adanya penyakit-penyakit endokrin seperti diabetes, hipotiroid, serta hipertiroid
yang berhubungan dengan gangguan menstruasi. Prevalensi amenorrhea dan
oligomenorrhea lebih tinggi pada pasien diabetes. Penyakit polystic ovarium
berhubungan dengan obesitas, resistensi insulin, dan oligomenorrhea. Amenorrhea
dan oligomenorrhea pada perempuan dengan penyakit polystic ovarium
berhubungan dengan insensitivitas hormone insulin dan menjadikan perempuan
tersebut obesitas. Hipertiroid berhubungan dengan oligomenorrhea dan lebih lanjut

14
menjadi amenorrhea. Hipotiroid berhubungan dengan polymenorrhea dan
menorraghia.
g) Gangguan perdarahan
Gangguan perdarahan terbagi menjadi tiga, yaitu: perdarahan yang
berlebihan/banyak, perdarahan yang panjang, dan perdarahan yang sering.
Dysfungsional Uterin Bleding (DUB) adalah gangguan perdarahan dalam siklus
menstruasi yang tidak berhubungan dengan kondisi patologis. DUB meningkat
selama proses transisi menopause.

1. uraikan proses oogenesis sampai dengan menstruasi

Oogenesis merupakan proses pembentukan ovum di dalam ovarium. . Oogenesis


dimulai dengan pembentukkan bakal sel-sel telur yang disebut oogonia. Terjadi dalam
organ reproduksi betina yaitu ovarium.
Oogenesis merupakan proses pembentukan ovum di dalam ovarium. Di dalam
ovarium terdapat oogonium (oogonia = jamak) atau sel indung telur. Oogonium
bersifat diploid dengan 46 kromosom atau 23 pasang kromosom. Oogonium akan
memperbanyak diri dengan cara mitosis membentuk oosit primer. Oogenesis telah
dimulai saat bayi perempuan masih di dalam kandungan, yaitu pada saat bayi berumur
5 bulan dalam kandungan. Pada saat bayi perempuan berumur 6 bulan, oosit primer
akan membelah secara meiosis. Namun meiosis tahap pertama pada oosit primer ini
tidak dilanjutkan sampai bayi perempuan tumbuh menjadi anak perempuan yang
mengalami pubertas. Oosit primer tersebut adalam keadaan istirahat (dorman).
Pada saat bayi perempuan lahir, di dalam setiap ovariumnya mengandung sekitar
satu juta oosir primer. Saat mencapai pubertas, anak perempuan hanya memiliki
sekitar 200 ribu oosit primer saja. Sedangkan oosit lainnya mengalami degenerasi
selama pertumbuhannya.
Saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan mengalami perubahan
hormon yang menyebabkan oosit primer melanjutkan meiosis tahap pertamanya.
Oosit yang mengalami meiosis I akan menghasilkan dua sel yang tidak sama
ukurannya. Sel oosit pertama merupakan oosit yang berukuran normal (besar) yang
disebut oosit sekunder, sedangkan sel yang berukuran lebih kecil disebut badan polar
pertama (polosit primer).

15
Selanjutnya, oosit sekunder melanjutkan tahap meiosis II (meiosis kedua). Namun
pada meiosis II, oosit sekunder tidak langsung diselesaikan sampai tahap akhir,
melainkan berhenti sampai terjadinya ovulasi. Jika tidak terjadi fertilisasi, oosit
sekunder akan mengalami degenerasi dan luruh bersama dinding rahim, dimana
kejadian ini disebut dengan menstruasi. Namun jika ada sperma yang masuk ke
oviduk, meiosis II pada oosit sekunder akan dilanjutkan kembali. Akhirnya meiosis II
pada oosit sekunder akan menghasilkan satu sel besar yang disebut ootid dan satu sel
yang kecil disebut badan polar kedua (polosit sekunder). Badan polar pertama juga
membelah menjadi dua badan polar. Akhirnya, ada tiga badan polar dan satu ootid
yang akan berkembang menjadi ovum dari oogenesis setiap satu oogonium.
Oosit dalam oogonium berada dalam suatu folikel telur. Folikel telur atau
disingkat folikel merupakan sel pembungkus penuh cairan yang mengelilingi ovum.
Folikel berfungsi menyediakan sumber makanan bagi oosit. Folikel juga mengalami
perubahan seiring dengan perubahan oosit primer menjadi oosit sekunder hinggan
terjadi ovulasi. Folikel primer muncul pertama kali untuk menyelubingi oosit primer.
Selama tahap meiosis I pada oosit primer, folikel primer berkembang menjadi folikel
sekunder. Pada saat terbentuk oosit sekunder folikel sekunder berkembang menjadi
folikel tersier. Pada masa ovulasi, folikel tersier berkembang menjadi folikel de Graaf
(folikel matang).
Proses mentruasi
Folikel de graff yang sudah matang menghasilkan ovum. Folikel de graff yang
telah melepaskan ovum akan berubah menjadi corpus rubrum dan akan berubah
menjadi corpus luteum dan akan menjadi corpus albikan. Corpus luteum
menghasilkan hormone progesterone. Progesterone dan estrogen membantu
endometrium tetap utuh dan tidak meluruh. Setelah itu korpus luteum berubah
menjadi korpus albican yang menyebebabkan progesterone menjadi menurun.karena
progesterone dan estrogen menurun maka endometrium mengalami peluruhan yang
disebut dengan fase mentruasi.
(http://repository.maranatha.edu/21512/3/1310192_Chapter1.PDF)

