Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH BIOKONSERVASI

TENTANG
“ANCAMAN BAGI KEANEKARAGAMAN HAYATI”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 7
1. INDAH JEFYSA (2130106023)
2. PUTRI LAILA SASMITHA (2130106042)
3. SUSANTI (2130106055)

DOSEN PENGAMPU:
Dr. DWI RINI KURNIA FITRI, M.Si

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR
BATUSANGKAR
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat,
rahmat, dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ancaman Bagi
Keanekaragaman Hayati” ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Biokonservasi. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini
sehingga dapat selesai pada waktunya.
Makalah ini telah disusun semaksimal mungkin, apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan, penulis mohon maaf. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Dwi
Rini Kurnia Fitri, M.Si selaku dosen pengampu kami dalam mengerjakan makalah ini. Segala
kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah ini, agar
menjadi terbaik bagi penyusun. Akhir kata kami berharap dengan adanya penyusunan makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penyusun sendiri, dan bagi semua yang
berkepentingan.

Batusangkar, 18 Maret 2024

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
C. Tujuan ............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
A. Tingkat Kepunahan ...................................................................................................... 3
B. Biogeografi Pulau .......................................................................................................... 3
C. Kepunahan Lokal.......................................................................................................... 5
D. Integrasi Ayat Al-Qurán/Hadist Terkait Materi ........................................................ 6
BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 8
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 9

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keanekaragaman hayati merupakan sumberdaya vital bagi keberlanjutan hidup
umat manusia. Keanekaragaman hayati berperan penting dalam menyediakan kebutuhan
barang dan jasa, mengatur proses dan fungsi ekosistem sehingga kehidupan dapat terus
berlangsung. Namun demikian, keanekaragaman hayati saat ini menghadapi risiko
kepunahan yang tinggi karena tingginya laju kerusakan lingkungan. Salah satu upaya untuk
menjaga eksistensi keanekaragaman hayati dan mencegahnya dari kepunahan adalah
dengan menunjuk dan menetapkan kawasan konservasi (Hero & Faida, 2015).
Keanekaragaman hayati ialah suatu istilah yang mencakup semua bentuk kehidupan
yang mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan
proses-proses ekologi. Adanya arus globalisasi dan efisiensi menuntut suatu keseragaman,
mengakibatkan krisis keragaman di berbagai bidang. Saat ini keragaman dianggap sebagai
in-efisien dan primitif, dimana keseragaman ialah efisien dan modern. Hal yang sama ini
juga terjadi pada keragaman hayati atau sering diistilahkan sebagai keanekaragaman hayati.
Pada saat ini proses penyeragaman sudah terjadi pada semua aspek, sehingga terjadi
penekanan pada perkembangan keragaman genetik. Keanekaragaman hayati terus menerus
mengalami kemerosotan. Hutan tropis sebagai salah satu gudang keanekaragaman hayati
diduga telah menyusut lebih dari setengahnya, bahkan lahan pertanian juga telah
mengalami degradasi, baik kualitas maupun kuantitasnya . Upaya mengatasi ancaman pada
keragaman hayati telah dilakukan di Indonesia, antara lain secara praktis mendorong proses
suksesi ekologis untuk mewujudkan kondisi lingkungan yang heterogen sehingga
memberikan kesempatan semua spesies dapat berkembang secara alami. Upaya tersebut
dengan membentuk daerah cagar alam, konservasi sumberdaya alam meliputi:tanah, air,
tumbuhan dan hewan, melelestarikan plasma nutfah, rotasi lahan dan tanaman, serta
sosialisasi peranan dan fungsi keragaman hayati untuk kelangsungan hidup manusia.
Tujuan penelitian ini untuk memberikan informasi masalah secara langsung berhubungan
dengan keanekaragaman hayati dan usaha konservasi yang dilakukan secara berkelanjutan
(Sutoyo, 2010).

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada materi kali ini, yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan tingkat kepunahan.
2. Apa yang dimaksud dengan biogeografi pulau.
3. Apa yang dimaksud dengan kepunahan lokal.
4. Apa ayat al-qurán/hadist terkait materi.

