Anda di halaman 1dari 20

KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN POTENSI HUTAN

DESA SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI DI DESA


TUWUNG KECAMATAN KAHAYAN TENGAH KABUPATEN
PULANG PISAU

PROPOSAL

ZETLI DECOSTA
CCA 117 082

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian yang
membahas tentang "Keanekaragaman Jenis dan Potensi Hutan Desa Sebagai
Kawasan Konservasi di Desa Tuwung Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten
Pulang Pisau”. Proposal penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Palangka Raya.
Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih kurang sempurna,
oleh karena itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun dari semua
pembaca untuk menyempurnakan proposal penelitian ini. Akhir kata semoga
proposal penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.

Palangka Raya, September 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4
2.1 Hutan Desa ............................................................................................ 4
2.2 Kawasan Konservasi ............................................................................. 6
2.3 Keanekaragaman Jenis .......................................................................... 6
III. METODE PENELITIAN............................................................................. 9
3.1 Tempat dan Waktu ................................................................................. 9
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 9
3.3 Prosedur Penelitian ................................................................................ 9
3.4 Analisis Data .......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 13
LAMPIRAN ........................................................................................................ 14

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Metode Petak Tunggal .................................................................... 10


Gambar 3.2 Contoh Plot dan Sub Plot Petak Tunggal ....................................... 10

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ................................................................................ 9

iv
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepulauan Indonesia terbentuk dari 13.466 pulau (Ministry Of Environment
The Republic Of Indonesia, 2012). Indonesia merupakan negara yang mempunyai
hutan hujan tropis yang cukup luas dan keanekaragaman jenis tumbuhan terbesar
keempat di dunia. Keanekaragaman jenis tumbuhan tersebut tergambar pada
hutan-hutan yang tersebar di seluruh kawasan Indonesia (Indrawan et al. 2007).
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna yang berlimpah,
Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang berlimpah yaitu hutan. Hutan
Indonesia merupakan rumah untuk 12% mamalia dunia, 16% jenis reptil dan
amfibi, 17% jenis burung, serta 10.000 jenis pohon tumbuh di penjuru Nusantara
(Agus Purnomo, 2012).
Hutan desa (HD) didefinisikan sebagai hutan negara yang tidak dibebani hak
yang dikelola oleh desa untuk kesejahteraan masyarakat desa (Kementerian
Kehutanan, 2014). Pengaturan kelembagaan pengelola HD sedikit berbeda
dibandingkan dengan pengelolaan kawasan hutan berbasis masyarakat lainnya,
seperti hutan kemasyarakatan dan hutan tanaman rakyat, karena HD diberikan hak
pengelolaan selain izin, sementara yang lain dapat memanfaatkan sumber daya
hutan hanya berdasarkan izin. Hutan desa juga dapat dianggap sebagai sarana
kompromi untuk memberikan akses kepada masyarakat adat untuk mengelola
kawasan hutan, mengingat peraturan mengenai hutan adat masih belum kokoh.
Kelembagaan HD merupakan suatu sistem pengelolaan hutan berbasis masyarakat
yang relatif baru yang dirancang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) untuk mengelola kawasan hutan produksi dan hutan lindung
yang bebas dari klaim atau hak. Penduduk desa yang diwakili oleh lembaga desa,
memainkan peran utama dalam mengelola dan memanfaatkan manfaat dari hutan
negara.
Pengelolaan sumber daya alam yang tidak memperhatikan prinsip
keberlanjutan telah menyebabkan terjadinya krisis lingkungan, perubahan iklim,
krisis pangan dan krisis air bersih. Krisis lingkungan telah menjadi persoalan
2

