Anda di halaman 1dari 31

ANALISIS DEFORESTASI DI KAWASAN HUTAN

PRODUKSI TERBATAS MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT


8 DI DESA MANTANGISI KECAMATAN AMPANA TETE

USULAN PENELITIAN

Oleh :

HAMZAN SUWARDIMAN
L 131 17 241

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
ANALISIS DEFORESTASI DI KAWASAN HUTAN
PRODUKSI TERBATAS MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT
8 DI DESA MANTANGISI KECAMATAN AMPANA TETE

USULAN PENELITIAN

Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Universitas Tadulako

Oleh :

HAMZAN SUWARDIMAN
L 131 17 241

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Deforestasi di Kawasan Hutan Produksi Terbatas

Menggunakan Citra Landsat 8 di Desa Mantangisi

Kecamatan Ampana Tete

Nama Mahasiswa : Hamzan suwardiman

Stambuk : L 131 17 241

Jurusan : Kehutanan

Fakultas : Kehutanan

Universitas : Tadulako

Palu Juni, 2021

Menyetujui

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Ir. H. Hamzari, M.Sc Misrah, S.Hut., M.Sc


NIP. 196307101993021001 NIP. 198711152019032014

Mengetahui
Ketua Jurusan Kehutanan
Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako

Dr. Ir. H. Naharuddin, S.Pd., M.Si


NIP. 19721230 200212 1 002
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

kehendak-Nya-lah penyusun bisa menyelesaikan Proposal Penelitian yang

berjudul “Analisis Deforestasi di Kawasan Hutan Produksi Terbatas

Menggunakan Citra Landsat 8 di Desa Mantangisi Kecamatan Ampana Tete”.

Dalam penyusunan Proposal Penelitian ini tentu tak lepas dari arahan serta

bimbingan dari berbagai pihak. Penyusun mengucapkan rasa hormat dan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu terutama Kepada Dosen

Pembimbing Bapak Dr. Ir. H. Hamzari, M.Sc dan Ibu Misrah, S.Hut., M.Sc yang

telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam melakukan bimbingan

sehingga proposal ini dapat tersusun dengan baik. Penulis juga menyampaikan

banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Mahfudz, MP selaku Rektor Universitas Tadulako.

2. Bapak Dr. Ir. Adam Malik, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Kehutanan

Universitas Tadulako.

3. Bapak Dr. Ir. H. Naharuddin S.Pd., M.Si, selaku Ketua Jurusan Fakultas

Kehutanan Universitas Tadulako.

4. Bapak Dr. Ir. H. Imran Rachman, MP, selaku Wakil Dekan Bidang

Akademik Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako.

5. Ibu Dr. Ir.Hasriani Muis, S.Hut., M.Si, selaku Wakil Dekan Bidang Umum

dan Keuangan Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako.

6. Ibu Dr. Ir. Zulkaidah, SP., MP, selaku Wakil Dekan Bidang

Kemahasiswaan Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako.


iii
7. Kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan staf administrasi Fakultas

Kehutanan Universitas Tadulako yang telah memberikan bekal ilmu,

arahan dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan.

8. Teristimewa untuk kedua orang tua, Saudara dan keluarga yang selalu

memberikan motivasi, bantuan berupa materi dan doa kepada penulis,

sehingga penulis tetap semangat dalam menyusun proposal penelitian ini.

9. Untuk teman-teman KHT D 2017, dan teman-teman minat manajemen

pemetaan yang selalu ada dalam menyumbangkan pikiran, dan

memberikan motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih terdapat

kekurangan yang harus disempurnakan, sehingga merupakan kebanggaan bagi

penulis apabila ada saran maupun kritik yang merupakan bekal untuk menjadi

lebih baik lagi. Akhirnya dengan seluruh kerendahan hati, penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga proposal ini bermanfaat bagi kita

semua. Amin

Palu, Juni 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... v
DAFTAR TABEL........................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................ 6
1.2. Tujuan Dan Kegunaan......................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hutan Produksi Terbatas..................................................................... 7
2.2. Perubahan Tutupan Lahan ................................................................. 7
2.3. Pengindraan Jauh................................................................................ 9
2.4. Sistem Informasi Geografis................................................................ 8
2.5. Landsat 8............................................................................................. 11
2.6 Klasifikasi terbimbing (Supervised classification)............................. 13
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat............................................................................. 15
3.2. Alat dan bahan .................................................................................. 15
3.3. Teknik Pelaksanaan........................................................................... 16
3.3.1. Jenis dan Sumber Data............................................................ 16
3.3.2. Pengeloaan Data..................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA

