Anda di halaman 1dari 10

Paper Praktikum Silvikultur Medan, September 2023

PEMILIHAN JENIS DI HUTAN LINDUNG


(Studi Kasus: Rehabilitasi Hutan Lindung Di Kawasan Hutan Lindung
Kphl Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat)
Dosen Penanggungjawab:
Prof.Dr. Delvian, SP., MP.

Disusun Oleh:
Ayu Salsa 211201013
Nabila Putri Ramadhani 221201015
Chindy Khairany 221201021
Nur Apriliani 221201096
Tifara Ainisa 221201101
Aldian Tri Angga 221201106
Anang Analdi M Sarusuk 221201185
Kelompok 7
HUT 3A

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan kasih
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan paper Praktikum Silvikultur ini dengan
baik. Adapun judul dari paper ini adalah “Pemilihan Jenis Di Hutan Lindung Studi
Kasus Rehabilitasi Hutan Lindung Di Kawasan Hutan Lindung Kphl Rinjani
Barat, Nusa Tenggara Barat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen penanggung jawab
Praktikum Silvikultur Prof. Dr. Delvian, SP., MP. karena telah memberikan materi
dan arahan dengan baik dan benar. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
asisten yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama kami mengikuti
kegiatan praktikum ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak dalam upaya untuk memperbaiki
isi paper ini akan sangat kami hargai. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapapun
membacanya.

Medan, September 2023

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Gambaran umum dari Kawasan Hutan Lindung Kphl
Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat ......................................... 3
2.2 Spesies terpilih yang akan ditanam di Kawasan Hutan
Lindung Kphl Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat ................. 3
2.3 Masalah-masalah di lingkungan Kawasan Hutan Lindung
Kphl Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat ................................ 4
2.4 Penyebab kerusakan flora dan fauna pada Kawasan
Hutan Lindung Kphl Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat ........ 4
2.5 Solusi yang diterapkan di Kawasan Hutan Lindung Kphl
Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat .......................................... 5
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 6
3.2 Saran .................................................................................................. 6
DAFTAR PUSTAKA

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan
lindung didefinisikan sebagai kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah. Namun demikian, pada saat ini fungsi pokok
tersebut terancam keberlangsungannya sebagai akibat terjadinya degradasi
hutan lindung. Rata-rata degradasi hutan berdasarkan data Kementerian
Kehutanan yang diakibatkan oleh adanya pembalakan liar pada tahun 2010
mencapai 0,626 juta hektar per tahun. Secara umum, penyebab degradasi
hutan termasuk hutan lindung, dapat berupa penyebab langsung dan tidak
langsung. Penyebab tidak langsung diantaranya kondisi sosial, ekonomi
bahkan politik yang menjadi timbulnya tekanan penduduk terhadap kawasan
hutan, mempertahankan fungsi ekologisnya (Setiawan dan Krisnawati, 2014).
Rehabilitasi hutan lindung pada dasarnya harus mempunyai dua manfaat
sekaligus, yaitu manfaat secara ekologis yang berhubungan dengan fungsi
pokoknya dan manfaat ekonomis yang artinya dapat memberikan nilai
tambah bagi masyarakat sekitarnya. Manfaat ekonomi ini menjadi penting
karena sebagian besar hutan lindung sudah terdapat penggarap di dalamnya.
Dengan demikian, diperlukan strategi rehabilitasi yang tepat. Strategi
rehabilitasi ini setidaknya mempunyai dua aspek penting, yaitu lokasi yang
tepat dan pemilihan jenis yang tepat. Penentuan lokasi yang tepat dapat
menggunakan berbagai kriteria dan indikator, baik fisik maupun sosial. Salah
satu parameter fisik yang dapat digunakan adalah kerentanan hutan lindung
terhadap erosi, dan aspek sosial yang dapat digunakan (Winarni et al., 2016).
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan pilihan yang paling logis,
karena di kawasan hutan lindung pemanfaatan kayu tidak diperbolehkan.
Hasil analisis kesesuaian jenis di lokasi yang akan direhabilitasi merupakan
pertimbangan utama dalam pemilihan jenis HHBK. Namun demikian, jenis
2