serius masyarakat internasional, sehingga berbagai konvensi dan kesepakatan


mengenai skema pelestarian lingkungan hidup dan konservasi keanekaragaman
hayati tanaman terus digalakan. Keanekaragaman hayati memiliki peran strategis
mengendalikan krisis lingkungan, karena potensi penggunaannya sebagai sumber
bahan pangan dan obat-obatan untuk manusia, serta jasa lingkungannya menjaga
keseimbangan ekosistem alam (Frison dkk., 2006).
Keanekaragaman hayati terus menerus mengalami kemerosotan karena
meningkatnya aktivitas industrialisasi. Pemanfaatan potensi sumber daya alam
telah mendorong meningkatnya kebutuhan lahan untuk industry menyebabkan
perusakan habitat, fragmentasi, dan penggantian spesies asli yang sensitif dengan
spesies yang tidak asli. Pemanfaatan keragaman hayati secara ekonomi masih
berorientasi pada keuntungan yang besar tanpa memperhatikan dampak terhadap
kerusakan lingkungan.
Kondisi seperti ini menjadikan keanekaragaman jenis yang tinggi dimiliki
oleh hutan desa rawan terhadap gangguan sebagai akibat aktivitas manusia dalam
pemanfaatan hasilnya. Adanya pembukaan lahan untuk kawasan perladangan dan
permukiman oleh masyarakat, serta pembukaan dan pengerukan untuk
pengambilan bahan galian (batu) oleh perusahaan PT. Strada Multiperkasa (PT.
SMP), menyebabkan menurunnya luas kawasan hutan desa di Desa Tuwung
Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten Pulang Pisau. Penurunan luas kawasan
hutan akibat adanya alih fungsi lahan ini, menyebabkan hilangnya spesies-spesies
tertentu yang akhirnya akan berdampak terhadap penurunan jumlah
keanekaragaman jenis hayati, terutama vegetasi yang ada di dalamnya.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis ingin melakukan penelitian
mengenai keanekaragaman hayati dan potensi hutan desa sebagai kawasan
konservasi di desa tuwung kecamatan kahayan tengah kabupaten pulang pisau.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Keanekaragaman hayati yang ada di dalam hutan Desa Tuwung
Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten Pulang Pisau
3

2. Jenis vegetasi apa yang paling dominan menyusun hutan Desa Tuwung
Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten Pulang Pisau
3. Bagaimanakah potensi dari jenis-jenis tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Mengetahui Keanekaragaman hayati yang ada di dalam hutan Desa
Tuwung Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten Pulang Pisau
2. Mengetahui Jenis vegetasi apa yang paling dominan menyusun hutan Desa
Tuwung Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten Pulang Pisau
3. Mengetahui pemanfaatan potensi dari jenis-jenis tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1. Secara konseptual, hasil penelitian dapat dijadikan bahan untuk
pengembangan lebih lanjut dalam meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam melestarikan hutan
2. Sebagai bahan kajian, hasil penelitian dapat ditelti lebih lanjut dalam aspek
ruang lingkup yang berbeda
3. Bagi peneliti, hasil penelitian diharapkan menambah pengetahuan serta
wawasan baik secara teoritis maupun praktis dalam upaya melestarikan
hutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Desa