v
DAFTAR TABEL

2. Spesifikasi Landsat 8.................................................................................... 12

vi
DAFTAR GAMBAR

1. Peta Lokasi Penelitian Desa Mantangisi Kecamatan Ampana Tete........... 15

vii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan suatu kumpulan atau asosiasi pohon-pohon yang cukup

rapat dan menutup areal yang cukup luas sehingga akan dapat membentuk iklim

mikro dengan kondisi ekologis yang khas serta berbeda dengan kondisi areal

luarnya (Zain, AS.1996). Sesuai pasal 3 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan antara lain disebutkan bahwa penyelenggaraan kehutanan

bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan berkelanjutan dengan

menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang

proporsional serta mengoptimalkan fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi

produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi yang

seimbang dan lestari. Dalam rangka optimalisasi fungsi dan manfaat hutan,

berdasarkan pasal 18 UU No. 41 Tahun 1999, pemerintah telah berupaya

mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk

setiap Daerah Aliran Sungai (DAS) dan atau pulau, yaitu minimal 30% dari luas

DAS dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional (Damarraya, Adnin.2019).

Deforestasi merupakan perusakan lapisan atas hutan dengan cara merubah

penggunaan lahan secara permanen. Deforestasi terhadap hutan hujan tropis

utama menyebabkan meningkatnya emisi gas rumah kaca di atmosfir bumi,

kehancuran habitat hutan dan kerusakan terhadap sumber kehidupan masyarakat

( William dan Ida.1997).

Tutupan lahan pada kawasan hutan, terutama yang terkait dengan tutupan

1
2

hutan sangat dinamis dan berubah dengan cepat dimana kondisi hutan semakin

menurun dan berkurang luasnya. Berdasarkan hasil penelitian Revilla (1993),

Indonesia kehilangan penutupan hutan setiap tahunnya selama tahun 1972 – 1990

seluas 840.000 ha/tahun atau seluas 0,68% per tahun. Penelitian FAO tahun 1990

juga menunjukkan bahwa penutupan hutan di Indonesia telah berkurang dari 74%

menjadi 54% dalam kurun waktu 30 – 40 tahun. Berdasarkan penaksiran

sumberdaya hutan yang dilakukan oleh FAO (1993) laju deforestasi tahunan

selama 1981 – 1990 di Indonesia mencapai luas 1,2 juta ha/tahun, menduduki

tempat kedua setelah Brazil. Sedangkan berdasarkan penaksiran sumberdaya

hutan yang dilakukan oleh FAO (2002), laju deforestasi pada tahun 1990 – 2000

naik menjadi 1,31 juta ha/ tahun (FAO, 1990).

Dari hasil survey lapangan dan analisa data penutupan lahan/vegetasi

diketahui kawasan hutan di wilayah Kabupaten Tojo Una-Una khususnya pada

wilayah KPHP Sivia Patuju masih didominasi penutupan lahan berupa hutan

tanah kering sekunder dan jenis tutupan lahan lainnya adalah semak belukar,

pertanian lahan kering campuran, sawah, pemukiman dan tanah terbuka. Dari

hasil penafsiran citra satelit tahun 2013, secara umum wilayah KPHP Model Sivia

Patuju didominasi oleh hutan lahan kering sekunder seluas 84.014 Ha (76,73%)

dan semak belukar seluas 13.635 Ha (12,45%). Selain itu terdapat hutan bekas

tebangan dan beberapa perambahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat lokal.

Dalam wilayah KPHP Model Sivia Patuju juga terdapat lahan budidaya yang

dikelola oleh masyarakat setempat, seperti perkebunan kelapa, dan pertanian lahan

kering lainnya, termasuk beberapa lokasi pemukiman masyarakat.


3

Topografi di wilayah Desa Mantangisi Kecamatan Ampana Tete

umumnya pegunungan dan perbukitan sebagian datar dan agak landai. Ketinggian

wilayah umumnya berada di atas 200-500 meter dari permukaan laut. Wilayah

bertopografi tinggi terdiri atas deretan perbukitan dan pegunungan dengan puncak

tertinggi lebih dari 2.000 mdpl (KPHP Model Sivia Patuju, 2014).

Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu metode alternatif yang

sangat menguntungkan jika dimanfaatkan untuk memperoleh informasi pada suatu

wilayah yang luas. Dalam bidang kehutanan, teknologi penginderaan jauh sangat

baik digunakan untuk mencari informasi untuk kebutuhan pengolahan hutan,

analisis, pemetaan hutan dan kebutuhan informasi lainnya. Teknologi

penginderaan jauh sangat baik digunakan untuk mencari informasi penurunan

penggunaan lahan (deforestasi dan degradasi). Teknogi penginderaan jauh juga

memiliki kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan penggunaan teknologi

penginderaan jauh, antara lain yaitu:

1. Citra menggambarkan obyek, daerah dan gejala di permukaan bumi

dengan wujud dan letak obyek yang mirip dengan wujud dan letaknya

di permukaan bumi, relatif lengkap, permanen dan meliputi daerah

yang sangat luas.

2. Karakteristik obyek yang tidak tampak dapat diwujudkan dalam

bentuk citra, sehingga dimungkinkan pengenalan obyeknya.

3. Jumah data yang dapat diambil dalam waktu sekali pengambilan data

sangat banyak yang tidak akan tertandingi oleh metode lain.


4

4. Pengambilan data di wilayah yang sama dapat dilakukan berulang-

ulang sehingga analisis data dapat dilakukan tidak saja berdasarkan

variasi spasial tetapi juga berdasarkan variasi temporal.

5. Citra dapat dibuat secara tepat, meskipun untuk daerah yang sulit

dijelajahi.

6. Biaya yang diperlukan lebih murah

Beberapa kelemahan yang terdapat pada penggunaan teknologi

penginderaan jauh antara lain yaitu:

1. Tidak semua parameter dapat dideteksi dengan teknologi

penginderaan jauh. Hal ini disebabkan karena gelombang

elektromagnetik mempunyai keterbatasan dalam membedakan benda

yang satu dengan benda yang lain, tidak dapat menembus benda padat

yang tidak transparan dan daya tembus terhadap air yang terbatas.

2. Akurasi data lebih rendah dibandingkan dengan metode pendataan

lapangan (survey in situ) yang disebabkan karena keterbatasan sifat

gelombang elektromagnetik dan jarak yang jauh antara sensor dengan

benda yang diamati. (Fachruddin Syah, Achmad.2010)

Ketersediaan data citra time series yang cukup panjang dengan resolusi

cukup bagus merupakan keunggulan yang dimilikioleh citra landsat 8.

Keunggulan ini tidak dimiliki oleh citra-citra lainnya, sehingga sangat

mendukung upaya pemanfaatan landsat 8 untuk berbagai keperluan, seperti

monitoring perubahan penutupan lahan, deforestasi dan degradasi pada kawasan

hutan. Laju degradasi/deforestasi dapat diketahui dengan membandingkan


5

penutupan lahan hutan pada tahun tertentu dengan tahun-tahun sebelumnya

(mencakup pula karakteristik indeks vegetasinya). Citra Landsat 8 memiliki

kelebihan lain yaitu merupakan satu-satunya satelit non-meteorologi yang

mempunyai band inframerah termal. Data termal diperlukan untuk studi proses-

proses energi pada permukaan bumi seperti variabilitas suhu tanaman dalam areal

yang diirigasi. Citra Landsat 8 juga memiiki kekurangan yaitu hanya berbasis

Landsat dan SPOT. Klasifikasi multispektral standar berdasarkan resolusi spasial

sekitar 20-30 meter seringkali dianggap kurang halus untuk kajian wilayah

pertanian dan daerah urbanisasi. Model-model dengan knowledgebased

techniques (KBT) yang berbasis Landsat dan SPOT umumnya tidak tersedia

(LAPAN.2015).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diperoleh rumusan masalah

sebagai berikut.

1. Bagaimana deforestasi yang terjadi kawan hutan produksi terbatas di

Kecamatan Ampana Tete?

2. Berapa total luas deforestasi yang terjadi di kawasan hutan produksi

terbatas di Kecamatan Ampana Tete?

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui deforestasi yang terjadi di Kawasan Hutan Produksi

Terbatas di Kecamatan Ampana Tete.


6

2. Untuk mengetahui penurunan luas hutan akibat deforestasi di Kawasan

Hutan Produksi Terbatas Kecamatan Ampana Tete.