2. uraikan proses spermatogenesis sampai dengan pengeluaran sperma

PROSES SPERMATOGENESIS

16
Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut
spermatogenesis. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis
mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan
diferensiasi sel, yang bertujuan untuk membentuk sperma fungsional.
Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian disimpan di
epididimis. Dinding tubulus seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan
epitelium germinal (jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada saat
spermatogenesis. Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-
ruang testis (lobulus testis). Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus
testis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel
benih) yang disebut spermatogonia(spermatogonium = tunggal). Spermatogonia
terletak di dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus.
Spermatogonia terus-menerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari
spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk
membentuk sperma.Pada tubulus seminiferus terdapat sel-sel induk spermatozoa
atau spermatogonium, sel Sertoli, dan sel Leydig. Sel Sertoli berfungsi memberi
makan spermatozoa sedangkan sel Leydig yang terdapat di antara tubulus
seminiferus berfungsi menghasilkan testosteron. Proses pembentukan spermatozoa
dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisis yaitu:

1. LH (Luteinizing Hormone) merangsang sel Leydig untuk menghasilkan


hormon testosteron. Pada masa pubertas, androgen/testo steron memacu
tumbuhnya sifat kelamin sekunder.

17
2. FSH (Folicle Stimulating Hormone) merangsang sel Sertoli untuk
menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu
spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis.Proses pemasakan
spermatosit menjadi spermatozoa disebut spermiogenesis.Spermiogenesis terjadi
di dalam epididimis dan membutuhkan waktu selama 2 hari.

Proses Spermatogenesis :

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

1. Spermatocytogenesis

Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang


akan menjadi spermatosit primer.Spermatogonia merupakan struktur primitif dan
dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini
mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit
primer. Spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung 23
kromosom berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal yang
disebut spermatogonia tipe A. Spermatogonia tipe A membelah secara
mitosis menjadi spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali
membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih
bersifat diploid Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada
inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel
anak, yaitu spermatosit sekunder.

2. Tahapan Meiois

Spermatosit primer menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak


dan segera mengalami meiosis I menghasilkan spermatosit sekunder yang n
kromosom (haploid). Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara
meiosis II membentuk empat buah spermatid yang haploid juga. Sitokenesis
pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap
terpisah, tapi masih berhubungan lewat suatu jembatan (Interceluler
bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang
gelap.

3. Tahapan Spermiogenesis

18
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4
fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil
akhir berupa empat spermatozoa (sperma) masak. Ketika spermatid dibentuk
pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah
spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang
terdiri dari kepala dan ekor. Bila spermatogenesis sudah selesai, maka ABP
testosteron (Androgen Binding Protein Testosteron) tidak diperlukan lagi, sel
Sertoli akan menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik
kepada hipofisis agar menghentikan sekresi FSH dan LH. Spermatozoa akan
keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar cowper.
Spermatozoa bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai
semen atau air mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat
mengeluarkan 300 –400 juta sel spermatozoa.

TAHAP –TAHAP SPERMATOGENESIS

Pada testis, spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Berikut adalah


skema tahapan spermatogenesis :

Penjelasan skema tahap spermatogenesis : Pada dinding tubulus


seminiferus telah ada calon sperma
(spermatogonium/spermatogonia) yang berjumlah ribuan.Setiap spermatogonia
melakukan pembelahan mitosis kemudian mengakhiri sel somatisnya
membentuk spermatosit primer yang siap miosis. Spermatosit primer (2n)
melakukan pembelahan meiosis pertama membentuk 2 spermatosit sekunder (n)
Tiap spermatosit sekunder melakukan pembelahan meiosis kedua, menghasilkan
2 spermatid yang bersifat haploid. (n) Keempat spermatid ini berkembang menjadi
sperma matang yang bersifat haploid yang semua fungsional , yang berbeda
dengan oogenesis yang hanya 1 yang fungsional.Sperma yang matang akan menuju
epididimis , kemudian ke vas deferens-vesicula seminalis-urethra dan berakhir
dengan ejakulasi.

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/9b912008b0a188a7e42
1d9a36050a80e.pdf

19
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-nurhendif-5401-2-babii.pdf
(Diunduh pada tanggal 01 September 2018 pada jam 23.18 WIB)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56362/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y (Diunduh pada tanggal 01 September 2018 pada jam 23.18 WIB)

http://eprints.undip.ac.id/50717/3/Koo_Melyza_Hartono_22010112130069_Lap.KTI_BAB_
2.pdf ( Diunduh pada tanggal 02 September 2018 pada jam 00.23 WIB )

http://digilib.unila.ac.id/9878/11/BAB%20II%20plg%20br.pdf ( Diunduh pada tanggal 02


September 2018 pada jam 00.23 WIB )

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/35210/Chapter%20II.pdf?sequence=4
(Diunduh pada tanggal 02 September 2018 pada jam 00.53 WIB)

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-agustinayu-5452-2-babii.pdf
(Diunduh pada tanggal 02 September 2018 pada jam 00.53 WIB)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/47098/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y (Diunduh pada tanggal 18 September 2018 pada jam 16.43 WIB)

20

Anda mungkin juga menyukai