Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH

EKOLOGI HEWAN

“KELANGKAAN HEWAN DAN KONSERVASINYA


SERTA PENGEMBANGAN PEMBELAJARANNYA”

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. H. Mochammad Arief Soendjoto, M.Sc.
Dr. Dharmono, M.Si.

Disusun Oleh:
Norma Mulia S 1820113320017
Rezna Kartika Putri 1820113320012

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
MEI 2019
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Kelangkaan Hewan dan Konservasinya dan Pengembangan
Pembelajarannya” guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mata kuliah
Ekologi Hewan.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu, Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan baik isi maupun susunannya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis juga bagi para pembaca.

Banjarmasin, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Standar Kompetensi ................................................................................................ 1
B. Kompetensi Dasar ................................................................................................... 1
C. Indikator Pencapaian Kompetensi .......................................................................... 2
D. Uraian Singkat ......................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................................ 5
KONSEP ............................................................................................................................ 5
A. Kelangkaan Hewan di Hutan Pantai Tabanio dan konservasinya ........................... 5
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelangkaan ..................................................... 9
C. Inovasi Model Inquiri Terbimbing dalam Upaya Pelestarian Keanekaragaman
Hayati (Kelangkaan Hewan (Hirangan)) pada Mata Pelajaran Biologi .......................... 11
Desain Pengembangan Bahan Ajar Ekologi Hewan .................................................... 14
BAB III............................................................................................................................. 15
PENUTUP........................................................................................................................ 15
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 16
LAMPIRAN..................................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Standar Kompetensi

KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya


KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan
proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial
dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia
KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

B. Kompetensi Dasar

1.1.Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang


keanekaragaman hayati, ekosistem dan lingkungan hidup
1.2.Menyadari dan mengagumi pola pikir ilmiah dalam kemampuan mengamati
bioproses
1.3.Peka dan peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup, menjaga dan
menyayangi lingkungan sebagai manisfestasi pengamalan ajaran agama yang
dianutnya
2.1.Berperilaku ilmiah: teliti, tekun, jujur terhadap data dan fakta, disiplin,
tanggung jawab, dan peduli dalam observasi dan eksperimen, berani dan
santun dalam mengajukan pertanyaan dan berargumentasi, peduli lingkungan,
gotong royong, bekerjasama, cinta damai, berpendapat secara ilmiah dan
1
kritis, responsif dan proaktif dalam dalam setiap tindakan dan dalam
melakukan pengamatan dan percobaan di dalam kelas/laboratorium maupun
di luar kelas/laboratorium
2.2.Peduli terhadap keselamatan diri dan lingkungan dengan menerapkan prinsip
keselamatan kerja saat melakukan kegiatan pengamatan dan percobaan di
laboratorium dan di lingkungan sekitar
3.2.Menganalisis data hasil obervasi tentang berbagai tingkat keanekaragaman
hayati (gen, jenis dan ekosistem) di Indonesia.
4.2.Menyajikan hasil identifikasi usulan upaya pelestarian keanekaragaman
hayati Indonesia berdasarkan hasil analisis data ancaman kelestarian berbagai
keanekaragaman hewan dan tumbuhan khas Indonesia yang dikomunikasikan
dalam berbagai bentuk media informasi.

C. Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Siswa mampu mengkategorikan status kelangkaan hewan (hirangan)


melalui observasi
2. Siswa mampu menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya kelangkaan
hewan (hirangan)
3. Siswa mampu menentukan upaya pelestarian keanekaragaman hayati yang
sesuai

D. Uraian Singkat

Kelangkaan adalah suatu kondisi dimana suatu spesies hanya ditemukan


pada area tertentu atau tersebar, tetapi dalam jumlah individu yang sedikit.
Spesies langka tergantung pada faktor geografis, habitat khusus dan ukuran
populasi (Surakusumah, 2011). Hewan di berbagai habitat dan lingkungan
cenderung akan dipengaruhi dan mendapat tekanan dari perubahannya dari
lingkungannya seperti habitat, suhu, kelembaban, pH, kadar garam atau salinitas,
angin atau arus, gangguan lingkungan dan pencemaran. Kepunahan spesies terjadi
jika semua individu dalam populasi mati atau punah dan tidak menghasilkan
keturunan. Kepunahan spesies disebabkan berbagai faktor, di antaranya introduksi