Kegunaan dari penelitian ini adalah tersedianya data dan informasi

deforestasi di Kawasan Hutan Produksi Terbatas di Desa Mantangisi Kecamatan

Ampana Tete.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Produksi Terbatas

Hutan Produksi Terbatas merupakan hutan yang hanya dapat dieksploitasi

dengan cara tebang pilih. Hutan Produksi Terbatas ini merupakan hutan yang

dialokasikan untuk produksi kayu dengan intensitas yang rendah. Hutan produksi

terbatas ini pada umumnya berada di wilayah pegunungan di mana lereng-lereng

yang curam mempersulit kegiatan pembalakan. Kegiatan yang diizinkan untuk

Hutan Produksi adalah untuk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan

Alam (HPH) dan Hutan Tanaman (HTI).Untuk Hutan Produksi Terbatas karena

pertimbangan kelerengan maka tidak diperbolehkan melakukan tebang habis (land

clearing) untuk HTI biasanya HPT pengelolaannya dengan Tebang Pilih Tanam

Indonesia (TPTI). Sedangkan Hutan Produksi Konversi aktivitas yang dilakukan

lebih kepada penggunaan sektor non-kehutanan (Salim,1997).

2.2 Perubahan Tutupan Lahan

Perubahan penggunaan lahan secara langsung juga menyebabkan

terjadinya perubahan tutupan lahan. Pengertian tentang penggunaan lahan dan

penutupan lahan penting untuk berbagai kegiatan perencanaan dan pengelolaan

yang berhubungan dengan permukaan bumi. Penutupan lahan berkaitan dengan

jenis kenampakan yang ada dipermukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan

berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (Nilda, 2014).

Perubahan tutupan lahan adalah bergesernya jenis tutupan lahan dari jenis

satu ke jenis lainnya diikuti dengan bertambah atau berkurangnya tipe

7
8

penggunaan dari waktu ke waktu atau berubahnya fungsi lahan pada waktu

yangberbeda. Data perubahan tutupan lahan suatu wilayah umumnya bervariasi

dan jumlahnya cukup banyak. Contoh variasi perubahan tutupan lahan antara lain

semak menjadi sawah, sawah menjadi pemukiman, sawah menjadi jalan dan

perubahan-perubahan tutupan lahan lainnya (Batubara, 2013).

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada lahan yaitu

dari faktor ekonomi, sosial dan biofisik. Menurut Darmawan (2002), salah satu

faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan lahan adalah faktor sosial

ekonomi masyarakat yang berhubungan dengan kebutuhan hidup manusia

terutama masyarakat sekitar kawasan. Tingginya tingkat kepadatan penduduk di

suatu wilayah mendorong penduduk untuk membuka lahan baru sebagai

pemukiman ataupun lahan-lahan budidaya. Tingginya kepadatan penduduk akan

meningkatkan tekanan terhadap hutan. Mata pencaharian penduduk di suatu

wilayah berkaitan erat dengan kegiatan usaha yang dilakukan penduduk di

wilayah tersebut.

2.3 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi

tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena

yang dikaji. Di bidang kehutanan, teknologi penginderaan jauh dimanfaatkan

mulai dari tahap perencanaan hingga pengawasan. Beberapa kegiatan tersebut

antara lain dalam hal pemetaan tutupan lahan, pemantauan deforestasi,

inventarisasi hutan, penataan hutan dan pembukaan wilayah hutan. Dengan


9

semakin berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan tentang penginderaan

jauh, pemanfaatannya juga mengikuti permasalahan (Indah Wahyuni,

Nurlita.2012)

Sistem penginderaan jauh mempunyai empat komponen dasar untuk

mengukur dan merekam data mengenai sebuah wilayah dari jauh. Komponen ini

adalah sumber energi, target, sensor, dan wilayah transmisi. Sumber energi disini

terpenting adalah energi elektromagnetik, dimana merupakan medium penting

yang diperlukan untuk mentransmisikan informasi dari objek ke sensor.

Penginderaan jauh menyediakan bentuk tutupan lahan yang penting yaitu luasan,

pemetaan dan klasifikasi seperti vegetasi, tanah air dan hutan (Purwadhi dan

Tjaturahono, 2008).