Menurut Alam (2003), hutan desa sebagai suatu kawasan hutan negara, hutan
rakyat, dan tanah negara yang berada dalam wilayah administrasi desa yang
dikelola oleh lembaga ekonomi yang berada di desa seperti usaha kelompok,
rumah tangga, petani, dan badan usaha milik desa. Pengelolaan hutan desa
melaksanakan pengelolaan hutan untuk meningkatkan fungsi, kesejahteraan
masyarakat, melalui sistem pengelolaan yang menempatkan masyarakat desa
sebagai pelaku utama, mitra kerja dan sebagai pihak yang mendapatkan bagian
kesejahteraan yang memadai. Adapun kawasan hutan yang ditetapkan sebagai
areal kerja hutan desa adalah hutan lindung, hutan produksi yang belum dibebani
hak pengelolaan atau izin pemanfaatan, dan berada dalam suatu wilayah
administrasi desa yang bersangkutan. Masyarakat sebagai pemanfaat sumberdaya
hutan desa merupakan penggerak (driving force) yang sangat penting. Kesadaran
masyarakat (public awareness) juga menjadi kunci pokok agar sumberdaya hutan
dapat termanfaatkan secara baik dan lestari (Ayat dan Tarigan 2010).
Menurut Supratman dan Sahide (2010), hutan desa merupakan hutan negara
yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. Sejalan
Rahmina, (2012), menyatakan bahwa hutan desa adalah hutan negara yang
dikelola oleh desa, dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa, dilaksanakan di
kawasan hutan lindung dan hutan produksi, belum dibebani hak pengelolaan atau
izin pemanfaatan, ijin diberikan kepada lembaga desa yang dibentuk oleh desa
melalui peraturan desa dan tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan.
Peraturan menteri kehutanan (Permenhut) No. P.49/Menhut-II/2008 tentang
hutan desa merupakan salah satu kebijakan Departemen Kehutanan yang
mengatur sistem tenure formal masyarakat yang mengelola sumberdaya hutan.
Sedangkan, tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
setempat secara berkelanjutan. Mengacu pada penjelasan UU nomor 41 tahun
1999 tentang Kehutanan, khususnya ada penjelasan pasal 5, hutan desa adalah
hutan negara yang dimanfaatkan oleh desa untuk kesejahteraan masyarakat desa.
5

Selanjutnya, didalam PP 6/2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana


pengelolaan hutan, hutan desa didefinisikan sebagai hutan negara yang tidak
dibebani izin atau hak yang dikelola oleh desa untuk kesejahteraan masyarakat.
Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa, dimanfaatkan untuk
kesejahteraan desa, dilaksanakan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi,
belum dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan, ijin diberikan kepada
Lembaga Desa yang dibentuk oleh desa melalui Peraturan Desa dan tidak
mengubah status dan fungsi kawasan hutan.
Masyarakat yang memiliki atau mendapatkan hak pengelolaan hutan
desa, berpotensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Hal ini
dimungkinkan karena pemegang hak pengelolaan hutan desa untuk memanfaatkan
kawasan, pemungutan kayu, bukan kayu, dan jasa lingkungan. Akan tetapi, di
hutan lindung tidak diizinkan memanfaatkan hasil hutan dan memungut hasil
hutan (Herwanto, 2009). Kawasan hutan yang ada di dalam wilayah desa dapat
ditetapkan sebagai areal hutan desa melalui mekanisme pengusulan areal tersebut
kepada Menteri Kehutanan. Kawasan hutan desa yang telah ditetapkan oleh
Menteri Kehutanan dapat dikelola oleh lembaga desa dengan mengajukan
permohonan hak pengelolaan kepada Gubernur melalui Bupati.
Pembangunan hutan desa pada dasarnya difokuskan pada tiga strategi
utama yaitu:
1. Strategi pengembangan kelembagaan pengelolaan hutan desa,
2. Strategi pengelolaan hutan desa, dan
3. Strategi pemberdayaan masyarakat.
Strategi pengembangan kelembagaan pengelolaan hutan desa adalah
mendorong otonomi pengelolaan hutan pada lembaga desa, sedangkan
strategi pengelolaan hutan desa diarahkan kepada terwujudnya distribusi akses,
distribusi peran dan distribusi manfaat yang merata kepada semua pihak. Strategi
pemberdayaan masyarakat mengarah kepada peningkatan kapasitas masyarakat
dalam pengelolaan hutan (Mustari, 2009).
6