2
spesies organisme asing, kerusakan habitat, pemanfaatan yang berlebihan,
pencemaran, perubahan iklim dan akumulasi faktor-faktor penyebab kepunahan
(Rasidi dkk, 2017).
Hirangan dalam bahasa Indonesia yaitu Lutung Kelabu (Trachypithecus
cristatus) merupakan salah satu jenis satwa langka dari kelompok Old World
Monkey. Populasi lutung saat ini diperkirakan menurun setiap tahun (vurnerable)
dan kemungkinan di masa mendatang keberadaannya akan hilang. Hirangan
(Trachypithecus cristatus, Raffles) adalah salah satu satwa liar yang dilindungi,
hal ini sesuai dengan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 733/kpts-
II/1999. IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural
Resource) menyatakan status konservasi lutung kelabu adalah vulnerable, artinya
rentan terhadap gangguan dan dikhawatirkan akan punah apabila tidak dilakukan
perlindungan dan pelestarian habitatnya (Supriatna, 2000).
Hirangan dapat dijumpai pada kawasan-kawasan tropis seperti Indonesia
salah satunya di Kawasan hutan pantai Tabanio Kecamatan Takisung Kabupaten
Tanah Laut Kalimantan Selatan, Kawasan hutan pantai Tabanio adalah kawasan
yang digunakan oleh para penduduk sebagai lahan pertanian, perkebunan,
peternakan dan sedang dikembangkan sebagai tempat pariwisata. Banyaknya jenis
tumbuhan yang ada dan kesesuaian habitat yang memadai menimbulkan hadirnya
Hirangan baik di kawasan pesisir pantai maupun kawasan tengah hutan. Oleh
karena itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai kelangkaan dan
konservasinya di Kawasan hutan pantai Tabanio Kabupaten Tanah Laut.
Lutung kelabu merupakan salah satu satwa liar yang mulai langka
keberadaannya akibat dari tingkah laku manusia maupun karena bencana alam.
Untuk menjaga kepunahan lutung ini maka diperlukan adanya suatu pemeliharaan
khusus yaitu penangkaran. Informasi mengenai manajemen pemeliharaan lutung
kelabu, khususnya pemberian makan di penangkaran masih sangat terbatas.
Dengan demikian perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui informasi
mengenai pola perilaku makan lutung tersebut. Informasi ini diharapkan dapat
membuat manajemen pemberian pakan pada lutung kelabu di penangkaran dapat
lebih baik dan efisien, sehingga lutung dapat berkembang lebih baik untuk
3
mempertahankan populasinya dari kepunahan. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan yaitu konservasi terhadap keberadaan Hirangan itu sendiri.
Berdasarkan penelitian Putra (2017) diketahui bahwa habitat dan populasi Lutung
Kelabu di Taman Nasional Gunung Merbabu perlu diperhatikan.
Pembelajaran mengenai kelangkaan hewan dan konservasinya penting
untuk dilaksanakan di sekolah dalam upaya meningkatkan pengetahuan konsep
peserta didik terhadap materi upaya pelestarian keanekaragaman hayati. Perlu
adanya inovasi pembelajaran dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran ini
sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan melekat di ingatan peserta
didik. Kegiatan pembelajaran inkuiri dianggap mampu membantu peserta didik
dalam meningkatkan pengetahuan mereka terhadap upaya pelestarian
keanekaragaman hayati karena pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran
yang melibatkan seluruh kemampuan peserta didik secara maksimal untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis, sehingga
siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri
(Hamrumi, 2012). Oleh karena itu pembelajaran mengenai kelangkaan hewan dan
konservasinya ini akan dirancang dengan menggunakan kegiatan pembelajaran
inkuiri.