C. Tujuan
Adapun tujuan pada makalah kali ini, yaitu sebagai berikut:
1. Mampu menjelaskan tingkat kepunahan.
2. Mampu menjelaskan biogeografi pulau.
3. Mampu menjelaskan kepunahan lokal.
4. Mampu menunjukkan nilai ayat al-qurán/hadist terkait materi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tingkat Kepunahan
Tingkat kepunahan dalam biokonservasi mengacu pada tingkat atau tingkat risiko
di mana suatu spesies hewan atau tumbuhan berada dalam bahaya punah. Faktor-faktor
yang menyebabkan tingkat kepunahan dalam biokonservasi dapat bervariasi, namun
biasanya terkait dengan aktivitas manusia yang merusak habitat alami, perdagangan ilegal,
perubahan iklim, dan polusi lingkungan. Ada beberapa tingkatan kepunahan yang
digunakan untuk mengklasifikasikan seberapa dekat suatu spesies dengan punah, yaitu:
1. Rentang Kepunahan (Extinct Range)
Di mana suatu spesies telah punah di alam liar, tetapi masih ada individu yang
dipelihara dalam lingkungan buatan atau penangkaran.
2. Punah di Alam Liar (Extinct in the Wild)
Di mana semua individu suatu spesies telah hilang dari habitat alaminya dan
hanya ada dalam penangkaran atau lingkungan buatan.
3. Terancam Punah (Endangered)
Tingkat risiko yang menunjukkan bahwa suatu spesies berpotensi punah dalam
waktu dekat jika tidak dilindungi dan dikelola dengan baik.
4. Rentan (Vulnerable)
Tingkat risiko yang menunjukkan bahwa suatu spesies memiliki risiko punah di
alam liar jika tekanan yang mempengaruhi terus berlanjut.
5. Hampir Terancam (Near Threatened): Suatu tingkat yang menunjukkan spesies tersebut
mungkin akan diklasifikasikan sebagai terancam jika tidak ada tindakan konservasi
yang diambil.
6. Amannya (Least Concern): Spesies yang tidak dianggap berisiko punah saat ini, tetapi
bisa berubah status jika tekanan lingkungan meningkat.
Hubungan antara tingkat kepunahan dan biokonservasi penting untuk memahami
urgensi perlindungan spesies dan mempertahankan keragaman hayati di planet kita.
Tindakan konservasi yang efektif dan peduli sangat diperlukan untuk mencegah kepunahan
spesies dan melestarikan keanekaragaman hayati (Hero & Faida, 2015: 75-84).

B. Biogeografi Pulau
Biogeografi merupakan suatu peristilahan biologi yang berhubungan dengan pola
distribusi flora dan fauna dalam skala waktu dan ruang. Indonesia berdasarkan distribusi

3
flora dan faunanya memiliki kawasan biogeografi yang terdiri dari biogeografi Sunda,
Sahul, dan Wallacea. Kawasan Sunda (Oriental) dan Sahul (Australia) merupakan dua
kawasan biogeografi utama, dan campuran keduanya disebut Wallacea. Kawasan
biogeografi Oriental memiliki biota yang berasal dari dan berafiliasi dengan kawasan Asia,
yakni Jawa, Kalimantan, dan Sumatera, yang seringkali disebut juga dengan kawasan
Sunda. Adapun kawasan Indonesia yang termasuk dalam biogeografi Australia adalah
Kepulauan Aru dan Papua atau disebut kawasan Sahul. Di antara kedua biogeografi besar
tersebut, terdapat kawasan yang memiliki biota merupakan campuran dari keduanya
sehingga menjadi karakter tersendiri dan disebut biogeografi Wallacea, yang meliputi
wilayah Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara (Supriatna, 2014).
John dan Kathy MacKinnon (1986) telah mengidentifikasi tujuh unit biogeografi
utama di seluruh Indonesia yakni: Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Sunda
Kecil, Maluku, dan Irian. Masing-masing unit ini masih diidentifikasi lagi ke dalam
subunit-subunit berikutnya. Di dalam setiap unit tersebut, prioritas utama yang disarankan
adalah ditetapkannya kawasan perlindungan yang besar termasuk ekosistem utamanya.
Sebagai contoh, pada unit biogeografi Sumatera terdapat 7 subbiogeografi dengan batasan-
batasan dari penyebaran flora dan faunanya, Dimana Taman Nasional ditetapkan sebagai
kawasan perlindungan. Hal ini dikarenakan Taman Nasional tersebut memiliki spesies
tertentu, atau ekosistem tertentu, atau keunikan dan keindahan alamnya, karena sifat-
sifatnya yang khas pada skala nasional yang perlu mendapat perlindungan. Di dalam
pengelolaannya, kawasan tersebut dibagi dalam tiga zona, yakni zona inti yang dikelola
secara ketat; zona rimba, dengan pengelolaan dan penyediaan prasarana sekedarnya; dan
zona pemanfaatan intensif.
Hasil pengamatan dari para ahli biologi diketahui bahwa luas area pulau turut
menentukan jumlah spesies yang mampu menghuninya. Berdasarkan pola hubungan
tersebut maka dikembangkanlah model biogeografi pulau, yang mengarahkan logika
berpikir, bahwa pulau-pulau berukuran besar sudah pasti memiliki lebih banyak spesies
daripada yang berukuran kecil. Teori pulau biogeografi menjelaskan perbedaan dalam
keragaman spesies berdasarkan ukuran pulau (misalnya, pulau besar cenderung memiliki
lebih banyak spesies kategori tertentu daripada pulau-pulau kecil). Hal ini berarti bahwa
jumlah spesies yang terdapat pada suatu pulau akan ditentukan oleh luas pulau. Pulau-pulau
yang memiliki ukuran sepuluh kali lebih besar, cenderung akan memiliki kekayaan spesies
dua kali lebih banyak.(Kusumaningrum & Prasetyo, 2018).