2.2 Kawasan Konservasi


Kawasan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya. Kawasan Konservasi atau kawasan yang dilindungi ditetapkan oleh
pemerintah berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai dengan kepentingannya.
Tiap negara mempunyai kategori sendiri untuk penetapan kawasan yang
dilindungi, dimana masing-masing negara memiliki tujuan dan perlakuan yang
mungkin berbeda-beda. Namun, di tingkat internasional dinaungi oleh WCPA
(World Commission on Protected Areas) yang dulunya bernama CNPPA
(Commision on National Parks and Protected Areas) yaitu sebuah komisi
dibawah IUCN (The Worlf Conservation Union) yang memiliki tanggung jawab
menjaga lingkungan konservasi di dunia, baik untuk kawasan darat maupun
perairan (Kemenhut, 2014).
Istilah hutan konservasi merujuk pada suatu kawasan hutan yang diproteksi
atau dilindungi. Proteksi atau perlindungan tersebut bertujuan untuk
melestarikan hutan dan kehidupan yang ada di dalamnya agar bisa
menjalankan fungsinya secara maksimal. Hutan konservasi merupakan hutan
milik negara yang dikelola oleh pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal
Perlindungan dan Konservasi Alam, Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Pengertian hutan konservasi menurut Undang-Undang No. 41 Tahun
1999 tentang kehutanan adalah sebagai berikut: Kawasan hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keeanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya (Adia, 2011).
Kawasan konservasi dalam kategori nasional mencakup dua kelompok
besar, yaitu Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).
Kawasan Suaka Alam yang terdiri dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa,
bertujuan untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Kemenhut, 2013).

2.3 Keanekaragaman Hayati


Keanekaragaman hayati merupakan variabilitas antar mahluk hidup dari
7

semua sumber daya, termasuk di daratan, ekosistem perairan dan kompleks


ekologis termasuk juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies dan
ekosistemnya. Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka
marga satwa, taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi untuk kepentingan
budidaya plasma nutfah yang dialokasikan sebagai kawasan yang dapat memberi
perlindungan bagi keanekaragaman hayati (Arief, 2001).
Keanekaragaman hayati menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1994
adalah keanekaragaman di antara mahluk hidup dari semua sumber termasuk di
antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik lain, serta komplek-komplek
ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup
keanekaragaman dalam spesies, antarspesies, dan ekosistem.
Keanekaragaman hayati menurut World Wildlife Fund (1989) dalam
Indrawan dkk. (2007) adalah jutaan tumbuhan, hewan dan mikroorganisme,
termasuk yang mereka miliki, serta ekosistem rumit yang mereka bentuk menjadi
lingkungan hidup. Sehingga dari pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa
keaneragaman hayati bukan saja mengenai tumbuhan tetapi juga mengenai
lingkungan yaitu seperti tempat tumbuh suatu spesies, berikut tingkatan
Keanekaragaman hayati menurut (Indrawan, 2007)
a. Keanekaragaman spesies
Keanekaragaman spesies mencakup seluruh spesies yang ditemukan di bumi,
termasuk bakteri dan protista serta spesies dari kingdom bersel banyak (tumbuhan,
jamur, hewan, yang bersel banyak atau multiseluler). Spesies dapat diartikan
sebagai sekelompok individu yang menunjukkan beberapa karakteristik penting
berbeda dari kelompok- kelompok lain baik secara morfologi, fisiologi atau
biokimia.
b. Keanekaragaman genetik
Keanekaragaman genetik merupakan variasi genetik dalam satu spesies baik
di antara populasi-populasi yang terpisah secara geografik maupun di antara
individu-individu dalam satu populasi. Individu dalam satu populasi memiliki
perbedaan genetik antara satu dengan lainnya. Variasi genetik timbul karena
setiap individu mempunyai bentuk-bentuk gen yang khas.
8