yang akan dikembangkan dalam rangka rehabilitasi hutan lindung hendaknya


mempunyai nilai lebih lainnya, misalnya mempunyai potensi untuk mencegah
erosi dan longsor. Pengelolaan hutan ke depan, khususnya di luar Pulau Jawa,
dilakukan oleh suatu Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). Salah satu
kawasan hutan yang dikelola oleh suatu KPH adalah kawasan hutan lindung.
Dalam rangka pengarusutamaan KPH, Kementerian Kehutanan telah
menetapkan beberapa KPH model di seluruh Indonesia sehingga cakupannya
lebih luas dan lebih banyak (Alif, 2015).
Dalam kawasan hutan lindung khususnya yang langsung berbatasan
dengan masyarakat sudah terdapat masyarakat penggarap di dalamnya.
Secara kualitas, tidak kurang dari 60% kawasan yang ada merupakan
kawasan yang kurang produktif. Di sisi lain, desa-desa yang ada di sekitar
hutan lindung sebagian besar telah mengalami tekanan penduduk terhadap
lahan. Hal ini menunjukkan bahwa lahan-lahan pertanian yang ada sudah
tidak mampu lagi mendukung pemenuhan kebutuhan masyarakatnya. Oleh
sebab itu, kawasan hutan lindung di KPHL Rinjani Barat sangat perlu untuk
direhabilitasi di kawasan hutan lindung tersebut karena hutan lindung ini
sangat mempengaruhi terhadap upaya untuk memulihkan, mempertahankan,
dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan guna meningkatkan daya dukung,
produktivitas serta mendukung daya guna lahan (Handoko, 2013).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada paper ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana gambaran umum dari Kawasan Hutan Lindung Kphl Rinjani
Barat, Nusa Tenggara Barat?
1.2.2 Apa saja spesies terpilih yang akan ditanam di Kawasan Hutan
Lindung Kphl Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat?
1.2.3 Apa saja masalah-masalah di lingkungan Kawasan Hutan Lindung Kphl
Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat?
1.2.4 Apa saja penyebab kerusakan flora dan fauna pada Kawasan Hutan
Lindung Kphl Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat?
1.2.5 Apa solusi yang diterapkan di Kawasan Hutan Lindung Kphl Rinjani
Barat, Nusa Tenggara Barat?
3

BAB II
PEMBAHASAN

1.2.1 Gambaran Umum Dari Kawasan Hutan Lindung Kphl Rinjani Barat,
Nusa Tenggara Barat
Adapun gambaran umum tentang Hutan Lindung Kphl Rinjani Barat, Nusa
Tenggara Barat. Kawasan hutan lindung KPHL Rinjani Barat mempunyai luas
28.827,1 ha dari luas total KPHL 40.983 ha. Secara administrasi kawasan hutan
lindung ini meliputi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Lombok Barat dan Lombok
Utara. Hutan lindung di KPHL Rinjani Barat didominasi oleh bentuk lahan
pegunungan dan perbukitan dengan kemiringan lereng > 40%. Jenis tanah yang
mendominasi adalah jenis tanah mediteran dan litosol dengan kelompok batuan
berupa batuan beku. Curah hujan berkisar antara 517 mm-3.130 mm per tahun.
Menurut Jamilah, (2013) Hutan primer merupakan penutupan dominan di hutan
lindung dan diikuti oleh hutan sekunder, semak belukar, dan pertanian campuran
yang baik dan terpilih.
1.2.2 Spesies Terpilih Yang Akan Ditanam Di Kawasan Hutan Lindung Kphl
Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat
Untuk pemilihan jenis, maka jenis penghasil Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK) merupakan pilihan yang paling logis, karena di kawasan hutan lindung
pemanfaatan kayu tidak diperbolehkan. Hasil analisis kesesuaian jenis di lokasi
yang akan direhabilitasi merupakan pertimbangan utama dalam pemilihan jenis
HHBK. Namun, jenis yang akan dikembangkan dalam rangka rehabilitasi hutan
lindung hendaknya mempunyai nilai lebih lainnya, misalnya mempunyai potensi
untuk mencegah erosi dan longsor. Menurut Subagyono, (2017) Pemilihan jenis
HHBK potensial dapat didasarkan pada tingkat kesesuaian jenis di kawasan yang
akan direhabilitasi dan potensi sistem perakarannya mencegah longsor dan erosi.
Adapun jenis HHBK yang potensial dikembangkan dalam kerangka
rehabilitasi hutan lindung di KPHL Rinjani Barat adalah jenis HHBK sebagai
sumber BBM yaitu nyamplung (calophyllum inophyllum) dan penghasil minyak
atsiri yaitu gaharu (Aquilaria malaccensis) dan kayu putih
(Melaleuca leucadendra). Adapun jenis fauna yang berpotensi dalam
4