4
BAB II
KONSEP

A. Kelangkaan Hewan di Hutan Pantai Tabanio dan konservasinya


Hutan Pantai Tabanio yang terletak di Kecamatan Takisung Kabupaten
Tanah Laut Kalimantan Selatan merupakan salah satu daerah yang sangat kaya
akan flora dan fauna. Salah satu dari keragaman fauna tersebut adalah hirangan
atau satwa lutung dari jenis primata, dimana populasinya pada saat ini
diperkirakan menurun dan terancam punah, sehingga sangat penting bagi semua
warga Indonesia untuk mencegah kepunahan satwa liar dengan cara
mempertahankan dan menjaga populasi yang ada.
Satwa primata merupakan satu ordo tersendiri yang disebut dengan nama
ordo primata yang termasuk manusia di dalamnya. Ordo primata terdiri dari dua
subordo, yaitu Prosimii dan Anthropoidea. Subordo Anthropoidea terbagi menjadi
New World Monkey, Old World Monkey, Apes, dan manusia. Lutung termasuk ke
dalam grup Old World Monkey. Ciri-ciri Old World Monkey adalah sebagai
berikut : 1) Mempunyai ischial pads, 2) Mempunyai colon yang terbagi atas
bagian ascending, transverse dan descending (adanya sigmoid flexure) dan 3)
Tidak mempunyai appendix (Sajuthi, 1984).
Status Konservasi Hirangan yaitu salah satu satwa liar yang dilindungi, hal
ini sesuai dengan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 733/kpts-II/1999
dan tercantum dalam Appendix II CITES. IUCN (International Union for
Conservation of Nature and Natural Resource) menyatakan status konservasi
Hirangan adalah vulnerable, artinya rentan terhadap gangguan dan dikhawatirkan
akan punah apabila tidak dilakukan perlindungan dan pelestarian habitatnya
(Supriatna, 2000).
Hirangan yang ditemukan di daerah Pantai Tabanio memiliki morfologi,
yaitu Hirangan jantan dewasa memiliki ciri-ciri tubuh berukuran lebih besar
dibandingkan betina. Tubuh berwarna hitam keabu -abuan. Kepala berwarna
hitam keabu-abuan. Memiliki ekor yang panjang. Tangan lebih pendek
dibandingkan bagian kaki. Sedangkan Hirangan betina dewasa memiliki ukuran
5
tubuh yang lebih kecil dibandingkan jantan dewasa. Tubuh berwarna hitam
keabu-abuan. Kepala berwarna hitam keabu-abuan. Tangan lebih pendek
dibandingkan bagian kaki. Hirangan anakan memiliki tubuh kecil dan biasanya
digendong atau berada dekat dengan induknya.
Hirangan (T. cristatus) memilki ciri-ciri muka berwarna hitam tanpa
lingkaran putih di sekitar mata dan rambut diatas kepalanya meruncing dengan
puncak di tengahnya. Seperti jenis lutung lainnya, Hirangan memiliki ekor
panjang berukuran sekitar 75 cm. Tangan dan kaki merupakan anggota badan
yang prehensile yaitu yang digunakan untuk memegang atau mencengkeram,
tidak memiliki rambut dan umumnya berwarna hitam (Napier dan Napier, 1985).
Hirangan jantan dan betina hampir tidak dapat dibedakan. Hanya ada perbedaan
yang jelas yaitu suatu bidang putih yang tidak beraturan di bagian panggul betina.
Selain itu jantan berukuran lebih besar dibandingkan dengan betina. Betina
memiliki bobot sekitar 89 % dari bobot tubuh jantan (Bedore, 2005 dalam
Prayogo, 2006).
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan beberapa Hirangan (T.
cristatus) di dua tempat yang berbeda yaitu kawasan tengah hutan dan kawasan
tepi pantai. Pada kawasan tengah hutan pada jam pengamatan 10.00-17.00 WITA
ditemukan Hirangan sebanyak 4, yaitu 1 jantan, 2 betina dan 1 anakan. Sedangkan
pada kawasan tepi pantai jam pengamatan 10.00-17.00 WITA ditemukan
Hirangan sebanyak 3, yaitu 1 jantan, 1 betina dan 1 anakan.
Status kelangkaan dihitung dengan menggunakan rumus Odum (1998),
sebagai berikut:
jumlah individu suatu jenis (ekor)
Kerapatan =
luas area (Ha)