c. Keanekaragaman ekosistem
Keanekaragaman ekosistem merupakan komunitas biologi yang berbeda serta
asosiasinya dengan lingkungan fisik (ekosistem) masing- masing.
Selain itu, Menurut Bappenas (2004) terdapat juga tiga pendekatan
keanekaragaman hayati, yakni tingkat ekosistem, tingkat taksonomik atau spesies,
dan tingkat genetik. Berikut uraiannya:
 Keanekaragaman ekosistem: mencakup keanekaan bentuk dan susunan
bentang alam, daratan maupun perairan, di mana makhluk atau organisme
hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme) berinteraksi dan membentuk
keterkaitan dengan lingkungan fisiknya.
 Keanekaragaman spesies: adalah keanekaan spesies organisme yang
menempati suatu ekosistem, di darat maupun di perairan. Dengan demikian
masing-masing organisme mempunyai ciri yang berbeda satu dengan yang
lain.
 Keanekaragaman genetis: adalah keanekaan individu di dalam suatu spesies.
Keanekaan ini disebabkan oleh perbedaan genetis antar individu. Gen adalah
pembawa sifat yang dimiliki oleh setiap organisme serta dapat diwariskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Contoh keterkaitan ketiga tingkat keanekaragaman hayati tersebut dapat
dilihat pada kawasan yang mempunyai keanekaan ekosistem yang tinggi, biasanya
juga memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi dengan variasi genetis yang
tinggi pula.
III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tuwung, Kecamatan Kahayan Tengah,
Kabupaten Pulang Pisau.
Rencana penelitian meliputi kegiatan persiapan lapangan/pengambilan data,
pengolahan dan analisis data, serta penyajian hasil penelitian yang dilakukan
sekitar 3 (tiga) bulan yaitu dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2021
yang dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini.
No. Rincian kegiatan Waktu penelitian
Oktober November Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
2 Pengambilan data
3 Analisis data
4 Penyajian akhir

3.2 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi, GPS
(Global Positioning System), kompas, meteran, tali rapia, phi-band, kamera,
tongkat ukur, alat tulis menulis (ATK), tally sheet dan buku
identifikasi/pengenalan pohon.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunitas tumbuhan
(vegetasi), dengan berbagai tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang, pohon),
termasuk tumbuhan bawah, perdu dan/atau liana yang ditemukan pada petak
pengamatan.

3.3 Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian, dalam pengumpulan data dapat di uraikan sebagai
berikut :
1. Menentukan lokasi/unit contoh
10

2. Menempatkan staritng point dan azimuth dengan bantuan GPS dan kompas
sebagai titik awal bergerak untuk penentuan jalur pengamantan.
3. Membuat jalur pengamatan, sesuai pada point 2.
4. Membuat petak dan sub petak contok dalam jalur pengamatan.

Gambar 3.1 Metode Petak Tunggal


Ukuran petak contoh tersebut adalah 20 m x 20 m untuk pengumpulan
data vegetasi tingkat pohon, dan didalamnya memuat sub petak contoh yang
lebih kecil yakni 10 m x 10 m untuk pengumpulan data vegetasi tingkat tiang,
5 m x 5 m untuk pengumpulan data vegetasi tingkat pancang, 1 m x 1 m
untuk pengumpulan data vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah.

Gambar 3.2 Contoh Plot dan Sub Plot Petak Tunggal


11

5. Mencatat dan mengumpulkan data vegetasi pada setiap petak dan sub petak
contoh, yang dimulai dari petak dan sub petak contoh petama demikian
seterusnya. Parameter vegetasi yang dikumpulkan pada setiap petak/sub petak
contoh, dideskripsikan sebagai berikut : Tumbuhan tingkat semai dan
pancang meliputi jenis dan jumlah individu setiap jenis, sedangkan untuk
vegetasi tingkat tiang dan pohon data yang dicatat dan diukur yaitu jenis dan
diameter/keliling (130 cm di atas permukaan tanah).
3.4 Analisis Data
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis baik INP dan parameter
kuantitatif lainnya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah individu suatu jenis
1. Kerapatan (K) = Luas seluruh petak contoh
Kerapatan suatu jenis
2. Kerapatan relatif (KR) = X 100 %
Kerapat an seluruh jenis
Jumlah bidang dasar suatu jenis
3. Dominansi (D) = Luas seluruh petak contoh
Dominasi suatu jenis
4. Dominansi relatif (DR) = X 100 %
Dominasi seluruh jenis
Jumlah petak diketemukan suatu jenis
5. Frekuensi (F) = Jumlah seluruh peta k contoh
Frekuensi suatu jenis
6. Frekuensi relatif (FR) = X 100 %
Frekuensi seluruh jenis