Penginderaan jauh dapat diartikan sebagai teknologi untuk

mengidentifikasi suatu obyek di permukaan bumi tanpa melalui kontak langsung

dengan obyek tersebut. Saat ini teknologi penginderaan jauh berbasis satelit

menjadi sangat populer dan digunakan untuk berbagai tujuan kegiatan. Hal ini

disebabkan teknologi ini memiliki beberapa kelebihan, seperti harganya yang

relatif murah dan mudah didapat, adanya resolusi temporal (perulangan) sehingga

dapat digunakan untuk keperluan monitoring, cakupannya yang luas dan mampu

menjangkau daerah yang terpencil, bentuk datanya digital sehingga dapat

digunakan untuk berbagai keperluan dan ditampilkan sesuai keinginan

(Suwargana, 2008).

Kelebihan penggunaan penginderaan jauh merupakan metode alternatif

yang sangat menguntungkan jika dimanfaatkan pada wilayah yang sangat luas
10

kemudian dapat menggambarkan daerah dan gejala dipermukaan bumi dengan

wujud dan letak objek yang mirip dengan wujud dan letaknya di permukaan bumi,

karkteristik obyek yang tidak tampak dapat diwujudkan dalam bemtuk citra

sehingga dimungkinkan pengenalan objeknya, jumlah data yang dapat diambil

dalam waktu sekali pengambilan data sangat banyak yang tidak akan tertandingi

oleh metode lain, citra dapat dibuat secara tepat, meskipun untuk daerah yang

sulit dijelajahi dan satu-satunya cara untuk memetakan daerah bencana

(Fachruddin Syah, Achmad.2010).

2.4 Sistem Informasi Geografis

Keberadaan hutan selalu berhubungan dengan dimensi spasial/keruangan,

sehingga untuk menjaga dan meningkatkan daya guna hutan dibutuhkan

dukungan IPTEK kehutanan yang berbasis data spasial. Oleh karena itu,

penggunaan Sistem Informasi Geografis dalam kegiatan penelitian kehutanan

sangat penting karena mampu merekam, menyimpan, memproses serta

menampilkan data spasial. Banyak aspek kehutanan yang berkaitan dengan

dimensi spasial. Aspek-aspek tersebut antara lain adalah hidrorologi, konservasi

tanah, karakteristik ekosistem, karakteristik biodiversity dalam berbagai

ekosistem, deforestasi dan degradasi hutan, lahan kritis, potensi longsor, banjir,

pemanasan global dan konflik di kawasan hutan. Ketersediaan data spasial yang

lengkap dan akurat sangat membantu dalam kegiatan penelitian. Umumnya,

kegiatan penelitian kehutanan, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,

laporan serta pengambilan keputusan. Setiap tahap tersebut memerlukan data yang

handal sehingga sesuai dengan tujuan dan sasaran yang dikehendaki. Penggunaan
11

SIG atau data spasial membantu dalam setiap tahapan kegiatan tersebut. Dengan

teknologi SIG, data spasial tersebut dapat dikelola dengan baik dalam basis data

sehingga memudahkan dalam pengolahan dan analisis data serta penyampaian

informasi ke pengguna. Peranan SIG di sektor kehutanan menjadi sangat penting

karena SIG dapat memperkuat dan melengkapi data numerik, menggambarkan

secara visual keadaan di lapangan dengan lebih baik serta memudahkan presentasi

kepada pengambil keputusan (Setiabudi, Fendi.2010)

2.5 Landsat 8

Landsat 8 merupakan satelit terbaru setelah Landsat 7. Sejak tahun 2003

satelit Landsat 7 ETM mengalami gangguaan atau kerusakan yang menyebabkan

kerusakan pada sensor optiknya sehingga menyebabkan terjadinya sejumlah garis

dengan ukuran lebar beberapa piksel kehilangan datanya atau dikenal

istilah“stripping” (Parwati dan Purwanto, 2014).

Landsat 8 diluncurkan pada tahun 2013 dengan memiliki sensor Onboard

Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan

jumlah kanal sebanyak 11. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9)

berada pada OLI dan lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal

memiliki spesifikasi mirip dengan Landsat 7. Data citra satelit Landsat memiliki

resolusi spasial 30 m untuk kanal 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan kanal 9, sedangkan kanal

panchromatic memiliki resolusi spasial 15 m. Selain beresolusi spasial 30 m dan

15 m, pada kanal 10 dan 11 yang merupakan kanal TIR-1 dan TIR-2 memiliki

resolusi spasial 100 m. Pada penelitian ini kombinasi band yang akan digunakan

adalah band 2-blue, band 3-green dan band 4-red. Berikut spesifikasi landsat 8.
12