6
Dengan kategori:
Kategori kelangkaan (jumlah individu Skala urutan
per 12 jam pengamatan)
<0,015 Jarang
0,01-0,30 Tidak umum
0,31-1,50 Sering
1,51-6,0 Umum
>6,0 Melimpah

Hutan pantai Tabanio memiliki luas area sebesar 900.000 Ha, sehingga status
kelangkaan Hirangan (T. cristatus) di daerah hutan pantai Tabanio dapat dihitung
sebagai berikut:
7
Kerapatan = = 0,000008
900.000
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa status kelangkaan
Hirangan (T. cristatus) di daerah hutan pantai Tabanio adalah dalam bahaya.
IUCN (2001) mengklasifikasikan tingkat ancaman kepunahan terhadap jenis-jenis
hewan sebagai berikut:
1. Extinct (EX) = punah
Adalah status konservasi yag diberikan kepada spesies yang terbukti (tidak
ada keraguan lagi) bahwa individu terakhir spesies tersebut sudah mati.
2. Extinct in the Wild (EW) = punah di alam
Adalah status konservasi yangdiberikan kepada spesies yang hanya diketahui
berada di tempat penangkaran ataudi luar habitat alami mereka.
3. Critically Endangered (CR) = kritis
Spesies yang mengahadapi resiko kepunahan di alam sangat tinggi.
Contoh: populasi sangat kecil > 50 individu dewasa dan memiliki peluang
untuk punah > 50% dalam waktu 5 tahun.
4. Endangered (EN) = dalam bahaya
Spesies yang tidak termasuk kategori kritis dan menghadapi resiko
kepunahan di alam sangat tinggi dalam waktu dekat.

7
Contoh: populasi sangat kecil > 250 individu dewasa dan memiliki peluang
untuk punah > 20%
5. Vulnerable (VU) = rawan/rentan
adalah status konservasi yang diberikan kepada spesiesyang sedang
menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada 2aktu yang akan datang.
6. Near Threatened (NT) = nyaris terancam
adalah status konservasi yang diberikankepada spesies yang mungkin berada

dalam keadaan terancam atau mendekatiterancam kepunahan meski tidak

masuk ke dalam status terancam.


7. Least Concern (LC)
adalah kategori IUCN yang diberikan untuk spesies yang telah dievaluasi
namun tidak masuk ke dalam kategori manapun.

Berdasarkan data di atas maka perlu adanya upaya konservasi terhadap Hirangan
(T. cristatus) di daerah hutan pantai Tabanio agar tidak mengalami kepunahan.
Konservasi adalah pelestarian yaitu melestarikan/ mengawetkan daya dukung,
mutu, fungsi, dan kemampuan lingkungan secara seimbang. Adapun tujuan
konservasi (1) mewujudkan kelestarian sumberdaya alam hayati serta
keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia, (2) melestarikan kemampuan dan
pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan
seimbang. Selain itu, konservasi meruapakan salah satu upaya untuk
mempertahankan kelestarian satwa. Tanpa konservasi akan menyebabkan
rusaknya habitat alami satwa. Rusaknya habitat alami ini telah menyebabkan
konflik manusia dan satwa. Konflik antara manusia dan satwa akan merugikan
kedua belah pihak; manusia rugi karena kehilangan satwa bahkan nyawa
sedangkan satwa rugi karena akan menjadi sasaran balas dendan .
Metode konservasi dengan sistem penangkaran (ex situ) adalah upaya
untuk mempertahankan populasi satwa liar yang mulai terancam kepunahannya.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam usaha penangkaran adalah memenuhi