4
C. Kepunahan Lokal
Keterancaman biodiversitas telah menyebabkan kepunahan jenis dan ekosistem.
Kepunahan ini, menurut Groom (2006) dapat digolongkan menjadi tiga macam: kepunahan
global, kepunahan lokal, dan kepunahan ekologis. Kepunahan global adalah hilangnya
jenis dari permukaan bumi, sedangkan kepunahanan lokal adalah kepunahan yang terjadi
di satu lokasi atau satu region. Kepunahan ekologis terjadi jika suatu spesies memiliki
populasi yang semakin kecil dan kepadatan sangat rendah sehingga tidak terjadi interaksi
dengan komunitasnya-alhasil, fungsi ekologis spesies ini menghilang.
Menurut Jablonski (2004), kepunahan adalah bagian fundamental dari alam.
Diperkirakan sejak bumi terbentuk, lebih dari 99% dari semua jenis telah mengalami
kepunahan. Diperkirakan bahwa bumi telah mengalami lima kali kepunahan massal selama
440 juta tahun yang lalu dan bahwa setiap kepunahan masal telah menyebabkan kepunahan
50% jenis yang ada. Lima kepunahan massal yang telah terjadi tidak sepenuhnya terjadi
secara random, tetapi seperti ada pemilihan spesies berdasaskan sebaran geografis dan lain-
lain (Supriatna, 2018: 79).
Kepunahan global menjadi perhatian utama biologi konservasi. Namun, banyak
spesies yang mengalami serangkaian kepunahan lokal di wilayah penyebarannya. Spesies-
spesies yang semula tersebar luas terkadang sebarannya menjadi terbatas pada "kantung-
kantung" kecil, sisa habitat sebelumnya. Misalnya, Kumbang tanah Amerika (Nicrophorus
americanus) yang dulu tersebar di sebelah timur dan tengah Amerika Utara, sekarang hanya
ditemukan dalam empat populasi yang terisolasi. Di Indonesia mungkin contohnya adalah
populasi berbagai spesies kupu-kupu dan kunang-kunang. Burung Maleo pun dahulu
pernah tersebar meluas dan melimpah di pulau Sulawesi. Akibat kopunahan lokal,
komunitas biologi menjadi miskin. Di Middlesex Fells, suatu daerah konservasi lokal di
kota metropolitan Boston, terdapat 338 spesies tumbuhan asli pada tahun 1894; hanya 227
spesies yang tersisa pada saat dilakukan survai 98 tahun kemudian (Drayton dan Primack
1996). Empat belas spesies di antara tumbuhan yang hilang itu masuk dalam daftar
tumbuhan yang umum dijumpai pada tahun 1894. Kombinasi suksesi hutan, kebakaran,
terinjak-injak oleh pejalan kaki dan pengendara sepeda gunung, invasi (serangan) spesies
eksotik (asing), dan fragmentasi habitat turut berperan terhadap hilangnya spesies di Fells.
Lima juta spesies yang ada di dunia diduga terdiri dari 1 miliar populasi yang
berbeda, atau sekitar 200 populasi per spesies. Sementara ada beberapa spesies yang hanya
memiliki sedikit populasi, spesies lainnya dapat memiliki ribuan populasi. Hilangnya
populasi adalah sebanding dengan proporsi hilangnya habitat, sehingga tingkat hilangnya