perkembangan rehabilitasi hutan lindung ini adalah kera abu-abu


(Macaca fascicularis), Musang Rinjani (Paradoxurus hermaphroditus) dan
Lutung (Tracyphitecus auratus). Subiksa, (2014) menyatakan bahwa fauna-fauna
tersebut dapat berpotensi dalam hal untuk mengembangkan ekosistem pada
kawasan hutan lindung, salah satunya adalah penyebaran bibit pohon yang ada
dihutan lindung tersebut.
1.2.3 Masalah-Masalah Di Lingkungan Kawasan Hutan Lindung Kphl
Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat
Hutan lindung didefinisikan sebagai kawasan hutan yang mempunyai
fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur
tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah. Namun demikian, pada saat ini fungsi pokok
tersebut terancam keberlangsungannya sebagai akibat terjadinya degradasi hutan
lindung. Rata-rata degradasi hutan berdasarkan data Kementerian Kehutanan
yang diakibatkan oleh adanya pembalakan liar pada tahun 2010 mencapai 0,626
juta hektar per tahun. Kawasan hutan lindung di KPHL Rinjani Barat perlu untuk
direhabilitasi. Lokasi prioritas yang harus direhabilitasi di kawasan hutan lindung
KPHL Rinjani Barat telah disusun sebagai dasar untuk menentukan sasaran
rehabilitasi. Penentuan lokasi prioritas ini didasarkan pada parameter kerentanan
erosi, longsor, dan tekanan penduduk terhadap lahan (Ritung et al., 2017).
1.2.4 Penyebab Kerusakan Flora Dan Fauna Pada Kawasan Hutan Lindung
Kphl Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat
Secara umum, penyebab degradasi hutan termasuk hutan lindung, dapat
berupa penyebab langsung dan tidak langsung. Pembalakan liar merupakan salah
satu penyebab langsung selain perambahan hutan dan kebakaran hutan. Penyebab
tidak langsung diantaranya kondisi sosial, ekonomi bahkan politik yang menjadi
pemicu timbulnya tekanan penduduk terhadap kawasan hutan. Oleh sebab itu,
upaya rehabilitasi hutan lindung untuk mengembalikan dan mempertahankan
fungsi ekologisnya sangat diperlukan. Dalam kawasan hutan lindung khususnya
yang langsung berbatasan dengan masyarakat sudah terdapat masyarakat
penggarap di dalamnya. Secara kualitas, tidak kurang dari 60% kawasan yang
ada merupakan kawasan yang kurang produktif. Di sisi lain, desa-desa yang ada
5

di sekitar hutan lindung sebagian besar telah mengalami tekanan penduduk


terhadap lahan. Hal ini menunjukkan bahwa lahan-lahan pertanian yang ada
sudah tidak mampu lagi mendukung pemenuhan kebutuhan (Nawir et al., 2018).
1.2.5 Solusi Yang Diterapkan Di Kawasan Hutan Lindung Kphl Rinjani
Barat, Nusa Tenggara Barat
Solusi yang dapat diterapkan di hutan lindung tersebut meliputi:
Agroforestri dan pemulihan lahan terdegradasi. Agroforestri adalah pendekatan
lain dalam silvikultur di mana tanaman pertanian ditanam bersama dengan
pohon-pohon hutan. Ini menggabungkan produksi pangan dengan pengelolaan
hutan dan meningkatkan kesejahteraan ekologi masyarakat lokal sambil menjaga
fungsi hutan. Secara keseluruhan, teknik silvikultur penting dalam memastikan
keberlangsungan dan manfaat jangka panjang dari hutan bagi
manusia dan lingkungan. Abe dan Ziemer, (2021) menyatakan bahwa
agroforestri perlu dilakukan di hutan Lindung KPHL Rinjani Barat untuk
menerapkan praktik agroforestri dengan menanam tanaman pertanian bersama
dengan pohon-pohon hutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Ini bertujuan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan Masyarakat
Lokasi prioritas yang harus direhabilitasi di kawasan hutan lindung KPHL
Rinjani Barat telah disusun sebagai dasar untuk menentukan sasaran rehabilitasi.
Penentuan lokasi prioritas ini didasarkan pada parameter kerentanan erosi,
longsor, dan tekanan penduduk terhadap lahan. Untuk mendukung upaya
rehabilitasi di lokasi prioritas maka diperlukan pemilihan beberapa jenis HHBK
potensial yang dapat dikembangkan. Pemulihan lahan terdegradasi adalah proses
memulihkan dan mengembalikan produktivitas serta fungsi ekosistem pada lahan
yang mengalami kerusakan atau degradasi akibat berbagai faktor seperti erosi
tanah, deforestasi, penambangan, atau aktivitas manusia. Proses ini bertujuan
untuk mengembalikan lahan menjadi lebih sehat, berkelanjutan, dan produktif.
Agus et al., (2014) menyatakan bahwa pemulihan lahan terdegradasi perlu untuk
memulihkan lahan akibat eksploitasi atau perubahan lingkungan dengan
menanam tumbuhan penutup tanah dan spesies hutan yang sesuai.
6