8
kebutuhan satwa untuk hidup layak dengan mengkondisikan lingkungannya
seperti pada habitat alaminya, sehingga satwa tersebut dapat berproduksi dengan
baik. Selain itu keberhasilan usaha budidaya dari suatu spesies, sangat didukung
oleh pengetahuan pola tingkah laku untuk mencari, mendapatkan, dan menyeleksi
pakan yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan hewan tersebut. Jadi,
pengetahuan tentang cara pemberian pakan dan perilaku makan tersebut
merupakan faktor penentu yang sangat penting untuk mempertahankan populasi
satwa liar tersebut.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelangkaan


Beberapa faktor yang mempengaruhi mempengaruhi populasi hewan di
alam diantaranya adalah aktivitas manusia, natalitas dan mortalitas, serta kondisi
lingkungan di mana hewan tersebut berada. Keseimbangan ekosistem dapat
terganggu karena kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam.
Sumber daya alam seperti tumbuh-tumbuhan, pepohonan, dll dimanfaatkan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga produsen pada mata
rantai makanan menjadi berkurang. Berkurangnya jumlah produsen akan
memengaruhi jumlah konsumen tingkat I (herbivora). Jika hewan herbivora
berkurang makajumlah konsumen tingkat II (karnivora) juga akan berkurang.
Penurunanjumlah konsumen tingkat II akan memengaruhi konsumen tingkat III,
danseterusnya. Keseimbangan ekosistem yang terganggu ini dapatdisebabkan oleh
penggunaan teknologi yang tidak tepat.
Masyarakat kawasan pantai Tabanio sudah memiliki kesadaran dalam
menjaga keseimbangan lingkungan. Masyarakat pantai Tabanio hanya melakukan
penebangan terhadap pepohonan yang sudah tua dan tidak produktif lagi.
Sehingga faktor aktivitas manusia bukan menjadi faktor yang utama yang
mempengaruhi kelangkaan Hirangan (T. cristatus) di daerah hutan pantai
Tabanio.
Natalitas adalah munculnya individu muda, baik berupa lahirnya anak,
peneluran telur, perbanyakan secara aseksual, produksi spora serta biji. Laju
natalitas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh satu induk per satuan waktu.
9
Mortalitas adalah kematian individu di alam. Laju mortalitas setara dengan
kelahiran. (Soegianto, 1994). Suin (2002) menjelaskan perubahan keadaan
lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap organisme yang hidup disana. Bila
karena suatu hal keadaan suatu lingkungan berubah menjadi ekstrim bagi
kehidupan suatu organisme maka organisme terpaksa bermigrasi kearah lain atau
mati. Sebaliknya bila perubahan faktor lingkungan sangat optimal bagi organisme
maka kepadatan akan meningkat bahkan mengundang organisme lainyang sejenis
untuk bermigrasi.
1. Pengaruh suhu udara terhadap kelangkaan
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap parameter lingkungan, diperoleh
kelembaban suhu udara di kawasan hutan tepi Pantai Tabanio adalah 33-43°C
sedangkan di kawasan tengah Hutan Tabanio berkisar antara 31-34°C. Menurut
Syafi’i (2013) karakteristik habitat Lutung ialah memiliki kisaran suhu antara 20-
25°C, sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu udara di daerah hutan Pantai
Tabanio tergolong cukup tinggi bagi kehidupan Lutung. Tingginya suhu di
daerah hutan Pantai Tabanio ini mempengaruhi kehidupan Lutung di dalamnya
sehinnga populasi Lutung di hutan Pantai Tabanio berjumlah sedikit dan dapat
dikatakan hampir mengalami kelangkaan.