Panjang
Resolusi
Band Gelombang Kegunaan
spasial (m)
(µm)
Band 1- Studi aerosol dan wilayah
Coastal 0,43-0,45 30 pesisir
Arosol
Pemetaan batimetri,
Band 2- Blue 0,45-0,51 membedakan
30 tanah dari vegetasi dan daun
dari
vegetasi konifer
Mempertegas puncak
Band 3 - Green 0,53 – 0,59 30 vegetasi untuk menilai
kekuatan vegetasi

Band 4 - Red 0,64 – 0,67 30 Membedakan sudut vegetasi

Band 5 – Near Menekankan konten


Infrared (NIR) 0,85 – 0,88 30 biomassa dan
Band Panjang gelombang
(µm) Kegunaan
Band 6 – Mendikriminasi kadar air
Short- 1,57 – 1,65 30 tanah dan vegetasi;
wave Infrared menembus awan tipis
(SWIR) 1
Band 7– Peningkatan kadar air tanah
Short-wave dan
Infrared 2,11 – 2,29 30 vegetasi, dan penetrasi awan
(SWIR) 2 tipis

Band 8 - 0,50 – 0,68 Resolusi 15 meter, defenisi


Panchromatic gambar yang lebih tajam
1,36 – 1,38 15

Band 9 – Peningkatan deteksi


Cirrus 30 kontaminasi
awan cirrus

Band 10 –
Thermal pemetaan termal dan
Infrared 10,60 – 11,19 100 perkiraan kelembaban tanah
Sensor (TIRS
1)
13

Band 11 – 11,51 – 12,51 Peningkatan pemetaan


Thermal termal dan perkiraan
Infrared 100 kelembaban tanah
Sensor (TIRS
2)

Table 2. Spesifikasi Landsat 8 (LAPAN, 2015).

2.6 Klasifikasi terbimbing (Supervised classification)

Klasifikasi diartikan sebagai proses mengelompokkan piksel-piksel ke

dalam kelas-kelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai

kecerahan (brightness value/BV atau digital number/DN) piksel yang

bersangkutan. Klasifikasi citra pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan

gambaran atau peta tematik yang berisikan bagian-bagian yang menyatakan suatu

objek atau tema. Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan

arahan analis (supervised), dimana kriteria pengelompokkan kelas ditetapkan

berdasarkan penciri kelas (class signature) yang diperoleh melalui pembuatan

area contoh (training area) (Marini.2014).

Klasifikasi terbimbing merupakan metode yang diperlukan untuk

mentransformasikan data citra multispektral ke dalam kelas-kelas unsur spasial

dalam bentuk informasi tematis. Metode klasifikasi terbimbing diawali dengan

pembuatan daerah contoh untuk menentukan penciri kelas. Kegiatan tersebut

merupakan suatu kegiatan mengidentifikasi prototipe (cluster) dari sejumlah

piksel yang mewakili masing-masing kelas atau kategori yang diinginkan dengan

menentukan posisi contoh dilapangan dengan bantuan peta tutupan lahan sebagai

referensi untuk setiap kelasnya. Jumlah kelas yang diambil disesuaikan dengan

masing-masing luas penampakan. Secara teoritis, jumlah piksel yang diambil


14

untuk mewakili setiap kelas yaitu sebanyak N+1, dimana N adalah jumlah band

yang digunakan. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari matrik ragam-

peragam yang singular, dimana piksel per kelasnya tidak bisa dihitung. Pada

analisis sistem kerja metode terbimbing (Supervised), terlebih dahulu diharuskan

menetapkan beberapa training area (daerah contoh) pada citra sebagai kelas lahan

tertentu. Penetapan ini berdasarkan pengetahuan analis terhadap wilayah dalam

citra mengenai daerah-daerah penelitian. Nilai-nilai piksel dalam daerah contoh

tersebut kemudian digunakan oleh komputer sebagai kunci untuk mengenai piksel

yang lain. Daerah yang memiliki nilai piksel sejenis akan dimasukan kedalam

kelas lahan yang telah ditetapkan sebelumnya (Septiana.2017).


III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan mulai dari bulan Juni

sampai bulan Agustus 2021. Penelitian ini dilakukan di Desa Mantangisi,

Kecamatan Ampana Tete, Kabupaten Tojo Una-Una.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian Desa Mantangisi, Kecamatan Ampana Tete.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis menulis

digunakan untuk mencatat hasil, kamera digunakan untuk pengambilan

dokumentasi, GPS (Global Prositioning system) digunakan untuk pengambilan

titik koordinat, Laptop, Software ArcGis versi 10.3 dan Software Microsoft Office

Excel 2010 digunakan untuk pengelolaan data.