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Adapun gambaran umum tentang Hutan Lindung Kphl Rinjani Barat, Nusa
Tenggara Barat. Kawasan hutan lindung KPHL Rinjani Barat mempunyai
luas 28.827,1 ha dari luas total KPHL 40.983 ha.
2. Jenis yang potensial dikembangkan dalam kerangka rehabilitasi hutan
lindung di KPHL Rinjani Barat adalah nyamplung (calophyllum inophyllum),
gaharu (Aquilaria malaccensis) dan kayu putih (Melaleuca leucadendra).
Adapun jenis fauna adalah kera abu-abu (Macaca fascicularis), Musang
Rinjani (Paradoxurus hermaphroditus rindjanicus) dan Lutung
(Tracyphitecus auratus).
3. Pada saat ini fungsi pokok hutan lindung terancam keberlangsungannya
sebagai akibat terjadinya degradasi hutan lindung.
4. Pembalakan liar merupakan salah satu penyebab langsung selain perambahan
hutan dan kebakaran hutan. Penyebab tidak langsung diantaranya kondisi
sosial, ekonomi bahkan politik yang menjadi pemicu timbulnya tekanan
penduduk terhadap kawasan hutan.
5. Solusi yang dapat diterapkan di hutan lindung tersebut meliputi: Agroforestri
dan pemulihan lahan terdegradasi.
3.2 Saran
Saran yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan rehabilitasi pada
hutan lindung yang sesuai dengan ketentuan untuk kawasan hutan lindung di
KPHL Rinjani Barat dan sebaiknya para pengelola kawasan hutan lindung ini
dapat menjaga dengan baik agar terhindar dari masalah seperti degradasi hutan
yang disebabkan oleh pembalakan liar.
7

DAFTAR PUSTAKA

Abe K, Ziemer R. 2021. Effect of Tree Roots on Shallow-Seated Land Slide.


Forest Service Journal. 3(3): 11-20.

Agus FE, Surmaini, Sutrisno N. 2014. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering


Menuju Pertanian Poduktif dan Ramah Lingkungan. Jurnal Pertanian, 2(1):
55-60.

Ali F. 2015. Use of Vegetation For Slope Protection Root Mechanical Properties
of Some Tropical Plants. International Journal of Physical Sciences, 5(5):
496-506.

Handoko C. 2013. Uji Coba Rehabilitasi Hutan Lahan Kering Berbasis Tanaman
HHBK di KPH Rinjani Barat dan KPH Bali Timur. Jurnal Penelitian
Teknologi Hasil Hutan, 2(2): 60-76.

Jamilah A. 2013. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan Kelengasan terhadap


Perubahan Bahan Organik dan Nitrogen Total Entisol. Jurnal Ilmu Tanah dan
Pertanian, 3(1): 44-50.

Nawir A, Murniati, Rumboko L. 2018. Rehabilitasi Hutan di Indonesia akan


Kemanakah Arahnya setelah Lebih dari Tiga Dasawarsa. Jurnal Kehutanan,
3(2):14-20.

Ritung S, Wahyunto AF, Hidayat H. 2017. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan


dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat.
Jurnal Penelitian Tanah, 4(2): 33-40.

Setiawan O, Krisnawati K. 2014. Pemilihan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu


Potensial dalam Rangka Rehabilitasi Hutan Lindung (Studi Kasus Kawasan
Hutan Lindung KPHL Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat). Jurnal Ilmu
Kehutanan, 8(2): 89-99.

Subagyono K. 2017. Konservasi Air Untuk Adaptasi Pertanian terhadap


Perubahan Iklim. Jurnal Konservasi, 3(2): 17-22.

Subiksa I. 2014. Pemanfatan Mikoriza Untuk Penanggulangan Lahan Kritis.


Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Jurnal Pertanian, 3(1): 20-28.

Winarni S, Yuwono SB, Herwanti S. 2016. Struktur Pendapatan, Tingkat


Kesejahteraan dan Faktor Produksi Agroforestri Kopi pada Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung Batutegi. Jurnal Sylva Lestari, 4(1): 1-10.

Anda mungkin juga menyukai