2. Pengruh intensitas cahaya terhadap kelangkaan


Berdasarkan hasil pengukuran terhadap parameter lingkungan, diperoleh
inetansitas cahaya di kawasan hutan tepi Pantai Tabanio adalah >2000 lux
sedangkan di kawasan tengah Hutan Tabanio adalah >2000. Menurut Al Qadri, J
(2018) karakteristik habitat Lutung ialah memiliki kisaran intensitas cahaya
antara 1200-1600 lux sehingga dapat disimpulkan bahwa intensitas cahaya di
daerah hutan Pantai Tabanio tergolong cukup tinggi bagi kehidupan Lutung.
Intensitas cahaya di daerah hutan Pantai Tabanio ini mempengaruhi kehidupan
Lutung di dalamnya sehinnga populasi Lutung di hutan Pantai Tabanio berjumlah
sedikit dan dapat dikatakan hampir mengalami kelangkaan

10
3. Pengaruh kelembaban udara terhadap kelangkaan
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap parameter lingkungan, diperoleh
kisaran kelembaban udara di kawasan hutan tepi Pantai Tabanio adalah 61%
sedangkan di kawasan tengah Hutan Tabanio 61-62%. Menurut Syafi’i (2013)
karakteristik habitat Lutung ialah memiliki kelembaban udara diatas 50%. Data
ini menunjukkan bahwa kelembaban udara di hutan Pantai Tabanio sudah
memenuhi karakteristik habitat Lutung. Namun, populasi Lutung di daerah ini
berjumlah sedikit dan dapat dikatakan hampir mengalami kelangkaan hal ini
dapat disebabkan karena faktor lainnya yang mampu mempengaruhi Kehidupan
Lutung dalam habitatnya yang dapat menyebabkan kepunahan.

C. Inovasi Model Inquiri Terbimbing dalam Upaya Pelestarian


Keanekaragaman Hayati (Kelangkaan Hewan (Hirangan)) pada Mata
Pelajaran Biologi
Suyadi (2013) menjelaskan bahwa model pembelajaran inkuiri merupakan
model pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui
berpikir secara sistematis. Hal ini sangat mendukung kegiatan pembelajaran
sehingga siswa menjadi lebih aktif dan dapat menemukan konsep secara mandiri.
Inkuiri merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara
langsung untuk merumuskan atau menyelidiki masalah untuk membangun
pengetahuan dan pemahaman baru. Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran
yang melibatkan seluruh kemampuan siswa secara maksimal untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis, sehingga siswa dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Hamrumi, 2012).
Melalui inkuri siswa dilatih agar dapat bertanya dan menjadi paham dan mampu
menjelaskan pemahamannya tersebut melalui pengalaman belajarnya
(Scardamalia, 2002).
Kegiatan eksperimen, observasi atau praktikum tidak terlepas dari
kecakapan komunikasi sains. Kecakapan komunikasi sains berkolerasi positif
dengan tingkat berpikir siswa. Melatih kecakapan komunikasi sains kepada siswa
11
menjadikan mereka dapat mengungkapkan ide-ide sains yang mereka miliki
(Agustryaningrum, 2011). Sanjaya (2006) mengemukakan terdapat enam langkah
model pembelajaran inkuiri terbimbing meliputi orientasi, merumuskan masalah,
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan
kesimpulan.

Sintaks Pembelajaran Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided


Inquiry)

Fase Sintak Deskripsi Kegiatan Pembelajaran


- Guru menerangkan pokok kegiatan yang
1 Orientasi mesti dilakukan peserta didik.

- Guru menampilkan sebuah gambar yang


menunjukkan kepunahan Bekantan di suatu
2 Merumuskan masalah
wilayah, siswa diminta membuat rumusan
masalah berdasarkan gambar tersebut

- Guru meminta siswa membuat hipotesis


2 Merumuskan hipotesis (jawaban sementara) berdasarkan rumusan
masalah yang telah dibuat

- Guru meminta siswa mempersiapkan alat-alat


yang diperlukan untuk melakukan observasi
untuk menyelidiki kelangkaan Hirangan.
3 Mengumpulkan data - Guru meminta siswa melakukan observasi
lapangan untuk menyelidiki kelangkaan
Hirangan.