7. INP (Indeks Nilai Penting)


a. INP = Kr + Dr + Fr ; untuk vegetasi tiang dan pohon
b. INP = Kr + Fr ; untuk vegetasi pancang dan semai, vegetasi
dasar/tumbuhan bawah.
8. Indeks Dominasi

i
ID = n. 
N

Keterangan :
ID = Indeks Dominasi
n.i = Nilai penting spesies
N = Total Indeks Penting (INP)
12

9. Indeks Keragaman Jenis


𝑠
ni ni
𝐻′ = Ln
𝑁 𝑁
𝑖=1

Keterangan :
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner
Ln = Logaritma Natural (log berbasis)
ni = INP jenis ke-i
N = Total INP
DAFTAR PUSTAKA

Adia Yuniarti. 2011. Mengenal peran dan fungsi hutan konservasi. Karya ilmiah
tidak dipublikasikan, Institut Pertanian Bogor.
Agus, Purnomo. (2012). Menjaga Hutan Kita: Pro-Kontra Kebijakan Moratorium
Hutan Dan Gambut. Jakarta: PT.Gramedia. 2012:2
Alam, S., Supratman., dan Yusuf, Y., 2003. Pengelolaan Hutan Desa di
Sulawesi Selatan. Makalah di Susun pada Seminar Nasional Hutan Desa,
Yogyakarta.
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta : Kanisius.
Ayat, A, dan J.Tarigan. 2010. Hutan Desa Lubuk Beringin: Skenario
Konservasi Kabupaten Bengo. World Agroforestry Center (ICRAF)
Indonesia. Jurnal Kehutanan Vol. 3(2) : 3-5.
Bappenas. 2004. Wilayah Kritis Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Jakarta:
Direktorat Pengendalian Sumber Daya Alam di Lingkungan Hidup.
Frison, E. A., Smith, I. F., Johns, T., Cherfas, J., & Eyzaguirre, P. B. (2006).
Agricultural biodiversity, nutrition, and health: making a difference to
hunger and nutrition in the developing world. Food and nutrition bulletin,
27(2), 167-179.
Herwanto, D. 2009 Pengelolaan Hutan Desa Sebagai Salah Satu Alternatif
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Terutama Dalam Kaitannya dengan
Wacana Otonomi Daerah, Khususnya Otonomi Desa. Jakarta.
Indrawan Mochamad. Richard B. Premack. Jatna Supriatna. 2007. Biologi
Konservasi. Edisi Revisi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Kementerian Kehutanan. 2014. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.89/Menhut-II/2014 tentang Hutan Desa. Jakarta. 22 hal.
Ministryof Environment The Republic of Indonesia,. State of the Environment
Report Indonesia 2012. Pillars of the Environment of Indonesia.
http://apps.unep.org/redirect.php?file=/publications/pmtdocuments/Indonesi
a%20SoERIndonesia_SoER_2012.pdf. diakses 3 September 2021
Mustari, H. 2009. Hutan Desa, Pengakuan Hak Kelola Hutan. Kalimantan Barat.
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.49/Menhut- II/2008 tentang Hutan Desa.
Rahmina, 2012. Pilihan skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat dalam
mitigasi perubahan iklim. Forclime. Jakarta.
Supratman. Sahide M.A.2010. Pembangunan Hutan Desa di Kabupaten Bantaeng:
Konsep, Proses, dan Refleksi. RECOFTC, Makassar
LAMPIRAN
15

Anda mungkin juga menyukai