15
16

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat 8 akusisi

20 Mei 2016 dan 20 Mei 2021 Path 113 Row 61, Peta Tutupan Lahan tahun 2020,

Peta Administrasi Kecamatan Ampana Tete, Peta Kawasan Hutan Kabupaten

Tojo Una-Una (SK.869/Menhut-II/2014) dan studi literatur yang relevan dengan

penelitian.

3.3 Teknik Pelaksanaan

3.3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penetilian ini adalah data primer

dan data sekunder. Data primer adalah data utama yang digunakan untuk

analisis berupa data citra Landsat 8 akusisi 20 Mei 2016 dan 20 Mei 2021

Path 113 Row 61. Sedangkan data sekunder adalah data yang di perlukan

sebagai penunjang dari data primer yang digunakan sebelumnya berupa

Peta Tutupan Lahan tahun 2020, Peta Administrasi Kecamatan Ampana

Tete, Peta Kawasan Hutan Kabupaten Tojo Una-Una

(SK.869/Menhut-II/2014) titik koordiat hasil survey lapangan dan data

penunjang lainnya berupa hasil-hasil penelitan sebelumnya baik yang ada

di perpustakaan Fakultas Kehutanan maupun melalui akses internet.

3.3.2 Pengolahan Data

a) Pemotongan Citra

Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi area yang diteliti.

Pemotongan dilakukan setelah citra tersebut dikoreksi dan hasil

pemotongan citra tersebut akan digunakan dalam proses selanjutnya.


17

b) Komposit Citra

Dalam penelitian ini tidak perlu melakukan koreksi geometrik lagi,

karena citra Landsat 8 sudah terkoreksi secara geometrik. Koreksi citra

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Koreksi radiometrik bertujuan

untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya

juga bisa dilakukan dengan mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer

sebagai sumber kesalahan utama.

c) Training Area

Pada analisis sistem kerja metode terbimbing (Supervised), terlebih

dahulu diharuskan menetapkan beberapa training area (daerah contoh)

pada citra sebagai kelas lahan tertentu. Penetapan ini berdasarkan

pengetahuan analis terhadap wilayah dalam citra mengenai daerah-daerah

penelitian. Nilai-nilai piksel dalam daerah contoh tersebut kemudian

digunakan oleh komputer sebagai kunci untuk mengenai piksel yang lain.

Daerah yang memiliki nilai piksel sejenis akan dimasukan kedalam kelas

lahan yang telah ditetapkan sebelumnya.

d.) Klasifikasi Citra

klasifikasi yang digunakan pada tahap ini adalah metode klasifikasi

terbimbing (Supervised Classification). Setelah menentukan training area

dan menyimpannya sebagai signature file akan dilanjutkan dengan

melakukan klasifikasi pada sortware ArcGis dengan menu Maximum

Likelihood classification dan menggunakan signatur file yang telah dibuat

sebelumnya sebagai acuan pengelompokan pixel-pixel dengan warna yang


18

sama. Proses ini dilakukan secara otomatis oleh komputer.

e). Survey Lapangan (Ground Check)

Pengecekan di lapangan bertujuan untuk memastikan kembali hasil

dari klasifikasi yang dilakukan telah sesuai dengan kondisi di lapangan.

Titik sampling pengamatan di ambil pada setiap daerah sebaran tutupan

vegetasi (hutan, semak belukar dan rumput), dan daerah tidak bervegetasi.

Oleh karena itu sangat perlu dilakukan Ground check dengan metode

pengambilan titik koordinat menggunakan GPS (Global Positioning

System). Selanjutnya data ini akan digunakan untuk menghitung tingkat

akurasi hasil klasifikasi.