- Guru meminta siswa untuk menghitung


status kelangkan Hirangan
4 Menguji hipotesis
- Guru meminta siswa untuk menganalisis data
yang telah dikumpulkan

12
- Guru meminta siswa untuk membuat
6 Membuat Kesimpulan kesimpulan berdasarkan kegiatan
pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Pengembangan bahan ajar akan memperkaya peserta didik dalam


mengkaji konsep kelangkaan hewan dan konservasinya. Peserta didik dapat
menghubungkan konsep teoritis yang dipelajari dengan mengaplikasikan dalam
pembelajaran (Setyoko, dkk 2017). Pembuatan bahan ajar adalah hal penting dan
merupakan suatu tuntutan, mengingat bahan ajar memiliki kontribusi besar bagi
keberhasilan pembelajaran (Prastowo, 2011). Materi pada bahan ajar yang
dikembangkan hendaknya berkaitan dengan ketercapaian kompetensi yang harus
dikuasai (Prasetyo dan Perwiraningtyas, 2017).

13
Desain Pengembangan Bahan Ajar Ekologi Hewan

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
BAB II HUTAN PANTAI TABANIO
BAB III KELANGKAAN HIRANGAN DI KAWASAN HUTAN PANTAI
TABANIO
A. Kelangkaan Hirangan Hutan Pantai Tabanio
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelangkaan
C. Upaya Konservasi

RANGKUMAN

INDEKS

GLOSARIUM

DAFTAR PUSTAKA

TENTANG PENULIS

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan Hirangan (Trachypithecus cristatus) yang


didapatkan di dua tempat yang berbeda yaitu kawasan tengah hutan dan kawasan
tepi pantai. Pada kawasan tengah hutan pada jam pengamatan 10.00-17.00 WITA
ditemukan Hirangan sebanyak 4, yaitu 1 jantan, 2 betina dan 1 anakan. Sedangkan
pada kawasan tepi pantai jam pengamatan 10.00-17.00 WITA ditemukan
Hirangan sebanyak 3, yaitu 1 jantan, 1 betina dan 1 anakan. Sehingga jumlah
keseluruhan terdapat 7 Hirangan yang berada dikawasan hutan pantai Tabanio.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap kerapatan individu maka dapat dikatakan
bahwa status kelangkaan Hirangan (Trachypithecus cristatus) di kawasan hutan
pantai Tabanio adalah dalam bahaya sehingga diperlukan suatu upaya konservasi
untuk menjaga kelestariannya di alam agar tidak mengalami kepunahan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Agustyaningrum, N. 2011. Implementasi model pembelajaran learning cycle 5E


untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas IX B
SMP Negeri 2 Sleman. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika dengan tema”Matematika dan Pendidikan Karakter
dalam Pembelajaran”. Yogyakarta: UNY.

Al Qadri, J., & Al Qadri, J. (2018). Karakteristik Pohon Pakan dan Pohon Tidur
Lutung (Trachypithecus Auratus) di Bukit Mangsit Blok Perlindungan Taman
Wisata Alam Kerandangan (Doctoral Dissertation, Universitas Mataram).

Hamrumi H. 2012. Strategi Dan Model-Model Pembelajaran Aktif Dan


Menyenangkan. Yogyakarta:Investidaya.

Napier, J. R. and P. H. Napier. 1985. The Natural History of the Primates. The
MIT Press, Cambridge, Massachusetts.

Odum, E.P. 1998, Dasar-dasar Ekologi. Alih Bahasa : Samingan, T dan B.


Srigandono. Edisi Ketiga Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta,
824hlm.

Prasetyo, N. A., dan Perwiraningtyas, P. 2017. Pengembangan Buku Ajar


Berbasis Lingkungan Hidup pada Mata Kuliah Biologi Universitas
Tribhuana Thungadewi. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia,Vol.3,No.1.

Prastowo, A. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Diva Press :
Yogyakarta.

Prayogo, Y. 2006. Sebaran dan Efikasi Berbagai Genus Cendawan


Entomopatogen Terhadap Riptortus linearis Pada Kedelai di Lampung dan
Sumatra Selatan. J. HPT Tropika6(1): 14-22.

Putra, D. A. 2017. Keterancaman Habitat Lutung Abu (Presbytis fredericae sody


1930) Dari Bahaya Kebakaran di Taman Nasional Gunung Merbabu.
Skripsi. Fakultas Kehutanan. ITB. Bogor.

Rasidi dkk. 2017. Ekologi Hewan. Diakses melalui: https://staff.blog.ui.ac.id

Sajuthi D. 1984. Satwa Primata Sebagai Hewan Laboratorium. Bogor: Institut


Pertanian Bogor.

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media


Group.

16
Scardamalia, M. 2002. Collective Cognitive Responsibility for the Advancement of
Knowledge. Chicago, IL : Open Court.

Setyoko, Rohman F, dan Suwono H. 2017. Pengembangan Modul Ekologi Hewan


Komunitas Makrozoobentos di Perguruan Tinggi. Jurnal Pendidikan Biologi
Indonesia Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia Vol 3 No 1. 80-87.

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif. Penerbit Usaha Nasional.Surabaya.

Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Padang: Penerbit Universitas Andalas.

Supriatna J., Wahyono EH. 2000. Panduan Lapang Primata Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.

Surakusumah, W. 2011. Perubahan iklim dan pengaruhnya terhadap


keanekaragaman hayati. Makalah Perubahan Lingkungan Global.
Universitas Pendidikan Indonesia. Diakses dari http://file. upi.
edu/Direktori/FPMIPA.

Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Syafi’i, A. 2013. Habitat Characteristics of Javan Langur


(Trachypithecusauratus) in Protected Forest Petungkriyono Pekalongan,
Jawa Tengah. SKRIPSI.

17
LAMPIRAN

Lampiran 1 jumlah hirangan yang ditemukan di kawasan hutan Pantai Tabanio

1. Tabel 1. Kawasan Tengah Hutan (10.00-17.00)


No Jenis Kelamin Usia Jam Pengamatan
1 Jantan Dewasa 10.19
2 Betina Dewasa 10.19
3 Betina Dewasa 10.19
4 - Anakan 10.19

2. Tabel 2. Kawasan Tepi Pantai (10.00-13.00)


No Jenis Kelamin Usia Jam Pengamatan
1 Betina Dewasa 15.11
2 - Anakan 15.11
3 Jantan Dewasa 16. 02

18
Lampiran 2. Parameter Lingkungan kawasam hutan Pantai Tabanio

1. Tabel 1. Parameter Lingkungan Kawasan Tepi Pantai Tabanio

No Nama Alat Pengukuran Satuan Pengukuran Kisaran


1 2 3
1 Termometer Suhu Udara Co 33 34 43 33-34
2 Anemometer Kecepatan Angin M/S 0 0 0 0
3 Lux Meter Intensitas Cahaya Lux >2000 >2000 >2000 >2000
4 Hygrometer Kelemeban Udara % 61 61 61 61
Mengukur Derajat % 5.9 5 5.4 5-5,9
Keasaman Dan
5 Soil Tester Kelembaban Tanah 100 100 100 100

2. Tabel 2. Parameter Lingkungan Kawasan Tengah hutan Tabanio

No Nama Alat Pengukuran Satuan Pengukuran Kisaran


1 2 3
1 Termometer Suhu Udara Co 34 33 31 31-34
2 Anemometer Kecepatan Angin M/S 0 1.7 1.1 0-1,7
3 Lux Meter Intensitas Cahaya Lux >2000 >2000 >2000 >2000
4 Hygrometer Kelemeban Udara % 62 62 61 61-62
Mengukur Derajat % 6.4 6.2 6 6-6,4
Keasaman Dan
5 Soil Tester Kelembaban Tanah 51 69 52 51-69

19

Anda mungkin juga menyukai