5
populasi di dunia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kehilangan spesies (lihat Gambar
2.4). Apabila 90% ekosistem padang rumput yang luas dirusak, maka 90% populasi spesies
tumbuhan, hewan, dan jamur juga akan hilang. Dengan tingkat kepunahan sekitar 1% per
tahun, hutan tropika humida memiliki sedikitnya setengah dari spesies yang ada di dunia.
Hal ini berarti hilangnya 5 juta populasi per tahun (1% dari 500 juta populasi hutan tropika),
atau sekitar 30.000 populasi per hari.
Kepunahan lokal yang besar ini merupakan pertanda biologi yang penting, yang
mengingatkan bahwa ada sesuatu yang salah dengan lingkungan. Diperlukan tindakan
untuk mencegah kepunahan lebih lanjut baik lokal maupun global. Hilangnya populasi-
populasi lokal tidak hanya berarti hilangnya keanekaragaman hayati, tetapi juga
mengurangi nilai wilayah baik untuk dinikmati, penelitian ilmiah. Ketersediaan sumber-
sumber daya alam dan bahan-bahan penting bagi penduduk lokal, khususnya dalam
ekonomi subsistem pun akan sirna (Indrawan et al., 2012).

D. Integrasi Ayat Al-Qurán/Hadist Terkait Materi


Lingkungan hidup sebagai salah satu aspek kehidupan sebenarnya mendapatkan
kedudukan yang penting dalam ajaran Islam. Hal tersebut tercermin dalam surat Al Baqarah
ayat 26 – 27 berikut ini :

Artinya: ”Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau
yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa
perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan : ”Apakah
maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan? Dengan perumpamaan itu banyak
orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang
diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik,
(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan
memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan
6
membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.”(Q.S Al-
Baqarah: 26-27).
Dalam ayat tersebut Allah S.W.T. memberikan tuntunan kepada kita agar tidak
tergolong sebagai orang–orang yang fasik, di mana salah satu tuntunan tersebut adalah
tidak membuat kerusakan di Bumi. Ayat tersebut membuktikan penghormatan Islam
terhadap perlindungan lingkungan hidup. Salah satu komponen lingkungan hidup adalah
keanekaragaman hayati, yang oleh karena peran pentingnya bagi kehidupan maka perhatian
terhadap perlindungannya menjadi penting untuk dilakukan (Rahma P., 2016).

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan pada makalah kali ini, yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat kepunahan dalam biokonservasi mengacu pada tingkat atau tingkat risiko di
mana suatu spesies hewan atau tumbuhan berada dalam bahaya punah. Faktor-faktor
yang menyebabkan tingkat kepunahan dalam biokonservasi dapat bervariasi.
2. Biogeografi merupakan suatu peristilahan biologi yang berhubungan dengan pola
distribusi flora dan fauna dalam skala waktu dan ruang.
3. Kepunahan adalah bagian fundamental dari alam. Diperkirakan sejak bumi terbentuk,
lebih dari 99% dari semua jenis telah mengalami kepunahan.
4. Lingkungan hidup sebagai salah satu aspek kehidupan sebenarnya mendapatkan
kedudukan yang penting dalam ajaran Islam. Hal tersebut tercermin dalam surat Al
Baqarah ayat 26 – 27.

8
DAFTAR PUSTAKA
Hero, M., & Faida, L. R. W. (2015). Resiko Kepunahan Keanekaragaman Hayati Di Taman
Nasional Gunung Merapi: Tinjauan Spasial. Jurnal Ilmu Kehutanan, 9(2), 75–84.
Indrawan, M., Primack, R. B., & Supriatna, J. (2012). Biologi Konservasi. Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Kusumaningrum, E. N., & Prasetyo, B. (2018). Ulasan Kritis Tentang Teori Biogeografi Pulau.
Prosiding Seminar Nasional FMIPA-UT 2018: Peran Matematika, Sains, Dan Teknologi
Dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)., 14–27.
https://perpustakaan.id/peta-persebaran-flora-dan-fauna-di-Indonesia-beserta-jenis-dan-
gambarnya/
Rahma P., S. G. M. S. (2016). Perlindungan Keanekaragaman Hayati Dalam Hukum Islam
(Biodiversity Protection on Islamic Law). Jurnal Hukum Dan Peradilan, 5(1), 73.
Supriatna, J. (2018). Konservasi Biodiversitas: Teori dan Praktik di Indonesia. Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Sutoyo. (2010). Keanekaragaman Hayati Indonesia Suatu Tinjauan : Masalah dan
Pemecahannya. 10, 101–106.

Anda mungkin juga menyukai