f). Uji Akurasi

Tahap awal uji akurasi adalah membuat tabel Confusion Matrix

(user and producer’s accuracy) berdasarkan pada data atribut pada citra

yang telah di klasifikasi sebelmnya dan hasil survey lapangan. Tahapan uji

akurasi klasifikasi dilakukan dengan metode koefisien Kappa. Nilai

koefisien Kappa mempunyai rentang 0 hingga 1, dalam peroses pemetaan

klasifikasi/penutupan lahan nilai akurasi yang dapat diterima yaitu 85%

atau 0,85. Koefisien Kappa didasarkan atas konsistensi penilaian dengan

mempertimbangkan semua aspek yaitu akurasi pembuat (producer’s

accuracy/omission error) dan akurasi pengguna (user’s accuracy /

commission error) yang diperoleh dari matrik kesalahan atau confusion

matrix. Perhitungan akurasi keseluruhan (Overall Accuracy) didapat dari

perbandingan sampel yang terhitung tanpa error dengan kesuluruhan total


19

sampel.

g). Analisis Deforestasi

Analisis deforestasi dilakukan dengan membandingkan dua citra

landsat 8 yang telah diklasifikasi sebelumnya yaitu citra landsat 8 akuisisi

20 Mei 2021 dan 20 Mei 2021, dengan membandingkan kedua atribut citra

tersebut dapat diketahui jenis perubahan akibat deforestasi dan juga

berapa luas hutan yang terdeforestasi.


20

Skema Alur Penelitian

Citra Landsat 8 akusisi 20 Mei


2016 dan 20 Mei 2021 Path
P113 Row 61

Pemotongan Citra

Komposit Citra

Training Area

Klasifikasi Citra

Survey Lapangan

Uji Akurasi

Analisisi Deforestasi

Hasil
DAFTAR PUSTAKA

Batubara, BS.2013.Perubahan Penutupan Lahan Hutan di Cagar Alam Dolok


Sibualbuali Tahun 2006 dengan 2013. [Skripsi]. Program Studi
Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara;Medan.

Damarraya, Adnin.2019.Deforestasi Indonesia tahun 20117-2018. Direktorat


Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Ditjen Planologi
Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan;Jakarta.

Darmawan.2002.Perubahan Penutupan Lahan di Cagar Alam Rawa Danau.


[Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor;Bogor

FAO.1990.Situation and Outlook of the Forestry Sector in Indonesia. Volume 1 :


Issues, finding and opportunities.Ministry of Forestry, Government of
Indonesia and Food and Agriculture Organization of the United
Nations;Jakarta.

Fachruddin Syah, Achmad.2010. Penginderaan Jauh Dan Aplikasinya Di


Wilayah Pesisir Dan Lautan.Universitas Trunojoyo;Madura.

Indah Wahyuni, Nurlita.2012.Integrasi Penginderaan Jauh Dalam Penghitungan


Biomasa Hutan.Balai Penelitian Kehutanan;Manado.

KPHP Model Sivia Patuju, 2014. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka


Panjang.Dinas Kehutanan Kabupaten Tojo Una-Una;Ampana.

LAPAN.2015. Pedoman Pengelolaan Data Pengindraan Jauh Landsat-8 Untuk


Mangrove. Pusat Pemanfaatan Pengindraan Jauh.;Jakarta

Marini.2014. Perbandingan Metode Klasifikasi Supervised Maximum Likelihood


dengan Klasifikasi Berbasis Objek Untuk Inventarisasi Lahan Tambak di
Kabupaten Maros. Seminar. Bogor;LAPAN.

Nilda, 2014.Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Dampaknya Terhadap


Hasil Air Di Daerah Aliran Sungai Cisadane Hulu. [Tesis]. Program
Pascasarjana Universitas Udayana;Denpasar

Parwati dan Purwanto, 2014. Analisis Algoritma Ekstraksi Informasi TSS


Menggunakan Data Landsat 8 di Perairan Berau. Prosiding Seminar
Nasional Penginderaan Jauh halaman 518- 528.

Purwadhi dan Tjaturahono, 2008. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan


Jauh. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dan UNNES

Salim,1997.Perumahan dan Permukiman yang Berwawasan


Lingkungan.Direktorat Jenderal Pendidikan;Jakarta.

Setiabudi, Fendi.2010. Sistem Informasi Geografis Hutan Penelitian Petak 93


Gunung kidul.Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Dan
Komputer;Yogyakarta.

Suwargana, 2008.Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Data


Penginderaan Jauh di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi.Peneliti
Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan
jauh;LAPAN

William dan Ida.1997.Laju dan Penyebab Deforestasi di Indonesia: Penelaahan


Kerancuan dan Penyelesaiannya.Center For International Forestry
Research;Bogor

Zain, AS.1996. Hukum lingkungan Konservasi Hutan.Penerbit Rineka


Cipta;Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai